Anda di halaman 1dari 9

MATA KULIAH : MASALAH DAN GANGGUAN KESEHATAN REPRODUKSI

“SEKSUALITAS”
Dosen Pengampu : Feling Polwandari., M.Keb

Kelompok 2
Anggota :

1. 1. Aprilia Giyofani - 6021031012


2. Dewi Rohmawati - 6021031022
3. Maharani Putri Gusfina- 6021031044
4. Mita Maulida - 6021031048
5. Nurhida Indayu - 6021031055
6. Ratna Fitriyani - 6021031060
7. Rifa Azahra – 6021031062
8. Rizki Mulyani - 6021031068

PROGRAM STUDI SARJANA DAN PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS FALETEHAN
TAHUN AJARAN 2022/2023
A. PORNOGRAFI
a. Definisi Pornografi
Pornografi merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani, pornographia.
Istilah ini bermakna tulisan atau gambar tentang pelacur . Sedangkan menurut Kamus
Besar bahasa Indonesia, Pornografi adalah penggambaran tingkah laku secara erotis
dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi, bahan bacaan yang
dengan sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu birahi di seks.

b. Sebab dan Akibat dari Pornografi


 Penyebab :
1. adanya kontrol diri yang kurang pada remaja
2. sikap individu
3. pengawasan orang tua yang kurang bisa mempercepat dan mempermudah anak
mengakses pornografi.
4. teman sebaya (peer group) juga dapat menjadi penyebab seorang mengalami
narkolema
 Akibat :
1. kegagalan adaptasi
2. merusak fungsi otak dan struktur otak
3. penyebaran penyakit seksual seperti HIV-AIDS dan adanya kemungkinan
penyimpangan seksual.
4. hubungan seksual bebas sebelum menikah.
c. UU Tentang Ponografi
Diatur Dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN
2008 TENTANG PORNOGRAFI

B. PROSTITUSI
a. Definisi Prostitusi
Prostitusi atau disebut juga pelacuran adalah tindakan melakukan hubungan
seksual dengan berganti-ganti pasangan yang bukan istri atau suaminya, yang dilakukan
ditempat-tempat tertentu (lokalisasi, hotel, tempat rekreasi dan lain-lain), yang pada
umumnya mereka mendapatkan uang setelah melakukan hubungan badan (Dewi, 2012).

b. Faktor-Faktor Penyebab Prostitusi


Adapun faktor-faktor atau penyebab terjadinya pelacuran menurut para ahli :
Weisberg (dalam Koentjoro, 2004)
1) Motif psikoanalisis menekankan aspek neurosis pelacuran, seperti bertindak
sebagaimana konflik Oedipus dan kebutuhan untuk menentang standar orang tua
dan sosial.
2) Motif ekonomi secara sadar menjadi faktor yang memotivasi. Motif ekonomi ini
yang dimaksud adalah uang.
3) Motivasi situasional, termasuk di dalamnya penyalahgunaan kekuasaan orang tua,
penyalahgunaan fisik, merendahkan dan buruknya hubungan dengan orang tua.

c. UUD Tentang Prostitusi


Ada banyak peraturan ataupun undang-undang yang dirancang oleh pemerintah untuk
mengatur tentang permasalahan pelacuran di Indonesia salah satunya :
1. Pasal 284 KUHP
Pasal 284 KUHP sejatinya merupakan pasal mengenai perzinahan dan merupakan
delik aduan. Pelaku pelacuran dapat dikenakan oleh pasal ini apabila salah satu
dari pelaku tersebut sudah terikat dengan perkawinan dan adanya pengaduan dari
suami atau istri pelaku tindak pidana pelacuran.
2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UndangUndang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Di dalam undang-undang ini
melarang eksploitasi seksual terhadap anak, yang dapat dipahami sebagai setiap
perilaku yang menggunakan organ seksual anak untuk mendapatkan keuntungan.

