Anda di halaman 1dari 20

DAMPAK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA TERHADAP

PSIKIS ANAK

PROPOSAL KARYA ILMIAH

Oleh:

PUPUT ANGRIANI UMAR

11040120129

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2021
DAMPAK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

TERHADAP PSIKIS ANAK

PROPOSAL KARYA ILMIAH

Proposal ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia

Yang diampu oleh Estri Kusumawati, M.Kes

Oleh:

PUPUT ANGRIANI UMAR

11040120129

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2021

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan taufiq serta

hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat dan

Salam kepada junjungan kita Rasulullah Salllallhu Alaihi Wasallam sebagai satu-

satunya teladan sepanjang masa dalam menjalankan aktivitas keseharian kita.

Penelitian dengan judul “Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Terhadap Psikis Anak” disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa

Indonesia.

Sebagai seorang manusia yang mempunyai keahlian terbatas serta tidak

lepas dari kesalahan, dan tidak sedikit hambatan yang dirasakan oleh penulis

dalam menyusun proposal karya ilmiah ini. Namun, berkat pertolongan dari- Nya

serta dorongan dari bermacam pihak secara langsung ataupun tidak langsung

hambatan tersebut bisa diatasi. Melalui kesempatan ini, tanpa mengurangi rasa

hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. dr. Hj. Siti Nur Asiya, M.Ag selaku Dekan Fakultas Psikologi dan

Kesehatan.

2. Dr. Abdul Muhid, M.Si selaku Wakil Dekan Satu Fakultas Psikologi dan

Kesehatan.

3. Dr. H. Munawir, M.Ag selaku Wakil Dekan Dua Fakultas Psikologi dan

Kesehatan.

4. Estri Kusumawati, M.Kes selaku Dosen Mata Kuliah Bahasa Indonesia.

iii
5. Kedua orang tua penulis yang telah merawat dan mendidik penulis hingga

akhir hayat mereka. Teriring doa semoga ayah dan ibu di tempatkan di

tempat yang paling mulia.

6. Kakak-kakak penulis yang senantiasa membimbing dan menyemangati

penulis.

7. Sahabat-sahabat penulis Befe, Civilized, Frekuensi serta teman-teman

seperjuangan kelas G4 yang telah membantu dalam penyusunan proposal

karya ilmiah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesainya proposal ini tidak

terlepas dari kekurangan- kekurangan. Oleh sebab itu, penulis dengan rendah hati

serta sikap terbuka sangat mengharapkan masukan serta kritik yang membangun

dari pembaca demi kesempurnaan proposal karya ilmiah ini.

Kendari, Januari 2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................ii

KATA PENGANTAR..........................................................................................iii

DAFTAR ISI...........................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................3

C. Tujuan Penelitian..........................................................................................3

D. Manfaat Penelitian........................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5

A. Kekerasan Dalam Rumah Tangga.................................................................5

B. Anak..............................................................................................................6

C. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga........................................9

D. Trauma dan Dampaknya Terhadap Kekerasan Anak.................................10

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

LAMPIRAN..........................................................................................................15

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam beberapa tahun terakhir, angka Kekerasan Dalam Rumah Tangga

(KDRT) mengalami peningkatan yang cukup tinggi, hal ini sejalan dengan

peningkatan jumlah masyarakat, kemajuan teknologi dan kehidupan

masyarakat yang semakin maju. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan

perilaku menyakiti secara fisik dan emosional, menimbulkan rasa sakit

distress (penderitaan subjektif) dalam keluarga antara suami dan istri

(intimate partners) , anak, anggota keluarga lain atau orang yang tinggal

serumah (seperti pembantu rumah tangga) (Mardiyati, 2015).

Data tahunan Komite Nasional Perlindungan Perempuan Indonesia

menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan, khususnya kekerasan

dalam rumah tangga, meningkat setiap tahun. Catatan data tahunan Komite

Perlindungan Wanita Nasional Indonesia menunjukkan terdapat 101.128

kasus KDRT pada tahun 2010 dan 113.878 kasus pada tahun 2011 atau

meningkat 5,9%. Sedangkan pada tahun 2012 terdapat 142.662 kasus atau

meningkat 11,61% (Ramadani & Yuliani, 2015).

