Anda di halaman 1dari 12

Volume 08 Nomor 03 Tahun 2021, Character: Jurnal Penelitian Psikologi

PERBEDAAN KEKERASAN PSIKOLOGIS YANG DIALAMI DALAM RELASI ROMANTIS


DITINJAU DARI GAYA KELEKATAN

Ananda Rezky Dwicahyani


Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, UNESA. ananda.17010664191@mhs.unesa.ac.id

Yohana Wuri Satwika


Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, UNESA. yohanasatwika@unesa.ac.id

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kekerasan psikologis yang dialami dalam relasi
romantis ditinjau dari gaya kelekatan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif
komparasi. Teknik pengambilan sampel yaitu dengan purposive sampling. Partisipan pada penelitian ini
yaitu mahasiswa yang berkuliah di Surabaya, berada dalam relasi romantis, dan pernah atau sedang
mengalami kekerasan psikologis. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 320 orang. Teknik pengambilan
data pada penelitian ini menggunakan instrumen yaitu pengalaman kekerasan psikologis dan gaya
kelekatan. Data yang diperoleh dianalisis dengan bantuan SPSS 25.0 for Windows. Teknik analisis data
yang digunakan adalah Uji Kruskal Wallis. Hasil Uji Kruskal Wallis menunjukkan nilai signifikansi
sebesar 0,000 < 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara kekerasan
psikologis yang dialami dalam relasi romantis ditinjau dari gaya kelekatan.
Kata Kunci: kekerasan dalam relasi romantis, korban kekerasan psikologis, gaya kelekatan

Abstract
This study aimed to determine the differences of psychological violence that experienced in a
relationship in terms of the attachment style. This study used quantitative comparative method. The
sampling technique was purposive sampling. Participants in this study were college students in
Surabaya, has a romantic relationship with someone else, and ever got a psychological violence. The
data collected in this study by instruments, such as psychological dating violence experience and
attachment style.The participants in this study were 320 people. The collected data were analyzed by
using SPSS 25.0 for Windows. The data analysis technique was Kruskal Wallis Test. The result of the
Kruskal Wallis Test showed a significance value 0,000 < 0,05. The result showed that there were
differences in being victims of psychological dating violence in terms of the attachment style.
Keywords: intimate partner violence, psychological violence victim, attachment style

disebut sebagai beranjak dewasa atau emerging adulthood


PENDAHULUAN (Arnet dalam Santrock, 2012b). Pada masa beranjak
Kekerasan pasangan intim (intimate partner dewasa ini, individu akan dihadapkan pada berbagai tugas
violence) merupakan permasalahan global yang terjadi di dan tuntutan yang berbeda dari masa sebelumnya, salah
segala keadaan dan berbagai kelompok sosioekonomi, satunya yaitu menjalin relasi romantis yang lebih serius
serta ditandai dengan kekerasan yang menyebabkan dengan individu lain.
dampak psikologis, fisik, dan seksual pada korbannya Individu yang menjalin relasi romantis dengan
(World Health Organization, 2012). Umumnya, kekerasan individu lain merupakan suatu hal yang diperlukan, supaya
pasangan intim diidentifikasi dan diteliti dalam relasi yang tugas perkembangan pada tahap selanjutnya maupun
formal seperti pernikahan. Namun saat ini para peneliti kesejahteraan diri individu tidak terganggu (Santrock,
menyatakan bahwa kekerasan pasangan intim juga dapat 2012b). Namun, tidak semua relasi romantis yang dijalani
terjadi pada individu remaja dan dewasa yang belum oleh individu dapat berpengaruh positif kepada dirinya.
menikah (Duval, Lanning, & Patterson, 2020). Relasi romantis yang tidak berjalan dengan baik dapat
Mahasiswa termasuk ke dalam masa remaja akhir memberikan pengaruh negatif kepada salah satu maupun
dan dewasa awal dengan rentang usia 18-25 tahun kedua belah pihak. Bahkan, dalam suatu relasi romantis
(Hulukati & Djibran, 2018). Hal ini merupakan masa dapat terjadi kekerasan baik hal tersebut disengaja maupun
transisi dari remaja akhir menuju dewasa awal yang tidak disengaja. Kekerasan ini disebut dengan kekerasan

181
Perbedaan Kekerasan Psikologis yang Dialami dalam Relasi Romantis Ditinjau dari Gaya Kelekatan

dalam relasi romantis atau kekerasan dalam pacaran pasangannya. Sedangkan satu mahasiswa atau 5% sama
(KDP). sekali tidak melakukan kekerasan psikologis kepada
Terdapat beberapa bentuk KDP yaitu kekerasan pasangannya. Sejumlah 16 mahasiswa atau 80%
fisik, psikologis, seksual, dan ekonomi (Komnas melakukan kekerasan psikologis kepada pasangannya
Perempuan, 2020). Berdasarkan data survey WHO (World dalam kategori rendah. Sejumlah tiga mahasiswa atau 15%
Health Organization) yang dilakukan di 10 negara, melakukan kekerasan psikologis kepada pasangannya
hasilnya menunjukkan bahwa 13-61% wanita mengalami dalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa
kekerasan fisik, 4-49% mengalami kekerasan fisik yang mahasiswa dapat menjadi pelaku kekerasan psikologis
fatal, 6-59% mengalami kekerasan seksual, dan 20-75% kepada pasangannya.
mengalami kekerasan psikologis (World Health Hasil studi pendahuluan juga menunjukkan
Organization, 2012). Perilaku KDP ditemukan dalam bahwa terdapat 18 dari 20 atau 90% mahasiswa menjadi
rentang 17%-45% pada 33 universitas di 17 negara (Straus korban kekerasan psikologis oleh pasangannya.
dalam Tussey, Tyler, & Simons, 2018). Selain itu, Sedangkan dua mahasiswa atau 10% sama sekali tidak
sebanyak 43% mahasiswi di Amerika Serikat mengalami mendapat kekerasan psikologis dari pasangannya.
kekerasan dalam relasi romantis (National Coalition Sejumlah 13 mahasiswa atau sekitar 65% mengalami
Against Domestic Violence, 2015). Sebanyak 48,4% kekerasan psikologis oleh pasangannya dalam kategori
wanita dan 48,8% pria di Amerika Serikat juga mengalami rendah. Sejumlah lima mahasiswa atau sekitar 25%
satu kekerasan psikologis yang dilakukan oleh mengalami kekerasan psikologis oleh pasangannya dalam
pasangannya (Breiding, Chen, & Black, 2014). Di Asia, kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa
kekerasan yang dialami wanita oleh pasangannya berada dapat menjadi korban kekerasan psikologis oleh
dalam rentang 16-55% (Yoshihama, Dabby, & Luo, pasangannya. Dari kedua hasil studi pendahuluan yang
2020). telah dilakukan menunjukkan bahwa mahasiswa yang
Di Indonesia, dalam Catatan Tahunan Komisi mendapat kekerasan psikologis dari pasangannya dalam
Nasional Perempuan (CATAHU Komnas Perempuan) kategori sedang lebih banyak dibandingkan mahasiswa
tahun 2020 menunjukkan bahwa KDP berada di peringkat yang melakukan kekerasan psikologis pada pasangannya,
ketiga dalam kekerasan terhadap perempuan dalam ranah sehingga peneliti memilih untuk meneliti mengenai
personal dengan jumlah 1.815 dari total 11.105 kasus. korban kekerasan psikologis.
Sedangkan, dalam CATAHU Komnas Perempuan tahun Berdasarkan fenomena dan studi pendahuluan di
2021 menunjukkan bahwa KDP berada di peringkat kedua atas, kekerasan psikologis merupakan bentuk kekerasan
dengan jumlah 1.309 dari total 6.480 kasus. Menurut Pusat yang sering terjadi dalam KDP. Hal tersebut selaras
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak dengan pernyataan Moreno-Manso, Blázquez-Alonso,
(P2TP2A) dan Komnas Perempuan menyatakan bahwa García-Baamonde, Guerrero-Barona, dan Pozueco-
selama pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) pada Romero (2014) yaitu kekerasan psikologis lebih sering
bulan Maret-Juli 2020, kekerasan terhadap perempuan terjadi di dalam suatu relasi romantis, namun lebih sulit
meningkat 75% dengan total 14.719 kasus dan 2.123 kasus untuk diamati dibandingkan kekerasan yang lain. Hal
di antaranya merupakan kekerasan psikologis (Safitri, tersebut disebabkan luka yang dialami oleh korban tidak
2020). terlihat dan lebih susah diamati, sehingga akan lebih sulit
Angka kasus kekerasan terhadap perempuan di untuk ditinjau. Kurangnya perhatian yang diberikan
Surabaya merupakan yang tertinggi berdasarkan Catatan terhadap kekerasan psikologis dalam relasi romantis ini
Tahunan Savy Amira 2019, dengan jumlah 42 dari total 62 dapat menyebabkan sebagian masyarakat tidak memahami
kasus yang ditangani. Kasus kekerasan tersebut sebagian mengenai bentuk maupun dampak dari adanya kekerasan
besar didominasi oleh kasus kekerasan dalam ranah psikologis dalam relasi romantis.
personal, dengan KDP sebagai kasus tertinggi sejumlah 21 Kekerasan psikologis dalam relasi romantis
dari 62 kasus. Sedangkan berdasarkan jenis kekerasannya, didefinisikan sebagai perilaku yang mengontrol dan
jenis kekerasan yang paling banyak adalah kekerasan memaksa, termasuk mengisolasi pasangan dari orang lain,
psikologis dengan persentase 47,54%. merendahkan dan mendominasi pasangan, dan
Berdasakan fenomena tersebut, peneliti juga memberikan kritik, ancaman, dan agresi verbal secara
melakukan studi pendahuluan kepada 20 mahasiswa yang berulang (O’Leary dalam Gormley & Lopez, 2010).
berkuliah di Surabaya. Studi pendahuluan dibagi menjadi Shorey, Febres, Brasfield, dan Stuart (2012) juga
dua yaitu untuk mengetahui perilaku kekerasan psikologis mendefinisikan kekerasan psikologis sebagai sekumpulan
dan pengalaman kekerasan psikologis oleh mahasiswa. tindakan yang bertujuan untuk menghina, mengintimidasi,
Hasilnya menunjukkan terdapat 19 dari 20 atau 95% mengancam, mendominasi, atau mengontrol pasangannya,
mahasiswa yang melakukan kekerasan psikologis kepada namun tidak sampai melakukan agresi secara fisik.

182
Volume 08 Nomor 03 Tahun 2021, Character: Jurnal Penelitian Psikologi

Penelitian ini berfokus pada kekerasan psikologis yang Moreno-Manso, Blázquez-Alonso, Sanchez, & Guerrero-
dialami dalam relasi romantis, dalam hal ini yaitu individu Barona, 2011).
yang mendapatkan perilaku dari pasangannya berupa Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
dikontrol, dipaksa, diancam, diintimidasi, direndahkan, individu mengalami kekerasan psikologis dalam relasi
dan diberi agresi secara verbal namun tidak sampai pada romantis yaitu hubungan interpersonal antara individu
agresi fisik. dengan teman sebayanya dan hubungan interpersonal
Terdapat bentuk-bentuk kekerasan dalam relasi individu dengan keluarganya dalam hal ini yaitu gaya
romantis yang disusun oleh Wolfe, Scott, Reitzel-Jaffe, kelekatan (Hébert, Daspe, Lapierre, Godbout, Blais,
Wekerle, Grasley, dan Straatman (2001), yaitu perilaku Fernet, & Lavoie, 2019). Bonache, Gonzalez-Mendez, dan
mengancam, agresi relasi, kekerasan fisik, kekerasan Krahé (2016) juga menyampaikan faktor yang
seksual, dan verbal emosional. Dalam bentuk-bentuk mempengaruhi seseorang menjadi korban kekerasan
kekerasan tersebut, tiga di antaranya merupakan bentuk psikologis yaitu gaya kelekatan dan gaya resolusi konflik
kekerasan psikologis yaitu perilaku mengancam, agresi individu. Maka dapat disimpulkan bahwa gaya kelekatan
relasi, dan juga verbal emosional. Perilaku mengancam individu merupakan faktor yang penting.
merupakan perilaku individu yang membuat pasangannya Kelekatan berasal dari internal working models
merasa terancam atau takut pada dirinya. Agresi relasi yang terbentuk di masa awal bayi tentang pandangan
merupakan perilaku individu dengan tujuan mengontrol terhadap diri dan orang lain (Mikulincer & Shaver, 2012).
kehidupan sosial atau merusak hubungan antara dirinya Bowlby menyatakan bahwa kelekatan merupakan ikatan
dengan pasangan, maupun antara pasangannya dengan emosional yang kuat antara bayi dengan orangtua
individu lainnya. Kekerasan verbal emosional merupakan (caregiver) atau disebut sebagai figur lekat (dalam
perilaku kekerasan yang dilakukan oleh individu, berupa Mikulincer & Shaver, 2012). Interaksi dengan figur lekat
menuduh, menjadikan bahan ejekan atau tertawaan, dimulai dari masa bayi hingga dewasa untuk mencari
membawa permasalahan di masa lalu, hinaan, serta kedekatan dengan individu lain ketika dibutuhkan.
sengaja membuat pasangannya marah atau cemburu Bowlby menyatakan hal tersebut bertujuan untuk
dengan tujuan menyakiti perasaan pasangannya. mendapat perhatian dan perlindungan yang cukup
Kekerasan psikologis dalam relasi romantis sehingga membentuk pengertian yang subjektif terkait
menimbulkan berbagai dampak pada korbannya, di keselamatan dan keamanan individu, terutama ketika
antaranya yaitu kesehatan mental korban, kepuasan individu berada dalam tekanan (dalam Mikulincer &
hubungan, kondisi fisik, fungsi kognitif, insomnia, Shaver, 2012).
keinginan bunuh diri, konsumsi alkohol, dan menurunnya Kelekatan merupakan hal yang paling krusial di
self-esteem korban (Lawrence, Orengo-Aguayo, Langer, masa awal bayi, meski seseorang dapat berkembang untuk
& Brock, 2012). Selain itu, kekerasan psikologis juga mendapat kenyamanan dan keamanannya sendiri yang
dapat meningkatkan gejala Post-traumatic Stress Disorder sebelumnya didapat dari figur lekatnya, tidak ada seorang
(PTSD) dan stres akut pada korbannya (Lagdon, Armour, individu yang dapat hidup tanpa bergantung dengan
& Stringer, 2014). individu lain (Mikulincer & Shaver, 2012). Oleh karena
Dalam suatu relasi romantis, baik laki-laki dan itu, kelekatan akan terus bertahan sepanjang masa hidup
perempuan dapat menjadi korban maupun pelaku individu. Individu remaja dan dewasa akan membentuk
kekerasan. Laki-laki cenderung menjadi pelaku kekerasan kelekatan dengan figur lekat selain orangtuanya, seperti
dalam relasi romantis, sedangkan perempuan cenderung sahabat, pasangan, atau pelatihnya untuk mendapat rasa
menjadi korban kekerasan (Reyes, Foshee, Niolon, Reidy, cinta, dorongan, serta dukungan ketika dibutuhkan, dan
& Hall, 2016). Namun, terdapat beberapa penelitian yang akan merasa sedih ketika dipisahkan terutama oleh
menunjukkan bahwa perempuan juga menjadi pelaku kematian (Bowlby, Shaver & Fraley dalam Mikulincer &
kekerasan dalam relasi romantis, di mana tingkat Shaver, 2012). Hal tersebut dapat mempengaruhi
kekerasan yang dilakukan cenderung serupa atau bahkan bagaimana kognisi, afeksi, dan perilaku seseorang yang
lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilakukan oleh dapat dilihat melalui perbedaan gaya kelekatan pada
laki-laki (Moreno-Manso, Blázquez-Alonso, Sanchez, & individu. Gaya kelekatan ini dapat berpengaruh terhadap
Guerrero-Barona, 2011). Berdasarkan penelitian tersebut bagaimana perilaku individu berada dalam relasi
didapatkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan romantisnya (Bonache, Gonzalez-Mendez, & Krahé,
memiliki kecenderungan untuk menjadi pelaku kekerasan 2017).
dalam relasi romantis. Kecenderungan tersebut Bartholomew dan Horowitz (1991) menyusun
disebabkan oleh kemarahan maupun hubungan yang tidak gaya kelekatan untuk orang dewasa berdasarkan teori
seimbang di antara kedua belah pihak (Taft dalam Bowlby. Teori tersebut menekankan bahwa individu
memiliki penekanan yang berbeda yaitu terhadap dirinya

