BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Masa remaja merupakan peralihan dari masa anak- anak ke masa dewasa,
yaitu saat-saat ketika anak tidak mau lagi diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi
dilihat dari pertumbuhan fisiknya ia belum dapat dikatakan orang dewasa (Zulkifli
L, 2001 : 63). Banyak orang tua yang kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan
anak-anak remaja mereka. Selain sikap orang tua yang masih belum terbuka
tentang seks, sehubungan dengan masih berlaku tabu dengan masalah seks, orang
tua juga seringkali memang kurang paham perihal masalah yang satu ini.
Pengetahuan yang terbatas itulah yang menyebabkan orang tua kurang dapat
berfungsi sebagaimana narasumber dalam pendidikan seks (Sarlito, 2008 : 196).
Bilamana orang tua mampu memberikan pemahaman mengenai perilaku
seks kepada anak-anaknya, maka anak-anaknya cenderung mengontrol perilaku
seksnya itu sesuai dengan pemahaman yang diberikan orang tuanya. Hal ini
terjadi karena pada dasarnya pendidikan seks yang terbaik adalah yang diberikan
oleh orang tua sendiri, dan dapat pula diwujudkan melalui cara hidup orang tua
dalam keluarga sebagai suami-istri yang bersatu dalam perkawinan. Masalah
pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma
yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan
bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di
masyarakat (http://one.indoskripsi.com).
Perilaku seksual pada remaja dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang
bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan,
bercumbu dan bersenggama. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
kalangan remaja telah merebak perilaku seksual menyimpang, seperti terungkap
dari penelitian yang dilakukan oleh Universitas Atmajaya serta studi yang
dilaksanakan Universitas Indonesia. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Universitas Atmajaya (1999) mengungkapkan 9,9% remaja telah melakukan
hubungan seks dengan pasangannya setelah menonton film porno. Sedangkan
riset studi yang dilaksanakan Universitas Indonesia pada tahun yang sama
diperoleh temuan bahwa 21,8% remaja di Bandung telah melakukan hubungan
seks sebelum menikah, di Sukabumi 26% dan Bogor 30,9% (http://one.
indoskripsi.com).
Menurut survei pendahuluan di MA Al-Abror yang merupakan salah satu
sekolah menengah umum yang identik dengan islam dimana diambil 5 remaja
kelas XI dengan hasil 3 orang (60%) menyatakan pernah berciuman dengan pacar
atau teman dekat dan tidak pernah membicarakan seputar seks itu dengan teman
sebaya atau orang tua, sedangkan sebanyak 2 orang (40%) menyatakan tidak
pernah berciuman dengan pacar atau teman dekat dan menyatakan pernah
membicarakan seputar seks itu dengan teman sebaya dan orang tua. Minimal
mereka pernah berbicara kepada orang tua tentang batasan-batasan dalam
berteman dekat ataupun berpacaran.
Secara umum pendidikan seks merupakan suatu informasi mengenai
persoalan seksualitas menusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses
pernikahan dini, ataupun jika remaja malu akan melakukan aborsi yang sangat
berbahaya bagi dirinya karena dapat berakibat kematian dan juga penyakit
menular seksual lainnya. Untuk itu perlu adanya pendidikan seks bagi remaja,
baik di sekolah, lingkungan maupun keluarga (http://one.indoskripsi.com).
Memberikan pendidikan seks pada remaja, maksudnya membimbing dan
menjelaskan tentang perubahan fungsi organ seksual sebagai tahapan yang harus
dilalui dalam kehidupan manusia. Selain itu harus memasukkan ajaran agama dan
norma-norma yang berlaku. Cara-cara yang dapat digunakan misalnya dengan
mengajak berdiskusi masalah yang ingin diketahui oleh si anak. Orang tua harus
memberikan informasi yang sejelas-jelasnya dan terbuka, kapan saja, sampai si
anak benar-benar mengerti apa yang dimaksud. Cara seperti itu akan
menghilangkan perasaan segan dalam dirinya. Lebih baik dari orang tuanya
pendidikan seks ini diketahui, daripada si anak mendapatkannya dari pendapat
atau khayalan sendiri, teman, buku-buku, ataupun film-film porno yang kini dijual
bebas (Dianawati Ajen, 2003 : 8).
Dari fenomena di atas peneliti ingin mengetahui hubungan pendidikan seks
dalam keluarga dengan perilaku seksual pada remaja di MA AL-Abror Sukosewu
Bojonegoro.
1.2
1.2.1
Rumusan Masalah
Bagaimana pendidikan seks dalam keluarga pada remaja di MA Al-Abror
Sukosewu Bojonegoro ?
1.2.2
1.2.3
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pendidikan seks dalam keluarga dengan perilaku
Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi Peneliti
Untuk meningkatkan pengalaman dan wawasan bagi peneliti sendiri dalam
1.4.2
siswinya dan sebagai bahan pertimbangan untuk menyusun pola pengajaran yang
bisa meningkatkan pengetahuan siswa-siswinya tentang seksualitas.
1.4.3
Bagi Keluarga
Agar keluarga mengetahui batasan-batasan pendidikan seks yang akan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep pendidikan seks, keluarga,
perilaku seksual, remaja, ciri-ciri remaja, kerangka konseptual dan hipotesis.
manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan,
kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual dan aspekaspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang
diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat,
apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa
melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat (Sarlito, 2005 : 190).
2.1.2
dari penelitian WHO di 16 negara eropa yang hasilnya adalah sebagai berikut
(Sarlito, 2005 : 191) :
1. Lima negara mewajibkan disetiap sekolah.
2. Enam negara menerima dan mengesahkannya dengan Undang-Undang tetapi
tidak mengharuskan disetiap sekolah.
10
10
11
2.1.3
11
12
12
13
13
14
pekerja seks dan sebagainya. Tujuan utama pendidikan kesehatan pada tingkat
ini adalah untuk mencegah kelompok-kelompok tersebut agar tidak jatuh atau
menjadi/terkena sakit (primary prevention).
3. Tingkat Kuratif
Sasaran pada tingkat ini adalah para penderita penyakit (pasien) terutama
untuk penderita sakit kronis seperti : asma, diabetes melitus, tuberculosis dan
sebagainya. Tujuan promosi kesehatan pada tingkat ini adalah agar kelompok
ini mampu mencegah penyakit tersebut tidak menjadi lebih parah (secondary
prevention).
4. Tingkat Rehabilitative
Promosi kesehatan pada tingkat ini mempunyai sasaran pokok kelompok
penderita atau pasien yang baru sembuh (recovery) dari suatu penyakit. Tujuan
utama promosi kesehatan pada tingkat ini adalah agar mereka segera pulih
kembali kesehatannya, atau mengurangi kecacatan seminimal mungkin.
Dengan perkataan lain, pendidikan kesehatan pada tingkat ini adalah
pemulihan dan mencegah kecacatan akibat penyakit (tertiary prevention).
2.2 Keluarga
2.2.1
Pengertian keluarga
Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui
14
15
Fungsi keluarga
Dalam suatu keluarga ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan sebagai
norma-norma
tingkah
laku
sesuai
dengan
tingkat
perkembangan masing-masing.
c. Meneruskan nilai-nilai keluarga.
4. Fungsi ekonomi.
a. Mencari
sumber-sumber
penghasilan
keluarga.
15
untuk
memenuhi
kebutuhan
16
Struktur keluarga
Struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam, diantaranya adalah (Wahit
16
17
5. Keluarga Kawinan.
Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan
beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya
hubungan dengan suami istri.
2.2.4
Peranan keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat.
kegiatan, yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu.
Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari
keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat di dalam
keluarga adalah sebagai berikut (http://yenibeth.wordpress.com) :
1. Peranan ayah.
Ayah sebagai suami dari istri, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik,
pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota
dari
kelompok
sosialnya,
serta
sebagai
anggota
masyarakat
dari
lingkungannya.
2. Peranan ibu.
Ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk
mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya,
pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya, serta
menjadi anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga dapat
berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
3. Peranan anak.
Anak-anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan tingkat
perkembangannya, baik fisik, mental, sosial dan spiritual.
17
18
2.2.5
Tugas-tugas keluarga
Dalam sebuah keluarga ada beberapa tugas dasar di dalamnya terdapat 8
Definisi
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenisnya. Bentukbentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam ,mulai dari perasaan tertarik
sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Obyek seksualnya
bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Sarlito,
2008 : 142).
