Anda di halaman 1dari 71

LOGBOOK TUTORIAL

KEPERAWATAN JIWA II KASUS 2

Dosen Pembimbing:

Ns. Retty Okti Syafrini, M.Kep, Sp.Kep. J

Disusun oleh:

Elza Hilmy Fardiyah


G1B119018

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN


ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021/ 2022
Skenario Kasus

Banu (Keperawatan UNJA) sedang melaksanakan kunjungan ke LAPAS


Anak dan berinteraksi dengan seorang remaja laki-laki (H) berusia 15 tahun yang
sedang menjalani masa hukuman di LAPAS tersebut. Klien dihukum karena
melakukan pelecehan seksual kepada anak tetangganya. Dari informasi yang
didapat korban mengalami sindrom trauma perkosaan akibat perbuatan yang
dilakukan oleh klien. Banu memperoleh data bahwa klien mengatakan ia malu
dihukum, merasa hidupnya sudah tidak berharga lagi dan merasa orang lain pasti
menjauhinya jika nanti ia keluar dari LAPAS. Klien juga mengatakan bahwa
tindakannya tersebut telah merugikan dirinya sendiri dan membuat malu kedua
orangtuanya. Selain itu, sebelum masuk ke LAPAS klien juga pernah menggunakan
narkoba ekstasi disaat sedang banya pikiran. Saat ini, klien tampak murung, lebih
banyak menunduk saat berbicara, menolak untuk berbicara dengan siapapun.
Penampilan tidak rapi, pandangan kosong, menjawab pertanyaan dengan singkat
dan nada suara pelan. Ketika perawat menanyakan penyebabnya klien menjawab
bahwa ia bosan hidup, rasanya ingin mengakhiri kehidupan ini saja karena klien
merasa hidupnya sudah tidak berharga lagi.

LO

1. Sebutkan masalah keperawatan pada kasus tersebut?


2. Buatlah standar pelaksanaan komunikasi pada pasien?

Step 1 Identifikasi Istilah Sulit

1. Trauma
2. lapas
3. Esktasi
4. pelecahan seksual
5. Sindrom
6. Bosan
7. Pandangan kosong
8. Narkoba
9. Murung
10. Malu
Jawaban :
1. Tauma adalah hal sering dikaitkan dengan tekanan emosional dan psikologis
yang besar, biasanya karena kejadian yang sangat disayangkan atau pengalaman
yang berkaitan dengan kekerasan. Namun, dalam konteks ini, yang dimaksud
dengan “trauma” adalah trauma sebagai penyakit atau trauma pada fisik
seseorang.
Tambahan
Trauma psikologis biasa menimpa seseorang yang pernah mengalami kejadian
yang sangat menyedihkan, menakutkan, atau mengancam nyawa.
2. Lembaga pemasyarakatan adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap
narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia
3. Ekstasi adalah zat psikodisleptik psikoaktif sejenis zat yang mengubah aktivitas
otak dan menyebabkan perubahan persepsi dan suasana hati
Tambahan
Ekstasi adalah senyawa yang dapat menyebabkan kebocoran serotonin di otak
bagi penggunanya, yang akan mengakibatkan depresi, kecemasan, insomnia
dan kehilangan memori

4. Pelecehan seksual adalah perilaku atau perhatian yang bersifat seksual yang
tidak diinginkan dan tidak dikehendaki dan berakibat mengganggu diri
penerima pelecehan. Pelecehan seksual mencakup, tetapi tidak terbatas pada :
- Bayaran seksual bila menghendaki sesuatu,
- Pemaksaan melakukan kegiatan seksual,
- Pertanyaan merendahkan tentang orientasi seksual atau seksualitas,
- Permintaan melakukan tindakan seksual yang disukai pelaku,
- Ucapan atau perilaku yang berkonotasi seksual; Semua dapat
digolongkan sebagai pelecehan seksual
5. Sindrom dalam ilmu kedokteran dan psikologi adalah kumpulan dan beberapa
ciri-ciri klinis, tanda-tanda, simtoma, fenomena, atau karakter yang sering
muncul secar bersamaan
6. Kondisi merasa tidak tertarik dengan sekitar, tidak ada yang dapat dilakukan,
atau perasaan bahwa hidup membosankan
7. Pandangan kosong adalah pikiran tidak berfokus pada apa yang sedang terjadi
pada saat ini.
8. Narkotika adalah zat/obat yang berasal dari tanaman maupun bukan tanaman,
baik sintetis ataupun semi-sintetis, yang bisa mengakibatkan penurunan atau
perubahan pada kesadaran, menghilangkan rasa nyeri, dan bisa menyebabkan
ketergantungan.
Tambahan:
Selain diketahui bahwa narkoba menurut para ahli, dikenal juga narkoba
menurut bahasa yaitu narkotika, psikotropika, obat-obatan terlarang dan zat
adiktif. Sehingga Depkes Indonesia meneybutkan istilah tersebut sebagai Napza
merupakan singkatan dari Narkoba, psikotropika dan zat adiktif. Narkoba
memiliki kepanjangan yakni narkotika, psikotropika, obat-obatan terlarang, zat
adiktif
9. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata murung adalah
(mudah) sedih. Arti lainnya dari murung adalah masygul. Contoh: wajahnya
yang biasa tampak berseri berubah menjadi murung.

Tambahan:
Murung memiliki arti dalam kelas adjektiva atau kata sifat sehingga murung
dapat mengubah kata benda atau kata ganti, biasanya dengan menjelaskannya
atau membuatnya menjadi lebih spesifik
10. Malu dalam bahasa Indonesia artinya merasa sangat tidak enak hati karena
berbuat sesuatu yang kurang baik atau segan melakukan sesuatu karena ada rasa
hormat, agak takut, dan sebagainya Tambahan:
Malu adalah salah satu bentuk emosi manusia. Malu memiliki arti beragam,
yaitu sebuah emosi, pengertian, pernyataan, atau kondisi yang dialami manusia
akibat sebuah tindakan yang dilakukannya sebelumnya, dan kemudian ingin
ditutupinya.

Step 2 Identifikasi Masalah

1. Apalah trauma perkosaan dapat dihilangkan dalam jangka panjang?


2. Apa dampak menggunakan narkoba ekstasi?
3. Apakah riwayat penggunaan ekstasi berpengaruh pada pasien saat ini?
4. Berdasarkan kasus diatas, bagaimana mekanisme perawat dalam menggali
permasalahan yang pasien alami?
5. Bagaimana cara perawat menumbuhkan semangat hidup pasien?
6. Apakah trauma yang ia alami dan pengaruh Napza yang dia gunakan bisa
menjadi pencetus resikonya untuk bunuh diri?
7. Apakah riwayat dia mendekam di lapas berpengaruhi kesembuhan pasien?
8. Dari kasus tersebut apakah pasein mengalami resiko bunuh diri dan difisit
perawatan diri? Jika iya tolong jelaskan?
9. Apa yang membuat kliea Saat ini tampak murung, lebih banyak menunduk saat
berbicara, dan menolak untuk berbicara dengan siapapun?
10. Bagaimana cara meningkatkan pikiran positif pada klien agar klien tidak merasa
malu dan berpikir negatif tentang orang terdekatnya?
11. Bagaimana seharusnya tindakan keluarga dalam menangani problem klien pada
kasus tersebut?
12. Apa tanda klien mengalami sindrom trauma pemerkosaan?
13. Terapi apa yg bisa diterapkan pada pasien untuk mencegah perilaku bunuh diri
14. Apa yg bisa perawat lakukan untuk membantu pasien menghilangkan stigma
bahwa hidupnya tidak berguna lagi dan akan dibenci masyarakat?
15. Pasien adalah pengguna, bisa saja akan mengalami halusinasi. Apakah masalah
tersebut bisa ditegakkan atau justru tidak? jikalau iya, upaya apa yang dapat
seorang perawat berikan pada pasien?
16. Terapi apa yang bisa diberikan pada klien penderita sindrom trauma perkosaan?

