Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

ELDERLY ABUSE

Disusun Untuk Melengkapi Ujian Semester ( Take Home )


Dosen Pengampu : Ns. YENI SURYANINGSIH., M.Kep

Oleh :

Rian Fauzan
16.1102.2047

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
TAHUN 2017
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sosial, kita mengenal adanya kelompok rentan, yaitu
semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati
standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum bagi suatu
masyarakat yang berperadaban. Salah satu contoh kelompok rentan tersebut
adalah orang-orang lanjut usia (lansia).
Ternyata, walau sudah memiliki keterbatasan, lansia juga rentan terhadap
kekerasan. Menurut statistik, lebih dari dua juta lansia mengalami kekerasan
setiap tahunnya.
Kekerasan pada lansia adalah suatu kondisi ketika seorang lansia
mengalami kekerasan oleh orang lain; yang seringkali dalam banyak kasus,
berasal dari orang-orang yang mereka percayai. Karenanya, mencegah kekerasan
pada lansia dan meningkatkan kesadaran akan hal ini, menjadi suatu tugas yang
sulit.
Statistik dari Dinas Pelayanan di New Zealand menunjukkan bahwa
kebanyakan, orang-orang yang melakukan kekerasan terhadap lansia, merupakan
anggota keluarga atau orang yang berada pada posisi yang mereka percayai,
seperti: pasangan hidup, anak, menantu, saudara, cucu, ataupun perawat.

B. Pengertian
Kekerasan terhadap lansia dapat diartikan sebagai tindakan yang disengaja
atau kelalaian (tidak sengaja) terhadap lansia baik dalam bentuk malnutrisi,
fisik/tenaga atau luka fisik, psikologis oleh orang lain atau keluarga yang
disebabkan adanya kegagalan pemberian asuhan, nutrisi, pakaian, pengawasan,
pelayanan medis,rehabilitasi dan perlindungan yang dibutuhkan.

C. Tipe kekerasan Pada Lansia


1. Kekerasan Fisik
Tipe kekerasan ini terjadi ketika lansia mengalami kekerasan fisik dalam
bentuk apapun juga, didorong atau terpapar oleh tindakan yang bisa melukai
mereka secara fisik.
2. Kekerasan Emosional
Ketika lansia diperlakukan secara memalukan. Contohnya bisa berupa:
diancam seperti halnya seorang anak kecil; tidak dianggap di dalam
keluarga dan pergaulan; dihiraukan/diabaikan, atau lain-lain, yang kesemua
itu bisa mengakibatkan luka secara emosional
3. Kekerasan Seksual
Jika lansia terkena resiko untuk diperkosa; atau ketika ada tindakan
memalukan seperti pemaksaan untuk membuka baju, dll. Penggunaan
bahasa yang tidak layak dan sindiran berbau seks. Kesemua perilaku itu bisa
dikategorikan ke dalam tindakan kekerasan seksual.
4. Kekerasan Finansial
Hal ini bisa terjadi, ketika seseorang yang bertanggungjawab atas kondisi
keuangan seorang lansia, mencuri uangnya; mencegah lansia dari
mengambil uangnya, untuk memenuhi keperluan perawatan yang
dibutuhkan atau bahkan sekedar memenuhi kebutuhan dasarnya.
5. Kekerasan oleh Perawat Pribadi
Seorang perawat yang salah merawat atau mengancam lansia, merupakan
contoh tindakan kekerasan oleh perawat pribadi.

