Kelompok 7
Disusun Oleh :
1. Putri Indah W. ( 2022132032)
2. Rani (2022132033)
3. Ratina (2022132034)
4. Salma Izza T. (2022132035)
5. Salsabila (2022132036)
Dosen Pengampu :
Dr. Anas Rahmad Hidayat, S.KM.,M.Kes
a. Latar Belakang
Sedangkan didelapan SMP di Kota Batu pada bulan Februari 2013 dari
1777 siswa SMP kelas VII dan VIII usia 12-15 tahun, 8 diantaranya pernah
melakukan hubungan seksual pra nikah. Beberapa penyimpangan perilaku
seksual yang pernah dilakukan remaja lainnya yaitu melihat film khusus
orang dewasa 501 siswa atau sekitar 28,28 % siswa dan melihat gambar atau
video porno 327 siswa atau 18,40%, 315 siswa atau 17,72 % pernah
melakukan sentuhan lebih dari pegangan tangan dan sebanyak 219 siswa
atau 12,32 % pernah melakukan ciuman dengan pacar dengan intensitas satu
kali dalam seminggu (Sofia, 2013).
Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua
selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua
mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk
mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam
masyarakat (Stewart dan Koch dalam Aisyah, 2010). Orang tua memberikan
dasar pembentukkan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan kepada
anak. Pengaruh pola asuh orang tua dalam pembentukan dan perkembangan
kepribadian sangatlah besar artinya. Orang tua mempunyai berbagai macam
fungsi salah satu diantaranya ialah mengasuh anak-anaknya.
Dalam mengasuh anaknya orang tua di pengaruhi oleh budaya yang ada
di lingkunganya. Disamping itu, orang tua juga di warnai oleh sikapsikap
tertentu dalam memelihara, membimbing dan mengarahkan anaknya. Sikap
tersebut dalam pola pengasuhan kepada anaknya yang berbeda-beda, karena
orang tua mempunyai pola asuh tertentu (Rolas, 2010).
Selain orang tua mempunyai peran sebagai pengasuh, pendidik, dan
pembimbing, orang tua juga mempunyai peranan penting dalam
pembentukan identitas anak. Akan tetapi, banyak orang tua yang tidak
menyadari bahwa cara mereka mendidik membuat anak merasa tidak
diperhatikan, di batasi kebebasanya, bahkan ada yang merasa tidak di sayang
oleh orang tuanya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Baumrind
(Latifah. M, 2010) menunjukkan bahwa: “orang tua yang demokratis lebih
mendukung perkembangan anak terutama dalam kemandirian dan tanggung
jawab. Sementara, orang tua yang otoriter merugikan, karena anak tidak
mandiri, kurang bertanggung jawab serta agresif, sedangkan orang tua yang
permisif mengakibatkan anak kurang mampu dalam menyelesaikan diri di
luar rumah”.
Hal tersebut diperkuat dengan pendapat dari Grotevant & Cooper (dalam
Adwiyah, 2010) menyatakan bahwa keluarga dan pola asuh orang tua
memiliki peran penting dalam pembentukan identitas diri anak. Pada
kenyataanya, dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui
anak banyak ditemukan juga bahwa tidak semua hal berjalan sesuai dengan
harapan dan rencana apalagi ketika muncul perilaku-perilaku yang tidak
diharapkan seperti perilaku seksual anak yang salah ataupun menyimpang.
c. Tujuan Penelitan
1.1Perilaku Seksual
b) Kissing atau berciuman, perilaku ini dimulai dari hanya sekedar kecupan
(light kissing) sampai pada french kiss (deep kissing).
d) Coitus atau berhubungan badan, yaitu adanya kontak antara penis dengan
vagina dan terjadi penetrasi penis kedalam vagina.
1. Faktor internal yaitu stimulus yang berasal dari dalam individu yang
berupa hormon-hormon alat reproduksi. Bekerjanya hormon alat
reproduksi mendorong individu untuk melakukan perilaku seksual
untuk mencapai kepuasan.
2. Faktor eksternal yaitu stimulus yang berasal dari luar individu yang
memunculkan perilaku seksual. Dorongan eksternal diperoleh melalui
pengalaman kencan, informasi mengenai seksualitas, pengalaman
masturbasi, majalah dan film porno.
1.2 Pergaulan Bebas dan Remaja
Salah satu bentuk perkembangan yang menonjol pada masa remaja yaitu
terjadi perubahan-perubahan fisik yang mempengaruhi pula perkembangan
kehidupan seksualnya. Ini ditandai masaknya organ seksual, baik primer
maupun sekunder. Perkembangan fisik berjalan sangat cepat, sehingga pada
masa remaja berakhir mereka sudah memiliki organ seksual primer maupun
sekunder sebagaimana halnya orang dewasa. Masalah remaja, hakikatnya
bersumber pada perubahan organo-biologik akibat pematangan organ-organ
reproduksi yang seringkali tidak diketahui oleh remaja itu sendiri (Soejoeti,
2001).