Step 3 Analisa Masalah

1. Iya bisa. Korban perkosaan memiliki kemungkinan mengalami stres paska


perkosaan yang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu stres yang langsung terjadi
dan stres jangka panjang.Stres yang langsung terjadi merupakan reaksi paska
perkosaan seperti kesakitan secara fisik, rasa bersalah, takut, cemas, malu,
marah, dan tidak berdaya. Stres jangka panjang merupakan gejala psikolo gis
tertentu yang dirasakan korban sebagai suatu trauma yang menyebabkan korban
memiliki rasa percaya diri, konsep diri yang negatif, menutup diri dari
pergaulan, dan juga reaksi somatik seperti jantung berdebar dan keringat
berlebihan. Apabila setelah terjadinya peristiwa perkosaan tersebut tidak ada
dukungan yang diberikan kepada korban, maka korban dapat mengalami post
traumatic stress disorder (PTSD), yaitu gangguan secara emosi yang berupa
mimpi buruk, sulit tidur, kehilangan nafsu makan, depresi, ketakutan dan stress
akibat peristiwa yang dialami korban dan telah terjadi selama lebih dari 30 hari.
Dukungan dari semua pihak (terutama orang tua, keluarga, teman) sangat
diperlukan untuk mencegah terjadinya PTSD.
2. Dibalik sensasi menyenangkan dan melegakan yang didapat, mengonsumsi
ekstasi juga memiliki dampak negatif untuk tubuh, seperti berikut ini:
a) Timbulnya Sensasi Perasaan Bahagia yang Semu
Efek ekstasi yang paling terasa adalah setelah mengonsumsinya. akan
merasakan adanya perubahan emosi, seperti hilangnya rasa sedih, cemas,
dan khawatir. Stres dan depresi tak lagi mengganggu karena pemakai akan
berhalusinasi seolah-olah mereka merasa senang, bahagia, selalu dan ingin
tertawa. Namun, semua perasaan bahagia dan menyenangkan ini sifatnya
semu dan tak menyelesaikan masalah yang membuat stres dan
depresi.Tentunya, ini bukan hal yang baik untuk kesehatan psikis para
pemakai.
b) Memicu Terjadinya Kerusakan Organ Tubuh
Pasalnya, di balik perasaan bahagia dan senang yang dominan, organ-organ
tubuh dipaksa bekerja ekstra selama tiga hingga empat jam. Reaksi ini
perlahan tapi pasti akan menggerogoti organ-organ tubuhmu karena
sifatnya yang merusak.
c) Bibir Kering dan Pecah-Pecah
Efek ekstasi selanjutnya, mulut dan bibir pemakai akan terlihat kering dan
pucat, mengakibatkan terjadinya pengelupasan. Hal ini disebabkan karena
cairan alami yang ada di dalam tubuh untuk melembabkan mulut dan
bibirmu terhisap habis saat kontraksi hebat tadi.Ini juga menyebabkan
pemakai menjadi lebih mudah merasa haus.
d) Kerusakan Otak Secara Permanen
Konsumsi ekstasi dalam jumlah berlebih dan jangka panjang akan
mengakibatkan kerusakan otak. Tanda-tanda yang terlihat adalah tubuh
mengalami stroke, dan menurunnya daya ingat akibat kelumpuhan otak.
Pada beberapa kasus, penggunaan ekstasi dalam jangka panjang akan
menyebabkan kematian.

Tambahan

a) Timbulnya perasaan bahagia yang semu : setelah mengonsumsi adanya


perubahan emosi, seperti hilangnya rasa cemas, khawatir, dan sedih
b) Memicu terjadinya kerusakan organ tubuh : organ organ tubuh akan
dipaksa bekerja ekstra selama 3 hingga 4 jam yang dapat memicu gagal
ginjal
c) Kerusakan otak secara permanen : tanda tanda yang terlihat adalah tubuh
mengalami stroke dan menurunnyabdaya ingat akibat kelumpuhan otak
3. Bisa bepengaruh karena bisa jadi penggunana ekstasi dahulu tidak diobat
dengan baik , yang dapat beprenharuh dengan kondisi sekarang
4. Untuk menggali masalah klien, maka perawat harus menerapkan komunikasi
terapeutik pada klien. Adapun Langkah – Langkahnya sebagai berikut :
1) Fase Pra Interaksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan
klien. Tugas perawat pada fase ini, yaitu :
a. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasannya
b. Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri dengan Analisa diri ia akan
terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai terapeutik bagi
klien
c. Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat
rencana interaksi
d. Membuat rencana pertemuan secara tertulis yang akan
diimplementasikan saat bertemu dengan klien
2) Fase orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama dengan klien.Saat pertama kali
bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan
klien dan merupakan Langkah awal dalam membina hubungan saling
percaya.Tugas utama perawat pada tahap ini adalah memberikan situasi
lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu klien
dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Tugas – tugas perawat
pada tahap ini adalah :
(a) Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan
komunikasi terbuka. Untuk membina hubungan saling percaya perawat
harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa adanya,
menepati janji, dan menghargai klien.
(b) Merumuskan kontrak Bersama klien. Kontrak yang harus disetujui
Bersama dengan klien yaitu tempat, waktu, dan topik pertemuan
(c) Mengenali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien
(d) Merumuskan tujuan dengan klien
Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini, yaitu memberikan salam terapeutik disertai
mengulurkan tangan, jabat tangan, memperkenalkan diri perawat, menyepakati kontrak,
evaluasi, dan validasi, menyepakati masalah

1) Fase kerja
Tahap ini merupakan ini dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik.
Tahap ini perawatan Bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi
klien.Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah
ditetapkan. Teknik komunikasi terapeutik yang sering digunakan perawat
antara lain mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai
persepsi, memfokuskan dan menyimpulkan.
5. Jawaban :
a. Menggunakan Komunikasi teraupotik
b. Memndengarkan dan mempercayai cerita yang di sampaikan oleh pasien.
c. Memberi motivasi bahwa setiap masalah ada jalan keluarnya.
d. Bersikap tenang, hal ini dapat membantu pasien merasa nyaman.
e. Meyakin pasien. Keluarga dapat menunjukkan empati terhadap pristiwa
yang di alami pasien
f. Memberi edukasi serta semangat kepada pasien
g. Mempersiapkan pasien terhadap kemungkinan yang terjadi selanjutnya
6. Iya, karena pengalaman buruk yang memicu trauma, trauma yang terjadi dapat
terbentuk didalam alam bawah sadar seseorang. Pada akhirnya, akan terasa
adanya kesulitan untuk keluar dari trauma tersebut. Trauma tersebut akan
menghambat seseorang, bahkan jika seseorang tidak sanggup memaafkan dan
berdamai dengan diri sendiri atas hal buruk yang terjadi padanya. Dampak
fatalnya ia beresiko bunuh diri.
Menurut penelitian yang dipublikasikan oleh Physicological Medicine Journal,
obat golongan opioid dapat meningkatkan risiko depresi, gangguan cemas, dan
gangguan bipolar. Studi lain yang dilakukan oleh St. Louis University di
Missouri, Amerika Serikat, juga menyebutkan hal yang sama. Para peneliti pada
studi ini mendapatkan hasil bahwa 100 dari 100.000 pasien yang diresepkan
obat golongan opioid mengalami depresi setelah menggunakan obat tersebut
lebih dari 1 bulan. Penggunaan obat golongan opioid jenis lain, yaitu heroin,
yang merupakan opioid golongan tinggi, berdasarkan laporan dari Centers for
Disease Control and Prevention, menyebabkan sebagian penggunanya
mengalami kecanduan. Sebanyak 48% pengguna heroin mengalami efek
samping berupa perasaan tidak berdaya, rasa bersalah, murung, sedih, dan
depresi.Bahkan 35% pengguna heroin mengalami peningkatan risiko bunuh
diri.

7. Di kasus disebutkan jika klien merasa malu dihukum sehingga merasa hidupnya
sudah tidak berharga lagi dan merasa jika saat keluar dari lapas orang orang
akan menjauhinya. Dengan ini kita ketahui jika hukuman yang klien jalani
merupakan sebag dari permasalahannya.Klien merasa malu karena dipenjara
dan melakukan tindakan yang klien sadari merugikan dirinya sendiri.Lalu
apakah hal tersebut berpengaruh pada kepulihan klien? Karena pokok
permasalahan yang di alami klien karena malu telah di penjara, tentu hal ini
berpengaruh dan akan berlanjut hingga klien keluar dari lapas, itulah sebab nya
perawat perlu mengkaji permasalahan klien dan perlu dilakukan strategi
komunikasi yang baik agar klien tetap mau menjalankan kehidupan sosialnya
8. Iya. Dari kasus kita dapat melihat ketika perawat menanyakan penyebabnya
klien menjawab bahwa ia bosan hidup, rasanya ingin mengakhiri kehidupan ini
saja karena klien merasa hidupnya sudah tidak berharga lagi. data subjektif dari
kasus ini, ada resiko bunuh diri pada pasien. Data objektif dari kasus
menunjukkan bahwa penampilan pasien tidak rapi.Ini menunjukkan bahwa
pasien mengalami defisit perawatan diri.
9. Dari kasus penyebabnya adalah klien merasa malu dihukum, merasa hidupnya
sudah tidak berharga lagi dan merasa orang lain pasti menjauhinya jika nanti ia
keluar dari LAPAS. Klien juga mengatakan bahwa tindakannya tersebut telah
merugikan dirinya sendiri dan membuat malu kedua orangtuanya. (Tiara Annisa
10. Berbicara hal positif pada diri sendiri Seseorang dapat menjadi kritikus yang
buruk bagi dirinya sendiri. Seiring waktu, hal tersebut dapat menyebabkan kita
membentuk opini negatif tentang diri sendiri yang akan sulit dihilangkan. Oleh
sebab itu, untuk menghentikan hal tersebut, kita harus berbicara hal positif pada
diri sendiri. Penelitian menunjukkan bahwa perubahan kecil dalam cara
berbicara pada diri sendiri dapat memengaruhi kemampuan kita untuk mengatur
perasaan, pikiran, dan perilaku ketika berada di bawah tekanan. Hindari
menyalahkan diri sendiri, seperti “Saya mengacaukan semuanya.”Akan tetapi,
gantilah dengan kata “Saya akan mencoba memperbaikinya.”Lebih banyak
tersenyum Tersenyum dapat membuat lebih tenang dan berpikiran positif.
Dalam sebuah penelitian, orang-orang yang tersenyum ketika melakukan tugas
yang penuh tekanan merasa lebih positif setelahnya, daripada yang tak
menunjukkan ekspresi apa pun. Jadi, meski sedang mendapat persoalan,
tegarkan diri dan cobalah untuk tersenyum.Tertawa Penelitian menunjukkan
bahwa tertawa dapat menurunkan stres, kecemasan, dan depresi.Hal ini juga
dapat meningkatkan suasana hati dan membuat beban yang kita miliki terasa
berkurang.Perbanyaklah tertawa dengan menonton video lucu, film komedi,
ataupun membuat lelucon dengan anak-anak.Mengembangkan optimisme
Belajar berpikir positif ibarat menguatkan otot.Sebab, semakin sering
menggunakannya, maka semakin kuat pikiran tersebut. Salah satu cara berpikir
positif yang harus kita lakukan, yaitu mengembangkan optimisme. Ketika
memiliki rasa optimis, kita tidak akan takut gagal dan melihat suatu hal dengan
positif. Namun, kita juga tidak boleh terlalu optimis secara berlebihan karena
malah akan berujung menjadi orang yang terlalu percaya diri. Berbuat baik
Berbuat baik dapat membuka pikiran tentang orang lain. Terkadang, kita
mungkin hanya melihat orang dari penampilannya saja dan langsung memiliki
pemikiran negatif tentangnya. Padahal kita tidak tahu apa yang ada dalam
hatinya. Oleh sebab itu, berbuat baik akan mengubah pikiran menjadi lebih
positif. Selain itu, kita juga dapat lebih menghormati dan menghargai orang lain.
Istirahat Setiap orang tentu perlu beristirahat untuk menenangkan
dirinya.Beristirahat dapat menyegarkan pikiran sehingga dapat berpikir secara
jernih dan positif.Tak hanya itu, beristirahat juga dapat menyingkirkan rasa
cemas dan khawatir yang kita rasakan.Hilangkan drama Ketika merasa
terpuruk, kita mungkin merasa hidup kita adalah hal yang paling menyedihkan
di dunia.Padahal mungkin kenyataannya tak seburuk itu. Mendramatisir
kehidupan justru akan membuat hidup semakin terasa menyedihkan dan pikiran
menjadi penuh kekacauan. Oleh sebab itu, jika ingin berpikir positif, jauhkan
diri dari pemikiran-pemikiran drama seperti itu.Berada di sekitar orang-orang
positif Tahukah kamu jika negativitas dan positivitas bisa menular? Ketika
bergaul dengan toxic people, kita bisa ikut terpengaruh dan mengikuti
kebiasaannya. Begitu juga sebaliknya, ketika bergaul dengan orang-orang
positif, maka hal positif akan menular. Berada di sekitar orang-orang positif
telah terbukti dapat meningkatkan harga diri dan peluang untuk mencapai
tujuan.Oleh sebab itu, bergaulah dengan orang-orang yang dapat membawa kita
pada sisi yang baik. Membayangkan masa depan yang baik Penelitian
menunjukkan bahwa membayangkan masa depan yang baik, entah mengenai
karir, hubungan, ataupun hal lain, dapat membuat lebih bahagia di masa
sekarang. Hal ini tentu bisa membantu kita berpikir positif dan tak
mencemaskan apa yang akan terjadi di masa depan. Namun, jangan sampai
terlena untuk melamun saja karena kita juga harus menunjukkan tindakan untuk
mewujudkan masa depan yang baik.
Tambahan :
Terapi perilaku kognitif (CBT) saat ini menjadi standar emas dalam psikoterapi.
CBT bertujuan untuk mengubah cara seseorang dalam berpikir dan bertindak.
Terapi ini sebagian besar melibatkan cara yang menantang keyakinan atau sikap
yang tidak membantu seperti generalisasi yang berlebihan seperti "Saya selalu
gagal berbicara di depan umum.Seorang psikoterapis dapat mengajarkan
bagaimana cara menerapkan teknik mengubah pikiran seperti itu ke dalam
hidup orang yang cenderung berpikir berlebihan. Teknik bervariasi tergantung
pada masalah dan tujuannya. Solusinya dekat dengan Anda. Cobalah mencari
cara untuk menghindari kekhawatiran, perenungan, dan pemikiran berlebihan
yang membuat Anda merasa paling nyaman.
11. Dukungan yang tanpa putus terhadap anggota keluarga yang ingin bunuh diri
wajib dilakukan. Selain itu, ini yang yang semestinya dilakukan keluarga dalam
hadapi anggota keluarga yang ingin bunuh diri seperti dikutip dari Pedoman
Pencegahan Tindakan Bunuh Diri yang dikeluarkan Direktorat Pelayanan
Kesehatan Jiwa Kemenkes RI 2006 :
1. Membina hubungan erat dengan orang ini. Selalu memberi perhatian penuh,
mendengarkan cerita serta menghargai perasaan serta memahami emosinya.
- Tunjukkan bahwa keluarga ingin menolong
- Bangun percaya dirinya dengan menunjukkan potensi kuat yang
dimilikinya

- Jangan tinggalkan seorang diri


- Jauhkan dari benda membahayakan yang bisa memberi idenya untuk
lakukan bunuh diri
- Secara bertahap bangkitkan kembali keinginannya untuk hidup.
- Timbulkan rasa optimisme dalam dirinya
- Meminimalkan konflik di dalam rumah
- Mengajak secara halus untuk dibawa ke psikiater atau psikolog
untuk mendapatkan pertolongan dari tenaga ahli.
12. Segera setelah perkosaan, penyintas sering mengalami syok. Mereka cenderung
merasa kedinginan, pingsan, mengalami disorientasi (kebingungan mental)
gemetar, mual dan muntah. Pasca insiden, umum bagi korban mengalami
insomnia, kilas balik, mual dan muntah, respon mudah kaget dan terkejut, sakit
kepala tensi, agitasi dan agresi , isolasi, dan mimpi buruk, serta gejala disosiatif
atau mati rasa dan peningkatan rasa takut dan kecemasan.
13. Terapi Nonfarmakologis : Psikoterapi terutama ditujukan pada pasien dengan
percobaan bunuh diri berulang. Pada pengobatan, psikoterapi terdiri atas proses
eksplorasi untuk memahami perilaku, intervensi untuk meningkatan perilaku
positif dan mencegah perilaku negatif, dan berfokus pada perilaku bunuh diri
pasien
Terapi Farmakologis : Penanganan pasien percobaan bunuh diri dapat
dilakukan dengan terapi medikamentosa. Studi meta analisis menemukan
bahwa penggunaan antidepresan pada pasien depresi dapat menurunkan ide
bunuh diri pada pasien berusia 25 tahun ke atas. Penggunaan antidepresan pada
pasien usia 24 tahun atau lebih muda dapat menurunkan gejala depresi. Namun,
efek penurunan ide bunuh diri tidak konsisten dalam penelitian. Penggunaan
antidepresan pada usia ini dikaitkan dengan perubahan risiko bunuh diri yakni
munculnya onset baru, perburukan ide, dan usaha bunuh diri.
14. Sebagai seorang perawat, hal pertama yang kita lakukan adalah memotivasi
pasien bahwa hidupnya berharga. Apa pun pengalaman dan kesalahannya
dimasa lalu tidak akan mempengaruhi kehidupannya dimasa depan ketika dia
berubah dan mampu membangan sisi positif dari dalam dirinya. Ada banyak hal
atau kemampuan yang ada dalam diri klien ketika dia mencoba untuk
menggalinya lebih dalam dan mau untuk mengelolanya dengan baik. Selain itu,
stigma masyarakat tentang dirinya yang buruk akan berangsur hilang ketika dia
sudah menjadi pribadi yang berubah dan mau berguna bagi masyarakat sekitar.
15. Pasien adalah pengguna, bisa saja mengalami halusinasi. Untuk memastikan
pasien mengalami halusinasi maka perawat perlu melakukan observasi untuk
mengetahui ada tidaknya halusinasi pada pasien. Dikarenakan dalam kasus
tidak disebutkan ciri-ciri pasien halusinasi dan lebih cenderung ke arah HDR
maka masalah tersebut tidak ditegakkan. Jika hasil observasi pasien mengalami
halusinasi maka perawat perlu melakukan pemeriksaan atau observasi untuk
mengkaji jenis-jenis halusinasi (visual, audio, dan sebagainya) yang dialami si
pasien. Kemudian perawat membina hubungan saling percaya pada pasien.
16. Terapi pengobatan pasien sindrom trauma pemerkosaan Ada dua macam terapi
pengobatan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan farmakoterapi
dan psikoterapi.
a. Pengobatan farmakoterapi dapat berupa terapi obat hanya dalam hal
kelanjutan pengobatan pasien yang sudah dikenal. Terapi anti depresiva
pada gangguan stres pasca traumatik ini masih kontroversial. Obat yang
biasa digunakan adalah benzodiazepin, litium, camcolit dan zat pemblok
beta seperti propranolol, klonidin, dan karbamazepin.
b. Pengobatan psikoterapi. ada tiga tipe psikoterapi yang dapat digunakan dan
e fektif untuk penanganan sindrom trauma pemerkosaan yaitu: anxiety
management, cognitive therapy, exposure therapy. Pada anxiety
management, terapis akan mengajarkan beberapa ketrampilan untuk
membantu mengatasi gejala sindrom trauma dengan lebih baik melalui:
1) Relaxation training, yaitu belajar mengontrol ketakutan dan kecemasan
secara sistematis dan merelaksasikan kelompok otot -otot utama
2) Breathing retraining, yaitu belajar bernafas dengan perut secara perlahan
-lahan, santai dan menghindari bernafas dengan tergesa - gesa yang
menimbulkan perasaan tidak nyaman, bahkan reaksi fisik yang tidak
baik seperti jantung berdebar dan sakit kepala
3) Positive thinking dan self-talk, yaitu belajar untuk menghilangkan
pikiran negatif dan mengganti dengan pikiran positif ketika menghadapi
hal – hal yang membuat stress (stresor),
4) Asser-tiveness training, yaitu belajar bagaimana mengekspresikan
harapan, opini dan emosi tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain,
5) Thought stopping, yaitu belajar bagaimana mengalihkan pikiran ketika
kita sedang memikirkan hal - hal yang membuat kita stress.