D. Gejala-Gejala
Kita bisa mengetahui ketika terjadi kekerasan pada lansia, dengan
memperhatikan beberapa kondisi berikut:
1. Ketegangan atau argumentasi yang kerap terjadi antara lansia dan
perawat
2. Perubahan perilaku atau kepribadian pada lansia
3. Kehilangan berat badan,
4. Tanda-tanda malnutrisi (kekurangan nutrisi)
5. Dehidrasi
6. Kecemasan
7. Depresi
8. Putus harapan hidup, dan keinginan untuk bunuh diri
9. Tanda-tanda trauma fisik
10. Kondisi tempat tinggal yang tidak bersih
11. Kondisi fisik lansia yang kotor/tidak dimandikan
12. Pengabaian lansia di tempat umum.
Gejala yang lebih spesifik terhadap jenis kekerasan tertentu bisa kita lihat
sebagai berikut,
 Kekerasan fisik: tanda luka yang tidak jelas, seperti memar, bekas parut;
patah tulang, dislokasi, pembengkakan; pecah kaca mata; tanda bekas
dicekik; perawat yang tidak mengizinkan anda untuk
menengok/mengunjungi lansia.
 Kekerasan emosional: perilaku perawat yang suka mengancam, sering
menghilang; perilaku lansia yang terlihat “kehilangan kesadaran” seperti
berbicara sendiri, bergoyang-goyang, menghisap-hisap sesuatu.
 Kekerasan seksual: luka pada payudara atau daerah genital; infeksi
genital; perdarahan pada vagina atau anus; menemukan pakaian yang
robek atau tidak berpakaian.
 Kekerasan finansial: penarikan uang secara signifikan dari rekening
lansia; perubahan mendadak pada kondisi keuangan; kehilangan uang
atau barang di rumah lansia; tagihan yang belum terbayarkan, kurang
perawatan medis, meskipun lansia tersebut memiliki cukup uang;
pembelian barang yang tidak perlu.

E. Faktor Presipitasi (Stressor Pencetus)


Identitas seksual tidak dapat dipisahkan dari konsep diri atau citra tubuh
seseorang. Oleh karena itu, apabila terjadi perubahan pada tubuh atau emosi
seseorang, respons seksual juga berubah. Ancaman yang spesifik meliputi :
a. Penyakit fisik dan cedera
b. Gangguan jiwa
c. Pengobatan
d. HIV, sindrom imunopdefisiensi didapat (AIDS)
e. Proses penuaan

F. Faktor Predisposisi
Menurut Townsend (1996), ada beberapa teori yang dapat menjelaskan
tentang faktor predisposisi, yaitu teori biologi, teori psikologi, dan teori
sosiokultural, yaitu :
a. Teori Biologi
Teori biologi terdiri atas tiga pandangan, yaitu pengaruh neurofisiologis,
biokimia, genetik, dan gangguan otak.
a) Pengaruh Neurofisiologis
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik secara
jelas terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan
respon agresif.
b) Pengaruh Biokimia
Berbagai neurotransmitter sangat berperan dalam memfasilitasi dan
menghambat impuls agresif.
c) Pengaruh Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku
agresif dengan keterkaitan dengan genetik.
d) Gangguan Otak
Penelitian membuktikan bahwa sindrom otak organik berhubungan
dengan berbagai gangguan serebral merupakan faktor predisposisi
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologi
a) Teori Psikoanalitik
Teori psikoanalitik menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya
kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri
yang rendah. Perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka tehadap rasa ketidakberdayaannya dan
rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
Freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua
insting. Insting hidup yang diekspresikan dengan seksualitas dan
insting kematian yang diekspresikan dengan agresivitas.
b) Teori Pembelajaran
Anak-anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran
mereka, yakni orang tua, kemudian mereka mulai meniru pola
perilaku guru, teman dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika
masih kanak-kanak atau yang mempunyai orang tua yang
mendisiplinkan mereka dengan hukuman fisik akan cenderung
berperilaku keras setelah dewasa.
c. Teori Sosiokultural
Selain pengaruh biologis dan psikologis, faktor budaya dan
struktural sosial juga berpengaruh terhadap perilaku agresif. Ada
kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai
cara menyelesaikan masalah.

G. Sumber Koping
Sumber koping dapat meliputi pengetahuan tentang seksualitas,
pengalaman seksual yang positif dimasa lal, adanya individu yang
mendukung termasuk pasangan seksual, dan norma social atau budaya yang
mendorong ekspresi seksual yang sehat.

