PENDAHULUAN
seorang
anak
merupakan
suatu
saat
yang
sangat
postpartum
dapat
terjadi
pada
wanita
manapun
tanpa
Banyak faktor yang diduga berperan pada terjadinya depresi postpartum, antara
lain adalah faktor hormonal, umur, paritas, pengalaman dalam proses kehamilan
dan persalinan, tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak
diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi, dan
keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (Savage, 2008). Dan terutama
faktor paritas, depresi postpartum dapat terjadi pada ibu primipara maupun
multipara yang mana ibu primipara merupakan kelompok yang paling rentan
mengalami depresi postpartum dibanding ibu multipara atau grande multipara.
Depresi postpartum adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang biasanya
disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh mulai dari perasaan
murung sedikit sampai pada keadaan tidak berdaya (Hadi, 2004). Faktor hormonal
sering disebut sebagai faktor utama yang dapat memicu timbulnya depresi
postpartum. Faktor ini melibatkan terjadinya perubahan kadar sejumlah hormon
progesteron dan estrogen. Walaupun demikian masih banyak faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam terjadinya depresi postpartum seperti harapan persalinan
yang tidak sesuai dengan kenyataan, adanya perasaan kecewa dengan fisik dirinya
dan juga bayinya, kelelahan akibat proses persalinan yang baru dilaluinya,
kesibukan mengurus bayi dan perasaan ibu yang merasa tidak mampu atau
khawatir akan tanggung jawab barunya sebagai ibu, kurangnya dukungan dari
suami dan orang-orang sekitar, terganggu dengan penampilannya yang masih
tampak gemuk dan kekhawatiran pada keadaan sosial ekonomi yang membuat ibu
harus kembali bekerja setelah melahirkan (Kasdu, 2005).
Hal lain yang dapat memicu terjadinya depresi pascasalin adalah nyeri
setelah persalinan, termasuk kelelahan, kurang tidur, asupan nutrisi yang
menurun, kecemasan dan rasa takut, konflik marital, tindakan yang salah terhadap
anak, gangguan hubungan ibu dan anak termasuk gangguan peran sebagai orang
tuadan masalah perilaku bayi; dukungan keluarga terutama suami, dan anggota
keluarga dekat lainnya, komplikasi kehamilan dan persalinan, keadaan
lingkungan, gangguan jiwa sebelum hamil, dan latar belakang budaya (Alfiben,
2000).
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi kejadian depresi pada ibu
post partum yaitu dengan dukungan sosial. Dukungan memberi pengaruh dalam
mengurangi depresi yang dihadapi wanita pada masa postpartum. Wanita yang
merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai oleh suami dan keluarganya tentunya
tidak akan merasa diri kurang berharga. Sehingga salah satu ciri dari seseorang
menderita depresi dapat dihambat. Wanita yang kurang mendapatkan dukungan
sosial tentunya akan lebih mudah merasa dirinya tidak berharga dan kurang
diperhatikan oleh suami maupun keluarga, sehingga wanita yang kurang
mendapat dukungan sosial pada masa postpartum lebih mudah untuk mengalami
depresi (Urbayatun, 2012).
Gangguan mood postpartum bukan persoalan sepele. Dampaknya bisa
memorakporandakan kehidupan ibu, keluarganya, bayi dan anak-anak lainnya. Ibu
akan mengalami kesulitan dalam mengasuh serta menjalin ikatan emosional yang
memadai terhadap bayi maupun anaknya yang lain. Dampaknya, anak-anak
mereka bisa mengalami gangguan emosional dan perilaku, keterlambatan
berbahasa dan gangguan kognitif. Bagi ibu sendiri, dalam kondisi berat bisa
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1
Pengertian
Masa nifas adalah (Puerpurium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas berlangsung selama kira kira 6 minggu. (Saifuddin, 2009).
Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Pelayanan persalinan harus
terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang
meliputi upaya pencegahan, deteksi dini pengobatan dan komplikasi dan penyakit
yang mungkin terjad, serta penyediaan pelayanan pemberian ASI, cara
menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu. (Prawirohardjo, 2010).
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari masa
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti prahamil. Sekitar
50% kematian ibu terjadi dalam 24 jam pertama postpartum sehingga pelayanan
pasca persalinan yang berkualitas harus terselenggara pada masa itu untuk
memenuhi kebutuhan ibu dan bayi. (Dewi, 2014).
