Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KEGIATAN TUTORIAL

SKENARIO 2
Cinta Ini.. Membunuhku
BLOK 3.5 Behavior, Emotional Coping, and Research

Disusun oleh Kelompok 7


Anggota:
1. Rochma Dwi Rahayu

(15237)

2. Rizky Fadhilah

(15240)

3. Ratna Dwi Wijayanti

(15244)

4. Yuninda kurniawati

(15246)

5. Jeki Rahmawati

(15255)

6. Nanang Arif K

(15257)

7. Redita Elva F

(15262)

8. Wahyu Nitari

(15264)

9. Leila Nur Hutami

(15269)

10. Nur Firda Susanti

(15270)

11. Mia Ayu Luvita A

(15271)

12. Ivo Fridina

(15273)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2015

Ketua Diskusi : Ratna Dwi Wijayanti


Sekretaris 1 : Rizky Fadhilah
Sekretaris 2 : Wahyu Nitari
Tutor : Purwanta, S.Kp., M.Kes.
Pertemuan I : Senin, 13 April 2015
Pertemuan II : Kamis, 16 April 2015

SKENARIO 4

Cinta Ini. Membunuhku


Ny. Anisa, 24 tahun adalah korban kekerasan seksual dari suaminya. Kejadian
dilakukan berulang-ulang tetapi Ny. Anisa tidak mampu berbuat apa-apa
karena diancam. Ny. Anisa mencoba melakukan percobaan bunuh diri karena
merasa malu. Keluarga berharap pada perawat agar Ny Anisa mendapat
bantuan hukum dan psikologi.

STEP 1
STEP 2
1. Apakah perawat bisa memberikan bantuan hukum pada korban perilaku
kekerasan seksual? Dan bagaimana bentuknya?
2. Bagaimana peran keluarga dan masyarakat terhadap korban kekerasan
seksual? Sampai dimana batasnya?
3. Bagaimana treatment bantuan psikologi dan medis untuk korban kekerasan
seksual?
4. Bagaimana respon positif dan negative yang mungkin muncul?
5. Bagaimana penangangan kasus resiko bunuh diri?
6. Apa saja pasal-pasal perlindungan hokum dalam kasus kekerasan?
7. Bagaimana respon protektif diri yang harus dilakukan korban agar tidak
terkena KDRT?
8. Apa yang bisa dilakukan perawat untuk mencegah terjadinya kekerasan
seksual?
9. Apa saja penyebab dan faktor resiko bunuh diri?

10. Bagaimana tanda dan gejala bunuh diri dan kekerasan seksual?
11. Bagaimana asuhan keperawatan untuk resiko bunuh diri dan kekerasan
seksual?
STEP 3
1. Ya, perawat bisa memberikan bantuan hokum kepada korban perilaku
kekerasan seksual dengan menjadi advocator dan educator bagi korban dan
keluarganya. Selain itu juga bisa dengan menjadi saksi bagi korban.
2. Peran keluarga:
-

Mendampingi korban baik ketika melaporkan kejadian ke pihak


berwenang, dan selama proses peradilan

Sebagai tempat perlindungan dan tempat kembali bagi korban

Peran masyarakat:
-

Tidak mengucilkan korban

Ikut membantu melaporkan jika mengetahui adanya tindak kekerasan


seksual

3. Treatment bantuan psikologi dan medis bagi korban yang dapat diberikan
antara lain:
-

Dekati korban secara perlahan namun jangan terlalu dekat, setidaknya


berjarak 1 meter dan hindari kontak fisik, setelah itu mulai ajak mengobrol
dan lakukan pendekatan-pendekatan restructive cognitive (memperbaiki
pola pikir).

Tingkatkan harga diri dan management coping

Farmakoterapi: obat antidepressant dan antipsikotik

Bagi pelaku, berikan terapi restructive behavioral

4. Respon positif yang mungkin muncul:


-

Mau menceritakan pengalamannya pada orang lain

Berani untuk meninggalkan pelaku kekerasan seksual

Respon negative yang mungkin muncul:


-

Bunuh diri

Membalasnya pada orang lain

Penyalahgunaan obat-obatan

Murung dan mengalami gangguan peran

5.
6. Pasal-pasal perlindungan hukum terhadap korban perilaku kekerasan:
-

UU No 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga

UU No 1 tahun 1976

Dalam KUHP terdapat pasal perlindungan terhadap korban kekerasan

7.
8. (dilewati)
9. Penyebab dan faktor resiko bunuh diri antara lain:
-

Penyakit gangguan jiwa

Lingkungan psikososial

Penyakit kronis

Pernah mengalami penganiayaan

Berduka

Ekonomi

Koping individu tidak adekuat

Beban kerja

Broken home

Religius rendah

Usia di atas 45 tahun

Pernah mengalami riwayat percobaan bunuh diri sebelumnya

10. Tanda dan gejala bunuh diri:


-

Mengalami perubahan perilaku

Menyampaikan secara verbal ingin melakukan bunuh diri

Mempersiapkan wasiat

Mengalami perubahan mood (dari depresif-agresif)

Terjadi kehilangan orang terdekat

Sudah mempersiapkan peralatan bunuh diri

Tanda dan gejala perilaku kekerasan:


-

Cepat marah dan temperamental

Impulsive

Terpengaruh obat-obatan terlarang atau alcohol

Agresif

Libido tak seimbang

STEP 4 (MIND MAPPING)

STEP 5 (Penyusunan LO)


1. Asuhan keperawatan kekerasan seksual dan resiko bunuh diri
2. Penanganan kekerasan seksual dan resiko bunuh diri
STEP 6 (Belajar Mandiri)
STEP 7 (LO)
1. Asuhan keperawatan bagi korban kekerasan seksual:
a. Pengkajian
1) Data demografi
2) Dapat menggunakan berbagai pertanyaan sebagai berikut
-

Meminta klien untuk menceritakan kembali penglaman traumatic


yang dialami.

Menggali data klien tentang mimpi buruk atau mimpi yang berulang
mengenai pengalaman traumatiknya.

Menanyakan kepada klien apakah terjadi gangguan tidur (seperti:


insomnia, bangun terlalu awal, atau menangis saat tertidur)

Mengobservasi apakah terdapat depresi atau tidak.

Apakah terdapat perasaan denial atau emosi yang meti rasa terhadap
kejadian tersebut?

Apakah terdapat proyeksi perasaan?

Apakah terdapat kesulitan untuk menekspresikan perasaan?

Apakah ada rasa marah?

Apakah ada rasa menyalahkan diri sendiri?

Apakah mengalami harga diri rendah?

Apakah terdapat rasa frustasi dan iritabilitas?

Apakah ada rasa kecemasan, panic, atau kecemasan yang terpisah?

Apakah terdapat ketakutan? Seperti ketakutan pada laki-laki pada


korban perkosaan

Apakah terjadi penurunan konsentrasi?

Apakah terjadi kesulitan untuk menunjukkan rasa cinta dan empati?

Apakah ada kesulitan untuk mengungkapkan kebahagiaan?

Apakah ada kesulitan dalam membangun hubungan interpersonal,


masalah pernikahan dan perceraian?

Apakah terjadi kekerasan dalam hubungan?

Apakah terjadi masalah seksual?

Apakah klien menggunakan obat-obatan?

Apakah terjadi masalah dalam pekerjaan?

Apakah terdapat gejala-gejala fisik/somatisasi?

3) Trauma psikologis
4) Kaji level cemasnya. Jika pasien lama kecemasan yang berat atau panic
maka pasien tidak dapat diberi infromasi.
5) Trauma fisik
6) Support sistem yang ada
7) Identifikasi support komunitas
Pengkajian wanita yang mengalami kekerasan
1. Pertanyaan:
a. Apakah suamimu sangat cemburuan atau mengontrol anda?
b. Apakah suamimu melarangm Anda untuk bertemu dengan keluarga
atau teman?
c. Apakah suami Anda mengijinkan Anda untuk pergi kemanapun?

d. Apakah pasangan Anda pernah memaksa melakukan hubungan


seksual walaupun Anda tidak sedang ingin?
e. Bagaimana kemampuan Anda dan suami Anda dalam berargumen?
f. Apakah Anda merasa takut dengan apa yang dikatakan atau dilakukan
suami Anda?
g. Apa yang terjadi saat suami Anda marah?
h. Apakah suami Anda mengonsumsi narkoba atau alkohol?
i. Bagaimana suami Anda memanajemen stres atau rasa frustasinya?
2. Mengkaji apakah ada tanda-tanda dari psikopatologi? (depresi, cemas,
keinginan bunuh diri, PTSD, ketergantungan obat, adanya masalah
kesehatan fisik misalnya HIV dan penyakit menular seksual yang lain)

b. NANDA, NOC, NIC


DIAGNOSA
Ansietas
Domain 9: Koping/
Toleransi Stres
Kelas 2: Respon
Koping
Definisi:
perasaan
tidak nyaman atau
kekhawatiran
yang
samar disertai respon
autonom
(sumber
sering
kali
tidak
spesifik atau tidak
diketahui
oleh
individu);
perasaan
takut yang disebabkan
oleh
antisipasi
terhadap bahaya. Hal
ini merupakan isyarat
kewaspadaan
yang
memperingatkan
individu akan adanya
bahaya
dan
memampukan
individu
untuk

NOC
Anxiety Self Control
Definisi:
aksi
personal
untuk mengurangi perasaan
ketakutan, ketegangan, atau
kesulitan dari sumber yang
tidak jelas.
Indikator:
-

Menghilangkan penyebab
kecemasan
Merencanakan
strategi
koping saat stress
Menggunakan
strategi
koping yang efektif
Menggunakan
teknik
relaksasi
untuk
mengurangi kecemasan
Mempertahankan
hubungan sosial
Memonitor manifestasi
fisik dari kecemasan
Mengontrol respon cemas

NIC
Anxiety Reduction
Definisi: meminimalkan ketakutan
yang berkaitan dengan sumber yang
tidak jelas
Aktivitas:
-

Coping
Definisi:
aksi
personal
untuk memanajemen stresor

Gunakan pendekatan terapeutik


Cari untuk mengetahui perspektif
pasien terhadap situasi yang
membuat stres
Ciptakan suasana yang nyaman
untuk menjalin kepercayaan
Identifikasi tingkat stres pasien
Bantu
pasien
untuk
untuk
mengidentifikasi penyebab stres
Kontrol
stimulus
jika
memungkinkan
Dukung penggunaan mekanisme
pertahanan yang memungkinkan
Instruksikan
pasien
untuk
menggunakan teknik relaksasi
Berikan obat anti ansietas jika
memungkinkan
Kaji tanda verbal dan non-verbal
terhadap kecemasan

bertindak menghadapi yang bersumber dari diri Relaxation Therapy


ancaman.
sendiri
Definisi :menggunakan teknik
Batasan Karakteristik: Indikator:
untuk menciptakan suasana relaks
- Gelisah
- Mengidentifikasi
pola dengan tujuan untuk menurunkan
- Rasa nyeri yang
koping yang efektif
tanda
gejala
yang
tidak
meningkatkan
- Melaporkan penurunan menyenangkan
seperti
nyeri,
ketidakberdaya
stress
ketegangan otot, atau kecemasan.
an
- Menggunakan personal
Aktivitas:
-

