Anda di halaman 1dari 22

Mata Ajar : Keperawatan Medikal Bedah I

Dosen : Rahmat Hidayat S.Kep., Ns.

MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
LEUKIMIA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK

ASMIYAH 14220170018
DELLA RELYANA 14220170001
NURHAZIZAH HAMSUL 14220170016
SUMARNO 14220170026
JUWITA 1

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang mana atas limpahan rahmat, taufik,
hidayah dan karunia-Nya, sehingga penyusunan makalah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN LEUKIMIA” dapat terselesaikan walaupun dalam
bentuk yang sederhana. Makalah ini disusun sesuai dengan tugas yang diberikan dosen
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah guna melengkapi tugas, kami berharap makalah
ini dapat diterima oleh dosen dan teman-teman mahasiswa lainnya.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna serta masih
terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan makalah ini. maka kami
berharap adanya masukan dari berbagai pihak untuk perbaikan dimasa yang akan
mendatang.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
dipergunakan dengan layak sebagaimana mestinya.

Makassar, 30 April 2019


Penulis,
 
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jaringan pembentuk darah ditandai oleh pergantian sel yang sangat cepat.
Normalnya, produksi sel darah tertentu dari prekursor stem cell diatur sesuai
kebutuhan tubuh ( Arif muttaqin,2009).
Leukimia artinya “ Darah putih”,adalah proliferasi neoplastik satu sel
tertentu (granulosit,monosit,limfosit, atau megakariosit). Defek diperkirakan
berasal dari stem cell hematopetik. ( Arif Muttaqin,2009)
Leukemia (kanker darah) merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
pertambahan jumlah sel darah putih (leukosit). Pertambahan ini sangat cepat
dan tidak terkendali serta bentuk sel-sel darah putihnya tidak normal. Pada
pemeriksaan mikroskopis apus darah tepi terlihat sel darah putih muda, besar-
besar dan selnya masih berinti (disebut megakariosit) putih (neoplasma
hematology).
Beberapa ahli menyebut leukemia sebagai keganasan sel darah putih
(neoplasma hematology). Leukemia ini sering berakibat fatal meskipun
leukemia limpositik yang menahun (chronic lympocytic leucaemia), dahulu
disebut sebagai jenis leukemia yang bisa bisa bertahan lama dengan
pengobatan yang intensif.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan leukemia ?
2. Apa etiologi leukemia?
3. Apa patofisiologi leukemia?
4. Apa klasifikasi leukemia?
5. Apa pemeriksaan laboratorium dan diagnostik leukemia?
6. Apa penatalaksanaan medis leukemia?
7. Komplikasi apa yang akan terjadi saat terkena leukimia ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan klien leukemia ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan leukemia
2. Untuk mengetahui apa etiologi leukemia
3. Untuk mengetahui apa patofisiologi leukemia
4. Untuk mengetahui apa klasifikasi leukemia
5. Untuk mengetahui apa pemeriksaan laboratorium dan diagnostik leukemia
6. Untuk mengetahui apa penatalaksanaan leukemia
7. Untuk mengetahui komplikasi leukimia
8. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan klien leukemia
BAB II
KONSEP MEDIS

A. Definisi Leukimia
Penyakit ini merupakan poliferasi patologis dari sel pembuat darah yang
bersifat sistemik yang biasa nya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit
darah yang disebabkan terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah,
yaitu pada sum-sum tulang. Penyakit ini sering disebut kanker darah. Keadaan
yang sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif membuat sel darah tetapi yang
dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini mendesak
pertumbuhan sel darah yang normal. Berdasarkan morfologiksel terdapat 5
golongan besar leukemia sesuai dengan 5 macam system hemopoietik dalam
sumsum tulang. (Ngastiyah, 2005).
Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam
jaringan pembentuk darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175).
Leukimia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih
dalam sum-sum tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal
(Smeltzer, S C and Bare, B.G, 2002 : 248 ).
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa
proliferasio patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya
kegagalan sum-sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya
infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain. (Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495).
B. Etiologi
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini.
Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih
meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia. (Wiwik & andi
sulistyo,2008)
a. Host
1) Umur, jenis kelamin, ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. LLA
merupakan leukemia paling sering ditemukan pada anak-anak, dengan
puncak insiden antara usia 2-4 tahun, LMA terdapat pada umur 15-39
tahun, sedangkan LMK banyak ditemukan antara umur 30-50 tahun.
LLK merupakan kelainan pada orang tua (umur rata-rata 60 tahun).
Insiden leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita.
Tingkat insiden yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit
putih) dibandingkan dengan kelompok kulit hitam.
Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker.
Menyerang 9 dari setiap 100.000 orang di Amerika Serikat setiap tahun.
Orang dewasa 10 kali kemungkinan terserang leukemia daripada anak-
anak. Leukemia terjadi paling sering pada orang tua. Ketika leukemia
terjadi pada anak-anak, hal itu terjadi paling sering sebelum usia 4
tahun.
2) Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20
kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat
menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga meningkat
pada penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis
kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom
Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter
dan sindrom trisomi D.
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia meningkat
dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara
kandung penderita naik 2-4 kali.19 Selain itu, leukemia juga dapat
terjadi pada kembar identik.
Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case
control menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga
positif leukemia berisiko untuk menderita LLA (OR=3,75; CI=1,32-
10,99) artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 3,75 kali
memiliki riwayat keluarga positif leukemia dibandingkan dengan orang
yang tidak menderita leukemia.
b. Agent
1) Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada
binatang. Ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus
sebagai salah satu penyebab leukemia yaitu enzyme reserve
transcriptase ditemukan dalam darah penderita leukemia. Seperti
diketahui enzim ini ditemukan di dalam virus onkogenik seperti
retrovirus tipe C yaitu jenis RNA yang menyebabkan leukemia pada
binatang.
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi
terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus
jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur pada
sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang umum
pada propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain, khususnya
di antara Negro Karibia dan Amerika Serikat.
2) Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia. Angka kejadian LMA dan LGK jelas sekali
meningkat setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum proteksi
terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai
risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak
bekerja di bagian tersebut. Penduduk Hirosima dan Nagasaki yang
hidup setelah ledakan bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi
LMA dan LGK sampai 20 kali lebih banyak. Leukemia timbul
terbanyak 5 sampai 7 tahun setelah ledakan tersebut terjadi. Begitu juga
dengan penderita ankylosing spondylitis yang diobati dengan sinar
lebih dari 2000 rads mempunyai insidens 14 kali lebih banyak.
3) Zat Kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol,
fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia.18
Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi penyebab leukemia
(misalnya Benzene), pada orang dewasa menjadi leukemia
nonlimfoblastik akut.
Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control
menunjukkan bahwa orang yang terpapar benzene dapat meningkatkan
risiko terkena leukemia terutama LMA (OR=2,26 dan CI=1,17-4,37)
artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 2,26 kali terpapar
benzene dibandingkan dengan yang tidak menderita leukemia.
4) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya
leukemia. Rokok mengandung leukemogen yang potensial untuk
menderita leukemia terutama LMA.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa merokok meningkatkan
risiko LMA. Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case
control memperlihatkan bahwa merokok lebih dari 10 tahun
meningkatkan risiko kejadian LMA (OR=3,81; CI=1,37-10,48) artinya
orang yang menderita LMA kemungkinan 3,81 kali merokok lebih dari
10 tahun dibanding dengan orang yang tidak menderita LMA.
Penelitian di Los Angles (2002), menunjukkan adanya hubungan antara
LMA dengan kebiasaan merokok. Penelitian lain di Canada oleh Kasim
menyebutkan bahwa perokok berat dapat meningkatkan risiko LMA.
Faktor risiko terjadinya leukemia pada orang yang merokok tergantung
pada frekuensi, banyaknya, dan lamanya merokok.
c. Lingkungan (Pekerjaan)
Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan pekerjaan
dengan kejadian leukemia. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di
Jepang, sebagian besar kasus berasal dari rumah tangga dan kelompok
petani. Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control meneliti
hubungan ini, pasien termasuk mahasiswa, pegawai, ibu rumah tangga,
petani dan pekerja di bidang lain. Di antara pasien tersebut, 26% adalah
mahasiswa, 19% adalah ibu rumah tangga, dan 17% adalah petani.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang bekerja di
pertanian atau peternakan mempunyai risiko tinggi leukemia (OR = 2,35,
CI = 1,0-5,19), artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 2,35
kali bekerja di pertanian atau peternakan dibanding orang yang tidak
menderita leukemia.

C. Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat
dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi
sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat
berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel
leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh
terhadap infeksi. Sel leukemia juga merusak produksi sel darah lain pada
sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk
menyuplai oksigen pada jaringan. Perubahan kromosom dapat meliputi
perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom,
atau perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi,
inversi dan insersi.
Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik,
dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya
proliferasi sel abnormal.Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel
menjadi sel darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke
arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali
bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi
kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga
sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini
menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang
menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke
dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan
otak.
PATHWAY

D. Klasifikasi
Adapun klasifikasi Leukemia ( Arif Muttaqin,2009)
a. Leukemia Mielogenus Akut (LMA)
LMA mengenai sel sistem hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke
semua sel mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosinofil),
eritrosit, dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena. Insidensi
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia
nonlimfositik yang paling sering terjadi.
b. Leukemia Mielogenus Krinis (LMK)
LMK juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namu
lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih
ringan. LMK jarang menyerang individu dibawah 20 tahun. Manifestasi
mirip dengan gambaran LMA tetapi dengan tanda dan gejala yang lebih
ringan. Pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun,
peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa
membesar.
c. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 – 70 tahun.
Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala. Penyakit baru
terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit.
d. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada
anak-anak, laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Puncak insiden
usia 4 tahun, setelah usia 15 tahun. LLA jarang terjadi. Limfosit immatur
berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga
mengganggu perkembangan sel normal.

E. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik


a) Hitung darah lengkap complete blood cell (CBC). Anak dengan CBC
kurang dari 10.000/mm3 saat didiagnosis memiliki memiliki prognosis
paling baik; jumlah lekosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis
kurang baik pada anak sembarang umur.
b) Hemoglobin : bisa kurang dari 10 gr%
c) Retikulosit: menurun/rendah
d) Rontgen dada dan biopsi kelenjar limfa : menunjukkan tingkat kesulitan
tertentu (Arif Muttaqin,2009)
e) Pungsi lumbal untuk mengkaji keterlibatan susunan saraf pusat
f) Foto toraks untuk mendeteksi keterlibatan mediastinum.
g) Aspirasi sumsum tulang. Ditemukannya 25% sel blas memperkuat
diagnosis.
h) Pemindaian tulang atau survei kerangka untuk mengkaji keterlibatan
tulang.
i) Pemindaian ginjal, hati, limpa untuk mengkaji infiltrat leukemik.
j) Jumlah trombosit menunjukkan kapasitas pembekuan.
(Betz, Cecily L. 2002. hal : 301-302).

F. Penatalaksanaan medis
Protokol pengobatan bervariasi sesuai jenis leukemia dan jenis obat yang
diberikan pada anak. Proses induksi remisi pada anak terdiri dari tiga fase :
induksi, konsolidasi, dan rumatan. Selama fase induksi (kira-kira 3 sampai 6
minggu) anak menerima berbagai agens kemoterapeutik untuk menimbulkan
remisi. Periode intensif diperpanjang 2 sampai 3 minggu selama fase
konsolidasi untuk memberantas keterlibatan sistem saraf pusat dan organ vital
lain. Terapi rumatan diberikan selama beberapa tahun setelah diagnosis untuk
memperpanjang remisi. Beberapa obat yang dipakai untuk leukemia anak-anak
adalah prednison (antiinflamasi), vinkristin (antineoplastik), asparaginase
(menurunkan kadar asparagin (asam amino untuk pertumbuhan tumor),
metotreksat (antimetabolit), merkaptopurin, sitarabin (menginduksi remisi pada
pasien dengan leukemia granulositik akut), alopurinol, siklofosfamid
(antitumor kuat), dan daunorubisin (menghambat pembelahan sel selama
pengobatan leukemia akut). (Betz, Cecily L. 2002. : 302).

G. Komplikasi
Leukemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi, diantaranya yaitu:
a) Gagal sumsum tulang (Bone marrow failure). Sumsum tulang gagal
memproduksi sel darah merah dalam umlah yang memadai, yaitu berupa:
 Lemah dan sesak nafas, karena anemia(sel darah merah terlalu sedikit)
 Infeksi dan demam, karena berkurangnya jumlah sel darah putih
 Perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit.
b) Infeksi. Leukosit yang diproduksi saat keadaan LGK adalah abnormal,
tidak menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Hal ini menyebabkan
pasien menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu pengobatan
LGK juga dapat menurunkan kadar leukosit hingga terlalu rendah,
sehingga sistem imun tidak efektif.
c) Hepatomegali (Pembesaran Hati). Membesarnya hati melebihi
ukurannya yang normal.
d) Splenomegali (Pembesaran Limpa). Kelebihan sel-sel darah yang
diproduksi saat keadaan LGK sebagian berakumulasi di limpa. Hal ini
menyebabkan limpa bertambah besar, bahkan beresiko untuk pecah.
e) Limpadenopati. Limfadenopati merujuk kepada ketidaknormalan
kelenjar getah bening dalam ukuran, konsistensi, ataupun jumlahnya.
f) Kematian
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan
data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan
pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta
merumuskan diagnosa keperawatan. (Budi Anna Keliat, 1994). Pengkajian
pada leukemia meliputi :
 Riwayat penyakit
 Kaji adanya tanda-tanda anemia :
- Pucat
- Kelemahan
- Sesak
- Nafas cepat
- Kaji adanya tanda-tanda leukopenia
- Demam
- Infeksi
 Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :
1).Ptechiae
2).Purpura
3).Perdarahan membran mukosa

 Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :


1).Limfadenopati
2).Hepatomegali
3).Splenomegali

 Kaji adanya pembesaran testis


 Kaji adanya :
- Hematuria
- Hipertensi
- Gagal ginjal
- Inflamasi disekitar rectal
- Nyeri
(Suriadi,R dan Rita Yuliani,2001 : 17)

B. Diagnosis keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d inadekuat pertahanan sekunder atau
penurunan respon kekebalan.
b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen atau nutrient ke sel.
c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak
adekuat.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan metabolisem, suplai
O2 ke jaringan terganggu.
e. Cemas berhubungan dengan ancaman, kematian dan perubahan status
kesehatan, krisis situasional.
f. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik b.d kompleksitas
program pengobatan.

C. Intervensi
1. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d inadekuat pertahanan sekunder atau
penurunan respon kekebalan.
Tujuan :

 Terbebas dari tanda dan gejala infeksi


 Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat
 Mengindikasikan status gastrointestinal, pernafasan, dan
imundalam batas normal
 Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi
 Melaporkan tanda dan gejala infeksi serta mengikuti prosedur
pernafasan dan pemantauan
Intervensi :
a. Istirahatkan klien pada ruangan khusus/ isolasi
Rasional : dengan mengistirahatkan pada ruangan isolasi dapat
menghindari terkontaminasi dengan klien sehingga infeksi dapat
dicegah.
b. Anjurkan klien atau orang tua untuk memelihara kebersihan diridan
lingkungan klien
Rasional : dengan memelihara kebersihan diri dan lingkungan dapat
menghambat perkembang biakan kuman.
c. Laporkan segera adanya tanda-tanda infeksi
Rasional : hindari keterlambatan pengobatan.
d. Tindakan kepatuhan terhadap therapi AB
Rasional : untuk mencegah dan pengobatan infeksi.
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen atau
nutrient ke sel.
Tujuan : Perfusi jaringan dengan komponen seluler dapat teratasi
Intervensi :
a. Awasi TTV , kaji pengisian kapiler.
Rasional : memberikan informasi dengan derajat/
keadekuatanperfusi jaringan dan membantumenetukan kebutuhan
intervensi
b. Tinggikan kepala sesuai toleransi
Rasional : meningkatkan espansi paru dan memaksimalkan
oksigennasi untuk kebutuhan seluler
c. Kaji untuk respon melambat, mudah terangsang
Rasional : Dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena
hipoksia.
d. awasi upaya pernapasan, auskultasi bunyi nafas.
Rasional : dispneu karena regangan jantung lama/peningkatan
kompensasi curah jantung
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak
adekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Intervensi :
a. Observasi dan catat masukan makanan klien
Rasional : mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan
konsumsimakanan.
b. Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : mengawasi penurunan berat badan.
c. Berikan makanan sedikit tapi sering.
Rasional : makanan sedikit dapat meningkatkan pemasukan
dengan mencegah distensi lambung.
d. Berikan penyuluhan pada orang tua klien pentingnya nutrisi
yangadekuat.
Rasional : menambah pengetahuan klien dan orang tua tentang
pentingnya makanan bagi tubuh dalam membantu proses
penyembuhan.
e. Tingkatkan masukan cairan diatas kebutuhan minuman
Rasional : guna mengkompensasi tambahan kebutuhan cairan.
f. Dorong anak untuk minum.
Rasional : meningkatkan kepatuhan.
g. Ajarkan orang tua tentang tanda-tanda dehidrasi
Rasional : menghindari keterlambatan therapi rehidrasi.
h. Tekankan pentingnya menghindari panas yang berlebihan.
Rasional : menghindari penyebab kehilangan cairan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan metabolisem,
suplai O2 ke jaringan terganggu.
Tujuan : Kebutuhan aktivitas klien terpenuhi
Intervensi :
a. Kaji respon individu
Rasional : menentukan derajat ( berlanjutnya/perbaikan dari efek
ketidakmmapuan)
b. Meningkatkan aktivitas klien secara bertahap
Rasional : meningkatkan rasa membaik/meningkatkan kesehatan
c. Rencana periode istirahat adekuat
Rasional : mencegah kelelahan berlebih dan menyimpan energy
untuk penyembuhan

5. Cemas berhubungan dengan ancaman, kematian dan perubahan status


kesehatan, krisis situasional
Tujuan : Diharapkan klien dan keluarga tidak cemas
Intervensi :
a. Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional : Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
Rasional : Agar klien mempunyai semangat dan empati terhadap
perawatan dan pengobatan.
c. Berikan support mental .
Rasional : Meningkatkan kepercayaan diri dan semangat untuk
pengobatan
d. Anjurkan klien dan keluarga untuk berdoa.
Rasional : agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada
tuhan YME
6. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik b.d
kompleksitas program pengobatan.
Tujuan/Kriteria Hasil Keluarga akan:
a. Menunjukkan keinginan untuk mengelola regimen atau program
terapeutik.
b. Mengidentifikasi factor-faktor pengganggu program terapeutik.
c. Mengatur kegiatan yang biasa dibutuhkan ke dalam program
pengobatananggota keluarga, misalnya diet, aktivitas sekolah.
d. Mengalami penurunan gejala sakit diantara anggota keluarga.
Intervensi:
a. Kaji status koping dan proses keluarga saat ini.
b. Kaji tingkat pemahaman anggota keluarga pada penyakit,
komplikasi, dan penanganan yang disarankan.
c. Kaji kesiapan anggota keluarga untuk mempelajarinya.
d. Identifikasi kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam
perawatan pasien.
e. Tentukan sumber pemberi perawatan utama secara fisik, emosional,
dan pen didikan.
f. Tentukan tingkat ketergantungan pasien pada keluarga, dengan cara
yangsesuai dengan usia dan penyakit.
Pendidikan untuk pasien dan keluarga:
a. Berikan keterampilan yang dibutuhkan untuk terapi pasien kepada
pemberi perawatan.
b. Ajarkan strategi untuk mempertahankan/memperbaiki kesehatan
pasien.
c. Memudahkan pemahaman keluarga dalam aspek penyakit secara
medis.
d. Bantu pemberi perawatan utama untuk mendapatka persediaan
perawatan yang dibutuhkan.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Mutaqqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem


Kardioveskular. Jakarta:Salemba Medika.

Bain, Barbara Jane. 2012. Hematologi Kurikulum Inti. Jakarta: EGC.

Handayani, Wiwik dan Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Asuhan Keperawatan


pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba
Medika.

Lemone, Priscilla, dkk. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai