Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

Ilmu Kesehatan Masyarakat


PERILAKU SEKSUAL REMAJA

Kelompok 7
Disusun Oleh :
1. Putri Indah W. ( 2022132032)
2. Rani (2022132033)
3. Ratina (2022132034)
4. Salma Izza T. (2022132035)
5. Salsabila (2022132036)

Dosen Pengampu :
Dr. Anas Rahmad Hidayat, S.KM.,M.Kes

PROGRAM STUDI DIPLOMA – III JURUSAN FARMASI


POLTEKKES PERMATA INDONESIA YOGYAKARTA
Tahun 2023
BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh


memperihatinkan, berbagai survey mengindikasikan bahwa praktik seks
pranikah di kalangan remaja semakin merebak dan meluas. Seperti survey
yang dilakukan oleh PKBI pada tahun 2007, menyebutkan 63 persen remaja
di beberapa kota besar telah melakukan seks pranikah Jabodetabek 51%;
Bandung 54%; Surabaya 47%; dan Medan 52% (PKBI, 2007). Berdasarkan
penelitian diempat SMP Negeri di Mataram terhadap 1415 siswa 14% telah
melakukan masturbasi, 45% siswa telah berpacaran dan 13% pernah
berciuman mulut (Mariani & Bachtiar, 2010).

Sedangkan didelapan SMP di Kota Batu pada bulan Februari 2013 dari
1777 siswa SMP kelas VII dan VIII usia 12-15 tahun, 8 diantaranya pernah
melakukan hubungan seksual pra nikah. Beberapa penyimpangan perilaku
seksual yang pernah dilakukan remaja lainnya yaitu melihat film khusus
orang dewasa 501 siswa atau sekitar 28,28 % siswa dan melihat gambar atau
video porno 327 siswa atau 18,40%, 315 siswa atau 17,72 % pernah
melakukan sentuhan lebih dari pegangan tangan dan sebanyak 219 siswa
atau 12,32 % pernah melakukan ciuman dengan pacar dengan intensitas satu
kali dalam seminggu (Sofia, 2013).

Sejalan perkembangan jaman yang semakin pesat, orang tua di tuntut


untuk selalu memberikan pengawasan pada anak-anaknya dalam hal
pergaulan dan seksualitas. Kurangnya pelajaran dan penyuluhan tentang
perilaku seksual dan kesehatan reproduksi, sehingga mempengaruhi gaya
pacaran dan pergaulan. Apabila remaja tidak mendapatkan pemahaman yang
benar, serta peran pola asuh dari orang tua yang baik maka remaja akan
terjerumus pada prilaku seks bebas (BKKBN, 2008). Orang tua adalah
pendidik utama dan pertama sebelum anak memperoleh pendidikan di
sekolah, karena dari keluargalah anak pertama kalinya belajar. Jadi keluarga
tidak hanya berfungsi terbatas sebagai penerus keturunan saja, tetapi lebih
dari itu adalah pembentuk kepribadian anak.

Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua
selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua
mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk
mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam
masyarakat (Stewart dan Koch dalam Aisyah, 2010). Orang tua memberikan
dasar pembentukkan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan kepada
anak. Pengaruh pola asuh orang tua dalam pembentukan dan perkembangan
kepribadian sangatlah besar artinya. Orang tua mempunyai berbagai macam
fungsi salah satu diantaranya ialah mengasuh anak-anaknya.

Dalam mengasuh anaknya orang tua di pengaruhi oleh budaya yang ada
di lingkunganya. Disamping itu, orang tua juga di warnai oleh sikapsikap
tertentu dalam memelihara, membimbing dan mengarahkan anaknya. Sikap
tersebut dalam pola pengasuhan kepada anaknya yang berbeda-beda, karena
orang tua mempunyai pola asuh tertentu (Rolas, 2010).
Selain orang tua mempunyai peran sebagai pengasuh, pendidik, dan
pembimbing, orang tua juga mempunyai peranan penting dalam
pembentukan identitas anak. Akan tetapi, banyak orang tua yang tidak
menyadari bahwa cara mereka mendidik membuat anak merasa tidak
diperhatikan, di batasi kebebasanya, bahkan ada yang merasa tidak di sayang
oleh orang tuanya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Baumrind
(Latifah. M, 2010) menunjukkan bahwa: “orang tua yang demokratis lebih
mendukung perkembangan anak terutama dalam kemandirian dan tanggung
jawab. Sementara, orang tua yang otoriter merugikan, karena anak tidak
mandiri, kurang bertanggung jawab serta agresif, sedangkan orang tua yang
permisif mengakibatkan anak kurang mampu dalam menyelesaikan diri di
luar rumah”.

Hal tersebut diperkuat dengan pendapat dari Grotevant & Cooper (dalam
Adwiyah, 2010) menyatakan bahwa keluarga dan pola asuh orang tua
memiliki peran penting dalam pembentukan identitas diri anak. Pada
kenyataanya, dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui
anak banyak ditemukan juga bahwa tidak semua hal berjalan sesuai dengan
harapan dan rencana apalagi ketika muncul perilaku-perilaku yang tidak
diharapkan seperti perilaku seksual anak yang salah ataupun menyimpang.

Menurut Sarwono (2011), perilaku seksual adalah segala tingkah laku


yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun
dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam,
mulai dari membaca buku porno, nonton film porno, perasaan tertarik
sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Perilaku
seksual ini lebih baik diketahui dari orang tuanya, dari pada si anak
mendapatkannya dari pendapat atau khayalan sendiri, teman, buku-buku,
atau pun film-film porno yang kini dapat di akses secara bebas. Khayalan itu
bisa saja membuat mereka menyalahgunakan arti dan fungsi organ
seksualnya, maka salah satu yang mungkin bisa mengontrol perilaku seksual
anak saat beranjak remaja adalah monitoring orang tua. Jadi orang tua
mempunyai peranan penting karena yang pertama sekali saat anak beranjak
remaja tumbuh di keluarganya sendiri. Artinya orang tua harus menyediakan
waktu yang ekstra untuk memperhatikan anak remajanya terutama dalam
perilaku seksual (Dianawati, 2003).

Masa remaja merupakan masa dimana terjadi transisi masa kanak-kanak


menuju dewasa, berkisar antara usia 13 sampai 20 tahun (Potter &Perry,
2009). Masa ini tidak hanya menjanjikan kesempatan untuk menuju
kehidupan yang berhasil dimasa depan tetapi juga menawarkan risiko
terpaparnya masalah kesehatan. Perubahan fisik masa remaja terutama
ditandai dengan perubahan seks primer dan perubahan seks sekunder.
Perubahan seks sekunder yang terjadi pada masa remaja berkaitan dengan
hormon seksual yang berperan terhadap fungsi reproduksi (Depkes, 2010).

Kematangan pada organ-organ reproduksi dan perubahan-perubahan


hormonal menyebabkan munculnya dorongan-dorongan seksual pada masa
remaja (Desmita, 2009). Adanya dorongan-dorongan seksual dan
ketertarikannya dengan lawan jenis kelaminnya menyebabkan perilaku
remaja mulai diarahkan kepada minat terhadap kehidupan seksual
(Kusmiran, 2011).
Hal ini menjadi titik rawan karena remaja mempunyai kecenderungan
untuk mencoba hal-hal yang belum diketahuinya berkaitan dengan
perubahan yang dialaminya sehingga diharapkan perlu informasi yang positif
ke remaja (Depkes RI, 2011). Survei yang dilakukan Kesehatan Reproduksi
Remaja Indonesia (SKRRI) pada tahun 2007 mendapatkan data bahwa
perilaku seks bebas bukanlah sesuatu yang aneh dalam kehidupan remaja
Indonesia.

Pada remaja laki-laki didapatkan data yang pernah melakukan hubungan


seksual sebelum menikah, 6,4 persen remaja laki-laki dan 1,3 persen remaja
perempuan (SKRRI, 2007). Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti
pada bulan Juli 2014 di LP Anak Kelas (II) Kota Blitar, terhadap 10 orang
remaja dari 104 narapidana anak selaku pidana pelaku pelecehan seksual dari
bulan Januari sampai Mei tahun 2014.

Peneliti mencari data tentang latar belakang permasalahan perilaku seksual


si pelaku dan menemukan fenomena mengenai perilaku seksual yang salah
dan menyimpang berkaitannya dengan pola asuh orangtua yang tidak benar.
Sepuluh orang remaja yang di wawancarai mengatakan sudah pernah
berciuman pipi, bibir, dan meraba payudara pasangannya, bahkan juga ada
kasus dengan sodomi dan perilaku seksual yang disertai dengan kekerasan.
b. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan perilaku seksual?


