Anda di halaman 1dari 34

KONSEP KEKERASAN TERHADAP

ANAK DAN PEREMPUAN

SMP Negeri 9 Palembang


Pengertian Kekerasan
Pasal 89 KUHP :
 Melakukan kekerasan adalah
mempergunakan tenaga atau kekuatan
jasmani tidak kecil secara yang tidak sah
misalnya memukul dengan tangan atau
dengan segala macam senjata, menepak,
menendang dsb.
Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan,
atau perlakuan salah. Menurut WHO (dalam
Bagong. S, dkk, 2000), kekerasan adalah
penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan,
ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri,
perorangan atau sekelompok orang atau
masyarakat yang mengakibatkan atau
kemungkinan besar mengakibatkan
memar/trauma,kematian, kerugian psikologis,
kelainan perkembangan atau perampasan hak.
Jenis-jenis / Bentuk-bentuk
Kekerasan pada Perempuan
a. Kekerasan psikis.
 Misalnya: mencemooh, mencerca, menghina,

memaki, mengancam, melarang berhubungan


dengan keluarga atau kawan dekat /
masyarakat, intimidasi, isolasi, melarang istri
bekerja.
b. Kekerasan fisik.
 Misalnya memukul, membakar, menendang,

melempar sesuatu, menarik rambut,


mencekik, dll.
c. Kekerasan ekonomi.
 Misalnya: Tidak memberi nafkah, memaksa

pasangan untuk prostitusi, memaksa anak


untuk mengemis,mengetatkan istri dalam
keuangan rumah tangga, dan lain-lain.
d. Kekerasan seksual.
 Misalnya: perkosaan, pencabulan, pemaksaan

kehendak atau melakukan penyerangan


seksual, berhubungan seksual dengan istri
tetapi istri tidak menginginkannya.
Penyebab terjadinya Kekerasan

a.   Perselisihan tentang ekonomi.


b.   Cemburu pada pasangan.
c.   Pasangan mempunyai selingkuhan.
d.   Adanya problema seksual (misalnya: impotensi,
frigid, hiperseks).
e.   Pengaruh kebiasaan minum alkohol, drugs abused.
  
 f. Permasalahan dengan anak.
g.   Kehilangan pekerjaan/PHK/menganggur/belum
mempunyai pekerjaan.
h.   Istri ingin melanjutkan studi/ingin bekerja.
i.    Kehamilan tidak diinginkan atau infertilitas.
ALASAN TINDAK KEKERASAN OLEH PRIA

a.    Tindakan kekerasan dapat mencapai suatu


tujuan.
 1)    Bila terjadi konflik, tanpa harus musyawarah
kekerasan merupakan cara cepat penyelesaian
masalah.
 2)    Dengan melakukan perbuatan kekerasan, pria
merasa hidup lebih berarti karena dengan berkelahi
maka pria merasa menjadi lebih digdaya.
 3)    Pada saat melakukan kekerasan pria merasa
memperoleh `kemenangan' dan mendapatkan apa
yang dia harapkan, maka korban akan menghindari
pada konflik berikutnya karena untuk menghindari
rasa sakit.
b   Pria merasa berkuasa atas wanita. Bila pria
merasa mempunyai istri ‘kuat' maka dia
berusaha untuk melemahkan wanita agar merasa
tergantung padanya atau membutuhkannya.
c.    Ketidaktahuan pria. Bila latar belakang pria
dari keluarga yang selalu mengandalkan
kekerasan sebagai satu-satunya jalan
menyelesaikan masalah dan tidak mengerti cara
lain maka kekerasan merupakan jalan pertama
dan utama baginya sebagai cara yang jitu setiap
ada kesulitan atau tertekan karena memang dia
tidak pernah belajar cara lain untuk bersikap.
Akibat Tindakan Kekerasan

a.  Kurang bersemangat atau kurang percaya diri.


b.  Gangguan psikologi sampai timbul gangguan
system dalam tubuh(psikosomatik), seperti: cemas,
tertekan, stress, anoreksia (kurang nafsu makan),
insomnia (susah tidur, sering mimpi jelek, jantung
terasa berdebar-debar, keringat dingin, mual,
gastritis, nyeri perut, pusing, nyeri kepala.
c. Cidera ringan sampai berat, seperti: lecet, memar,
luka terkena benda tajam, patah tulang, luka bakar.
d.  Masalah seksual, ketakutan hubungan seksual,
nyeri saat hubungan seksual, tidak ada hasrat
seksual, frigid.
e.  Bila perempuan korban kekerasan sedang hamil
dapat terjadi abortus/ keguguran.
Kekerasan pada Anak
Awal mulanya istilah tindak kekerasan pada anak
atau child abuse dan neglect dikenal dari dunia
kedokteran.
 Sekitar tahun 1946, Caffey-seorang radiologist
melaporkan kasus cedera yang berupa gejala-
gejala klinik seperti patah tulang panjang yang
majemuk (multiple fractures) pada anak-anak
atau bayi disertai pendarahan subdural tanpa
mengetahui sebabnya (unrecognized trauma).
Dalam dunia kedokteran, istilah ini dikenal
dengan istilah Caffey Syndrome (Ranuh, 1999).
Child Abuse
Barker (dalam Huraerah, 2007) mendefinisikan child
abuse merupakan tindakan melukai berulang-ulang
secara fisik dan emosional terhadap anak yang
ketergantungan, melalui desakan hasrat, hukuman
badan yang tak terkendali, degradasi dan cemoohan
permanen atau kekerasan seksual.
BENTUK-BENTUK KEKERASAN PADA
ANAK
 Terry E. Lawson (dalam Huraerah, 2007), psikiater
internasional yang merumuskan definisi tentang child
abuse, menyebut ada empat macam abuse, yaitu
1.emotional abuse,
2.verbal abuse,
3.physical abuse, dan
4.sexual abuse.
1. Kekerasan secara Fisik (physical abuse)
 Physical abuse, terjadi ketika orang tua/pengasuh

dan pelindung anak memukul anak (ketika anak


sebenarnya memerlukan perhatian).
2. Kekerasan Emosional (emotional abuse)
 Emotional abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh

dan pelindung anak setelah mengetahui anaknya


meminta perhatian, mengabaikan anak itu.
3.Kekerasan secara Verbal (verbal abuse)
 Biasanya berupa perilaku verbal dimana pelaku

melakukan pola komunikasi yang berisi penghinaan,


ataupun kata-kata yang melecehkan anak.
4. Kekerasan Seksual (sexual abuse)
 Sexual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual

yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam


lingkup rumah tangga tersebut (seperti istri, anak dan
pekerja rumah tangga).
Faktor-fakor Penyebab Kekerasan
terhadap Anak

Gelles Richard.J (1982) mengemukakan bahwa


kekerasan terhadap anak (child abuse) terjadi
akibat kombinasi dari berbagai faktor, yaitu:
a. Pewarisan Kekerasan Antar Generasi
(intergenerational transmission of violance)
 Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari
orangtuanya dan ketika tumbuh menjadi
dewasa mereka melakukan tindakan
kekerasan kepada anaknya.
b. Stres Sosial (social stress)
 Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial
meningkatkan risiko kekerasan terhadap anak dalam
keluarga.
 mencakup: pengangguran (unemployment), penyakit
(illness), kondisi perumahan buruk (poor housing
conditions), ukuran keluarga besar dari rata-rata (a
larger than average family size), kelahiran bayi baru (the
presence of a new baby), orang cacat (disabled person) di
rumah, dan kematian (the death) seorang anggota
keluarga.
c. Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat
Bawah
 Orangtua dan pengganti orangtua yang
melakukan tindakan kekerasan terhadap
anak cenderung terisolasi secara sosial.
d. Struktur Keluarga
 Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki risiko
yang meningkat untuk melakukan tindakan
kekerasan dan pengabaian kepada anak.
Misalnya, orangtua tunggal lebih
memungkinkan melakukan tindakan
kekerasan terhadap anak dibandingkan
dengan orangtua utuh.
Efek Kekerasan Seksual

Kebanyakan korban perkosaan merasakan


kriteria psychological disorder yang disebut
post-traumatic stress disorder (PTSD),
simtom-simtomnya berupa ketakutan yang
intens terjadi, kecemasan yang tinggi, emosi
yang kaku setelah peristiwa traumatis.
Beitch-man et al (dalam Tower, 2002),
korban yang mengalami kekerasan
membutuhkan waktu satu hingga tiga tahun
untuk terbuka pada orang lain.
Finkelhor dan Browne (dalam Tower, 2002) menggagas
empat jenis dari efek trauma akibat kekerasan seksual,
yaitu:
1) Betrayal (penghianatan)
Kepercayaan merupakan dasar utama bagi korban
kekerasan seksual.
2) Traumatic sexualization (trauma secara seksual)
Russel (dalam Tower, 2002) menemukan bahwa
perempuan yang mengalami kekerasan seksual
cenderung menolak hubungan seksual, dan sebagai
konsekuensinya menjadi korban kekerasan seksual
dalam rumah tangga.
3) Powerlessness (merasa tidak berdaya)
Rasa takut menembus kehidupan korban.
Mimpi buruk, fobia, dan kecemasan
dialami oleh korban disertai dengan rasa
sakit. Perasaan tidak berdaya
mengakibatkan individu merasa lemah.
4) Stigmatization
Korban kekerasan seksual merasa bersalah, malu,
memiliki gambaran diri yang buruk.
Korban sering merasa berbeda dengan orang lain,
dan beberapa korban marah pada tubuhnya akibat
penganiayaan yang dialami. Korban lainnya
menggunakan obat-obatan dan alkohol untuk
menghukum tubuhnya, menumpulkan inderanya,
atau berusaha menghindari memori kejadian
tersebut (Gelinas, Kinzl dan Biebl dalam Tower,
2002).
Langkah-langkah yang dapat dilakukan bila menjadi
korban kekerasan dalam rumah tangga, sbb:

a.  Menceritakan kejadian kepada orang lain, seperti teman


dekat, kerabat, lembaga-lembaga pelayanan/konsultasi
b.  Melaporkan ke polisi
c.  Mencari jalan keluar dengan konsultasi psikologis
maupun konsultasi hukum
d. Mempersiapkan perlindungan diri, seperti uang,
tabungan, surat-surat penting untuk kebutuhan pribadi
dan anak
e. Pergi ke dokter untuk mengobati luka-luka yang
dialami, dan meminta dokter membuat visum.
Pada perempuan korban kekerasan (survivor), ada karakteristik khusus
yang biasa terjadi pada mereka, antara lain yaitu :

a.   Merasa bersalah


b.   Merasa tidak berdaya (Powerless)
c.   Kemarahan yang mendalam
d.   Malu
e.   Cemas
f.    Gangguan tidur
Perasaan-perasaan di atas seringkali muncul berupa sikap “malas”,
badan terasa capek gelisah, tegang, atau bahkan tersenyum tetapi
tidak ‘lepas’, atau sikap menutup diri dari dunia luar.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23TAHUN 2004
TENTANG
PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM
RUMAH TANGGA
BAB III
 LARANGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Pasal 5
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah
tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya,
dengan cara:
a. kekerasan fisik;
b. kekerasan psikis;
c. kekerasan seksual; atau
d. penelantaran rumah tangga.
 BAB VI
 PERLINDUNGAN
 Pasal 17
 Dalam memberikan perlindungan sementara,
kepolisian dapat bekerja sama dengan tenaga
kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping,
dan/atau pembimbing rohani untuk mendampingi
korban.
 Pasal 21
(1) Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada korban, tenaga
kesehatan harus:
 a. memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesinya;

 b. membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan terhadap korban

dan visum et repertum atas permintaan penyidik kepolisian atau


surat keterangan medis yang memiliki kekuatan hukum yang
sama sebagai alat bukti.
(2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan di sarana kesehatan milik pemerintah, pemerintah
daerah, atau masyarakat.
 BAB VII
 PEMULIHAN KORBAN
 Pasal 40
 (1) Tenaga kesehatan wajib memeriksa korban
sesuai dengan standar profesinya.
 (2) Dalam hal korban memerlukan perawatan,
tenaga kesehatan wajib memulihkan dan
merehabilitasi kesehatan korban.
KONTRIBUSI TENAGA KESEHATAN DALAM PENANGANAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

Untuk membantu perempuan korban kekerasan, seseorang


harus memahami prinsip-prinsip dasar berikut :
a.    Perempuan korban kekerasan tidaklah dipersalahkan
atas kejadian yang menimpanya
b.    Pelaku kekerasan adalah orang yang bertanggung
jawab atas tindakan kekerasannya
c. Masyarakat dan berbagai institusi di masyarakat adalah
pihak yang bertanggung jawab secara tidak langsung atas
masalah kekerasan terhadap perempuan
d. Solusi atas masalah kekerasan terletak pada kombinasi
antara aksi pribadi dan sosial, dan didukung oleh sistem
hukum yang memadai
e. Tujuan bekerja membantu perempuan korban kekerasan
adalah memberdayakan mereka untuk membuat
keputusan sendiri dan mandiri dalam hidupnya
wassalam

Anda mungkin juga menyukai