H. Mekanisme Koping
Berbagai mekanisme koping yang dapat digunakan untuk
mengekspresikan respons seksual individu adalah sebagai berikut :
1. Fantasi dapat digunakan untuk meningkatkan pengalaman seksual.
2. Penyangkalan dapat digunakan untuk menolak pengakuan terhadap konflik
atau ketidakpuasan seksual
3. Rasionalisasi dapat digunakan untuk membenarkan atau menerima impuls,
prilaku, perasaan, atau motif seksual yang dapat diterima.
4. Menarik diri dapat dilakukan untuk mengatasi perasaan rentan yang belum
terselesaikan dan perasaan ambivalen terhadap keintiman.
I. Pencegahan
Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mencegah kekerasan pada
lansia. Proses pencegahan/preventif pada tindak kekerasan terhadap lansia bisa
mencakup beberapa langkah praktis berikut:
1. Memperlakukan lansia dengan cinta dan rasa hormat
2. Menelpon dan mengunjungi mereka sesering mungkin
3. Memberikan lebih banyak perhatian, meskipun jika mereka memiliki
perawat pribadi sendiri
4. Jika mencurigai adanya kekerasan pada lansia, laporkan segera
5. Bersikap lebih sabar terhadap lansia, jangan pernah mengabaikan
permasalahan yang mereka hadapi, meskipun untuk urusan persoalan kecil
6. Jangan pernah memperlakukan mereka seakan-akan mereka adalah orang
yang tidak penting/berguna di masyarakat/pergau
7. Motivasi mereka untuk lebih berpartisipasi dalam aktivitas yang mereka
sukai.
J. Respon Korban Tindak Kekerasan
Respon korban tindak kekerasan sangat bergantung pada tingkat
perkembangan korban pada saat terjadi tindak kekerasan tersebut. Foley cit Shives
(1994), menjelaskan reaksi korban tindak kekerasan sesuai dengan tingkat
perkembangan mulai dari masa bayi sampai usia dewasa tua. Rasa percaya pada
orang dewasa akan terguncang selama masa bayi (0-3 tahun); preokupasi dengan
tindakan yang salah dan benar pada masa kanak-kanak (4-7 tahun); persepsi yang
salah terhadap tindak kekerasan selama masa laten (7 tahun hingga remaja);
kerancuan terhadap perilaku tindak kekerasan dan akibatnya sebagai remaja
(pubertas sampai 18 tahun); kepedulian terhadap kredibilitas, gaya hidup dan nilai
moral terjadi pada masa dewasa muda (18-24 tahun); kepedulian bagaiman tindak
kekerasan dapat mempengaruhi kehidupan keluarga dan gaya hidup selama masa
dewasa (25-45 tahun); serta kepedulian terhadap keselamatan diri, takut mati,
reputasi dan kehormatan, dirasakan oleh orang yang sudah tua (45 tahun dan lebih
tua).
Respon korban tindak kekerasan dapat ditinjau dari respon fisik, biologis,
psikologis, perilaku dan respon interpersonal (Boyd & Nihart, 1998).
1. Respon Fisik
Korban tindak kekerasan menderita sejumlah konsekuensi fisik dari
yang ringan hingga berat. Cedera ringan berupa abrasi atau lecet. Cedera
berat berupa trauma gandu, fraktur yang parah, dan cedera pada bagian dalam
tubuh.
2. Respon Biologis
Depresi merupakan salah satu respon yang paling sering terjadi
akibat penganayaan. Respon tubuh terhadap stress bersifat kompleks, sistem
reaksi yang terintegrasi mempengaruhi tubuh dan jiwa.
3. Respon Psikologis
Respon psikologis terdiri atas harga diri rendah, rasa bersalah, malu
dan marah.
4. Respon Perilaku
Wanita yang pernah mengalami penganiayaan, terutama
penganiayaan seksual pada masa kanak-kanak, sering kali menjadi peminum
alkohol atau menyalahgunakan zat lainnya.
5. Respon Interpersonal
Sebagai akibat dari penganiayaan yang sering dilakukan oleh
keluarga dekat bahkan orang tua yang seharusnya menyayangi dan
melindungi mereka, anak-anak korban penganiayaan akan tumbuh sebagai
orang dewasa yang sulit menjalin hubungan rasa percaya dan intim.

K. Proses Adaptasi
Proses adapatasi untuk mengembalikan keseimbangan dengan
membebaskan diri dari perasaaan takut dan perasaan tidak berdaya disebut dengan
sindrom trauma tindak kekerasan. Sindrom trauma tindak kekerasan terdiri atas 2
tahap, yaitu tahap akut atau disorganisasi dan tahap jangka panjang atau
reorganisasi.

1. Adaptasi Tahap Akut atau Disorganisasi


Tahap disorganisasi meliputi reaksi pertama yang diekpresikan atau reaksi
yang ditahan/ dikendalikan, reaksi fisik, dan reaksi emosional terhadap situasi
yang mengancam kehidupan korban.
Pada tahap akut ini, wanita yang mengalami tindak kekerasan biasanya
merasa cemas, marah, merasa bersalah, merasa terhina, mengingkari, syok, tidak
percaya, atau merasa takut mati, bahkan merasa ingin balas dendam. Reaksi fisik
bergantung pada cedera tubuh yang dialami. Merasa sakit pada bagian tertentu
yang terkena serangan atau bersifat umum, seperti merasakan otot yang tegang.
Reaksi emosional berupa perasaan takut, takut membahayakan tubuh, takut mati,
disertai perasaan lain seperti marah, terhina dan menyalahkan diri sendiri.
2. Adaptasi Tahap Jangka Panjang atau Reorganisasi
Reorganisasi adalah proses penyesuaian atau adaptasi selama beberapa
bulan setelah terjadi tindak kekerasan. Stuart & Sundeen (1995) dan Johnson
(1996) menyatakan bahwa korban tindak kekerasan mengalami masalah
psikologis yang berkepanjangan. Pemulihan keseimbangan fisik, psikologis,
sosial, spiritual dan seksual terjadi berbulan atau bertahun kemudian.
Pada tahap ini, yang penting dialami adalah :
a. Mendapatkan kembali rasa aman
b. Mengatasi perasaan takut
c. Mengakhiri perasaan kehilangan, seperti kehilangan harga diri dan rasa
percaya
d. Menyatukan kejadian di dalam diri secara menyeluruh.

L. Faktor resiko elder abuse


Ada beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan bahwa lansia
akan menjadi korban pelecehan :
1. Memiliki masalah memori (seperti demensia)
2. Memiliki cacat fisik
3. Memiliki depresi, kesepian, atau kurangnya dukungan sosial
4. Penyalahgunaan alkohol atau zat lain
5. Memiliki kondisi kehidupan bersama
6. Ada juga beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan bahwa
7. perawat lansia bisa melakukan hal ang tidak baik, yaitu :
8. Merasa kewalahan atau marah
9. Memiliki sejarah penyalahgunaan zat atau riwayat menyalahgunakan lain
10. Tergantung pada orang tua untuk perumahan, keuangan, atau kebutuhan
11. lainnya
12. Memiliki masalah kesehatan mental
13. Menganggur
14. Memiliki sejarah kriminal
15. Memiliki kondisi kehidupan bersama
M. Contoh Kasus
Nenek Asyani Diperas Rp 4 Juta! Sang Nenek Dibalik Terali Besi (Foto:
Istimewa) Akhirnya, majelis hakim Pengadilan Negri (PN) Situbondo, Jawa
Timur, Senin (16/3) kemarin mengabulkan penangguhan penahanan nenek Asyani
yang sebelum didakwa melakukan pencurian 7 batang kayu jati milik Perhutani.
Berita keluarnya nenek Asyani dari penahanan ini saya lihat ketika TV One
menayangkan berita tersebut. Ketua majelis hakim, yakni I Kadek Dedy Arcana
berkesimpulan bahwa perempuan berusia 63 tahun ini tidak mungkin ditahan,
karena faktor kesehatan. Ada sisi menarik menjelang nenek Asyani akan
disidangkan, di mana Bupati Situbondo Dadang Wigiarto dan Wakil Bupati
Rachmad secara serentak bersedia menjadi penjamin atas penangguhan sang
nenek yang tinggal di desa Jati Banteng ini. Kenapa Bupati serta Wakilnya
bersedia repot- repot jadi penjamin ? Ternyata ada unsur politis di dalamnya. Dua
pimpinan daerah tersebut, tahun depan bakal bersaing untuk memperebutkan
posisi sebagai orang nomor satu di Kabupaten Bojonegoro. Terlepas ada
kandungan politis atau tidak, yang jelas langkah Dadang dan Rachmad layak
diapresiasi. Mereka sangat peduli atas nasip warganya yang dibui karena dituduh
melakukan pencurian kayu jati. Dan, langkah keduanya sangat diapresiasi bila hal
tersebut dilakukan sejak tiga bulan lalu, tepatnya ketika terjadi penahanan di
tingkat penyidikan. Usai dinyatakan permohonan penangguhan penahanannya
dikabulkan majelis hakim, ada satu hal yang membuat saya trenyuh. Saat
diwawancarai reporter TV One, nenek renta ini mengaku, sebelum kasusnya
bergulir ke tingkat penyidikan, ia pernah diminta menyetor Rp 4 juta kepada
oknum Perhutani yang menangkapnya. Ini jelas sikap yang sangat tolol (bila hal
itu benar), sebab nenek Asyani yang kondisinya miskin, berpenyakitan tetap saja
akan diperas. Celakanya, ketika ia tak mampu menyediakan uang Rp 4 juta sesuai
yang diminta, belakangan kasusnya dilimpahkan ke penyidik. Pertanyaannya,
sudah sedemikian parahkah mental aparat kita ?( Kompasiana 31 Maret 2015 )
PEMBAHASAN ANALISA KASUS
Nenek Asyani adalah seorang yang di tuduh mencuri 7 batang kayu milik
Perhutani. Nenek Asyani sempat mendekam di tahanan hampir 3 bulan lamanya.
Bila mengacu pada regulasi, maka ia ditahan penyidik selama 20 hari,
diperpanjang oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) selama 40 hari, terus ditahan JPU
20 hari dan mendapat penahanan PN Situbondo baru 10 hari. Pada kasus ini kita
perlu mengetahui bahwa nenek Asyani menagalami hal yang tidak banyak orang
ketahui yaitu nenk Asyani mengalami kekerasan secara Psikologis akibat proses
persidangan yang dan tututan persidangan yang sangat bisa kita lihat dari setiap
acara persidangan. Di Setiap persidangan nenek Asyani terlihat menangis
memohon ampun pada hakim, hal ini bisa kita simpulkan sebagi tekanan
psikologis yang sangat luarbiasa pada nenek 63 tahun tersebut. Seharusnya nenek
seusia beliau mendapatkan dukungan penuh secara psikologis , untuk
meningkatkan motivasi dan semangat untuk menjalani kehidupan di hari tuanya.
Kaitanya dengan hal ini penulis mencoba mengaitkan apa yang terjadi pada nenek
Asyani dengan Teori yang terkait , Asuhan Keperawatan dan pandangan islam
terhadap apa yang terjadi pada nenk Asyani sehingga nenek Asyani mengalami
tekanan Psikologis yang sangat luar biasa.
Tinjouan teori : Kekerasan psikologis yaitu kekerasan yang memiliki sasaran pada
rohani atau jiwa sehingga dapat mengurangi bahkan menghilangkan kemampuan
normal jiwa. Contoh kebohongan, indoktrinasi, ancaman, dan tekanan.Bahwa
kekerasan psikologi meliputi; 1. Kekerasan interpersonal; 2. Penyalahgunaan
kekuasan dalam mengadakan hukuman dan tanggung jawab 3. Proses
menjatuhkan korban yang berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun; 4.
Proses di mana korban ditundukan dan dijadikan suatu objek; 5. Bentuk
pelanggaran hak-hak asasi anak dan remaja; dan 6. Setiap keluarga memiliki hak-
hak privasi, sehingga banyak keluarga yang menutupi kekerasan tersebut di depan
orang lain (Azevedo & Viviane, 2008: 22). Kekerasan psikologis meliputi
perilaku yang ditujukan untuk mengintimidasi dan menganiaya, mengancam atau
menyalahgunakan wewenang, membatasi keluarrumah, mengawasi, mengambil
hak asuh anak-anak, merusakbenda-benda anak, mengisolasi, agresi verbal dan
penghinaan konstan (Unicef, 2000: 2). Klasifikasi contoh perilaku Ancaman dan
Teror Mengancam untuk membunuh atau melukai lansia, mengatakan masa lalu
lansia yang buruk dan mengancam untuk merusak barang-barang yang disenangi
dan sebagainya. Verbal Mengatakan kata-kata kasar atau kata-kata yang tidak
sukai, membentak, dan mencaci maki. Pemaksaan Memaksa untuk melakukan
sesuatu yang tidak diinginkan, melakukan tindakan yang tidak pantas. Emosi
Menyangkal emosi, tidak memberi perhatian, menciptakan rasa takut dan khawatir
Kontrol Membatasi kegiatan, menghilangkan kesenangan, merampas kebutuhan
dasar seperti tidur, makan, dan sebagainya. Penyalagunaan dan pengabaian
Menyalahgunakan kepercayaan, menyembunyikan informasi, merasa selalu benar,
tidak mendengarkan, tidak menghormati, tidak menanggapi dan sebagainya.
Kekerasan psikologis dapat menyebabkan depresi, kecemasan (anxiety),
ketakutan, PTSD (Post Traumatic Syndrome Disorders), Self-esteem rendah,
gangguan sosial dan sebagainya. Pandangan islam Dalam kaitanya kasus nenek
Asyani menurut islam jika hal tersebut tidak tebukti maka hal ini termasuk fitnah.
Fitnah yaitu menyiarkan sesuatu berita tanpa dasar kebenaran, dengan tujuan
untuk mencemarkan nama baik seseorang, dan bagi pemfitnah tersebut pula
mudah untuknya mencapai segala cita-citanya. Perbuatan yang tercela seperti ini
dilarang oleh Allah S.W.T. Qs. Al Israa ayat 23 Allah memerintahkan untuk
beribadah kepada-Nya dan berbuat baik kepada kedua orang tua melarang
perkataan ah dan membentak kepada keduanya dan mengucapkan perkataan yang
mulia. Ayat ini mengartikan bahwa berbakti kepada orang tua sama wajibnya
dengan ibadah kepada Allah SWT Dari ayat di atas penulis berpandangan bahwa
jika kasus yang sedang berguir adalah tidak benar-benar terjadi maka hal tersebut
tergolog dalam perbuatan fitnah dan hal tersebut di larang secara keras oleh
agama islam , dan pada ayat yang berikutnya menunjukan kemulian orang tua
agar kita mengahrgai, mencintai, serta mengucapkan hal yang baik-baik
kepadanya.

DAFTAR PUSTAKA

Budi Anna Kelliat, 2012, “Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa”, Jakarta. EGC

http://hukum.kompasiana.com/2015/03/17/edan-nenek-asyani-diperas-rp-4-juta--
730833.html di unduh 17 juli 2017 jam 16.00

Keliat, B.A. (2008). “Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial, Menarik


diri”.Jakarta : FKUI

Keliat, B.A. (2008). “Proses Keperawatan Jiwa”. Jakarta :EGC

Stuart GW, Sunden . 1998 . “Buku Saku Keperawatan Jiwa” . Jakarta EGC

Maramis, WF.1998, Proses keperawatan Kesehatan jiwa, (Terjemahan ).Penerbit


Buku Kedokteran,EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai