Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh
sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota
keluarga. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan perlu kepala rumah tangga sebagai
tokoh penting yang memimpin keluarga disamping beberapa anggota keluarga lainnya.
Anggota keluarga terdiri dari Ayah, ibu, dan anak merupakan sebuah satu kesatuan yang
memiliki hubungan yang sangat baik. Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian
dalam hubungan timbal balik antar semua anggota/individu dalam keluarga. Sebuah keluarga
disebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan
tidak adanya konflik, ketegangan, kekecewaan dan kepuasan terhadap keadaan (fisik, mental,
emosi dan sosial) seluruh anggota keluarga. Keluarga disebut disharmonis apabila terjadi
sebaliknya.
Ketegangan maupun konflik antara suami dan istri maupun orang tua dengan anak
merupakan hal yang wajar dalam sebuah keluarga atau rumah tangga. Tidak ada rumah
tangga yang berjalan tanpa konflik namun konflik dalam rumah tangga bukanlah sesuatu
yang menakutkan. Hampir semua keluarga pernah mengalaminya. Yang mejadi berbeda
adalah bagaimana cara mengatasi dan menyelesaikan hal tersebut.
Setiap keluarga memiliki cara untuk menyelesaikan masalahnya masing-masing.
Apabila masalah diselesaikan secara baik dan sehat maka setiap anggota keluarga akan
mendapatkan pelajaran yang berharga yaitu menyadari dan mengerti perasaan, kepribadian
dan pengendalian emosi tiap anggota keluarga sehingga terwujudlah kebahagiaan dalam
keluarga. Penyelesaian konflik secara sehat terjadi bila masing-masing anggota keluarga
tidak mengedepankan kepentingan pribadi, mencari akar permasalahan dan membuat solusi
yang sama-sama menguntungkan anggota keluarga melalui komunikasi yang baik dan lancar.
Disisi lain, apabila konflik diselesaikan secara tidak sehat maka konflik akan semakin sering
terjadi dalam keluarga.
Penyelesaian masalah dilakukan dengan marah yang berlebih-lebihan, hentakan-
hentakan fisik sebagai pelampiasan kemarahan, teriakan dan makian maupun ekspresi wajah
menyeramkan. Terkadang muncul perilaku seperti menyerang, memaksa, mengancam atau
melakukan kekerasan fisik. Perilaku seperti ini dapat dikatakan pada tindakan kekerasan

1
dalam rumah tangga (KDRT) yang diartikan  setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah rumusan yang disusun untuk memahami apa dan bagaimana
masalah yang diteliti. Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:

1. Apakah yang dimaksud dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga ?


2. Apa saja bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
3. Apakah faktor-faktor penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
4. Bagaimana cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
5. Apa dampak dari KDRT bagi korban ?
6. Apakah perlindungan bagi korban KDRT ?
7. Apa saja Hak-hak Korban KDRT Serta Peran Berbagai Pihak ?

C. Tujuan
Adapun tujuan penulis mengangkat masalah (KDRT) dalam makalah ini adalah:
1. Mengetahui dan memahami lebih dalam tentang KDRT.
2. Mengetahui bentuk, faktor dan dampak dalam KDRT.
3. Agar mengerti tentang cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
4. Menjelaskan perlindungan bagi korban KDRT.
5. Menjelaskan Hak-hak Korban KDRT Serta Peran Berbagai Pihak.

D. Manfaat
Adapun manfaat yang ingin saya capai adalah untuk memberikan informasi kepada
para pembaca, utamanya bagi sesama pelajar dan generasi muda tentang Pengaruh Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT), sehingga dengan demikian kita semua berusaha untuk
menghindarkan diri dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Kekerasan dalam Rumah Tangga


Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang No.23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, memiliki arti setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Masalah kekerasan dalam rumah tangga telah mendapatkan perlindungan hukum
dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 yang antara lain menegaskan bahwa:
a. Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebes dari segala
bentuk  kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-undang Republik
Indonesia tahun 1945.
b. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama Kekerasan dalam rumah tangga merupakan
pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta
bentuk deskriminasi yang harus dihapus.
c. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah perempuan,
hal itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara dan/atau masyarakat agar
terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau
perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c,
dan huruf d perlu dibentuk Undang-undang tentang penghapusan kekerasan dalam
rumah tangga.

Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap isteri sebenarnya merupakan unsur
yang berat dalam tindak pidana, dasar hukumnya adalah KUHP (kitab undang-undang hukum
pidana) pasal 356 yang secara garis besar isi pasal yang berbunyi: “Barang siapa yang
melakukan penganiayaan terhadap ayah, ibu, isteri atau anak diancam hukuman pidana”

3
B.     Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam 
rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :
          1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka
berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar,
memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok,
memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak
seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.
           2. Kekerasan psikologis / emosional
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak
berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang.Perilaku kekerasan yang termasuk
penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan
atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-
nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.
           3. Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan
batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri, tidak
memperhatikan kepuasan pihak istri.

a.) Kekerasan seksual berat, berupa:


 Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual,
mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa
muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
 Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak
menghendaki.
 Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau
menyakitkan.
 Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau
tujuan tertentu.
 Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan
korban yang seharusnya dilindungi.

4
 Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang
menimbulkan sakit, luka,atau cedera.

b.) Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar
verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi
wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak
dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban. Melakukan repitisi
kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan seksual berat.
          4. Kekerasan ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal
menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib
memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari
kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri

a.) Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan pengendalian lewat
sarana ekonomi berupa:
 Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran.
 Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
 Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan atau
memanipulasi harta benda korban.

b.) Kekerasan Ekonomi Ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang menjadikan
korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan
dasarnya.

C.    Faktor-faktor penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga.


Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur
masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
(marital violence) sebagai berikut:
1. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki
Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita,
sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita.

5
2. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan
wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka
istri mengalami tindakan kekerasan.
3. Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. 
Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalah-kan
istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga.
4. Wanita sebagai anak-anak
Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan kele-
luasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita. 
Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak
melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib.
5. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki
Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh
suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering
ditunda atau ditutup.  Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya
legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks
harmoni keluarga.

D.    Cara Penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga


Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga, diperlukan cara-cara
penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga, antara lain:
1) Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang teguh pada agama
sehingga dapat menyelesaikan permasalahan dengan kesabaran.
2) Harus  tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, serta dapat saling
mengahargai setiap pendapat yang ada.
3) Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah
rumah tangga yang rukun dan harmonis.
4) Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya antar
anggota keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi dengan rasa saling percaya. Jika
sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas. Jika
tidak ada rasa kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang
berlebih dan rasa curiga yang kadang juga berlebih-lebihan.

6
5) Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada dalam
keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan yang
minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam keluarga dapat diatasi dengan baik.

E. Dampak KDRT

1.) Dampak KDRT Terhadap Perempuan: Mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya
diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, trauma
berkepanjangan.

2.) Dampak KDRT terhadap Anak: Adapun dampak KDRT secara rinci akan dibahas
berdasarkan tahapan perkembangannya sebagai berikut:

a.) Dampak terhadap Anak berusia bayi

Bayi yang menjadi korban KDRT akan mengalami ketidaknormalan dalam


pertumbuhan dan perkembangannya yang sering kali diwujudkan dalam problem
emosinya, bahkan sangat terkait dengan persoalan kelancaran dalam berkomunikasi.

b.) Dampak terhadap anak kecil

Dampak KDRT terhadap anak usia muda (anak kecil) sering digambarkan
dengan problem perilaku, seperti seringnya sakit, memiliki rasa malu yang serius,
memiliki self-esteem yang rendah, dan memiliki masalah selama dalam pengasuhan,
terutama masalah sosial, misalnya : memukul, menggigit, dan suka mendebat.

c.) Dampak terhadap Anak usia pra sekolah

KDRT berdampak terhadap kompetensi perkembangan sosial-kognitif anak usia


prasekolah.

d.) Dampak terhadap Anak usia SD

kelompok anak-anak yang secara historis mengalami kekerasan dalam rumah


tangganya cenderung mengalami problem perilaku pada tinggi batas ambang
sampai tingkat berat, memiliki kecakapan adaptif di bawah rata-rata, memiliki
kemampuan membaca di bawah usia kronologisnya, dan memiliki kecemasan pada
tingkat menengah sampai dengan tingkat tinggi.

7
e.) Dampak terhadap Remaja
kekerasan yang ada dalam rumah tangga, tidak sepenuhnya kekerasan itu
berdampak kepada semua anak remaja, tergantung ketahanan mental dan kekuatan
pribadi anak remaja tersebut. Dari banyak penelitian menunjukkan bahwa konflik
antar kedua orangtua yang disaksikan oleh anak-anaknya yang sudah remaja
cenderung berdampak yang sangat berarti, terutama anak remaja pria cenderung
lebih agresif, sebaliknya anak remaja wanita cenderung lebih dipresif.

