Anda di halaman 1dari 18

KEKERASAN PADA ANAK DAN REMAJA

KEPERAWATAN KES.JIWA 2
NAMA KELOMPOK :

1. Sheilla Soleha
2. Lala Andini
3. Hana Syazzida Farha
4. Krisnawati Zega
5. Merry Cristin
6. Siti Nurhayati
7. M.Nasrullah
KEKERASAN PADA ANAK

Perilaku kekerasan adalah salah satu respons marah yang diespresikan dengan melakukan ancaman,
mencederai orang lain, dan merusak lingkungan. Respons ini dapat menimbulkan kerugian baik bagi diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan (Keliat,dkk, 2011).Kekerasan merupakan perilaku yang tidak sah atau
perlakuan yang salah. Kekerasan dapat diartikan sebagai perbuatan yang menyebabkan cedera atau matinya
orang lain dan menyebabkan kerusakan fisik pada orang lain.
Kekerasan terhadap anak adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, mental, seksual, psikologis, termasuk penelantaran dan perlakuan buruk yang
mengancam integritas tubuh dan merendahkan martabat anak yang dilakukan oleh pihak-pihak yang seharusnya
bertanggung jawab atas anak tersebut atau mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang seharusnya
dapat dipercaya, misalnya orang tua, keluarga dekat, guru, dan pendamping (Erlinda. M.Pd.,2016)
Perilaku kekerasan terhadap anak merupakan perilaku yang tidak semestinya terjadi pada anak karena tindakan
tersebut adalah tindakan yang dengan sengaja menyakiti secara fisik maupun psikis.
ETIOLOGI KEKERASAN PADA
ANAK
Stress, cemas, harga diri rendah, dan bermasalah dapat menimbulkan
marah. Respon terhadap marah dapat di ekspresikan secara eksternal
maupun internal. Secara eksternal ekspresi marah dapat berupa
perilaku konstruktif maupun destruktif. Mengekspresikan rasa marah
dengan kata-kata yang dapat di mengerti dan diterima tanpa menyakiti
hati orang lain. Selain memberikan rasa lega, ketegangan akan
menurun dan akhirnya perasaan marah dapat teratasi. Rasa marah
diekspresikan secara destrukrtif, misalnya dengan perilaku agresif,
menantang biasanya cara tersebut justru menjadikan masalah
berkepanjangan dan dapat menimbulkan amuk yang di tunjukan pada
diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Yosep, 2011).
Perilaku yang submisif seperti menekan perasaan marah karena
merasa tidak kuat, individu akan berpura-pura tidak marah atau
melarikan diri dari rasa marahnya, sehingga rasa marah tidak
terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan
yang lama, pada suatu saat dapat menimbulkan rasa bermusuhan yang
lama, dan pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan yang
destruktif yang ditujukan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
(Dermawan & Rusdi, 2013).
DAMPAK KEKERASAN PADA ANAK

Sandakan kekerasan yang dialami anak-anak sesungguhnya adalah perlakuan yang senantiasa menjadi mimpi buruk
yang tak pernah hilang dari benak anak yang menjadi korban.Kekerasan juga terbukti memiliki dampak jangka
panjang karena cenderung tersimpan dalam ingatan dan ditekan dalam dunia bawah sadar, namun mewarnai kehidupan
anak seterusnya (Resha, 2015). .Beberapa contoh dampaknya adalah sebagai berikut :
1. Harga diri negative dan anak akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak percaya diri
2. Prestasi cenderung tidak tingg
3. Gangguan perilaku : ada yang externalizing (agresif, pemarah, berontak, dan sebagainya), namun tak kurang pula
yang internalizing (depresi, pendiam, menutup diri)
4. Gangguan penyesuaian diri dan umumnya kurang mampu mengemangkan hubungan yang baik dengan pihak
otoritas
5. Bersikap positif terhadap kekerasan dan menganggapi kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah yang baik
untuk dilakukan
6. Cenderung menjadi pelaku kekerasan di kemudian hari
7. Khusus untuk kekerasan seksual : selain beberapa dampak di atas , kemungkinan juga terjadi gangguan hubungan
lawan jenis dan lebih cenderung mengalami gangguan perilaku internalizing.
DAMPAK KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK

Sandakan kekerasan seksual pada anak membawa dampak emosional dan fisik kepada korbannya. Secara
emosional, anak sebagai korban kekerasan seksual mengalami stress, depresi, goncangan jiwa, adanya perasaan
bersalah dan menyalahkan diri sendiri, rasa takut berhubungan dengan orang lain, bayangan kejadian dimana
anak menerima kekerasan seksual, mimpi buruk, insomnia, ketakutan dengan hal yang berhubungan dengan
penyalahgunaan termasuk benda, bau, tempat, kunjungan dokter, masalah harga diri, disfungsi seksual, sakit
kronis, kecanduan, keinginan bunuh diri, keluhan somatik, dan kehamilan yang tidak diinginkan.
Selain itu muncul gangguan-gangguan psikologis seperti pasca-trauma stress disorder, kecemasan, penyakit
jiwa lain termasuk gangguan kepribadian dan gangguan identitas disosiatif, kecenderungan untuk reviktimisasi
di masa dewasa, bulimia nervosa, bahkan adanya cedera fisik kepada anak (Levitan et al, 2003; Messman-
Moore, Terri Patricia, 2000; Dinwiddie et al, 2000).
Secara fisik, korban mengalami penurunan nafsu makan, sulit tidur, sakit kepala, tidak nyaman di sekitar
vagina atau alat kelamin, berisiko tertular penyakit menular seksual, luka di tubuh akibat perkosaan dengan
kekerasan, kehamilan yang tidak diinginkan dan lainnya.
FAKTOR KEKERASAN PADA ANAK

FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi
perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
 Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frutasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditilak, dihina, dianiaya.
 Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
 Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan
seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive).
 Bioneurologis
Banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan (Prabowo, 2014).
FAKTOR KEKERASAN PADA ANAK
FAKTOR PRESIPITAS
Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi pasien seperti ini
kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku
kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan
orang yang dicintainya atau pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain interaksi yang profokatif dan konflik
dapat pula memicu perilaku kekerasan (Prabowo, 2014)
FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KEKERASAN
Faktor Preedisposisi
 Faktor psikologi
1. Terjadi asumsi, seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang
memotivasi perilaku kekerasan.
2. Berdasarkan pengunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang tidak menyenangkan dan frustasi.
3. Adanya kekerasan rumah tangga, keluarga, dan lingkungan.
 Faktor Biologis
Berdasarkan teori biologi, ada beberapa yang mempengaruhi perilaku kekerasan:
1. Beragam komponen sistem neurologis mempunyai implikasi dalam menfasilitasi dan menghambat impuls agresif.
2. Peningkatan hormon adrogen dan norefineprin serta penurunan serotin pada cairan serebro spinal merupakan faktor
predisposisi penting menyebabkan timbulnya perilaku agresif seseorang.
Lanjutan

Factor Biologis
Berdasarkan teori biologi, ada beberapa yang mempengaruhi
perilaku kekerasan:
1. Beragam komponen sistem neurologis mempunyai implikasi
dalam menfasilitasi dan menghambat impuls agresif.
2. Peningkatan hormon adrogen dan norefineprin serta
penurunan serotin pada cairan serebro spinal merupakan
faktor predisposisi penting menyebabkan timbulnya perilaku
agresif seseorang.
3. Gangguan otak, sindrom otak genetik berhubungan dengan
berbagai gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada
limbic dan lobus temporal), kerusakan organ otak, retardasi
terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan perilaku
kekerasan.
Faktor Sosial Budaya
Norma merupakan kontrol masyarakat pada kekerasan. Hal
ini mendefinisikan ekspresi perilaku kekerasan yang diterima
atau tidak diterima akan menimbulkan sanksi. Budaya
dimasyarakat dapat mempengaruhi perilaku kekerasan
Faktor Presipitasi
1. Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa
terancam, baik berupa injuri secara fisik, psikis atau
ancaman konsep diri. Beberapa faktor perilaku kekerasan
sebagai berikut:
2. Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan,
kehidupan yang penuh agresif, dan masa lalu yang tidak
menyenangkan.
3. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang
berarti, merasa terancam baik internal maupun eksternal.
4. Lingkungan : panas, padat, dan bising.
TANDA DAN GEJALA BENTUK KEKERASAN
PERILAKU KEKERASAN PADA ANAK

Untuk mendapatkan data perilaku kekerasan, perawat harus


melakukan observasi terhadap tanda dan gejala perilaku
klien sebagai berikut (Yusuf,2015): 1. Kekerasan Secara Fisik
 Emosi : Perasaan tidak adekuat, tidak aman, marah
2. Kekerasan Secara Emosional
(dendam) dan jengkel 3. Kekerasan Secara Seksual
 Intelektual : Mendominasi, bawel, sarkasme,
4. Penelantaran Anak
berdebatdan meremehkan 5. Kekerasan Anaka Secara Psikis
6. Kekerasan Anak secara Sosial
 Fisik : Muka merah, pandangan tajam, napas pendek,
keringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat dan tekanan
darah meningkat
 Spritual : Kemahakuasaan, kebijakan/kebenaran diri,
keraguan, tidak bermoral, kebejatan, kreativitas
terlambat
 Sosial seperti : Menarik diri, pengasingan, penolakan,
kekerasan, ejekan, humor
ASKEP KEKERASAN PADA ANAK

PENGKAJIAN
Berdasarkan dari Nurhalimah, 2016 konsep asuhan keperawatan sebagai
berikut:
Identitas Klien
Identitas klien yang perlu ditulis adalah nama klien, jenis kelamin, umur (biasanya pada usia produktif), pendidikan (segala jenis/tingkat
pendidikan berisiko perilaku kekerasan), pekerjaan (tingkat keseriusan/tuntutan dalam perkerjaannya dapat menimbulkan masalah), status (belum
menikah, menikah atau bercerai), alamat, kemudian nama perawat.
Alasan masuk rumah sakit dan faktor prespitasi
Faktor yang membuat klien melakukan perilaku kekerasan.
Faktor Predisposisi
Hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku kekerasan klien, baik dari pasien, keluarga, maupun lingkungan (Nurhalimah,
2016).
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : klien dengan resiko perilaku kekerasan biasanya muka merah, pandangan tajam, sakit fisik, napas pendek, yang
menyebabkan perubahan memori, kognitif, alam perasaan dan kesadaran.
2. Tanda-tanda vital
3. Tekanan darah : hipertensi/normal
4. Nadi : normal atau tidak
5. Suhu : meningkat/normal
6. Pernapasan : napas pendek
7. Berat badan : mengalami penurunan akibat nafsu makan menurun
Keluhan fisik : muka merah, pandangan tajam
Psikososial
Genogram
Genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan hubungan klien dan keluarga.
Konsep Diri
Citra diri : klien tubuhnya baik-baik saja
Identitas : klien kurang puas terhadap dirinya
Peran : klien anak keberapa dari berapa saudara
Ideal diri : klien menginginkan keluarhga dan orang lain menghargainya
Harga diri : kurangnya penghargaan keluarga terhadap perannya

Hubungan Sosial : Marah-marah, bersikap tidak ramah, kasar terhadap keluarga lainnya.
Status Mental
Penampilan : Tidak rapi, tidak sesuai dan cara berpakaian tidak seperti biasanya.
Pembicaran : Kaji cara bicara klien apakah cepat, keras, gagap, apatis, lambat dan
membisu.
 Aktivitas Motorik Lesu, gangguan kesadaran, selisah, gerakan otot muka yang berubah-ubah tidak dapat dikontrol.
 Afek dan Emosi
Afek : tumpul (datar) dikarenakan terjadi penurunan kesadaran
Emosi : klien dengan resiko perilaku kekerasan biasanya memiliki emosi yang tinggi.
 IntPersepsieraksi Selama Wawancara Kontak mata kurang, cepat tersinggung, dan biasanya klien akan menunjukan curiga
 Persepsi
Biasanya klien suka emosi.
 Proses Pikir
Akibat perilaku kekrasan klien mengalami penurunan kesadaran.
 Tingkat Kesadaran
Menunjukan perilaku kekerasan
 Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Secara umum klien perilaku kekerasan mengalami penurunan konsentrasi dan penurunan berhitung
 Kamampuan Penilaian
Penurunan kemampuan penilaian.
 Daya Tarik Diri
Apakah mengingkari penyakit yang diderita atau menyalahkan hal-hal diluar dirinya.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut (Direja, 2011) Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan mencederai diri sendiri.
1. Definisi Berisiko membahayakan secara fisik, emosi dan atau seksual pada diri sendiri atau orang lain.
2. Faktor Risiko Pemikiran waham atau delusi
3. Curiga pada orang lain
4. Halusinasi
5. Kerusakan kognitif
6. Kerusakan kontrol implus
7. Persepsi pada lingkungan tidak akurat
8. Alam perasaan depresi
9. Riwayat kekerasan pada hewan
10. Lingkungan tidak teratur
11. Penganiayaan atau pengabaian anak
TERKAIT KONDISI KLINIS

1. Penganiayaan fisik, psikologis atau seksual


2. Gangguan perilaku
3. Depresi
4. Serangan panik
5. Demensia
6. Halusinasi
7. Upaya bunuh diri
INTERVENSI KEPERAWATAN

 Tujuan Khusus I: Klien dapat mengidentifikasikan penyebab perilaku kekerasan


Kriteria Hasil :
 Klien dapat mengungkapkan perasaannya
 Klien dapat menceritakan penyebab perasaan marah baik dari diri sendiri maupun orang lain
Intervensi :
1. Bantu klien mengungkapkan perasaan marahnya
2. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan marahnya
3. Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau kesal
4. Motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa marahnya
5. Dengarkan tanpa menyela atau menberikan penilaian setiap ungkapan perasaan
Implementasi Evaluasi

Implementasi adalah fase ketika perawat


mengimplementasikan intervensi Evaluasi adalah pengukuran keefektifan
keperawatan. Implementasi terdiri atas pengkajian, diagnosis, perencanaan, dan
melakukan dan mendokumentasikan implementasi. Langkah-langkah dalam
tindakan yang merupakan tindakan mengevaluasi asuhan keperawatan
keperawatan khusus yang diperlukan adalah menganalisis respons klien,
untuk melaksanakan intervensi. Perawat mengidentifikasi faktor yang
melaksanakan tindakan keperawatan berkontribusi terhadap keberhasilan
untuk intervensi yang disusun dengan atau kegagalan dan perencanaan untuk
mencacat tindakan keperawatan dan asuhan keperawatan di masa depan
respon klien terhadap tindakan tersebut (Rosdahl dan Kowalski, 2014
(Kozier, et al. 2010).

Anda mungkin juga menyukai