Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

PERILAKU KEKERASAN

Disusun Oleh:

Dikky Kukuh Setyawan


Iqbal Ramadhan
Romi Miharja
Siti Devia Agustina

PROGRAM STUDI SARJANA 1 KEPERAWATAN


STIKES KHARISMA KARAWANG
Jl. Pangkal Perjuangan KM. 1 By Pass Karawang Barat
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

A. Konsep Dasar Perilaku Kekerasan


1. Pengertian
WHO Global Campaign for Violence Prevention (2003),
menginformasikan bahwa 1,6 Juta penduduk dunia kehilangan hidupnya
karena tindak kekerasan dan penyebab utama kematian pada mereka
yang berusia antara 15-44 tahun. 40-70% wanita yang menjadi korban
pembunan ternyata dilakukan oleh suami atau teman kencan mereka
sendiri bahka dibeberapa Negara 69% wanita dilaporkan pernah
dilakukan secara kasar oleh teman kencannya sendiri. Dan menunjukkan
bahwa hampir 1 dari 4 perempuan melaporkan pernah dianiaya secara
seksual oleh teman dekatnya dan hingga sepertiga dari mereka diperkosa
(Jenkis, 2003).
Tindak kekerasan dipandang sebagai tindak criminal yang
dilakukan tanpa dikehendaki oleh korban yang menimbulkan dampak
fisik, psikologis, sosial, serta spiritual bagi korban dan juga
mempengaruhi sistem keluarga serta masyarakat secara menyeluruh.
Korban kekerasan akan merasa tidak berdaya, putus asa, dan merasa
kehilangan kemampuan untuk menolong dirinya sendiri, serta
mengalami kepedihan psikologis yang luar biasa diikuti hilangnya
perasaan harga diri sebagai manusia yang utuh yang dimanifestasikan
dalam rentang respon dari perasaan cemas dan takut samapai depresi
berat. Korban merasa tidak mampu menentukan jalan hidupnya.
2. Macam-macam Kekerasan
Jenis penganiayan terdiri atas penganiayaan pada wanita,
penganiayaan pada anak-anak, dan penganiayaan terhadap orang tua
(Boyd & Nihart, 1998)
a. Penganiayaan Terhadap Wanita
Berbagai istilah digunakan untuk tindak kekerasan terhadap
wanita, antara lain, tindak kekerasan domestic (rumah tangga),
penganiayaan pasangan, penganiayaan istri, atau penganiayaan
wanita. Pada kasus ketika wanita melakukan tindak kekerasan,
biasanya dalam upaya mereka dalam upaya membela diri dan pada
umumnya wanita akan mengalami cedera lebih parah daripada pria
(Sassetti, 1993). Berdasarkan hasil penelitian, ternyata wanita yang
tidak menikah, wanita yang bercerai, atau berpisah dari suaminya
cenderung lebih beresiko mengalami penganiayaan daripada wanita
yang menikah (Sassetti, 1993).
Penganiaayan pada wanita tidak hanya bersifat fisik atau
seksual, tetapi juga emosional, membatasi kebebasan, merusak
property, mengancam, atau mengisolasi dari keluarga dan teman. Inti
kekerasan seperti ini berpola pada pengendalian dan dominasi secara
paksa terhadap semua aspek kehidupan wanita. Banyak wanita
korban tindak kekerasan melaporkan bahwa kekerasan fisik lebih
dirasakan ringan dibandingkan penganiayaan yang bersifat
emosional, karena merusak dan mengisolasi wanita.
b. Penganiayaan Terhadap Anak
Penganiayaan terhadap anak dapat terjadi dalam berbagai
bentuk, walaupun definisi untuk tiap bentuk atau jenis tersebut
beragam. Semua tindak penganiayaan pada anak merupakan
tindakan yang merenggut semua hak yang seharusnya dimiliki oleh
anak-anak. Termasuk hak anak untuk berperilaku sebagai anak,
merasa aman dan dilindungi dari bahaya, diberimakan dan pakaian,
serta diasuh dengan kasih saying sehingga anak dapat tumbuh dan
berkembang serta memenuhi semua potensi unik yang dimiliki.
Anak-anak yang pernah mengalami penganiayaan atau
menyaksikan penganiayan terhadap ibunya, cenderung akan
bertindak kejam pada usia dewasa. Sebagaimana yang dilaporkan
oleh Schneider, Pollock, dan Helfer (1972) bahwa orang tua
penganiayaan pada masa kecilnya pernah mengalami hukuman fisik
yang berat, mengalami ansietas yang lebih tinggi dalam mengatasi
permasalahan anak mereka, dan lebih peka terhadap kritik dan
isolasi sosial, begitu pula mempunyai harapan yang tinggi terhadap
anak mereka.
Penganiayaan pada anak pada umunya meliputi penganiayaan
fisik, seksual, penelantaran, dan penganiaayan emosional. Sering kali
terabaikan adalah penganiayaan berupa trauma yang dialami oleh
anak karena melihat bagaimana penganiayaan dilakukan terhadap
ibunya.
c. Penganiaayaan Fisik
Penganiayaan fisik dapat berupa tindakan memukul,
menendang, melempar, menyundut dengan rokok, dan berbagai
bentuk kekerasan lainnya yang dapat menimbulkan cedera. Cedera
fisik dapat terjadi karena penganiayaan dari yang ringan hingga yang
berat, bahkan mengancam kehidupan. Jenis cedera fisik yang
mungkin dialami korban meliputi cedera pada kulit atau jaringan
lunak, cedera internal; dislokasi dan fraktur; gigi rontok; luka bakar;
abrasi atau kebiruan karena dicambuk dengan ikat pinggang; rambut
rontok karena dijambak; luka tembak, luka pisau, atau objek tajam
lainnya, perdarahan pada retina; dan perdarahan di konjungtiva
(Fontaine, 1996).
d. Penganiayaan Seksual
Ada dua kategori penganiayaan seksual, yaitu inses (Incest), dan
penganiayaan seksual yang dilakukan bukan oleh anggota keluaraga.
Inses didefinisikan sebagai semua bentuk kegiatan seksual
antara anak dibawah usia 18 tahun dengan anggota keluarga dekat
(orang tua kandung, orang tua tiri, saudara kandung), anggota
keluarga besar (kakek dari nenek, paman, bibi, sepupu), atau orang
tua angkat (Rappley & Speare,1993). Penganiayaaan seksual diluar
keluarga adalah bentuk kontak seksual antara bukan anggota
keluarga dengan anak dibawah usia 18 tahun.
Penganiayaan seksual oleh anggota keluarga lebih traumatic
pada anak, karena mereka kehilangan rasa percaya, merasa tidak