Menurut Bennet V.R dan Brown L.K (1996) puerperium adalah waktu
mengenai perubahan besar yang berjangka pada periode transisi dari puncak
pelayanan untuk untuk ibu nifas meliputi perawatan bayi baru lahir (standar 13),
penanganan 2 jam pertama setelah persalinan (standar 14), serta pelayanan bagi
ibu dan bayi pada masa nifas (standar 15) apabila merujuk pada kompetensi 5
(standar kompetensi bidan) maka prinsip asuhan kebidanan bagi ibu pada masa
nifas dan menyusui harus yang bermutu tinggi serta tanggap terhadap budaya
setempat. Jika dijabarkan lebih luas sasaran asuhan kebidanan masa nifas meliputi
hal-hal sebagai berikut:
1) Peningkatan kesehatan fisik dan Psikologis.
2) Identifikasi penyimpangan dari kondisi normal baik fisik maupun psikis.
3) Mendorong agar dilaksanakan metode yang sehat tentang pemberian makanan
anak dan peningkatan dan penimbangan hubungan antara ibu dan anak yang
baik
4) Mendukung dan memperkuat percaya diri ibu dan memungkinkan ia
melaksanakan peran ibu dalam situasi keluarga dan budaya khusus
5) Pencegahan, diagnosa dini dan pengobatan komplikasi pada ibu
1)
2)
3)
4)
khusus
5) Mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang pemberian makanan anak
serta peningkatan pengembangan hubungan yang baik antara ibu dan anak.
2.1.4
10
2.1.5
berikut:
11
12
(2) Ketidaknyamanan sebagai akibat dari perubahan fisk yang dialami ibu
misalnya rasa mules karena rahim berkontraksi untuk kembali pada
keadaan semula, payudara bengkak, nyeri luka jahitan.
(3) Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya.
(4) Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat bayinya
dan cenderung melihat tanpa membantu.
2) Fase Taking Hold. Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan.
Pada fase taking hold, ibu merasa khawatir atau ketidak mampuan dan rasa
tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaannya sangat
sensitif sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati.
Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan karena saat ini merasakan
kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat
diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.
13
3) Fase Letting Go. Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan
peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat
diri dan bayinya meningkat pada fase ini.
2.1.8
14
(sadness), nafsu makan menurun (appetite), sulit tidur (Pillitari, 2003; Lyn dan
Pierre, 2007 dalam Macmudah, 2010). Keadaan ini akan terjadi beberapa hari
saja setelah melahirkan dan biasanya akan berangsur-angsur menghilang
dalam beberapa hari dan masih dianggap sebagai suatu kondisi yang normal
terkait dengan adaptasi psikologis postpartum. Apabila memiliki faktor
predisposisi dan pemicu lainnya maka dapat berlanjut menjadi depresi
postpartum.
2) Depresi Postpartum. Gejala yang ditimbulkan antara lain kehilangan harapan
(hopelessness), kesedihan, mudah menangis, tersinggung, mudah marah,
menyalahkan diri sendiri, kehilangan energi, nafsu makan menurun (appetite),
berat badan menurun, insomnia, selalu dalam keadaan cemas, sulit
berkonsentrasi, sakit kepala yang hebat, kehilangan minat untuk melakukan
hubungan seksual dan ada ide untuk bunuh diri (Beck, 2001; Lynn dan Pierre,
2007 dalam Macmudah, 2010).
3) Postpartum Psikosis. Mengalami depresi berat seperti gangguan yang dialami
penderita depresi postpartum ditambah adanya gejala proses pikir (delusion,
hallucinations and incoherence of association) yang dapat mengancam dan
membahayakan keselamatan jiwa ibu dan bayinya sehingga sangat
memerlukan pertolongan dari tenaga professional yaitu psikiater dan
pemberian obat (Olds, 2000, Pilliteri, 2003, Lynn dan Pierre, 2007).
15
2.2
Konsep Paritas
2.2.1 Pengertian
Paritas adalah jumlah total kehamilan yang berlangsung lebih dari usia
gestasi 20 minggu tanpa memerhatikan hasil akhir janin (Paulette S H, 2008).
Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin hidup atau mati,
bukan jumlah janin yang dilahirkan (Jensen B L, 2004).
2.2.2 Klasifikasi Paritas
1) Primipara adalah wanita yang pernah mengalami kehamilan lebih dari usia
gestasi 20 minggu (Paulette S H, 2008). Primipara adalah seorang wanita yang
melahirkan bayi hidup untuk pertama kali (Sofian A, 2012).
2) Multipara adalah wanita yang pernah mengalami dua atau lebih kehamilan
yang berlangsung lebih dari usia gestasi 20 minggu. Paritas dibagi lebih lanjut
menjadi empat kategori : cukup bulan, prematur, aborsi, dan kelahiran hidup
(mis., G9 P2345 = 9 kehamilan; 2 cukup bulan, 3 prematur, 4 aborsi, 5 hidup)
(Paulette S H, 2008). Multipara atau pleuripara adalah wanita yang pernah
melahirkan bayi viable beberapa kali (sampai 5 kali) (Sofian A, 2012).
3) Grandemultipara adalah wanita yang terlalu banyak punya anak, 4 atau lebih
(Rochjati P, 2011).
2.2.3 Kriteria paritas
Paritas merupakan faktor risiko yang mempengaruhi perdarahan
postpartum primer. Pada paritas yang rendah (paritas 1) dapat menyebabkan
ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu
dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas.
Sedangkan semakin sering wanita mengalami kehamilan dan melahirkan (paritas
lebih dari 3) maka uterus semakin lemah sehingga besar risiko komplikasi
kehamilan (Manuaba IBG, 2012).
16
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan
pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan
paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan
pascapersalinan lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal.
Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik yang lebih baik,
sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga
berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan
(Saifuddin AB, 2008).
2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Paritas
1) Pendidikan. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang
terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu.
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah dalam
memperoleh menerima informasi, sehingga kemampuan ibu dalam berpikir
lebih rasional. Ibu yang mempunyai pendidikan tinggi akan lebih berpikir
rasional bahwa jumlah anak yang ideal adalah 2 orang.
2) Pekerjaan. Pekerjaan adalah simbol status seseorang dimasyarakat. Pekerjaan
jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup
dan untuk mendapatkan tempat pelayanan kesehatan yang diinginkan. Banyak
anggapan bahwa status pekerjaan seseorang yang tinggi, maka boleh
mempunyai anak banyak karena mampu dalam memenuhi kebutuhan hidup
sehari-sehari.
17
Konsep Depresi
18
19
20
2) Menurut penyebabnya
(1) Depresi reaktif. Pada depresi reaktif, gejalanya diperkirakan akibat stres
luar seperti kehilangan seseorang atau kehilangan pekerjaan.
(2) Depresi endogenous. Pada depresi endogenius, gejalanya terjadi tanpa
dipengaruhi oleh faktor lain.
(3) Depresi primer dan sekunder. Tujuan penggolongan ini adalah untuk
memisahkan depresi yang disebabkan penyakit fisik atau psikatrik atau
kecanduan obat atau alkohol (depresi sekunder) dengan depresi yang tidak
mempunyai penyebab-penyebab ini (depresi primer). Penggolongan ini
lebih banyak digunakan untuk penelitian tujuan perawatan.
3) Menurut arah penyakit
(1) Depresi tersembunyi. Diagnosa depresi tersembunyi (autoditipikal)
kadang-kadang dibuat bilamana depresi dianggap mendasari gangguan
fisik dan mental yang tidak dapat diterangkan, misalnya rasa sakit yang
lama tanpa sebab yang nyata atau hipokondria atau sebaliknya perilaku
yang tidak dapat diterangkan seperti wanita lanjut usia yang suka
mengutil.
(2) Berduka. Proses kesedihan itu wajar dan merupakan reaksi yang
diperlukan terhadap suatu kehilangan. Proses ini membuat orang yang
kehilangan itu mampu menerima kenyataan tersebut, mengalami rasa sakit
akibat kesedihan yang menimpa, menderita putusnya hubungan dengan
orang yang dicintai dan penyesuaian kembali.
21
22
evaluasi
diri
individu.
