Disusun Oleh :
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta kasih sayang dan
karunia-Nya yang telah diberikan kepada seluruh ciptaan –Nya, shalawat dan salam semoga
dilimpahkan kepada nabi besar Muhammad SAW. Alhamdulillah berkat kemudahan yang diberikan
Allah SWT, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
KORBAN PERKOSAAN DAN KEKERASAN SEKSUAL. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini
adalah sebagai salah satu tugas Keperawatan Medikal Bedah. Dalam penyusunan makalah ini, kami
banyak mengalami kesulitan dan hambatan, hal ini disebabkan oleh keterbatasan ilmu pengetahuan
yang kami miliki. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pada khususnya, dan
bagi para pembaca pada umumnya. Amiin. Kami sebagai penyusun sangat menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang ditujukan untuk membangun.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pemerkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual yang dilakukan oleh
seorang laki-laki terhadap perempuan dengan cara yang dinilai melanggar menurut moral dan
hukum. (Wigjosubroto dalam prasetyo, 1997).
Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi atau mengarah
kepada hal-hal seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang
menjadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi negatif seperti malu, marah, benci, tersinggung
dan sebagiannya pada diri individu yang menjadi korban pelecehan tersebut. Pelecehan
seksual ini merupakan persoalan yang seharusnya diletakan kepada perspektif gender,dimana
pelecehan seksual merupakan manisfestasi dari besarnya sistem patriarkhi dimana laki-laki
merupakan pengatur kepercayaan sosial.
2. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran umum serta memahami tentang korban perkosaan dan
pelecehan seksual. Makalah ini dibuat dengan tujuan agar mahasiswa / mahasiswi
memiliki kemampuan konsep pemahaman sebagai tenaga perawat professional di bidang
Keperawatan Jiwa II sehingga mampu menggunakan pendekatan proses keperawatan
yang komprehensif yang mencakup bio, psiko, sosio, dan spiritual.
b. Tujuan Khusus
1. Mampu Penjelasan tentang korban perkosaan dan pelecehan seksual
2. Mampu menerapkan Asuhan keperawatan jiwa dengan korban pemerkosaan dan
pelecehan seksual
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengakjian
1. Identitas Klien
Terdiri dari nama, alamat, umur, pekerjaan, status perkawinan, agama, tanggal masuk,
diagnosa, tanggal didata, dll
2. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan dahulu
3. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Bagaimana kepala dan rambut
Mata : Bagaimana keadaan palpebra, conjungtiva, sklera, pupil,
Mulut : Tonsil, keadaan lidah dan gigi geligi
Leher : Apakah mengalami pembesaran kelenjer tyroid
Dada : Jenis pernafasan
Abdomen : Apakah simetris, oedema, lesi, dan bunyi bising usus
Genitalia : Bagaimana alat genitalianya
Ekstremitas : Kegiatan dan aktivitas
Pohon masalah
Isolasi sosial : menarik diri
↑
↑
Koping individu tidak efektif
C. PERENCANAAN
Dx 1 : Gangguan konsep diri :Harga Diri Rendah
D. IMPLEMENTASI
Tindakan yang langsung yang dilakukan pada klien baik yang sesuai dengan yang
direncanakan maupun yang tidak direncanakan. Implementasi ini dilakukan untuk mencapai
tujuan yang diharapkan.
E. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang terdiri dari SOAP (Subjective,
Objective, Analisa dan Planning).
1. PENGERTIAN
Kekerasan seksual ( sexual abuse) dapat didefinisikan sebagai perilaku seksual secara fisik
maupun nonfisik oleh orang yang lebih tua atau memiliki kekuasaan terhadap korban ,
bertujuan untuk memuaskan hasrat seksual pelakunya. Korban mungkin saja belum atau tidak
memahami perlakuan yang dilakukan terhadap dirinya, mereka hanya merasa tidak nyaman ,
sakit, takut, merasa bersalah dan persaan lain yang tidak menyenangkan (FKUI, 2006)
Identitas jenis kelamin atau kesadaran akan jenis kelamin kepribadiannya merupakan hasil
isyarat dan petunjuk yang tak terhitung banyaknya dari pengalaman dengan anggota
keluarga, guru, kawan, teman sekerja, dan dari fenomena kebudayaan. Identitas jenis
kelamin dibentuk oleh ciri-ciri fisik yang diperoleh dari seks biologic yang saling
berhubunghan dengan suatu system rangsangan yang berbelit-belit, termasuk pemberian
hadiah dan hukuman berkenaan dengan hal seks serta sebutan dan petunjuk orangtua
mengenai jenis kelamin. Factor kebudayaan dapat mengakibatkab konflik tentang identitas
jenis kelamin dengan secara ikut-ikutan member cap maskulin atau feminin pada prilaku
nonseksual tertentu. Umpamanya minat seorang anak laki-laki pada keseniaan atau
pakaian dicap feminine oleh orang tuanya dan mungkin ia sendiri juga menganggap
demikian. Seorang gadis yang suka olahraga, bersaing, dan berdiri sendiri menjadi ragu-
ragu bila ia dicap maskulin.
Perkosaan
Perkosaan adalah jenis kekerasan yang paling mendapat sorotan. Diperkirakan 22%
perempuan dan 2% laki-laki pernah menjadi korban perkosaan. Untuk di Amerika saja,
setiap 2 menit terjadi satu orang diperkosa. Hanya 1 dari 6 perkosaan yang dilaporkan
ke polisi. Sebagian besar perkosaan dilakukan oleh orang yang mengenal korban alias
orang dekat korban.
Kekerasan seksual terhadap anak-anak.
Suatu tinjauan baru-baru ini terhadap 17 studi dari seluruh dunia menunjukkan bahwa
di manapun, sekitar 11% sampai dengan 32% perempuan dilaporkan mendapat
perlakuan atau mengalami kekerasan seksual pada masa kanak-kanaknya. Umumnya
pelaku kekerasan adalah anggota keluarga, orang-orang yang memiliki hubungan
dekat, atau teman. Mereka yang menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak
biasanya adalah korban kekerasan seksual pada masa kanak-kanak.
Kekerasan ini mencakup segala jenis kekerasan seksual yang dilakukan seseorang
terhadap pasangan seksualnya. Sebesar 95% korban kekerasan adalah perempuan..
Sejumlah 1 dari 5 perempuan (19%) melaporkan bahwa biasanya mereka dipaksa
untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangan mereka selama dipukuli.
Termasuk kekerasan seksual adalah kekerasan yang dilakukan seorang laki-laki
terhadap seorang perempuan, semata-mata karena sang korban adalah perempuan.
Istilah untuk ini adalah kekerasan berbasis gender. Berikut adalah kekerasan berbasis gender:
Identitas seksual tidak dapat dipisahkan dari konsep diri atau citra tubuh seseorang. Oleh
karena itu, apabila terjadi perubahan pada tubuh atau emosi seseorang, respons seksual juga
berubah.
5. FAKTOR PREDISPOSISI
Sampai saat ini, tidak ada satu teori pun yang dapat secara adekuat menjelaskan proses
perkembangan seksual atau factor predisposisi terjadinya respons seksual yang maladaptive
pada individu. Beberapa teori yang telah dikemukakan meliputi hal-hal berikut:
Factor biologis
Merupakan awal yang menentukan perkembangan gender, yaitu apakah seseorang
secara genetic ditentukan sebagai pria atau wanita. Somatotipe seseorang mencakup
kromosom, hormone, genitalia interna dan eksternal, serta gonad.
Pandangan psikoanalitis
Freud memandang seksualitas sebagai salah satu kekuatan penting dalam kehidupan
manusia. Ia merupakan ilmuan yang pertama yang meyakini bahwa seksualitas
berkembang sebelum awitan pubertas dan pilihan ekspresi seksualindividu bergabtung
pada keterkaitan factor penurunan, biologi dan social. Ia menyatakan bahwa
perkembangan seksualitas secara spesifik berhubungan dengan perkembangan
hubungan objek selama tahap psikososial perkembangan.
Pandangan prilaku
Perspektif ini memandang prilaku seksual sebagai suatu respons yang dapat diukur,
baik dengan komponen fisiologis maupun psikologis, terhadap stimulus yang dipelajari
atau kejadian yang mendukung. Penanganan masalah seksual melibatkan proses
mengubah perilaku melalui intervensi langsung tanpa perlu mengidentifikasi penyebab
atau psikodinamika.
6. SUMBER KOPING
Sumber koping dapat meliputi pengetahuan tentang seksualitas, pengalaman seksual yang
positif dimasa lal, adanya individu yang mendukung termasuk pasangan seksual, dan norma
social atau budaya yang mendorong ekspresi seksual yang sehat.
7. MEKANISME KOPING
Berbagai mekanisme koping yang dapat digunakan untuk mengekspresikan respons seksual
individu adalah sebagai berikut:
1. PENGKAJIAN
Menurut pasquali, Arnold, dan De Basio( 1989 ) dan craven & Himle ( 1996 ) , penggunaan diri
secara terapeutik ( theurapeutic use of self ) sangat penting dalam menciptakan lingkungan
tempat kesehatan seksual dipersepsikan sebagai bagian integral dari riwayat menyeluruh klien.
Ketepatan pengumpulan data bergantung pada kemampuan perawat untuk menciptakan
lingkungan yang menunjang suasana wawancara. Berikut ini pedoman wawancara yang baik
dalam mengumpulkan data yang berkaitan aspek psikoseksual.
Menggunakan pendekatan yang jujur dan berdasarkan fakta yang menyadari bahwa
klien sedang mempunyai pertanyaan atau masalah seksual.
Mempertahankan kontak mata dan duduk dengan klien.
Memberi waktu yang memadai untuk membahas masalah seksual, jangan terburu-
buru.
Menggunakan pertanyaaan yang terbuka ,umum dan luas untuk mendapatkan
imformasi mengenai pengetahuan ,persepsi dan dampak penyakit berkaitan dengan
seksualitas.
Jangan mendesak klien untuk membicarakan mengenai seksualitas, biarkan terbuka
untuk dibicarakan pada waktu yang akan datang
Masalah citra diri, kegiatan hidup sehari- hari dan fungsi sebelum sakit dapat dipakai
untuk mulai membahas masalah seksual.
Amati klien selama interaksi ,dapat member informasi tentang masalah apa yang
dibahas, begitu pula masalah apa yang dihindari klien.
Minta klien mengklarifikasi komunikasi verbal dan non verbal yang belum jelas
Berinisiatif untuk membahas masalah seksual berarti menghargai klien sebagai makhluk seksual,
memungkinkan timbulnya pertanyaan tentang masalah seksual. Menurut Ellis Nowlis ( 1994 ), area
yang perlu diperhatikan ketika berinteraksi dengan klien meliputi:
Perlu di kaji berbagai mekanisme koping yang mungkin digunakan klien untuk mengekspresikan
masalah seksual nya antara lain sebagai berikut:
POHON MASALAH
Perilaku
kkekerasan
3. Intervensi
Dx 1 : Perilaku Kekerasan
4. IMPLEMENTASI
Tindakan yang langsung yang dilakukan pada klien baik yang sesuai dengan yang
direncanakan maupun yang tidak direncanakan. Implementasi ini dilakukan untuk mencapai
tujuan yang diharapkan.
5. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang terdiri dari SOAP (Subjective,
Objective, Analisa dan Planning).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pemerkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapare yang berarti mencari, mamaksa, merampas atau
membawa pergi. Pemerkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual yang dilakukan
oleh seorang laki-laki terhadap perempuan dengan cara yang dinilai melanggar menurut moral dan
hukum. Kekerasan seksual ( sexual abuse) dapat didefinisikan sebagai perilaku seksual secara fisik
maupun nonfisik oleh orang yang lebih tua atau memiliki kekuasaan terhadap korban , bertujuan untuk
memuaskan hasrat seksual pelakunya.
B. SARAN
Pelecehan seksual dan korban pemerkosaan sangat berbahaya karena akan menimbulkan
efek yang sangat berbahaya karena akan menimbulkan efek yang sangat berbahaya mulai dari
beban mental yang diderita oleh korban, penyakit yang akan diderita oleh pelaku dan juga oleh
korban,dsb. Maka dari itu kita harus bisa menjaga diri dengan cara mendekatkan diri kepada
yang maha kuasa, pertebal iman kita supaya kita selalu dalam lindungan tuhan yang maha esa
DAFTAR PUSTAKA
Hacker / Moore, 2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Hipocrates