Anda di halaman 1dari 30

A.

PENGERTIAN

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2005).

Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa
trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).

B. KLASIFIKASI

Klasifikasi fraktur secara umum :

1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst).

2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:

a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang).

b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang).

3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :

a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.

b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.

c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.

4. Berdasarkan posisi fragmen :

a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak
bergeser dan periosteum masih utuh.

b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen

5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).

a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.

b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.

c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan.

d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement.

b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara


fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :

a. Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.

b. Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.

c. Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak


ekstensif.

6. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :

a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.

b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.

c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi.

d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.

e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang..

7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :

a. Tidak adanya dislokasi.

b. Adanya dislokasi

8. Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :

a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial

c. 1/3 distal

9. Fraktur Kelelahan : Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

10. Fraktur Patologis : Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

Gambar 1. Tipe Fraktur


C. ETIOLOGI

1. Trauma langsung/ direct trauma

Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa
(misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).

2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma

Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur
pada pegelangan tangan.

3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/
ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.

4. Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

D. TANDA DAN GEJALA

1. Deformitas

Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya
perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :

a. Rotasi pemendekan tulang

b. Penekanan tulang

2. Bengkak

edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang
berdekatan dengan fraktur.

3.Echumosis dari Perdarahan Subculaneous.

4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.

5. Tenderness/keempukan

6. Nyeri disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur
di daerah yang berdekatan.

7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)

8. Pergerakan abnormal

9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah


10. Krepitasi

E. PATOFISIOLOGI

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi
karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma
dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1. Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu,
dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

2. Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya
fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau
kekerasan tulang.
F. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan


ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci
sebagai berikut:

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan
baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.

Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu
sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).

Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.

Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau hari
setelah cedera.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera.

 Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans

 Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.

 CCT kalau banyak kerusakan otot.

 Pemeriksaan Darah Lengkap

Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit sering rendah
akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat
luas, Pada masa penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, traumaa otot meningkatkan
beban kreatinin untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multiple, atau cederah hati.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS

Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :

1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.

Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena terluka
jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat
diberikan obat penghilang rasa nyeri dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan
daerah yang fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai atau
gips.

 Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.

 Pemasangan gips

Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah. Gips yang
ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan
pemasangan gips adalah :

o Immobilisasi dan penyangga fraktur

o Istirahatkan dan stabilisasi

o Koreksi deformitas

o Mengurangi aktifitas

o Membuat cetakan tubuh orthotik


Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :

o Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan

o Gips patah tidak bisa digunakan

o Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien

o Jangan merusak / menekan gips

o Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk

o Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama

2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.

Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu
diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi
eksternal, atau fiksasi internal tergantung dari jenis frakturnya sendiri.

a. Penarikan (traksi) :

Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada
ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris
dengan sumbu panjang tulang yang patah. Metode pemasangan traksi antara lain :

1. Traksi manual

Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan emergency

2. Traksi mekanik, ada 2 macam :

o Traksi kulit (skin traction)


Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan
dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.

o Traksi skeletal

Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan
untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan
metal.

Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :

 Mengurangi nyeri akibat spasme otot

 Memperbaiki & mencegah deformitas

 Immobilisasi

 Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)

 Mengencangkan pada perlekatannya

Prinsip pemasangan traksi :

 Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik

 Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar
reduksi dapat dipertahankan

 Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus

 Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol

 Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai

b. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada pecahan-
pecahan tulang.
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin
adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada
umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang
bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-
fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan
tangan agar menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen
tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.

Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :

 Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah

 Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada didekatnya

 Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai

 Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain

 Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-kasus yang


tanpa komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi dan fungsi
otot hampir normal selama penatalaksanaan dijalankan

1) FIKSASI INTERNA

Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya kurang
cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi
mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil
pemeriksaan radiologi memberi kesan bahwa jaringan lunak mengalami interposisi di antara
ujung tulang karena hal ini hampir selalu menyebabkan non-union.

Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas longitudinal


serta kesejajaran (alignment) serta membuat penderita dápat dimobilisasi cukup cepat untuk
meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian meliput anestesi,
trauma bedah tambahan dan risiko infeksi.

Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan trauma yang minimal, tetapi
paling sesuai untuk fraktur transversal tanpa pemendekan. Comminuted fracture paling baik
dirawat dengan locking nail yang dapat mempertahankan panjang dan rotasi.
2) FIKSASI EKSTERNA

Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat pada
pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam, cast brace dapat dipasang.
Fraktur dengan intramedullary nail yang tidak memberi fiksasi yang rigid juga cocok untuk
tindakan ini.

3. Agar terjadi penyatuan tulang kembali

Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu
dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat gangguan dalam
penyatuan tulang, sehingga dibutuhkan graft tulang.

4. Untuk mengembalikan fungsi seperti semula

Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya sendi. Maka dari
itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin.

I. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

1. Pengumpulan Data

a. Anamnesa

1) Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS,
diagnosa medis.

2) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:

a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.

b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.

c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.

e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang
terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk
berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker
tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan
tulang

5) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik

6) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat

7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya.
Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid
yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak

b) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya


seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan
tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama
kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi
masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.

c) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan
jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada
lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat
tidur.

d) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang
perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa
bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain

e) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien
harus menjalani rawat inap

f) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)

g) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang
pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur

h) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena
harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain
itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya

i) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa
tidak efektif.

j) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan
gerak klien
b. Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk


mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat
melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya
memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.

1) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan:

a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:

(1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada
keadaan klien.

(2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus
fraktur biasanya akut.

(3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.

b) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(1) Sistem Integumen

Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri
tekan.

(2) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada
nyeri kepala.

(3) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.

(4) Muka

Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.

(5) Mata

Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan)

(6) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.

(7) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

(8) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.

(9) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

(10) Paru

(a) Inspeksi

Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru.

(b) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.

(c) Perkusi

Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.

(d) Auskultasi

Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti
stridor dan ronchi.

(11) Jantung

(a) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung.

(b) Palpasi

Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

(c) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

(12) Abdomen

(a) Inspeksi

Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

(b) Palpasi

Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.


(c) Perkusi

Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

(d) Auskultasi

Peristaltik usus normal  20 kali/menit.

(13) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.

2) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status
neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse,
Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:

a) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:

(1) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).

(2) Cape au lait spot (birth mark).

(3) Fistulae.

(4) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.

(5) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).

(6) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(7) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)

b) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.

Yang perlu dicatat adalah:

(1) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill
time  Normal > 3 detik
(2) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar
persendian.

(3) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau
distal).

Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau
melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan,
maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap
dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.

c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan


ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup
gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi
dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau
dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas)
atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

2. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan


sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan
tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi
yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas
dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:

1) Bayangan jaringan lunak.

2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi.

3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:

1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di
ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.

3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda


paksa.

4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal


dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

b. Pemeriksaan Laboratorium

1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan


osteoblastik dalam membentuk tulang.

3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat


Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.

c. Pemeriksaan lain-lain

1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan


mikroorganisme penyebab infeksi.

2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.

3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.

4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.

5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.

6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

 Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.

 Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)

 Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi


restriktif (imobilisasi)
 Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)

 Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma


jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)

 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d


kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada

RENCANA KEPERAWATAN

DIANGOSA
NO
KEPERAWATAN DANTUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DX
KOLABORASI

1 Nyeri akut b/d spasme otot,NOC NIC


gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, Pain Level, Pain Management
pemasangan traksi, Pain control,  Lakukan pengkajian
stress/ansietas, luka operasi. secara komprehensif te
 Comfort level lokasi, karakteristik,
Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas dan
presipitasi
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab
nyeri, mampu menggunakan tehnik Observasi reaksi no
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,dari ketidaknyamanan
mencari bantuan)  Gunakan teknik kom
 Melaporkan bahwa nyeri berkurangterapeutik untuk men
dengan menggunakan manajemen nyeri pengalaman nyeri pasien

 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, Evaluasi pengalaman


frekuensi dan tanda nyeri) masa lampau

 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri Evaluasi bersama pasi


berkurang tim kesehatan lain
ketidakefektifan kontrol
 Tanda vital dalam rentang normal masa lampau
 Bantu pasien dan k
untuk mencari dan mene
dukungan