aman dilingkungan rumahnya sendiri, dan merupakan ancaman
paling mendasar dalam kehidupan anak. Perilaku penganiayaan
anak berkisar dari yang paling ringan, perilaku tertutup hingga
tindakan seksual yang terbuka. Misalnya, tidak menghormati privasi
anak, memandang anak secara sensual, meminta anak untuk
telanjang, hingga berhubungan seksual.
Secara umum, anaka yang lebih muda dengan riwayat emosional
mungkin dapat lebih traumatis daripada usia yang lebih tua dengan
jiwa yang stabil. Penganiayaan yang terjadi berulangkali dan dalam
jangka waktu yang lama disertai tindak kekerasan dan penetrasi
tubuh mengakibatkan trauma yang lebih hebat.penganiayaan seksual
yang dilakukan sesorang oleh seseorang yang diketahui dan
dipercaya oleh anak akan menimbulkan trauma yang lebih parah.
e. Penganiayaan Emosional
Walaupun penganiaayan fisik dan seksual merupakan
pengalaman yang traumatic bagi anak, tetapi perkembangan diri
anak juga lebih besar bahayanya, karena pesan yang tersirat dari
penganiayaan tersebut adalah “Saya tidak Pedulu kamu, saya lebih
kuasa dari pada kamu. Kamu adalah milik saya dan tidak punya ha
katas tubuh anda ( Garbarino, 1993).” Kegagalan total orang tua
untuk memenuhui kebutuhan emosional anak merupakan bentuk
penganiayaan dan penelantara emosional. Lima kategori
penelantaran emosional terhadap anak adalah menolak , mengisolasi,
meneror, mengabaikan, dan mengadopsi anak.
f. Penganiayaan terhadap lansia
Penganiaayan terhadap lansia mengakibatkan cedera fisik atau
penelantaran emosional yang meliputi menentang keinginan lansia
mengintimidasi atau membuat keputusan yang kejam. Penganiayaan
terhadap lansia pada umumnya dilakukan oleh anak-anak mereka.
Lansia wanita lebih cenderung dianiaya daripada lansia pria.
Karakteristik lansia yang mungkin menjadi korban penganiayaan
antara lain berusia tua, bergantung pada anggota keluarga atau
pemberi pelayanan, penyalahgunaan alkohol, atau ada riwayat
konflik antargenerasi antara lansia dan pemberi pelayanan,
kemunduran kondisi fisik dan mental, serta perilaku provokatif.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Faktor Predisposisi
Tidak ada seorangpun yang tau pasti tentang faktor
predisposisi seseorang berperilaku kekerasan. Walaupun demikian,
ada beberapa teori yang mungkin dapat menjelaskan tentang faktor
predisposisi tersebut, yaitu teori biologi, teori psikologis, dan teori
sosiokulturaal yang dijelaskan oleh Townsend (1996), yaitu sebagai
berikut :
1) Teori Biologi
Terdiri atas 3 pandangan, yakni :
a) Pengaruh Neurofisiologis
Beragam dari komponen sistem Neurologis, baik pada
manusia maupun heman memiliki implikasi memfasilitasi
dan menghambat impuls agresif.
b) Pengaruh Biokimia
Goldsten dalam Townsend (1996) menyatakan bahwa
berbagai neurotransmitter (epinefrin, neropinefrin,
dopamine, asetikholin, dan serotonin) sangat berperan
dalam emfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Teori
ini konsisten dengan “menyerang atau menghindar” yang
dikenalkan oleh selye dalam teorinya tentang respon
terhadap stress.
c) Pengaruh Genetik
Komponen berbagai genetik yang berhubungan dengan
perilaku agresif sudah banyak diteliti. Penelitian
membuktikan adanya hubunganlangsung antara perilaku
agresif dengan keterkaitan dengan genetik termasuk
genetik karyotype XYY, yang pada umumnya dimiliki
oleh penghuni penjara pelaku tindak kriminal.
d) Gangguan Otak
Sindrom otak organik berhubungan dengan berbagai
gangguan serebral telah tebukti dari hasil beberapa
penelitian sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan
tindak kekerasan.
2) Teori Psikologi
a) Teori Psikoanalitik
Teori psikoanalitik menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya
kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan rasa aman
dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri yang rendah.
b) Teori Pembelajaran
Anak-anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh
peran mereka, biasanya adalah orang tua mereka sendiri.
Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau
mempunyai orang tua yang mendisiplinkan mereka
dengan hukuman fisik akan cenderung berperilaku keras
setelah dewasa (Owens & Straus dalam Towsend, 1996).
3) Teori sosiokultural
Pengaruh sosial. Walupun sebagian besar pakar menyetujui
adanya pengaruh biologis dan psikologis terhadap perilaku
agresif, tetapi ilmuan sosiologi lebih menekankan pada faktor
budaya dan struktural sosial. Ada kelompok sosial yang secara
umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara
menyelesaikan masalah. Pengaruh masyarakat juga
menyumbang pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu
menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat
dipenui secara konstruktif.
b. Faktor Presipitasi
Faktor Pretisipasi ini berhubungan dengan pengaruh stressor yag
mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu. Stressor
dapat disebabkan dari luar maupun dari dalam. Stressor yang
berasal dari luar dapat berupa serangan fisik, kehilangan, kematian
dan lain-lain. Stressor yang bersal dari dalam dapat berupa,
kehilangan keluarga atau sahabat yang dicintai,ketakutan terhadap
penyakit fisik, penyakit dala, dan lain-lain. Selain itu, lingkungan
yang kurang kondusif, seperti penuh penghinaan, tindak kekerasan,
dapat memicu perilaku kekerasan.
c. Faktor Risiko
NANDA (2016) menyatakan faktor-faktor risiko dari risiko
perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self-directed
violence) dan risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk
for other-directed violence).
1) Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self-
directed violence)
a) Usia ≥45 tahun
b) Usia 15-19 tahun
c) Isyarat tingkah laku (menulis catatan cinta yang sedih,
menyatakan pesan bernada kemarahan kepada orang
tertentu yang telah menolak individu tersebut, dll)
d) Konflik mengenai orientasi seksual
e) Konflik dalam hubungan interpersonal
f) Pengangguran atau kehilangan pekerjaan (masalah
pekerjaan)
g) Terlibat dalam tindakan seksual autoerotic
h) Sumberdaya personal yang tidak memadai
i) Status perkawinan (sendiri, menjada, bercerai)
j) Isu kesehatan mental (depresi, psikosis, administrator atau
pemilik bisnis, dll)
k) Pola kesulitan dalam keluarga (riwayat bunuh diri, sesuatu
yang bersifat kekerasan atau konfliktual)
l) Isu kesehatan fisik
m) Gangguan psikologis
n) Isolasi sosial
o) Ide bunuh diri
p) Rencana bunuh diri
q) Riwayat upacara bunuh diri berulang
r) Isyarat verbal (membicarakan kematian, menanyakan
tentang dosis mematikan obat, dll)
2) Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other-
directed violence)
a) Akses atau ketersediaan senjata
b) Alterasi (gangguan) fungsi kognitif
c) Perlakuan kejam terhadap binatang
d) Riwayat kekerasan masa kecil, baik secara fisik,
psikologis, maupun seksual
e) Riwayat penyalahgunaan zat
f) Riwayat menyaksikan kekerasan dalam keluarga
g) Impulsif
h) Pelanggaran atau kejahatan kendaraan bermotor (seperti,
pelanggaran lalu lintas, penggunaan kendaraan bermotor
untuk melampiaskan amarah)
i) Bahasa tubuh negatif (seperti kekakuan, mengepalkan
tinju/pukulan, hiperaktivitas, dll)
j) Gangguan neurologis (trauma kepala, gangguan serangan,
kejang, dll)
k) Intoksikasi patologis
l) Riwayat melakukan kekerasan tidak langsung (kencing
dilantai, menyobek objek di dinding, melempar barang,
memecahkan kaca, membanting pintu, dll)
m) Pola perilaku kekerasan terhaddap orang lain (menendang,
memukul, menggigit, mencakar, upaya perkosaan,
memperkosa, pelecehan seksual, mengencingi orang, dll)
n) Pola ancaman kekerasan (ancaman secara verbal terhadap
objek atau orang lain, menyumpah serapah, gesture atau
catatan mengancam, ancaman seksual, dll)
o) Pola perilaku kekerasan antisosial (mencuri, meminjam
dengan memaksa, penolakan terhadap medikasi, dll)
p) Komplikasi perinatal
q) Komplikasi prenatal
r) Menyalakan api
s) Ganggua psikosis
t) Perilaku bunuh diri
d. Rentan Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Perilaku
Asertif Frustasi Pasif Agresif
Kekerasan
1) Respon Adaptif
Respon yang diterima norma-norma sosial budaya yang
berlaku.
2) Respon Asertif
Klien mampu mengungkapkan rasa marah tanpa menyalahkan
orang lain dan memberikan kelegaan
3) Frustasi
Klien gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak
dapat menemukan alternatifnya
4) Pasif
Klien merasa tidak dapat mengungkapkan perasaannya, tidak
berdaya dan menyerah
5) Agresif
Klien mengekspresikan secara fisik, tapi masih terkontrol,
mendorong orang lain dengan ancaman
6) Perilaku Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan hilang kontrol
ndisertai amuk, merusak lingkungan
7) Respon Maladaptif
Keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
diyakinkan oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan
sosial.
e. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari
ungkapan pasien dan didukung dari hasil observasi.
1) Data Subjektif
a) Ungkapan berupa ancaman
b) Ungkapan kata-kata kasar
c) Ungkapan ingin memukul/melukai
2) Data Objektif
a) Wajah memerah dan tegang
b) Pandangan tajam
c) Mengatupkan rahang dengan kuat
d) Mengepalkan tangan
e) Bicara kasar
f) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
g) Mondar-mandir
h) Melempar atau memukul benda/ orang lain
f. Mekanisme Koping
Perawat perlu mempelajari mekanisme koping untuk
membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif dalam mengekpresikan marahnya. Secara umum,
mekanisme koping yang sering digunakan, antara lain mekanisme
pertahanan ego, seperti displacement, sublimasi proyeksi, depresi,
denial dan reaksi formasi.
g. Perilaku
Klien dengan gangguan perilaku kekerasan memiliki beberapa
perilaku yang perlu diperhatikan. Perilaku klien dengan gangguan
perilaku kekerasan dapat membahayakan bagi dirinya sendiri,
orang lain, maupun lingkungan sekitar. Adapun perilaku yang
harus dikenali dari klien gangguan perilaku kekerasan, antara lain :
1) Menyerang atau menghindar
Pada keadaan ini respons fisiologis timbul karena kegiatan
sistem syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi ephineprin
yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah
memerah, pupil melebar, mual, sekresi HCL meningkat,
peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan meningkat, disertai
ketegangan otot seperti; rahang terkatup, tangan mengepal,
tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
2) Menyatakan secara asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam
mengekspresikan kemarahannya, yaitu perilaku pasif, agresif,
dan asertif. Perilaku asertif merupakan cara terbaik individu
untuk mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang
lain secara fisik maupun psikologis. Dengan perilaku tersebut,
individu juga dapat mengembangkan diri.
3) Memberontak
Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat
konflik perilaku untuk menarik perhatian orang lain.
4) Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditunjukkan kepada
diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Pohon Masalah
Mencederai diri sendiri dan orang lain