Secara umum faktor penyebab KDRT dapat dibedakan menjadi dua yaitu

faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor yang hadir

di luar pelaku kekerasan. Pelaku yang pada awalnya bersifat normal atau

tidak memiliki perilaku dan sikap agresif dapat melakukan perilaku kekerasan

jika dihadapkan pada situasi stres seperti kesulitan keuangan jangka panjang,

1
2

perselingkuhan atau pengabaian terhadap pasangannya, atau kejadian lain.

Sedangkan faktor internal adalah faktor yang berasal dari kepribadian pelaku

itu sendiri. Contohnya, walaupun masalah yang dihadapinya relatif kecil,

tetapi para pelaku mudah terprovokasi untuk melakukan kekerasan.

Kedua faktor di atas tidak hanya berdampak negatif pada pelaku dan

korban kekerasan fisik atau verbal. Banyak penelitian yang menunjukkan

bahwa anak merupakan korban tidak langsung dari kekerasan, seperti

pertengkaran antara orang tua di rumah, dan juga rentan terhadap trauma

psikologis, sehingga pada akhirnya anak dapat ikut serta atau meniru hal yang

sama seperti orang dewasa. Dengan kata lain, korban KDRT secara langsung

atau tidak langsung disakiti oleh berbagai usia dan jenis kelamin (Mardiyati,

2015).

Anak-anak yang telah menyaksikan, medengar, dan mengalami sebuah

kekerasan akan sangat berdampak pada keselamatan dan stabilitas hidup serta

kesejahteraannya. Mereka yang menjadi korban dari keegoisan para orangtua

sangat berpeluang mengalami penelantaran, menjadi korban penganiayaan

dan juga kehilangan sosok panutan dari orangtua. Oleh sebab itu, sangat

penting untuk lebih menyadari segala kondisi orang-orang sekitar kita, karena

kita tidak pernah mengetahui bagaimana keadaan rumah tangga mereka.

Segala sesuatu yang dapat membuat anak tersiksa baik dari segi fisik

maupun mental adalah suatu bentuk dari kekerasan terhadap anak. WHO

percaya bahwa kekerasan pada anak adalah perilaku penganiayaan terhadap

anak, termasuk kekerasan fisik, emosional, dan seksual, melalaikan


3

pengasuhan dan eksploitasi anak dengan tujuan komersial yang dapat

membahayakan kesehatan mereka, perilaku kekerasan berasal dari orang yang

bertanggung jawab, tepercaya atau mampu untuk melindungi anak- tersebut.

(Huraerah, 2006).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut: Apakah dampak dari kekerasan dalam rumah

tangga terhadap psikis anak.

C. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis dampak dari kekerasan dalam rumah tangga terhadap

psikis anak.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menambah

pengetahuan di bidang psikologi khususnya psikologi perkembangan,

karena menyangkut materi pola asuh dan perkembangan sosioemosional

anak. Proposal juga diharapkan dapat memberikan gambaran dan

sumbangan bagi para orang tua dalam memahami pentingnya kesehatan

mental anak-anaknya.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan saran

yang bermanfaat bagi orang tua agar lebih menyadari kesehatan mental
4

anak-anak serta memberikan gambaran terkait cara mendidik anak agar

hal-hal seperti kekerasan dalam rumah tangga dapat dihindari.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam rumah tangga mengacu pada tindakan menyakiti secara

fisik dan emosional, menimbulkan rasa sakit distress (penderitaan subjektif)

dalam keluarga antara suami dan istri (intimate partners) , anak, anggota

keluarga lain atau orang yang tinggal serumah (seperti pembantu rumah

tangga) (Mardiyati, 2015).

Barbara Krahe (2011) juga berpendapat mengenai topik yang sama bahwa,

kekerasan dalam rumah tangga merupakan kejadian yang sudah berlangsung

lama dan telah ada di banyak keluarga di dunia termasuk Indonesia. Jika

sejauh ini fenomena tersebut hampir tidak pernah terdengar, hal itu lebih

diakibatkan oleh persepsi masyarakat bahwa KDRT adalah kejadian dalam

rumah tangga dan harus dibicarakan secara tertutup (Ali, 2016).

Mungkin saja pria yang menyerang pasangannya atau melakukan tindakan

agresif terhadap pasangannya telah mengalami kekerasan fisik di masa

kecilnya sehingga membuatnya dapat melakukan hal yang sama ketika

dewasa. Berbagai kajian dalam perspektif pembelajaran sosial (social

learning) memaparkan bahwa ini terjadi karena pembelajaran sosial atau dari

generasi ke generasi terhadap anak-anak yang merasakan KDRT. Oleh sebab

itu, mereka belajar menyimpang dari norma-nroma dan perilaku yang bisa

dicontoh dalam hubungan keluarga di masa depan (Mardiyati, 2015).

5
6

B. Anak

1. Pengertian Anak

Menurut Poerwadarminta, anak adalah seseorang yang terlahir

dalam suatu pernikahan antara pria dan wanita (Yusuf, 2014). Di sisi

lain, R.A. Kosnan percaya bahwa, "Anak adalah seseorang yang muda

dalam perjalanan jiwa dan kehidupannya, sehingga ia mudah terpengaruh

oleh lingkungan sekitarnya”. Oleh sebab itu, anak butuh diberikan atensi

yang sungguh- sungguh. Namun, sebagai eksistensi sosial yang paling

rentan dan terlemah, ironisnya anak seringkali berada pada posisi paling

diberatkan, tidak diberi ruang untuk bersuara, tak jarang mereka menjadi

korban kekerasan dan pelanggaran terhadap hak-haknya (Gosita A,

2004).

2. Perkembangan Psikis Anak

Dalam psikologi perkembangan, banyak sekali pembahasan

tentang kepribadian dasar seseorang yang terbentuk di masa kanak-

kanak. Proses perkembangan yang terjadi pada seorang anak, ditambah

dengan hal-hal yang dialami dan diterima di masa kanak-kanak,

berangsur-angsur membuatnya tumbuh menjadi dewasa (Alfiani, 2015).

Perkembangan terjadi karena faktor kematangan dan pembelajaran.

Perkembangan juga dipengaruhi oleh faktor internal (bawaan) dan faktor

eksternal (lingkungan, pengalaman, pendidikan). Oleh karena itu,

sekalipun seluruh orang menjajaki pola pertumbuhan yang kurang lebih


7

sama, kecepatan pertumbuhan pada masing- masing anak berbeda- beda

(Gunarsa, 2008b).

Tahap perkembangan psikis anak terbagi atas beberapa tahap

sesuai pada usia anak masing-masing (Gunarsa,2008). Namun,

sederhananya perkembangan psikis anak yang orangtua harus ketahui

terbagi atas tiga tahapan, yakni:

a. Tahapan Trust dan Mistrust

Tahap awal merupakan sesi kepercayaan serta

ketidakpercayaan, yang disebut sesi trust and mistrust. Tahapan ini

ialah tahapan sangat dasar dalam tahapan psikologis pertumbuhan

anak. Pada sesi ini, anak hendak belajar meningkatkan perilaku

yakin serta skeptis yang didetetapkan oleh sebagian aspek sosial.

Orang tua wajib membekali anak dengan kasih sayang serta rasa

nyaman supaya anak bisa mempunyai perilaku yakin. Anak yang

berkembang dengan perilaku yakin kelak menjadi anak yang

pemberani serta penuh harapan (Anisah, 2016).

b. Tahap Autonomy dan Shame and Doubt

Setelah anak melewati tahapan percaya dan tidak percaya maka

anak akan memasuki tahap psikologis anak yang disebut tahap

kemandirian dan anak malu dan ragu. Tahap psikologi

perkembangan anak ini disebut ragu autonomy and shame and

doubt. Pada tahap ini anak-anak akan mempelajari konsep

kemandirian dan konsep rasa malu dan ragu (Gunarsa, 2008).


8

c. Tahapan Initiative dan Guilt

Tahapan ini diucap initiative and guilt, pada sesi ini anak

mempunyai keahlian untuk melaksanakan suatu secara mandiri. Pada

sesi ini orangtua dapat mengarahkan serta memberitahukan anak bila

anak melaksanakan kesalahan. Pasalnya, pada tahap ini, anak akan

belajar menyelesaikan masalah dari perasaan batinnya (Anisah,

2016).

3. Pengertian Kekerasan Terhadap Anak

World Health Organization (WHO) meyakini bahwa kekerasan

terhadap anak adalah perilaku penganiayaan terhadap anak, termasuk

kekerasan fisik, emosional, dan seksual, melalaikan pengasuhan dan

eksploitasi anak dengan tujuan komersial yang dapat membahayakan

kesehatan mereka, perilaku kekerasan berasal dari orang yang

bertanggung jawab, tepercaya atau mampu untuk melindungi anak

(Huraerah, 2006).

Kekerasan terhadap anak dapat bermanifestasi sebagai penyiksaan,

pemukulan dan pelecehan anak, terlepas dari penggunaan benda atau

tidak. kekerasan fisik yang meluas terhadap anak-anak biasanya terjadi

akibat ketidaksukaan perilaku anak terhadap orangtua, seperti anak nakal,

menangis terus menerus, meminta uang, kencing atau muntah

sembarangan, memecahkan barang berharga dan masih banyak lagi

(Fitriana dkk., 2015).


9

Seiring bertambahnya usia anak, hubungan antara trauma akibat

menyaksikan KDRT dan munculnya masalah psikologis memang akan

semakin melemah. Dengan kata lain, jika anak menyaksikan KDRT pada

usia yang lebih tua, kemungkinan munculnya masalah perilaku akibat

KDRT akan berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa usia dan

pemahaman yang lebih matang dapat menjadi faktor pelindung terhadap

dampak negatif trauma KDRT. Namun, tidak semua kekerasan yang

dilihat dan didengar anak secara langsung dapat selalu dipantau oleh

orang tuanya (Mardiyati, 2015).

C. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Lau dan Kosberg (1984) telah meneliti mengenai kekerasan rumah tangga,

sehingga mereka mendapatkan empat jenis kekerasan, yakni:penganiayaan

fisik (physical abuse), kekerasan psikis (psychological abuse),

penyalahgunaan materi atau pencurian uang atau harta benda pribadi

(material abuse or theft of moneyor personal property) dan penelantaran

rumah tangga (violation of right). Anak-anak yang menjadi korban cenderung

memiliki nasib buruk secara keseluruhan. Mereka terlihat memiliki postur

tubuh yang lebih kecil, lemah dan tidak berdaya terhadap tindakan agresif

(Wahab, 2006).

Untuk mengetahui lebih detail, bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah

tangga adalah sebagai berikut:

1. Kekerasan fisik merupakan sikap yang memunculkan rasa sakit, ataupun

cedera berat (Pasal 6). Kekerasan fisik bisa berbentuk sikap: menampar,
10

menggigit, menusuk, mencekik, membakar, menendang, mengancam

dengan barang ataupun senjata, serta membunuh.. Perilaku ini memang

membawa trauma pada kehidupan anak, sehingga mereka tidak akan

merasa nyaman dan aman.

2. Kekerasan psikis merupakan perilaku yang menyebabkan ketakutan,

kehilangan kepercayaan diri, ketidakmampuan, perasaan tidak berdaya

dan/atau tekanan psikis yang parah (Pasal 7). Kekerasan psikis dapat

bermanifestasi sebagai tindakan intimidasi dan penyiksaan, ancaman

kekerasan, pengekangan di rumah, penjagaan yang berlebihan, ancaman

untuk melepaskan penjagaan anaknya, pelecehan dan penghinaan.

3. Kekerasan seksual merupakan tiap sikap yang berbentuk hubungan

seksual, pemaksaan hubungan intim dengan metode yang tidak pantas

serta tidak diinginkan, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain

untuk tujuan komersial dan / atau untuk tujuan tertentu.

4. Penelantaran rumah tangga merupakan seorang yang menelantarkan

orang dalam lingkup rumah tangganya, sementara bagi hukum yang

berlaku baginya atau karena perjanjian ia wajib memberikan kehidupan,

perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

D. Trauma dan Dampaknya Terhadap Kekerasan Anak

Marianne James (1994), mengemukakan bahwa KDRT sangat berdampak

mengenai kemampuan kognitif perilaku anak, kemampuan pemecahan

masalah, dan fungsi emosional (Wahab, 2006).


11

Di waktu yang bersamaan, YKAI (Yayasan Kesejahteraan anak Indonesia)

secara mendalam menyimpulkan bahwa kekerasan bisa menyebabkan anak-

anak kehilangan hal-hal paling dasar dalam hidupnya. Juga tidak menutup

kemungkinan memiliki dampak yang sangat serius pada kehidupan masa

depan anak, yakni: cacat tetap, ketidakmampuan belajar, gangguan emosi

bahkan dapat menimbulkan gangguan kepribadian, konsep diri yang buruk,

tidak mudah percaya dan mencintai orang lain, pasif dan menarik diri dari

lingkungan, bersikap agresif, mengonsumsi obat-obatan berbahaya, dan

kemungkinan paling menyedihkan adalah kematian (Sofyan & Pandikar,

2017).