F. Dasar Hukum Dan Sanksi KDRT

Berikut ini adalah “Dasar Hukum” untuk KDRT :

Nasional Internasional

Undang - undang Dasar Negara a. Convention on the Elimination of All


Republik Indonesia tahun 1945 Forms of Discriminations Against
Pasal 27 Women (CEDAW) yang diratifikasi
Kitab Undang-Undang Hukum dengan Undang Undang No. 7 tahun
Pidana.b c. Undang-undang (UU) 1984
Nomor 7 tahun 1984 tentang
b. Komite PBB tentang Penghapusan
Pengesahan Konvensi mengenai
Diskriminasi terhadap Perempuan tahun
Penghapusan segala bentuk
1989 (Rekomendasi Umum 12 Bidang
Deskriminasi Terhadap Wanita
ke-8)
(Lembaran Negara Th. 1984 No.
29, Tambahan Lembaran Negara c. Rekomendasi Umum No. 19 Sidang
3277) II tahun 1992 tentang Penghapusan
UU Nomor 39 Tahun 1999 Segala Bentuk Diskrimina i terhadap
tentang HAM (Lembaran Negara Perempuan
Th 1999 No 165, Tambahan
Lembaran Negara No. 3886) d. Konferensi Dunia tentang Hak Asasi

UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Manusia tahun 1993, yang dirapatkan

Perlindungan Anak f. UU Nomor oleh Sidang Umum PBB dengan

23 tahun 2004 tentang Resolusi No. 45/155, Desember 1990

Penghapusan Kekerasan dalam


e. Resolusi Mejelis Umum PBBNP
Rumah Tangga g. UU Nomor 32

8
tahun 2004 tentang Pemerintahan 48/104 Th. 1993 yang mengutuk setiap
Daerah h. UU Nomor 13 Tahun bentuk kekerasan terhadap perempuan
2006 tentang Perlindungan Sanksi baik dalam keluarga maupun
dan Korban. masyarakat atau oleh Negara.
UU Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan j. Peraturan
Pemerintah N o . 4 tahun 2 0 0 6
tentang Penyelenggaraan dan
Kerjasama Pemulihan Korban
Kekerasan dalam Rumah Tangga
Peraturan Pemerintah No . 38
tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten Kota
Keputusan Presiden RI No. 65
tahun 2005 tentang Komisi
Nasional Anti Kekerasan terhadap
Perempuan
Pedoman Pengendalian
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT)
Instruksi Pres iden R I N o . 9
tahun 2000 tentang Pengarus
utama Gender dalam
Pembangunan Nasional
Peraturan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan N o . 1
tahun 2007 tentang Forum
Koordinasi Penyel enggaraan
Kerjasama Pencegahan dan

9
Penanganan KDRT
Peraturan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak No. 1 tahun
2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal (SPM) Bidang Layanan
Terpadu Bagi Perempuan dan
Anak Korban Kekerasan
Peraturan Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan
Anak N o . 6 Tahun 2011
tentang Pencegahan dan
pencegahan kekerasan terhadap
anak di lingkungan keluarga,
masyarakat dan sekolah.

Sanksi Pidana Bagi Pelaku KDRT

Sanksi pidana dalam pelanggaran UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT diatur dalam
Bab VIII mulai dari pasal 44 s/d pasal 53. Khusus untuk kekerasan KDRT di bidang seksual,
berlaku pidana minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara atau 20 tahun penjara
atau denda antara 12 juta s/d 300 juta rupiah atau antara 25 juta sampai dengan 500 juta
rupiah. (vide pasal 47 dan 48 UU PKDRT).

Selain pidana pokok yang diatur dalam KUHP, UU PKDRT dalam Pasal 50 juga
mengatur pidana tambahan berupa: pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk
menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak
tertentu dari pelaku; penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan
lembaga tertentu.

10
1.) Pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga–“UU KDRT”).

UU KDRT juga telah memberikan larangan bagi setiap orang untuk melakukan
kekerasan baik kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual maupun penelantaran
rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya (lihat Pasal 5 UU KDRT).
Kekerasan fisik yang dimaksud pasal tersebut adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa
sakit, jatuh sakit, atau luka berat (lihat Pasal 6 UU KDRT) sehingga termasukpula perbuatan
menampar, menendang dan menyulut dengan rokok adalah dilarang.

2.) Pasal 26 ayat (1) UU KDRT menentukan bahwa yang dapat melaporkan secara langsung
adanya KDRT kepada polisi adalah korban. Sebaliknya, keluarga atau pihak lain tidak dapat
melaporkan secara langsung adanya dugaan KDRT kecuali telah mendapat kuasa dari korban
(lihat Pasal 26 ayat [2] UU KDRT).

Meski demikian, pihak keluarga masih dapat melakukan tindakan lain untuk
mencegah berlanjutnya kekerasan terhadap korban. Kewajiban masyarakat untuk turut serta
dalam pencegahan KDRT ini diatur dalamPasal 15 UU KDRT yang berbunyi sebagai
berikut:

“Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam
rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk:

a.     mencegah berlangsungnya tindak pidana;

b.     memberikan perlindungan kepada korban;

c.      memberikan pertolongan darurat; dan

d.     membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.”

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan di atas, yang dapat Anda lakukan sebagai
kakak adalah sebagaimana disebutkan dalam poin a s.d. poin d di atas. UU KDRT
menyebutkan bahwa permohonan (poin d) dapat disampaikan dalam bentuk lisan atau tulisan.
Ditegaskan pula dalam hal permohonan perintah perlindungan diajukan oleh keluarga, teman
korban, kepolisian, relawan pendamping, atau pembimbing rohani, maka korban harus

11
memberikan persetujuannya. Namun, dalam keadaan tertentu, permohonan dapat diajukan
tanpa persetujuan korban (lihat Pasal 30 ayat [1], ayat [3], dan ayat [4] UU KDRT). Yang
dimaksud dengan ”keadaan tertentu” dalam ketentuan tersebut, misalnya: pingsan, koma, dan
sangat terancam jiwanya.

Selain itu, korban KDRT dilindungi haknya oleh UU KDRT yaitu untuk mendapatkan
(Pasal 10 UU KDRT):

a. perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga


sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah
perlindungan dari pengadilan;

b. pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;

c.   penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;

d. pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses
pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

e. pelayanan bimbingan rohani.

Ancaman pidana terhadap kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga ini adalah pidana
penjara pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp15
juta (lihat Pasal 44 ayat [1] UU KDRT). Dan khusus bagi KDRT yang dilakukan oleh suami
terhadap istri yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan
jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, ancaman pidananya adalah pidana
penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp5 juta (lihat Pasal 44 ayat
[4] UU KDRT).

G. Hak-Hak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Ps 10)

 perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat,


lembaga sosial , atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan
perintah perlindungan dari pengadilan
 pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis

12
 penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;
 pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses
pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
 pelayanan bimbingan rohani.

Untuk menjaga hak-hak korban KDRT dan untuk segala bentuk pencegahan serta
penanggulangan KDRT, maka di perlukan campur tangan dari berbagai pihak

Kewajiban Pemerintah Kewajiban Masyarakat (Ps 150

Pemerintah (cq. Menteri Sesuai batas kemampuannya,


Pemberdayaan Perempuan) bertanggung setiap orang yang MENDENGAR,
jawab dalam upaya pencegahan kekerasan MELIHAT, atau MENGETAHUI
dalam rumah tangga (Ps 11). Oleh terjadinya kekerasan dalam rumah
karenanya, sebagai pelaksanaan tanggung tangga wajib melakukan upaya- upaya
jawab tersebut, pemerintah (Ps 12): untuk:

 merumuskan KEBIJAKAN  mencegah berlangsungnya


PENGHAPUSAN KEKERASAN tindak pidana
DALAM RUMAH TANGGA;  memberikan perlindungan
 menyelenggarakan KOMUNIKASI, kepada korban
INFORMASI dan EDUKASI  memberikan pertolongan
tentang kekerasan dalam rumah darurat; dan
tangga;  membantu proses pengajuan
 menyelenggarakan ADVOKASI permohonan penetapan
dan SOSIALISASI tentang perlindungan.
kekerasan dalam rumah tangga;
 menyelenggarakan PENDIDIKAN
dan PELATIHAN SENSITIF
GENDER dan ISU KEKERASAN
DALAM RUMAH TANGGA serta
menetapkan STANDAR dan
AKREDITASI pelayanan yang
sensitif gender. Selanjutnya

13
menurut Pasal 13, untuk
penyelenggaraan pelayanan
terhadap korban kekerasan dalam
rumah tangga, pemerintah dan
pemerintah daerah sesuai dengan
fungsi dan tugasnya masing-
masing dapat melakukan upaya.

