OLEH
JUMRIYANI
A1J1 18 052
KENDARI
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seks bebas merupakan hubungan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan
tanpa adanya ikatan perkawinan.Perilaku seks bebas yang terjadi pada remaja dapat
disebabkan oleh kurangnya perhatian orang tua terhadap anak yang disebabkan karena
kesibukan masing-masing sehingga anak tidak memperoleh pengetahuan tentang seks
bebas dari orang tua dan oleh sebab itulah kadang kala anak terjerumus pada pergaulan
yang salah. Perilaku seks bebas juga dapat terjadi jika remaja kurang mempunyai
pemikiran yang matang untuk berbuat sesuatu di tambah lagi karena dorongan dari teman
sebaya. Kadang teman mempunyai pengaruh yang buruk dan memaksa mencoba sesuatu
yang baru sehingga mereka mencoba melakukan hubungan seks dengan lawan jenis tanpa
memikirkan akibat yang akan terjadi.
Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan dari masa kanak-kanak menuju
ke arah kedewasaan. Di samping remaja adalah manusia yang sedang berkembang secara
fisik dan psikologis (emosi). Dalam keadaan seperti itu berkembang pula fungsi-fungsi
hormonal dalam tubuh remaja. Umumnya proses kematangan fisik lebih cepat terjadi dari
pada proses kematangan psikologis. Melihat masa remaja sangat potensial dan dapat
berkembang ke arah positif maupun negatif maka intervensi edukatif dalam bentuk
pendidikan, bimbingan, maupun pendampingan sangat diperlukan untuk mengarahkan
potensi remaja tersebut agar berkembang dengan baik, ke arah positif dan produktif.
Sehubungan dengan ini, masalah seks remaja sesungguhnya merupakan masalah yang
sangat penting dan harus segera diantisipasi.
Pendidikan seks diperlukan untuk menjembatani antara rasa keingintahuan remaja
tentang hal itu dan berbagai tawaran informasi yang vulgar, dengan cara pemberian
informasi tentang seksualitas yang benar, jujur, lengkap, yang disesuaikan dengan
kematangan usianya. Berbicara tentang pendidikan seks tentunya tidak akan terlepas
dengan pemahaman seseorang terhadap apa dan bagaimana pendidikan seks itu sendiri.
Perbedaan pemahaman tentang pendidikan seks ini tergantung pada bagaimana sudut
pandang yang mereka gunakan dalam memberikan definisi tersebut. Pendidikan seks
sebenarnya berarti pendidikan seksualitas, yaitu suatu pendidikan mengenai seksualitas
dalam arti luas. Seksualitas meliputi berbagai aspek yang berkaitan dengan seks, yaitu
aspek biologis, orientasi, nilai sosiokultur dan moral, serta perilaku.
Pendidikan seks bukanlah berarti belajar tentang bagaimana berhubungan seksual,
seperti yang dianggap banyak orang sehingga bentuk pendidikan ini seolah dilarang
karena dianggap bisa berekses buruk pada remaja. Pendidikan seks merupakan sebuah
diskusi yang realistis, jujur, dan terbuka bukan merupakan dikte moral belaka. Dalam
pendidikan seks diberikan pengetahuan yang faktual, menempatkan seks pada perspektif
yang tepat, berhubungan dengan self-esteem (rasa penghargaan terhadap diri),
penanaman rasa percaya diri dan difokuskan pada peningkatan kemampuan dalam
mengambil keputusan.
Pendidikan seks penting bagi remaja agar mereka mendapatkan informasi yang
benar dan akurat mengenai masalah seksual dan kesehatan reproduksi. Pendidikan seks
untuk remaja bertujuan melindungi remaja dari berbagai akibat buruk karena persepsi dan
perilaku seksual yang keliru. Melalui pendidikan seks remaja diharapkan dapat
menempatkan seks pada porsi yang tepat bahkan tidak keblablasan dalam menafsirkan
arti seks serta mencoba mengubah anggapan negatif tentang seks. Rendahnya
pemahaman tentang pendidikan seks dikarenakan masih banyaknya anggapan keliru
mengenai pendidikan seks.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan seks pada remaja ?