Indira Ch Sunito (2007) menegaskan bahwa, trauma masa kanak-kanak

dimulai dengan kecemasan yang berlebihan terhadap situasi tertentu. Orang

tua sering kali bersikap keras saat menghukum anak mereka, sehingga akan

memperburuk trauma ketakutan dan akan membuat psikologi anak sulit

dihilangkan. Pukulan psikologis di masa kanak-kanak cenderung berlanjut

hingga dewasa, apalagi bila lingkungannya tidak mengetahui dan trauma

tersebut tidak pernah dicoba untuk disembuhkan. Akibatnya, jika anak

menjadi dewasa kelak, ia akan mengalami sesuatu untuk mengingatkannya

akan trauma yang dialaminya, dan luka lama itu akan muncul kembali dan

menganggu psikis anak tersebut (Mardiyati, 2015).

Kekerasan traumatis memiliki banyak dampak pada anak, meskipun

fenomena ini memiliki bentuk yang berbeda pada setiap anak (Ali, 2016).

Perilaku anak-anak yang mengalami trauma adalah sebagai berikut:


12

1. Agresif. Perilaku ini diarahkan oleh anak-anak kepada para pelaku

kekerasan. Ini biasanya terjadi ketika anak merasa bahwa seseorang

dapat melindunginya. Ketika seseorang dianggap mampu melindunginya

berada di sekitarnya, ia langsung memberi respon yang tidak suka atau

bertindak agresif kepada orang tersebut.

2. Frustasi atau depresi. Kekerasan dapat menyebabkan perubahan dramatis

pada anak. Misalnya, anak dapat mengalami gangguan tidur dan makan

bahkan dapat menurunkan berat badannya, pada kasus yang parah, anak

dapat menarik diri dari lingkungan. Ia menjadi anak yang tertekan,

pendiam dan tidak ekspresif.

3. Mudah menangis. Hal ini dapat terjadi ketika anak merasa bahwa

lingkungannya tidak menjamin keamanan. Itu disebabkan oleh rasa

kehilangan sosok yang dapat menolongnya. Dengan sikap tersebut, tidak

menutup kemungkinan sang anak akan sulit menaruh kepercayaan.

4. Melakukan perilaku buruk pada orang lain. Anak-anak yang mengalami

trauma cenderung akan melakukan hal yang sama di kemudian hari. Hal

tersebut terjadi karena anak-anak belajar dari hal yang telah ia lewati.

5. Secara kognitif, anak mengalami penurunan. Akibat dari menekan

kekerasan psikologisnya, atau jika anak mengalami kekerasan fisik di

kepala, inilah yang akan mengganggu fungsi otak dan selanjutnya

mempengaruhi proses belajarnya.


DAFTAR PUSTAKA

Alfiani, D. A. (2015). Kajian Teoritis Terhadap Perkembangan Psikis Anak Dan

Remaja. 12.

Ali, R. (2016). Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Anak.

JUPEKN, 1(1), 1–11.

Anisah, A. S. (2016). Pola Asuh Orang Tua Dan Implikasinya Terhadap

Pembentukan Karakter Anak. 05(01), 15.

Fitriana, Y., Pratiwi, K., & Sutanto, A. V. (2015). Faktor-faktor yang

Berhubungan Dengan Perilaku Orang Tua Dalam Melakukan Kekerasan

Verbal Terhadap Anak Usia Pra-sekolah. Jurnal Psikologi Undip, 14(1),

Gosita A. (2004). Masalah Perlindungan Anak.

Gunarsa, S. D. (2008a). Dasar dan Teori Perkembangan Anak. BPK Gunung

Mulia.

Gunarsa, S. D. (2008b). Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. BPK

Gunung Mulia.

Huraerah, A. (2006). Kekerasan Terhadap Anak Jakarta.

Mardiyati, I. (2015). Dampak trauma kekerasan dalam rumah tangga terhadap

perkembangan psikis anak. Jurnal Studi Gender dan Anak, I (2), 26–29.

Ramadani, M., & Yuliani, F. (2015). Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Sebagai Salah Satu Isu Kesehatan Masyarakat Secara Global. Jurnal

Kesehatan Masyarakat Andalas, 9(2), 8.

Sofyan, E., & Pandikar, E. (2017). Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Terhadap Karakter Anak. 2, 9.

13
14

Wahab, R. (2006). Kekerasan dalam Rumah Tangga: Perspektif Psikologis dan

Edukatif. Unisia, 29(61), 247–256.

Yusuf, M. (2014). Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Anak. 12.


LAMPIRAN

15

Anda mungkin juga menyukai