C. PENDIDIKAN SEKSUALITAS
a. Definisi Pendidikan Seksualitas
Suatu Informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar
meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual
yang diberikan berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat (Sarlito,
Sarwono. 2001). Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomi
dan biologis juga menerangkan aspek-aspek psikologis dan moral.

b. Cara dan Contoh Pendidikan Seksualitas


Hasil survey Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen remaja di Indonesia telah melakukan
hubungan seks pranikah. Itu membuktikan bahwasanya kurangnya wawasan dan edukasi
sejak dini akan pentingnya seksualitas pada setiap individu.
Ajarkan pula pendidikan seks sejak dini dengan cara membiasakan hidup rapi dan
sopan dalam berpakaian, terutama pada anak perempuan. Selanjutnya dengarkan apa
yang diceritakan anak dalam membuka diri pada orang tua, kemudian jangan suka
berceramah, karena anak tidak suka diceramahi, dan gunakan bahasa yang tepat.
Demikian juga riset Fisher (1986) menunjukkan remaja cenderung meniru sikap perilaku
orang tuanya. Pada anak usia balita maka cara kita sebagai orang tua dalam memberikan
pendidikan seksual pada anak yaitu bisa mulai menanamkan pendidikan seks. Caranya
cukup mudah, yaitu dengan mulai memperkenalkan kepada si kecil organ-organ seks
miliknya secara singkat. Guru di sekolah juga dapat memberikan edukasi dalam
pembelajaran akan pentingnya kesehatan alat reproduksi. Pemerintah juga dapat
memberikan iklan atau layanan kepada masyarakat tentang bahayanya
pornografi.Pengawasan dalam penggunaan gadget juga sangat penting apalagi pada anak-
anak karena kebanyakan pornografi serta seksualitas lebih banyak ditemui dalam media
online.

c. Tujuan Pendidikan Seksualitas


Secara umum tujuan dari Pendidikan Seksualitas adalah seksual adalah untuk
membuat suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing
anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat
dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini dimaksudkan agar
mereka tidak menganggap seks itu suatu yang menjijikan dan kotor tetapi lebih sebagai
bawaan manusia (Singgih D. Gunarso, 2002).
Secara Khusus biasanya bertujuan untuk :
1) Mengetahui informasi seksual bagi remaja.
2) Memiliki kesadaran akan pentingnya memahami masalah
seksualitas.
3) Mengetahui akan bahannya PMS.
4) Memahami masalah-masalah seksualitas anak
5) Membimbing supaya kearah hidup yang lebih sehat.

d. faktor mengapa pendidikan seks (sex education) sangat penting bagi anak.
1) Faktor pertama adalah di mana anak-anak tumbuh menjadi remaja, mereka belum
paham dengan sex education, sebab orang tua masih menganggap bahwa
membicarakan mengenai seks adalah hal yang tabu
2) Faktor kedua, dari ketidakfahaman remaja tentang seks dan kesehatan anatomi
reproduksi mereka

D. HUBUNGAN SOSIO-BUDAYA dengan SEKSUALITAS


a. Hubungan Sosio-Budaya dengan Seksualitas
Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh Hasrat
seksual, baik bagi lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk tingkah laku seksual bisa
bermacam -macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan,
bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam
khayalan atau diri sendiri. Penyaluran dengan orang lain terkadang dilakukan karena
banyak dari remaja yang tidak dapat menahan dorongan seksualnya sehingga mereka
melakukan hubungan seks bebas (Sarwono, 2004)

Faktor yang paling mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seksual adalah

1. Teman sebaya yaitu mempunyai pacar


2. Mempunyai teman yang setuju dengan hubungan seks pranikah
3. Perubahan-perubahan hormonal yang dapat meningkatkan hasrat seksual remaja
4. Penyebaran informasi yang salah misalnya dari buku-buku dan VCD porno, rasa
ingin tahu (curiousity) yang sangat besar,
5. Serta kurangnya pengetahuan yag didapat dari orang tua dikarenakan orang tua
menganggap hal tersebut tabu dibicarakan.

Pada dasarnya pendidikan seks yang terbaik adalah yang diberikan oleh orang
tuanya. Mendidik dan mendewasakan anak adalah tugas dan tanggung jawab orang tua
yang sudah menjadi suatu naluri atau insting, karena proses keberadaan sang anak serta
pembentukkan sifat dan karakternya semua berpulang pada orang tua. Orang tua tidak
hanya berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan jasmani, tetapi juga kebutuhan rohani,
perhatian, kasih saying dan Komunikasi yang baik. Namun banyak dari mereka (orang
tua) yang melalaikan tugas-tugas tersebut. Orang tua sering tidak mengerti kondisi
anaknya. Mereka tidak mengerti relasi sosial yang dijalin, dan menganggap anak mereka
baik-baik saja, karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Sehingga anak mencari
pelampiasan untuk mendapatkan pengganti kasih saying orang tua dengan cara
berpacaran yang akhirnya remaja akan terjerumus kedalam seks bebas (BKKBN, 2010).

b. Cara Pengendalian
Pengendalian sosial adalah mengendalikan perilaku untuk mencapai tujuan tertentu
dan memahami suatu konsekuensi akibat tindakan yang akan melakukan untuk
mengendalikan diri mereka, yang dimaksud dengan pengendalian diri sebagai berikut:
Roucek yang dikutip oleh Sunarto (2008:58) adalah suatu istilah kolektif yang mengacu
pada proses, baik yang terencana maupun tidak, melalui mana individu di ajarkan, di
bujuk ataupun dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup
kelompok.

Dampak pornografi terhadap siswa berada pada kategori tinggi, jenis penyimpangan
perilaku siswa berada pada kategori tinggi. Upaya guru pembimbing dalam mengatasi
dampak pornografi berada pada kategori “rendah”, pencegahan sebelum terjadi berada
pada kategori “tinggi”, pengentasan saat terjadi berada pada kategori “tinggi”, dan
pemeliharaan setelah terjadi berada pada kategori ” rendah”.

Siswa diharapkan agar dapat menghindari hal yang bersifat pornografi, pornografi
sangat berdampak negatif terhadap perilaku seksual siswa, seperti berdampak terhadap
perkembangan dan cara berfikirnya. Siswa harus mengisi waktu luangnya dengan
kegiatan yang positif seperti mengikuti kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang ada di
sekolah.
Siswa diharapkan agar lebih memahami lagi tugas perkembangan remaja tentang
bagai mana cara menguasai kemampuan melaksanakan peranan sosial sesuai dengan jenis
kelamin, agar siswa tidak melakukan hal yang melanggar aturan dalam hubungan sosial
dengan lawan jenisnya. Oleh karna itu, siswa harus terbuka untuk mengemukakan
masalah kepada guru di sekolah dan orang tua di rumah, sehingga ketika siswa
mengalami masalah dapat diselesaikan segera dengan adanya bantuan dari guru di
sekolah dan orang tua di rumah.

c. Contoh Kegiatan
Menggunakan berbagai metode, seperti
1. Metode pendekatan Iptek bagi Masyarakat (IbM) yang digunakan adalah melalui
psikoedukasi, yaitu memberikan pendidikan psikologis (psikoedukasi) sehingga
diharapkan para remaja lebih memahami dan siap serta mampu mengontrol diri
dalam menghadapi arus globalisasi informasi dan pergaulan bebas.
2. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini terdiri dari dua bagian, yaitu;
a) Asesmen awal, dilakukan dengan metode Focus Group Discussion (FGD)
dan kuesioner. Dalam kegiatan ini diawali dengan eksplorasi pengetahuan
dan pengalaman mengenai perilaku seksual remaja, cara ini dilakukan
dengan metode brainstorming, kemudian dilanjutkan dengan FGD (Focus
Group Discusion) untuk menggali pemahaman remaja mengenai
seksualitas. Kuesioner diberikan untuk mengidentifikasi sejauh mana
perilaku seksual remaja.
b) Psikoedukasi, dilakukan dengan teknik ceramah, tanya jaawab/dialog
interaktif, studi kasus tentang perilaku remaja, kemudian peserta diajak
presentasi, diskusi, tanya jawab dan diakhiri pemberian feed back dari
fasilitator. Selain itu, para peserta diajarkan pemograman pikiran alam
bawah sadar, agar lebih mampu mengendalikan diri dalam menghadapi
pengaruh-pengaruh negatif arus informasi (internet dan gawai) dan
pergaulan bebas.
Adapun beberapa materi pokok yang diberikan selama kegiatan berlangsung meiputi :

a) Tugas-tugas perkembangan remaja


b) Memahami makna “pacaran”
c) Memahami perilaku seksual
d) Mengendalikan perilaku seksual

d. Aturan / UU yang berlaku


RUU PKS merumuskan jenis–jenis kekerasan seksual dalam Pasal 11 ayat (2) sebagai
berikut; serta Perbandingan Jenis Tindak Pidana Asusila Dalam RUU PKS Dan KUHP
Serta Peraturan Perundang-Undangan Lainnya:
a. pelecehan seksual;
• pasal 281 KUHP
• pasal 282 KUHP
• pasal 283 KUHP
• Pasal 15 UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (selanjutnya disebut “UU
Perlindungan Anak”)

b. eksploitasi seksual
•Pasal 295 KUHP
• Pasal 296 KUHP
• Pasal 297 KUHP
• Pasal 289 KUHP
• UU Perlindungan Anak
1. Pasal 59 ayat (1) huruf d, f dan j
2. Pasal 66

c. pemaksaan kontrasepsi
d. pemaksaan aborsi
aborsi illegal sudah diatur dalam beberapa peraturan sebagai berikut:
• Pasal 299 KUHP
• Pasal 346 KUHP
• Pasal 347 KUHP
• Pasal 349 KUHP
• Pasal 75 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

e. perkosaan
• Pasal 285 KUHP
• Pasal 286 KUHP
• Pasal 287 KUHP
• Pasal 288 KUHP
• Pasal 4 Jo. Pasal 17 UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi
Ras dan Etnis
• Pasal 8 huruf a Jo. Pasal 46 UU KDRT

f. pemaksaan perkawinan
• Pasal 335 KUHP

g. pemaksaan pelacuran
• Pasal 296 jo. Pasal 506 KUHP
• Pasal 12 UU TPPO
h. perbudakan seksual
• Pasal 2 UU TPPO

i. penyiksaan seksual.
• Pasal 351 KUHP

e. Tujuan
Tujuannya yaitu untuk pencegahan terjadinya Penyakit Menular Seksual (PMS),
Karena Perilaku remaja saat ini cenderung terjadi penyimpangan pada masalah
seksualitas, juga penyalahgunaan NAPZA. Perilaku remaja yang seperti itu mampu
mendekatkan remaja sebagai salah satu faktor risiko penderita HIV/AIDS. Selain itu,
remaja sering salah mempersepsikan tentang informasi mengenai seks dari teman sebaya,
film atau buku yang isinya jauh menyimpang dari nilai-nilai etika dan moral, yang pada
akhirnya dapat menyebabkan remaja terjerumus ke persoalan seksualitas yang kompleks
termasuk risiko penularan HIV/AIDS, oleh sebab itu salah satu aspek yang penting dalam
pencegahan HIV diarahkan pada kelompok remaja dan dewasa muda (KPA, 2010).
SUMBER :
Safita, Reni. 2013. Peranan Orang Tua Dalam Memberikan Pendidikan Seksualitas
Pada Anak. Edu-Bio; Vol. 4.
Helmi, Alvin Vadilla., Paramastei, Ira. 1998. Efektivitas Pendidikan Seksual Dini
Dalam Meningkatkan Pengetahuan Perilaku Seksual Sehat. Jurnal Psikologi: No 2,
26-28
Tanjung, N. I., Sudarti, E., & Arfa. (2022). Kebijakan Hukum Pidana Terhadap
Tindak Pidana Pelacuran. Sains Sosio Humaniora, 6.
Irwansyah, L. (2016). Kemiskinan, Keluarga dan Prostitusi pada Remaja.
PSYCHOLOGY & HUMANITY .
Haidar, Galih. Apsari, Cipta, Nurlina. 2020. Pornografi Pada Kalangan Remaja.
Vol. 7. No 1.
Bunga, Dewi. 2011. Penanggulangan Pornografi Dalam Mewujudkan Manusia
Pancasila. Jurnal Konstitusi : Vol. 8 No 4.
Citra Ayi Safitri, B. S. (2020). Psikoedukasi Perilaku Seksual Remaja. Journal Of
Community Service.
Haryani Mulya, M. Y. (2012). Dampak Pornigrafi Terhadap Perilaku Siswa Dan
Upaya Guru Pembimbing Untuk Mengatasinya. Jurnal Ilmiah Konseling, 1-8.
Khoiruddin, N. (2016). Kekerasan Seksual Dan Perlindungan Anak. Al-Risalah, 19-
31.
Nurul, S. E. (2022). Agama Dan Patologi Sosial: Konseling Untuk Kasus Pekerja
Seks Komersial. Assertive.
Nurul, U. F. (2012). Hubungan Faktor Lingkungan Sosial Dengann Perilaku Seks
Bebas Remaja Smk Di Kota Yogyakarta. Naskah Publikasi.
Qalbi, N., Ramlan, & Henni, K. (2021). Hubungan Tingkat Pengetahuan
Lingkungan Sosial Dan Sumber Informasi Terhadap Penyakit Menular Seksual
(Pms) Pada Remaja Di Sma Negeri 3 Parepare. Jurnal Ilmiah Manusia Dan
Kesehatan.
Sheila, F. M. (2021). Studi Krisis Formulasi Kebijakan Hukum Pidana Pada
Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Rio Law Jurnal.

Anda mungkin juga menyukai