2. Apa tujuan dan manfaat penerapan pendidikan seks pada remaja?
3. Apa saja bahaya dari perilaku seks bebas di kalangan remaja ?
4. Bagaimana upaya untuk menghindari perilaku seks bebas ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu pendidikan seks pada remaja
2. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat penerapan pendidikan seks pada remaja
Keluarga dalam hal ini orang tua mempunyai peran penting dalam perkembangan
anak-anaknya, khususnya pada masa remaja. Masa remaja adalah periode penuh dengan
perubahan, baik dalam hal jasmani maupun hal mental dan sosial. Orangtua harus mampu
membimbing anak-anaknya selama masalah-masalah periode ini, sambil memberi
informasi dan saran untuk kehidupan sehat. Dewasa ini, orangtua berperan bertindak
untuk melindungi anak-anaknya dari pengaruh sosial yang tidak sehat. Cara terbaik
memenuhi peran ini adalah bersahabat dengan anak remaja dan tidak menghindari
pertanyaan sulit, khususnya tentang masalah seks.
Masalah seks dianggap sulit dibahas oleh kebanyakan orangtua. Padahal
lingkungan keluarga merupakan tempat yang tepat dan baik untuk penyuluhan masalah
seks. Sampai sekarang, kesempatan ini jarang digunakan oleh orangtua, karena masalah
seks disampingkan atau ditutupi. Dalam keadaan ini, kaum remaja sering mencari sumber
informasi lain untuk memenuhi keingintahuannya yaitu, media massa. Dengan tidak
adanya pendidikan seks yang memadai dan pandangan orang tua yang menabukannya
hal-hal yang berhubungan dengan pengetahuan tentang seks membuat anak lebih
cenderung terkena imbas seks dari pergaulan bebas, baik dari lingkungan masyarakat
maupun dari lingkungan teman sebaya (Panut dan Umami dalam I Nyoman Sukma
Arida, 2005: 41).
Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan formal mempunyai tanggung jawab
yang besar terhadap berlangsungnya proses pendidikan, yang dibagi dalam tiga kategori,
yaitu: tanggung jawab formal, tanggung jawab keilmuan dan tanggung jawab fungsional.
Lingkungan sekolah juga sangat mempengaruhi pola hidup dan perkembangan jiwa
seorang anak atau individu sebab kelompok sepermainan biasanya tumbuh di lembaga
pendidikan formal tersebut. Kondisi sekolah dan sistem pengajaran yang kurang
menguntungkan peserta didiknya dapat menjerumuskan mereka pada kenakalan remaja.
Pola hidup yang berkembang di sekolah dewasa ini terutama memberikan tekanan pada
materialisme (Soerjono Soekanto, 2004: 25).
Orang tua diharapkan untuk terus memantau perkembangan anak-anak mereka,
karena teman dan lingkungan pergaulan memberiikan pengaruh yang tidak semuanya
baik. Pendidikan agama dan pendidikan seks sejak dini juga perlu diberikan agar anak
tidak salah memaknai hubungan seksual dengan caranya sendiri, termasuk juga
penanaman tanggung jawab pada diri mereka. Sekolah juga harus memberii informasi
atau himbauan agar siswanya tidak menyalahgunakan kondom. Sekolah juga
berkewajiban untuk menguatkan kualitas agama siswanya agar tidak terjerumus dalam
pergaulan seks bebas. Lembaga di luar sekolah seperti lembaga keagamaan diharapkan
bisa memberiikan pemahaman tentang larangan dan bahaya seks bebas dan bahwa
penggunaan kondom oleh mereka yang belum menikah dilarang oleh agama.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Pendidikan seks diperlukan untuk menjembatani antara rasa keingintahuan
remaja tentang hal itu dan berbagai tawaran informasi yang vulgar, dengan cara
pemberian informasi tentang seksualitas yang benar, jujur, lengkap, yang disesuaikan
dengan kematangan usianya.