18
19
2.3.2
melakukan hubungan seksual secara wajar antara lain (Gunarsa dan Gunarsa,
1996 : 42) :
1. Masturbasi atau onani yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap
alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan
kenikmatan yang sering sekali menimbulkan goncangan pribadi atau emosi.
2. Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan,
pegangan tangan sambil pada ciuman dan sentuhan seks yang pada dasarnya
adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual.
3. Berbagai kegiatan yang mengarah kepada pemuasan dorongan seksual yang
pada
dasarnya
menunjukkan
ketidakberhasilan
seseorang
dalam
19
20
2.3.3
menyimpang dari yang wajar baik dalam cara atau pasangan seksualnya
(Sarlito,2005 : 174) :
Hubungan seksual yang abnormal meliputi :
1. Sadisme
Mencapai kepuasan seksual dengan cara menimbulkan penderitaan psikologik
atau fisik pada pasangan seksnya.
2. Ekshibionisme
Mendapat kepuasan seks setelah memperlihatkan alat kelamin pada orang
asing.
3. Triolisme atau troilisme
Mendapat kepuasan seks setelah menonton orang lain melakukan aktivitas
seks juga.
4. Seksualarisme
Mendapatkan kepuasan seksual setelah melakukan aplikasi bibir pada lidah
dan mulut pasangannya.
5. Fellasio
Stimulasi penis dengan mulut, lidah dan bibir.
6. Kunnilingus
Stimulasi vagina dengan mulut dan bibir serta lidah.
7. Homoseksualitas
Kepuasan seks terjadi bila berhubungan dengan pasangan berjenis kelamin
sama.
20
21
8. Lesbian
Dikaitkan dengan kepuasan seksual antara sesama wanita.
9. Pedofilia
Perbuatan atau fantasi untuk melakukan aktivitas dengan anak prapubertas.
10. Bestalisme
Keinginan hubungan seks pada binatang.
11. Nekrofilia
Kepuasan seks didapat dari melihat dan berhubungan dengan mayat.
2.3.4
21
22
(http://one.indoskripsi.com) :
1. Ada perbedaan persentase antara laki-laki dan perempuan dalam melakukan
masturbasi. Hampir 82% dari laki-laki usia 15 tahun yang melakukan
masturbasi, sedangkan hanya 20% dari perempuan usia 15 tahun yang
22
23
23
24
24
25
Pengertian remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa anak-anak menuju ke
arah kedewasaan. Jika digolongkan sebagai anak-anak sudah tak sesuai lagi, tapi
jika digolongkan dengan orang dewasa juga belum sesuai (http://one.
indoskripsi.com). Istilah remaja berasal dari kata latin adolescentia yang berarti
tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa dan dianggap dewasa apabila sudah
mampu mengadakan reproduksi (Hurlock, 2008 : 206).
2.4.2
25
26
2.4.3
12-24 tahun dan belum menikah dengan pertimbangan sebagai berikut (Sarlito,
2005 : 14) :
1. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda seksual sekunder
mulai tampak (kriteria fisik).
2. Di banyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil balik,
baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi
memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial).
3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa
seperti tercapainya identitas diri (ego identity, menurut Erik Erikson),
tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual (menurut Freud) dan
tercapainya puncak perkembangan kognitif (Piaget) maupun moral (Kohlberg)
(kriteria psikologi).
4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi peluang
bagi mereka sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada
orang tua, belum mempunyai hak penuh sebagai orang dewasa (secara
adat/tradisi), belum dapat memberikan pendapat sendiri dan sebagainya.
Dengan perkataan lain, orang yang sampai batas usia 24 tahun belum dapat
memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologik, masih
dapat digolongkan remaja. Golongan ini cukup banyak terdapat di Indonesia,
terutama dari kalangan masyarakat kelas menengah ke atas yang
mempersyaratkan berbagai hal (terutama pendidikan setinggi-tingginya) untuk
mencapai kedewasaannya sebelum usia tersebut.
Dalam definisi di atas, status perkawinan sangat menentukan, karena arti
perkawinan masih sangat penting di masyarakat kita secara menyeluruh.
26
27
Seseorang yang sudah menikah, pada usia berapa pun dianggap dan diperlakukan
sebagai orang dewasa penuh, baik secara hukum maupun dalam kehidupan
masyarakat dan keluarga. Karena itu definisi remaja di sini dibatasi khusus untuk
yang belum menikah.
2.4.4
Ciri-ciri remaja
Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode
sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut antara lain (Hurlock, 2008 : 207) :
1. Masa remaja sebagai periode penting, karena terjadi perkembangan fisik dan
mental yang cepat.
2. Masa remaja sebagai periode peralihan, yaitu peralihan dari masa kanak-kanak
ke masa dewasa.
3. Masa remaja sebagai periode perubahan, terjadi perubahan emosi, tubuh,
minat dan peran, perubahan nilai-nilai dan tanggung jawab.
4. Masa remaja sebagai usia bermasalah, karena kebanyakan remaja tidak
berpengalaman dalam mengatasi masalah dan remaja merasa sudah mandiri
sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri.
5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri. Identitas diri yang dicari
remaja berupa usaha untuk mencari siapa dirinya, apa peranannya dalam
masyarakat, apakah ia seorang anak atau orang dewasa.
6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, anggapan sterotipe
budaya yang bersifat negatif terhadap remaja, mengakibatkan orang dewasa
tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.
7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis, remaja melihat dirinya dan
orang lain sebagaimana yang mereka inginkan.
8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa, remaja berperilaku yang
dihubungkan dengan status dewasa seperti merokok, minum-minuman keras,
27
28
obat-obatan dan terlibat seks, agar mereka memperoleh citra yang mereka
inginkan.
2.4.5
28
29
Pendidikan seksual :
Promotif
Pendidikan seks
Remaja
1. Remaja awal
2. Remaja madya
3. Remaja akhir
Preventif
Kuratif
Rehabilitatif
Perilaku seksual :
1. Masturbasi atau onani
2. Petting
3. Oral-genital
4. Seksual intercourse
5. Homoseksual
Menyimpang
Tidak menyimpang
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Hubungan Pendidikan Seks Dalam Keluarga
Dengan Perilaku Seksual Remaja di MA Al-Abror Sukosewu
Bojonegoro Tahun 2009.
29
30
2.6 Hipotesa
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pernyataan
penelitian (Nursalam, 2003 : 57).
Dalam penelitian ini hipotesis awal (H0) yang digunakan adalah tidak ada
hubungan pendidikan seks dalam keluarga dengan perilaku seksual pada remaja di
MA AL-Abror Sukosewu Bojonegoro tahun 2009.
30
31
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah cara untuk memecahkan masalah berdasarkan
metode keilmuan atau ilmiah (Nursalam dan Siti Partini,2001 : 135).
Pada bab ini akan dibahas tentang desain penelitian, kerangka kerja,
populasi, sampel dan sampling, identifikasi variabel, definisi operasional,
pengumpulan data dan analisa data, waktu dan tempat penelitian, etika penelitian
dan keterbatasan.
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang dibuat
oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa diterapkan
(Nursalam,2003 : 80).
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik yaitu penelitian
yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi,
kemudian melakukan analisa dinamika korelasi antara fenomena, baik antara
faktor resiko dengan faktor efek, antara faktor resiko, maupun antar faktor efek
(Notoatmodjo S, 2002 : 145).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional yaitu
jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran atau observasi data
variabel independent dan variabel dependent dinilai satu saat. Tentunya tidak
semua subjek penelitian harus di observasi pada hari atau waktu yang sama akan
tetapi baik variabel independent maupun variabel dependent dinilai hanya satu
kali (Nursalam,2003 : 85).
31
32
Variabel independent
Pendidikan seks dalam
keluarga
Ada hubungan
Gambar 3.1 Kerangka Kerja Hubungan Pendidikan Seks Dalam Keluarga Dengan
Perilaku Seksual Remaja Di MA Al-Abror Sukosewu Bojonegoro
Tahun 2009.
32
33
Populasi
Populasi
adalah
keseluruhan
objek
penelitian
atau
objek
diteliti
(Notoatmodjo S, 2005 : 79). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa MA. Al-Abror Sukosewu Bojonegoro tahun 2009 dengan jumlah 79
siswa.