Persepsi
merupakan
23
(4) Teori kehilangan obyek. Teori ini menyatakan bahwa penyakit depresif
terjadi jika pribadi tersebut terpisah dari atau ditolak orang terdekat selama
6 buolan pertama kehidupan. Proses ikatan diputuskan dan anak menarik
diri dari orang lain dan lingkungan.
2.3.4 Faktor pencetus
Ada empat sumber utama stessor yang dapat menyebabkan gangguan alam
perasaan (Stuart & Sundeen, 2012) :
1) Kehilangan keterikatan. Kehilangan yang nyata atau yang dibayangkan,
termasuk kehilangan cinta, seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri.
Karena elemen aktual dan simbolik melibatkan konsep kehilangan maka
persepsi pasien merupakan hal yang sangat penting.
2) Peristiwa besar dalam kehidupan. Peristiwa besar dalam kehidupan sering
dilaporkan sebagai pendahulu episode depresi dan mempunyai dampak
terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan
menyelesaikan masalah.
3) Peran dan ketegangan peran. Telah dilaporkan mempengaruhi perkembangan
depresi, terutama pada wanita.
4) Perubahan fisiologik. Perubahan fisiologik yang diakibatkan oleh obat-obatan
atau berbagai penyakit fisik, seperti infeksi, neoplasma dan gangguan
keseimbangan metabolik, dapat mencetuskan gangguan alam perasaan.
2.3.5 Gejala Depresi
Depresi satu waktu mungkin terlihat hanya dalam bentuk gangguan badani.
Akan terlihat perbedaan antara satu gejala dengan gejala lainnya, walaupun hal itu
24
25
26
1) Terapi fisik
(1) Obat. Secara umum, semua obat antideprean sama efektifitasnya.
Pemilihan jenis antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan
pengenalan terhadap berbagai jenis antidepresan. Biasanya pengobatan
dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-lahan
sampai ada perbaikan gejala.
(2) Terapi elektrokonvulsif (ECT). Untuk pasien depresi yang tidak bisa
makan dan minum, berniat bunuh diri atau retardasi hebat maka ECT
merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT diberikan 1-2 kali
seminggu pada pasien rawat inap, urilateral untuk mengurangi confulsion
atau memory problem. Terapi ECT diberikan sampai ada perbaikan mood
(sekitar 5-10 kali), dilanjutkan dengan antidepresan untuk mencegah
kekambuhan.
27
2) Terapi psikologik
(1) Psikoterapi. Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif
dilakukan bersama-sama dengan pemberian antidepresan. Baik pendekatan
psikodinamik maupun kognitif behavior sama keberhasilannya. Meskipun
mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya dimengerti, namun kecocokan
antara terapi dan pasien dalam proses terapeutik akan meredakan gejala
dan membuat paisen lebih nyaman, lebih mampu mengatasi persoalannya
serta lebih percaya diri.
(2) Terapi kognitif. Terapi kognitif-perilaku bertujuan mengubah pola pikir
pasien yang selalu negatig (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak
berguna, tidak mampu dan sebagainya). Kearah pola pikir yang netral atau
positif. Melalui latihan-latihan tugas dan aktivitas tertentu kognitif
bertujuan mengubah perilaku dan pola pikir.
(3) Terapi keluarga. Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan
penyakit depresi, sehingga dukungan terhadap keluarga pasien sangat
penting. Proses penuaan mengubah dinamika keluarga ada perubahan
posisi dari dominan menjadi dependen pada usia lanjut. Tujuan terapi
terhadap keluarga pasien depresi adalah untuk meredakan perasaan frustasi
dan putus asa, mengubah dan memperbaiki sikap atau struktur dalam
keluarga yang menghambat proses penyembuhan pasien.
28
2.4
Konsep Depresi Post Partum
2.4.1 Pengertian
Depresi postpartum adalah perasaan sedih akibat berkurangnya kebebasan
bagi ibu, penurunan estetika dan perubahan tubuh, berkurangnya interaksi sosial
dan kemandirian yang disertai dengan gejala sulit tidur, kurang nafsu makan,
cemas, tidak berdaya, kehilangan kontrol, pikiran yang menakutkan mengenai
kondisi bayi, kurang memerhatikan bentuk tubuhnya, tidak menyukai bayi dan
takut menyentuh bayinya dimana hal ini terjadi selama 2 minggu berturut-turut
dan menunjukkan perubahan dari keadaan sebelumnya (Lubis, 2010).
Jadi dapat disimpulkan bahwa depresi postpartum adalah salah satu bentuk
depresi yang timbul setelah ibu melahirkan bayi dan berlangsung pada tahun
pertama setelah kelahiran bayi. Hal ini disebabkan karena periode tersebut
merupakan periode transmisi kehidupan yang baru yang cukup membuat stress,
dimana ibu harus beradaptasi perubahan fisik dan psikologis dan sosial yang
dialaminya karena melahirkan dan mulai merawat bayi. Namun tidak semua ibu
mampu melakukan adaptasi dan mengatasi stressor sehingga timbul keluhankeluhan antara lain berupa stress, cemas dan depresi.
2.4.2 Faktor Penyebab Depresi Postpartum
Menurut Kruckman dalam Soep (2008), terjadinya depresi postpartum
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
1) Faktor biologis berupa perubahan kadar hormonal seperti estrogen,
progesteron, prolaktin dan estradiol yang terlalu tinggi atau terlalu rendah
dalam masa melahirkan atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu
cepat atau terlalu lambat.
2) Faktor demografi yaitu umur perempuan yang bersangkutan saat kehamilan
dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan
29
tersebut untuk menjadi seorang ibu, umur yang tepat bagi seorang perempuan
untuk melahirkan pada usia antara 20-30 tahun.
3) Faktor pengalaman melahirkan yaitu dari paritas ibu, depresi postpartum lebih
banyak ditemukan pada perempuan yang baru pertama kali melahirkan
(primipara) bahwa peran seorang ibu dan segala yang berkaitan dengan
bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru bagi dirinya dan dapat
menimbulkan stress.
4) Faktor pendidikan, perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan
sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki
dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya diluar rumah, dengan
peran sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak-anaknya.
5) Faktor selama persalinan, hal ini mencakup lamanya persalinan serta
intervensi medis yang digunakan selama proses persalinan. Diduga semakin
besar trauma fisik yang ditimbulkan pada saat persalinan, maka akan semakin
besar pula trauma psikis yang muncul dan kemungkinan perempuan yang
bersangkutan akan menghadapi depresi postpartum.
6) Faktor dukungan sosial dari suami dan keluarga yang membantu pada saat
kehamilan, persalinan, dan pascasalin, beban seorang ibu sedikit banyak
berkurang.
Menurut Pilliterri dalam Regina (2001), faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya depresi postpartum yaitu :
1) Kelelahan setelah melahirkan yang menyebabkan berubahnya pola tidur dan
kurangnya istirahat menyebabkan ibu yang baru melahirkan belum kembali ke
kondisi normal.
2) Kegalauan dan kebingungan dengan kelahiran bayi yang baru, dan perasaan
tidak percaya diri untuk dapat merawat bayinya yang baru sementara masih
merasa bertanggung jawab dengan semua pekerjaan yang ada.
30
31
32
hingga pikiran mau bunuh diri. Menurut Vandenburg (dalam Cunningham, dkk,
2014) menyatakan bahwa keluhan dan gejala depresi postpartum tidak berbeda
dengan yang terdapat pada kelainan depresi lainnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ling dan Duff (2001), bahwa gejala
depresi postpartum yang dialami 60% wanita mempunyai karakteristik sebagai
berikut:
1) Mimpi buruk. Karena mimpi-mimpi yang menakutkan, individu sering
terbangun sehingga dapat mengakibatkan tidak dapat tidur kembali.
2) Insomnia, biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain yang
mendasarinya seperti kecemasan dan depresi atau gangguan emosi lain yang
terjadi dalam hidup manusia.
3) Phobia, rasa takut yang irrasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang
tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh ibu, biarpun diketahuinya bahwa hal
itu irrasional adanya.
4) Kecemasan, ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul
karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi
sumbernya sebagaian besar tidak diketahuinya.
5) Meningkatnya sensitivitas. Periode pasca melahirkan meliputi banyak sekali
penyesuaian diri dan pembiasaan diri. Bayi harus diurus, ibu harus pulih
kembali dari persalinan, ibu harus belajar bagaimana merawat bayi, ibu perlu
belajar merasa puas atau bahagia terhadap dirinya sendiri sebagai seorang ibu.