p 4 Mind Mapping

H (laki-laki) 15 tahun

Sedang menjalani hukuman dilapas karena melakukan


pelecehan seksual kepada anak tetangganya

Korban mengalami sindrom trauma perkosaan akibat


perbuatan yang dilakukan oleh pasien

Riwayat pasien :

Klien pernah menggunakan narkoba ekstasi disaat sedang


banyak pikiran

Data Objektif Data Subjektif

1. Tampak murung 1. Klien mengatakan malu dihukum

2. Lebih banyak menunduk saat 2. Merasa hidupnya sudah tidak berharga lagi
bicara
3. Merasa orang lain akan menjauhinya ketika
3. Menolak untu berbicara dengan keluar dari lapas
siapapun
4. Klien mengatakan tindakannya merugikan
4. Penampilan tidak rapi dirinya sendiri dan membuat malu orang
tuanya
5. Pandangan kosong
5. Saat ditanya penyebab pasien mengatakan
6. Menjawab pertanyaan dengan bahwa ia bosan hidup,rasanya ingin
singkat dan nada suara pelan mengakhiri kehidupaanini saja, kerena klien
merasa hidupanya sudah tidak berharga lagi

RESIKO BUNUH DIRI

Step 5 Learning Objective


1. Sebutkan masalah keperawatan pada kasus tersebut?
2. Buatlah standar pelaksanaan komunikasi pada pasien?
Jawab :

1. Jika dilihat berdasarkan kasus diatas masalah keperawatan pada remaja lakilaki
(H) yaitu :

a. Resiko Bunuh diri Data


subjektif :
1. Klien mengatakan malu dihukum
2. Merasa hidupnya sudah tidak berharga lagi
3. Merasa orang lain akan menjauhinya ketika keluar dari lapas
4. Klien mengatakan tindakannya merugikan dirinya sendiri dan membuat
malu orang tuanya
5. Saat ditanya penyebab pasien mengatakan bahwa ia bosan hidup,rasanya
ingin mengakhiri kehidupaanini saja, kerena klien merasa hidupanya
sudah tidak berharga lagi

Sedangkan data objektif :

1. Tampak murung
2. Lebih banyak menunduk saat bicara
3. Menolak untu berbicara dengan siapapun
4. Penampilan tidak rapi
5. Pandangan kosong
6. Menjawab pertanyaan dengan singkat dan nada suara pelan

2. Strategi Pelaksanaan (SP ) Klien dengan resiko bunuh diri

A. Proses Keperawatan

1) Kondisi klien
Klien dengan resiko bunuh diri cenderung mengalami keputusasaan,
menyalahkan diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga, perasaan
tertekan, insomnia yang menetap, penurunan berat badan, berbicara
lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan so'ial dan pikiran dan
rencana bunuh diri.

2) Diagnosa Keperawatan

Resiko Bunuh Diri

B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan

a) Tujuan tindakan keperawatan untuk pasien meliputi :

Pasien tetap aman dan selamat

b) Tindakan keperawatan untuk pasien meliputi :


1. Menemani pasien terus dan menerus sampai dia dapat dipindahka
ketempat yang aman

2. Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet,


gelas, tali pinggang)

3. Memeriksa apakah pasien benar&benar telah meminum obatnya,


jika pasien mendapatkan obat

4. Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan


melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.

c) Strategi pelaksaan tindakan keperawatan (SP)

1. SP1 Pasien : Percakapan untuk melindungi dari percobaan bunuh


diri .

a. Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan


pasien

b. Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien

c. Melakukan kontrak treatment

d. Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri

e. Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri

2. SP2 Pasien

a. Mengidentifikasi aspek positif pasien

b. Dorongan pasien untuk berpikir positif terhadap diri

c. Mendorong pasien untu menghadiri sebagai individu yang


berharga

3. SP3 Pasien
a. Mengidentifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien

b. Menilai pola koping yang biasa dilakukan

c. Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif

d. Mendorong pasien memilih pola kopingn yang konstruktif

e. Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif


dalam kegiatan harian

4. SP4 Pasien

a. Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien

b. Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang


realistis

c. Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka


meraih masa depan yang realistis.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK)

Pertemuan : Ke 1 dengan klien

FASE PRA INTERAKSI

a. Masalah : resiko bunuh diri

b. Proses Keperawatan

1. Kondisi klien : Klien mengatakan bahwa ia bosan hidup, rasanya ingin


mengakhiri kehidupan ini saja karena klien merasa hidupnya sudah
tidak berharga lagi.

2. Diagnosa : Resiko Bunuh Diri

TUK

- TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya


- TUK 2 : Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri

3. Rencana tindakan (SP 1 )

a. Membina hubungan saling percaya

b. Melindungi klien dari perilaku bunuh diri

c. Modifikasi lingkungan klien : jauhkan dari benda-benda yang dapat


digunakan untuk bunuh diri , tempatkan klien di ruangan yang
nyaman dan mudah terlihat oleh perawat .

d. Awasi klien secara ketat setiap saat

e. Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri

f. Masukkan dalam jadwal kegiatan klien

FASE ORIENTASI

a. Salam terapeutik
Salam pagi bapak /adik/mas, perkenalkan nama saya B saya mahasiswa
dari universitas jambi program studi ilmu keperawatan. Kalau boleh tahu
nama bapak/adik/mas siapa? Bapak biasanya dipanggil siapa?

b. Evaluasi atau validasi

Bagaimana perasaan bapak/adik/mas hari ini? Bagaimana tidur nya


semalam pak?

c. Kontrak

1. Topik : Bapak/ adik /mas bagaimana kalau kita bicara mengenai apa
yang bapak rasakan selama ini ?

2. Tempat : kita berbicara dimana pak/dik/mas? Bagaimana kalau kita


berbicara disini saja?

3. Waktu : bagaimana kalau kita berbicara sekarang pak/dik/mas?


Bapak/adik/mas bisa? Cuma 30 menit saja pak/dik/mas .

FASE KERJA

Sebelumnya perawat harus melakukan modifikasi lingkungan pasien dulu,


yaitu dengan menjauhkan benda-benda yang dapat digunakan untuk bunuh
diri)

“Bagaimana perasaan adik setelah mengalami kejadian ini? Apakah dengan


perbuatan yang adik lakukan adik merasa menderita karena rasa bersalah?
Apakah adik merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Maaf dik
kalau boleh saya tahu mengapa adik ingin mengakhiri hidup ? Padahal adik kan
masih terbilang muda. Jika iya , adik menggunakan cara apa ? apakah adik
tidak takut mati ? jika adik masih ada rasa takut, kenapa adik tidak mencoba
melawan keinginan tersebut ? “Apa yang akan adik lakukan kalau keinginan
bunuh diri muncul?”.

Adik kalau boleh saya menyarankan,adik bisa menceritakan masalah bapak


kepada orang yang bisa adik percaya, saya juga bersedia mendengarkan cerita
adik, saya akan menemani adik . Masiih banyak cara lain untuk menyelesaikan
masalah, bukan dengan jalan mengakhiri kehidupan. Saya yakin adik adalah
orang yang kuat dan bis amenjadi seorang yang baik untuk kedepannya. Bila
keinginan bunuh diri tersebut muncul, adik bisa melawannya dengan mencoba
selalu berfikir positif. Adik bisa menceritakan masalah adik kepada orang yang
dipercaya.”Saya percaya adik adalah orang yang kuat dan dapat mengatasi
masalah “

FASE TERMINASI

a. Evaluasi respon klien

1. Data subjektif

“Bagaimana perasaan adik setelah bercerita sebentar dengan saya?”.

2. Data objektif
Pasien tidak menunjukkan keinginan untuk bunuh diri selama fase kerja
dan klien bersedia berbagi cerita untuk mengalihkan bila keinginan
bunuh diri muncul/

b. Rencana tidak lanjut

“Baiklah adik, bagaimana kalau nanti kita bercerita kembali mengenai


pengalaman adik yang menyenangkan dan kegiatan yang adik sukai?”.

c. Kontrak akan datang

1. Topik :” Baiklah dik, saya rasa cukup perbincangan kita untuk


pertemuan kali ini. Saya senang sekali bisa berbincang –bincang
dengan adik, bagaimana kalau nanti kita lanjutkan untuk berbicara
mengenai aktivitas adik?”.

2. Waktu : “ Menurut adik enaknya jam berapa ? bagaimana kalau besok


di jam 10 .00 yang akan mengunjungi adik lagi untuk kita
berbincangbincang kembali ?”.

3. Tempat : “baik dik besok saya akan menemui adik di tempat


berbincang-bincang kita hari ini ya ? Terima kasih dik sudah mau
berbagi cerita dengan saya “.