2. Apa saja bentuk dari perilaku seksual?
3. Apa saja factor penyebab perilaku seksual?
4. Bagaimana perkembangan remaja dan hubungannya dengan kasus
pergaulan bebas (Free Sex)?
5. Apa saja definisi dan factor – factor yang mempengaruhi persepsi?

c. Tujuan Penelitan

1. Mengetahui definisi perilaku seksual


2. Mengetahui bentuk perilaku perilaku seksual
3. Mengetahui factor penyebab perilaku seksual
4. Mengetahui perkembangan remaja dan hubungannya dengan kasus
pergaulan bebas (Free Sex)
5. Mengetahui definisi dan factor – factor yang mempengaruhi persepsi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1Perilaku Seksual

A. Definisi Perilaku Seksual

Sarwono (2005) mengungkapkan bahwa perilaku seksual adalah tingkah


laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis
maupun dengan sesama jenisnya. Bentuk-bentuk tingkah laku yang
dimunculkan bisa bermacam-macam mulai dari perasaan tertarik sampai
tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama.

Nugraha (2006) mengungkapkan bahwa seksualitas adalah bagaimana


individu merasakan dan mengekspresikan sifat dasar dan ciri-ciri seksual yang
khusus, seperti berciuman, berpelukan, meraba payudara ataupun meraba alat
kelamin, hingga berhubungan badan.

Beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual adalah


suatu bentuk tingkah laku individu dalam mengekspresikan perasaannya berupa
sentuhan-sentuhan seperti berpegangan tangan, berciuman, berpelukan, meraba
payudara, meraba alat kelamin, dan berhubungan seks kepada lawan jenis
mereka.
B. Bentuk-bentuk Perilaku Seksual

Nugraha (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa bentuk-bentuk


perilaku seksual yaitu:

a) Touching atau bersentuhan seperti pegangan tangan, berpelukan,


berangkulan.

b) Kissing atau berciuman, perilaku ini dimulai dari hanya sekedar kecupan
(light kissing) sampai pada french kiss (deep kissing).

c) Petting atau bercumbu, aktivitas yang dilakukan untuk membangkitkan


gairah seksual, biasanya seperti aktivitas bersentuhan, meraba daerah
sensitif, dan belum melakukan hubungan kelamin.

d) Coitus atau berhubungan badan, yaitu adanya kontak antara penis dengan
vagina dan terjadi penetrasi penis kedalam vagina.

C. Faktor-faktor Penyebab Perilaku Seksual

Hurlock (2004), menyatakan bahwa manifestasi dari dorongan seksual dalam


perilaku seksual dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:

1. Faktor internal yaitu stimulus yang berasal dari dalam individu yang
berupa hormon-hormon alat reproduksi. Bekerjanya hormon alat
reproduksi mendorong individu untuk melakukan perilaku seksual
untuk mencapai kepuasan.

2. Faktor eksternal yaitu stimulus yang berasal dari luar individu yang
memunculkan perilaku seksual. Dorongan eksternal diperoleh melalui
pengalaman kencan, informasi mengenai seksualitas, pengalaman
masturbasi, majalah dan film porno.
1.2 Pergaulan Bebas dan Remaja

Salah satu bentuk perkembangan yang menonjol pada masa remaja yaitu
terjadi perubahan-perubahan fisik yang mempengaruhi pula perkembangan
kehidupan seksualnya. Ini ditandai masaknya organ seksual, baik primer
maupun sekunder. Perkembangan fisik berjalan sangat cepat, sehingga pada
masa remaja berakhir mereka sudah memiliki organ seksual primer maupun
sekunder sebagaimana halnya orang dewasa. Masalah remaja, hakikatnya
bersumber pada perubahan organo-biologik akibat pematangan organ-organ
reproduksi yang seringkali tidak diketahui oleh remaja itu sendiri (Soejoeti,
2001).

Menurut Hall (2008), selama masa pubertas, keingintahuan siswa tentang


seks adalah hal yang lumrah dan sesuai dengan perkembangan mereka. Namun
banyak orang dewasa melihat berkembangnya seksualitas remaja sebagai
ancaman, sebagai sikap yang harus selalu diawasi. Kelompok agama teguh
berpendapat bahwa seks sebelum menikah adalah perbuatan dosa. Para
pemimpin menegaskan bahwa kegiatan seksual remaja tidak baik secara moral.

Sekolah dihadapkan dengan dilema tentang bagaimana menempatkan


seksualitas dalam kurikulum, dan pelayanan atau dukungan apa yang harus
diberikan untuk siswa. Mereka menentukan mana yang harus didengar, siswa,
orangtua, politisi, atau pimpinan agama.

Dalam era globalisasi sekarang ini, memungkinkan para remaja itu dengan
mudah mendapatkan sajian tontonan, bacaan dan lain sebagainya mengenai seks
juga dari luar negeri. Informasi tentang seks dikalangan remaja yang diperoleh
dari sumber-sumber tersebut ada yang tidak sesuai dengan budaya atau norma
yang berlaku di Indonesia.
Hasil penelitian Sudhana dalam Soejoeti (2001) menunjukkan bahwa yang
mempengaruhi perilaku seksual yang menyimpang, menurut kelompok tokoh
masyarakat, yaitu karena pengaruh lingkungan yang sangat dominan dan film
porno. Sedangkan dari guru mengatakan karena adanya kemajuan teknologi dan
pengaruh budaya asing.

Berbicara tentang pergaulan bebas, kita tahu bahwa pergaulan bebas itu
adalah salah satu bentuk perilaku menyimpang. Seks bebas merupakan
hubungan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan tanpa adanya ikatan
perkawinan. Bebas yang dimaksud adalah melewati batas-batas norma
ketimuran yang ada.

Masalah pergaulan bebas ini sering kita dengar baik di lingkungan maupun
dari media massa. Pergaulan bebas yang melewati batas seperti dugem, minum-
minuman keras dan sebagainya akan berujung pada seks bebas. Karena
pergaulan bebas dapat menyebabkan seseorang lupa diri, merasa tidak modern
jika tidak mengikuti tren yang akan berujung pada seks bebas. Yang pada
dasarnya pemikiran seperti itu sangat salah.

Remaja adalah individu labil yang emosinya rentan dan tidak terkontrol
oleh pengendalian diri yang benar. Masalah keluarga, kekecewaan, pengetahuan
yang minim, dan ajakan teman-teman yang bergaul bebas membuat makin
berkurangnya potensi generasi muda Indonesia dalam kemajuan bangsa.
Dampak-dampak dari pergaulan bebas identik sekali dengan yang namanya
dugem (dunia gemerlap).
Yang sudah menjadi rahasia umum bahwa di dalamnya marak sekali
pemakaian narkoba. Ini identik sekali dengan adanya seks bebas. Yang akhirnya
berujung kepada HIV/AIDS. Dan pastinya setelah terkena virus ini kehidupan
remaja akan menjadi sangat timpang dari segala segi.

Dewasa ini, kasus pergaulan bebas di kalangan remaja seolah menjadi


harga kacang yang begitu murah dan sah-sah saja dilakukan. Berbagai
penyimpangan seksual terjadi, terutama perilaku seksual pranikah. Menurut
Soetjiningsih dalam Hajar (2015), perilaku seksual pranikah merupakan segala
tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenisnya, yang
dilakukan oleh sepasang kekasih dalam keadaan belum menikah.
Perubahan sosial mulai terlihat dalam persepsi masyarakat yang pada mulanya
menyakini seks sebagai sesuatu yang sakral menjadi sesuatu …

 
 
1.2 Persepsi Tentang Cinta

A. Definisi Persepsi

Menurut Branca, dkk (dalam Walgito, 2003), persepsi merupakan suatu proses
yang ditangkap oleh alat penginderaan, penginderaan merupakan suatu proses
diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera. Semua yang ditangkap
oleh indera akan menimbulkan persepsi baru tentang stimulus yang diterima
oleh indera. Persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono (2002),
adalah suatu proses pencarian informasi untuk dipahami.
Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan,
pendengaran, peraba dan sebagainya). Sebaliknya, alat untuk memahaminya
adalah kesadaran atau kognisi untuk menciptakan suatu persepsi. Winardi
(2002), mengatakan bahwa persepsi adalah sebuah proses internal yang
bermanfaat sebagai sebuah alat penyaring (filter) dan sebagai sebuah metode
untuk mengorganisasi stimuli, yang memungkinkan kita menghadapi
lingkungan kita. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi
merupakan interpretasi atau manifestasi dari stimulus yang diterima oleh
individu melalui alat indera.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Shaleh (2009), menjelaskan persepsi lebih bersifat psikologis daripada


merupakan proses penginderaan saja maka ada beberapa faktor yang
mempengaruhi:

1. Perhatian yang selektif, individu memusatkan perhatiannya pada rangsang-


rangsang tertentu saja.

2. Ciri-ciri rangsang, rangsang yang bergerak di antara rangsang yang diam


akan lebih menarik perhatian.

3. Nilai dan kebutuhan individu

4. Pengalaman dahulu, pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi bagaimana


seseorang mempersepsi dunianya.

Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dapat


berupa suasana hati (mood), sistem dan pertukaran zat dalam tubuh,
pengalaman, nilai-nilai yang dianut oleh individu yang bersangkutan, serta
bentuk-bentuk stimulus yang mempengaruhi proses selektif terhadap stimulus.
1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja

Menurut Sarwono (2006), ada 5 faktor penyebab seks pranikah, sebagai berikut;

1. Meningkatnya libido seksualitas Di dalam mengisi peran sosialnya yang baru,


seorang remaja mendapatkan motivasi dari meningkatnya energy seksual dan
libido.

2. Penundaan usia perkawinan

3. Tabu-larangan Seks dianggap bersumber pada dorongan-dorongan naluri


yang bertentangan dengan dorongan “moral” sehingga menyebabkan remaja
pada umumnya tidak mau mengakui aktivitas seksualnya dan sangat sulit diajak
berdiskusi tentang seks.

4. Kurangnya informasi tentang seks Pada umunya remaja tanpa pengetahuan


yang memadai tentang seks akan salah mengartikan tentang seks. Hal ini
disebabkan karena kurangnya informasi tentang seks dari orang tua sehingga
mereka berpaling ke sumber-sumber lain yang tidak akurat.

5. Pergaulan yang makin bebas Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada
remaja, kiranya dengan mudah bisa disaksiakan dalam kehidupan sehari-hari
khususnya di kotakota besar. Dalam penelitian yang pernah di kutip di atas,
yang respondennya merupakan siswa-siswa kelas II SLTA di Jakarta dan
Banjarmasin, terungkap bahwa diantara remaja yang sudah berpacaran hamper
semua (diatas 93%) pernah berpegangan tangan dengan pacarnya. Jumlah yang
pernah berciuman adalah 61,6% untuk pria dan 39,4% untuk wanita, yang
meraba payudara 2,32% pria dan 6,7% wanita, sedangkan yang memegang alat
kelamin 7,1% pria dan 1,0% wanita dan yang pernah berhubungan kelamin
dengan pacarnya terdapat 2% (semuanya pria). Hal ini sangat mengkhawatirkan
apalagi jika kurangnya pemantauan dari orang tua.
BAB III

PEMBAHASAN

a. Pembahasan

1.1 Kasus Pergaulan Bebas (Free Sex)

Ditinjau dari Hakikat Perkembangan Istilah perkembangan berarti


serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses
kematangan dan pengalaman (Hurlock, 1980). Van den Daele dalam Hurlock
(1980) menyatakan bahwa perkembangan bukan sekedar penambahan beberapa
sentimeter pada tinggi badan seseorang atau peningkatan kemampuan
seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi
yang kompleks. Menurut Sunarto (2008), perkembangan diberi makna dan
digunakan untuk menyatakan terjadinya perubahan-perubahan aspek psikologis
dan aspek sosial.

Yusuf dalam Syarif (2015) menyatakan bahwa perkembangan dapat


diartikan sebagai perubahan yang progresif dan kontinu (berkesinambungan)
dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati yang berlangsung secara
sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik/jasmaniah
maupun psikis /rohaniah.

Baer dalam Sunarto (2008) mengemukakan perkembangan psikologis


adalah perubahan progesif yang menunjukkan cara organisme bertingkah laku
dan berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi yang dimaksud disini adalah
apakah suatu jawaban tingkah laku akan diperlihatkan atau tidak tergantung dari
perangsang-perangsang yang ada di lingkungannya. Istilah perkembangan lebih
dapat mencerminkan sifat-sifat yang khas mengenai gejala-gejala psikologis
yang menampak.
Yang dimaksud dengan sistematis, progresif, dan berkesinambungan adalah
sebagai berikut.

a. Sistematis, berarti perubahan dalam perkembangan itu bersifat saling


kebergantungan atau saling mempengaruhi antara bagian-bagian
organisme (fisik dan psikis) dan merupakan satu kesatuan yang harmonis,
misalnya kemampuan berjalan anak seiring dengan matangnya otot-otot
kaki dan keinginan remaja untuk memperhatikan lawan jenis seiring
dengan matangnya organ-organ seksualnya.

b. Progresif, berarti perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat, dan


mendalam (meluas) baik secara kuantitatif (fisik) maupun kualitatif
(psikis). Contohnya seperti terjadinya perubahan proporsi dan ukuran
anak dari pendek menjadi tinggi dan dari kecil menjadi besar; perubahan
pengetahuan dan kemampuan anak dari sederhana menjadi kompleks.

c. Berkesinambungan, berarti perubahan pada bagian atau fungsi organisme


itu berlangsung secara beraturan atau berurutan, tidak terjadi secara
kebetulan atau loncat-loncat. Contohnya untuk dapat berdiri seseorang
harus dapat menguasai tahapan perkembangan sebelumnya yaitu
kemampuan duduk dan merangkak.

Ditinjau dari hakikat perkembangan diatas, kasus pergaulan bebas yang marak
terjadi pada remaja dipengaruhi oleh karena adanya perubahan progresif pada
remaja. Perkembangan berlangsung secara sistematis.
Ketertarikan remaja pada lawan jenisnya disebabkan karena telah matangya
organ-organ seksualnya. Remaja semakin memiliki rasa ingin tahu yang
mendalam untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis dan memutuskan untuk
berpacaran atas dasar suka sama suka. Akhirnya timbullah pemikiran yang lain.

Perkembangan berlangsung secara progresif, yang artinya bersifat maju,


meningkat, dan mendalam, dari pengetahuan dan pemikiran yang sederhana
menjadi kompleks. Dalam kajian remaja timbul pemikiran yang lebih kompleks,
merangsang rasa ingin tahu remaja untuk mencoba berhubungan lebih dengan
lawan jenisnya. Dorongan seksual yang yang telah matang menjadi pemicu
untuk memikirkan bagaimana caranya memuaskan kebutuhan seksualnya.

Hingga akhirnya terjerumus dalam pergaulan bebas. Seperti penelitian yang


dilakukan oleh Sarwono dalam Hajar (2013) mengenai sumber-sumber
informasi tentang masalah seksual responden pelajar SMA kota Jakarta dan
Banjarmasin, masing-masing 400 responden, bahwa media massa adalah
sumber yang paling banyak dipilih oleh responden remaja dalam
keingintahuannya perihal seksualitas. Sebanyak 68,25% jumlah dari responden
remaja di Jakarta memilih sumber media massa, 12,25% guru, 5,25% ibu, dan
3,50% petugas medis. Sedangkan di kota Banjarmasin 72,75% memilih media
massa, 3,75% guru, 3,75% ibu, dan 9,25% satuan medis.

Perkembangan berlangsung dari konkret ke abstrak (Yelon dalam Syarif,


2015). Pernyataan diatas yang merupakan hakikat perkembangan juga turut
mendukung dimana remaja sudah mampu berpikir secara abstrak (tidak
tampak), sehingga banyak pemikiran negatif dan khayalan yang timbul hingga
memikirkan cara untuk mewujudkannya.
Selain itu, telah disinggung bahwa perkembangan dapat mencerminkan
sifat-sifat yang khas mengenai gejala-gejala psikologis yang menampak. Pada
remaja sering terlihat sifat bosan dan ingin selalu melakukan atau memperoleh
yang baru, baik mengenai benda maupun kegiatan yang berhubungan dengan
kepuasan secara psikis. Mengikuti mode merupakan perwujudan keinginan
mengikuti dan memperoleh sesuatu yang dianggap baru (Sunarto, 2008).

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa selain karena dorongan


seksual remaja yang berkembang, mengikuti tren juga salah salah satu faktor
yang dominan. Remaja masa kini banyak yang berasumsi bahwa tidak
melakukan hal yang begituan tidak gaul, ketinggalan zaman, kuno, dan lain
sebagainya. Pengaruh teman-teman sebaya yang tidak baik juga menjerumuskan
remaja ke dalam pergaulan bebas.

Berdalih ingin mencari sesuatu yang baru yang merupakan salah satu
perkembangan psikis yang umum terjadi pada remaja menjadi bumerang jika
tidak dikendalikan.

Fase-Fase perkembangan, Aristoteles menggambarkan perkembangan


individu berdasarkan analisis biologis, yakni keadaan atau proses pertumbuhan
tertentu sebagai berikut.

Tahap 1 : dari 0,0 sampai 7,0 tahun (masa anak kecil atau masa bermain)

Tahap 2 : dari 7,0 sampai 14,0 tahun (masa anak, masa sekolah rendah)

Tahap 3 : dari 14,0 sampai 21,0 tahun (masa remaja, pubertas)

Antara tahap 1 dan 2 dibatasi oleh pergantian gigi; antara tahap 2 dan 3 ditandai
dengan berfungsinya organ-organ seksual. Jika dikaitkan dengan kasus
pergaulan bebas, maka tahap 3 adalah tahap yang mendominasi dan rentan
dengan seks bebas. Betapa tidak, berdasarkan pemberitaan oleh Tribunnews (11
Februari 2015), masalah seks pranikah sering kali terjadi pada usia remaja. Tak
hanya mereka yang duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA), tetapi juga
mulai terjadi pada anak-anak sekolah menengah pertama (SMP).

Sesuai dengan tahap 3 yang menggolongkan masa remaja dari umur 14 sampai
21 tahun, umur 14 tahun tersebut adalah usia dimana remaja memasuki masa
SMP dan pada masa tersebut remaja telah mengalami pubertas dan organ-organ
seksual telah berfungsi. Hal inilah mengapa seks pranikah juga mulai terjadi
pada anak SMP seperti pada pemberitaan Tribunnews, karena memang pada
dasarnya usia mereka telah memasuki masa pubertas.

Menurut Hurlock (1980), ada 9 fakta-fakta yang penting tentang


perkembangan, yaitu:

1. Dasar-dasar permulaan adalah sikap kritis


2. Kematangan dan belajar memainkan peranan penting dalam
perkembangan
3. Perkembangan mengikuti pola tertentu yang dapat diramalkan
4. Semua individu berbeda
5. Setiap tahapan perkembangan mempunyai pola perilaku yang
karakteristik
6. Setiap tahapan perkembangan mempunyai resiko
7. Perkembangan dibantu oleh adanya rangsangan
8. Perkembangan dipengaruhi perubahan budaya
9. Terdapat harapan sosial untuk setiap tahapan perkembangan
Berbicara tentang fakta keempat bahwa semua individu berbeda, Dobzhansky
dalam Hurlock (1980) mengatakan bahwa setiap orang secara biologis dan
genetis benar-benar berbeda satu dari yang lainnya, bahkan dalam kasus bayi
kembar. Hurlock (1980) menyatakan bahwa karena semua individu berbeda,
tidak dapat diharapkan bahwa dua orang tertentu akan beraksi dengan cara yang
sama terhadap rangsangan yang sama pula.

Dalam kasus pergaulan bebas ini, setiap remaja tidak mungkin akan
memberikan respon yang sama dengan permasalahan yang sama. Misalnya ada
sebagian remaja yang melampiaskan kekecewaan yang dialaminya terhadap
orangtua yang broken home dengan cara mencari kesenangan lain berupa
bergaul dengan teman-teman sebaya yang tidak baik hingga berakhir dengan
seks bebas. Ada juga sebagian remaja yang tetap sabar dan menghadapinya
dengan cara yang tenang.

Seperti hasil penelitian Soetjiningsih dalam Hajar (2015) dengan judul


Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah Para Remaja,
hubungan orangtua-remaja ternyata mempunyai pengaruh langsung dan tak
langsung terhadap perilaku seksual pranikah remaja. Hal ini membuktikan
bahwa reaksi remaja yang melatarbelakangi perkembangannya dalam
menghadapi permasalahan juga berpengaruh terhadap perilaku yang akan
diambil oleh mereka.
1.2 Perkembangan Remaja dan Hubungannya dengan Kasus Pergaulan
Bebas (Free Sex)

Hurlock (1980) mendefinisikan istilah adolescence atau remaja berasal


dari kata Latin adolescere (kata bendanya adolescentia yang berarti remaja)
yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence seperti
yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang lebih luas, mencakup
kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik.

Piaget dalam Hurlock (1980) mengungkapkan bahwa secara psikologis,


masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat
dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang
lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya
dalam masalah hak.

Menurut WHO (World Health Orgaization), remaja adalah suatu masa


dimana:

1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda


seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksualnya
2) Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menjadi dewasa
3) Terjadi peralihan dari ketergantungan social-ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatif lebih mandiri

Selanjutnya, WHO menyatakan walaupun definisi diatas terutama didasarkan


pada usia kesuburan (fertilitas) wanita, batasan tersebut berlaku juga untuk
remaja pria dan WHO membagi kurun usia tersebut dalam 2 bagian yaitu
remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun. Dalam pada itu,
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri menetapkan usia 15-24 tahun
sebagai usia pemuda (youth) (Muangman dalam Sarlito, 2001). Di Indonesia,
batasan remaja yang mendekati batasan PBB tentang pemuda adalah kurun usia
14-24 tahun (Sarlito, 2001).

Sarlito (2001) mengungkapkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan


dari anak-anak ke dewasa, bukan hanya dalam artian psikologis tetapi juga fisik.
Bahkan perubahan-perubahan fisik yang terjadi itulah yang merupakan gejala
primer dalam pertumbuhan remaja, sedangkan perubahan-perubahan psikologis
muncul antara lain sebagai akibat dari perubahan-perubahan fisik itu.

Diantara perubahan-perubahan fisik itu yang terbesar pengaruhnya pada


perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi panjang
dan tinggi), mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada
wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang
tumbuh.

b. Rekomendasi

1.3 Intervensi Pemecahan Masalah

a. Beri tahu jika seks bebas memiliki risiko. Termasuk kehamilan bagi
remaja perempuan dan infeksi menular seksual (IMS) seperti HIV/AIDS,
sifilis, dan gonore. IMS bisa terjadi pada siapa saja, termasuk remaja
perempuan dan laki-laki.

b. Ajarkan cara menghargai diri sendiri dan orang lain. Menghargai diri
sendiri adalah salah satu cara agar remaja tidak mudah terpengaruh oleh
citra “remaja sempurna” di media, bujukan teman, maupun kekasih.
Jelaskan pada anak bahwa ia harus menghargai lawan jenisnya dan tidak
meniatkan hubungan romantis sebagai sarana penyaluran hasrat seksual.
Beri tahu juga bahwa cinta tidak sama dengan seks.
c. Hindari dari konten pornografi. Media dengan konten pornografi terbukti
menimbulkan hasrat seksual pada remaja. Akses terhadap pornografi
secara berulang dapat merusak otak bagian pengambilan keputusan dan
merusak empat hormon baik. Salah satu efeknya, seorang anak yang
melihat konten pornografi berpotensi melampiaskan hasrat seksual tanpa
memedulikan rasa malu serta rasa takut pada orangtua ataupun Tuhan.
Atau, ibu bisa memberitahu anak bahwa apa yang ia lihat tidak untuk
dipraktekan.

d. Ajarkan cara bertanggung jawab. Beri tahu anak bahwa tanpa orangtua
mengawasi, ia harus tetap bertanggung jawab atas perilakunya. Sehingga
ia perlu menghindari perilaku yang berdampak negatif bagi diri sendiri
dan keluarganya.

e. Libatkan dalam kegiatan positif. Misalnya dalam kegiatan organisasi di


sekolah, ekstrakurikuler, mendalami hobi, dan rutin berolahraga.
Kegiatan positif ini dapat mengurangi dan mengalihkan hasrat seksual
yang muncul. Jika remaja cukup sibuk dengan kegiatan positif yang ia
sukai, kemungkinan untuk memikirkan dan melakukan aktivitas seks
berkurang.

f. Ciptakan waktu berkualitas dengan anak. Kedekatan anak dengan


orangtua membuatnya terbuka atas segala hal, termasuk urusan
pendidikan dan percintaan. Jika ia menunjukkan perilaku berbeda, jangan
ragu bertanya tentang apa yang sedang dirasakan dan dialaminya.
Dengarkan apa yang dibicarakan dan beri nasehat bila perlu. Hindari
mengkritik, menuduh, dan menghakimi anak tanpa bukti karena hal ini
justru memperumit keadaan.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Perilaku seks bebas banyak terjadi di kalangan remaja saat ini masih
menjadi masalah yang tinggi. Dampak seks bebas sangatlah banyak diantaranya
adalah kehamilan di luar nikah, aborsi, tingginya angka kematian ibu dan anak,
terputusnya sekolah, depresi, tekanan sosial dan sebagainya harus segera
dihentikan. Faktor yang dapat mencegah terjadinya seks bebas pada kalangan
remaja yaitu dengan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dan tingginya
religiusitas pada remaja.

B. Daftar Pustaka

 https://www.academia.edu/27278202/seksualitas_remaja

 https://repository,uin-suska.ac.id/6383/3/BAB%2011.pdf

 https://repository.umtas.ac.id/811/1/bab%20vii.pdf

 http://repository.uin-suska.ac.id/6383/3/BAB%20II.pdf

 https://eprints.umm.ac.id/23538/1/jiptummpp-gdl-agilsyahri-41788-2-
bab1.pdf

Anda mungkin juga menyukai