Perilaku Kekerasan

Harga Diri Rendah
b. Diagnosis Keperawatan
Perilaku Kekerasan
Intervensi
DIAGNOSI PERENCANAAN
S
Tujuan Kriteria
KEPERAW Intervensi Rasional
(Tuk/Tum) Evaluasi
ATAN
Perilaku TUM : 1.1 Bina Kepercay
Kekerasan Klien dan hubungan aan dari
keluarga saling klien
mampu percaya merupaka
mengatasi dengan n hal
atau Klien mengemuk yang akan
mengendalik menunjukkan akan memudah
an risiko tanda-tanda prinsip perawat
perilaku percaya komunikasi dalam
kekerasan. kepada terapeutik : melakuka
TUK 1: perawat a. Menguc n
1. Klien melalui: apkan pendekata
dapat a. Ekspresi salam n
membina wajah terapeuti keperawat
hubunga cerah, k. Sapa an atau
n saling tersenyum klien intervensi
percaya b. Mau dengan selanjutny
berkenala ramah, a terhadap
n baik klien
c. Ada verbal
kontak ataupun
mata nonverb
d. Bersedia al
mencerita b. Berjabat
kan tangan
perasaann dengan
ya klien
e. Bersedia c. Perkenal
mengungk kan diri
apkan dengan
masalah sopan
d. Tanyaka
n nama
lengkap
klien
dan
nama
panggila
n yang
disukai
klien
e. Jelaskan
tujuan
pertemu
an
f. Membua
t kontrak
topik,
waktu,
dan
tempat
setiap
kali
bertemu
klien
g. Tunjukk
an sikap
empati
dan
menerim
a klien
apa
adanya
h. Beri
perhatia
n kepada
klien
dan
perhatia
n
kebutuh
an dasar
klien
TUK 2: Kriteria 2.1 Bantu Menentuk
Klien dapat Evaluasi: klien an
mengidentifi Setelah 3x mengungka mekanism
kasi intervensi, pkan e koping
penyebab klien dapat: perasaan yang
perilaku 1. Menceritak marahnya : dimiliki
kekerasan an a. Diskusik oleh klien
yang penyebab an dalam
dilakukanny perilaku bersama mengahad
a kekerasan klien api
yang untuk masalah.
dilakukann mencerit Selain itu,
ya akan juga
2. Menceritak penyeba sebagai
an b rasa langkah
penyebab kesal awal
perasaan atau rasa dalam
jengkel/kes jengkeln menyusun
al, baik dari ya strategi
diri sendiri b. Dengark berikutny
maupun an a
lingkungan penjelas
an klien
tanpa
menyela
atau
memberi
penilaia
n pada
setiap
ungkapa
n
perasaan
klien
TUK 3: Kriteria Membantu Deteksi
Klien dapat Evaluasi: klien dini dapat
mengidentifi Setelah 3x mengungkapk mencegah
kasi tanda- intervensi, an tanda-tanda tindakan
tanda klien dapat perilaku yang bisa
perilaku menceritakan kekerasan membaha
kekerasan tanda-tanda yang yakan
perilaku dialaminya : klien dan
kekerasan Diskusikan lingkunga
secara: dan motivaasi n sekitar
a. Fisik: klien untuk
mata menceritakan
merah, kondisi fisik
tangan saat perilaku
mengepal, kekersan
ekspresi terjadi.
tegang, 3.1.
dll. diskusikan dan
b. Emosiona motivasi klien
l: unuk
perasaan menceritakan
marah, kondisi fisik
jengkel, saat perilaku
bicara kekerasan
kasar. terjadi.
c. Sosial: 3.2.
bermusuh Diskusikan
an yang dan motivasi
dialami klien untuk
saat menceritakan
terjadi kondisi
perilaku emosinya saat
kekerasan terjadi
. perilaku
kekerasan.
3.3.
diskusikan dan
motivasi klien
untuk
menceritakan
kondisi
psikologis saat
terjadi
perilaku
kekerasan
3.4.
Diskusikan
dan motivasi
klien untuk
menceritakan
kondisi
hubungan
dengan orang
lain saat
terjadi
perilaku
kekerasan
TUK 4: Kriteria Diskusikan Melihat
Klien dapat Evaluasi : dengan klien mekanism
mengidentifi Setelah 3x seputar e koping
kasi jenis intervensi, perilaku klien
perilaku klien kekerasan dalam
kekerasan menjelaskan: yang menyeles
yang pernah a. Jenis-jenis dilakukannya aikan
dilakukkann ekspresi selama ini. masalah
ya kemaraha 4.1. yang
n yang Diskusikan dihadapi.
selama ini dengan klien
telah seputar
dilakukan perilaku
nya. kekerasan
b. Perasaann yang
ya saat dilakukannya
melakuka selama ini.
n 4.2. Motivasi
kekerasan klien
. menceritakan
c. Efektivita jenis-jenis
s cara tindak
yang kekerasan
dipakai yang selama
dalam ini pernah
menyelesa dilakukannya.
ikan 4.3. Motivasi
masalah. klien
menceritakan
perasaan klien
setelah tindak
kekerasan
tersebut
terjadi.
4.4.
Diskusikan
apakah dengan
tindak
kekerasan
yang
dilakukannya,
masalah yang
dialami
teratasi.
TUK 5: Kriteria Diskusikan Membant
Klien dapat Evaluasi: dengan klien u klien
mengidentifi Setelah 3x akibat negatif melihat
kasi akibat Intervensi, atau kerugian dampaak
dari perilaku klien dari cara atau yang
kekerasan menjelaskan tindak ditimbulk
akibat yang kekerasan an akibat
timbul dari yang perilaku
tindak dilakukan kekerasan
kekerasan pada: yang
yang a. Diri dilakukan
dilakukannya: sendiri klien.
a. Diri b. Orang
sendiri: lain/keluar
luka, ga
dijauhi c. lingkunga
teman, n
dll.
b. Orang
lain/
keluarga:
luka,
tersinggun
g,
ketakutan,
dll.
c. Lingkung
an: barang
atau
benda
rusak, dll.
TUK 6: Kriteria Diskusikan Menurun
Klien dapat Evaluasi: dengan klien kan
mengidentifi Setelah 3x seputar: perilaku
kasi cara Intervensi, 6.1. Apakah yang
konstruktif klien dapat klien mau destruktif
atau cara- menjelaskan : mempelajari yang
cara sehat Cara-cara cara baru berpotens
dalam sehat dalam mengungkapk i
mengungkap mengungkapk an marah yang menceder
kan an kemarahan. sehat. ai klien
kemarahan. 6.2. Jelaskan dan
berbagai lingkunga
alternatif n sekitar.
pilihan untuk
mengungkapk
an kemarahan
selain perilaku
kekerasan
yang
dilakukan
klien.
6.3 Jelaskan
cara-cara sehat
untuk
mengungkapk
an kemarahan
:
a. Cara fisik :
nafas dalam,
pukul bantal
atau kasur,
olah raga
b. verbal :
mengungkapk
an bahwa
dirinya sedang
kesal kepada
orang lain.
c. Sosial :
latihan asertif
dengan orang
lain.
d. Spiritual:
sembahyang/d
o’a, zikir,
meditasi, dsb
sesuai dengan
keyakinan
agama
masing-
masing
TUK 7: Kriteria 7.1. Keingina
Klien dapat Evaluasi: Diskusikan n untuk
mendemonst Setelah 3x cara yang marah
rasikan cara Intervensi, mungkin yang
mengontrol klien dipilih serta tidak bisa
perilaku memperagaka anjurkan klien diprediksi
kekerasan n cara memilih cara waktunya
mengontrol yang mungkin serta
perilaku diterapkan siapa
kekerasan untuk yang akan
secara fisik, mengungkapk memicun
verbal, dan an ya
spiritual kemarahannya meningka
dengan cara . tkan
berikut: 7.2. Latih kepercaya
a. Fisik : nafas klien aan diri
dalam, pukul mempergakan klien serta
bantal atau cara yang asertifitas
kasur, olah dipilih dengan (ketegasa
raga melaksanakan n) klien
b. verbal : cara yang saat
mengungkapk dipilih. marah/jen
an bahwa 7.3. Jelaskan gkel.
dirinya manfaat cara
sedang kesal tersebut
kepada orang 7.4. Anjurkan
lain. klien
c. Sosial : menirukan
latihan asertif peragaan yang
dengan orang sudah
lain. dilakukan.
d. Spiritual: 7.5. Beri
sembahyang/ penguatan
do’a, zikir, pada klien,
meditasi, dsb perbaiki cara
sesuai dengan yang masih
keyakinan belum
agama sempurna.
masing- 7.6. Anjurkan
masing klien
menggunakan
cara yang
sudah dilatih
saat
marah/jengkel.
TUK 8: Kriteria 8.1. Keluarga
Klien dapat Evaluasi: Diskusikan merupaka
mendapat Setelah 3x pentingnya n sistem
dukungan Intervensi,kelu peran serta pendukun
keluarga arga mampu: keluarga g utama
untuk a. Menjelask sebagai bagi klien
mengontrol an cara pendukung dan
resiko merawat klien dalam merupaka
perilaku klien mengatasi n bagian
kekerasan. dengan perilaku penting
perilaku kekerasan dari
kekerasan 8.2. rehabilita
. diskusikan si klien.
b. Mengung potensi
kapkan keluarga untuk
rasa puas membantu
dalam klien
merawat mengatasi
klien perilaku
dengan kekerasan
perilaku 8.3. Jelaskan
kekerasan pengertian,
penyebab,
akibat, dan
cara merawat
klien perilaku
kekerasan
yang dapat
dilaksanakan
oleh keluarga
8.4. Peragakan
cara merawat
klien
(menangani
PK)
8.5. Beri
kesempatan
keluarga untuk
memperagaka
n ulang cara
perawatan
terhadap klien.
8.6. Beri
pujian kepada
keluarga
setelah
peragaan.
8.7. Tanyakan
perasaan
keluarga
setelah
mencoba cara
yang
dilatihkan.
TUK 9: Kriteria 9.1. Jelaskan Menyuks
Klien Evaluasi: manfaat eskan
menggunaka Setelah 3x menggunakan program
n obat sesuai Intervensi, obat secara pengobata
program klien bisa teratur dan n klien.
yang telah menjelaskan: kerugian jika
ditetapkan. a. Manfaat tidak Obat
minum menggunakan dapat
obat obat. mengontr
b. Kerugian 9.2. Jelaskan ol
tidak kepada klien : perilaku
minum a. Jenis obat kekerasan
obat b. Dosis yang klien dan
c. Nama tepat untuk dapat
obat, klien membant
d. Bentuk, c. Waktu u
dan warna pemakaian penyemb
obat d. Cara uhan
e. Dosis pemakaian klien.
yang e. Efek yang
diberikan akan dirasakan Mengontr
kepadany klien. ol
a 9.3. Anjurkan kegiatan
f. Waktu klien untuk : klien
pemakaia a. Minta dan minum
n menggunakan obat dan
g. Cara obat tepat mencegah
pemakaia waktu. klien
n b. Lapor ke putus
h. Efek yang perawat/ obat.
dirasakan dokter jika
i. Klien mengalami
mengguna efek yang
kan obat tidak biasa
sesuai 9.4. Beri
program pujian
terhadap
kedisiplinan
klien
menggunakan
obat.
DAFTAR PUSTAKA

Ns. Sutejo, M.Kep, Sp. Kep. J. ( …. ) . Keperawatan Jiwa : Konsep dan Praktik
Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa: Gangguan Jiwa dan Psikososial.
Yogyakarta; Pustaka Baru.
STRATEGI PELAKSANAAN

Pertemuan :
Hari/Tanggal :
Nama Klien :
1. Proses Keperawatan
a. DS :
DO :
b. Diagnosa keperawatan : Perilaku Kekerasan
c. Tujuan : Untuk Membangun Hubungan saling Percaya anatara
Klien dan Petugas
d. Tindakan Keperawatan :
2. Strategi Pelaksanaan :

1. Fase Orientasi:

“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya nurhakim yudhi wibowo, panggil saya yudi,
saya perawat yang dinas di ruangan 9 ini, Nama bapak siapa, senangnya dipanggil apa?”

“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”

“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah bapak”

“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?

“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau di ruang
tamu?”

2. Fase Kerja:

“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah?
Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O..iya, apakah ada penyebab
lain yang membuat bapak marah”

“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak stress karena pekerjaan atau masalah
uang(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak rasakan?” (tunggu respons
pasien)

“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”

“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak marah-marah, membanting
pintu dan memecahkan barang-barang, apakah dengan cara ini stress bapak hilang? Iya,
tentu tidak. Apa kerugian cara yang bapak lakukan? Betul, istri jadi takut barang-barang
pecah. Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar cara
mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”

”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalahlah dengan
cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”

”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri, lalu
tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui
mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan,
dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah bisa
melakukannya. Bagaimana perasaannya?”

“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu
rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”

3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan bapak?”
”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan yang bapak rasakan
........ (sebutkan) dan yang bapak lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya
......... (sebutkan)

”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu, apa
yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas
dalamnya ya pak. ‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali sehari bapak
mau latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?”

”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak, Selamat pagi”
SP 2
Pertemuan :
Hari/Tanggal :
Nama Klien :
1. Proses Keperawatan
a. DS :
DO :
b. Diagnosa keperawatan : Perilaku Kekerasan
c. Tujuan : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
d. Tindakan Keperawatan :
2. Strategi Pelaksanaan :

1. Fase Orientasi
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya tiga jam yang lalu sekarang saya
datang lagi”

“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak
marah?”

“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan
kegiatan fisik untuk cara yang kedua”

“sesuai janji kita tadi kita akan berbincang-bincang sekitar 20 menit dan
tempatnya disini di ruang tamu,bagaimana bapak setuju?”

2. Fase Kerja
“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal,
berdebar-debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul
kasur dan bantal”.

“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi
kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan
kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan,
pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali bapak melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”

“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian
jangan lupa merapikan tempat tidurnya

3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”

“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?Bagus!”

“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur
bantal mau jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam
05.00 pagi. dan jam jam 15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-
waktu gunakan kedua cara tadi ya pak. Sekarang kita buat jadwalnya ya pak, mau
berapa kali sehari bapak latihan memukul kasur dan bantal serta tarik nafas dalam
ini?”

“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan
belajar bicara yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai
jumpa & istirahat ya pak”
SP 3
Pertemuan :
Hari/Tanggal :
Nama Klien :
1. Proses Keperawatan
a. DS :
DO :
b. Diagnosa keperawatan : Perilaku Kekerasan
c. Tujuan : Latihan Mengontrol Perilaku Kekerasan Secara
Sosial/Verbal
d. Tindakan Keperawatan :
2. Strategi Pelaksanaan :

1. Fase Orientasi

“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu lagi”

“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur
bantal?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”

“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”

“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya
mandiri; kalau diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau
diingatkan. Nah kalau tidak dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan

“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”

“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat yang


sama?”

“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”

2. Fase Kerja

“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau marah
sudah dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan
sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada
tiga caranya pak:

1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta
tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak bilang penyebab
marahnya larena minta uang sama isteri tidak diberi. Coba Bapat minta
uang dengan baik:”Bu, saya perlu uang untuk membeli rokok.” Nanti bisa
dicoba di sini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba bapak
praktekkan. Bagus pak.”
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin
melakukannya, katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena
sedang ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan. Bagus pak”
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena
perkataanmu itu’. Coba praktekkan. Bagus”

3. FaseTerminasi

“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol


marah dengan bicara yang baik?”

“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”

“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari
bapak mau latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”

Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, uang,
dll. Bagus nanti dicoba ya Pak!”

“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”

“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu
dengan cara ibadah, bapak setuju? Mau di mana Pak? Di sini lagi? Baik sampai
nanti ya”
SP 4
Pertemuan :
Hari/Tanggal :
Nama Klien :
1. Proses Keperawatan
a. DS :
DO :
b. Diagnosa keperawatan :
c. Tujuan : Untuk mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
d. Tindakan Keperawatan :
2. Strategi Pelaksanaan :

1. Fase Orientasi

“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya
datang lagi” Baik, yang mana yang mau dicoba?”

“Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa marahnya”

“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah
yaitu dengan ibadah?”

“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat tadi?”

“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?

2. Fase Kerja

“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus. Baik, yang
mana mau dicoba?

“Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik napas
dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda
juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.

“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.”

“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba sebutkan
caranya (untuk yang muslim).”

3. Fase Terminasi
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga
ini?”

“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.

“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau berapa
kali bapak sholat. Baik kita masukkan sholat ....... dan ........ (sesuai kesepakatan
pasien)

“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak
merasa marah”

“Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah kita buat
tadi”

“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol
rasa marah, yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa pak? Seperti
sekarang saja, jam 10 ya?”

“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk
mengontrol rasa marah bapak, setuju pak?”
SP 5
Pertemuan :
Hari/Tanggal :
Nama Klien :
1. Proses Keperawatan
a. DS :
DO :
b. Diagnosa keperawatan :
c. Tujuan : Untuk mengontrol perilaku kekerasan dengan
menggunakan obat
d. Tindakan Keperawatan :
2. Strategi Pelaksanaan :

1. Fase Orientasi

“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul kasur
bantal, bicara yang baik serta sholat?, apa yang dirasakan setelah melakukan
latihan secara teratur?. Coba kita lihat cek kegiatannya”.

“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang
benar untuk mengontrol rasa marah?”

“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat


kemarin?”

“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit”

2. Fase Kerja (perawat membawa obat pasien)

“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”

Berapa macam obat yang Bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa
Bapak minum? Bagus!

“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya
agar pikiran tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks, dan yang merah
jambu ini namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semuanya
ini harus bapak minum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 sian g, dan jam 7 malam”.

“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu
mengatasinya bapak bisa minum air putih yang tersedia di ruangan”.
“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan jangan
beraktivitas dulu”

“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak
obat apakah benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum,
jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Di
sini minta obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar obatnya!”

“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter


ya pak, karena dapat terjadi kekambuhan.”

“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadual ya pak.”

3. Fase Terminasi

“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat
yang benar?”

“Coba bapak sebutkan lagi jenis obat yang Bapak minum! Bagaimana cara minum
obat yang benar?”

“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?. Sekarang
kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan
semua dengan teratur ya”.

“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauhma ana bapak
melaksanakan kegiatan dan sejauhmana dapat mencegah rasa marah. Sampai
jumpa”
TINDAKAN KEPERAWATAN UNTUK KELUARGA

a. Tujuan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah
b. Tindakan
1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab, tanda
dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut)
3. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang
lain
4. Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan
a) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang
telah diajarkan oleh perawat
b) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien
dapt melakukan kegiatan tersebut secara tepat
c) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila
pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan
5. Buat perencanaan pulang bersama keluarga

SP 1 Keluarga
Pertemuan :
Hari/Tanggal :
Nama Klien :
2. Proses Keperawatan
a. DS :
DO :
b. Diagnosa keperawatan :
c. Tujuan : Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara
merawat klien perilaku kekerasan di rumah
d. Tindakan Keperawatan :
2. Strategi Pelaksanaan :

1. Fase Orientasi
“Selamat pagi bu, perkenalkan nama saya A K, saya perawat dari ruang Soka ini,
saya yang akan merawat bapak (pasien). Nama ibu siapa, senangnya dipanggil
apa?”
“Bisa kita berbincang-bincang sekarang tentang masalah yang Ibu hadapi?”

“Berapa lama ibu kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30 menit?”

“Di mana enaknya kita berbincang-bincang, Bu? Bagaimana kalau di ruang


tamu?”

2. Fase Kerja

“Bu, apa masalah yang Ibu hadapi/ dalam merawat Bapak? Apa yang Ibu
lakukan? Baik Bu, Saya akan coba jelaskantentang marah Bapak dan hal-hal yang
perlu diperhatikan.”

“Bu, marah adalah suatu perasaan yang wajar tapi bisa tidak disalurkan dengan
benar akan membahayakan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.

Yang menyebabkan suami ibu marah dan ngamuk adalah kalau dia merasa
direndahkan, keinginan tidak terpenuhi. Kalau Bapak apa penyebabnya Bu?”

“Kalau nanti wajah suami ibu tampak tegang dan merah, lalu kelihatan gelisah, itu
artinya suami ibu sedang marah, dan biasanya setelah itu ia akan
melampiaskannya dengan membanting-banting perabot rumah tangga atau
memukul atau bicara kasar? Kalau apa perubahan terjadi? Lalu apa yang biasa dia
lakukan?””

“Nah bu, ibu sudah lihat khan apa yang saya ajarkan kepada bapak bila tanda-
tanda kemarahan itu muncul. Ibu bisa bantu bapak dengan cara mengingatkan
jadual latihan cara mengontrol marah yang sudah dibuat yaitu secara fisik, verbal,
spiritual dan obat teratur”. Kalau bapak bisa melakukanya jangan lupa di puji ya
bu”

3. FaseTerminasi

“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara merawat


bapak?”

“Coba ibu sebutkan lagi cara merawat bapak”

“Setelah ini coba ibu ingatkan jadual yang telah dibuat untuk bapak ya bu”

“Bagaimana kalau kita ketemu 2 hari lagi untuk latihan cara-cara yang telah kita
bicarakan tadi langsung kepada bapak?”

“Tempatnya disini saja lagi ya bu?”