Masa remaja adalah masa peralihan dimana seseorang berpindah dari kanak-
kanak menjadi dewasa, dalam masa ini berbagai perubahan jasmaniah, rohaniah, dan
sosial terjadi dengan jelas. Perubahan itu biasanya disertai oleh bernacam-macam
problema yang timbul karena tidak dipersiapakannya jiwa remaja untuk menghadapi
perubahan tersebut ditambah lagi dengan tidak dimengertinya orang tua, guru dan
masyarakat tentang ciri pertumbuhan remaja itu sendiri dan oleh sebab itu timbul
berbagai problema remaja dan bila problema itu tidak terselesaikan maka akan muncul
kenakalan remaja. Oleh sebab itu sangat dibutuhkan perhatian orang tua dan masyarakat
dalam menghadapi problema remaja agar tidak menjurus pada kenakalan remaja.
Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan remaja yaitu dengan memberi kemudahan
bagi remaja dalam pendidikan seperti memudahkan administrasi keuangan sekolah bagi
anak yang tidak mampu sehingga keuangan sekolah akan sedikit terbantu dan remaja
tidak terjerumus pada kejahatan.
B. Saran
Fokusnya utama Pendidikan Seks adalah pendidikan dan pengetahuan daripada
seks. Pendidikan Seks mampu menyelamatkan kaum remaja dari keadaan yang tidak sehat
atau berbahaya untuk kesehatannya. Seharusnya Pendidikan Seks tidak dianggap tabu dan
tidak ditutu- tutupi lagi.
Sebagai suatu cabang, masyarakat yang mampu sebagian besar penduduk kaum
muda, ruang sekolah seharusnya mengambil peran utama untuk memberi Pendidikan Seks
ini. Sebaiknya pemerintah bertindak mengembangkan program Pendidikan Seks dengan
bahan-bahan resmi untuk disediakan setiap sekolah. Lebih banyak dana seharusnya
diberikan dibidang Pendidikan, untuk menyakinkan setiap siswa mengalami kesempatan
untuk mengakses informasi yang dibutuhkan. Program Pendidikan Seks seharusnya
mencapai keseimbangan antara pengetahuan lengkap dan norma-norma kebudayaan dan
agama Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Abrari (2006) Dari Sosialisasi Bahaya Narkoba yang Dihelat BNK Pamekasan: Akhir
Pekan, Siswa Aksi Borong Kondom. Radar Madura 7 Januari 2006, hal: 29-31.
Akbar Dr. Ali, H.Ali, Bimbingan Seks Untuk Generasi muda, Cet VIII, Jakarta : Pustaka
Antara, 1993.
Burhanuddin Salam. 2005. Pengantar Filsafat. Jakarta : Bumi Akasara.
Deddy Mulyana & Jalaludin Rakhmat. 1998. Komunikasi Antarbudaya. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Didik Hermawan. 2007. Ngerumpi Sex Yuk. Solo : Smart Media. Dimyati Mahmud. 1990.
Psikologi Pendidikan: suatu Pendekatan Terapan. Yogyakarta: BPFEE.
Elizabeth Hurlock. 2000. Psikologi Perkembangan. Jakarta : PT Erlangga.
Fathi Yakin, Islam dan Seks Cet III, Jakarta: PT. BPK. Gunung Mulia.1992.
George Ritzer. 2004. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Gunarsah, Singggih. D. Mengembangkan Kepribadian Balita Pola Pendidikan Untuk
Meletakkan Dasar Kepribadian Yang Baik. Cet.I, Jakarta : PT. Gramedia, 1990.
Hikmat Budiman. 2002. Lubang Hitam Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.
Martaniah, Mulyani. 1964. Peranan orang tua dalam perkembangan Kepribadian. Jakarta:
Bulan Bintang.
Mohammad, M. Dlori. 2011. Jeratan nikah dini, wabah pergaulan. Jogjakarta: Media
Abadi.
Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada.
Qutub, Muhammad, Jahiliah Abad Dua Puluh, Cet. VI, Bandung: Mizan, 1993.
Rachman, Maman. 1999. Strategi dan Langkah-langkah Penelitian. Semarang: IKIP
Semarang Perss Ramayulis, et. Pendidikan Islam Dalam Rumah Tangga. Cet II,
Jakarta: Kalam Mulia. 1990.