Anda di halaman 1dari 10

NAMA : ACH ROYYAN

Nim. : 193210003
PRODI : S1 keperawatan

TUGAS : RESUME KDRT

1. Definisi
a. Undang-Undang no. 23 tahun 2004 Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah
setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan yang melawan hukum
dalam lingkup rumah tangga.
b. Menurut WHO (WHO,1999), yang dimaksud dengan kekerasan adalah
penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman, atau tindakan terhadap
diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang
mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma,
kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.
Kekuatan fisik dan kekuasaan harus dilihat dari segi pandang yang luas
mencakup tindakan atau penyiksaan secara fisik, psikis/emosi, seksual dan
kurang perhatian (neglected).

2. Faktor Pencetus
Kekerasan dalam rumah tangga dapat timbul sebagai akibat dari kombinasi dan
interaksi multifaktorial antara faktor biologis, psikologis, sosial, ekonomi dan politis
seperti riwayat kekerasan, kemiskinan, konflik bersenjata, namun dipengaruhi pula
oleh beberapa faktor risiko dan faktor protektif. Kekerasan terhadap perempuan
sebagai korban terbanyak dari tindak kekerasan dalam rumah tangga sangat
dipengaruhi oleh ketimpangan gender. Budaya yang mempunyai peran gender yang
kaku, yang mengaitkan keperkasaan pria dengan dominasi dan kendalinya terhadap
wanita. Kunci utama untuk memahami KDRT dari perspektif gender adalah untuk
memberikan apresiasi bahwa akar masalah dari kekerasan tersebut terlrtak pada
kekuasaan hubungan yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan yang
terjadi pada masyarakat yang didominasi oleh pihak laki-laki. Adapun faktor
pencetus terjadinya kekerasan adalah:
1. Faktor individu:Menurut survey di Amerika Serikat mereka yang mempunyai
risiko lebihbesar mengalami kekerasan dalam rumah tangga adalah:
a. Wanita yang single, bercerai atau ingin bercerai.
b. Berumur 17 – 28 tahun.
c. Mempunyai partner dengan sifat memiliki dan cemburu berlebihan.
d. Ketergantungan obat atau alkohol atau riwayat ketergantungan kedua
zat itu.
e. Sedang hamil.
2. Faktor keluarga:
a. Kehidupan keluarga yang kacau tidak saling mencintai dan
menghargai, serta tidak menghargai peran wanita.
b. Kurang ada keakraban dan hubungan jaringan sosial pada keluarga.
c. Sifat kehidupan keluarga inti bukan keluarga luas.
3. Faktor masyarakat:
a. Urbanisasi dan kesenjangan pendapatan di antara penduduk kota.
b. Kemiskinan.
c. Lingkungan dengan frekuensi kekerasan dan kriminalitas tinggi.
d. Masyarakat keluarga ketergantungan obat.

3. Siklus KDRT
Kekerasan dalam rumah tangga biasanya terjadi mengikuti suatu siklus tertentu.
Hal ini dikarenakan pada umumnya korban KDRT menganggap bahwa kekerasan
yang dilakukan oleh pasangannya merupakan kekhilafan sesaat. Sehingga KDRT
biasanya terjadi dalam pola berikut ini:
a. Tindak kekerasan/pemukulan: pelaku melakukan kekerasan terhadap
pasangannya.
b. Permintaan maaf: pelaku menyesali perbuatannya dan meminta maaf kepada
korban.
c. Bulan madu: pelaku menunjukkan sikap mesra kepada pasangannya, seolah-
olah tidak pernah melakukan kekerasan.
d. Konflik: periode mesra akan berakhir ketika terjadi konflik yang kemudian
membawa pelaku untuk melakukan kekerasan lagi, dan seterusnya.

Dari pola ini dapat diperhatikan bahwa hubungan antara perempuan dan
pasangannya selalu diliputi oleh rasa cinta, harapan dan teror. Rasa cinta dan sayang
kepada pasangan, berusaha memaklumi dan mencoba untuk mengerti, serta berusaha
menganggap bahwa kekerasan timbul akibat kekhilafan yang bersifat sesaat. Korban
juga berharap bahwa pasangannya akan berubah menjadi baik, sehingga ketika pelaku
meminta maaf dan bersikap mesra lagi harapan tersebut terpenuhi untuk sementara
waktu. Hal inilah yang menyebabkan KDRT biasanya berulang, sehingga hal ini
menimbulkan rasa terancam pada korban bahwa setiap saat ia mungkin dianiaya lagi,
ketakutan ditinggal dan sakit hati atas perlakuan pasangannya.

4. Bentuk-Bentuk KDRT

 Menurut UU No 23 tahun 2004, ada beberapa bentuk kekerasan dalam


rumah tangga, yaitu:
o Kekerasan fisik

Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa


sakit, jatuh sakit atau luka berat.

o Kekerasan psikis

Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan


ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan
untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis
berat pada seseorang.

o Kekerasan seksual

Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa


pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual
dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan
hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial
dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual meliputi: Pemaksaan
hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap
dalam lingkup rumah tangga tersebut. Pemaksaan hubungan
seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya
dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

o Penelantaran rumah tangga

Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang


menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal
menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau
pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga
berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan
ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja
yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di
bawah kendali orang tersebut.

 Menurut Mun’in A (1997), kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi


dalam bentuk kekerasan fisik, kekerasan psikologis/emosional, kekerasan
seksual, dan kekerasan ekonomi.

o Secara Fisik
Kekerasan fisik adalah suatu tindakan kekerasan yang
mengakibatkan luka, rasa sakit, atau cacat pada tubuh istri hingga
menyebabkan kematian. Kekerasan dalam rumah tangga
mencakup: menampar, memukul, menjambak rambut, menendang,
menyundut dengan rokok, melukai dengan senjata, dan
sebagainya.

o Secara Psikologis

Kekerasan psikologis adalah suatu tindakan penyiksaan


secara verbal yang mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri,
meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak
dan tidak berdaya. Kekerasan psikis ini, apabila sering terjadi
maka dapat mengakibatkan istri semakin tergantung pada suami
meskipun suaminya telah membuatnya menderita. Di sisi lain,
kekerasan psikologis juga dapat memicu dendam dihati
istri.Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga termasuk
penghinaan, komentar-komentar yang merendahkan, melarang istri
mengunjungi saudara maupun teman-temannya, mengancam akan
dikembalikan ke rumah orang tuanya, dan lain-lain.

o Secara Seksual

Kekerasan seksual adalah suatu perbuatan yang


berhubungan dengan memaksa istri untuk melakukan hubungan
seksual dengan cara-cara yang tidak wajar atau bahkan tidak
memenuhi kebutuhan seksual istri.Kekerasan dapat terjadi dalam
bentuk pemaksaan dan penuntutan hubungan seksual.

o Secara Ekonomi

Kekerasan ekonomi adalah suatu tindakan yang membatasi


istri untuk bekerja di dalam atau di luar rumah untuk menghasilkan
uang dan barang, termasuk membiarkan istri yang bekerja untuk
dieksploitasi, sementara suami tidak memenuhi kebutuhan
ekonomi keluarga. Sebagian suami juga tidak memberikan gajinya
pada istri karena istrinya berpenghasilan, suami menyembunyikan
gajinya,mengambil harta istri, tidak memberi uang belanja yang
mencukupi, atau tidak memberi uang belanja sama sekali,
menuntut istri memperoleh penghasilan lebih banyak, dan tidak
mengijinkan istri untuk meningkatkan karirnya. Kekerasan terjadi
berupa tidak memberi nafkah istri, melarang istri bekerja atau
membiarkan istri bekerja untuk dieksploitasi.

5. Pemeriksaan Fisik
a. Karakteristik Luka
Orang yang mendapat siksaan fisik dari pasangannya tak jarang
mengalami cedera. Hanya saja mereka cenderung menutupinya dengan
mengatakan bahwa luka tersebut akibat terjatuh, atau kecelakaan umum.
Untuk membedakannya, perlu diketahui ciri-ciri khusus luka akibat kekerasan
yang dilakukan dalam rumah tangga. Karakteristik luka yang disebabkan oleh
adanya KDRT, biasanya menunjukkan gambaran sebagai berikut:
 Luka bilateral, terutama pada ekstremitas.
 Luka pada banyak tempat.
 Kuku yang tergores
 Luka bekas sundutan rokok yang terbakar, atau bekas tali yang terbakar.
 Luka lecet, luka gores minimal, bilur.
 Perdarahan subkonjungtiva yang diduga karena adanya perlawanan yang
kuat antara korban dengan pelaku.
b. Bentuk-Bentuk Luka
Adanya bentukan luka memberi kesan adanya kekerasan. Bentukan luka
merupakan tanda, cetakan atau pola yang timbul dengan segera di bawah
epitel oleh senjata penyebab luka. Bentuk luka dapat karena benda tumpul,
benda tajam (goresan atau tikaman) atau karena panas.

 Kekerasan Tumpul

Kekerasan tumpul yang melukai kulit merupakan luka yang paling


sering terjadi, berupa luka memar, lecet dan luka goresan. Adanya
luka memar yang sirkuler ataupun yang linier memberi kesan adanya
penganiayaan. Luka memar parallel dengan sentral yang bersih
memberi kesan adanya penganiayaan dari objek linear. Adanya bekas
tamparan dengan bentukan jari juga harus dicatat. Luka memar
sirkuler dengan diameter 1 – 1,5 cm dengan tekanan ujung jari
mungkin terlihat sama dengan bentuk penjambretan. Bentukan-
bentukan tersebut sering tampak pada lengan atas bagian dalam dan
area-area yang tidak terlihat waktu pemeriksaan fisik. Penganiayaan
dengan menggunakan ikat pinggang atau kawat menyebabkan luka
memar yang datar, dan penganiayaan dengan sol atau hak sepatu akan
menyebabkan luka memar pada korban yang ditendang.

 Memar

Beberapa faktor mempengaruhi perkembangan luka memar,


meliputi kekuatan kekerasan tumpul yang diterima oleh kulit,
kepadatan vaskularisasi jaringan, kerapuhan pembuluh darah, dan
jumlah darah yang keluar ke dalam jaringan sekitar. Luka memar yang
digunakan untuk identifikasi umur dan penyebab luka, tidak selalu
menunjukkan kesamaan warna pada tiap orang dan tidakdapat berubah
dalam waktu yang sama antara satu orang dengan orang lain. Beberapa
petunjuk dasar tentang penampakan luka memar sebagai berikut:

o Waktu merah, biru, ungu, atau hitam dapat terjadi kapan saja
dalam waktu 1 jam setelah trauma sebagai resolusi dari memar.
Gambaran warna merah tidak dapat digunakan untuk
memperkirakan umur memar.

o Memar dengan gradasi warna kuning umurnya lebih dari 18


jam.

o Warna memar kuning, coklat, atau hijau merupakan indikasi


luka yang lama, tetapi untuk mendapatkan waktu yang spesifik
sulit.

 Bekas Gigitan Merupakan bentuk luka lain yang sering ada pada
domestic violence. Beberapa bentukan gigitan ini sulit untuk dikenali,
misalnya penampakan memar semisirkuler yang non spesifik, luka
lecet, atau luka lecet memar, dan masih banyak lagi gambaran yang
dapat dikenali karena lokasi anatomi dari gigitan dan pergerakan tidak
tetap pada kulit.

 Bekas Kuku Ada 3 macam tanda bekas kuku yang mungkin terjadi,
bisa tunggal atau kombinasi, yaitu sebagai berikut:
o Impression marks Bentukan ini merupakan akibat patahnya
kuku pada kulit. Bentuknya seperti koma atau setengah
lingkaran.
o Scratch marks Bentuk ini superficial dan memanjang,
kedalamannya sama dengan kedalaman kuku. Bentukan ini
terjadi karena wanita yang menjadi korban berkuku panjang.
o Claw marks Bentukan ini terjadi ketika kulit terkoyak, dan
tampak lebih menyeramkan.

