Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

NIFAS FISIOLOGIS

1. Devinisi

Nifas (puerperium) adalah masa mulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira
6 minggu. Akan tetapi, seluiruh alat genetalia baru pulih kembali seperti sebelum ada
kehamilan dalam waktu 3 bulan (Prawiroharjo, 2002).

Nifas atau masa puerperium adalah masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-
kira 6 minggu (Manjoer, 2000. Hal.316)

Hanifa (2006) mengatakan bahwa masa puerperium atau masa nifas mulai setelah putus
selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu

Nifas adalah masa pulihnya kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat
kandungan kembali seperti pre hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu (Mochtar, 1999).

Kala puerperium berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang
diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan normal (Manuaba, 1999).

Masa nifas atau puerperium mulai setelah partus selesai dan berakhir kira-kira 6 minggu
(Wiknjosastro, 2006).

2. Fisiologi Nifas

1) Perubahan Fisik pada Nifas

Pada masa nifas dapat dijumpai tiga kejadian penting, yaitu : Involusi uterus, lochea dan
laktasi.

a. Involusi Uterus

Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan mengalami kontraksi dan
retraksi akan menjadi keras, sehingga dapat menutup pembuluh darah besar yang bermuara
pada bekas implantasi plasenta. Otot rahim terdiri dari 3 lapis otot yang membentuk anyaman
sehingga pembuluh darah dapat tertutup sempurna, dengan demikian terhindari dari
perdarahan post partum. Pada involusi uteri, jaringan ikat dan jaringan otot mengalami proses
proteolitik, berangsur-angsur akan mengecil sehingga pada akhir kala nifas besarnya seperti
semula dengan berat 30 gram. Proses proteolitik adalah pemecahan protein yang akan
dikeluarkan melalui urine. Dengan penimbunan air saat hamil akan terjadi pengeluaran urine
setelah persalinan, sehingga hasil pemecahan protein dapat dikeluarkan.
PROSES INVOLUSI UTERI

Involusi Tinggi Fundus Berat uterus

1 2 3

Plasenta lahir Sepusat 1000 gram

7 hari (1 Minggu) Pertengahan pusat simfisis 500 gram

14 hari (2 Minggu) Tak teraba 350 gram

42 hari (6 Minggu) Sebesar hamil 2 minggu 50 gram

56 hari (8 Minggu) Normal 20 gram

(Manuaba, 1999).

Lochea

Lochea adalah cairan sisa lapisan endometrium dan sisa dari tempat implantasi
plasenta (Manuaba, 1998).

Pengeluaran lochea dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warna sebagai berikur :

(1) Lochea rubra (kruenta)

1 sampai 3 hari, berwarna merah dan hitam, terdiri dari sel desidua, vernik kaseosa,
rambut Lanugo, sisa mekonium, sisa darah.

(2) Lochea sanguinolenta

3 sampai 7 hari, berwarna putih bercampur darah.

(3) Lochea serosa

7 sampai 14 hari, berwarna kekuningan.

(4) Lochea alba

Setelah hari ke-14, berwarna putih.

(5) Lochea purulenta

Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.


Laktasi

Perubahan-perubahan pada kelenjar mamae sudah terjadi sejak dari kehamilan yaitu
proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar alveoli dan jaringan lemak bertambah keluaran
cairan susu jolong dari duktus laktiferus disebut colostrums berwarna kuning putih susu,
hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam dimana vena berdilatasi sehingga
tampak jelas. Setelah persalinan pengaruh sekresi estrogen dan progesterone hilang, maka
timbul pengaruh hormone laktogenik (LH) atau prolaktin yang akan merangsang air susu.
Pengaruh oksitosin menyebabkan mioefitel kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu
keluar. Pada hari pertama sampai hari ketiga setelah bayi lahir disebut kolostrum warna
kekuningan dan agak kental. Kolostrum kaya akan protein immunoglobulin yang
mengandung antibodi sehingga menambah kekebalan anak terhadap penyakit dan laktoferin,
ASI masa transisi dihasilkan mulai hari keempat sampai hari kesepuluh, dan ASI matur
dihasilkan mulai hari kesepuluh.

