di
MENGHIDUPKAN NURANI DENGAN BERPIKIR KRITIS
Artinya: “Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam
dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal,
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam
keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua
ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.” (QS.
Ali-‘Imran: 190-191).[1][1]
Dalam Islam, masa depan yang dimaksud bukan sekedar masa depan di
dunia, tetapi lebih jauh dari itu, yaitu diakhirat. Orang yang dipandang cerdas
oleh Nabi adalah orang yang pikirannya jauh ke masa depan di akhirat.
Maksudnya, jika kita sudah tahu bahwa kebaikan dan keburukan akan
menentukan nasib kita di akhirat, maka dalam setiap perbuatan kita, harus ada
pertimbangan akal sehat. Jangan dilakukan perbuatan yang akan menempatkan
kita diposisi yang rendah di akhirat. “Berpikir sebelum bertindak”, itulah motto
yang harus menjadi acuan orang “cerdas”.
Sebaik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain, sebagai
manusia yang di tuntun oleh hati nurani yang sebagai sinar budi penerang bagi
perbuatannya, haruslah pandai dalam melakukan sebuah perbuatan yang dia
tentukan. Untuk itu pandai-pandailah untuk memilah perbuatan yang mana
dikatakan perbuatan baik dan buruk. Karena pada dasarnya kita sebagi manusia
sudah kodratnya menjadi makhluk sosial dan individu yang harus menciptakan
perbuatan moralitas bagi dirinya peribadi dan masyarakat luas.
KATA PENGANTAR
Pertama-tama perkenankanlah kami selaku penyusun makalah ini mengucapkan
puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami dapat menyusun
makalah ini.
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memahami aspek pendidikan
agama islam terutama untuk semangat beribadah kepada Allah SWT. Dan
Rasul-Nya. Dengan mempelajari isi dari makalah ini diharapkan generasi muda
bangsa mampu menjadi islam yang sesungguhnya, saleh, beriman kepada Allah
SWT dan bermanfaat bagi masyarakat.
Ucapan terima kasih dan puji syukur kami sampaikan kepada Allah dan semua
pihak yang telah membantu kelancaran, memberikan masukan serta ide-ide
untuk menyusun makalah ini.
Kami selaku penyusun telah berusaha sebaik mungkin untuk menyempurnakan
makalah ini, namun tidak mustahil apabila terdapat kekurangan maupun
kesalahan. Oleh karena itu kami memohon saran serta komentar yang dapat
kami jadikan motivasi untuk menyempurnakan pedoman dimasa yang akan
datang.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I
MENGHIDUPKAN NURANI DENGAN BERPIKIR KRITIS
A.Kesimpulan
B.Saran
BAB I
MENGHIDUPKAN NURANI DENGAN BERPIKIR KRITIS
Baca Juga : Makalah Agama Pergaulan Dalam Pandangan Islam
BAB II
CERAHKAN NURANI DENGAN SALING MENASIHATI
1.Pengertian Nasihat
Sesungguhnya nasihat itu diperuntukkan bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi
Rasul-Nya, dan bagi kaum mukminin. Nasihat adalah perkara yang sangat
agung bagi setiap muslim. Bahkan, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
menjadikannya sebagai pokok ajaran agama, ketika Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
“Agama itu adalah nasihat. “ Kami berkata: “Kepada siapa wahai Rasulullah?”
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Bagi Allah, bagi kitab-
Nya, bagi Rasul-Nya, dan para imam kaum Muslimin serta segenap kaum
Muslimin.”
Nasihat merupakan kata yang ringkas, tapi memiliki makna yang tersirat di
dalamnya. Secara bahasa kata nasihat berarti ikhlas. Dikatakan نصحت العسل,
artinya: aku menjernihkan madu.[2,3]
Imam al-Khaththabi rahimahullah mengatakan bahwa kata nasihat diambil dari
lafadz “nashahar-rajulu tsaubahu” (َُص َح ال َّر ُج ُل ثَوْ بَه
َ )ن, artinya, lelaki itu menjahit
pakainnya. Para ulama mengibaratkan perbuatan penasihat yang selalu
menginginkan kebaikan orang yang dinasihatinya, sebagaimana usaha
seseorang memperbaiki pakaiannya yang robek.[4]
Nasihat adalah perkara yang penting sehingga setiap muslim wajib
memperhatikan dan melakukannya kepada orang lain. Sampai-sampai Nabi
Muhammadshallallaahu ‘alaihi wa sallam mengambil bai’at atasnya dan selalu
mengikat diri dengannya karena sangat memperhatikan masalah nasihat ini.
Diriwayatkan dari Jarir radhiyallaahu‘anhu: “Aku berbai’at (berjanji setia)
kepada Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk menegakkan shalat,
menunaikan zakat, dan memberi nasihat kepada setiap muslim.”
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjadikan nasihat yang tulus kepada
seorang muslim sebagai bagian dari hak-haknya yang harus ditunaikannya oleh
saudaranya sesama Muslim.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Hak Muslim atas Muslim lainnya ada enam: jika engkau bertemu dengannya
maka ucapkanlah salam kepadanya; jika ia mengundangmu, maka penuhilah
undangannya; jika ia meminta nasihat kepadamu, maka nasihatilah ia…”
Baca Juga : Contoh Laporan Prakerin Jurusan ATPH
Makalah Agama Menghidupkan Nurani Dengan Berpikir Kritis
e. Merahasiakan Nasihat
Hendaklah seseorang memberikan nasihat secara diam-diam, tidak terang-
terangan di hadapan orang lain. Sebab, manusia pada umumnya tidak mau
menerima nasihat apabila diberikan di hadapan orang lain karena hal itu dapat
mempermalukannya atau mengesankan kerendahan dan kehinaannya. Oleh
karena itu, akan bangkitlah keangkuhannya sehingga menyebabkannya menolak
nasihat yang disampaikan. Nasihat pada kondisi tersebut sama dengan
membongkar aib dan nasihat ini hampir semakna dengan merendahkannya. Dan
para ulama salaf pun membenci perbuatan amar ma’ruf nahi munkar dengan
bentuk merendah-rendahkan di hadapan orang banyak dan mencintai jika
memberikan nasihat secara diam-diam.
Adapun nasihat yang diberikan dengan diam-diam tidaklah mengandung makna
seperti itu,. Oleh sebab itu, biasanya orang yang dinasihati menerima jika
nasihat untuknya tidak disampaikan secara terang-terangan. Niscaya orang yang
dinasihati tidak merasa keberatan atau tertekan untuk menerima nasihat
tersebut. Sehingga apabila seseorang menerima suatu nasihat dari orang yang
menginginkan kebaikan darinya supaya mencegah dari hal yang dilarang,
kemudian ia menerimanya, taat, tunduk dan mengetahui baiknya nasihat
tersebut maka hal itu diumpamakan seperti menginginkan kebaikan kepada
orang yang dinasihati.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Beriman kepada Allah SWT. akan melahirkan sikap optimis,tidak mudah putus
asa, sebab yang menimpanya ia yakini sebagai ketentuan yang telah Allah
takdirkan kepadanya dan Allah akan memberikan yang terbaik kepada seorang
muslim,sesuai dengan sifatnya yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang.Olehkarena itu,jika kita tertimpa musibah maka ia akan
bersabar,sebab buruk menurut kita belum tentu buruk menurut Allah,sebaliknya
baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah.Karena dalam kaitan dengan
takdir ini seyogyanya lahir sikap sabar dan tawakal yang dibuktikan dengan
terus menerus berusaha sesuai dengan kemampuan untuk mencari takdir yang
terbaik dari Allah.
B.Saran
Keimanan seseorang akan berpengaruh terhadap perilakunya sehari-hari.Oleh
karena itu,penulis menyarankan agar kita senantiasa meningkatkan iman dan
takwa kita kepada Allah SWT agar hidup kita senantiasa berhasil menurut
pandangan Allah SWT.Juga keyakinan kita terhadap takdir Allah senantiasa
ditingkatkan demi meningkatkan amal ibadah kita.Serta Kita harus senantiasa
bersabar,berikhtiar dan bertawakal dalam menghadapi takdir Allah SWT.