Dalam era globalisasi sekarang ini, memungkinkan para remaja itu dengan
mudah mendapatkan sajian tontonan, bacaan dan lain sebagainya mengenai seks
juga dari luar negeri. Informasi tentang seks dikalangan remaja yang diperoleh
dari sumber-sumber tersebut ada yang tidak sesuai dengan budaya atau norma
yang berlaku di Indonesia.
Hasil penelitian Sudhana dalam Soejoeti (2001) menunjukkan bahwa yang
mempengaruhi perilaku seksual yang menyimpang, menurut kelompok tokoh
masyarakat, yaitu karena pengaruh lingkungan yang sangat dominan dan film
porno. Sedangkan dari guru mengatakan karena adanya kemajuan teknologi dan
pengaruh budaya asing.
Berbicara tentang pergaulan bebas, kita tahu bahwa pergaulan bebas itu
adalah salah satu bentuk perilaku menyimpang. Seks bebas merupakan
hubungan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan tanpa adanya ikatan
perkawinan. Bebas yang dimaksud adalah melewati batas-batas norma
ketimuran yang ada.
Masalah pergaulan bebas ini sering kita dengar baik di lingkungan maupun
dari media massa. Pergaulan bebas yang melewati batas seperti dugem, minum-
minuman keras dan sebagainya akan berujung pada seks bebas. Karena
pergaulan bebas dapat menyebabkan seseorang lupa diri, merasa tidak modern
jika tidak mengikuti tren yang akan berujung pada seks bebas. Yang pada
dasarnya pemikiran seperti itu sangat salah.
Remaja adalah individu labil yang emosinya rentan dan tidak terkontrol
oleh pengendalian diri yang benar. Masalah keluarga, kekecewaan, pengetahuan
yang minim, dan ajakan teman-teman yang bergaul bebas membuat makin
berkurangnya potensi generasi muda Indonesia dalam kemajuan bangsa.
Dampak-dampak dari pergaulan bebas identik sekali dengan yang namanya
dugem (dunia gemerlap).
Yang sudah menjadi rahasia umum bahwa di dalamnya marak sekali
pemakaian narkoba. Ini identik sekali dengan adanya seks bebas. Yang akhirnya
berujung kepada HIV/AIDS. Dan pastinya setelah terkena virus ini kehidupan
remaja akan menjadi sangat timpang dari segala segi.
1.2 Persepsi Tentang Cinta
A. Definisi Persepsi
Menurut Branca, dkk (dalam Walgito, 2003), persepsi merupakan suatu proses
yang ditangkap oleh alat penginderaan, penginderaan merupakan suatu proses
diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera. Semua yang ditangkap
oleh indera akan menimbulkan persepsi baru tentang stimulus yang diterima
oleh indera. Persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono (2002),
adalah suatu proses pencarian informasi untuk dipahami.
Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan,
pendengaran, peraba dan sebagainya). Sebaliknya, alat untuk memahaminya
adalah kesadaran atau kognisi untuk menciptakan suatu persepsi. Winardi
(2002), mengatakan bahwa persepsi adalah sebuah proses internal yang
bermanfaat sebagai sebuah alat penyaring (filter) dan sebagai sebuah metode
untuk mengorganisasi stimuli, yang memungkinkan kita menghadapi
lingkungan kita. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi
merupakan interpretasi atau manifestasi dari stimulus yang diterima oleh
individu melalui alat indera.
Menurut Sarwono (2006), ada 5 faktor penyebab seks pranikah, sebagai berikut;
5. Pergaulan yang makin bebas Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada
remaja, kiranya dengan mudah bisa disaksiakan dalam kehidupan sehari-hari
khususnya di kotakota besar. Dalam penelitian yang pernah di kutip di atas,
yang respondennya merupakan siswa-siswa kelas II SLTA di Jakarta dan
Banjarmasin, terungkap bahwa diantara remaja yang sudah berpacaran hamper
semua (diatas 93%) pernah berpegangan tangan dengan pacarnya. Jumlah yang
pernah berciuman adalah 61,6% untuk pria dan 39,4% untuk wanita, yang
meraba payudara 2,32% pria dan 6,7% wanita, sedangkan yang memegang alat
kelamin 7,1% pria dan 1,0% wanita dan yang pernah berhubungan kelamin
dengan pacarnya terdapat 2% (semuanya pria). Hal ini sangat mengkhawatirkan
apalagi jika kurangnya pemantauan dari orang tua.
BAB III
PEMBAHASAN
a. Pembahasan
Ditinjau dari hakikat perkembangan diatas, kasus pergaulan bebas yang marak
terjadi pada remaja dipengaruhi oleh karena adanya perubahan progresif pada
remaja. Perkembangan berlangsung secara sistematis.