2) Perubahan Psikososial pada Masa Nifas

a) Periode Taking In

Pada masa ini ibu pasif dan tergantung, energi difokuskan pada perubahan tubuh, ibu
sering mengulang kembali pengalaman persalinan. Nutrisi tambahan mungkin diperlukan
karena selera makan ibu meningkat. Periode ini berlangsung 1-2 hari setelah melahirkan.

b) Periode Taking Hold

Pada masa ini ibu menaruh perhatiannya pada kemampuannya untuk menjadi orang
tua yang berhasil dan menerima peningkatan tanggung jawab terhadap bayinya, ibu berusaha
untuk terampil dalam perawatan bayi baru lahir. Periode ini berlangsung 2-4 hari setelah
melahirkan.

c) Periode Letting Go

Umumnya terjadi setelah ibu baru kembali ke rumah, ibu menerima tanggung jawab
untuk merawat bayi baru lahir, ibu harus beradaptasi terhadap otonomi, kemandirian dan
interaksi sosial.

Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Darah Lengkap


2. Memberikan informasi tentang jumlah dari sel-sel darah merah (RBC), sel-sel darah
putih (WBC), nilai hematokrit (Ht) dan haemoglobin (Hb).
3. Pemeriksaan Pap Smear
4. Mencari kemungkinan kelainan sitologi sel serviks atau sel endometrium.
5. Pemeriksaan Urine : Urine lengkap (UL)
6. Pemeriksaan ini mencari kemungkinan terdapatnya bakteri dalam urine seperti
streptokokus.
Komplikasi

a. Infeksi nifas
b. Perdarahan post partum
c. Eklampsia post partum
d. Abses paru
e. Baby blues

Penatalaksanaan Medis

1) Mobilisasi

Ibu harus cukup beristirahat, dua jam post partum ibu harus tidur terlentang untuk
mencegah terjadinya perdarahan post partum. Sesudah dua jam ibu boleh miring kiri miring
kanan, untuk mencegah adanya trombosis. Pada hari kedua, bila perlu dilakukan latihan
senam nifas dan ibu diperbolehkan pulang.

2) Pemberian Cairan

Pemberian cairan dapat dilakukan sedini mungkin untuk mencegah terjadinya


hipertermi, dehidrasi, dan komplikasi pada organ-organ tubuh lainnya, dan minum sedikitnya
± 2,5 liter air setiap hari. Tetapi untuk perdarahan aktif pada waktu persalinan, pemberian
cairan per infuse harus cukup banyak dan mengandung elektrolit yang diperlukan oleh tubuh.

3) Pemeriksaan Fisik
a. Observasi kontraksi uterus, fundus uteri dan perdarahan.
b. Sarankan agar ibu tidak menggunakan pembebat perut segera pada masa nifas, karena
mempersulit bagi petugas kesehatan untuk menilai tonus dan posisi uterus.
4) Kebersihan Diri
a. Anjurkan kebersihan seluruh tubuh.
b. Mengajarkan ibu cara membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air.
c. Anjurkan ibu untuk mengganti pembalut 2x sehari.
d. Anjurkan ibu mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan alat kelamin.
e. Anjurkan ibu jika mempunyai luka episiotomi/laserasi untuk menghindari
menyentuh daerah luka.
5) Istirahat
a. Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan.
b. Anjurkan ibu untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur.
c. Kurang istirahat akan mempengaruhi :
- Mempengaruhi jumlah ASI yang diproduksi.
- Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan.
- Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri.

6) Latihan
a. Tidur terlentang dengan lengan di samping, menarik otot perut selagi menarik nafas,
tahan nafas ke dalam dan angkat dagu ke atas.
b. Untuk memperkuat tonus otot jalan lahir dan dasar panggul.
c. Berdiri dengan tungkai dirapatkan, kencangkan otot-otot pantat dan panggul.
7) Gizi
a. Mengkonsumsi tambahan : 5000 kalori setiap Hari.
b. Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang
cukup.
c. Tablet zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya 40 hari pasca
bersalin.
d. Minum kapsul Vit.A (200-600 unit) agar bisa mendapatkan Vit. A kepada bayinya
melalui ASInya.
8) Miksi harus secepatnya dilakukan sendiri. Bila kandung kemih penuh dan
tidak bisa miksi sendiri dilakukan kateterisasi.
9) Defekasi harus ada dalam 3-4 hari post partum, bila masih sulit buang air
besar dan terjadi obstipasi apalagi berak keras dapat diberikan obat laksans
per oral atau per rektal. Jika masih belum bisa dilakukan klisma.
10) Perawatan Payudara
a. Menjaga payudara tetap bersih terutama puting susu.
b. Menggunakan BH yang menyokong payudara.
11) Senggama
a. Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah berhenti.
b. Menunda hubungan suami istri sampai masa waktu tertentu (40 hari, atau 6 minggu
setelah persalinan).
c. Ibu siap secara psikologis untuk melakukan hubungan suami istri.
12) KB

Diberi penjelasan alat kontrasepsi untuk kesehatan ibu, bayi dan keluarga sebaiknya
menggunakan KB untuk menjarangkan anak.

