PEREMPUAN DAN KONTRIBUSI BIDAN DALAM PENANGANANNYA
DOSEN : ALIS NUR DIANA,S.ST.,M.Kes
Pasal 89 KUHP : Melakukan kekerasan adalah mempergunakan tenaga atau Pengertian kekuatan jasmani tidak kecil secara yang tidak sah misalnya memukul Kekerasan dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menepak, menendang dsb. Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut WHO (dalam Bagong. S, dkk, 2000), Kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma,kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak. a. Kekerasan psikis. Misalnya: mencemooh, mencerca, Jenis-jenis / menghina, melarang memaki, berhubungan mengancam, dengan Bentuk- keluarga atau kawan dekat / bentuk masyarakat, intimidasi, melarang istri bekerja. isolasi,
Kekerasan b. Kekerasan fisik.
pada Misalnya memukul, membakar, Perempuan menendang, melempar sesuatu, menarik rambut, mencekik, dll. c. Kekerasan ekonomi. Misalnya: Tidak memberi nafkah, memaksa pasangan untuk Jenis-jenis / prostitusi, memaksa anak untuk mengemis,mengetatkan istri dalam Bentuk- keuangan rumah tangga, dan lain- bentuk lain.
Kekerasan d. Kekerasan seksual.
pada Misalnya: perkosaan, pencabulan,
pemaksaan kehendak atau Perempuan melakukan penyerangan seksual, berhubungan seksual dengan istri tetapi istri tidak menginginkannya. a. Perselisihan tentang ekonomi. b. Cemburu pada pasangan. c. Pasangan mempunyai selingkuhan. Penyebab d. Adanya problema seksual (misalnya: terjadinya impotensi, frigid, hiperseks). Kekerasan e. Pengaruh kebiasaan minum alkohol, drugs abused.
f. Permasalahan dengan anak. g. Kehilangan Penyebab pekerjaan/PHK/menganggur/belum mempunyai pekerjaan. terjadinya h. Istri ingin melanjutkan studi/ingin Kekerasan bekerja. i. Kehamilan tidak diinginkan atau infertilitas. a. Tindakan kekerasan dapat mencapai suatu tujuan. 1)Bila terjadi konflik, tanpa harus musyawarah kekerasan merupakan cara cepat penyelesaian masalah. Alasan 2)Dengan melakukan perbuatan Tindak kekerasan, pria merasa hidup lebih berarti karena dengan berkelahi maka Kekerasan pria merasa menjadi lebih digdaya. Oleh Pria 3)Pada saat melakukan kekerasan pria merasa memperoleh `kemenangan' dan mendapatkan apa yang dia harapkan, maka korban akan menghindari pada konflik berikutnya karena untuk menghindari rasa sakit. b. Pria merasa berkuasa atas wanita. Bila pria merasa mempunyai istri ‘kuat' maka dia berusaha untuk melemahkan wanita agar merasa tergantung padanya atau membutuhkannya.
Alasan c. Ketidaktahuan pria. Bila latar
belakang pria dari keluarga yang Tindak selalu mengandalkan kekerasan Kekerasan sebagai satu-satunya jalan menyelesaikan masalah dan tidak Oleh Pria mengerti cara lain maka kekerasan merupakan jalan pertama dan utama baginya sebagai cara yang jitu setiap ada kesulitan atau tertekan karena memang dia tidak pernah belajar cara lain untuk bersikap. a. Kurang bersemangat atau kurang percaya diri. b. Gangguan psikologi sampai timbul Akibat gangguan system dalam tubuh(psikosomatik), seperti: cemas, Tindakan tertekan, stress, anoreksia (kurang Kekerasan nafsu makan), insomnia (susah tidur, sering mimpi jelek, jantung terasa berdebar-debar, keringat dingin, mual, gastritis, nyeri perut, pusing, nyeri kepala. c. Cidera ringan sampai berat, seperti: lecet, memar, luka terkena benda tajam, patah tulang, luka bakar. Akibat d. Masalah seksual, ketakutan hubungan seksual, nyeri saat Tindakan hubungan seksual, tidak ada hasrat Kekerasan seksual, frigid. e. Bila perempuan korban kekerasan sedang hamil dapat terjadi abortus/ keguguran. Awal mulanya istilah tindak kekerasan pada anak atau child abuse dan neglect dikenal dari dunia kedokteran. Sekitar tahun 1946, Caffey-seorang radiologist melaporkan kasus cedera yang berupa gejala-gejala klinik Kekerasan seperti patah tulang panjang yang majemuk (multiple fractures) pada pada Anak anak-anak atau bayi disertai pendarahan subdural tanpa mengetahui sebabnya (unrecognized trauma). Dalam dunia kedokteran, istilah ini dikenal dengan istilah Caffey Syndrome (Ranuh, 1999). Angka kejadian kekerasan pada anak Barker (dalam Huraerah, 2007) mendefinisikan child abuse merupakan tindakan melukai berulang-ulang secara fisik dan Child Abuse emosional terhadap anak yang ketergantungan, melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali, degradasi dan cemoohan permanen atau kekerasan seksual. Terry E. Lawson (dalam Huraerah, 2007), psikiater internasional yang merumuskan definisi tentang child Bentuk- abuse, menyebut ada empat macam abuse, yaitu bentuk 1.emotional abuse, Kekerasan 2.verbal abuse, pada Anak 3.physical abuse, dan 4.sexual abuse. 1. Kekerasan secara Fisik (physical abuse) Physical abuse, terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak memukul anak (ketika anak sebenarnya memerlukan perhatian). 2. Kekerasan Emosional (emotional abuse) Emotional abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu. 3.Kekerasan secara Verbal (verbal abuse) Biasanya berupa perilaku verbal dimana pelaku melakukan pola komunikasi yang berisi penghinaan, ataupun kata-kata yang melecehkan anak. 4. Kekerasan Seksual (sexual abuse) Sexual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut (seperti istri, anak dan pekerja rumah tangga). Gelles Richard.J (1982) mengemukakan bahwa kekerasan terhadap anak (child abuse) terjadi akibat Faktor-fakor kombinasi dari berbagai faktor, yaitu: Penyebab a. Pewarisan Kekerasan Antar Generasi Kekerasan (intergenerational transmission of violance) terhadap Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orangtuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa Anak mereka melakukan tindakan kekerasan kepada anaknya. b. Stres Sosial (social stress) Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan risiko kekerasan terhadap anak dalam keluarga. mencakup: pengangguran (unemployment), penyakit (illness), kondisi perumahan buruk (poor housing conditions), ukuran keluarga besar dari rata-rata (a larger than average family size), kelahiran bayi baru (the presence of a new baby), orang cacat (disabled person) di rumah, dan kematian (the death) seorang anggota keluarga. c. Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat Bawah Orangtua dan pengganti orangtua yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak cenderung terisolasi secara sosial. d. Struktur Keluarga Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki risiko yang meningkat untuk melakukan tindakan kekerasan dan pengabaian kepada anak. Misalnya, orangtua tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap anak dibandingkan dengan orangtua utuh. Kebanyakan korban perkosaan merasakan kriteria psychological disorder yang disebut post-traumatic Efek stress disorder (PTSD), simtom-simtomnya berupa ketakutan yang intens terjadi, kecemasan yang Kekerasan tinggi, emosi yang kaku setelah peristiwa Seksual traumatis. Beitch-man et al (dalam Tower, 2002), korban yang mengalami kekerasan membutuhkan waktu satu hingga tiga tahun untuk terbuka pada orang lain. Finkelhor dan Browne (dalam Tower, 2002) menggagas empat jenis dari efek trauma akibat kekerasan seksual, yaitu: efek trauma 1) Betrayal (penghianatan) akibat Kepercayaan merupakan dasar utama bagi korban kekerasan seksual. kekerasan 2) Traumatic sexualization (trauma secara seksual) seksual, Russel (dalam Tower, 2002) menemukan bahwa yaitu: perempuan yang mengalami kekerasan seksual cenderung menolak hubungan seksual, dan sebagai konsekuensinya menjadi korban kekerasan seksual dalam rumah tangga. 3) Powerlessness (merasa tidak berdaya) Rasa takut menembus kehidupan korban. Mimpi buruk, fobia, dan kecemasan dialami oleh korban disertai dengan rasa sakit. Perasaan tidak berdaya mengakibatkan individu merasa lemah. 4) Stigmatization Korban kekerasan seksual merasa bersalah, malu, memiliki gambaran diri yang buruk. Korban sering merasa berbeda dengan orang lain, dan beberapa korban marah pada tubuhnya akibat penganiayaan yang dialami. Korban lainnya menggunakan obat-obatan dan alkohol untuk menghukum tubuhnya, menumpulkan inderanya, atau berusaha menghindari memori kejadian tersebut (Gelinas, Kinzl dan Biebl dalam Tower, 2002). Langkah- a. Menceritakan kejadian kepada orang lain, seperti langkah yang teman dekat, kerabat, lembaga-lembaga dapat pelayanan/konsultasi
dilakukan b. Melaporkan ke polisi
bila menjadi c. Mencari jalan keluar dengan konsultasi psikologis
maupun konsultasi hukum korban d. Mempersiapkan perlindungan diri, seperti uang, kekerasan tabungan, surat-surat penting untuk kebutuhan dalam rumah pribadi dan anak
tangga, sbb: e. Pergi ke dokter untuk mengobati luka-luka yang
dialami, dan meminta dokter membuat visum. Pada perempuan korban kekerasan (survivor), ada karakteristik khusus yang biasa terjadi pada mereka, antara lain yaitu :
a. Merasa bersalah
b. Merasa tidak berdaya (Powerless) c. Kemarahan yang mendalam d. Malu e. Cemas f. Gangguan tidur Perasaan-perasaan di atas seringkali muncul berupa sikap “malas”, badan terasa capek gelisah, tegang, atau bahkan tersenyum tetapi tidak ‘lepas’, atau sikap menutup diri dari dunia luar. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA BAB III LARANGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Pasal 5 Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara: a. kekerasan fisik; b. kekerasan psikis; c. kekerasan seksual; atau d. penelantaran rumah tangga. BAB VI PERLINDUNGAN Pasal 17 Dalam memberikan perlindungan sementara, kepolisian dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani untuk mendampingi korban. Pasal 21 (1) Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada korban, tenaga kesehatan harus: a. memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesinya; b. membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan Peran tenaga terhadap korban dan visum et repertum atas kesehatan permintaan penyidik kepolisian atau surat keterangan medis yang memiliki kekuatan hukum yang sama sebagai alat bukti. (2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di sarana kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat. BAB VII PEMULIHAN KORBAN Pasal 40 (1) Tenaga kesehatan wajib memeriksa korban sesuai dengan standar profesinya. (2) Dalam hal korban memerlukan perawatan, tenaga kesehatan wajib memulihkan dan merehabilitasi kesehatan korban. KONTRIBUSITENAGAKESEHATANDALAMPENANGANANKEKERASANTERHADAPPEREMPUAN
Untuk membantu perempuan korban kekerasan,
seseorang harus memahami prinsip-prinsip dasar berikut : a. Perempuan korban kekerasan tidaklah dipersalahkan atas kejadian yang menimpanya b. Pelaku kekerasan adalah orang yang bertanggung jawab atas tindakan kekerasannya c. Masyarakat dan berbagai institusi di masyarakat adalah pihak yang bertanggung jawab secara tidak langsung atas masalah kekerasan terhadap perempuan d. Solusi atas masalah kekerasan terletak pada kombinasi antara aksi pribadi dan sosial, dan didukung oleh sistem hukum yang memadai e. Tujuan bekerja membantu perempuan korban kekerasan adalah memberdayakan mereka untuk membuat keputusan sendiri dan mandiri dalam hidupnya wassalam Terima Kasih