Ketertarikan remaja pada lawan jenisnya disebabkan karena telah matangya
organ-organ seksualnya. Remaja semakin memiliki rasa ingin tahu yang
mendalam untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis dan memutuskan untuk
berpacaran atas dasar suka sama suka. Akhirnya timbullah pemikiran yang lain.
Berdalih ingin mencari sesuatu yang baru yang merupakan salah satu
perkembangan psikis yang umum terjadi pada remaja menjadi bumerang jika
tidak dikendalikan.
Tahap 1 : dari 0,0 sampai 7,0 tahun (masa anak kecil atau masa bermain)
Tahap 2 : dari 7,0 sampai 14,0 tahun (masa anak, masa sekolah rendah)
Antara tahap 1 dan 2 dibatasi oleh pergantian gigi; antara tahap 2 dan 3 ditandai
dengan berfungsinya organ-organ seksual. Jika dikaitkan dengan kasus
pergaulan bebas, maka tahap 3 adalah tahap yang mendominasi dan rentan
dengan seks bebas. Betapa tidak, berdasarkan pemberitaan oleh Tribunnews (11
Februari 2015), masalah seks pranikah sering kali terjadi pada usia remaja. Tak
hanya mereka yang duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA), tetapi juga
mulai terjadi pada anak-anak sekolah menengah pertama (SMP).
Sesuai dengan tahap 3 yang menggolongkan masa remaja dari umur 14 sampai
21 tahun, umur 14 tahun tersebut adalah usia dimana remaja memasuki masa
SMP dan pada masa tersebut remaja telah mengalami pubertas dan organ-organ
seksual telah berfungsi. Hal inilah mengapa seks pranikah juga mulai terjadi
pada anak SMP seperti pada pemberitaan Tribunnews, karena memang pada
dasarnya usia mereka telah memasuki masa pubertas.
Dalam kasus pergaulan bebas ini, setiap remaja tidak mungkin akan
memberikan respon yang sama dengan permasalahan yang sama. Misalnya ada
sebagian remaja yang melampiaskan kekecewaan yang dialaminya terhadap
orangtua yang broken home dengan cara mencari kesenangan lain berupa
bergaul dengan teman-teman sebaya yang tidak baik hingga berakhir dengan
seks bebas. Ada juga sebagian remaja yang tetap sabar dan menghadapinya
dengan cara yang tenang.
b. Rekomendasi
a. Beri tahu jika seks bebas memiliki risiko. Termasuk kehamilan bagi
remaja perempuan dan infeksi menular seksual (IMS) seperti HIV/AIDS,
sifilis, dan gonore. IMS bisa terjadi pada siapa saja, termasuk remaja
perempuan dan laki-laki.
b. Ajarkan cara menghargai diri sendiri dan orang lain. Menghargai diri
sendiri adalah salah satu cara agar remaja tidak mudah terpengaruh oleh
citra “remaja sempurna” di media, bujukan teman, maupun kekasih.
Jelaskan pada anak bahwa ia harus menghargai lawan jenisnya dan tidak
meniatkan hubungan romantis sebagai sarana penyaluran hasrat seksual.
Beri tahu juga bahwa cinta tidak sama dengan seks.
c. Hindari dari konten pornografi. Media dengan konten pornografi terbukti
menimbulkan hasrat seksual pada remaja. Akses terhadap pornografi
secara berulang dapat merusak otak bagian pengambilan keputusan dan
merusak empat hormon baik. Salah satu efeknya, seorang anak yang
melihat konten pornografi berpotensi melampiaskan hasrat seksual tanpa
memedulikan rasa malu serta rasa takut pada orangtua ataupun Tuhan.
Atau, ibu bisa memberitahu anak bahwa apa yang ia lihat tidak untuk
dipraktekan.
d. Ajarkan cara bertanggung jawab. Beri tahu anak bahwa tanpa orangtua
mengawasi, ia harus tetap bertanggung jawab atas perilakunya. Sehingga
ia perlu menghindari perilaku yang berdampak negatif bagi diri sendiri
dan keluarganya.
A. Kesimpulan
Perilaku seks bebas banyak terjadi di kalangan remaja saat ini masih
menjadi masalah yang tinggi. Dampak seks bebas sangatlah banyak diantaranya
adalah kehamilan di luar nikah, aborsi, tingginya angka kematian ibu dan anak,
terputusnya sekolah, depresi, tekanan sosial dan sebagainya harus segera
dihentikan. Faktor yang dapat mencegah terjadinya seks bebas pada kalangan
remaja yaitu dengan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dan tingginya
religiusitas pada remaja.
B. Daftar Pustaka
https://www.academia.edu/27278202/seksualitas_remaja
https://repository,uin-suska.ac.id/6383/3/BAB%2011.pdf
https://repository.umtas.ac.id/811/1/bab%20vii.pdf
http://repository.uin-suska.ac.id/6383/3/BAB%20II.pdf
https://eprints.umm.ac.id/23538/1/jiptummpp-gdl-agilsyahri-41788-2-
bab1.pdf