Jenis-jenis kontrasepsi :

a) Metode sederhana

1. Kondom : dipasang pada alat kelamin pria


2. Senggama terputus : mengeluarkan cairan sperma di luar alat kelamin wanita
3. Pantang berkala : berpantang (tidak coitus) beberapa hari sebelum, ditambah
beberapa hari sesudah ovulasi
4. Obat spermatisid : bahan kimia untuk mematikan sperma

b) Metode efektif

(1) Suntikan KB
o Pemberiannya sederhana tiap 4–12 minggu, kemungkinan salah atau lupa
memakainya tidak ada
o Suntikan KB 1 bulan : menstruasi lancar
o Suntikan KB 3 bulan : pengeluaran ASI lancar. Tingkat efektivitasnya tinggi.
o Kerugian: Suntikan KB 1 bulan : pengeluaran ASI tidak lancar, suntikan KB 3
bulan terjadi amenorhoe berkepanjangan, mual, sakit kepala.

(2) Pil KB

o Keuntungan : Bila minum pil sesuai dengan aturan dijamin berhasil.


o Kerugian : Pil harus diminum setiap hari, kurang cocok bagi wanita
pelupa. Berat badan bertambah, muka jerawat, mual sampai muntah.

(3) IUD / AKDR, dipasang pada alat kelamin wanita

o Keuntungan : Dengan 1 kali pemasangan dapat dibiarkan dalam rahim


selama bertahun-tahun, sederhana, ekonomis, mudah dipakai. Pulihnya
kesuburan setelah AKDR dicabut berlangsung baik.
o Kerugian : Nyeri, mulas, pendarahan, keputihan, infeksi, tali AKDR
dapat menimbulkan perlukaan dan mengganggu hubungan seksual.

(4) Susuk KB, dipasang pada lengan kanan atau kiri bagian atas wanita.

o Keuntungan : memberikan perlindungan selama 5 tahun. Tidak mengganggu


hubungan seksual, mudah diangkat.
o Kerugian : berat badan meningkat, gangguan menstruasi (tidak dapat
menstruasi dan terjadi perdarahan yang tidak teratur).

(5) Metode mantap

(1) Tubektomi

(a) Tubektomi : tindakan oklusi atau pengambilan sebagian saluran


telur wanita untuk mencegah proses fertilisasi. (Saifuddin, 2001)

(b) Tubektomi : suatu kontrasepsi yang dilakukan dengan cara


melakukan tindakan pada kedua saluran telur sehingga menghalangi
pertemuan sel telur (ovum) dengan sel mani (sperma). (Mochtar, 1998)

Tubektomi bisa dilakukan :

(a) Masa interval

Sebaiknya setelah selesai haid.

(b) Pasca persalinan (post partum)

Sebaiknya dilakukan dalam 24 jam atau selambat-lambatnya 48


jam pasca persalinan. Setelah lebih dari 48 jam, operasi dipersulit oleh
adanya edema tuba dan infeksi yang akan menyebabkan kegagalan
sterilisasi. Bila dilakukan setelah hari ke 7 – 10 pasca persalinan,
uterus dan alat-alat genital lainnya telah mengecil dan menciut, maka
operasi akan lebih sulit, mudah berdarah, dan infeksi.

13) Program dan Kebijakan Teknis

Paling sedikit empat kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai keadaan ibu
dan bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi serta menangani masalah-masalah yang
terjadi.

3.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Nifas

Pengkajian

1) Pengumpulan Data

a) Nifas dan Pre Tubektomi

(1) Identitas pasien dan penanggung

(2) Keluhan utama pada pasien dengan kasus nifas, keluhan utama yang bisa
muncul nyeri pada kelaminnya karena luka bekas episiotomi.

(3) Riwayat menstruasi, hal yang dikaji adalah umur menarche, siklus haid,
lama haid, keadaan darah seperti warna, bau, konsistensi disertai disminorhea
atau tidak, hari pertama haid terakhir.

(4) Riwayat perkawinan, hal yang dikaji adalah perkawinan yang keberapa,
usia menikah dan lamanya nikah.