 Kurangi faktor pre


nyeri

 Ajarkan tentang tekn


farmakologi

 Evaluasi keefektifan
nyeri

 Tingkatkan istirahat

 Kolaborasikan dengan
jika ada keluhan dan ti
nyeri tidak berhasil

 Monitor penerimaan
tentang manajemen nyeri

2 Gangguan pertukaran gas b/dNOC : NIC :


perubahan aliran darah,
emboli, perubahan membran Respiratory Status : Gas exchange Airway Management
alveolar/kapiler (interstisial, Respiratory Status : ventilation  Buka jalan nafas, gu
edema paru, kongesti) teknik chin lift atau jaw
 Vital Sign Status bila perlu
Kriteria Hasil :  Posisikan pasien
 Mendemonstrasikan peningkatan ventilasimemaksimalkan ventilasi
dan oksigenasi yang adekuat  Identifikasi pasien p
 Memelihara kebersihan paru paru danpemasangan alat jalan
bebas dari tanda tanda distress pernafasan buatan

 Mendemonstrasikan batuk efektif dan Pasang mayo bila perlu


suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis Lakukan fisioterapi da
dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,perlu
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)  Keluarkan sekret denga
atau suction
 Tanda tanda vital dalam rentang normal
 Auskultasi suara nafas
adanya suara tambahan
 Lakukan suction pada m

 Berika bronkodilator bia

 Barikan pelembab udara

 Atur intake untuk


mengoptimalkan keseimba

 Monitor respirasi dan


O2

Respiratory Monitoring

 Monitor rata –
kedalaman, irama dan
respirasi

 Catat pergerakan dad


kesimetrisan, penggunaa
tambahan, retraksi
supraclavicular dan interco

 Monitor suara nafas,


dengkur

 Monitor pola na
bradipena, takipenia, ku
hiperventilasi, cheyne stok

 Monitor kelelahan
diagfragma (gerakan parad

 Auskultasi suara nafa


area penurunan / tidak
ventilasi dan suara tambah

 Tentukan kebutuhan
dengan mengauskultasi
dan ronkhi pada jalan
utama

 auskultasi suara paru


tindakan untuk men
hasilnya

3 Gangguan mobilitas fisik b/dNOC : Latihan Kekuatan


kerusakan rangka
neuromuskuler, nyeri, terapi Joint Movement : Active  Ajarkan dan berikan do
restriktif (imobilisasi).  Mobility Level pada klien untuk mel
program latihan secara ruti
 Self care : ADLs
Latihan untuk ambulasi
 Transfer performance
 Ajarkan teknik Ambu
Kriteria Hasil : perpindahan yang aman
 Klien meningkat dalam aktivitas fisik klien dan keluarga.

 Mengerti tujuan daripeningkatan Sediakan alat bantu


mobilitas klien seperti kruk, kursi ro
walker
 Memverbalisasikan perasaan dalam
meningkatkan kekuatan dan kemampuan Beri penguatan positif
berpindah berlatih mandiri dalam
yang aman.
 Memperagakan penggunaan alat Bantu
untuk mobilisasi (walker) Latihan mobilisasi denga
roda

 Ajarkan pada klien & k


tentang cara pemakaian
roda & cara berpindah da
roda ke tempat tidur
sebaliknya.

 Dorong klien mel


latihan untuk mem
anggota tubuh

 Ajarkan pada klien/ k


tentang cara penggunaan
roda

Latihan Keseimbangan

 Ajarkan pada klien & k


untuk dapat mengatur
secara mandiri dan m
keseimbangan selama
ataupun dalam aktivitas
hari.

Perbaikan Posisi Tubuh


Benar

 Ajarkan pada klien/ k


untuk mem perhatikan
tubuh yg benar
menghindari kelelahan, ke
cedera.

 Kolaborasi ke ahli tera


untuk program latihan.