Khawatir
Menyadari
gejala fisiologis

Faktor
yang
Berhubungan:
Terkait keluarga

suport system
Melaporkan penurunan
perasaan negative
Melaporkan peningkatan
kenyamanan psikologis
-

Deskripsikan keuntungan relaksasi


secara rasional, dan jenis relaksasi
yang memungkinkan
Tentukan teknik relaksasi yang
tepat dan bermanfaat.
Pertimbangkan kemauan pasien
untuk mengikuti teknik relaksasi
Berikan informasi yang jelas
tentang relaksasi yang dipilih
Ciptakan suasana lingkungan yang
tenang
Gunakan suara-suara lembut
Ajarkan pasien dan praktekan
teknik relaksasi
Minta pasien untuk mengulang
teknik, jika memungkinkan

Coping enhancement
Definisi: mendampingi pasien
untuk beradaptasi terhadap stresor
yang menggangu.
Aktivitas:
-

Bantu
pasien
untuk
mengklarifikasi miskonsepsi
Ajarkan
pasien
dalam
menggunakan teknik relaksasi jika
diperlukan
Bantu
pasien
dalam
mengidentifikasi support system
yang tersedia
Kurangi stimulus lingkungan yang
dapat menyebabkan kesalahan
interpretasi
Dukung penggunaan mekanisme
pertahanan
Bantu
pasien
dalam
mengidentifikasi situasi yang
realistik dalam kehidupannya.

a. Abuse protection

Rape-trauma
syndrome

b. Abuse recovery
-

Pasien sembuh dari


luka psikologis yang
diakibatkan

oleh

seksual abuse
-

Harga

diri

pasien

meningkat
-

Pasien merasa lebih


kuat

c. Abuse recovery: sexual


- Pasien mengungkapkan
detail kekerasan
- Pasien mengungkapkan
perasaannya terhadap
kekerasan
d. Stress
e. Will To Live
-

Pasien

mampu

mengungkapkan
harapannya
-

Pikiran-pikiran pasien
untuk

bunuh

diri

berkurang/
menghilang

sindrom a. Abuse Recovery: Sexual

Risiko

Definisi

pasca trauma
Definisi
mengalami

Tingkat

Risiko

penyembuhan dari cedera

respon

fisik dan psikologis akibat

maladaptif yang terus


berlangsung terhadap
kejadian

yang

penganiayaan
eksploitasi seksual.
Indikator :

dan

a. Abuse Protection Support


Aktivitas :
Identifikasi

adanya

pertahanan diri yang tidak


kompeten
Tentukan hubungan antara
suami dan istri

traumatik
melelahkan.

dan

Mengungkapkan secara
verbal

rincian

penganiayaan

verbal perasaan tentang


penganiayaan
Mengungkapkan secara
verbal informasi yang
akurat tentang fungsi

dapat

mendorong
perilaku

kekerasan
Observasi adanya cedera
fisik
Bantu

klien

mengadaptasi

strategi

situasi yang penuh tekanan

Mengekspresikan

tentang b. Counseling

kenyamanan

identitas gendernya.

Aktivitas :

Mengekspresikan
kenyamanan

Jalin hubungan terapeutik

tentang

orientasi seksual.

untuk

hak

dilindungi

terhadap penganiayaan
Menjalin

hubungan

sesuai

dan BHSP
Berikan

Mengungkapkan

dengan

lawan jenis atau sesame

kehangatan

dan

tujuan

dan

empati
Tetapkan

konjtrak waktu konseling


Berikan privacy
Ajarkan

klien

mengidentifikasi

jenis

Tindakan

Ajarkan

klien

personal untuk mengatasi

mengidentifikasi

stressor yang membebani

pada dirinya

sumber-sumber individu.
Indikator:
pola

koping yang efektif


Mengidentifikasi
yang

pola
tidak

efektif
Mengungkapkan secara
penerimaan

kekuatan

Berikan informasi kepada


klien

Mengidentifikasi

verbal

masalah

yang menyebabkan distress

b. Coping

koping

untuk

koping untuk menghadapi

seksual

Definisi

yang

terjadinya

Mengungkapkan secara

yang

Identifikasi situasi krisis

untuk

tidak

mengambil keputusan saat


kondisi dibawah tekanan

terhadap situasi
Melaporkan penurunan
stress

dan

pikiran

negative
Mampu
terhadap

beradaptasi
perubahan

dalam hidup
Mampu menggunakan
strategi koping yang
efektif

Intervensi inti pada penyintas KDRT


1. Mempertahankan hubungan terapiutik dengan pasien, jangan menjudgement,
menghargai kepercayaan, sikap simpati.
2. Berkolaborasi dengan pasien utnuk merencanakan atau melakukan rencana
keamanan untuk pasien
3. Memberikan edukasi kepada pasien mengenai kekerasan dalam rumah tangga.
4. Mengkaji dan memulai harapan yang baru
5. Obati adanya akibat dari kekerasan
6. Berikan kekuatan pada pasien dengan edukasi tentang pengembilan keputusan
cara mencari dukungan sosial untuk pasien
7. Meminta pasien untuk menyebutkan adanya reaksi duka dan kesedihan
8. Membantu pasien untuk menghindari terjadinya pengulangan kekerasan
dengan mengajarkan cara membangun hubungan yang aman dan bagaimana
melakukan kontak dengan pelaku.
9. Mengkaji adanya trauma yang bermacam-macam dan cara memelihara strategi
koping yang telah diberikan/diedukasikan oleh tenaga medis yang lain.

Asuhan Keperawatan Resiko Bunuh Diri


a. Pengkajian

Pengkajian tanda-tanda clues verbal yang terang-terangan (saya berharap


saya mati atau siapapun akan lebih baik jika saya mati dan clues verbal
yang tersembunyi (tidak masalah. Saya akan merasa baik).

Dapat menggunakan pertanyaan spesifik untuk melihat ide bunuh diri,


seperti:
a. Apakah kamu merasa hidupmu berharga ?
b. Apakah akhir-akhir ini kamu memikirkan kematian ?
c. Apakah kamu memikirkan bunuh diri ?

Pengkajian menggunakan instrument SAD PERSONS

Sex

Jika laki-laki

Age

Jika 25-44 tahun atau 65+ tahun

Depression

Jika ada

Previous attempt

Jika ada

Ethanol use

Jika ada

Rational

thinking Jika psikotik dengan banyak gejala

loss
S

Social

support Jika kurang

lacking
O

Organized plan

Jika terdapat rencana bunuh diri

No spouse

Jika bercerai, janda, berpisah, atau laki-laki 1


single

Sickness

Jika berat atau kronik

Jika skor 3-4 menandakan penanganan oleh psikiatri.

Karakteristik yang dievaluasi dalam pengkajian psikiatris pada pasien


dengan perilaku bunuh diri:
1. Current presentation of suicidality
-

Pikiran, rencana, perilaku, dan tujuan untuk melakukan bunuh diri/


melukai diri sendiri

Metode khusus yang diertimbangkan untuk melakukan bunuh diri


seperti kematian dan harapan mereka mengenai kematian serta senjata
apakah yang dapat mereka akses

Bukti yang menunjukkan adanya keputusasaan, impulsiveness,


anhedonia, panik, atau kecemasan

Alasan untuk hidup dan rencana ke depan

Penggunaan alkohol atau zat lain yang terkait dengan keadaan saat ini

Pikiran, rencana/ niat untuk melakukan kekerasan terhadap orang lain

2. Penyakit psikiatrik
-

Tanda dan gejala gangguan kejiwaan khususnya pada gangguan mood


(terutama MDD), skizofrenia, gangguan penggunaan zat, gangguan
kecemasan, dan gangguan kepribadian (terutama gangguan
kepribadian ambang dan antisosial)

Diagnosis dan perawatan psikiatri sebelumnya seperti serangan


penyakit, rawat inap psikiatri, dan pengobatan untuk gangguan
penggunaan zat

3. Riwayat
-

Usaha usaha untuk bunuh diri sebelumnya, percobaan bunuh diri


yang gagal, atau perilaku yang membahayakan diri sendiri

Disgnosa medis saat ini atau sebelumnya dan perawatan seperti


operasi atau rawat inap

Riwayat keluarga yang bunuh diri/ usaha bunuh diri/ riwayat keluarga
dengan penyakit mental dan penyalahgunaan zat

4. Situasi psikososial
-

Krisis psikososial akut dan stressor psikososial kronis yang dapat


mencakup kehilangan perasaan interpersonal, kesulitan secara
finansial/ perubahan status sosial ekonomi, perselisihan keluarga,
kekerasan dalam rumah tangga, dan pelecehan seksual/ fisik di masa
lalu/ saat ini, serta mengalami pengabaian

Status pekerjaan, situasi hidup (ada tidaknya bayi/ anak anak di


rumah), dan ada tidaknya dukungan eksternal

Kualitas hubungan keluarga

Keyakinan budaya atau agama terhadap kematian/ bunuh diri

5. Kekuatan dan kelemahan indvidu


-

Kemampuan koping

Karakter kepribadian

Respon masa lalu terhadap stres

Kapasitas untuk realitas pengujian

Kemampuan untuk mentoleransi nyeri psikologis dan memenuhi


kebutuhan psikologis

Mengkaji kemungkinan pasien melakukan bunuh diri dengan melihat 3


macam perilaku bunuh diri
1) Isyarat bunuh diri
Perilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya mengatakan tolong
jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!
Dalam kondisi seperti ini mungkin pasien sudah ada ide untuk mengakhiri
hidupnya, tetapi tidak disertai ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien
mengungkapkan rasa bersalah, sedih, marah dan menggambarkan hal-hal
negative tentang dirinya yang menunjukkan harga diri rendah
2) Ancaman bunuh diri
Umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati disertai dengan
rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan
rencana tersebut. Secara aktif sudah memikirkan rencana bunuh diri namun
tidak disertai dengan percobaan bunuh diri. Dalam kondisi ini perlu
pengawasan ketat karena kesempatan sedikit saja akan dimanfaatkan oleh
klien untuk merealisasikan keinginannya.
3) Percobaan bunuh diri
Tindakan pasien menciderai atau melukai diri untuk mengakhiri
kehidupannya. Pada kondisi ini pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara
gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari
tempat yang tinggi

Assessment tool yang dapat digunakan untuk mengkaji tingkat perilaku


bunuh diri:
SIRS (Suicidal Intention Rating Scale)
Skor 0 : tidak ada ide bunuh diri dulu maupun sekarang
Skor 1 : Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam
bunuh diri
Skor 2 : memikirkan bunuh diri secara aktif, tidak ada percobaan bunuh diri
Skor 3 : mengancam bunuh diri
Skor 4 : Aktif mencoba bunuh diri
2. Diagnose dan Intervensi
a. Sumber I (Keliat & Akemat, 2012)
1) Diagnosa

Diagnose dirumuskan berdasarkan tingkat risiko dilakukan bunuh diri


2) Tujuan dan Tindakan Keperawatan
a) Ancaman/percobaan bunuh diri
PASIEN
i. Tujuan
Pasien tetap aman dan selamat
ii. Tindakan keperawatan
Melindungi pasien dengan cara:
(a) Temani pasien terus-menerus sampai pasien dipindahkan
pada tempat yang aman
(b) Jauhkan semua benda yang berbahaya
(c) Periksa apakah pasien benar-benar minum obat
(d) Jelaskan segala tindakan dan aktivitas yang ditujukan untuk
pasien

KELUARGA
i. Tujuan
Keluarga berperan serta dalam melindungi anggota keluarga
yang mengancam atau mencoba bunuh diri
ii. Tindakan keperawatan
(a) Menganjurkan keluarga ikut mengawasi
(b) Membantu keluarga menjauhkan barang-barang yang tidak
aman
(c) Menganjurkan keluarga untuk tidak membiarkan pasien
sendiri
(d) Menjelaskan kepada keluarga penting minum obat untuk
pasien

b) Isyarat bunuh diri dengan diagnosa harga diri rendah


PASIEN
i. Tujuan
(a) Pasien mendapat perlindungan dari lingkungan
(b) Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
(c) Pasien mampu meningkatkan harga dirinya

(d) Mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik


ii. Tindakan keperawatan
(a) Mendiskusikan cara mengatasi keinginan bunuh diri yaitu
dengan meminta bantuan keluarga atau teman
(b) Meningkatkan harga diri pasien dengan cara:
(1) Memberi kesempatan pasien untuk mengungkapkan
perasaannya
(2) Memberi pujian jika pasien mampu mengatakan
perasaan yang positif
(3) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
(c) Tingkatkan kemampuan pasien dalam menyelesaikan
masalah dengan cara
(1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan
masalah
(2) Mendiskusikan

efektifitas

masing-masing

cara

penyekesaikan masalah
(3) Mendiskusikan cara menyelesaikan masalah yang baik
KELUARGA
i. Tujuan
Keluarga mampu merawat pasien yang berisiko bunuh diri
ii. Tindakan keperawatan
(a) Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
(b) Mengajarkan keluarga tentang cara melindungi pasien dari
perilaku bunuh diri
(c) Mengajarkan kepada kelurga tentang hal-hal yang bias
dilakukan jika pasien melakukan percobaan bunuh diri
(d) Membantu keluarga mencara fasilitas rujukan kesehatan
yang tersedia bagi pasien
b. Sumber II (Varcarolis, et al, 2011)
1. Diagnose
a. Risk for suicide
b. Self care deficit
c. Social isolation

2. NOC
a. Suicide self-restrain
b. Coping
c. Social support
c. Sumber III (Nanda, NOC, NIC)
1. Resiko bunuh diri
Definisi : berisikomenyakiti diri sendiri dan cedera yang mengancam
jiwa
Faktor resiko :
-

Riwayat upaya bunuh diri sebelumnya

Tidak berdaya

NOC :
1. Abuse recovery
Definisi : extent of ealing following or psychological abuse that may
include sexual or financial exploitation
Indikator :
-

Harga diri meningkat dari limited ke substantial

Healing of pychological injuries due to sexual abuse from limited


to substantial

Maintain at feeling of empowerment from limited increase to


substantial

2. Suicide self restraint


Definisi : personal action to refrain from gestures and attempts at
killing self
Kriteria hasil : dari rarely demontrared menjadi oten demonstrated
-

Tidak melakukan bunuh diri

Menyatakan keinginan untuk hidup

Secara verbal menyatakan perasaan marah, kesepian, putus asa

Mengidentifikasi seseorang yang dapat dihubungi jika pikiran


bunuh diri muncul

NIC

Mengidentifikasi alternatif mekanisme koping

1. Suicide prevention (pencegahan bunuh diri)


Definisi : menurunkan resiko menyebabkan, menyakiti diri padapasien
dalam kritis atau depresi berat
Aktifitas :
-

Menentukan apakah pasien mempunyai rencana spesifik untuk


bunuh diri

Dukung untuk membuat kontrak secara verbal untuk tidak bunuh


diri

Tentukan riwayat dari usaha bunuh diri

Tempatkan

pasien

pada

lingkungan

yang

restriktif

yang

restriktif

yang

memungkinkan untuk dapat melakukan observasi


-

Tempatkan

pasien

pada

lingkungan

yang

memungkinkan untuk dapat melakukan observasi


-

Tunjukkan perhatian tentang kesejahteraan pasien

Cegah dari mengkritisi diri

Jauhkan item yang berbahaya dari lingkungan pasien

Tempatkan

pasien

kedalam

ruangan

dengan

jendela

yang

menggunakan pelindung
-

Observasi secara ketat selama krisis bunuh diri

Instruksikan keluarga bahwa resiko bunuh diri meningkat untuk


pasien dengan depresi berat pada saat dia mulai merasa lebih baik

Fasilitasi diskusi dari faktor atau kejadia yang merupakan presipitasi


dari pikiran bunuh diri

Kawal pasien selama aktifitas diluar ruangan

Sediakan konseling psikiatrik

Fasilitas dukungan dari keluarga oleh teman dan keluarga

Instruksikan keluarga tanda peringatan yang mungkin untuk


mebantu pasien

Rujuk pasien pada psikiatri jika diperlukan

2. Penanganan Kekerasan Seksual


a. Strategi Coping
-

seeking social support for instrument reasons

ex: didukung oleh LSM yang berkaitan dengan perempuan dan anak
-

seeking social support for emotional reasons


ex: konseling

mental disengagement
ex: pelepasan emosional dengan kursus jahit

turning to religion

b. Treatment pada KDRT


Batterers Intervention Program
Merupakan terapi pada pelaku tindak kekerasan yang berfokus pada
manajemen kemarahan dan alasan mengapa pelaku menggunakan kekerasan.
Treatment ini mendorong pelaku untuk secara konsisten merubah perilaku
kekerasannya, mencari penyelesaian lain yang tidak menggunakan kekerasan,
menerima pengobatan tertentu (ketergantungan obat, PTSD, dll), serta
membantu menjalin hubungan yang harmonis. Durasinya sekitar 12-52
minggu. Cara untuk meningkatkan keefektifan Batterers treatment sebagai
berikut: 1) Pilih dengan teliti siapa yang akan mengikuti treatment. 2)
gunakan lebih banyak usaha untuk menyiapkan pre-intervensi, gunakan
interview motivasi, serta bekerja dengan membangun dan mempertahankan
hubungan terapiutik. 3) pantau secara tertutup jika ada pelatihan yang tidak
dipatuhi dan jika tidak mengikuti. 4) mengkaji adanya kebutuhan pengobatan
yang lain. 5) Tetap menjaga koordinasi antara terapis.
Cognitive-Behavioral Couple Treatment
Merupakan treatment pasangan yang berlangsung selama 1 kali
seminggu dalam 10 minggu (3-4 bulan). Terdapat beberapa sesi dalam
treatmen ini, yaitu: 1) Sesi pertama, mengkaji bagaimana hubungan pasangan
selama ini, termasuk kelebihan masing-masing, bagaimana mulanya masalah
muncul, pasangan membuat persetujuan untuk menghindari kekerasan; 2)
Pasangan diajarkan tentang strategi management marah seperti introspeksi
diri, penerimaan, dan restrukturing kognitif. Pasangan juga diajarkan
mengenai cara menyusun perubahan perilaku dan mempelajari pola interaksi
yang baru; 3) Sesi ketiga dan empat, pasangan diajarkan cara mengungkapkan
dan mendengarkan dengan baik kemudian mempraktikkannya, kemudian
diajarkan mengenai prosedur restrukturing kognitif, harapan, dan peran
masing-masing gender; 4) Sesi kelima sampai ketujuh, pasangan diajarkan

untuk menyelesaikan masalah dan komunikasi untuk menyelesaikan masalah


tanpa kekerasan. Pasangan berlatih untuk tidak menggunakan kalimat/kata
yang menyalahkan; 5) sesi kedelapan sampai kesepuluh, pasangan dialtih
untuk meningkatkan pangobatan dan strategi, termasuk pelatihan mengenai
pentingnya pasangan menyelesaikan masalah secara bersama-sama.
c. Lakukan Pencegahan
Pada dasarnya kekerasan seksual dapat dilakukan oleh siapapun, entah
itu orang asing yang tidak kita kenal, tetangga, pacar, suami, teman kelas,
anggota keluarga bahkan teman. Di bawah ini merupakan tips-tips penting
yang dapat mengurangi resiko terjadinya kekerasan seksual:
Berjalanlah di area yang terang dan jangan pernah berjalan sendiri.
Waspada dengan orang-orang sekeliling kita dan apa yang sedang terjadi
di lingkungan kita
Percaya feeling kita. Jika insting kita mengatakan kita untuk pergi, maka
kita harus pergi segera. Jika sudah merasa tidak nyaman, maka
berpindahlah ke tempat yang membuatmu nyaman.
Jika kamu merasa diikuti seseoang dibelakang, maka ubah arah jalan dan
cari sumber keramaian, seperti toko, restoran dan jalanan yang terang.
Jika berada di rumah, pastikan akses masuk seperti pintu, jendela, rolling
doors terkunci dengan baik
Jangan pernah membuka pintu untuk orang asing
Kenali tetanggamu, sehingga jika terjadi hal yang tidak diinginkan kamu
bisa menghubungi mereka, misalnya melalui telepon
Berhati-hati dengan daerah yang terisolasi, seperti basements, tempat
laundry, dan area parkir.
Jika kita sudah tertangkap, maka cobalah untuk melarikan diri. Bisa juga
dengan teriak, menendang, memukul dan berlari.
Jika orang tersebut memiliki senjata maka sebisa mungkin kita menjauh
darinya, salah satunya dengan menendang.
Tanda tanda orang yang akan melakukan kekerasan seksual adalah:
Secara emosional menyakiti kita, misal tiba-tiba marah saat kita sedang
melakukan suatu hal

Mengatur kita dalam berpakaian, menuntut lebih dan membandingbandingkan dengan orang lain
Berbicara negatif tentang wanita secara umum
Mengintimidasi, seperti mendekati dan menyentuh kita disaat kita tidak
ingin hal itu
Tidak dapat menghandel frustasi emosional dan seksual sehingga
terlampiaskan dengan kemarahan
Agresif secara fisik, memegang kita dengan kencang, memukul dan
mendorong kita.
d. Jika terlanjur menjadi korban, sebaiknya:
-

Jangan menyalahkan diri sendiri terhadap perkosaan yang anda alami.


Bangun keyakinan bahwa pelakulah yang bersalah. Dengan demikian
anda akan memiliki kekuatan untuk menghadapi dan mengambil pilihan
tepat penyelesaian kasus

Jangan langsung membersihkan anggota badan atau mandi karena hal ini
akan menghilangkan bukti utama berupa jejak sperma pelaku.

Kumpulkan benda-benda yang bisa dijadikan bukti, pakaian yang


dikenakan pada saat kejadian, atau benda-benda pelaku yang mungkin
tertinggal. Ingat jangan menyentuh alat-alat bukti dengan tangan.
Gunakan plastik atau benda lain yang tidak menghilangkan sidik jari
pelaku.

Segera melapor ke pihak berwajib terdekat. Secara resmi setiap korban


perkosaan harus melapor ke polisi. Polisi akan memberikan Surat
Permintaan Visum et Repertum atau surat dari polisi yang meminta dokter
memeriksa tubuh korban

Jika korban memilih langsung ke layanan kesehatan, maka pihak


kepolisian bisa didatangkan ke layanan kesehatan tersebut atau

Segera ke lembaga layanan terdekat. Perlu diketahui sperma akan berada


dalam vagina 4-5 jam. Namun masih bisa ditemukan disekitar antara 2436 jam.

Cari dukungan baik teman, orang terdekat, pendamping, atau lembaga


pengadalayanan yang dipercaya. Ceritakan apa yang telah terjadi. Ini
penting jika sewaktu-waktu korban mengalami sakit, trauma dan
sebagainya. Orang yang diajak bisa membantu dalam proses peradilan.

e. Penelitian ini bertujuan mengungkapakan bagaimana proses pemulihan diri


korban kekerasan seksual pulih dari trauma yang dialami. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus intrinsik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa korban melewati tahap emosi seperti
penyangkalan, kemarahan, depresi, penerimaan. Sebagai usaha memulihkan
diri mereka mencoba berkonsultasi ke psikolog, psikiater, latihan meditasi
dan yoga, bercerita pada teman, mengikuti kegiatan spiritual. Faktor yang
mendukung mereka adalah dukungan lingkungan, keyakinan agama da
karakteristik kepribadian.
f. Dalam penelitian ini (Maslihah, 2013) menggunakan play therapy. Sebagai
media untuk mengekpresikan pikiran dan perasaan, terapi bermain dapat
digunakan untuk mengungkap kasus kekerasan seksual pada anak . Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa melalui terapi bermain, disertai wawancara
dan observasi diperoleh gambaran tentang lokasi dan kronologis kejadian
kekerasan seksual yang terjadi pada subyek penelitian, serta dapat
mengungkap jenis kekerasan seksual yang terjadi pada subyek. Selain itu
melalui terapi bermain subyek dilengkapi wawancara dan observasi, subyek
dapat mengekpresikan perasaan marah sehubungan dengan kasus yang
menimpa dirinya.
Fokus penelitian ini adalah melakukan identifikasi kasus kekerasan seksual
yang terjadi pada seorang anak perempuan melalui terapi bermain untuk
mendapatkan gambaran mengenai kejadian kekerasan seksual yang terjadi
dan menggali perasaan anak yang menjadi korban kekerasan seksual.
Hasil terapi bermain ini diperoleh deskripsi:
-

lokasi kejadian kekerasan seksual yang dialami subyek beberapa kali dan
semuanya terjadi di rumah subyek namun di ruangan yang berbeda
(subyek tidak bisa menjelaskan secara tepat berapa kali kekerasan
seksual yang diamalinya terjadi)

Kronologis kekerasan atau pelecehan seksual yang selama ini dialami


subyek oleh pelaku yang sama.

Jenis kekerasan seksual yang terjadi adalah familial abuse kategori


kedua, sexual assault (Tower, 2002). Sexual assault (perkosaan) yang
terjadi pada subyek berupa oral atau hubungan dengan alat kelamin,
masturbasi, fellatio (stimulasi oral pada penis), dan cunnilingus

(stimulasi oral pada klitoris). Hal ini dibuktikan dengan hasil visum
dokter menunjukkan terjadi kerusakan selaput dara subyek (robek).

Penanganan Resiko Bunuh Diri


a. Manajemen psikiatris untuk pasien bunuh diri
Manajemen psikiatris itu mencakup suatu rangkaian yang luas
mengenai intervensi terapeutik yang diarahkan pada pasien dengan pikiran
dan perilaku bunuh diri. Manajemen psikiatris itu sendiri meliputi
menentukan pengaturan untuk perawatan, memberikan keamanan pada
pasien, dan bekerjasama untuk membentuk hubungan yang kooperatif dan
kolaboratif antara dokter dan pasien. Untuk pasien yang melakukan
perawatan secara terus menerus, manajemen psikiatris juga meliputi menjaga
hubungan yang terapeutik, mengkoordinasikan pemberian perawatan oleh
banyak klinisi, monitor progres dan respon pasien terhadap perawatan, dan
melakukan pengkajian terus menerus terhadap keamanan pasien, status
psikiatri, dan tingkat fungsinya. Selain itu, manajemen psikiatribisa juga
berupa mendorong pasien untuk patuh terhadap perawatan dan memberikan
edukasi pada pasien, serta jika memungkin juga pada anggota keluarganya.
b. Terapi modalitas spesifik
1. Intervensi somatik
Bisa diberikan garam lithium di mana dia dapat menurunkan resiko dari
usaha bunuh diri pada pasien dengan gangguan bipolar.
Bisa juga diberikan Clozapine di mana dia dapat menurunkan secara
signifikan tingkat dari usaha dan kemungkinan dalam melakukan bunuh
diri pada individu dengan skizofrenia dan gangguan skizoafektif.
2. Intervensi psikososial
Psikoterapi dan intervensi psikososial memberikan peran yang penting
dalam perawatan individu dengan pikiran dan perilaku bunuh diri.
Contohnya itu interpersonal psychotherapy dan cognitive behavior
therapy di mana mereka dianggap menjadi perawatan yang tepat untuk
pasien dengan perilaku bunuh diri terutama untuk pasien yang terkait
dengan depresi. Sedangkan untuk pasien dengan gangguan bipolar yang
memiliki perilaku bunuh diri dapat diberikan perawatan dengan

psychodynamic therapy dan dialectical behavior therapy. Untuk pasien


yang memiliki perilaku usaha bunuh diri atau menyakiti diri sendiri akan
tetapi tidak memiliki maksud untuk benar benar bunuh diri, maka dapat
diberikan intervensi psikososial spesifik seperti rapid intervention; follow
up outreach; problem solving therapy; brief psychological treatment; atau
family, couple, atau group therapies.
c. Manajemen pasien bunuh diri:
-

Jangan meninggalkan pasien bunuh diri sendiri, hindarkan ruangan dari


benda-benda yang mungkin berbahaya.

Pasien dengan depresi berat dapat dirawat jalan dengan catatan keluarga
menemani terus sedekat mungkin dan bisa dibawa ke tempat pengobatan
secara segera bila dibutuhkan.

Hospitalisasi jangka panjang direkomendasikan untuk kondisi dimana


pasien berisiko mengalami self-mutilation

d. Penanganan medis dengan obat (violence):


-

Pengobatan tergantung pada diagnosis yang spesifik

Benzodiazepine dan antipsikotik digunakan biasanya untuk menenangkan


pasien.

Jika pasien sudah mendapatkan antipsikotik, berikan lagi obat yang sama.
Jika agitasi pasien tidak menurun dalam 20 sampai 30 menit, tambahkan
dosis.

Hindari pemberian antipsikotik pada pasien yang berisiko mengalami


kejang.

Benzodiazepine mungkin tidak efektif pada pasien yang mengalami


toleransi, dan tidak mempunyai efek menghambat gejala, tetapi dapat
menimbulkan kekerasan yang lebih hebat.

Untuk pasien dengan epilepsy, pertama atasi kejang terlebih dahulu


dengan

antikonvulsan

(clonazepam,

gabapentin,

lalu

gunakan

benzodiazepine)
e. Prinsip Penanganan Suicide
Kenali dan obati kondisi-kondisi pskiatrik dan medis. Tangani depresi
dengan serius. Obati depresi psikotik dengan antidepresan dan

antipsikotik. Apabila ada kecenderungan melakukan bunuh diri , lakukan


ECT. Obat antipsikotik dan benzodiazepin dapat segera mengatasi agitasi
Kembangkan ikatan terapeutik dengan pasien. Lakukan denganj penuh
perhatian dan rasa penerimaan. Biarkan pasien mengekspresikan
kemarahannya.
Jangan pernah setuju merahasiakan rencana bunuh diri
Bantulah klien melewati masa berduka karena kehilangan
Jangan memberi alasan untuk membenarkan gejala-gejala yang dialami
pasien
Potensi bunuh diri dapat berubah dengan cepat, sehingga harus diawasi
secara ketat dan dikaji secara teratur.
Gunakan sumber daya komunitas. Libatkan keluarga dan orang-orang
terdekat klien dalam pengobatan
f. Cara terbaik untuk untuk menilai ide-ide bunuh diri yaitu dengan cara
wawancara langsung atau melakukan skrining via self-report. Tanyakan
kepada pasien, apakah pasien pernah memiliki keinginan untuk membunuh
dirinya sendiri. Di sisi lain, hal ini bisa menjadi kesempatan pertama bagi
pasien untuk mengungkapkan tentang ide-ide bunuh diri yang mungkin
kadang-kadang muncul. Bila melakukan wawancara dengan pasien remaja,
sebaiknya dilakukan secara terpisah dari orang tua karena pasien sering
menolak memberikan informasi apabila orang tua ada didekatnya.
Karakterisktik tes yang sering digunakan adalah Scale for Suicide Ideation
(SSI), Scale for Suicide Ideation-Worst (SSI-W), dan Suicidal Ideation
Questionnaire (SIQ).

Daftar Pustaka

__________. Sexual Assault is about Power Control and Anger. National Crime
Prevention Council, Washington DC.
Depkes RI. 2006. Standar Pelayanan Keperawatan Jiwa. Direktorat Bina Pelayanan
Keperawatan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan
RI
Fuadi, M.A. 2011. Dinamika Psikologis Kekerasan Seksual: Sebuah Studi
Fenomenologi. Skripsi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Illenia S, Phebe dan Handadari, Woelan. 2011. Pemulihan Diri pada Korban
Kekerasan Seksual. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya
Keliat & Akemat. 2012. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC
Keliat. 1995. Tingkah Laku Bunuh Diri. Jakarta : EGC
Maslihah, Sri. 2013. Play Therapy Dalam Identifikasi Kasus Kekerasan Seksual
Terhadap Anak. Bandung: Psikologi UPI
McIntyre, J. S., et al. 2010. Practice Guideline for the Assessment and Treatment of
Patients with Suicidal Behaviors. American Psychiatric Association Steering
Comittee on Practice Guidelines.
Meichenbaum, D., D, P., & Gables, C. (n.d.). FAMILY VIOLENCE: TREATMENT
OF PERPETRATORS AND VICTIMS for Violence Prevention and Treatment.
Hispanic, (519).
Saddock, B.J. &Saddock, V.A. 2010. Kaplan & Saddocks Pocket Handbook of
Clinical Psychiatry 5th edition. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins
Supyanti, WE & Wahyuni, AAS. _____. Pencegahan Percobaan Bunuh Diri Pada
Anak Dan Remaja Dengan Gangguan Depresi. Denpasar:FK UNUD
Tomb, D.A. 2004. Buku Saku Pskiatri Edisi 6. Jakarta : EGC
Varcarolis, E.M., dan Halter, M.J. 2011. Foundations Of Psychiatric Mental Health
Nursing: A Clinical Approach, Sixth Edition. New York: Saunders.
Videbeck, Sheila L. 2011. Psychiatric Mental Health Nursing Fifth Edition.USA:
Lippincott Williams&Wilkins.
Wilkinson, D.M, Ahern, N,R. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta :
EGC.

Anda mungkin juga menyukai