183
Perbedaan Kekerasan Psikologis yang Dialami dalam Relasi Romantis Ditinjau dari Gaya Kelekatan

sendiri (model of self) dan orang lain (model of others). penelitian ini akan menjelaskan perbedaan kekerasan
Gaya kelekatan tersebut di antaranya yaitu gaya kelekatan psikologis dalam relasi romantis yang dialami oleh
aman (secure attachment style), ditandai dengan individu mahasiswa ditinjau dari gaya kelekatannya. Populasi
yang merasa nyaman dengan kedekatan dan mandiri. Gaya dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang berkuliah di
kelekatan terpreokupasi (preoccupied attachment style), Surabaya. Penelitian ini menggunakan teknik
ditandai dengan individu yang sibuk dalam relasi pengambilan sampel purposive sampling. Adapun kriteria
romantisnya dan berusaha keras untuk diterima oleh subjek dalam penelitian ini yaitu mahasiswa yang
pasangannya. Gaya kelekatan menolak-menghindar berkuliah di Surabaya, sedang berada dalam relasi
(dismissive-avoidant attachment style), ditandai dengan romantis, dan pernah atau sedang mengalami kekerasan
individu yang menghindari kedekatan dan psikologis dalam relasi romantis.
mempertahankan rasa independen yang dimilikinya. Penelitian dilaksanakan secara daring (online)
Terakhir, gaya kelekatan takut-menghindar (fearful- dengan menggunakan platform Google Forms. Dalam
avoidant attachment style), ditandai dengan individu yang penelitian ini skala kekerasan psikologis dalam relasi
merasa takut akan kedekatan dan menghindar dari romantis disusun berdasarkan teori dari Wolfe, Scott,
hubungan sosial. Reitzel-Jaffe, Wekerle, Grasley, dan Straatman (2001).
Terdapat penelitian terdahulu mengenai korban Salah satu contoh aitem dari skala pengalaman kekerasan
kekerasan psikologis dalam relasi romantis dengan gaya psikologis dalam relasi romantis yaitu “Pacar saya
kelekatan tidak aman pada remaja. Penelitian tersebut meminta segala akses pada media sosial saya”. Skala gaya
dilakukan oleh Andayu, Rizkyanti, dan Kusumawardhani kelekatan romantis dewasa disusun berdasarkan teori dari
(2019) bertujuan untuk mengetahui apakah kelekatan tidak Bartholomew dan Horowitz (1991). Contoh aitem pada
aman dapat mempengaruhi kerentanan remaja perempuan skala gaya kelekatan yaitu “Saya merasa nyaman berada
menjadi korban kekerasan psikologis dalam relasi di dekat pacar saya” untuk gaya kelekatan aman, “Saya
romantis. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sangat bergantung pada pacar saya” untuk gaya kelekatan
remaja dengan kelekatan tidak aman rentan menjadi terpreokupasi, “Saya tidak membutuhkan pacar saya untuk
korban kekerasan psikologis dalam relasi romantis. selalu ada bagi saya” untuk gaya kelekatan menolak-
Penelitian lain pada umumnya mengenai gaya kelekatan menghindar, dan “Saya takut merasa sakit hati jika terlalu
dengan kekerasan dalam pacaran (KDP) secara umum dekat dengan pacar saya” untuk gaya kelekatan takut-
pada remaja. Hal ini seperti penelitian yang dilakukan oleh menghindar. Kedua skala dalam penelitian ini
Trifiani dan Margaretha (2012) menunjukkan bahwa menggunakan Skala Likert Modifikasi, yang terdiri atas
remaja dengan kelekatan cemas diprediksi cenderung empat opsi jawaban yaitu “Sangat Sesuai”, “Sesuai”,
melakukan perilaku KDP terhadap pasangannya, meski “Tidak Sesuai”, dan “Sangat Tidak Sesuai”
secara statistik prediksinya lemah. Sedangkan pada remaja Penelitian ini menggunakan skala pengalaman
dengan kelekatan menghindar masih belum jelas kekerasan psikologis dalam relasi romantis dan skala gaya
diketahui. kelekatan dewasa yang terbukti valid dan reliabel.
Peneliti melihat adanya keterbatasan dalam Koefisien reliabilitas pada skala pengalaman kekerasan
penelitian mengenai kekerasan psikologis yang dialami psikologis dalam relasi romantis yaitu 0,951. Skala gaya
dalam relasi romantis ditinjau dari gaya kelekatan, kelekatan dalam penelitian ini, reliabilitas keseluruhan
sehingga peneliti tertarik untuk meneliti hal tersebut. skala akan diuji menggunakan koefisien alpha berstrata
Peneliti merasa bahwa penelitian ini perlu dilakukan untuk (Alpha Stratified). Koefisien alpha berstrata tepat untuk
memberikan informasi serta pandangan yang baru bagi digunakan pada kasus skala multidimensi (Widhiarso,
masyarakat mengenai kekerasan psikologis yang dapat 2009). Berikut merupakan hasil reliabilitas skala gaya
dialami oleh individu dalam relasi romantis dan gaya kelekatan :
kelekatan, sehingga individu dapat membangun gaya Tabel 1. Reliabilitas Skala Gaya Kelekatan
kelekatan aman dengan pasangannya sehingga individu Gaya Kelekatan Cronbach’s
tidak akan mengalami kekerasan psikologis dalam relasi Alpha
romantisnya. Gaya Kelekatan Aman 0,838
Gaya Kelekatan Terpreokupasi 0,870
METODE Gaya Kelekatan Menolak- 0,793
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian Menghindar
ini adalah kuantitatif komparasi. Penelitian komparasi Gaya Kelekatan Takut-Menghindar 0,809
adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui Reliabilitas Skor Komposit 0,83
perbedaan pada satu variabel atau lebih terhadap dua atau
lebih kelompok subjek (Jannah, 2018). Dalam hal ini,

184
Volume 08 Nomor 03 Tahun 2021, Character: Jurnal Penelitian Psikologi

Teknik analisis data yang digunakan dalam Tabel 4. Kategorisasi Pengalaman Kekerasan
penelitian ini yaitu uji nonparametrik Kruskal Wallis Psikologis dalam Relasi Romantis
dengan bantuan program SPSS 25.0 for Windows, Norma
A TP M-M T-M
dikarenakan data penelitian tidak memenuhi asumsi Kategorisasi
parametrik. Uji Kruskal Wallis merupakan uji statistik 𝑋 < 82
225 35 12 8
nonparametrik yang digunakan untuk menguji adanya (Rendah)
perbedaan signifikan antara kelompok variabel bebas 82 ≤ 𝑋 < 123
4 15 3 12
dengan kelompok variabel tergantungnya, uji ini dapat (Sedang)
digunakan untuk membandingkan lebih dari dua 123 ≤ 𝑋
- 3 3 -
kelompok sampel (Gunawan, 2017). (Tinggi)
Total 229 53 18 20
HASIL DAN PEMBAHASAN Keterangan :
Hasil A : Gaya Kelekatan Aman
Data yang telah didapatkan dalam penelitian, TP : Gaya Kelekatan Terpreokupasi
kemudian diolah dan didapatkan hasil data descriptive M–M : Gaya Kelekatan Menolak-Menghindar
statistics berikut : T–M : Gaya Kelekatan Takut-Menghindar
Tabel 2. Descriptive Statistics Pengalaman Kekerasan Berdasarkan tabel kategorisasi di atas, dari 229
Psikologis dalam Relasi Romantis subjek dengan gaya kelekatan aman, 225 atau 98,25%
N Min. Max. Mean Std. subjek memiliki pengalaman kekerasan psikologis dalam
Pengalaman 320 42 126 64,72 15,702 relasi romantis dalam kategori rendah rendah, sedangkan
Kekerasan 4 atau 1,75% berada dalam kategori sedang. Di antara 53
Psikologis subjek dengan gaya kelekatan terpreokupasi 35 atau
66,04% memiliki pengalaman kekerasan psikologis dalam
Tabel 3. Descriptive Statistics Gaya Kelekatan relasi romantis dalam kategori rendah, 15 atau 28,3%
N Min. Max. Mean Std. dalam kategori sedang, dan 3 atau 5,66% dalam kategori
Aman 229 16 36 30,15 3,486 tinggi. Kemudian, dari 18 subjek dengan gaya kelekatan
Terpreokupasi 53 23 38 29,58 3,284 menolak-menghindar 12 atau 66,66% memiliki
Menolak – 18 19 31 25,33 2,544 pengalaman kekerasan psikologis dalam relasi romantis
Menghindar dalam kategori rendah, 3 atau 16,67% dalam kategori
Takut – 20 19 33 28,20 3,533 sedang, dan 3 atau 16,67% dalam kategori tinggi.
Menghindar Terakhir, dari 20 subjek dengan gaya kelekatan takut-
menghindar 8 atau 40% memiliki pengalaman kekerasan
Berdasarkan kedua tabel di atas diketahui bahwa psikologis dalam relasi romantis dalam kategori rendah,
jumlah subjek dalam penelitian ini yaitu 320 mahasiswa. dan 12 atau 60% dalam kategori sedang.
Mahasiswa yang memiliki gaya kelekatan aman dengan Data pengalaman kekerasan psikologis dalam
pasangannya berjumlah 229 atau 71,6%, artinya sebagian relasi romantis dan gaya kelekatan yang telah didapatkan
besar mahasiswa yang menjadi subjek dalam penelitian ini sebelumnya, kemudian diolah, lalu didapatkan hasil tabel
memiliki gaya kelekatan aman dengan pasangannya. descriptive statistics berdasarkan jenis kelamin sebagai
Terdapat 53 mahasiswa atau 16,6% memiliki gaya berikut :
kelekatan terpreokupasi dengan pasangannya. Sebanyak Tabel 5. Descriptive Statistics Pengalaman Kekerasan
18 mahasiswa atau 5,5% memiliki gaya kelekatan Psikologis dalam Relasi Romantis Berdasarkan Jenis
menolak-menghindar dengan pasangannya. Terakhir, Kelamin
sejumlah 20 mahasiswa atau 6,3% yang memiliki gaya Jenis Kelamin
Pengalaman
kelekatan takut-menghindar dengan pasangannya. Laki-Laki Perempuan
Kekerasan
Data pengalaman kekerasan psikologis dalam Persentase Persentase
Psikologis N N
relasi romantis yang telah didapatkan tersebut kemudian (%) (%)
dibagi menjadi beberapa kategori yaitu kategori rendah, Rendah 55 87,3 225 87,54
kategori sedang, dan kategori tinggi. Kategori ini dihitung Sedang 6 9,52 28 10,9
dengan menggunakan rumus kategorisasi. Berikut Tinggi 2 3,18 4 1,56
merupakan tabel kategorisasi pengalaman kekerasan Total 63 100 257 100
psikologis :

185
Perbedaan Kekerasan Psikologis yang Dialami dalam Relasi Romantis Ditinjau dari Gaya Kelekatan

Tabel 6. Descriptive Statistics Gaya Kelekatan Tabel 8. Hasil Uji Hipotesis


Berdasarkan Jenis Kelamin Test Statisticsa,b
Jenis Kelamin Pengalaman
Gaya Laki-Laki Perempuan Kekerasan
Kelekatan Persentase Persentase Psikologis
N N Kruskal-Wallis H 74.456
(%) (%)
Aman 49 77,78 180 70,04 Df 3
Terpreokupasi 8 12,7 45 17,51 Asymp. Sig. .000
Menolak- a. Kruskal Wallis Test
4 6,35 14 5,44
Menghindar b. Grouping Variable: Gaya Kelekatan
Takut-
2 3,17 18 7,01
Menghindar Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa mean
Total 63 100 257 100 rank gaya kelekatan aman yaitu 133,30, gaya kelekatan
terpreokupasi 224,12, gaya kelekatan menolak-
Berdasarkan tabel 5, diketahui bahwa persentase menghindar 202,19, dan gaya kelekatan takut-menghindar
kekerasan psikologis dalam relasi romantis kategori tinggi 265,78. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa individu
dan sedang lebih tinggi pada subjek perempuan, dengan gaya kelekatan aman mengalami kekerasan
sedangkan untuk kategori tinggi lebih tinggi pada subjek psikologis dalam relasi romantis lebih rendah,
laki-laki. Pada tabel 6 dapat terlihat bahwa subjek laki-laki dibandingkan dengan individu dengan gaya kelekatan
memiliki persentase gaya kelekatan aman dan menolak- terpreokupasi, menolak-menghindar, dan takut-
menghindar yang lebih tinggi dari subjek perempuan. menghindar.
Sedangkan subjek perempuan memiliki persentase yang Berdasarkan output pada tabel 8, diketahui nilai
lebih tinggi pada gaya kelekatan terpreokupasi dan takut- signifikansi yaitu 0,000. Berdasarkan dasar pengambilan
menghindar. keputusan uji Kruskal Wallis bahwa jika nilai signifikansi
< 0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima. Demikian dapat
Analisis Data dinyatakan bahwa terdapat perbedaan kekerasan
Data yang telah didapatkan, kemudian diolah, psikologis dalam relasi romantis yang dialami oleh
dan dianalisis untuk uji hipotesisnya. Dalam penelitian ini mahasiswa ditinjau dari gaya kelekatan.
menggunakan uji yang digunakan adalah uji
nonparametrik, hal ini dikarenakan pada hasil data yang PEMBAHASAN
telah didapatkan tidak memenuhi asumsi uji parametrik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada
Dalam penelitian ini menggunakan uji Kruskal Wallis atau tidaknya perbedaan kekerasan psikologis dalam relasi
untuk mengetahui perbedaan kekerasan psikologis dalam romantis yang dialami oleh mahasiswa ditinjau dari gaya
relasi romantis yang dialami oleh mahasiswa ditinjau dari kelekatan. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 320
keempat kelompok gaya kelekatan yaitu gaya kelekatan subjek, hasil uji hipotesis dengan uji Kruskal-Wallis
aman, gaya kelekatan terpreokupasi, gaya kelekatan menunjukkan bahwa nilai signifikansi 0,000 < 0,05, maka
menolak-menghindar, dan gaya kelekatan takut- artinya terdapat perbedaan kekerasan psikologis dalam
menghindar. Berikut ini merupakan hasil uji hipotesis relasi romantis yang dialami oleh mahasiswa ditinjau dari
penelitian ini : gaya kelekatannya. Selain itu, didapatkan pula bahwa
Tabel 7. Ranking Pengalaman Kekerasan Psikologis mean rank gaya kelekatan aman adalah yang paling rendah
dalam Relasi Romantis dibandingkan dari gaya kelekatan terpreokupasi, menolak-
Ranks menghindar, dan takut-menghindar. Hal tersebut berarti
Mean individu dengan gaya kelekatan aman memiliki
Gaya Kelekatan N Rank pengalaman kekerasan psikologis dalam relasi romantis
Pengalaman Aman 229 133.30 yang lebih rendah.
Kekerasan Terpreokupasi 53 224.12 Hasil ini relevan dengan penelitian yang
Psikologis Menolak- 18 202.19 dilakukan oleh Karakurt, Keiley, dan Posada (2013) serta
Menghindar Oka, Brown, dan Miller (2016). Hasil kedua penelitian
Takut- 20 265.78 tersebut menunjukkan bahwa kekerasan psikologis dalam
Menghindar relasi romantis yang dialami oleh individu berhubungan
Total 320 secara positif dengan gaya kelekatan tidak aman. Hasil
serupa juga terdapat pada penelitian Andayu, Rizkyanti,

186
Volume 08 Nomor 03 Tahun 2021, Character: Jurnal Penelitian Psikologi

dan Kusumawardhani (2019) yang menunjukkan bahwa membangun relasi dengan figur lekatnya (Bonache,
gaya kelekatan tidak aman yaitu terpreokupasi, menolak- Gonzalez-Mendez, & Krahé, 2016). Dalam hal ini
menghindar, dan takut-menghindar berpengaruh terhadap termasuk bagaimana seseorang dapat mengalami atau
kerentanan perempuan remaja akhir dalam menjadi korban melakukan kekerasan psikologis dalam relasi
kekerasan psikologis, dengan kontribusi paling besar yaitu romantisnya.
gaya kelekatan takut-menghindar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
Bowlby menyatakan bahwa kelekatan perbedaan kekerasan psikologis yang dialami dalam relasi
merupakan aspek yang fundamental pada perkembangan romantis ditinjau dari gaya kelekatan, dengan mean rank
seorang anak (Dallos & Draper, 2015). Gaya kelekatan ini gaya kelekayan aman yang paling rendah dibandingkan
terbentuk ketika individu berada di masa bayi. Di mana gaya kelekatan lain. Individu dengan gaya kelekatan aman
pada masa itu bayi akan mengembangkan internal cenderung memiliki relasi yang lebih sehat dan mengalami
working model yaitu bayi akan mengembangkan kekerasan psikologis yang lebih rendah. Hal ini
representasi yang berarti mengenai bagaimana mereka dikarenakan individu dengan gaya kelekatan aman
dapat mempercayai orang lain (Santrock, 2012a). Bayi memiliki pandangan terhadap diri (model of self) dan
yang merasakan ibu atau pengasuhnya selalu konsisten orang lain (model of others) yang baik (Nakhoul, Obeid,
bersamanya akan membentuk kelekatan aman, dan dapat Sacre, Haddad, Soufia, Hallit, … Hallit, 2020). Individu
mentoleransi kepergian ibu atau pengasuhnya (Dallos & terbuka dan merasa nyaman untuk berada dalam suatu
Draper, 2015). Sedangkan untuk bayi yang terus relasi. Individu juga memiliki harga diri yang tinggi dan
ditinggalkan ibu atau pengasuhnya akan membentuk positif, memiliki kepercayaan kepada pasangannya dan
kelekatan yang tidak aman. Hal tersebut akan dimulai dapat mengekspresikannya dengan baik, serta dapat saling
ketika bayi yang terus menangis dan mencari orang lain bekerja sama dengan pasangan dalam menyelesaikan
untuk menenangkannya, kemudian ia akan merasa putus permasalahannya atau dapat dikatakan memiliki resolusi
asa, dan dilanjutkan dengan merasa marah dan menolak konflik yang positif.
ibunya ketika ibunya datang sebagai pertahanan dirinya Sebaliknya, individu dengan gaya kelekatan tidak
supaya tidak merasa tersakiti ketika ibunya aman, seperti gaya kelekatan terpreokupasi memiliki
meninggalkannya lagi (Dallos & Draper, 2015). keinginan kuat untuk dekat dengan individu lain dan takut
Gaya kelekatan akan terus bertahan sepanjang akan penolakan, gaya kelekatan menolak-menghindar
hidup individu. Hal ini ditunjukkan dalam penelitian memiliki tidak nyaman jika terlalu dekat dan merasa
Hazen dan Shaver yang menyatakan bahwa orang dewasa nyaman dengan dirinya sendiri, serta gaya kelekatan takut-
yang memiliki gaya kelekatan aman dalam relasi menghindar memiliki kecemasan dan pengelakan yang
romantisnya cenderung memiliki kelekatan yang aman tinggi (Bonache, Gonzalez-Mendez, & Krahé, 2017).
dengan orang tua atau pengasuhnya ketika masih anak- Individu dengan gaya kelekatan terpreokupasi memiliki
anak (Santrock, 2012b). Individu akan seterusnya hidup ketakutan akan ditinggalkan oleh pasangannya dan
berdampingan dengan individu lainnya. Maka dari itu, kecemasan berlebih dalam relasinya, sehingga ia akan
individu juga akan membentuk kelekatan dengan figur lebih memilih untuk tetap berada dalam relasi romantisnya
lekatnya ketika telah memasuki masa remaja dan dewasa, meski tidak sehat, dibandingkan tidak memiliki pasangan
figur lekat tersebut dapat merupakan teman, pelatih, sama sekali (Velotti, Zobei, Rogier, & Tambelli, 2018).
maupun pasangan (Bowlby, Shaver & Fraley dalam Individu dengan gaya kelekatan terpreokupasi
Mikulincer & Shaver, 2012). memiliki pandangan yang buruk terhadap dirinya, namun
Gaya kelekatan dapat berdampak pada memiliki pandangan yang baik terhadap orang lain
kemampuan individu dalam mengidentifikasi, (Nakhoul, Obeid, Sacre, Haddad, Soufia, Hallit, … Hallit,
memproses, meregulasi, dan menghadapi emosi yang 2020). Hal tersebut dikarenakan individu memiliki
dirasakan, sehingga ketika individu tidak dapat atau kecemasan yang tinggi dan pengelakan rendah, sehingga
kesulitan dalam meregulasi emosinya, maka individu individu cenderung merasa cemas atau khawatir ketika
dapat menjadi agresif dan kasar (Spencer, Keilholtz, & berada dalam suatu relasi. Dalam hal ini individu berharap
Stith, 2021). Selain itu gaya kelekatan juga mempengaruhi bahwa orang lain akan mencintai dan menerima dirinya,
bagaimana resolusi penyelesaian konflik individu individu juga akan berusaha keras untuk mendapat hal
(Bonache, Gonzalez-Mendez, & Krahé, 2016). Individu tersebut. Individu cenderung mencari kedekatan dalam
dengan gaya kelekatan aman akan memiliki resolusi suatu relasi dengan individu lain, namun mereka terkadang
penyelesaian konflik yang konstruktif, sedangkan individu merasa malu dan tidak pantas untuk mendapat cinta dari
dengan gaya kelekatan tidak aman akan memiliki resolusi orang lain. Ketika relasinya berjalan tidak baik, individu
penyelesaian konflik yang destruktif. Hal tersebut yang juga akan cenderung menyalahkan dirinya sendiri,
nantinya akan mempengaruhi bagaimana individu dalam sehingga dapat berujung pada depresi. Hal tersebut

187
Perbedaan Kekerasan Psikologis yang Dialami dalam Relasi Romantis Ditinjau dari Gaya Kelekatan

disebabkan oleh adanya tekanan yang ekstrem jika ia Byrne, 2005). Hal ini menyebabkan individu dengan gaya
ditolak maupun self-critism yang dimilikinya (Baron & kelekatan tidak aman dapat mengalami maupun
Byrne, 2005). melakukan kekerasan psikologis (Bonache, Gonzalez-
Individu dengan gaya kelekatan menolak- Mendez, & Krahé, 2017).
menghindar seringkali menahan atau memendam perasaan Yoon dan Lawrence (2013) menyatakan bahwa
negatifnya atau menghindar. Hal tersebut menyebabkan kekerasan psikologis adalah perilaku yang ditujukan untuk
individu dengan gaya kelekatan menolak-menghindar melukai kesejahteraan emosional pasangannya. Maka dari
bertahan dalam relasi romantisnya yang kurang sehat. itu, individu yang mengalami kekerasan psikologis dalam
Selain itu, individu dengan gaya kelekatan menolak- relasi romantis dapat dikatakan sebagai individu yang
menghindar juga menganggap bahwa mereka akan mendapat perilaku yang melukai kesejahteraan dirinya
dicampakkan ketika mereka menunjukkan kesulitan pada dari pasangannya. Jika kekerasan psikologis tersebut
orang lain (Velotti, Zobei, Rogier, & Tambelli, 2018). dialami secara terus-menerus oleh individu, maka dapat
Individu dengan gaya kelekatan menolak- berdampak negatif pada dirinya.
menghindar memiliki pandangan yang baik terhadap Kekerasan psikologis pada umumnya dilakukan
dirinya, namun memiliki pandangan yang buruk terhadap oleh laki-laki kepada perempuan, namun sebenarnya
orang lain (Nakhoul, Obeid, Sacre, Haddad, Soufia, Hallit, perempuan juga dapat melakukan kekerasan psikologis
… Hallit, 2020). Hal tersebut dikarenakan individu pada laki-laki, bahkan perempuan dapat melakukan
memiliki kecemasan yang rendah dan pengelakan tinggi. kekerasan psikologis dalam taraf lebih tinggi
Individu memiliki harga diri yang sangat positif atau dibandingkan laki-laki (Moreno-Manso, Blázquez-
bahkan tidak realistis. Mereka menilai dirinya sebagai Alonso, Sanchez, & Guerrero-Barona, 2011). Selaras
individu yang independen, berharga, dan layak untuk dengan hal tersebut, Kaukinen (2014), Spencer, Keilholtz,
dicintai oleh orang lain. Namun di sisi lain, mereka dan Stith (2021), serta Costa, Soares, Lindert,
berharap yang terburuk dari orang lain, sehingga mereka Hatzidimitriadou, Sundin, Toth, Ioannidi-Kapolo, dan
cenderung merasa takut untuk berada dalam suatu relasi. Barros (2015) menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan
Individu juga lebih menyukai interaksi yang dilaksanakan merupakan korban dan juga pelaku kekerasan dalam relasi
secara tidak langsung, karena mereka dapat menjaga jarak romantis, dan dapat juga dikatakan bahwa kedua belah
(Baron & Byrne, 2005). pihak dapat saling melakukan kekerasan pada satu sama
Individu dengan gaya kelekatan takut- lain. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini yang
menghindar memiliki pandangan yang buruk terhadap menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan menjadi
dirinya dan pasangannya, sehingga ketika berada dalam korban kekerasan psikologis dalam relasi romantisnya.
permasalahan ia merasa tidak dapat menyelesaikannya. Dalam penelitian ini persentase laki-laki mengalami
Individu dengan gaya kelekatan takut-menghindar kekerasan psikologis dalam kategori tinggi ini lebih tinggi
memiliki pandangan yang buruk terhadap dirinya dan juga dibandingkan perempuan, sedangkan persentase
memiliki pandangan yang buruk terhadap orang lain perempuan yang mengalami kekerasan psikologis dalam
(Nakhoul, Obeid, Sacre, Haddad, Soufia, Hallit, … Hallit, kategori rendah dan sedang memiliki persentase yang
2020). Hal tersebut dikarenakan individu memiliki lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Berdasarkan hasil
kecemasan yang rendah dan pengelakan rendah. Individu tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tidak hanya
cenderung menghindar untuk berada dalam suatu relasi, perempuan yang menjadi korban kekerasan psikologis
karena individu ingin melindungi dirinya dari rasa sakit dalam relasi romantis oleh pasangannya, namun laki-laki
ketika mengalami penolakan. juga dapat menjadi korban kekerasan psikologis oleh
Hal ini dapat terlihat dari hasil penelitian ini, gaya pasangannya.
kelekatan takut-menghindar memiliki mean rank yang Kekerasan psikologis yang dialami oleh individu
lebih tinggi dibandingkan gaya kelekatan lainnya, maka ini dipengaruhi oleh mitos dan stereotip pada masing-
dapat dikatakan individu dengan gaya kelekatan takut- masing gender yang berhubungan dengan pola perilaku
menghindar mengalami kekerasan psikologis dalam relasi laki-laki dan perempuan di dalam suatu hubungan
romantis lebih tinggi dibandingkan gaya kelekatan (Moreno-Manso, Blázquez-Alonso, García-Baamonde,
lainnya. Individu dengan gaya kelekatan takut- Guerrero-Barona, & Pozueco-Romero, 2014). Laki-laki
menghindar cenderung memiliki hubungan interpersonal dianggap sebagai individu yang dominan, pemaksa,
yang negatif dan juga pencemburu. Selaras dengan agresif, dan individualistis, sedangkan perempuan
individu dengan gaya kelekatan menolak-menghindar, dianggap sebagai individu yang lemah lembut, patuh, dan
individu dengan gaya kelekatan takut-menghindar juga penuh perasaan (Baron & Byrne, 2004). Maka dari itu,
lebih menyukai interaksi yang dilaksanakan secara tidak umumnya perempuan yang cenderung mengalami
langsung, karena mereka dapat menjaga jarak (Baron & kekerasan psikologis dalam relasi romantis yang

188
Volume 08 Nomor 03 Tahun 2021, Character: Jurnal Penelitian Psikologi

dilakukan oleh pasangannya (Moreno-Manso, Blázquez- pasangannya, maka pasangannya secara tidak langsung
Alonso, García-Baamonde, Guerrero-Barona, & Pozueco- juga akan melakukan hal yang sama. Leisring (2013)
Romero, 2014). Namun, dalam hasil penelitian ini menyebutkan bahwa pada beberapa kasus, perempuan
diketahui bahwa laki-laki dan perempuan dapat yang melakukan kekerasan psikologis pada pasangannya
mengalami kekerasan psikologis dalam relasi romantis. sebagai bentuk pertahanan dirinya. Sedangkan Shorey,
Hal ini menunjukkan bahwa adanya perkembangan dalam Febres, Brasfield, dan Stuart (2012) menyatakan bahwa
kesetaraan gender di masa saat ini (Costa, Soares, Lindert, kekerasan psikologis yang dilakukan oleh seseorang juga
Hatzidimitriadou, Sundin, Toth, Ioannidi-Kapolo, & merupakan bentuk regulasi emosinya.
Barros, 2015).
Hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa PENUTUP
persentase laki-laki yang mengalami kekerasan psikologis Simpulan
dalam relasi romantis dalam kategori tinggi yang lebih Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan nilai
tinggi dibanding perempuan juga berkaitan dengan adanya signifikansi sebesar 0,000 < 0,05, maka Ho ditolak dan H1
stigma pada laki-laki. Stigma di masyarakat cenderung diterima, artinya terdapat perbedaan kekerasan psikologis
menunjukkan bahwa laki-laki tidak mungkin menjadi dalam relasi romantis yang dialami oleh mahasiswa
korban kekerasan dalam relasi romantisnya. Bahkan ditinjau dari gaya kelekatan. Gaya kelekatan aman
dalam masyarakat dengan pemberdayaan gender yang memiliki mean rank yang paling rendah yaitu 133,30,
tidak setara dan memiliki privilege pada laki-laki maka individu dengan gaya kelekatan aman mengalami
cenderung mendukung kekerasan yang dilakukan oleh kekerasan psikologis yang lebih rendah dibandingkan
laki-laki (Bates, 2020) Di samping itu laki-laki juga gaya kelekatan terpreokupasi, menolak-menghindar, dan
menganggap remeh kekerasan dalam relasi romantis yang takut-menghindar. Selain itu, dapat dbonacheisimpulkan
dialami olehnya, dan baru menydarinya ketika sudah pula bahwa mayoritas mahasiswa dalam penelitian ini
terlanjur parah. Hal ini disebabkan oleh masyarakat yang memiliki gaya kelekatan aman dengan pasangannya serta
tidak mempercayai bahwa laki-laki dapat menjadi korban mayoritas mahasiswa juga mengalami kekerasan
dalam relasi romantis, terkadang juga dianggap sebagai psikologis dalam relasi romantis dengan kategori rendah.
lemah atau pelaku kekerasan relasi romantisnya (Bates,
2020). Padahal baik laki-laki maupun perempuan dapat Saran
melakukan maupun menjadi korban kekerasan dalam Saran yang dapat diberikan oleh peneliti
relasi romantisnya, di mana hal tersebut juga dapat berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan dapat
berdampak negatif pada kedua belah pihak yang menjadi bahan pertimbangan berbagai pihak, sebagai
bersangkutan. berikut :
Menurut Velotti, Zobei, Rogier, dan Tambelli a. Bagi Mahasiswa
(2018) terdapat beberapa dampak yang diakibatkan oleh Mahasiswa diharapkan dapat membangun gaya
kekerasan psikologis dalam relasi romantis yaitu stres, kelekatan yang aman dengan pasangannya, sehingga
depresi, cemas, rasa takut berlebih, gejala PTSD, mahasiswa dapat memiliki relasi romantis yang sehat
penggunaan zat terlarang, penurunan kesehatan, dan juga dan tidak mendapatkan kekerasan psikologis dalam
disfungsi strategi resolusi konflik. Selain itu juga relasi romantis dari pasangannya. Hal tersebut dapat
berdampak pada psikopatologi individu (Follingstad, dilakukan dengan mengembangkan gaya kelekatan
2009). Perilaku kekerasan psikologis tersebut dapat aman yaitu belajar untuk keluar dari siklus komunikasi
merusak self-esteem atau self-concept dari individu yang yang negatif baik dengan diri sendiri maupun orang
mengalaminya. Individu tersebut juga akan merasakan lain, belajar untuk mengenali dan meregulasi emosi
ketidakberdayaan, pasif, dan kurangnya keinginan dalam yang dirasakan, serta melakukan pendekatan pada diri
bersosialisasi, hingga berujung pada depresi. sendiri dengan sisi penyelesaian masalah
Kekerasan psikologis tidak hanya berdampak dibandingkan menyalahkan diri sendiri. Kemudian,
pada individu yang mengalaminya, namun juga pada relasi mahasiswa juga dapat menghindari untuk memiliki
romantis pasangan tersebut. Dampak tersebut di antaranya gaya kelekatan yang tidak aman, karena individu akan
yaitu kepuasan hubungan, penyesuaian dalam hubungan, cenderung memiliki resolusi penyelesaian konflik
serta kepuasan pernikahan (Velotti, Zobei, Rogier, & yang desktruktif dan regulasi emosi yang kurang baik.
Tambelli, 2018). Selain berdampak pada hubungan antara Hal tersebut yang akan mempengaruhi bagaimana
pasangan, kekerasan psikologis juga dapat terus individu menjalani suatu relasi romantis, termasuk
menciptakan fase yang berulang antara satu dengan yang mengalami kekerasan dalam relasi romantisnya.
lainnya (Kaukinen, 2014). Dalam hal ini yaitu ketika salah Selain itu, mahasiswa diharapkan pula untuk
satu pasangan melakukan kekerasan psikologis pada lebih memahami dan peka terhadap berbagai bentuk

189
Perbedaan Kekerasan Psikologis yang Dialami dalam Relasi Romantis Ditinjau dari Gaya Kelekatan

kekerasan psikologis dalam relasi romantis, sehingga International Journal Public Health, 60(4), 467-478.
dapat terhindar dari perilaku maupun mengalami Retrieved from https://doi.org/10.1007/s00038-015-
kekerasan psikologis dalam relasi romantis. 0663-1
b. Bagi Peneliti Selanjutnya Dallos, R., & Draper, R. (2015). Ebook: An introduction
Peneliti yang selanjutnya diharapkan dapat to family therapy: Systemic theory and practice.
menggunakan aspek dari kekerasan psikologis yang McGraw-Hill Education.
lebih luas, sehingga dapat mencakup perilaku kekerasan Duval, A., Lanning, B. A., & Patterson, M. S. (2020). A
psikologis yang lebih luas. Penelitian selanjutnya systematic review of dating violence risk factors
diharapkan pula untuk dapat memberikan pandangan among undergraduate college students. Trauma,
lain mengenai kekerasan psikologis, tidak hanya dari Violence, & Abuse, 21(3), 567-585. Retrieved from
gaya kelekatan saja, namun masih ada banyak faktor https://doi.org/10.1177%2F1524838018782207
lain yang dapat mempengaruhi kekerasan psikologis Follingstad, D. R. (2009). The impact of psychological
dalam relasi romantis. aggression on women’s mental health and behavior:
The status of the field. Trauma, Violence, and Abuse,
DAFTAR PUSTAKA 10(3), 271-289. Retrieved from
Andayu, A. A., Rizkyanti, C. A., & Kusumawardhani, S. https://doi.org/10.1177/1524838009334453
J. (2019). Peran insecure attachment terhadap Gormley, B., & Lopez, F. G. (2010). Psychological abuse
kekerasan psikologis dalam pacaran pada perempuan perpetration in college dating relationships:
remaja akhir. PSYMPATHIC: Jurnal Ilmiah Contributions of gender, stress, and adult attachment
Psikologi, 6(2), 181-190. Retrieved from orientations. Journal of interpersonal
https://doi.org/10.15575/psy.v6i2.5231 Violence, 25(2), 204-218. Retrieved from
Baron, R. A., & Byrne, D. (2005). Psikologi sosial jilid I. https://doi.org/10.1177%2F0886260509334404
Penerbit Erlangga. Gunawan, I. (2017). Pengantar statistika inferensial.
Baron, R. A., & Byrne, D. (2005). Psikologi sosial jilid II. Rajawali Pers.
Penerbit Erlangga. Hébert, M., Daspe, M. È., Lapierre, A., Godbout, N.,
Bartholomew, K. & Horowitz, L. M. (1991). Attachment Blais, M., Fernet, M., & Lavoie, F. (2019). A meta-
styles among young adults: A test of a four-category analysis of risk and protective factors for dating
model. Journal of Personality and Social violence victimization: The role of family and peer
Psychology, 61(2), 226-244. interpersonal context. Trauma, Violence, &
Bates, E. A. (2020). “No one would ever believe me”: An Abuse, 20(4), 574-590. Retrieved from
exploration of the impact of intimate partner violence https://doi.org/10.1177/1524838017725336
victimization on men. Psychology of Men & Hulukati, W., & Djibran, M. R. (2018). Analisis tugas
Masculinities, 21(4), 497-507. Retrieved from perkembangan mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan
https://psycnet.apa.org/doi/10.1037/men0000206 Universitas Negeri Gorontalo. Jurnal Bikotetik, 2(1),
Bonache, H., Gonzalez-Mendez, R., & Krahé, B. (2016). 73-114. Retrieved from
Adult attachment styles, destructive conflict http://dx.doi.org/10.26740/bikotetik.v2n1.p73-80
resolution, and the experience of intimate partner Jannah, M. (2018). Metodologi penelitian kuantitatif untuk
violence. Journal of interpersonal violence, 34(2) 1- psikologi. UNESA University Press.
23. Retrieved from Karakurt, G., Keiley, M., & Posada, G. (2013). Intimate
https://doi.org/10.1177%2F0886260516640776 relationship aggression in college couples: Family-
Bonache, H., Gonzalez-Mendez, R., & Krahé, B. (2017). of-origin violence, egalitarian attitude, attachment
Romantic attachment, conflict resolution styles, and security. Journal of Family Violence, 28, 561-575.
teen dating violence victimization. Journal of youth Retrieved from https://doi.org/10.1007/s10896-013-
and adolescence, 46(9), 1905-1917. Retrieved from 9526-9
https://doi.org/10.1007/s10964-017-0635-2 Kaukinen, C. (2014). Dating violence among college
Breiding, M.J., Chen J., & Black, M.C. (2014). Intimate students: The risk and protective factors. Trauma,
partner violence in the United States — 2010. Violence, & Abuse, 15(4), 283-296. Retrieved from
National Center for Injury Prevention and Control, https://doi.org/10.1177%2F1524838014521321
Centers for Disease Control and Prevention. Komnas Perempuan. (2020). Catatan tahunan tentang
Costa, D, Soares, J., Lindert, J., Hatzidimitriadou, E., kekerasan terhadap perempuan. Komnas
Sundin, Ö., Toth, O., Ioannidi-Kapolo, E., & Barros, Perempuan.
H. (2015). Intimate partner violence: A study in men
and women from six European countries.