Kurangnya pengalaman atau kurangnya rasa percaya diri dengan bayi yang
lahir atau waktu tuntutan yang ekstensif akan meningkatkan sensitivitas ibu.
33
34
Menurut Sitti Saleha (2009), tanda dan gejala yang mungkin diperlihatkan
pada penderita depresi postpartum adalah sebagai berikut :
1) Perasaan sedih dan kecewa.
2) Sering menangis.
3) Merasa gelisah dan cemas.
4) Kehilangan ketertarikan terhadap hal-hal yang menyenangkan.
5) Nafsu makan menurun.
6) Kehilangan energi dan motivasi untuk melakukan sesuatu.
7) Tidak bisa tidur (insomnia)
8) Perasaan bersalah dan putus harapan (hopeless).
9) Penurunan atau peningkatan berat badan yang tidak dapat dijelaskan.
10) Memperlihatkan penurunan keinginan untuk mengurus bayinya.
Menurut Anshari dalam Soep (2008), secara global diperkirakan 20%
wanita setelah melahirkan mengalami depresi postpartum dengan gejala-gejala
yang hampir sama dengan gejala-gejala tersebut lebih khas antara lain:
1) Perasaan yang negatif pada bayi yang dilahirkannya
2) Kesulitan untuk tidur
3) Sering menangis
4) Makan terlalu banyak atau terlalu sedikit
5) Rasa tidak berharga dan bersalah
6) Menjauhkan diri dari teman atau keluarga
7) Kehilangan harapan dan pesimistik
8) Sakit kepala, nyeri dada, jantung berdebar-debar dan napas cepat
35
36
perubahan
hidup
sebelum
atau
sesudah
melahirkan.
Jika
Perasaan
Anda.
Jangan
takut
untuk
berbicara
dan
37
6) Dukungan keluarga dan orang lain diperlukan. Dukungan dari keluarga atau
orang yang Anda cintai selama melahirkan, sangat diperlukan. Ceritakan pada
pasangan atau orangtua Anda, atau siapa saja yang bersedia menjadi
pendengar yang baik. Yakinkan diri Anda, bahwa mereka akan selalu berada di
sisi Anda setiap mengalami kesulitan.
7) Persiapkan diri dengan baik. Persiapan sebelum melahirkan, sangat
diperlukan. Ikutlah kelas senam hamil yang sangat membantu, serta buku atau
artikel lainnya yang Anda perlukan. Kelas senam hamil akan sangat membantu
Anda dalam mengetahui berbagai informasi yang diperlukan, sehingga
nantinya Anda tak akan terkejut setelah keluar dari kamar bersalin. Jika Anda
tahu apa yang diinginkan, pengalaman traumatis saat melahirkan akan dapat
dihindari.
8) Lakukan pekerjaan rumah tangga. Pekerjaan rumah tangga sedikitnya dapat
membantu Anda melupakan golakan perasaan yang terjadi selama periode
postpartum. Kondisi Anda yang belum stabil, bisa Anda curahkan dengan
memasak atau membersihkan rumah. Mintalah dukungan dari keluarga dan
lingkungan Anda, meski pembantu rumah tangga Anda telah melakukan
segalanya.
9) Dukungan emosional. Dukungan emosi dari lingkungan dan juga keluarga,
akan membantu Anda dalam mengatasi rasa frustasi yang menjalar. Ceritakan
kepada mereka bagaimana perasaan serta perubahan kehidupan Anda, hingga
Anda merasa lebih baik setelahnya.
38
39
40
Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat
Faktor biologis
Pekerjaan
Faktor demografi.
Keadaan Ekonomi
Faktor pendidikan
Pengetahuan
Multipara
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
: Mempengaruhi
Depresi
post partum
Grandemultipara
41
Gambar 2.1
2.6
Hipotesis
Menurut La Biondo-Wood dan Haber (2002), hipotesis adalah suatu
pernyataan asumsi tentang hubungan antara dua atau lebih variable yang diharapkan
bias menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian (Nursalam, 2016).
Dalam penelitian ini hipotesis yang dipakai adalah :
H1 : Ada hubungan antara paritas dengan kejadian depresi ibu post partum di
Puskesmas Padangan Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017.