SP 2 Keluarga

Pertemuan :
Hari/Tanggal :
Nama Klien :
1. Proses Keperawatan
a. DS :
DO :
b. Diagnosa keperawatan :
c. Tujuan : melatih keluarga melakukan cara-cara mengontrol
kemarahan klien
d. Tindakan Keperawatan :
2. Strategi Pelaksanaan :

1. Fase Orientasi
“Selamat pagi bu, sesuai dengan janji kita 2 hari yang lalu sekarang kita
ketemu lagi untuk latihan cara-cara mengontrol rasa marah bapak.”
“Bagaimana Bu? Masih ingat diskusi kita yang lalu? Ada yang mau Ibu
tanyakan?” “Berapa lama ibu mau kita latihan?“Bagaimana kalau kita
latihan disini saja?, sebentar saya panggilkan bapak supaya bisa berlatih
bersama”
2. Fase Kerja
”Nah pak, coba ceritakan kepada Ibu, latihan yang sudah Bapak lakukan.
Bagus sekali. Coba perlihatkan kepada Ibu jadwal harian Bapak! Bagus!”
”Nanti di rumah ibu bisa membantu bapak latihan mengontrol kemarahan
Bapak.”
”Sekarang kita akan coba latihan bersama-sama ya pak?”
”Masih ingat pak, bu kalau tanda-tanda marah sudah bapak rasakan maka
yang harus dilakukan bapak adalah.......?”
”Ya.. betul, bapak berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar lalu
keluarkan/tiup perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan
kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup
melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali, coba ibu temani dan bantu bapak
menghitung latihan ini sampai 5 kali”.
“Bagus sekali, bapak dan ibu sudah bisa melakukannya dengan baik”.
“Cara yang kedua masih ingat pak, bu?”
“ Ya..benar, kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul
perasaan kesal, berdebar-debar, mata melotot, selain napas dalam bapak
dapat melakukan pukul kasur dan bantal”.
“Sekarang coba kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar
bapak? Jadi kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar
dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal.
Nah, coba bapak lakukan sambil didampingi ibu, berikan bapak semangat
ya bu. Ya, bagus sekali bapak melakukannya”. “Cara yang ketiga adalah
bicara yang baik bila sedang marah. Ada tiga caranya pak, coba praktekkan
langsung kepada ibu cara bicara ini:
a. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah
serta tidak menggunakan kata-kata kasar, misalnya: ‘Bu, Saya perlu
uang untuk beli rokok! Coba bapak praktekkan. Bagus pak”.
b. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin
melakukannya, katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena
sedang ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan. Bagus pak”
c. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah
karena perkataanmu itu’. Coba praktekkan. Bagus”
“Cara berikutnya adalah kalau bapak sedang marah apa yang harus
dilakukan?”
“Baik sekali, bapak coba langsung duduk dan tarik napas dalam. Jika
tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda
juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.
“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur dengan didampingi ibu
untuk meredakan kemarahan”.
“Cara terakhir adalah minum obat teratur ya pak, bu agar pikiran
bapak jadi tenang, tidurnya juga tenang, tidak ada rasa marah”
“Bapak coba jelaskan berapa macam obatnya! Bagus. Jam berapa
minum obat? Bagus. Apa guna obat? Bagus. Apakah boleh
mengurangi atau menghentikan obat? Wah bagus sekali!”
“Dua hari yang lalu sudah saya jelaskan terapi pengobatan yang bapak
dapatkan, ibu tolong selama di rumah ingatkan bapak untuk
meminumnya secara teratur dan jangan dihentikan tanpa
sepengetahuan dokter”
3. Fase Terminasi
“Baiklah bu, latihan kita sudah selesai. Bagaimana perasaan ibu setelah kita
latihan cara-cara mengontrol marah langsung kepada bapak?”
“Bisa ibu sebutkan lagi ada berapa cara mengontrol marah?”
“Selanjutnya tolong pantau dan motivasi Bapak melaksanakan jadwal
latihan yang telah dibuat selama di rumah nanti. Jangan lupa berikan pujian
untuk Bapak bila dapat melakukan dengan benar ya Bu!”
“ Karena Bapak sebentar lagi sudah mau pulang bagaimana kalau 2 hari
lagi Ibu bertemu saya untuk membicarakan jadwal aktivitas Bapak selama
di rumah nanti.”
“Jam 10 seperti hari ini ya Bu. Di ruang ini juga.”
SP 3 Keluarga
Pertemuan :
Hari/Tanggal :
Nama Klien :
1. Proses Keperawatan
a. DS :
DO :
b. Diagnosa keperawatan :
c. Tujuan : Untuk mengetahui perawatan lanjutan dari klien yang
mengalami perilaku kekerasan saat perawatan dirumah
d. Tindakan Keperawatan :
2. Strategi Pelaksanaan :

1. Fase Orientasi
“Selamat pagi pak, bu, karena ibu dan keluarga sudah menetahui cara-cara yang
sebelumnya telah kita bicarakanya. Sekarang Bagaimana kalau kita berbincang-
bincang tentang perawatan lanjutan untuk keluarga Bapak/Ibu. Apakah sudah dipuji
keberhasilannya?”
“Nah sekarang bagaimana kalau bicarakan jadual kegiatan dan perawatan lanjutan
di rumah, disini saja?”
“Berapa lama bapak dan ibu mau kita berbicara? Bagaimana kalau 30 menit?”
2. Fase Kerja
“Pak, bu, jadual yang telah dibuat tolong dilanjutkan, baik jadual aktivitas maupun
jadual minum obatnya. Mari kita lihat jadwal Bapak!”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh
bapak selama di rumah. Kalau misalnya Bapak menolak minum obat atau
memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, maka bapak konsul kan ke
dokter atau di bawa kerumah sakit ini untuk dilakukan pemeriksaan ulang pada
bapak.”
3. Fase Terminasi
“ Bagaimana Bu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan apa saja yang
perlu diperhatikan (jadwal kegiatan, tanda atau gejala, kontrol; ke rumah sakit).
Saya rasa mungkin cukup sampai disini dan untuk persiapan pulang pasien lainya
akan segera saya siapkan”

Anda mungkin juga menyukai