3.3.2
Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti
N .Z 21 / 2 .P(1 P)
n
( N 1)d 2 Z 21 / 2 .P(1 P)
n
79(3,8416).0,5(0,5)
(78)(0,0025) (3,8416).0.5(0,5)
75,8716
0,195 0,9604
75,8716
1,1554
n 65,6669 =
66 responden.
Keterangan :
N
: Besar populasi
Z1-/2
33
34
Proporsi Sampel :
n
29
66 24,227 24
79
II
30
66 25,063 25
79
III
20
66 16,708 17
79
Kriteria sampel :
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003 : 96). Dalam
penelitian ini kriteria inklusinya adalah responden yang bersedia diteliti.
3.3.3
Sampling
Sampling adalah suatu proses menyeleksi dari populasi untuk dapat
34
35
35
36
Variabel
Definisi
operasional
Variabel
Sesuatu
independent informasi
Pendidikan mengenai
seks dalam persoalan
keluarga.
seksualitas
manusia yang
jelas dan benar,
yang meliputi
proses
terjadinya
pembuahan,
kehamilan
sampai
kelahiran,
tingkah laku
seksual,
hubungan
seksual dan
aspek-aspek
kesehatan,
kejiwaan dan
kemasyaratan.
Indikator
1. Pendidikan seks
sejak dini.
2. Pendidikan
disesuaikan
dengan usia anak.
3. Orang tua
menjadi role
model.
4. Menciptakan
hubungan yang
baik antara orang
tua dengan anak.
5. Mengetahui
batas-batas
pendidikan seks.
6. Bekerja sama
dengan pihak
sekolah.
Alat ukur
Skala
Kuesioner Ordinal
Skor
Ya : 1
Tidak : 0
Dengan kriteria :
1. Baik jika orang
tua melakukan
semua cara
pendidikan seks
sebesar (76100%).
2. Cukup jika
orang tua
melakukan
semua cara
pendidikan seks
sebesar (5675%).
3. Kurang jika
orang tua
melakukan
semua cara
pendidikan seks
sebesar (<56%).
Kode :
1 untuk kurang.
2 untuk cukup.
3 untuk baik.
Variabel
dependent
Perilaku
seksual
pada remaja
Segala tingkah
laku yang
didorong oleh
hasrat seksual,
baik dengan
1.
2.
3.
4.
Masturbasi/ onani
Petting
Oral-genital seks.
Seksual
intercourse
36
Kuesioner Nominal Ya : 1
Tidak : 0
Dengan kriteria :
1. Menyimpang,
37
Variabel
di MA AlAbror
Sukosewu
Bojonegoro
Definisi
Indikator
operasional
lawan jenisnya 5. Homoseksual
maupun dengan
sesama jenis.
Alat ukur
Skala
Skor
jika menjawab
ya hanya satu
atau lebih
pertanyaan.
2. Tidak
menyimpang,
jika jawaban
tidak pada
semua
pertanyaan.
Kode :
- Menyimpang : 0
- Tidak
menyimpang : 1
Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan
Bojonegoro
dan
responden.
Sebelumnya
peneliti
melakukan
37
38
2002 : 151).
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini
tinggal
memberikan
jawaban
atau
memberi
tanda
tertentu
38
39
Sp
x100%
Sm
Keterangan :
N
Sp
Baik
Cukup
Kurang
39
40
2. Variabel dependent
Menyimpang
pertanyaan.
Tidak menyimpang
: mayoritas
2) 70%-89%
: sebagian besar
3) 51%-6%
4) 50%
: sebagian
5) < 50%
4. Tabulating
Teknik pengolahan dan analisa data pada penelitian ini adalah data yang
sudah terkumpul ditabulasi dan diprosentasekan dalam tabel distribusi
frekuensi,kemudian dianalisa untuk mengetahui hubungan antar variabel
independent dengan variabel dependent dihitung dengan komputerisasi SPSS
menggunakan uji Chi-Square. Hal ini bertujuan untuk menyampaikan ada
tidaknya hubungan antara variabel yang diteliti. Uji ini menggunakan derajat
kemaknaan = 0,05, dengan syarat :
1. Data yang dianalisis merupakan data nominal.
2. Data yang dianalisis harus berasal dari dua variabel yang terpisah.
40
41
41
42
Untuk
menjaga
kerahasiaan
identitas
subjek,
peneliti
tidak
akan
3.8.2
42