Konsep Risiko Bunuh Diri

Definisi

Resiko bunuh diri adalah resiko untuk menciderai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya (Stuart, 2006).

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4). Menurut
Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan rentang harapan – putus
harapan merupakan rentang adaptif – maladaptif.

Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah
pada kematian (Gail w. Stuart, 2007). Bunuh diri adalah pikiran untuk
menghilangkan nyawa sendiri (Ann Isaacs, 2004.)
Kesimpulan dari pengertian diatas bahwa bunuh diri adalah suatu tindakan
agresif yang merusak diri sendiri dengan mengemukakan rentang harapan-
harapan putus asa, sehingga menimbukan tindakan yang mengarah pada
kematian.
Prilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak di cegah dapat
mengarah kepada kematian. Rentang respon protektif diri mempunyai
peningkatan diri sebagai respon paling adaptif, sementara perilaku destruktif diri,
pencederaan diri, dan bunuh diri merupakan respon maladaptif (Wiscarz dan
Sundeen, 1998).

Jenis-jenis Perilaku Bunuh Diri


Perilaku bunuh diri dibagi menjadi 3 kategori yaitu (Stuart, 2006):
1. Ancaman bunuh diri
Yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri.Ancaman menunjukkan
ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya respon positif dapat
ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh
diri.
2. Upaya bunuh diri
Yaitu semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh
individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri
Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau
terabaikan.Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak
langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak
diketahui tepat pada waktunya.Percobaan bunuh diri terlebih dahulu
individu tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang
menjatuhkan harga dirinya.
Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat 3 jenis bunuh diri, meliputi:
1. Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasarkan oleh
faktor lingkungan yang penuh tekanan sehingga mendorong seseorang
untuk bunuh diri.
2. Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
3. Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor
dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.

Menurut Keliat (2009) terdapat 3 macam perilaku bunuh diri yaitu:


1. Isyarat bunuh diri
Ditunjukkan dengan perilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri.Dalam
kondisi ini klien mungkin sudah mempunyai ide untuk mengakhiri hidupnya
tetapi tidak disertai dengan ancaman bunuh diri.Klien umunya
mengungkapkan rasa bersalah, bersedih, marah, putus asa, klien juga
mengungkapkan hal-hal negative tentang dirinya yang menggambarkan
harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri
Klien secara aktif telah memiliki rencana bunuh diri, tetapi tidak diserta
dengan rencana bunuh diri.Klien memerlukan pengawasan yang ketat
karena dapat setiap saat memanfaatkan kesempatan yang ada untuk
melaksanakan rencana bunuh diri.
3. Percobaan bunuh diri
Adalah tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri
kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan
berbagai cara.

Rentang Respon
Self enhancement Growth promoting Indirect self- Self injury. Suicide risk
taking destruktive behaviour . Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan
cara ekspresi orang yang penuh stress Perilaku bunuh diri berkembang dalam
beberapa rentang diantaranya :
Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh normanorma
sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif
merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang
kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon
maladaptif antara lain :
a. Ketidakberdayaan, keputusasaan,apatis.: Individu yang tidak berhasil
memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak
mampu mengembangkan koping yang bermanfaat sudah tidak berguna
lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak
ada yang membantu.
b. Kehilangan, ragu-ragu :Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi
dan tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika citacitanya tidak
tercapai. Misalnya : kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian,
perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang
semua dapat berakhir dengan bunuh diri.
c. Depresi : Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang
ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi
pada saat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
d. Bunuh diri Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri
untuk
e. Mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi Rentang respons, Yosep, Iyus
(2009)

a. Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar
terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh
seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai
loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.

b. Beresiko destruktif.

Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku


destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya
dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat
bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal
sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung.
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif) terhadap
situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya,
karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka
seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan
tidak optimal.
d. Pencederaan diri.
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat
hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri.
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya
hilang.

Etiologi Resiko Bunuh Diri

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri ada dua
faktor, yaitu factor predisposisi (factor risiko) dan factor presipitasi (factor
pencetus).

1. Faktor predisposisi Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi


yang menunjang perilaku resiko bunuh diri meliputi:
1) Diagnostik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri,
mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang
dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2) Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh
diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
3) Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
4) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
resiko penting untuk prilaku destruktif.
5) Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik
menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri. Selain
itu terdapat pula beberapa motif terjadinya bunuh diri, Motif bunuh diri ada
banyak macamnya. Disini penyusun menggolongkan dalam kategori sebab,
misalkan:
a. Dilanda keputusasaan dan depresi
b. Cobaan hidup dan tekanan lingkungan.
c. Gangguan kejiwaan / tidak waras (gila).
d. Himpitan Ekonomi atau Kemiskinan (Harta / Iman /
Ilmu)
e. Penderitaan karena penyakit yang berkepanjangan.
Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien memiliki resiko
apabila menunjukkan perilaku sebagai berikut :
a. Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri
b. Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.
c. Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
d. Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
e. Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental
f. Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alkohol
g. Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik
h. Menunjukkan impulsivitas dan agressif
i. Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang
bertubi-tubi dan secara bersamaan
j. Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri missal pistol,
obat, racun.
k. Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan
pengobatan
l. Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.

2. Faktor presipitasi Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa


kejadian yang memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di
depan umum,kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu,
mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau
terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin
rentan untukmelakukan perilaku bunuh diri. Faktor pencetus seseorang
melakukan percobaan bunuh diri adalah perasaan terisolasi karena
kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang
berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres,
perasaan marah/bermusuhan dan bunuh diri sebagai hukuman pada diri
sendiri, serta cara utuk mengakhiri keputusasaan.
3. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar
memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri
berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun budaya.
Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan
mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat
menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk
melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat
lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif
dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan
tindakan bunuh diri.

4. Respon terhadap stress


1) Kognitif: Klien yang mengalami stress dapat mengganggu proses
kognitifnya, seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya
konsentrasi, pikiran berulang, dan pikiran tidak wajar.
2) Afektif: Respon ungkapan hati klien yang sudah terlihat jelas dan nyata
akibat adanya stressor dalam dirinya, seperti: cemas, sedih dan marah.
3) Fisiologis: Respons fisiologis terhadap stres dapat diidentifikasi menjadi
dua, yaitu Local Adaptation Syndrome (LAS) yang merupakan respons
lokal tubuh terhadap stresor (misal: kita menginjak paku maka secara
refleks kaki akan diangkat) dan Genital Adaptation Symdrome (GAS)
adalah reaksi menyeluruh terhadap stresor yang ada.
4) Perilaku: Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini
secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku
bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social
maupun budaya.
5) Sosial: Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau
bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social
dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang
untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan
masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka
bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah
seseorang melakukan tindakan bunuh diri.

Tanda dan Gejala


Menurut Fitria, Nita (2009) meliputi :
1) Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2) Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3) Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4) Impulsif.
5) Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh).
6) Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7) Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang
obat dosismematikan
8) Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah
danmengasingkan diri).
9) Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosisdan menyalahgunakan alcohol).
10) Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal).
11) Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalandalam karier).
12) Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13) Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14) Pekerjaan
15) Konflik interpersonal.
16) Latar belakang keluarga.
17) Orientasi seksual.
18) Sumber-sumber personal.
19) Sumber-sumber social.
20) Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
Sumber dan Mekanisme Koping
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) terdapat sumber dan mekanisme koping
pada perilaku bunuh diri yaitu:
1) Sumber Koping
Pasien dengan penyakit kronik, nyeri, atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali orang ini
secara sadar memilihuntuk bunuh diri. Kulaitas hidup menjadi isu yang
mengesampingkan kuantitas hidup. Dilema etik mungkin timbul bagi
perawat yang menyadari pilihan pasienuntuk berperilaku merusak diri.
Tidak ada jawaban yang mudah mengenai bagaimana mengatasi konflik
ini. Perawat harus melakukannya sesuai dengan system keyakinannya
sendiri.
2) Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif-
diri taklangsung adalah :
a. Denial, mekanisme koping yang paling menonjol
b. Rasionalisme
c. Imtelektualisasi
d. Regresi
Mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya ditantang tanpa memberikan
cara koping alternatif. Mekanisme pertahanan ini mungkin berada diantara
individudan bunuh diri. Perilaku bunuh diri menunjukkan mendesaknya
kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin
menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat
mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping
dan mekanisme adaptif. Perilaku bunuh diri menunjukkan terjadinya
kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri menunjukkan upaya
terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar untuk mengatasi masalah.
Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh diri
adalah mencederai diri dengan tujuan mengakhiri hidup. Perilaku yang
muncul meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk melakukan
tindakan yang mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada diri
sendiri.

Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


1) Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada klien resiko bunuh diri
salah satunya adalah dengan terapi farmakologi. Menurut (videbeck,
2008), obat-obat yang biasanya digunakan pada klien resiko bunuh diri
adalah SSRI (selective serotonine reuptake inhibitor) (fluoksetin 20
mg/hari per oral), venlafaksin (75-225 mg/hari per oral), nefazodon
(300600 mg/hari per oral), trazodon (200-300mg/hari per oral), dan
bupropion (200-300 mg/hari per oral). Obat-obat tersebut sering dipilih
karena tidak berisiko letal akibat overdosis. Mekanisme kerja obat
tersebut akan bereaksi dengan sistem neurotransmiter monoamin di otak
khususnya norapenefrin danserotonin. Kedua neurotransmiter ini dilepas
di seluruh otak dan membantu mengatur keinginan, kewaspadaan,
perhataian, mood, proses sensori, dan nafsu makan.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian pada klien dengan resiko bunuh diri
selanjutnya perawat dapat merumuskan diagnosa dan intervensi yang
tepat bagi klien. Tujuan dilakukannya intervensi pada klien dengan resiko
bunuh diri adalah (Keliat, 2009) :
a. Klien tetap aman dan selamat
b. Klien mendapat perlindungan diri dari lingkungannya
c. Klien mampu mengungkapkan perasaannya
d. Klien mampu meningkatkan harga dirinya
e. Klien mampu menggunakan cara penyelesaian yang baik
Penatalaksanaan Klien Dengan Perilaku Bunuh Diri Menurut Stuart dan
Sundeen (1997,dalam Keliat, 2009:13) mengidentifikasi intervensi utama pada
klien untuk perilaku bunuhdiri yaitu :

1) Melindungi klien merupakan intervensi yang paling penting untuk


mencegah klien melukaidirinya. Intervensi yang dapat dilakukan adalah
tempatkan klien di tempat yang aman, bukan diisolasi dan perlu dilakukan
pengawasan, temani klien terus-menerus sampaiklien dapat dipindahkan
ke tempat yang aman dan jauhkan klien dari semua benda yang berbahaya.
2) Klien mengekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada
halyang positif.
3) Menguatkan koping yang konstruktif/sehat Perawat perlu mengkaji
koping yang seringdipakai klien. Berikan pujian penguatan untuk koping
yang konstruktif. Untuk kopingyang destruktif perlu dimodifikasi atau
dipelajari koping baru.
4) Menggali perasaan Perawat membantu klien mengenal perasaananya.
Bersama mencarifaktor predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi
prilaku klien.
5) Menggerakkan dukungan sosial Untuk itu perawat mempunyai peran
menggerakkansistem sosial klien, yaitu keluarga, teman terdekat, atau
lembaga pelayanan dimasyarakat agar dapat mengontrol prilaku klien.
Tindakan keperawatan
a. Tindakan keperawatan untuk pasien 1)
Tujuan :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
b) Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
c) Klien dapat mengekspresikan perasaannya
d) Klien dapat meningkatkan harga diri
e) Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
2) Tindakan keperawatan
a) Membina Hubungan Saling percaya kepada pasien
1. Perkenalkan diri dengan klien
2. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak
menyangkal.
3. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
4. Bersifat hangat dan bersahabat.
5. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
b) Melindungi pasien dari perilaku bunuh diri
1. Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan
(pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
2. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat
oleh perawat.
3. Awasi klien secara ketat setiap saat.
c) Membantu pasien untuk mengekspresikan perasaannya
1. Dengarkan keluhan yang dirasakan.
2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,
3. Ketakutan dan keputusasaan.
4. Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan
bagaimana harapannya
5. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti
penderitaan, kematian, dan lain lain.
d) Membantu pasien untuk meningkatkan harga dirinya
1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya
2. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
3. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal:
hubungan antar sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
e) Membantu pasien untuk menggunakan koping individu yang adaptif
1. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman
yang menyenangkansetiap hari (missal : berjalan-jalan, membaca
buku favorit, menulis surat dll.)
2. Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia
sayang, dan pentingnyaterhadap kehidupan orang lain,
mengesampingkan tentang kegagalan dalamkesehatan.
3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain
yang mempunyai suatumasalah dan atau penyakit yang sama dan
telah mempunyai pengalaman positifdalam mengatasi masalah
tersebut dengan koping yang efektif.
Tindakan keperawatan untuk keluarga 1)
Tujuan :
a) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang
mengalami
masalahrasa ingin bunuh diri
2) Tindakan keperawatan
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang ingin bunuh diri adalah
:
a) Membina hubungan saling percaya
1. Panggil klien dengan nama panggilan yang
disukai.
2. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak
menantang.
b) Membantu pasien untuk mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki Utamakan
pemberian pujian yang realitas
c) Membantu pasien dalam menilai kemampuan yang
dapat digunakan
untuk diri sendiri dan keluarga
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat
dilanjutkan setelah pulang ke rumah)
3. Melakukan kegiatan sesuai kondisi dan
kemampuan
4. Rencanakan bersama klien aktivitas yang
dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
5. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang
klien lakukan.
6. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi
kondisi klien)
7. Memanfaatkan sistem pendukung yang ada
8. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga
tentang cara merawat klien
9. Bantu keluarga memberi dukungan selama
klien dirawat
10. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di
rumah
11. Beri reinforcement positif atas keterlibatan
keluarga
FORMAT PENGKAJIAN

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

A. IDENTITAS KLIEN
Nama : H (L)
Umur : 15 Tahun
No. CM : Tidak terkaji
Tanggal MRS : Tidak terkaji
Tanggal Masuk
Ruang I : Tidak terkaji
Ruang II : Tidak terkaji
Ruang III : Tidak terkaji
Tanggal pengkajian : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji

B. ALASAN MASUK/FAKTOR PRESIPITASI


Klien dihukum karena melakukan pelecehan seksual kepada anak
tetangganya. Dari informasi yang didapat korban mengalami sindrom trauma
perkosaan akibat perbuatan yang dilakukan oleh klien. Dan sebelum masuk ke
LAPAS klien juga pernah menggunakan narkoba esktasi disaat sedang banyak
pikiran.

C. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu?

YA

TIDAK
2. Pengobatan sebelumnya?
Berhasil Tidak berhasil

Kurang berhasil

3. Trauma
Usia Pelaku Korban Saksi

Aniaya fisik ........... ........... ........... ...........


Aniaya seksual 15 tahun  ........... ...........
Penolakan ........... ........... ........... ........... Kekerasan dalam ........... ........... ...........
...........
keluarga
Tindakan kriminal ........... ........... ........... ...........
Jelaskan:
Klien pernah melakukan pelecehan seksual kepada anak tetangganya.

Masalah Keperawatan:
1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan.
2. Perubahan proses keluarga.
3. Respons pascatrauma.
4. Risiko tinggi kekerasan.

4. Anggota keluarga yang gangguan jiwa


YA
TIDAK
Jika ada
Hubungan keluarga : Tidak terkaji
Gejala : Tidak terkaji
Riwayat pengobatan : Tidak terkaji Masalah
Keperawatan:
1. Koping keluarga inefektif: ketidakmampuan koping.
2. Koping keluarga inefektif: gangguan koping.
3. Potensial untuk pertumbuhan koping keluarga.
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
• Klien dihukum karena melakukan pelecehan seksual kepada anak
tetangganya

• Klien pernah menggunakan narkoba ekstasi disaat sedang banyak


pikiran
Masalah Keperawatan:
1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan.
2. Perubahan proses keluarga.
3. Respons pascatrauma.

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda Vital TD :
Tidak terkaji
HR : Tidak terkaji
S : Tidak terkaji
RR : Tidak terkaji
2. Ukur
BB : Tidak terkaji
TB : Tidak terkaji
3. Keluhan fisik
Tidak terkaji

Masalah Keperawatan:
1. Risiko tinggi perubahan suhu tubuh.
2. Hipotermia.
3. Hipertermia.
4. Defisit volume cairan.
5. Kelebihan volume cairan.
6. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh.
7. Perubahan nutrisi: lebih dari kebutuhan tubuh.
8. Perubahan nutrisi: potensial lebih dari kebutuhan tubuh.
9. Kerusakan menelan.
10. Perubahan eliminasi feses.
11. Perubahan pola eliminasi urine.
E. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Jelaskan : Tidak terkaji Masalah
Keperawatan:
1. Koping keluarga inefektif: ketidakmampuan koping.
2. Koping keluarga inefektif: gangguan koping.
3. Potensial untuk pertumbuhan koping keluarga.
Konsep Diri:
a. Citra Tubuh : Tidak terkaji
b. Identitas : Tidak terkaji
c. Peran : Tidak terkaji
d. Ideal Diri : Tidak terkaji
e. Harga Diri : Klien mengatakan ia malu dihukum, merasa
hidupnya sudah tidak berharga lagi. Klien juga
mengatakan bahwa tindakannya tersebut telah
merugikan dirinya sendiri dan membuat malu
kedua orang tuanya.
Masalah Keperawatan:
1. Gangguan konsep diri: harga diri rendah kronis.
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah situasional.

2. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti
Tidak terkaji
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat
Tidak terkaji
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain Tidak terkaji
Masalah Keperawatan:
1. Kerusakan komunikasi.
2. Perubahan kinerja peran.
3. Kerusakan interaksi sosial.
3. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Tidak terkaji
b. Kegiatan ibadah : Tidak terkaji Masalah Keperawatan:
1. Distres spiritual.

F. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Bagaimana penampilan klien dalam hal berpakaian, mandi, toileting, dan
pemakaian sarana / prasarana atau instrumentasi dalam mendukung
penampilan, apakah klien:

Tidak rapi

Penggunaan pakaian tidak sesuai

Cara berpakaian tidak seperti biasanya Jelaskan :


Ketika perawat melakukan observasi, penampilan klien tampak tidak rapi
2. Pembicaraan

Cepat Apatis
Keras Lambat
Gagap Membisu
Inkoherensi Tidak mampu memulai pembicaraan
Jelaskan : Tidak terkaji Masalah
Keperawatan:
1. Kerusakan komunikasi.
3. Aktivitas motorik

Lesu Tik
Tegang Grimasem
Gelisah Tremor
Agitasi Kompulsif
Jelaskan : Tidak terkaji
Masalah Keperawatan:
1. Risiko tinggi terhadap cedera.
2. Intoleransi aktivitas.
3. Kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah.
4. Alam perasaan

Sedih Khawatir

Ketakutan Gembira berlebihan


Putus asa

Masalah Keperawatan:
1. Risiko tinggi terhadap cedera.
2. Ansietas.
3. Ketakutan.
4. Ketidakberdayaan.
5. Ketidakmampuan.
6. Risiko tinggi membahayakan diri.

5. Afek
Datar Labil

Tumpul Tidak sesuai


Jelaskan:
.........................................................
Masalah Keperawatan:
1. Risiko tinggi terhadap cedera.
2. Kerusakan komunikasi.
3. Perubahan peran.
6. Interaksi selama wawancara

Bermusuhan Kontak mata kurang

Tidak kooperatif Curiga

Mudah tersinggung

Jelaskan:
Pada saat perawat
berkomunikasi pada klien, klien lebih
banyak menunduk.
Masalah Keperawatan:
1. Kerusakan komunikasi.
2. Perubahan peran.
3. Kerusakan interaksi sosial.
4. Risiko tinggi membahayakan diri.
5. Risiko tinggi kekerasan.

7. Persepsi - Sensorik Halusinasi


/ Ilusi ?
Ada / Tidak ?

Pendengaran Pengecapan

Penglihatan Penghidu

Perabaan
Jelaskan : Tidak terkaji
Data Subjektif
Isi Halusinasi : Tidak terkaji
Frekuensi : Tidak terkaji
Waktu : Tidak terkaji
Situasi saat muncul : Tidak terkaji
Respon pasien : Tidak terkaji
Data Objektif : Tidak terkaji
Masalah Keperawatan:
Gangguan Persepsi-sensori: pengelihatan / pendengaran / kinetik / pengecap
/ perabaan / penciuman.

8. Isi pikir

Obesi Depersonalisasi

Phobia Ide yang terkait

Hipokondria Pikiran magis


Waham :
Agama Nihilistik

Somatik Sisip pikir


Kebesaran Siar pikir

Curiga Kontrol pikir


Jelaskan : Tidak terkaji Masalah
Keperawatan:
1. Perubahan isi piker
9. Proses pikir
Circumstansial Flight of idea Tangensial Blocking
Kehilangan asosiasi Pengulangan

pembicaraan/ perseverasi
Jelaskan : Tidak terkaji
Masalah Keperawatan:
1. Perubahan proses pikir.
10. Tingkat Kesadaran

Bingung Disorientasi waktu

Sedasi Disorientasi orang

Stupor Disorientasi tempat Jelaskan:

Tidak terkaji

Masalah Keperawatan:

1. Risiko tinggi terhadap cedera.


2. Perubahan proses pikir.

11. Memori
Gangguan daya ingat Gangguan daya ingat saat jangka panjang
ini

Gangguan daya ingat Konfabulasi


jangka pendek
Jelaskan : Tidak terkaji

Masalah Keperawatan:
1. Perubahan proses pikir.

12. Tingkat konsentrasi dan berhitung


Mudah
beralih

Tidak mampu berkonsentrasi

Tidak mampu berhitung sederhana


Jelaskan : Tidak terkaji Masalah
Keperawatan:
1. Perubahan proses pikir.
2.Kerusakan interaksi sosial.

13. Kemampuan penilaian


Gangguan
ringan

Gangguan bermakna
Jelaskan : Tidak terkaji Masalah
Keperawatan:
1. Perubahan proses pikir.
14. Daya Tilik Diri
Mengingkari penyakit yang
diderita

Menyalahkan hal-hal di luar dirinya Jelaskan :


Tidak terkaji.
Masalah Keperawatan:
1. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif.
2. Risiko tinggi ketidakpatuhan.
3. Perubahan proses pikir.

G. KEBUTUHAN PERENCANAAN PULANG


1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan

Makanan Transportasi

Keamanan Tempat tinggal


Perawatan Kesehatan Uang

Pakaian
Jelaskan : Tidak terkaji

Masalah Keperawatan:
1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan.
2. Perilaku mencari bantuan kesehatan.

2. Kegiatan hidup sehari-hari


a. Perawatan diri

Mandi BAK / BAB

Kebersihan Ganti pakaian


Makan
Jelaskan : Tidak terkaji
Masalah Keperawatan:
1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan.
2. Perubahan eliminasi feses.
3. Perubahan pola eliminasi urine.
4. Defisit aktivitas hiburan.
5. Risiko tinggi perubahan fungsi pernapasan.
Nutrisi
Apakah anda puas dengan pola makan anda?

Ya

Tidak
Frekuensi makan sehari : .......... kali
Frekuensi kedapan sehari : .......... kali
Nafsu makan :

Meningkat Berlebihan

Menurun Sedikit – sedikit


Berat badan :

Meningkat

Menurun
BB terendah : .......... Kg BB tertinggi : .......... Kg
Jelaskan : Tidak terkaji
Masalah Keperawatan:
1. Risiko tinggi terhadap infeksi.
2. Perubahan nutrisi: lebih dari kebutuhan tubuh.
b. Tidur
Apakah ada masalah tidur ? YA / TIDAK
Apakah merasa segar setelah bangun tidur ? YA / TIDAK
Apakah ada kebiasaan tidur siang? YA / TIDAK
Lama tidur siang : ........ Jam Apa
yang menolong tidur ?
.................................................................................
Tidur malam jam : ............................WIB , berapa jam :
..................................
Apakah ada gangguan tidur ?

Sulit untuk tidur Terbangun saat tidur


Bangun terlalu pagi Gelisah saat tidur

Somnambulisme Berbicara saat tidur


Jelaskan : Tidak terkaji Masalah
Keperawatan:
1. Gangguan pola tidur.
c. Penggunaan Obat

Bantuan minimal Bantuan total


Jelaskan: Tidak terkaji

d. Kemampuan pasien dalam:


Ya Ti dak
Mengantisipasi kebutuhan sendiri
Membuat keputusan berdasarkan keinginan sendiri
Mengatur penggunaan obat
Melakukan pemeriksaan kesehatan (follow up)
Jelaskan : Tidak terkaji
Masalah Keperawatan:
1. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif.
2.Ketidakpatuhan.
3. Konflik pengambilan keputusan.
e. Pasien memiliki sistem pendukung: Ya Tidak
Keluarga
Profesional/terapis
Teman sejawat
Kelompok sosial
Jelaskan : Tidak terkaji
Masalah Keperawatan:
1. Perilaku mencari bantuan kesehatan.
f. Apakah pasien menikmati saat bekerja, kegiatan yang
menghasilkan atau hobi
Ya Tidak
Jelaskan: Tidak terkaji
3. Pemeliharaan Kesehatan
Ya Tidak

Perawatan lanjutan

Sistem pendukung
Jelaskan : Tidak terkaji
H. MEKANISME KOPING
Adaptif: Maladaptif:

Bicara dengan orang lain Minum alkohol

Mampu menyelesaikan masalah Reaksi lambat/berlebih

Teknik relokasi Berkerja berlebihan

Aktivitas konstruktif Menghindar

Olah raga Menciderai diri

Lainnya: ............................ Lainnya: klien mengkonsumsi narkoba

I. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN

Masalah dengan dukungan kelompok/keluarga, uraikan Tidak


terkaji

Masalah berhubungan dengan lingkungan, uraikan Tidak


terkaji

Masalah berhubungan dengan pendidikan, uraikan Tidak


terkaji

Masalah berhubungan dengan pekerjaan, uraikan Tidak


terkaji

Masalah berhubungan dengan perumahan, uraikan Tidak


terkaji
Masalah berhubungan dengan ekonomi, uraikan Tidak
terkaji

Masalah berhubungan dengan pelayanan kesehatan, uraikan Tidak


terkaji

Masalah berhubungan dengan lainnya, uraikan


Tidak terkaji Masalah
Keperawatan:
1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan.
2. Perilaku mencari bantuan kesehatan.
3. Perubahan pola eliminasi urine.
4.Ketidakberdayaan.
5. Ketidakmampuan.
6. Gangguan konsep diri.
7. Konflik peran orang tua.
8. Sindroma stres relokasi.

J. PENGETAHUAN KURANG TENTANG


Penyakit jiwa
Sistem pendukung
Faktor presipitasi
Penyakit fisik
Koping
Obat-obatan
Lainnya: .................................................................................
Masalah Keperawatan:
1. Perilaku mencari bantuan kesehatan.
2. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif.
3. Ketidakpatuhan
4. Kurang pengetahuan.......................

K. ASPEK MEDIS
Diagnosis medis : Tidak terkaji
Terapi medis : Tidak terkaji

ANALISA DATA
Data Subjektif Data Objektif Masalah

• Klien malu dihukum • Klien tampak murung Resiko Bunuh Diri


• Merasa hidup sudah • Lebih banyak
tidak berguna lagi menunduk saat
• Merasa bahwa orang berbicara dengan
lain menjauhinya siapapun
ketika ia keluar dari • Penampilan tidak rapi
LAPAS • Pandangan kosong
• Klien bosan hidup • Menjawab pertanyaan
rasanya ingin
mengakhiri kehidupan dengan singkat
ini saja karena klien • Nada suara pelan
merasa hidupnya sudah
tidak berharga lagi.

L. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Resiko Bunuh Diri
Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Umum Tujuan Khusus Intervensi
1 Resiko Bunuh Diri Klien tidak mencederai • Klien: o Perkenalkan diri dengan klien o
diri. 1. Klien dapat membina Tanggapi pembicaraan klien
hubungan saling percaya dengan sabar dan tidak
dengan komunikasi menyangkal.
Kriteria Hasil: 1. terapeutik o Bicara dengan tegas, jelas, dan
Pasien dapat
jujur.
menunjukan
o Bersifat hangat dan bersahabat.
pengendalian implus
o Temani klien saat keinginan
dengan indikator
mencederai diri meningkat.
sebagai berikut:
• Mengeluarkan
perasaaan 2. Klien dapat terlindung
negatif secara
dari perilaku bunuh diri
tepat o Jauhkan klien dari benda-benda
yang dapat membahayakan
(pisau, silet, gunting, tali, kaca,
dan lain-lain).
• Mengidentifikasi o Tempatkan klien di ruangan yang
perasaan atau tenang dan selalu terlihat oleh
perilaku yg perawat.
mengarah pada o Awasi klien secara ketat setiap
tindakan saat.
implusif

• Mengungkapkan
3. Klien dapat
secara verbal o Dengarkan keluhan yang
tentang mengekspresikan
dirasakan.
pengendalian
secar implus perasaanya
o Bersikap empati untuk
Menghindari meningkatkan ungkapan
lingkungan dan keraguan, ketakutan dan
situasi beresiko keputusasaan. Beri dorongan

tinggi untuk mengungkapkan
mengapa dan bagaimana
o harapannya.

o Beri waktu dan kesempatan untuk


menceritakan arti
penderitaan, kematian, dan lain-
lain.
o Beri dukungan pada tindakan
atau ucapan klien yang
menunjukkan keinginan untuk
hidup.

4. Klien dapat
o Bantu untuk memahami bahwa
meningkatkan harga klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
diri

o Kaji dan kerahkan sumber-


sumber internal individu.

o Bantu mengidentifikasi sumber-


sumber harapan (misal:
hubungan antar sesama,
keyakinan, hal-hal untuk
diselesaikan).
o Ajarkan untuk mengidentifikasi
5. Klien dapat pengalaman-pengalaman yang
menggunakan koping menyenangkan setiap hari
yang adaptif (misal : berjalan-jalan,
membaca buku favorit, menulis
surat dll.).
o Bantu untuk mengenali hal-hal
yang ia cintai dan yang ia
sayang, dan
o pentingnya terhadap kehidupan
orang lain, mengesampingkan
tentang kegagalan dalam
kesehatan.
o Beri dorongan untuk berbagi
keprihatinan pada orang lain
yang mempunyai suatu
masalah dan atau penyakit yang
sama dan telah mempunyai
pengalaman positif dalam
mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif.

o Kaji dan manfaatkan sumber-


6. Klien dapat
sumber ekstemal individu
menggunakan
(orang-orang terdekat, tim
dukungan sosial
pelayanan kesehatan, kelompok
pendukung, agama yang
dianut).
o Kaji sistem pendukung
keyakinan (nilai, pengalaman
masa lalu, aktivitas keagamaan,
kepercayaan agama).
o Lakukan rujukan sesuai indikasi
(misal : konseling pemuka
agama).
o Diskusikan tentang obat (nama,
7. klien dapat dosis, frekuensi, efek dan efek
menggunakan obat samping minum obat).
dengan benar dan tepat o Bantu menggunakan obat
dengan prinsip 5 benar (benar
pasien, obat, dosis, cara,
waktu).
o Anjurkan membicarakan efek
dan efek samping yang
dirasakan.
o Beri reinforcement positif bila
menggunakan obat dengan
benar.

• Keluarga:
1. Keluarga berperan o Menganjurkan keluarga untuk
serta melindungi ikut mengawasi pasien serta
anggota keluarga jangan pernah meninggalkan
yang mengancam pasien sendirian
atau mencoba bunuh o Menganjurkan keluarga untuk
diri membantu perawat menjauhi
barang-barang berbahaya
disekita pasien
o Mendiskusikan dengan
keluarga untuk tidak sering
melamun sendiri
o Menjelaskan kepada keluarga
pentingnya passion minum obat
secara teratur.

2. Keluarga pasien
mampu merawat
pasien dengan resiko o Menanyakan keluarga tentang
bunuh diri tanda dan gejala bunuh diri
a. Menanyakan keluarga
tentang tanda dan gejala
bunuh diri yang pernah
muncul pada pasien
b. Mendiskusikan tentang
tanda dan gejala yang
umumnya muncul pada
pasien beresiko bunuh diri

o
Mengajarkan keluarga tentang cara
melindungi pasien dari perilaku
bunuh diri.
a. Mengajarkan keluarga
tentang cara yang dapat
dilakukan keluarga bila
pasien memperlihatkan
tanda dan gejala bunuh diri.

b. Menjelaskan tentang
caracara melindungi pasien,
antara lain:
- Memberikan tempat
yang aman.
Menempatkan pasien
ditempat yang mudah
di awasi, jangan
biarkan pasien
mengunci diri
dikamarnya atau
jangan meninggalkan
pasien sendirian
dirumah

- Menjauhkan
barang-barang yang
bias digunakan untuk
bunuh diri. Jauhkan
pasien dari
barangbarang yang
bias digunakan untuk
bunuh diri, seperti
tali, bahan bakar
minyak/bensin, api,
pisau atau benda
tajam lainnya, zat
yang berbahaya
seperti racun nyamuk
atau racun serangga.

- Selalu
mengadakan
pengawasan dan
meningkatkan
pengawasan apa bila
ada tanda dan gejala
bunuh diri meningkat.
Jangan pernah
melonggarkan
pengawasan, walaupun
pasien tidak
menunjukkan tanda
dan gejala untuk
bunuh diri.

c. Menganjurkan keluarga
untuk malaksanakan cara
tersebut diatas.

o
Mengajarkan keluarga tentang
halhal yang dapat dilakukan apa
bila pasien melakukan percobaan
bunuh diri, antara lain:
a. Mencari bantuan pada
tetangga sekitar atau
pemuka masyarakat untuk
menghentikan upaya bunuh
diri tersebut

b. Segera membawa pasien


kerumah sakit atau
puskesmas untuk

mendapatkan bantuan
medis.
o Mencari keluarga mencari rujukan
fasilitas kesehatan yang tersedia
bagi pasien
a. Memberikan informasi
tentang nomor telpon darurat
tenaga kesehatan

b. Menganjurkan keluarga
untuk mengantarkan pasien
berobat/control secara teratur
untuk mengatasi masalah
bunuh dirinya

c. Menganjurkan keluarga
uuntuk membantu pasien
minum obat sesuai prinsip
lima benar pemberian obat.

Implementasi

NO DIAGNOSA KEP TINDAKAN


1. Resiko Bunuh Diri Sp I Pasien

1. Membina hubungan saling percaya dengan klien


2. Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien
3. Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien.
4. Melakukan kontrak treatment
5. Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri

Sp II Pasien

1. Mengidentisifikasi aspek positif pasien


2. Mendorong pasien untuk berfikir positif terhadap diri sendiri
3. Mendorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu yang berharga

Sp III Pasien

1. Mengidentisifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien


2. Menilai pola koping yng biasa dilakukan
3. Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif
4. Mendorong pasien memilih pola koping yang konstruktif
5. Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif dalam kegiatan harian

Sp IV Pasien

1 Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien


2 Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis
3 Memberi dorongan pasien melakukan kehiatan dalam rangka meraih masa depan
yang realistis

SP I Keluarga
1. Mediskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, resiko bunuh diri dan jenis perilaku yang
dialami pasien beserta proses terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien resiko bunuh diri yang dialami pasien beserta
proses terjadinya
SP II Keluarga
1. Melatih keluarga untuk mempraktekan cara merawat pasien resiko bunuh diri
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pasien resiko bunuh diri

SP III Keluarga
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dan dirumah termasuk minum obat
2. Mendiskusikan sumber rujukan yang dapat dijangkau oleh keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E,. (2009). Asuhan Keperawatan Keperawatan Pada Klien dengan


Gangguan Gangguan Jiwa. Jakarta, Trans Info Media.

Jenny, (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa. Medan, USU Press.

Keliat. B.A, (2009). Tingkah Laku Bunuh Diri. Jakarta, EGC.

Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC

Kompas, (2016) di Peroleh dari situs kompas.com pada tanggal 18 Mei 2016.

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien, EGC, Jakarta

Mustofa, Ali. 2010. Asuhan Keperawatan Psikiatri Berbasis Klinik. Mataram

M. Wilkson Judith.2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi


(NIC) dan Kriteria Hasil (NOC). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Stuart, GW, (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta, EGC.

Sujono & Teguh, (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta, Graha Ilmu.

Yosep, I, (2010). Keperawatan Jiwa. Bandung, Refika Aditama.

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. cetakan kedua (edisi revisi). Bandung: PT
Refrika Aditama

Anda mungkin juga menyukai