4 Gangguan integritas kulit b/dNOC : NIC : Pressure Manageme


fraktur terbuka, pemasangan
traksi (pen, kawat, sekrup)  Tissue Integrity : Skin and Mucous Anjurkan pasien
Membranes menggunakan pakaian
longgar
Kriteria Hasil :
 Hindari kerutan padaa
 Integritas kulit yang baik bisatidur
dipertahankan
 Jaga kebersihan kuli
 Melaporkan adanya gangguan sensasitetap bersih dan kering
atau nyeri pada daerah kulit yang mengalami
gangguan  Mobilisasi pasien (ubah
pasien) setiap dua jam seka
 Menunjukkan pemahaman dalam proses
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya Monitor kulit akan
sedera berulang kemerahan

 Mampumelindungi kulit dan Oleskan lotion


mempertahankan kelembaban kulit danminyak/baby oil pada dera
perawatan alami tertekan

 Monitor aktivitas
mobilisasi pasien

 Monitor status nutrisi p

 Memandikan pasien
sabun dan air hangat

5 Risiko infeksi b/dNOC : NIC :


ketidakadekuatan pertahanan
primer (kerusakan kulit, Immune Status Infection Control (
taruma jaringan lunak, Risk control infeksi)
prosedur invasif/traksi tulang)  Bersihkan lingkungan
dipakai pasien lain
Kriteria Hasil :  Pertahankan teknik isola
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
 Menunjukkan kemampuan untuk Batasi pengunjung bila p
mencegah timbulnya infeksi
 Instruksikan pada peng
 Jumlah leukosit dalam batas normal untuk mencuci tangan
berkunjung dan
 Menunjukkan perilaku hidup sehat berkunjung meninggalkan

 Gunakan sabun antim


untuk cuci tangan

 Cuci tangan setiap s


dan sesudah tindakan kper

 Gunakan baju, sarung


sebagai alat pelindung

 Pertahankan ling
aseptik selama pemasangan

 Ganti letak IV perifer d


central dan dressing
dengan petunjuk umum

 Gunakan kateter int


untuk menurunkan
kandung kencing

 Tingktkan intake nutris

 Berikan terapi antibio


perlu

Infection Protection (p
terhadap infeksi)

 Monitor tanda dan


infeksi sistemik dan lokal

 Monitor hitung gra


WBC

 Monitor kerentanan te
infeksi

 Batasi pengunjung

 Saring pengunjung te
penyakit menular
 Partahankan teknik
pada pasien yang beresiko

 Pertahankan teknik isol

 Berikan perawatan kuli


area epidema

 Inspeksi kulit dan m


mukosa terhadap kem
panas, drainase

 Ispeksi kondisi luka


bedah

 Dorong masukkan nutri


cukup

 Dorong masukan cairan

 Dorong istirahat

 Instruksikan pasien
minum antibiotik sesuai re

 Ajarkan pasien dan k


tanda dan gejala infeksi

 Ajarkan cara meng


infeksi

 Laporkan kecurigaan in

 Laporkan kultur positif

6 Kurang pengetahuan tentangNOC : NIC :


kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan b/d Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
kurang terpajan atau salah Kowledge : health Behavior  Berikan penilaian
interpretasi terhadap tingkat pengetahuan
informasi, keterbatasanKriteria Hasil : tentang proses penyakit
kognitif, kurang
 Pasien dan keluarga menyatakanspesifik
akurat/lengkapnya informasi
pemahaman tentang penyakit, kondisi, Jelaskan patofisiolog
yang ada
prognosis dan program pengobatan penyakit dan bagaimana
 Pasien dan keluarga mampuberhubungan dengan anato
melaksanakan prosedur yang dijelaskan
secara benar fisiologi, dengan cara yang

 Pasien dan keluarga mampu menjelaskan Gambarkan tanda dan


kembali apa yang dijelaskan perawat/timyang biasa muncul pada pe
kesehatan lainnya dengan cara yang tepat

 Gambarkan proses pe
dengan cara yang tepat

 Identifikasi kemun
penyebab, dengna cara yan

 Sediakan informasi
pasien tentang kondisi,
cara yang tepat

 Hindari harapan yang k

 Sediakan bagi keluarg


SO informasi tentang ke
pasien dengan cara yang te

 Diskusikan perubahan
hidup yang mungkin dip
untuk mencegah kompli
masa yang akan datang d
proses pengontrolan penya

 Diskusikan pilihan tera


penanganan

 Dukung pasien
mengeksplorasi
mendapatkan second
dengan cara yang tepa
diindikasikan

 Eksplorasi kemun
sumber atau dukungan,
cara yang tepat

 Rujuk pasien pada gru


agensi di komunitas lokal,
cara yang tepat

 Instruksikan pasien m
tanda dan gejala
melaporkan pada p
perawatan kesehatan, deng
yang tepat

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di


Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai