Anda di halaman 1dari 6

KEPRIBADIAN GANDA

Gangguan identitas disosiatif (dissociative identity disorder) atau yang dulu


dikenal sebagai gangguan kepribadian ganda merupakan salah satu jenis
gangguan mental yang menunjukan adanya disosiasi atau ketidaksesuaian
hubungan antara pikiran, ingatan, lingkungan, tindakan, serta identitas diri. Hal
ini menjadi cara seseorang melarikan diri dari trauma yang dialami dengan cara
yang tidak sehat dan menyebabkan masalah dalam kehidupan sehari -harinya.

Individu yang mengalami gangguan disosiasi identitas mungkin dapat


merasakan ketidakpastian mengenai identitas dirinya serta merasakan
kehadiran dari identitas-identitas lain dalam dirinya yang memiliki nama, latar
hidup, suara, dan tingkah laku yang berbeda-beda. Karakteristik yang paling
terlihat dari gangguan ini adalah perubahan dari satu identitas ke identitas
lainnya yang memiliki kepribadian yang berbeda jauh dari kepribadian aslinya.
Identitas lain yang bukan identitas asli dari penderita biasanya disebut
sebagai alter. Penderita yang menyadari keberadaan alter lainnya terkadang
akan merujuk dirinya dengan kata "kami" atau "kita".

Gejala

Beberapa gejala yang dialami oleh orang-orang dengan gangguan ini, antara
lain:

 Terdapat dua atau lebih identitas atau kepribadian yang berbeda-beda


dalam satu orang yang memengaruhi perilaku penderitanya. Tiap
identitas memiliki memori, perilaku, dan pemikiran yang berbeda-beda.
Perubahan ini mungkin dapat dilaporkan oleh penderita atau diobservasi
oleh orang lain.
 Adanya memori yang tidak diingat dalam aktivitas sehari-hari, informasi
diri, dan/atau kejadian traumatis yang dialami.
 Merasa seperti terdapat orang lain di dalam tubuh.
 Berperilaku di luar karakter sebenarnya.
 Merasa asing dengan diri sendiri.
 Seolah-olah menjadi orang lain.
 Menyebut diri sendiri dengan “kami” atau "kita".
 Dapat menulis dengan gaya tulisan tangan yang berbeda.

Beberapa hal yang dirasakan sebagai dampak dari gangguan ini:

 Tidak mampu mengatasi emosi dengan baik.


 Penyalahgunaan alkohol dan narkotika.
 Mengalami depresi, kecemasan, dan berpikir atau melakukan percobaan
bunuh diri.
 Gangguan tidur, seperti insomnia, night terror, dan sleepwalking.
 Perilaku-perilaku yang kompulsif.
 Kecemasan, serangan panik (panic attack), dan fobia (kilas balik, reaksi
dari hal-hal yang berkaitan dengan trauma).
 Pergantian suasana hati yang tidak menentu (mood swings).
 Gejala-gejala seperti psikosis.
 Gangguan makan.

Penyebab

Gangguan identitas disosiatif sering terjadi sebagai mekanisme pertahanan


psikologis diri dalam mengatasi trauma. Biasanya dipengaruhi karena riwayat
pelecehan fisik, emosional, ataupun seksual yang dialami pada saat kanak
kanak atau peristiwa lain yang traumatis. Selain itu, kemungkinan yang jarang
terjadi adalah karena faktor lingkungan seperti kejadian yang mengancam
nyawa, bencana alam, stres, dan perilaku orangtua yang tidak menentu dan
menimbulkan ketakutan.

Diagnosis
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi kelima
(DSM-5) yang menjadi panduan untuk Asosiasi Psikiater Amerika ( American
Psychiatrist Association), individu akan didiagnosis mengalami gangguan
identitas disosiatif jika:

 Terdapat dua atau lebih identitas atau kepribadian yang muncul, setiap
identitas atau kepribadian memiliki pola persepsi, berhubungan, dan
berpikir mengenai lingkungan dan diri yang berbeda-beda.
 Adanya amnesia yang didefinisikan sebagai memori-memori yang hilang
mengenai kejadian sehari-hari, informasi pribadi yang penting, dan/atau
kejadian-kejadian traumatis yang dialami.
 Individu harus merasa terganggu dengan gangguan yang dialami dan
kesulitan dalam satu atau lebih aspek kehidupannya (contoh, aspek
sosial dan pekerjaan).
 Gangguan yang dialami bukanlah bagian dari norma budaya ataupun
praktik-praktik keagamaan.
 Gejala-gejala yang dialami bukan karena efek fisiologis dari zat-zat
tertentu (contoh, alkohol) ataupun kondisi medis secara umum (contoh,
kejang-kejang partial yang kompleks).

Dokter atau ahli kesehatan mental lainnya biasanya dapat mendiagnosis


gangguan dengan melakukan beberapa cara, yaitu dengan wawancara dan
pemeriksaan fisik untuk mengetahui kondisi fisik atau masalah medis lain
seperti trauma kepala, gangguan tidur, atau efek samping dari obat-obatan
tertentu. Selain itu, dokter dan ahli kesehatan mental lainnya dapat
mendiagnosis dengan menggunakan kriteria dari DSM-5.

Pengobatan

Penanganan yang dapat dilakukan adalah psikoterapi, medikasi, ataupun


kombinasi dari keduanya. Psikoterapi dapat berupa, konseling, terapi perilaku
kognitif (cognitive behavioral therapy), dan terapi psikososial. Sementara
medikasi yang diresepkan oleh dokter atau psikiater dapat berupa antidepresa
untuk mengatasi depresi, serangan panik, dan kecemasan.

Jika Anda mengalami gangguan identitas disosiatif, cobalah mengikuti


komunitas-komunitas dengan orang-orang yang mengalami gangguang yang
serupa dengan Anda agar dapat saling berdiskusi dan mendukung sa tu sama
lainnya. Mencari tahu mengenai gangguan yang Anda alami dapat membantu
untul lebih mengenali gangguan yang dialami. Anda harus tetap mengikuti
penanganan yang diberikan dan sabar dalam menekuni proses penanganan
tersebut. Anda juga dapat mempraktikkan teknik-teknik untuk mengatasi stres,
seperti meditasi, dan sebagainya.

Pencegahan

Riwayat trauma masa kecil dapat meningkatkan risiko gangguan identitas


disosiatif. Jika anak Anda telah mengalami peristiwa yang traumatis atau
menyebabkan stres yang berat, segeralah berkonsultasi dengan dokter dan ahli
kesehatan mental lainnya untuk mencegah perkembangan dari gangguan ini.

Bagi para orangtua, Anda dapat mempelajari keterampilan -keterampilan dalam


mendidik dan mengasuh anak yang efektif dan sehat.

Kapan harus berkonsultasi dengan dokter

Jika Anda atau orang-orang terdekat Anda mengalami gejala-gejala yang


tertera di atas, memiliki pemikiran untuk bunuh diri, atau melakukan percobaan
bunuh diri, segeralah berkonsultasi dengan dokter dan ahli kesehatan mental
lainnya.

Apa yang perlu dipersiapkan sebelum berkonsultasi dengan dokter


Sebelum melakukan konsultasi dengan dokter dan ahli kesehatan mental
lainnya, sebaiknya siapkan daftar gejala yang dialami, informasi pribadi,
informasi medis, daftar obat-obatan atau zat-zat yang dikonsumsi, dan
pertanyaan, seperti:

 Apa yang menyebabkan gejala saya?


 Penanganan apa yang cocok untuk gejala yang saya alami?
 Apakah gejala saya dapat berefek jangka panjang?
 Jika saya harus mengonsumsi obat, apa efek samping dan kontra indikasi
dari obat yang diberikan?
 Bagaimana cara pemantauan perkembangan saya?
 Apakah terdapat brosur, website, atau materi-materi tercetak yang bisa
saya peroleh seputar kondisi yang saya alami?

Apa yang akan dilakukan dokter pada saat konsultasi

Biasanya dokter dan ahli kesehatan mental lainnya akan mengajukan beberapa
pertanyaan, seperti:

 Gejala apa saja yang Anda rasakan atau dilaporkan oleh orang-orang di
sekitar Anda?
 Kapan Anda pertama kali mengalami gejala tersebut atau kapan pertama
kali orang lain melaporkan gejala tersebut kepada Anda?
 Seberapa sering gejala tersebut dialami?
 Seberapa sering Anda mengalami cemas atau depresi?
 Apakah Anda sempat berpikir untuk bunuh diri?
 Apakah terdapat memori yang tidak dapat Anda ingat mengenai suatu
periode waktu tertentu?
 Apakah Anda pernah berada di suatu tempat tetapi tidak ingat
bagaimana Anda bisa berada di tempat tersebut?
 Apakah Anda merasa cemas atau depresi?
 Apakah Anda pernah terpikir untuk melukai orang lain atau diri sendiri ?
 Apakah Anda pernah melayani di bagian militer?
 Apakah Anda pernah mengonsumsi alkohol atau obat-obatan tertentu?
 Apakah Anda memiliki kondisi medis atau mental tertentu?
 Bagaimana gangguan tersebut memengaruhi kehidupan Anda sehari-
hari?
 Apakah Anda pernah mengalami seolah-olah keluar dari tubuh Anda?
 Apakah Anda merasa terdapat beberapa orang dalam tubuh Anda?
 Apakah Anda pernah dilecehkan secara fisik atau mental saat masih
anak-anak?
 Apakah terdapat anggota keluarga yang pernah dilecehkan saat masa
kanak-kanak Anda?

Anda mungkin juga menyukai