 Strangulasi

Hanging, ligature, atau manual adalah 3 tipe dari strangulasi


(penjeratan). Dua tipe terakhir mungkin berhubungan dengan domestic
violence. Ligature strangulation (garroting) dan Manual strangulation
(throttling). Ligature strangulation (garroting) merupakan bentuk
strangulasi dengan menggunakan tali, seperti kabel telepon atau tali
jemuran. Sedangkan Manual strangulation (throttling) biasanya
menggunakan tangan, dilakukan dengan tangan depan sambil berdiri
atau berlutut di depan tenggorokan korban.

 Keluhan lainnya termasuk kehilangan kesadaran, defekasi, muntah


yang tidak terkontrol, mual dan kehilangan ingatan.

 Kekerasan Selama Kehamilan

Kekerasan umumnya meningkat selama kehamilan. Luka-luka


kekerasan yang terjadi selama kehamilan biasanya terdapat pada
bagian payudara atau perut. Pasien juga dapat memperlihatkan trauma
pada genitalia, nyeri yang tidak dapat dijelaskan, serta kekurangan
gizi. Kekerasan selam kehamilan dapat membawa dampak yang fatal
bagi ibu maupun janin, seperti aborsi spontan yang tidak dapat
dijelaskan, keguguran, atau kelahiran prematur.

 Penganiayaan Seksual

Penganiayaan seksual merupakan salah satu bentuk KDRT yang


kerap terjadi. Penganiayaan seksual dilaporkan oleh 33% - 46% wanita
yang mengalami kekerasan fisik. Bagi korban penganiayaan seksual
perlu dilakukan pemeriksaan untuk menemukan bukti penganiayaan
seksual jika diindikasikan oleh gambaran klinik. Beberapa bukti dari
luka genital seperti hematom vagina, luka lecet kecil pada vagina, atau
benda asing pada rectovagina, dapat diajukan untuk menentukan
kekerasan seksual. Adanya darah yang mengering dan semen juga
harus dicatat. Perlu diindentifikasi pula adanya penyakit menular
seksual yang dapat diduga akibat kekerasan seksual.

6. Undang-Undang yang Berkaitan dengan KDRT

Dengan telah disahkan Undang-Undang No.23 tahun tahun 2004 mengenai


Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang terdiri dari 10 bab
dan 56 pasal, diharapkan adanya perlindungan hukum bagi anggota keluarga
khususnya perempuan, dari segala tindak kekerasan dalam rumah tangga. Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak mengenal istilah kekerasan dalam
rumah tangga. KUHP hanya mengatur secara terbatas ruang lingkupkekerasan dalam
rumah tangga, sebagai berikut:

a. Pasal 351 – 356 KUHP mengatur penganiassyaan, yang berarti hanya terbatas
pada kekerasan fisik. Pasal-pasal ini hanya mengatur sanksi pidana penjara
atau denda dan sanksi lebih ditujukan untuk penjeraan (punishment). Padahal
bentuk kekerasan dalam rumah tangga memiliki tingkat kekerasan yang
beragam, terutama bila dilihat dari dampak kekerasan terhadap korban yang
semestinya dikenakan penerapan sanksi yang berbeda.

b. Pasal 285 – 296 yang mengatur perkosaan dan perbuatan cabul, belum
sepenuhnya mengakomodir segala bentuk kekerasan seksual. KUHP tidak
mengenal lingkup rumah tangga. KUHP tidak mengatur alternatif hukuman
kecuali hanya pidana penjara, yang mana membuat dilema tersendiri bagi
korban. KUHP tidak mengatur hak-hak korban, layanan-layanan darurat bagi
korban serta kompensasi.

Hak-Hak Korban
Berdasarkan UU ini, korban berhak mendapatkan:
 Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat,
lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan
perintah perlindungan dari pengadilan.
 Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.
 Penganganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban.
 Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses
pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Pelayanan bimbingan rohani.
 Selain itu, korban juga berhak untuk mendapatkan pelayanan demi pemulihan
korban dari:
o Tenaga kesehatan.
o Pekerja sosial.
o Relawan pendamping.
o Pembimbing rohani.

Anda mungkin juga menyukai