190
Volume 08 Nomor 03 Tahun 2021, Character: Jurnal Penelitian Psikologi

Komnas Perempuan. (2021). Catatan tahunan tentang 5088344/kasus-kekerasan-perempuan-naik-75-


kekerasan terhadap perempuan. Komnas selama-pandemi-corona
Perempuan. Santrock, J. W. (2012a). Perkembangan masa-hidup jilid
Lagdon, S., Armour, C., & Stringer, M. (2014). Adult I (edisi ketigabelas). Penerbit Erlangga.
experience of mental health outcomes as a result of Santrock, J. W. (2012b). Perkembangan masa-hidup jilid
intimate partner violence victimisation: a systematic II (edisi ketigabelas). Penerbit Erlangga.
review. European Journal of Savy Amira Women’s Crisis Centre. (2020, Januari 9).
Psychotraumatology, 5(1), 24794. Retrieved from Catatan tahunan Savy Amira 2019. Retrieved from
https://doi.org/10.3402/ejpt.v5.24794 https://www.savyamirawcc.com/tentang-
Lawrence, E., Orengo-Aguayo, R., Langer, A., & Brock, kami/laporan/catahu/
R. L. (2012). The impact and consequences of Shorey, R. C., Febres, J., Brasfield, H., & Stuart, G. L.
partner abuse on partners. Partner Abuse, 3(4), 406- (2012). Male dating violence victimization and
428. doi: 10.1891/1946-6560.3.4.406 adjustment: The moderating role of coping.
Mikulincer, M., & Shaver, P. R. (2012). Adult attachment American Journal of Men’s Health, 6(3), 218-228.
orientations and relationship processes. Journal of Retrieved from
Family Theory & Review, 4, 259–274. doi: https://doi.org/10.1177%2F1557988311429194
10.1111/j.1756-2589.2012.00142.x. Spencer, C. M., Keilholtz, B. M., & Stith, S. M. (2021).
Moreno-Manso, J. M., Blázquez-Alonso, M. B. Sanchez, The association between attachment styles and
M. E. G. B., & Guerrero-Barona, E. (2011). physical intimate partner violence perpetration and
Psychological abuse in young couples: Risk factors. victimization: A meta-analysis. Family Process,
Journal of Social Service Research, 37(5), 555-570. 60(1), 270-284. Retrieved from
Retrieved from https://doi.org/10.1111/famp.12545
https://doi.org/10.1080/01488376.2011.608339 Trifiani, N. R., & Margaretha. (2012). Pengaruh gaya
Moreno-Manso, J. M., Blázquez-Alonso, M., García- kelekatan romantis dewasa (adult romantic
Baamonde, M. E., Guerrero-Barona, E., & Pozueco- attachment style) terhadap kecenderungan untuk
Romero, J. M. (2014). Gender as an explanatory melakukan kekerasan dalam pacaran. Jurnal
factor of psychological abuse in dating Pskologi Kepribadian dan Sosial, 1(2), 105-114.
couples. Journal of Social Service Research, 40(1), Tussey, B. E., Tyler, K. A., & Simons, L. G. (2018). Poor
1-14. Retrieved from parenting, attachment style, and dating violence
https://doi.org/10.1080/01488376.2013.842951 perpetration among college students. Journal of
Nakhoul, L., Obeid, S., Sacre, H., Haddad, C., Soufia, M., Interpersonal Violence, 36(5-6), 2097-2116.
Hallit, R., … Hallit, S. (2020). Attachment style and Retrieved from
addictions (alcohol, cigarette, waterpipe and internet) https://doi.org/10.1177%2F0886260518760017
among Lebanese adolescents: A national study. BMC Velotti, P., Zobei, S. B., Rogier, G., & Tambelli, R. (2018).
Psychology 8(33), 1-10. Retrieved from Exploring relationships: A systematic review on
https://doi.org/10.1186/s40359-020-00404-6 intimate partner violence and attachment. Frontiers
National Coalition Against Domestic Violence. (2015). in Psychology, 9, 1166. Retrieved from
Teen, campus, and dating violence. Retrieved from https://doi.org/10.3389/fpsyg.2018.01166
www.ncadv.org Widhiarso, W. (2009). Koefisien reliabilitas pada
Oka, M., Brown, C. C., & Miller, R. B. (2016). Attachment pengukuran kepribadian yang bersifat multidimensi.
and relational aggression: Power as a mediating Psikobuana, 1(1), 39-48.
variable. The American Journal of Family Therapy, Wolfe, D. A., Scott, K., Reitzel-Jaffe, D., Wekerle, C.,
44(1), 24-35. Retrieved from Grasley, C., & Straatman, A. L. (2001).
http://dx.doi.org/10.1080/01926187.2015.1105716 Development and validation of the conflict in
Reyes, H. L. M., Foshee, V. A., Niolon, P. H., Reidy, D. adolescent dating relationships
E., & Hall, J. E. (2016). Gender role attitudes and inventory. Psychological assessment, 13(2), 277-
male adolescent dating violence perpetration: 293. Retrieved from
Normative beliefs ad moderators. J Youth https://psycnet.apa.org/doi/10.1037/1040-
Adolescence, 45, 350-360. Retrieved from 3590.13.2.277
https://doi.org/10.1007/s10964-015-0278-0 World Health Organization. (2012). Understanding and
Safitri, E. (2020, Juli 10). Kasus kekerasan perempuan addressing violence against women. Retrieved from
naik 75% selama pandemi Corona. Detik News. https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/774
Retrieved from https://news.detik.com/berita/d- 32/WHO_RHR_12.36_eng.pdf?sequence=1

191
Perbedaan Kekerasan Psikologis yang Dialami dalam Relasi Romantis Ditinjau dari Gaya Kelekatan

Yoon, J. E., & Lawrence, E. (2013). Psychological


victimization as a risk factor for the developmental
course of marriage. Journal of Family Psychology,
27(1), 53-64. Retrieved from
https://doi.org/10.1037/a0031137
Yoshihama M, Dabby C, & Luo S. (2020). Facts & stats
report, updated and expanded 2020: Domestic
violence in Asian and Pacific Islander homes. Asian
Pacific Institute on Gender-Based Violence.

192

Anda mungkin juga menyukai