14
BAB III
RENCANA TINDAK LANJUT

Berkaitan dengan masalah utama yang dihadapi yaitu mengenai pemahaman


sosialisasi KDRT pada masyarakat terutama pasangan suami istri, teman atau keluarga untuk
lebih mengetahui dan mendalami tentang penyebab, dampak, faktor dan hukuman pidana
KDRT di Desa Mabat, penulis menyusun rencana tindak lanjut atau action plan sebagai
berikut :
No Kegiatan Sasaran Tujuan Indikator
.
1. Sosialisasi Pasangan suami  Meningkatkan kesadaran Memahami paham
KDRT istri, teman, tentang pengaruh dari dari keluarga
keluarga KDRT harmonis.
 Meningkatkan
pemahaman tentang
KDRT supaya
terciptanya keluarga
yang harmonis.

15
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat penulis simpulkan mengenai makalah ini adalah:
1. Perlindungan wanita dalam konteks KDRT ternyata sangat penting untuk diperhatikan,
mengingat kasus seperti ini sangat banyak di Indonesia. KDRT merupakan suatu tindak
pelanggaran Hak Asasi Manusia.
2. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) jika dilihat sudut pandangnya dari pancasila
sudah sangat jelas merupakan tindakan yang tidak sesuai terutama dengan sila ke-2,
yaitu “kemanusiaan yang adil dan beradab”. Beberapa uraian dari sila ini yang sangat
bertentangan dengan tindak kekerasan terutama KDRT adalah saling mencintai sesama
manusia, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, dan tidak semena-mena terhadap orang
lain.
3. Berdasarkan peristiwa tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2004 tentang PKDRT tidak berjalan efektif. Karena dalam
penerapannya masih banyak kasus yang tidak diselesaikan lewat jalur hukum dan
terhenti pada pihak kepolisian saja sehingga menghambat kinerja Undang-Undang
PKDRT. Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama dari berbagai lembaga yang berwenang
dapat mendukung implementasi undang-undang KDRT agar bisa meminimalisir
terjadinya tindak pidana KDRT.
Contoh:
Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga yang saya ambil adalah Kekerasan dalam
Rumah Tangga yang dialami oleh Mardiana (Diana). Dimana dalam kasus KDRT nya
ini, wajah Diana lebam dikarenakan dipukul oleh suaminya, Nasrudin. Peristiwa itu
sendiri berawal ketika Diana yang mencurigai suaminya membawa perempuan lain ke
suatu tempat, dan diketahui oleh teman Diana. Hal itu sudah berkali-kali dilakukannya
tapi Diana diam karena belum ada bukti yang kuat untuk memergoki suaminya.
Kemudian sampai dirumah Diana menanyakan hal tersebut kepada suaminya, tetapi
suaminya tidak mau mengakui bahwa dirinya membawa wanita lain. Akhirnya,
terjadilah pertengkaran hebat diantara suami istri tersebut, dan Nasrudin memukul
Diana hingga pipinya lebam dan matanya bengkak karena terkena juga. Sebelumnya
adanya masalah tersebut, Diana juga sering mengalami KDRT karena memang

16
suaminya itu ringan tangan. Tetapi Diana tidak pernah melaporkan hal tersebut kepada
siapapun pihak berwajib, karena dia tidak mau kalau sampai pisah dengan suaminya.
4. Di Desa Mabat hanya 0,5 % dari 100% yang mengalami KDRT.

B.  SARAN
Demikian yang dapat kami jelaskan semoga bemanfaat bagi pembaca dan dalam
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan-kekurangan oleh karena itu kami senantiasa
menerima saran dan kritik yang sifatnya membangun.

17
DAFTAR PUSTAKA

Alvenolia Adaaong. 2006. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (internet). Tersedia di

https://www.academia.edu/9305737/Makalah_KDRT. Diakses 25 Desember 2019.

Rika Nilamsari. 2009. Beberapa Aspek Sosiologi Hukum (internet). Tersedia di

https://www.academia.edu/28779277/MAKALAH_Kekerasan_Dalam_Rumah_Tangga. Diakses 25
Desember 2019.

Kekerasan pada Istri dalam rumah tangga. (internet). Tersedia di

http://maureenlicious.wordpress.com/2011/04/28/kekerasan-pada-istri-dalam-rumah-tangga/.
Diakses 25 Desember 2019.

Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (internet). Tersedia di

http://student.eepisits.edu/~wily/kewarganegaraan/KEKERASAN%20PADA%20ISTRI
%20DALAM%RUMAH%TANGGA.html/. Diakses 25 Desember 2019.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) (internet). Tersedia di

http://www.kantorhukum-lhs.com/details_artikel_hukum.php?id=14. Diakses 25 Desember


2019.

18

Anda mungkin juga menyukai