42
BAB 3
METODE PENELITIAN
43
Populasi : Semua ibu post partum di Puskesmas Padangan Kabupaten Bojonegoro pada bulan Januari-Maret 2017.
Sampel :Sebagian ibu post partum di Puskesmas Padangan Kabupaten Bojonegoro pada bulan Januari- Maret 2017.
Identifikasi variabel
Variabel independent
Variabel dependent
Paritas
Kuesioner
Kuesioner
Pengolahan data, tabulasi dan analisa data dengan Uji Spearmans Rho
Kesimpulan
Gambar 3.1
44
45
46
Variabel
Variabel
independen
Paritas
Variabel
dependen
Kejadian
depresi ibu
post partum
Parameter
Pemantauan
ibu terhadap
Jumlah
kehamilan
yang
menghasilkan
janin hidup
atau mati,
bukan jumlah
janin yang
dilahirkan
Paritas :
1. Primipara
2. Multipara
3. Grande
multipara
Gangguan
psikologis ibu
post partum
yang diukur
berdasarkan
skala
Edinburgh
Postnatal
Depression
Scale (EPDS)
Alat ukur
Skala
Kuesioner
Ordinal
1.
Skor
Skor :
1 : Primipara
2 : Multipara
3 : Grande
multipara
Dengan kriteria :
1. Primipara, jika
ibu hamil 1
kali.
2. Multipara, jika
ibu hamil 2-4
kali.
3. Grande
multipara, jika
ibu hamil 5
kali.
Kuesioner
Ordinal
Penilaian EPDS :
1) Pertanyaan 1, 2,
dan 4
Mendapatkan
nilai 0, 1, 2,
atau 3 dengan
kotak paling
atas
mendapatkan
nilai 0 dan
kotak paling
bawah
mendapatkan
nilai 3.
47
Variabel
Definisi
operasional
Parameter
2. Kesulitan
untuk tidur
3. Sering
menangis
4. Makan terlalu
banyak atau
terlalu sedikit
5. Rasa
tidak
berharga dan
bersalah
6. Menjauhkan
diri
dari
teman
atau
keluarga
7. Kehilangan
harapan dan
pesimistik
8. Sakit kepala,
nyeri
dada,
jantung
berdebardebar
dan
napas cepat
9. Sulit
untuk
berkonsentrasi dan tidak
dapat
membuat
keputusan
10. Merencanakan
dan
percobaan
bunuh diri
Alat ukur
Skala
Skor
2) Pertanyaan 3,5
sampai dengan
10 merupakan
penilaian
terbalik, dengan
kotak paling
atas
mendapatkan
nilai 3 dan
kotak paling
bawah
mendapatkan
nilai 0
3) Pertanyaan 10
merupakan
pertanyaan
yang
menunjukkan
keinginan
bunuh diri.
4) Nilai
maksimal : 30
5) Kemungkinan
depresi: nilai 10
atau lebih
Dengan kriteria
depresi :
1. Normal :
Skor < 10 tanpa
ada gejala pada
kuesioner item
10.
2. Ringan :
Skor 10 tanpa
ada gejala pada
kuesioner item
10.
3. Sedang :
Skor 15-20
tanpa ada gejala
pada kuesioner
item 10.
4. Berat
:
Skor > 20
dengan atau
tanpa ada gejala
pada kuesioner
48
Variabel
Definisi
operasional
Parameter
Alat ukur
Skala
Skor
item 10.
terlebih
dahulu
mendapat
rekomendasi
dari
Ketua
STIKES
49
50
f
x 100%
N
Keterangan :
P = Prosentase.
f = Nilai yang diperoleh.
n = Frekuensi total atau keseluruhan (Budiarto, 2015).
Interprestasi data adalah sebagai berikut :
(1) 90%-100%
: mayoritas.
(2) 66%-89%
: sebagian besar.
(3) 51%-65%
51
52
menjaga
kerahasiaan
identitas
responden,
pada
lembar
pengumpulan data atau observasi yang diisi adalah kode responden atau hanya
nama inisialnya saja dan lembar tersebut hanya diberi kode.
3) Kerahasiaan atau Confidentiality
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari subyek dijamin oleh
peneliti, data tersebut hanya akan disajikan atau dilaporkan kepada yang
berhubungan dengan penelitian ini.