(5) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas, hal yang perlu dikaji adalah
jumlah kehamilan, jumlah kelahiran, umur kehamilan terakhir, tempat
bersalin, jalannya persalinan, berat badan bayi saat lahir, umur anak, jenis
kelamin, apakah anak hidup atau mati dan bagaimana keadaan ibu.

(6) Riwayat penggunaan alat kontrasepsi, dikaji apakah pasien menggunakan


alat kontrasepsi apa dan pengetahuan tentang kontrasepsi.

(7) Riwayat penyakit yang pernah diderita, kaji penyakit yang pernah diderita
oleh pasien yang dapat mempengaruhi kehamilan, persalinan, dan nifas.

(8) Riwayat penyakit keluarga, yang dikaji adalah apakah ada anggota
keluarga menderita penyakit seperti TBC, jantung, hipertensi, AIDS, diabetes
mellitus, asma, penyakit hubungan seksual (seperti : sipilis, gonorhoe).

(9) Data biologis, bernafas, asupan dan haluaran tidak seimbang, perih saat
BAK, pasien tampak ragu-ragu untuk BAK, gangguan gerak dan aktivitas,
istirahat tidur, kebersihan diri, dan pengaturan suhu tubuh.
(10) Data psikologis, wajah pasien menahan nyeri, pasien tampak meringis,
posisi pasien melindungi bagian yang sakit, fokus pada dirinya sendiri, daya
isap bayi kurang, ketidakpuasan dengan bayinya, frustasi tentang peran, baby
blues, gemetar, gelisah, ketakutan, tidak berdaya, gugup, tidak mampu
berkonsentrasi, bayi rewel, vagina terasa nyeri bila digerakkan.

(11) Pengetahuan, tidak tahu tentang perawatan bayi baru lahir, tidak tahu
tentang persiapan tubektomi, kurangnya informasi, pasien tampak bingung,
pasien tampak bertanya-tanya.

(12) Pemeriksaan fisik

(a) Keadaan umum : tekanan darah, nadi, respirasi, suhu ↑ atau ↓ berat
badan, tinggi badan, turgor kulit.

(b) Pemeriksaan mata : konjungtiva, sclera pucat atau tidak.

(c) Pemeriksaan pada muka : wajah pucat atau tidak.

(d) Pemeriksaan bibir : mukosa bibir kering atau lembab.

(e) Pemeriksaan payudara : puting susu lecet, suplai susu tidak adekuat,
mamae bengkak, kolotrum tidak keluar, hiperpigmentasi areola mamae, abses
payudara.

(f) Pemeriksaan abdomen : kontraksi uterus, dinding perut kendor, bising


usus, dan TFU.

(g) Pemeriksaan genetalia dan anus : terdapat tanda-tanda infeksi atau tidak,
luka jaritan episiotomi masih basah, di sekitar luka masih lembab.

(13) Pemeriksaan penunjang

Mencakup semua pemeriksaan yang menunjang keadaan pasien seperti WBC,


HGB, HCT, BT dan CT.

(14) Data bayi

Yang dicantumkan pada data bayi adalah tanggal dan waktu bayi lahir,
APGAR score, berat badan bayi, panjang badan, kelainan-kelainan yang
terdapat pada bayi, termasuk terapi yang didapat bayi.

(15) Data tambahan

(a) Intra Operasi

Untuk pasien yang berada pada ruang operasi yang perlu diobservasi yaitu :
mulai dan selesainya operasi, posisi pasien, jenis dan teknik anastesi, obat medikasi,
jumlah perdarahan, dan keadaan pasien di ruang pemulihan seperti : keadaan umum,
kesadaran, dan tanda-tanda vital pasien.

(b) Post Operasi

Keluhan utama : Pasien sering mengeluh nyeri pada bekas jaritan operasi.

Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual :

Aktivitas/istirahat

Kelemahan, berada dalam pengaruh anastesi, ADL dibantu keluarga dan


perawat, berbaring lemas di tempat tidur.

Sirkulasi

Tekanan darah dan nadi meningkat atau menurun, wajah pucat, capiler refill <3 detik.

Makanan/cairan

Pasien harus puasa ± 6-8 jam atau selama efek anastesi masih dirasakan, dan
dilanjutkan dengan minum sedikit-sedikit (MSS), setelah itu makanan lunak, dan
kemudian boleh makan seperti biasa.

Nyeri/kenyamanan

Pasien tampak meringis, tampak menahan nyeri, terdapat luka operasi, nyeri
pada luka operasi, luka jaritan masih basah, luka jaritan tertutup haar, eritema, luka
tidak sembuh

Pengetahuan

Pasien mengatakan tidak tahu tentang perawatan luka operasi / tubektomi,


pasien tampak bingung.

Pemeriksaan Fisik

o Keadaan umum : tekanan darah, nadi, respirasi, suhu ↑ atau ↓.


o Pemeriksaan mata : konjungtiva, sclera pucat atau tidak.
o Pemeriksaan mulut : mukosa bibir kering atau tidak.
o Pemeriksaan thorax : retraksi otot dada, bunyi nafas, bunyi jantung.
o Pemeriksaan abdomen : luka jaritan operasi, keadaan luka, bising usus.
o Pemeriksaan ekstremitas : pergerakan, edema, sianosis, terpasang infus IVFD
atau tidak, akral dingin.
o Pemeriksaan genetalia : pengeluaran lochea, kebersihan.
o Pemeriksaan darah lengakap : WBC, HCT, HGB.

Dari hasil pengumpulan data dilakukan analisa data kemudian dirumuskan masalah.
Masalah tersebut dianalisa kembali dalam analisa masalah dan akhirnya menghasilkan
diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang biasanya muncul pada pasien Nifas (Carpenito, 2000 :
Doengoes, 2000) :

 Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma jaritan luka episiotomi, involusi uterus.
 Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan masukan /
pergantian tidak adekuat, peningkatan haluaran urine dan kehilangan tidak kasat mata
meningkat misalnya perdarahan.
 Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan atau kerusakan kulit.
 PK : Sepsis berhubungan dengan infeksi.
 Menyusui tak efektif berhubungan dengan riwayat menyusui yang gagal.
 Perubahan pola eliminasi urinarius berhubungan dengan trauma mekanis.
 Perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan,
ketidakefektifan dan tidak tersedia modal peran.
 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang perawatan
post partum.
 Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri, tranmisi /
kontak interpersonal, kurang pengetahuan tentang rutinitas pra operasi.

Perencanaan

1) Prioritas diagnosa keperawatan

Prioritas diagnosa keperawatan disusun berdasarkan berat ringannya masalah


yang mengancam jiwa pasien, yaitu :

a) Nifas

1. PK : Sepsis berhubungan dengan infeksi.


2. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan atau kerusakan
kulit.
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan
masukan/pergantian tidak adekuat, peningkatan haluaran urine dan kehilangan tidak
kasat mata meningkat misalnya perdarahan.
4. Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma jaritan luka episiotomi.
5. Perubahan pola eliminasi urinarius berhubungan dengan trauma mekanis.
6. Menyusui tak efektif berhubungan dengan riwayat menyusui yang gagal.
7. Perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan,
ketidakefektifan dan tidak tersedia modal peran.
8. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri,
tranmisi/kontak interpersonal, kurang pengetahuan tentang rutinitas pra operasi.
9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
perawatan post partum, kurang pengetahuan tentang rutinitas pra operasi.

Rencana perawatan yang akan dilakukan sesuai dengan permasalahan yang ada.

Nifas

(1) PK : Sepsis berhubungan dengan infeksi


Tujuan : tidak terjadi septikemia.

Intervensi :

(a) Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam (khususnya suhu).

Rasional : peningkatan tanda vital menunjukkan terjadinya infeksi.

(b) Observasi pengeluaran lochea beserta karakteristiknya.

Rasional : lochea secara normal mempunyai bau amis, namun apabila lochea
purulenta dan berbau busuk menandakan adanya infeksi.

(c) Observasi tanda-tanda infeksi seperti kemerahan (rubor), panas (kalor), nyeri (dolor),
pembengkakan (tumor), perubahan fungsi (fungsiolaesa).

Rasional : dengan observasi tanda infeksi dapat diketahui secara dini adanya tanda
infeksi sehingga bisa dicegah secara dini.

(d) Anjurkan pasien untuk melakukan vulva hygiene 2 kali sehari dan mengganti pembalut 3
kali sehari, apabila dirasa penuh serta cebok yang benar setiap habis BAK.

Rasiona : diharapkan dapat mencegah perkembangbiakan kuman sehingga infeksi


tidak terjadi.

(e) Delegatif dalam pemberian antibiotik.

Rasional : untuk mencegah infeksi berlanjut.

(f) Kolaborasi dalam pemantauan hasil laboratorium terutama WBC.

Rasional : WBC merupakan salah satu faktor penunjang untuk mengetahui


terjadinya infeksi.

(2) Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan atau kerusakan kulit.

Tujuan : tidak terjadi infeksi.

Intervensi :

(a) Observasi tanda-tanda vital setiap 8 jam (khususnya suhu).

Rasional : peningkatan tanda vital menunjukkan tanda infeksi.

(b) Observasi pengeluaran lochea beserta karakteristiknya.

Rasional : lochea secara normal mempunyai bau amis, namun apabila lochea
purulenta dan berbau busuk menandakan adanya infeksi.

(c) Monitor tinggi fundus uteri dan kontraksi uterus.


Rasional : kegagalan miometrium untuk involusi post partum menandakan
terjadinya infeksi.

(d) Observasi tanda-tanda infeksi seperti kemerahan (rubor), panas (kalor), nyeri (dolor),
pembengkakan (tumor), perubahan fungsi (fungsiolaesa).

Rasional : dengan observasi tanda infeksi dapat diketahui secara dini adanya tanda
infeksi sehingga bisa dicegah secara dini.

(e) Jelaskan kepada pasien tanda-tanda infeksi.

Rasional : diharapkan pasien mengetahui tanda infeksi sehingga pasien dapat


melaporkan terjadinya tanda infeksi.

(f) Anjurkan pasien untuk melakukan vulva hygiene 2 kali sehari dan mengganti pembalut 3
kali sehari, apabila dirasa penuh serta cebok yang benar setiap habis BAK.

Rasional : diharapkan dapat mencegah perkembangbiakan kuman sehingga infeksi


tidak terjadi.

(g) Delegatif dalam pemberian antibiotik.

Rasional : untuk mencegah infeksi.

(h) Kolaborasi dalam pemantauan hasil laboratorium terutama WBC.

Rasional : WBC merupakan salah satu faktor penunjang untuk mengetahui


terjadinya infeksi.

(3) Risiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan penurunan masukan/pergantian


tidak adekuat, peningkatan haluaran urine dan kehilangan tidak kasat mata meningkat
misalnya perdarahan.

Tujuan : tidak terjadi kekurangan volume cairan.

Intervensi :

(a) Observasi adanya rasa haus.

Rasional : rasa haus mungkin cara homeostatis dari pergantian cairan melalui
peningkatan rasa haus.

(b) Kaji masukan cairan dan haluaran urine.

Rasional : membantu dalam analisa keseimbangan cairan.

(c) Kaji turgor kulit dan kelembaban membran mukosa (bibir).

Rasional : merupakan indikator langsung keadekuatan cairan.

(d) Anjurkan pasien untuk minum ± 2500 ml/hari.


Rasional : pemenuhan kebutuhan dasar cairan menurunkan resiko dehidrasi.

(e) Observasi lokasi dan kontraksi uterus, jumlah lochea setelah 2 jam pada 8 jam pertama
kemudian 8 jam untuk waktu selanjutnya.

Rasional : uterus yang rileks atau menonjol dengan peningkatan aliran lochea dapat
diakibatkan dari kelelahan miometrium atau tertahannya jaringan plasenta.

(f) Observasi tanda-tanda vital (khususnya suhu).

Rasional : suhu merupakan salah satu indikator kekurangan cairan dalam tubuh.

Pelaksanaan

Pelaksanaan keperawatan merupakan implementasi dari rencana asuhan keperawatan


yang telah disusun sebelumnya berdasarkan prioritas yang telah dibuat, dimana tindakan yang
diberikan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi (Tarwoto, 2003).

Evaluasi

a) Nifas

(1) Tidak terjadi septikemia

(2) Tidak terjadi infeksi

(3) Tidak terjadi kekurangan volume cairan

(4) Nyeri berkurang

(5) Pasien dapat BAK secara normal

(6) Menyusui efektif

(7) Pasien dapat beradaptasi dengan peran barunya sebagai orang tua

(8) Ansietas berkurang sampai hilang

(9) Pengetahuan pasien meningkat

DAFTAR PUSTAKA

Arief mansjoer. (2001). Kapita selekta kedokteran. (Edisi 2). Jakarta: Media
Aesculapus.
Carpenito, L. J. (2001). Diagnosa keperawatan. (Edisi 6). Jakarta: EGC

Doenges, M. E. (2001). Rencana asuhan keperawatan. (Edisi 3). Jakarta: EGC

Doenges, M. E. (2001). Rencana asuhan keperawatan maternal/bayi. (Edisi) 2. Jakarta


:EGC.

Gaffar, La Ode Jumadi. (1999). Pengantar keperawatan profesional. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai