Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan
berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan
kepribadian setiap anggota keluarga. Ketegangan maupun konflik antara suami dan
istri maupun orang tua dengan anak merupakan hal yang wajar dalam sebuah keluarga
atau rumah tangga. Setiap keluarga memiliki cara untuk menyelesaikan masalahnya
masing-masing. Penyelesaian konflik secara sehat terjadi bila masing-masing anggota
keluarga tidak mengedepankan kepentingan pribadi, mencari akar permasalahan dan
membuat solusi yang sama-sama menguntungkan anggota keluarga melalui
komunikasi yang baik dan lancar.
Penyelesaian masalah yang dilakukan dengan marah yang berlebih-lebihan
hingga muncul perilaku seperti menyerang, memaksa, mengancam atau melakukan
kekerasan fisik dapat dikatakan pada tindakan kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT). Kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan
kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus.
Kekerasan dalam rumah tangga dalam segala bentuk perilaku yang menyebabkan
penderitaan fisik maupun psikologis pada seseorang sehingga orang yang pernah mengalami
kekerasan dalam rumah tangga akan mengalami luka fisik karena kekerasan fisik dan
penurunan motivasi diri yang sebab kekrasan psikologis. Kekerasan dalam rumah tangga
menjadi kasus yang tak pernah habis dibahas karena meskipun berbagai instrumen hukum,
mulai dari internasional sampai pada tingkat nasional belum mampu menekan angka kasus
kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Pengertian kekerasan menurut WHO adalah .penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan,
ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang
(masyarakat) yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar atau
trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.
Sedangkan, definisi dari kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT menurut UU no. 23
tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau pederitaan secara fisik, seksual, psikologis
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga. Maka dapat disimpulkan bahwa KDRT adalah penggunaan kekuatan fisik dan
ancaman terhadap seorang individu didalam keluarga terutama istri (perempuan) yang
mengakibatkan trauma baik secara fisik maupun psikologi.
Tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat)
macam :
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit
atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain
adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak),
menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan
sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam,
gigi patah atau bekas luka lainnya.
2. Kekerasan psikologis / emosional
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak,
rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah
penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri,
mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana
memaksakan kehendak.
3. Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan
batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri,
tidak memperhatikan kepuasan pihak istri
4. Kekerasan ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,
padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada
orang tersebut.
B. Faktor Penyebab KDRT
1. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri.
Anggapan bahwa suami lebih berkuasa dari pada istri telah terkonstruk sedemikian rupa
dalam keluarga dan kultur serta struktur masyarakat. Bahwa istri adalah milik suami oleh
karena harus melaksanakan segala yang diinginkan oleh yang memiliki. Hal ini
menyebabkan suami menjadi merasa berkuasa dan akhirnya bersikap sewenang-wenang
terhadap istrinya.
2. Ketergantungan ekonomi.
Faktor ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami memaksa istri untuk
menuruti semua keinginan suami meskipun ia merasa menderita. Bahkan, sekalipun
tindakan keras dilakukan kepadnya ia tetap enggan untuk melaporkan penderitaannya
dengan pertimbangan demi kelangsungan hidup dirinya dan pendidikan anak-anaknya.
Hal ini dimanfaatkan oleh suami untuk bertindak sewenang-wenang kepada istrinya.
3. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaiakan konflik.
Faktor ini merupakan faktor dominan ketiga dari kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Biasanya kekerasan ini dilakukan sebagai pelampiasan dari ketersinggungan, ataupun
kekecewaan karena tidak dipenuhinya keinginan, kemudian dilakukan tindakan
kekerasan dengan tujuan istri dapat memenuhi keinginannya dan tidak melakukan
perlawanan. Hal ini didasari oleh anggapan bahwa jika perempuan rewel maka harus
diperlakukan secara keras agar ia menjadi penurut. Anggapan di atas membuktikan
bahwa suami sering menggunakan kelebihan fisiknya dalam menyelesaikan problem
rumah tangganya.
4. Persaingan.
Di sisi lain, perimbangan antara suami dan istri, baik dalam hal pendidikan, pergaulan,
penguasaan ekonomi baik yang mereka alami sejak masih kuliah, di lingkungan kerja,
dan lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal, dapat menimbulkan persaingan dan
selanjutnya dapat menimbulkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Bahwa di satu
sisi suami tidak mau kalah, sementara di sisi lain istri juga tidak mau terbelakang dan
dikekang.
5. Frustasi.
Terkadang pula suami melakukan kekerasan terhadap istrinya karena merasa frustasi
tidak bisa melakukan sesuatu yang semestinya menjadi tanggung jawabnya.
C. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dalam hal ini banyak dampak yang ditimbulkan oleh kekerasan itu sendiri. Dampak
kekerasan dalam rumah tangga akan terjadi pada istri, anak, bahkan suami.
a. Dampak pada istri :
1. Perasaan rendah diri, malu dan pasif
2. Gangguan kesehatan mental seperti kecemasan yang berlebihan, susah makan dan susah
tidur
3. Mengalami sakit serius, luka parah dan cacat permanen
4. Gangguan kesehatan seksual
5. Menderita rasa sakit fisik dikarenakan luka sebagai akibat tindakan kekerasan
6. Kekerasan seksual dapat mengakibatkan turun atau bahkan hilangnya gairah seks,
karena istri menjadi ketakutan dan tidak bisa merespon secara normal ajakan
berhubungan seks
7. Terus menerus mengalami ketakutan dan kecemasan, hilangnya rasa percaya diri, hilang
kemampuan untuk berindak dan rasa tidak berdaya
8. Kematian akibat kekerasan fisik, pembunuhan atau bunuh diri
9. Trauma fisik berat : memar berat luar/dalam, patah tulang, cacat
10. Trauma fisik dalam kehamilan yang berisiko terhadap ibu dan janin
11. Kehilangan akal sehat atau gangguan kesehatan jiwa
12. Curiga terus menerus dan tidak mudah percaya kepada orang lain (paranoid)
13. Gangguan psikis berat (depresi, sulit tidur, mimpi buruk, disfungsi seksual, kurang
nafsu makan, kelelahan kronis, ketagihan alkohol dan obat-obatan terlarang)
b. Dampak pada anak :
1. Mengembangkan prilaku agresif dan pendendam
2. Mimpi buruk, ketakutan, dan gangguan kesehatan
3. Kekerasan menimbulkan luka, cacat mental dan cacat fisik
4. Meniru tindakan kekerasan yang terjadi di rumah
5. Menjadi sangat pendiam dan menghindar
6. Mimpi buruk dan ketakutan
7. Sering tidak makan dengan benar
8. Menghambat pertumbuhan dan belajar
9. Menderita banyak gangguan kesehatan
c. Dampak pada suami :
1. Merasa rendah diri, pemalu, dan pesimis
2. Pendiam, cepat tersinggung, dan suka menyendiri

D. PENATALAKSANAAN
a. Pencegahan :
Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga, diperlukan cara-cara
penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga, antara lain:
1. Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang teguh pada
agamanya sehingga Kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan dapat diatasi
dengan baik dan penuh kesabaran.
2. Harus tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, karena
didalam agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu, bapak,
saudara, dan orang lain. Sehingga antara anggota keluarga dapat saling
mengahargai setiap pendapat yang ada.
3. Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah
rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak
ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa
menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.
4. Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya antar
anggota keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi dengan rasa saling percaya.
Jika sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita untuk melakukan
aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu
yang kadang berlebih dan rasa curiga yang kadang juga berlebih-lebihan.
5. Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada dalam
keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan yang
minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam keluarga dapat diatasi dengan baik.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Kekerasan tersebut diperlukan tindakan kolektif untuk mengatasinya, memerlukan
proses pendidikan yang terus menerus untuk mensosialisasikan nilai-nilai
demokratis dan penghargaan pada hak-hak anak-anak, berusaha menegakkan
undang-undang yang melindungi anak-anak dari perlakuan sewenang-wenang
orang-orang dewasa dan membangun lembaga-lembaga advokasi anak-anak.
2. Merekomendasikan tempat perlindungan seperti crisis center, shelter dan one stop
crisis center.
3. Memberikan pendampingan psikologis dan pelayanan pengobatan fisik korban.
Disini perawat dapat berperan dengan fokus meningkatkan harga diri korban,
memfasilitasi ekspresi perasaan korban, dan meningkatkan lingkungan sosial yang
memungkinkan. Perawat berperan penting dalam upaya membantu korba
4. n kekerasan diantaranya melalui upaya pencegahan primer terdiri dari konseling
keluarga, modifikasi lingkungan sosial budaya dan pembinaan spiritual, upaya
pencegahan sekunder dengan penerapan asuhan keperawatan sesuai permasalah-
an yang dihadapi klien, dan pencegaha tertier melalui pelatihan/pendidikan, pem-
bentukan dan proses kelompok serta pelayanan rehabilitasi.
5. Memberikan pendampingan hukum dalam acara peradilan.
6. Melatih kader-kader (LSM) untuk mampu menjadi pendampingan korban
kekerasan.
7. Mengadakan pelatihan mengenai perlindungan pada korban tindak kekerasan
dalam rumah tangga sebagai bekal perawat untuk mendampingi korban

E. Peran Perawat dalam Kasus KDRT


1. Perawat memiliki peran utama yaitu dalam meningkatkan dan mempertahankan
kesehatan klien dengan mendorong klien untuk lebih proaktif jika membutuhkan
pengobatan.
2. Memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesi (anjurkan segera
lakukan pemeriksaan visum)
3. Melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban
4. Memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan
perlindungan
5. Mengantarkan korban ke tempat aman atau tempat tinggal alternative (ruang
pelayanan khusus)
6. Melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban
dengan pihak kepolisian, dinas social. Serta lembaga social yang dibutuhkan
korban
7. Sosialisasi tentang Undang-Undang KDRT kepada keluarga & masyarakat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. Faktor predisposisi

a. Kekerasan Fisik

b. Kekerasan Psikis

c. Kekerasan Seks

d. Kekerasan Ekonomi
B. Faktor Presipitasi
C. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum
b. TTV
c. Pemeriksaan Luka
d. Psikososial
e. Status mental

D. Kecemasan
1) Perilaku : Gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, menarik diri dari
hubungan personal, mengahalangi, menarik diri dari hubungan interpersonal, melarikan
diri dari hubungan intrapersonal.
2) Stresor Pecetus : Stesor penscetus mungkin berasal dari sumber internal dan sumber
eksternal. Stressor pencetus dibagi menjadi dua kategori. Kategori pertama yaitu ancaman
terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau
menurunnya kkapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Katagori kedua yaitu
ancaman terhadap system diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan
fungsi social yang terintegrasi seseorang.
3) Mekanisme koping : Tingkat kecemasan seseorang dapat menimbulkan dua mekanisme
koping. Mekanisme yang pertama adalah mekanisme yang berorientasi pada tugas yaitu
upaya yang disadari, dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistic
tuntutan situasi stress (Perilaku menyerang untuk mengatasi hambatan pemenuhan,
perilaku menarik diri secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan sumber stress,
perilaku kompromi untuk mengubah tujuan). Mekanisme yang kedua adalah mekanisme
pertahan ego yang membantu mengatasi ansietas.
4) Gangguan Tidur

E. Mekanisme koping : represi perasaan, konflik, menyangkal masalah psikologis.

F. Sumber koping : dukungan social dari keluarga, teman, dan pemberi pelayanan juga
merupakan sumber yang penting.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada korban KDRT
a. Kecemasan / Ansietas
b. Inefektif koping
c. Ketakutan
d. Ketidakberdayaan
e. Gangguan citra tubuh
f. Proses perubahan keluarga
g. Gangguan pola tidur
h. Kerusakan interaksi sosial
i. Gangguan Seksual
j. Nyeri
k. Resiko Cidera
l. Gangguan harga diri
m. Isolasi sosial
n. Perubahan peforma peran
o. Distress spiritual
3. Intervensi
Teori intervensi yang dapat dilakukan pada kekerasan rumah tangga ialah :
1. Membangun hubungan terapeutik dengan korban KDRT
Rasional: membina hubungan saling percaya memberiakan ungkapan rasa takut,
memperlihatkan sikap empati tidak peduli seberapa menakutkan kejadiannya
nanti, membesarkan martabat
2. Melakukan konseling suportif seperti memberikan penenangan dan penyuluhan
dalam perawatan
Rasional : membantu korban penganiayaan dalam membangun kembali rasa
pengendalian terhadap kehidupannya dan merasa cukup aman untuk hidup normal
kembali
3. Mendengarkan dengan empati dan memperlihatkan sikap menerima
Rasional : Membantu klien dalam mengungkapkan perasaanya dan menciptakan
situasi/ kondisi konseling yang efektif
4. Menyediakan lingkungan yang tenang dimana korban dapat mengungkapkan
perasaannya
Rasional : Membantu menciptakan situasi/ kondisi konseling yang efektif
5. Mengkaji dan membantu klien dalam melewati situasi yang dihadapinya
Rasional : perawat harus megerti kondisi ambivalensi terutama wanita terhadap
pelaku penganiayaan, seorang wanita tidak akan bertahan dalam situasi siklus
kekerasan kecuali telah mendapatkan ikatan yang kuat terhadap suami atau
pasangannnya
6. Pearawat mampu mengklarisifikasikan kesalahpahaman dan mendukung
kemampuan korban untuk berubah, membantu mengambil serta menjalani
keptutusan, mengklarifikasi nilai-nilai dan kepercayaannya.
Rasional: mampu meningkatkan harga diri dan mengeksplorasi keyakinan diri
yang dapat membuat korban terlepas dari siklus kekerasan seperti perasaan
bersalah, putus asa dan menyalahkan diri sendiri.
7. Fasilitasi kemampuan korban dalam mengambil keputusan
8. Libatkan pelaku dan korban untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan,
dengan memberikan terapi pasangan
Rasional : strategi terapi difokuskan pada pengendalian rasa marah, pelaku
penganiayaan, penghentian kekerasan dan belajar teknik tanpa bertengkar saat
mengatasi konflik dan membantu memberikan kesempatan penggalian dinamika
hubungan dan peran
Intervensi untuk beberapa diagnose keperawatan yang dapat diangkat dalam masalah
KDRT diantaranya :
N
DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL
O
1 Isolasi sosial 1. Bina rasa 1. membangun
yang percaya, hubungan saling
berhubungan tunjukkan percaya
dengan penerimaan dan
kecemasan penghargaan
yang ekstrem, yang positif
depresi 2. Bantu 2. Memberdayakan
memahami klien
keputusan/piliha
n
3. Melakukan 3. membantu korban
konseling penganiayaan
suportif seperti dalam membangun
memberikan kembali rasa
penenangan dan pengendalian
penyuluhan terhadap
dalam perawatan kehidupannya dan
merasa cukup
aman untuk hidup
normal kembali
4. Membantu klien
4. Mendengarkan dalam
dengan empati mengungkapkan
dan perasaanya dan
memperlihatkan menciptakan
sikap situasi/ kondisi
konseling yang
efektif
2 Risiko cedera 1. Atasi cedera 1. Mencegah
yang komplikasi
berhuubungan dan membantu
dengan trauma pemulihan
fisik 2. Berikan 2. Mengurangi
tindakan nyeri
kenyamanan
3. Bantu klien 3. Mencegah
untuk cedera lebih
menentukan lanjut
seberapa besar
risiko
mengalami
kekerasan yang
lebih hebat diri
sendiri
4. Motivasi klien 4. Mencegah
untuk mencari terjadinya
layanan tempat risiko sangat
perlindungan besar
untu diri jika
risikonya sangat
besar
3 Ketidakefektifa 1. Menyediakan 1. Membantu
n koping lingkungan menciptakan
keluarga yang tenang situasi/
(dengan prilaku dimana korban kondisi
merusak) dapat konseling
mengungkapkan yang efektif
perasaannya
2. Mengkaji dan 2. perawat harus
membantu klien megerti
dalam melewati kondisi
situasi yang ambivalensi
dihadapinya terutama
wanita
terhadap
pelaku
penganiayaan,
seorang
wanita tidak
akan bertahan
dalam situasi
siklus
kekerasan
kecuali telah
3. Perawat mampu mendapatkan
mengklarisifika ikatan yang
sikan kuat terhadap
kesalahpahaman suami atau
dan mendukung pasangannnya
kemampuan
3. mampu
korban untuk
meningkatkan
berubah,
harga diri dan
membantu
mengeksplora
mengambil
si keyakinan
serta menjalani
diri yang
keptutusan,
dapat
mengklarifikasi
membuat
nilai-nilai dan
korban
kepercayaannya
terlepas dari
4. Libatkan pelaku
siklus
dan korban
kekerasan
untuk
seperti
menciptakan
perasaan
dan
bersalah,
mempertahanka
putus asa dan
n hubungan, menyalahkan
dengan diri sendiri
memberikan
terapi pasangan
4. strategi terapi
difokuskan
pada
pengendalian
rasa marah,
pelaku
penganiayaan,
penghentian
kekerasan dan
belajar teknik
tanpa
bertengkar
saat mengatasi
konflik dan
membantu
memberikan
kesempatan
penggalian
dinamika
hubungan dan
peran

D. EVALUASI
Pemulihan dari trauma penganiayaan membutuhkan waktu yang lama, dengan periode
kambuh. Tanda-tanda kemajuan bisa berupa mencari keamanan, mengakui kebutuhan
akan pertolongan, dan mengekspresikan rasa takut. Wanita tersebut dapat
mengidentifikasi kekuatan yang ada pada dirinya dan sistem dukungan yang tersedia,
mengklarifikasi nilai-nilai dan kepercayaannya, merasa patut dihargai, memahami dan
berusaha memperoleh hak-hak perlindungan hukum. Cedera fisik mendapatkan
perawatan segera. Ketika wanita dalam kondisi hamil, janin dan anak-anak lainya
dilindungi dari penganiayaan. Ia membuat pilihan dari berbagai alternatif yang
tersedia dan menjalani keputusan tersebut. Seiring dengan ia dapat melewati langkah
ini, ia membangun suatu rasa pengendalian terhadap kehidupannya danmerasa cukup
aman untuk hidup dengan normal.
DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Ferry; Makhfudli. 2011. Keperawatan Kesehatan Keluarga, Teori dan

Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Stuart, G. W. dan laraia, M. T.2015. Principle and Practice ofpsychiatric Nursing.

7th edition. St. Louis: Mosbyyear book.

Anda mungkin juga menyukai