Anda di halaman 1dari 37

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN

PSIKOLOGIS PADA SISWA KELAS 1 MAN 5 BOJONEGORO

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negri Sunan Ampel Surabaya untuk memenuhi
Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Satu (S1)

psikologi (S.Psi)

Dosen pengampu :

Esti Novi Andyarini, M. Kes

Disusun oleh :

Shofina Imtithal Hawani (11010120032)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN AMPEL SURABAYA

2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,

Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan

rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan

proposal skripsi tentang HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN

PSIKOLOGIS PADA SISWA KELAS I MAN 5 BOJONEGORO

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada

kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu

dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami

dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.Akhir kata kami berharap semoga proposal

skripsi tentang HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN

PSIKOLOGIS PADA SISWA KELAS 1 MAN 5 BOJONEGORO ini dapat memberikan

manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 1

1.3 Tujuan penelitian.......................,......................................................................... 1

1.4 Manfaat penelitian............................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 RELIGIUSITAS............................................................................................................. 2

2.1.1 Definisi Religiusitas................................................................................................ 3

2.1.2 Pengaruh religiusitas terhadap minat MAN.................................................. 7

2.1.3 Tahap - tahap prilaku religiusitas berbuat menolong orang lain .......... 8

2.1.4 Dimensi dimensi Religiusitas............................................................................. 9

2.1.5 Faktor-faktor Religiusitas..................................................................................... 9

2.2 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS............................................................................... 11

2.2.1 Definisi Kesejahteraan psikologis..................................................................... 12

2.2.2 Faktor yang mempengaruhi Kesejahteraan psikologis................................

2.2.3 Dimensi dimensi Kesejahteraan psikologis....................................................

2.3 HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS


PADA SISWA KELAS 1 MAN 5 BOJONEGORO

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 1


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Masalah kenakalan remaja pada Indonesia semakin memprihatinkan &

bermetamorfosis sebagai kasus sosial yg kritis lantaran sudah menunjuk dalam banyak

sekali bentuk tindakan kriminalitas. Kesejahteraan psikologis dalam remaja bisa sebagai

pondasi bagi remaja pada menghadapi masa kritis & penuh gejolak dalam periode

remaja. Masalah kenakalan remaja pada Indonesia semakin memprihatinkan &

bermetamorfosis sebagai kasus sosial yg kritis lantaran sudah menunjuk dalam banyak

sekali bentuk tindakan kriminalitas. Berbagai warta tadi bisa terjadi lantaran masa

perkembangan remaja adalah masa kritis dimana terjadi peralihan perkembangan

berdasarkan masa anak-anak menuju masa dewasa tentang fungsi mental, fisik, &

psikologis dirinya (Santrock, 2004).

Pertarunga ini krusial karena banyaknya kehamilan yg nir terjadwal bisa

berujung dalam pernikahan dini yg dilakukan menggunakan mental nir siap bisa

memperburuk kesejahteraan, kesehatan, & taraf pendidikan. Religiusitas merupakan

taraf pengetahuan & aplikasi praksis kepercayaan pada sebuah sistem simbolik pada

kekuatan yg agung (Amna, 2015). Menurut Jalaludin (2012), taraf pengetahuan ini

meliputi ilmu tentang ritual, doktrin, & aturan yg terdapat pada pada kepercayaan . Pola

asuh mempunyai gaya atau tipe yg merefleksikan 2 dimensi pada bertingkah laku

(Hetherington & Parke, 1999). 1


1
Dibar W ( Abril, ‘No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指標に関する共分
散構造分析 Title’, Revista Brasileira de Ergonomia, 9.2 (2016), 10
Dimensi pertama merupakan dimensi emosi, pada mana orang tua mampu hangat &

responsif, & mementingkan kebutuhan anak, namun mampu saja orang tua melakukan

penolakan, nir responsif, & nir terlibat menggunakan anak, dan penekanan dalam asa &

kebutuhannya sendiri. Dimensi ke 2 berdasarkan tipe pola asuh orang tua merupakan

dimensi kontrol. Orang tua bisa sangat menuntut apapun & mengizinkan apapun, namun

mampu saja permisif & nir menuntut apapun terhadap apa yg anak lakukan

(Hetherington & Parke, 1999).

Kemampuan buat menjalin interaksi yg positif menggunakan orang lain ini

ditekankan berulang kali pada teori positive functioning, maka Ryff memutuskan hal ini

menjadi galat satu dimensi psychological well-being.Dari pembagian terstruktur

mengenai tadi, dari Ryff (1995) kriteria seorang yg mempunyai skor dimensi

penerimaan diri yg tinggi dideskripsikan menjadi individu yg memilki perilaku positif

terhadap diri sendiri, mengetahui & mendapat banyak sekali aspek diri (baik kualitas

baik juga kualitas buruk) merasa positif akan kehidupan masa lalu. Teori-teori

perkembangan lifespan mengungkapkan proses perkembangan sinkron menggunakan

tujuan seorang pada kehidupannya. Terdapat banyak sekali teori berdasarkan beberapa

tokoh tentang tujuan individu pada kehidupan. Buhler menyatakan tujuan individu

dalam usia madya merupakan membarui global menggunakan kreatif. Erikson beropini

pencarian integrasi emosional adalah tujuan individu. Di sisi lain, Rogers beropini

bahwa tujuan individu yg berfungsi secara penuh merupakan peningkatan kehidupan

eksistensial, yaitu menghayati kehidupan dalam setiap memennya.

<https://www.infodesign.org.br/infodesign/article/view/355%0Ahttp://www.abergo.org.br/revista/inde
x.php/ae/article/view/731%0Ahttp://www.abergo.org.br/revista/index.php/ae/article/view/269%0Ahtt
p://www.abergo.org.br/revista/index.php/ae/article/view/106>.
Kecemasan dari Greist & Jeverson (Dwita, dkk, 2002) merupakan pengalaman

manusiawi yg universal, suatu respon emosional yg nir menyenangkan & penuh

kekhawatiran, suatu reaksi antisipatif dan rasa takut yg nir terarah lantaran asal ancaman

atau pikiran mengenai sesuatu yg akan tiba nir kentara & nir terdefinisikan.Menurut

Lazarus kecemasan merupakan manifestasi berdasarkan banyak sekali emosi yg

bercampur baur, yg terjadi waktu individu sedang mengalami tekanan perasaan yg nir

kentara obyeknya, tekanan-tekanan batin ataupun ketegangan mental yg mengakibatkan

individu kehilangan kemampuan penyesuaian diri (Effendi & Tjahjono, 1999).Siswa

disarankan buat memperkokoh religiusitas yg dimilikinya mengingat religiusitas

berpengaruh terhadap kecemasan anak didik pada menghadapi UN. Sedangkan orang

tua menjadi figur dekat & krusial yg memiliki kiprah primer pada mendidik anak

disarankan buat lebih memperhatikan aspek keberagamaan pada pengasuhan &

pendidika anak sehari-hari sebagai akibatnya aspek religiusitas anak tumbuh & semakin

tinggi menggunakan optimal.

Penyesuaian diri merupakan hubungan yg berlangsung secara terus menerus

menggunakan diri sendiri, orang lain & Tuhannya. Penyesuaian diri menggunakan ilmu

jiwa merupakan proses dinamika yg bertujuan buat membarui kelakuan supaya

terjadinya interaksi yg sinkron menggunakan lingkungannya 2


(Musthafa,

1982).Penyesuaian diri terdiri berdasarkan beberapa aspek. Berikut ini beberapa ayat

menjelaskan mengenai aspek-aspek tadi : Kematangan emosional meliputi aspek-aspek;

kemantapan suasana kehidupan emosional, kemantapan suasana kehidupan

kebersamaan menggunakan orang lain, kemampuan buat santai, gembira & menyatakan
2
Siti Nur Khodijah and others, ‘Penelitian Perilaku Seksual Remaja SMPN 3 Arjasa : Hubungan Antara
Motivasi Untuk Menghindari Hubungan Seks Pranikah’, Jurnal KSM Eka Prasetya UI, 1.7 (2019), 1–13.
kejengkelan, Sikap & perasaan terhadap kemampuan & fenomena diri sendiri.

Religiusitas bukan hanya yg berkaitan menggunakan aktifitas yg tampak & bisa ditinjau

mata, akan tetapi pula aktifitas yg tidak tampak yg terjadi pada hati seorang, sebagai

akibatnya religiusitas mencakup banyak sekali macam sisi atau dimensi (Ancok &

Suroso,2005)

Olweus (McEachern dkk, 2005) bahwa bullying adalah tindakan negatif yg

dilakukan sang satu anak didik atau lebih & diulang setiap saat. Bullying terjadi lantaran

adanya ketimpangan pada kekuatan/kekuasaan. Hal tadi memiliki arti bahwa anak didik

yg sebagai korban bullying nir berdaya pada menghadapi pelaku bullying. Kelompok

sebaya bisa menaruh impak positif juga negatif bagi remaja. Santrock (2003)

menyampaikan bahwa gerombolan sebaya poly menaruh liputan mengenai global pada

luar keluarga. Dengan berteman beserta gerombolan sebaya, remaja belajar buat

mendapat umpan pulang mengenai kemampuan mereka, belajar mengenai prinsip-

prinsip keadilan, mengamati minat sahabat-sahabat sebayanya, & tahu interaksi yg erat

menggunakan sahabat-sahabat tertentu. Lebih lanjut Santrock menjelaskan bahwa

penolakan berdasarkan sahabat sebaya bisa mengakibatkan perasaan kesepian &

dimusuhi, sebagai akibatnya bisa mensugesti kesehatan mental & mengakibatkan kasus

kriminal.

Siswa menggunakan kecerdasan atau kemampuan luar biasa atau biasa

dianggap anak berbakat memang membutuhkan layanan pendidikan khusus, akan

namun acara akselerasi yg diadakan pemerintah waktu ini baru memenuhi sebagian

mini berdasarkan kebutuhan special education services bagi anak berbakat intelektual

atau anak berbakat akademis tadi (Akbar & Hawadi, 2010). Keunggulan anak berbakat
pada satu bidang tak jarang digeneralisasikan dalam semua kemampuannya. Misalnya

dalam anak didik yg unggul pada kemampuan numerik akan tetapi lemah pada

kemampuan berbahasa. Harapan & tuntutan yg terlalu tinggi ini akan menunjuk dalam

perfeksionisme yg berlebihan. Hubungan positif dalam output penelitian ini ialah

meningkat perfeksionisme maka semakin baik kesejahteraan psikologis dalam anak

didik akselerasi. Hal ini didukung sang Stoeber & Otto (2006) yg menyampaikan

menurut beberapa penelitian bahawa perfeksionisme nir selalu bersifat negatif,

perfeksionisme bisa sebagai sehat, positif & fungsional.

Penyesuaian diri adalah galat satu kunci yg turut memilih berhasil atau

tidaknya mahasiswa pada merespon tuntutan berdasarkan pada diri & lingkungan

terutama lingkungannya yg baru khususnya bagi mahasiswa perantau berdasarkan

Indonesia Timur. Budaya wilayah berdari yg sangat jauh tidak sama menggunakan

budaya Jawa menciptakan mahasiswa rantau wajib bisa mengikuti kebiasaan-kebiasaan

yg berlaku. Handono & Bashori (2013) menjelaskan bahwa 3individu yg mempunyai

kemampuan pada mengikuti keadaan menggunakan lingkungan bisa mengurangi

banyak sekali hal yg dialami pada loka yg baru ditempati misalnya stres dalam

lingkungan. Selama proses pendewasaan & mencapai kesuksesan, mahasiswa perantau

dihadapkan menggunakan banyak sekali perubahan & disparitas pada banyak sekali

aspek kehidupan yg membutuhkan poly penyesuaian (Chandra, 2004). Faktor-faktor

tadi contohnya konsep diri & dukungan sosial orang tua. Serta mencari populasi subjek

menggunakan ciri yg lebih luas & tidak sama.

3
Susi Fitri, Meithy Intan Rukia Luawo, and Ranchia Noor, ‘Gambaran Kesejahteraan Psikologis Pada
Remaja Laki-Laki Di SMA Negeri Se-Dki Jakarta’, Insight: Jurnal Bimbingan Konseling, 6.1 (2017), 50
<https://doi.org/10.21009/insight.061.05>.
Manusia adalah makhluk yg memilikib kebebasan buat nasibnya sendiri &

bebas berkehendak tetapi wajib bisa buat mempertanggungjawabkannya. Dari

pengertian yg sudah diuraikan pada atas, Frankl(pada Schultz, 1995).Berkurangnya

perilaku toleran & pemaknaan terhadap hayati sebagai berkurang galat satunya

dikarenakan terkikisnya budaya tatap muka pada berkomunikasi. Kesalahpahaman pada

mendapat liputan tanpa tatap muka bukan nir mungkin sebagai penyebab minimnya

perilaku toleran seorang. Berkembangnya perilaku individualisme, persaingan global, &

gaya hayati hura-hura menciptakan insan cenderungcenderung menderita secara

kejiwaan & cenderung melakukan bunuh diri. Seperti halnya yg terjadi pada negara-

negara maju, pada mana nomor bunuh diri semakin semakin tinggi seiring semakin

kompleksnya kasus yg dihadapi insan dalam warga yg mengalami peningkatan

kesejahteraan (Kartono, pada Sumanto, 2016).

Masa remaja adalah galat satu fase pada kehidupan yg bisa ditandai

menggunakan perkembangan fisik juga psikis, usia remaja smk terkisar antara 15 – 18

(Fatimah, 2010:108). Peralihan masa remaja menuju dewasa awal sebagai sebuah

rintangan yg wajib dilewati sang setiap remaja, misalnya merupakan pembentukan

jatidiri. Pergaulan remaja nir bisa dipisahkan menggunakan lingkungan social yg tak

jarang dihadapkan banyak sekali utama permasalahan. Praktik bimbingan & konseling

adalah satu kesatuan kegiatan yg nir terpisahkan. Bimbingan & konseling adalah proses

donasi yg diberikan sang pembimbing (konselor) pada ndividu (konseli) melalui

rendezvous tatap muka atau interaksi timbal pulang antara keduanya, agar konseli

mempunyi kecakapan melihat dan menemukan masalahnya dan memiliki kemampuan

memecahkan kasus sendiri. Bimbingan & konseling bisa dilaksanakan melalui banyak
sekali jenis layanan. Layanan bimbingan & konseling mencakup layanan dasar, layanan

konseling gerombolan , layanan bimbingan gerombolan , layanan konseling inividu.

Pelaksanaan aktivitas layanan bimbingan & konseling pada luar kelas memiliki

perhitungan & alokasi saat sebagai akibatnya peserta didik/konseli dibutuhkan mampu

mencapai kemandirian pada kehidupanya.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana interaksi antara religiusitas menggunakan kesejahteraan psikologis dalam

anak didik disekolah?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui interaksi antara religiusitas menggunakan kesejahteraan 4psikologis

dalam anak didik pada sekolah.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1.4.1. Manfaat teoristis

Dalam penelitian ini dibutuhkan pembaca mengetahui adanya interaksi antara

religiusitas menggunakan kesejahteraan psikologis dalam anak didik kelas 1 MAN lima

BOJONEGORO

1.4.2. Manfaat praktis

4
Ekka Nur Maisaroh and Falasifatul Falah, ‘Religiusitas Dan Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional (Un)
Pada Siswa Madrasah Aliyah’, Proyeksi, 6.2 (1970), 78 <https://doi.org/10.30659/p.6.2.78-88>.

Ahmad Isham Nadzir and Nawang Warsi Wulandari, ‘Hubungan Religiusitas Dengan Penyesuaian Diri
Siswa Pondok Pesantren’, Jurnal Psikologi Tabularasa, 8.2 (2013), 698–707.
Harapannya supaya Hasil penelitian menyampaikan bahwa individu menggunakan taraf

religiusitas yg bertenaga memberitahuakn taraf kesejahteraan psikologis yg lebih tinggi

& lebih sedikit mengalami traumatic. Berdasarkan faktor yg mensugesti kesejahteraan

psikologis sebagaimana dikemukakan pada atas religiusitas adalah galat satu faktor yg

bisa mensugesti kesejahteraan psikologis.religiusitas atau keberagaman merupakan

kristal-kristal nilai kepercayaan pada diri insan yg terbentuk melalui proses internalisasi

nilai-nilai kepercayaan sejak usia dini. Religiusitas akan terbentuk sebagai nilai dalam

akhir usia anak & berfungsi dalam awal remaja. Kristal nilai yg terbentuk akan

berfungsi sebagai pengarah perilaku & konduite pada kehidupannya.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 RELIGIUSITAS

2.1.1 DEFINISI Religiusitas

Religiusitas merupakan suatu sistem nilai keberagamaan yg mendeskripsikan

kesatuan pandangan antara kebenaran & keyakinan kepercayaan , penghayatan &

pemahaman terhadap ajaran kepercayaan yg terpantul ke pada perilaku & konduite

seorang. Adapun kepercayaan yg dimaksudkan pada penelitian ini merupakan Islam.

Sebagai sebuah sistem nilai, kepercayaan (Islam) mempunyai 3 dimensi yaitu: dimensi

keyakinan atau aqidah; dimensi praktek ibadah atau muamalah, & dimensi pengamalan
atau akhlaq. Dalam penelitian ini akan ditelusuri bagaimana keyakinan responden

(remaja) terhadap ajaran kepercayaan yg dianut, bagaimana praktek ibadah yg

dilakukan sang remaja, & pengamalan ajaran kepercayaan . apabila remaja mempunyai

keyakinan terhadap suatu ajaran kepercayaan (pada hal ini Islam), melakukan praktek

ibadah sinkron keyakinan tadi, & mengamalkan ajaran kepercayaan menggunakan baik

& sahih, maka seharusnya tindakan-tindakan/konduite-konduite yg tidak boleh pada

kepercayaan tadi akan dihindari sang remaja.Religiusitas pada kehidupan insan

mempunyai fungsi individual & fungsi sosial (Ancok, 2005). Fungsi religiusitas pada

kehidupan individu merupakan menjadi suatu sistem nilai yg memuat kebiasaan-

kebiasaan tertentu. Norma-kebiasaan tadi sebagai kerangka acuan pada bersikap &

bertingkah laris supaya sejalan menggunakan keyakinan kepercayaan yg dianutnya.

Sebagai sebuah motivasi, kepercayaan mempunyai unsur ketaatan & kesucian, sebagai

akibatnya memberi kemantapan batin, rasa bahagia, rasa terlindungi & rasa puas.

Sedangkan fungsi religiusitas pada kehidupan rakyat mencakup fungsi edukatif,

penyelamat, menjadi pendamai, & kontrol sosial. Melalui kepercayaan bisa mengklaim

berlangsungnya ketertiban pada kehidupan moral & ketertiban bersama (Jalaluddin,

2008). Berdasarkan hal ini, seharusnya menggunakan mempunyai keyakinan terhadap

suatu ajaran kepercayaan (pada hal ini Islam), kemudian melakukan praktek ibadah

sinkron keyakinan tadi, & mengamalkan ajaran kepercayaan menggunakan baik &

sahih, fungsi religiusitas menjadi acuan kebiasaan bisa berjalan menggunakan baik.

Dengan istilah lain, seharusnya tindakan - tindakan yg bertentangan menggunakan nilai

& kebiasaan kepercayaan nir akan dilakukan/dihindari sang remaja.


Berdasarkan menggunakan religiusitas Islam, kualitas religiusitas seorang

dipengaruhi sang seberapa jauh individu memahami, menghayati, & mengamalkan

ajaran-ajaran dan perintah Allah secara kaffah atau menyeluruh & optimal. Untuk

mencapai hal tadi maka diharapkan iman & ilmu yg akhirnya berkaitan menggunakan

amal perbuatan sebagai akibatnya fungsi Islam menjadi rahmat semua umat insan &

semua alam bisa dirasakan. Religiusitas mencakup dimensi jasmani & rohani, fikir &

dzikir, aqidah & ritual, peribadatan, penghayatan & pengalaman, akhlak, individu &

social kemasyarakatan, perkara duniawi & akhirat, sebagai akibatnya dalam dasarnya

religiusitas Islam melipri semua dimensi & aspek kehidupan. Religiusitas pada Islam,

mempunyai 3 dimensi yaitu Aqidah (keyakinan), Syariah (praktik kepercayaan , ritual

formal) & Akhlak (pengamalan berdasarkan aqidah & syariah (Ancok & Suroso,

2005).5

Makna hayati merupakan hal-hal yg sang insan dilihat krusial, dirasaka

berharga.& diyakini menjadi sesuatu yg sahih dan bisa dijadikan tujuan hidupnya

(Bastaman, 19%). Artinya hal yg paling dicari & diinginkan insan pada hidupnya adaiah

makna, yakni makna berdasarkan segala hal yg dilakukan & dijalaninya terutama makna

hidupnya sendiri. Menurut Frank (pada Bastaman,19%) impian dalam makna (the will

to meaning) adaiah penggerak primer kepribadian insan. Makna hayati & impian buat

hayati bemnakna mcrupakan motivasi primer insan buat meraih tingkat kehidupan yg

bermakna.Selanjutnya Frank, (pada Schult, 1991) beropini bahwa kebermaknaan hayati

individual insan senantiasa terkait dcngan kualitas penghayatan mengenai tujuan

5
Siti Rahmawati, ‘Pengaruh Religiusitas Terhadap Penerimaan Diri Orangtua Anak Autis Di Sekolah Luar
Biasa XYZ’, JURNAL Al-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, 2018
<https://doi.org/10.36722/sh.v4i1.248>.
hidupnya. Penghayatan ini mengakibatkan adanya peningkatan tegangan-tegangan batin

pada dirinya, lantaran mencapai kehidupan yg bermakna itu membutuhkan usaha-usaha

yg tidakkenal Ielah. Akhimya Schult (pada Bastaman, 1996) menemukan 3 konsep

dasar mengenai kehidupan insan yangmenjadi motivasi konduite insan yakn kebebasan

berkehendak, kehendak hayati bermakna, & makna hayati.Frankl(pada Bastaman, 1996)

jua mengungkapkan tetang empat sifat ciri makna hayati.Sifat pertama merupakan unik

& personal. Artinya apa yg dipercaya krusial & bermakna eorang bclum tcntu sama bagi

orang lain. Apa yg bermakna ketika ini belum tentu bermakna dalam ketika lain. Jadi

apa yg bermakna bagi seorang selalu bersifat khusus, tidak sinkron menggunakan orang

Iain, & terdapat kemungkinan berubah berdasarkan ketika ke ketika. Sifat ke 2 yaitu

spesiflk & konkrit. Artinya hayati yg bermakna itu bisa ditemukan pada pengalaman

hayati sehari-hari & nir wajib dikaitkan menggunakan tujuan-tujuan idealis, prestasi

akademis, juga output renungan filosofis yg kreatif. Sifat ke-3 ciri makna hayati yaitu

bisnis-bisnis buat mencari kehidupan yg bermakna ternyata memberi panduan & arah

seorang tentang seluruh kegiatannya sehari-hari. Lantaran itu makna hayati seakan-akan

menantang & mengundang seorang buat menemukannya. Setelah makna hayati itu

diketemukannya, seorang lalu akan merasa terpanggil buat rnclaksanakan &

memenuhinya sebagai akibatnya aktivitas yg dilakukannyapun sebagai lebih terarah.

Sifat ke-empat yaitu universal, mutlakdan paripurna. Bagi kaum beragama Tuhan

adalah asal makna Yang Maha Sempurna menggunakan kepercayaan menjadi wujud

tuntunannya. Berdasarkan empat sifat ciri tadi, makna hayati nir bisa diperoleh

menggunakan cara anugerah berdasarkan siapapun, namun individu wajib mencari,

menemukannya sendiri, & menggunakan caranya sendiri yg unik. Menurut Bastaman


(1996) terdapat enam komponen yg memilih keberhasilan pcrubahan asal makna hayati

& penghayatan hayati yg nir bermakiia sebagai lcbih bcnnakna. Komponen pertama,

adanya pemahaman diri yakni pencerahan atas buruknya syarat ketika ini & impian

yangkuat buat mengganti situasi schingga sebagai lcbih baik. Komponen ke 2, adanya

pemahaman bahwa makna hayati memiliki nilai-nilai pcntingdan sangat berarti bagi

kehidupan langsung seorang. Nilai-nilai itu berfungsi menjadi tujuan hayati yg wajib

dipenuhi & sebagai pengarah seluruh kegiatannya.Komponen ketiga berdasarkan

penentu keberhasilan seorang menemukan kehidupan yg bermakna yaitu adanya

perubahan perilaku yakni berdasarkan yg nir sempurna sebagai lebih sempurna pada

menghadapi masaiah, syarat hayati & musibah yg tidak terelakkan. Komponen keempat

yaitu adanya keterikatan diri terhadap makna hayati yg ditemukan & tujuan hayati yg

ditetapkan.Komponen kelima yaitu adanya aktivitas yg terarah. Artinya seluruh upaya

yg dilakukan individu secara sadar & sengaja adalah pengembangan potensi-potensi

langsung yg positif dan pemanfaatan rekanan antar langsung buat menunjang

tercapainya makna & tujuan hayati. Komponen keenam yaitu adanya dukungan sosial.

Artinya kehadiran seorang atau sejumlah orang yg akrab, bisa dipercaya, & selalu

bersedia memberi donasi dalam ketika-ketika diharapkan, akan meningkatkan kecepatan

seorang menemukan kehidupan yg bermakna.Dalam kehidupan seorang terdapat

kemungkinan impian buat hayati bermakna nir terpenuhi sebagai akibatnya

menyebabkan frustrasi & kehampaan. Hal ini diantaranya lantaran orang tadi kurang

atau nir menyadari bahwa pada kehidupan & pada pengalaman masing-masing

terkandung makna hayati yg potensial yg bisa ditemukan & dikembangakan. Gejala


primer berdasarkan kehampaan merupakan penghhayatan hayati nir bermakna, hampa,

gersang, merasa tidak mempunyai tujan

hayati, merasa hidupnya tidak berarti, serba bosan & apatis. Hal ini apabila berlangsung

intensif & tidak menerima penanganan secara tuntas bisa menyebabkan homogen

gangguan noogenik neurosis (Bastaman, 1996). Makna bisa ditemukan melalui

pemahaman mengenai kebenaran kepercayaan , filsafat hayati sekuler, dan melalui

realisasi nilai-nilai kemanusiaan. Ini lantaran menggunakan kekuatan spiritualnya insan

sanggup memperoleh kebebasan hayati buat memilih perilaku yg nir semata-mata hanya

buat memenuhi kebutuhan biologis saja (Bastaman, 1996). Ini sinkron menggunakan

pendapat Allport (pada Sinaga,1997), bahwa kepercayaan bisa mengarahkan individu

pada mengatasi keraguan, kegelisahan, keputusasaan, dan seluruh bentuk kesulitan

hayati yg muncul. Agama jua mendorong seorang buat mengejar tujuan hayati yg

menciptakan langsung sanggup menjalani interaksi yg berati pada holistik hidupnya

pada setiap termin perkembangannya.6

2.1.2 Pengaruh Religiusitas Terhadap Minat Pelajar SMK

(Perbankan Syariah Menabung di Bank Syariah)

Berdasarkan teori religiusitas diwujudkan pada aneka macam sisi kehidupan

termasuk aspek ekonomi. Lembaga perbankan tadi termasuk ke pada aspek syariat yg

herbi aktivitas muamalah. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama

Indonesia (MUI) tahun 2003 bahwa bunga nir sinkron menggunakan syariat islam.

Bunga bank mengandung unsur riba. Agama selain Islam misalnya Nasrani, Yahudi,
6
Esti Ritonga, Berima & listiari, ‘Kebermaknaan Hidup Mahasiswa Sekolah Tinggi Theologia Nazarene
Indonesia Ditinjau Dari Tingkat Religiusitasnya’, Journal of Chemical Information and Modeling, 2017.
Hindu, pula melarang adanya Riba. Hal inilah yg mengakibatkan intensi buat berpindah

menurut Bank Konvensional menuju Bank syariah. (Suwarsih:2017:185) Berdasarkan

output perhitungan koefisien regresi beta sebanyak 0,536 menggunakan taraf

signifikansi t sebanyak 0,000 lebih kecil (<) menurut 0,05. Nilai koefisien beta

merupakan positif, yg berarti bahwa variabel lingkungan mempunyai imbas positif

terhadap minat menabung pelajar Sekolah Menengah Kejuruan menggunakan acara

studi perbankan syariah. Hal ini menguatkan teori bahwa religiusitas berpengaruh

terhadap minat menabung pada bank syariah. Hasil tadi menyatakan variabel religiusitas

mempunyai imbas positif terhadap minat menabung pelajar Sekolah Menengah

Kejuruan acara studi perbankan syariah, hal ini bisa diartikan faktor Religiusitas

(kepercayaan ) menggunakan tujuan menjalankan apa yg diperintahkan Allah SWT &

menjauhi apa yg dilarang-Nya. Bentuk upaya pada transaksi perbankan buat

terhindarnya menurut riba, gharar, & maysir adalah faktor pendorong buat pengambilan

keputusan menabung pada bank syariah. Potensi yg dimiliki bank syariah sangatlah

besar, mengingat Indonesia adalah galat satu negara menggunakan jumlah penduduk

muslim terbesar pada dunia. Hal ini sebagai faktor pendorong pada pengambilan

keputusan menabung pada bank syariah. Tingkat pencerahan yg tinggi pada

menjalankan perintah kepercayaan adalah galat satu bentuk amalan pada menjalankan

syariat Islam menggunakan cara menabung pada bank syariah. Dengan tingginya taraf

religiusitas yg terdapat dalam rakyat, akan menaikkan minat rakyat khususnya pelajar

menabung pada bank syariah. Untuk memperoleh peluang yg dimiliki bank syariah,

perlu adanya pengenalan pada rakyat muslim yg belum mengetahui bank syariah galat

satunya menggunakan mendukung aktivitas islami misalnya pengajian, majelis taklim.


Setelah keluarnya aktivitas bela aksi Islam 212, kenyataan kebangkitan, pencerahan dan

kebersamaan umat sampai mendirikan koperasi syariah & kecil market syariah. Hal ini

bisa dimanfaatkan sang bank syariah buat mengkampanyekan gerakan menabung pada

bank syariah. Serta menaikkan kenaikan pangkat & pengenalan melalui aktivitas-

aktivitas islami, misalnya mengadakan kajian ekonomi Islam menggunakan

mengundang Ustadz yg telah sangat dikenal rakyat. Hasil ini sejalan menggunakan

penelitian yg dilakukan sang Abdallah (Abdallah:2015:445) & Junaidi

(Junaidi:2015:11) menyatakan bahwa faktor religiusitas adalah faktor lebih banyak

didominasi yg mensugesti terhadap keputusan menabung pada bank syariah. 7

2.1.3 Tahap-tahap perilaku religiusitas berbuat menolong orang lain.

A. Perhatian, orang lain mungkin akan menolong jika beliau tahu adanya orang

lain yg perlu pada tolong. Untuk hingga dalam perhatian terkadang tak jarang

terganggu sang adanya hal–hal lain misalnya kesibukan, ketergesaan,

mendesaknya kepentingan lain & sebagainya

B. Interpretasi situasi, seorang yg tergeletak pada tepi jalan mampu pada

interpretasikan menjadi gelandangan, pemabuk, korban kecelakaan atau yg lain.

Jika ternyata pemerhati ini menginterpretasikan gelandangan atau pemabuk

maka akan ada suatu perbuatan. Sebaliknya jika pemerhati menginterpretasikan

menjadi sesuatu yg membutuhkan pertolongan, contohnya menggunakan adanya

darah, jeritan atau permintaan tolong, maka kemungkinan akbar akan pada

diinterpretasikan menjadi korban yg perlu pertolongan


7
Fajar Mujaddid and Pandu Tezar Adi Nugroho, ‘Pengaruh Pengetahuan, Reputasi, Lingkungan Dan
Religiusitas Terhadap Minat Pelajar Sekolah Menengah Kejuruan Prodi Perbankan Syariah Dalam
Menabung Di Bank Syariah’, Jurnal Ekonomi Islam, 2019.
C. Asumsi, sehabis pemerhati bahwa orang tadi memang benar butuh pertolongan

maka ada perkiraan. Muncul tidaknya perkiraan bahwa hal itu adalah tanggung

jawab pemerhati. Jika ada perkiraan ini, maka korban dibiarkan saja tanpa

menaruh pertolongan.

D. Mengambil keputusan menolong Meskipun telah hingga termin tiga, pemerhati

merasa bertanggung jawab memberi pertolongan dalam korban, terdapat

kemungkinan beliau menetapkan nir memberi pertolongan. Berbagai

kekhawatiran mampu muncul yg merusak terlaksananya anugerah pertolongan.

Ini tidak sama menggunakan waktu adanyanya keputusan bahwa beliau memang

wajib menolong menggunakan adanya keputusan misalnya itu maka akan

terdapat tindakan pertolongan. Dengan demikian buat hingga dalam perbuatan

meolong maka pada perlukan keempat termin secara berurutan.

2.1.4 DIMENSI DIMENSI KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS

A. Dimensi keyakinan

Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan imana orang religius berpegang teguh

dalam pandangan teologis eksklusif & mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut.

Setiap kepercayaan mempertahankan seperangkat agama pada mana para penganut

dibutuhkan akan taat. Walaupun demikian isi & ruang lingkup itu bervariasi nir hanya

diantara kepercayaan -kepercayaan , namun sering jua diantara tradisi-tradisi pada

kepercayaan yg sama.

B. Dimensi ritual
Dimensi ritual atau praktik. Dimensi ini meliputi konduite pemujaan, ketaatan, & hal-

hal yg dilakukan orang buat menampakan komitmen terhadap kepercayaan yg

dianutnya. Praktik praktik ini terdiri atas 2 kelas krusial yaitu :

1) Ritual, mengacu pada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal & praktik-

praktik kudus yg seluruh mengharapkan para pemeluk melaksanan.

2) Ketaatan, ketaatan & ikan bagaikan ikan & air meski terdapat disparitas krusial.

Jika aspek ritual berdasarkan komitmen sangat formal & spesial publik, seluruh

kepercayaan yg dikenal jua memiliki perangkat tindakan persembahan &

kontemplasipersonal yg reltif spontan, informal, & spesial pribadi.

C. Dimensi pengalaman

Dimensi ini berisikan & memperhatikan warta bahwa seluruh kepercayaan

mengandung pengharapan-pengharapan eksklusif, meski nir sempurna apabila

dikatakan bahwa seorang yg beragama menggunakan baik dalam suatu ketika akan

meencapai pengetahuan subjektif & pribadi tentang fenomena terakhir (fenomena

terakhir bahwa dia akan mencapai suatu hubungan menggunakan kekuatan

supernatural) misalnya sudah kita kemukakan, dimensi ini berkaitan menggunakan

pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, perepsi-persepsi & sensasi-sensasi yg

dialami seorang atau didefinisikan sang suatu grup keagamaan (atau suatu masyarakat)

yg melihat komunikasi, walaupun kecil, pada suatu esensi ketuhanan, yaitu

menggunakan Tuhan, fenomena terakhir, menggunakan otoritas transendental.

D. Dimensi pengetahuan kepercayaan Pengetahuan kepercayaan


dimensi ini mengacu pada asa bahwa orang-orang yg beragama paling nir mempunyai

sejumlah minimal pengetahuan tentang dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, buku kudus

& tradisi-tradisi. Dimensi pengetahuan & keyakinan kentara berkaitan satu sama lain,

lantaran pengetahuan tentang suatu keyakinan asalah kondisi bagi penerimaaannya.

Walaupun demikian, keyakinan nir perlu diikuti sang kondisi pengetahuan, jua seluruh

pengetahuan kepercayaan nir selalu bersandar dalam keyakinan. Lebih jauh, seorang

bisa berkeyakinan bahwa bertenaga tanpa sahih-sahih tahu agamanya, atau agama

sanggup bertenaga atas dasar pengetahuan yg amat sedikit.

E. Dimensi pengamalan atau konsekuensi

Konsekuensi komitmen kepercayaan berlainan berdasarkan keempat dimensi yg telah

dibicarakan diatas. Dimensi ini mengacu dalam identifikasi dampak-dampak keyakinan

keagamaan, praktik, pngalaman, & pengetahuan seorang berdasarkan hari hari. Istilah

“kerja” pada pengertian teologis dipakai disini. Walaupun kepercayaan poly

menggariskan bagaimana pemeluknya seharusnya berfikir & bertindak pada kehidupan

sehari-hari, nir sepenuhnya kentara sebatas mana konsekuensi-konsekuensi kepercayaan

adalah bagian berdasarkan komitmen keagamaan atau semata-mata asal berdasarkan

kepercayaan (Ancok & Suroso, 2011, hlm. 76-78).

2.1.5 FAKTOR-FAKTOR RELIGIUSITAS

A. efek pendidikan atau pedagogi & banyak sekali tekanan sosial (faktor sosial).

Faktor sosial pada kepercayaan terdiri berdasarkan banyak sekali efek terhadap

kayakinan & konduite keagamaan, berdasarkan pendidikan yg kita terima

berdasarkan masa lampau.


B. banyak sekali pengalaman yg membantu perilaku keagamaan, terutama

pengalaman-pengalaman mengenai :

1) estetika, keselarasan, & kebaikan pada global lain (faktor alami).Pada

pengalaman ini yg dimaksud faktor alami merupakan seorang bisa

menyadari bahwa segala sesuatu yg terdapat pada global ini merupakan

lantaran Allah SWT, contohnya seorang yg mengagumi estetika laut, &

hutan.

2) perseteruan moral (faktor moral), dalam pengalaman ini seorang akan

cenderung membuatkan perasaan bersalahnya waktu beliau berperilaku

yg dipercaya keliru sang pendidikan sosial yg diterimanya, contohnya

waktu seorang sudah mencuri beliau akan terus menyalahkan dirinya

sendiri atas perbuatan mencurinya tadi lantaran kentara bahwa mencuri

merupakan perbuatan yg dilarang.

C. pengalaman emosional keagamaan (faktor afektif), pada hal ini

mislanya ditnjukkan menggunakan mendengarkan khutbah pada mesjid dalam hari

jum’at, mendengarkan pengajian & ceramah-ceramah kepercayaan .

D. Faktor-faktor yg seluruhnya atau sebagian yg muncul berdasarkan kebutuhan-

kebutuhan yg nir terpenuhi, terutama kebutuhan terhadap keamanan, cinta kasih,

harga diri, & ancaman kematian.


E. Faktor intelektual yaitu banyak sekali hal yg bekerjasama menggunakanproses

pemikiran ekspresi terutama pada pembentukan keyakinankeyakinan

keagamaan.

2.2 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS.

2.2.1 DEFINISI KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS

psikologis (psychological well-being) adalah galat satu indikator kesejahteraan

individu yg poly dipakai buat melihat pemenuhan individu terhadap kriteria fungsi

psikologis positif. Kesejahteraan psikologis sendiri adalah konsep yg dipakai buat

mendeskripsikan kesehatan psikologis individu dari pemenuhan kriteria fungsi

psikologis positif yg dikemukakan sang para pakar psikologi (Ryff, 1989). Kriteria

fungsi psikologis ini mengacu dalam teori-teori yg dikemukakan sang para beberapa

pakar psikologi, contohnya Allport, Rogers, Fromm, Maslow, Jung, Frankl, & Perls,

yaitu: (1) individu menggunakan kepribadian sehat secara sadar mengatur tingkah

lakunya & merogoh tanggung jawab atas nasib mereka sendiri; (2) menyadari &

mendapat kelebihan juga kekurangan yg terdapat dalam diri mereka; (3) berorientasi

dalam masa depan menggunakan nir meninggalkan masa kini; (4) menyukai tantangan

& pengalaman-pengalaman baru yg bisa memperkaya hidup. Berdasarkan kriteria

tersebut, Ryff (1989) menformulasikan enam aspek kesejahteraan psikologis yg

mewakili kriteria fungsi psikologis positif tersebut, yaitu: penerimaan diri, interaksi yg

positif menggunakan orang lain, kemandirian, dominasi lingkungan, tujuan hidup, &

pengembangan eksklusif. 8

8
M Hadjam and Arif Nasiruddin, ‘PERANAN KESULITAN EKONOMI, KEPUASAN KERJA DAN RELIGIUSITAS
TERHADAP KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS’, Jurnal Psikologi UGM, 2003 <https://doi.org/10.22146/jpsi>.
Kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dari Ryff & Keyes (1995)

merupakan pencapaian penuh berdasarkan potensi psikologis seorang & suatu keadaan

waktu individu bisa mendapat kekuatan & kelemahan diri apa adanya, mempunyai

tujuan hidup, membuatkan rekanan positif, sebagai eksklusif yg mandiri, bisa

mengendalikan lingkungan & terus bertumbuh secara personal. Newman (pada

Nurhidayah & Agustini, 2012) menyatakan bahwa kesejahteraan psikologis pula

bergantung dalam kemampuan buat mengatur atau terus terlibat pada kiprah & aktivitas

yg berharga.Terdapat poly cara buat menaikkan kesejahteraan psikologis, yaitu

menggunakan menaruh dukungan sosial (Destiningrum, 2014), terapi musik klasik

(Jasmarizal, Sastra & Yunita, 2011), psikoterapi gerombolan lansia (Zulfiana, 2014),

senam lansia (Pratiwi, 2013) & terapi mindfulness (Kinasih & Sukma, 2010).

Mindfulness merupakan pencerahan yg ada dampak berdasarkan hadiah perhatian

dalam sebuah pengalaman ketika ini secara sengaja & tanpa evaluasi (Kabat-Zinn,

2003). Trait mindfulness adalah sifat perhatian & pencerahan penuh yg bersifat stabil &

konsisten pada diri yg mendorong individu buat terus bertindak. 9

Kesejahteraan psikologis merupakan suatu konsep yg berkaitan menggunakan

apa yg dirasakan individu tentang kegiatan yg terjadi pada kehidupannya sehari-hari.

Kesejahteraan psikologis adalah konstruksi dasar yg membicarakan warta mengenai

bagaimana individu mengevaluasi diri-sendiri & kualitas dan pengalaman hidup.

Kesejahteraan psikologis adalah Istilah yg dipakai buat mendeskripsikan kesehatan

psikologis individu dari pemenuhan kriteria fungsi psikologis positif (Ryff, 1995). Ada

9
Ayu Suci Purnamaning Dyah and Endang Fourianalistyawati, ‘PERAN TRAIT MINDFULNESS TERHADAP
KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA LANSIA’, Jurnal Psikologi Ulayat, 2018
<https://doi.org/10.24854/jpu12018-115>.
2 perspektif yg digunakan sang para pakar buat menyebutkan mengenai konsep

kesejahteraan individu yaitu perspektif hedonic & eudaimonic (Ryan & Deci, 2001).

Para pakar psikologi yg menganut pandangan hedonic mengartikan kesejahteraan serius

dalam konsep hedonik secara luas yaitu mengenai tersedianya pilihan pilihan &

kenikmatan bagi pikiran & tubuh. Kesejahteraan difokuskan dalam kesenangan yg

dirasakan individu secara subjektif & pengalaman kenikmatan yg mencakup evaluasi


10
mengenai elemen-elemen kehidupan yg baik atau buruk (Ryan & Deci, 2001).

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis

(pada Odapus Wanita Usia Dewasa Awal Berstatus Menikah)

Secara generik terdapat beberapa faktor yg menghipnotis kesejahteraan

psikologis ketiga partisipan odapus, pada antaranya merupakan faktor kelekatan &

rekanan berupa dukungan sosial, kesehatan fisik, emosi, status sosial & kekayaan secara

generik berupa status ekonomi & pencapaian tujuan (Ryan & Deci, 2001).Faktor

kelekatan & rekanan berupa dukungan sosial berdasarkan orang-orang terdekat

misalnya motivasi & perlakuan nir diskriminatif membantu ketiga partisipan mengatasi

rasa minder, putus harapan & sebagai beban bagi famili seiring membaiknya syarat

mereka sesudah lebih berdasarkan 5 tahun menderita Lupus. Kondisi psikologis mereka

yg mulai membaik ini bisa membantu mereka secara perlahan mendapat syarat diri

mereka menjadi odapus (self-acceptance) sebagai akibatnya mereka bisa mengelola diri

terkait penyakit Lupus & akhirnya berdampak jua dalam syarat fisik mereka yg semakin
10
Yeni Triwahyuningsih, ‘Kajian Meta-Analisis Hubungan Antara Self Esteem Dan Kesejahteraan
Psikologis’, Buletin Psikologi, 2017 <https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.9382>.
membaik.Kondisi kesehatan fisik sebagai galat satu faktor yg menghipnotis

kesejahteraan psikologis odapus. Ryan & Deci (2001) menyatakan bahwa saat tubuh

seorang sakit, mereka akan merasa nir senang, mencicipi nyeri, mengalami keterbatasan

fungsional yg bisa mengurangi suasana hati positif & kenikmatan atau kepuasan hayati

orang tadi.Tapi, arti kebalikannya bila syarat kesehatan fisik baik maka bisa

menyebabkan suasana hati yg positif & menambah kenikmatan atau kepuasan hayati

seorang. Akibatnya bisa menghipnotis suasana hati mereka buat berinteraksi

menggunakan baik terhadap orang lain (positive relation with others) & berdampak pula

terhadap syarat kesehatan ketiga partisipan. Hal ini secara nir eksklusif sinkron

menggunakan pernyataan Uchino & kawan-kawan (1999, pada Ryan & Deci, 2001) yg

memaparkan bahwa dukungan sosial bisa menghipnotis nomor kematian dalam

penderita penyakit jantung, endokrin & sistem autoimun.Dukungan sosial pula bisa

membantu ketiga partisipan sebagai berdikari buat hal-hal eksklusif terkait diri langsung

akan tetapi pada sisi lain mereka melakukan pertimbangan-pertimbangan menggunakan

suami mereka lantaran status mereka menjadi istri. Kemandirian tadi pada atas dalam

hal-hal eksklusif pula ditentukan sang faktor emosi. Hasil penelitian memperlihatkan

syarat emosi partisipan NA & DA masih fluktuatif. Kondisi emosi dalam NA & DA

misalnya ini menciptakan mereka belum memenuhi ciri positif dimensi autonomy,

pengaturan diri berdasarkan pada diri sendiri. Hal ini kurang sinkron pernyataan Ryff &

Singer (1998, pada Ryan & Deci, 2001) yg menyatakan bahwa emosi adalah katalisator

terhadap syarat kesehatan & penekanan dalam kapasitas pengalaman emosional yg pada

buat mengerahkan antistres & fungsi melawan penyakit. Hal ini akhirnya menghipnotis

syarat dimensi kesejahteraan psikologis mereka yaitu autonomy.Faktor dukungan sosial


& faktor kesehatan fisik yg semakin membaik mendorong mereka merasa percaya diri

buat melakukan sesuatu yg memperlihatkan mereka ingin terus berkembang (personal

growth), contohnya ingin sebagai langsung lebih baik pada menjalankan status

kiprahnya & memutuskan hasrat yg ingin diwujudkan. Kedua faktor tadi pula

menghipnotis dimensi environmental mastery ketiga partisipan yaitu mereka bisa

mengatasi rasa minder & menghargai diri mereka sebagai akibatnya bisa mengelola

konflik yg mereka hadapi, mengelola kegiatan sehari-hari sinkron kemampuan mereka

menjadi odapus akan tetapi pada sisi lain kriteria positif dimensi ini belum terpenuhi,

contohnya pemanfaatan peluang bergabung menggunakan komunitas Lupus.Ketiga

partisipan asal berdasarkan famili yg relatif berada memperlihatkan faktor status

ekonomi berperan menghipnotis kesejahteraan psikologis JURNAL Psikologi Klinis &

Kesehatan Mental Agustin Wahyuningsih, Endang R Surjaningrum mereka secara nir

eksklusif lantaran status sosial & kekayaan tinggi nir mengklaim kesejahteraan orang

tinggi akan tetapi membantu pemenuhan kebutuhan buat menunjang kebahagiaan &

realisasi diri (Ryan & Deci, 2001), contohnya obat Lupus sebagai akibatnya syarat

kesehatan ketiga odapus bisa membaik misalnya sekarang. Kemudian faktor pencapaian

tujuan pula menaruh impak terhadap kesejahteraan psikologis ketiga partisipan.

Kepemilikan tujuan-tujuan hayati yg dimiliki masing-masing partisipan & upaya buat

mencapainya sangat menaruh pengaruh positif terhadap dimensi kesejahteraan

psikologis, purpose in life. Hal ini ditimbulkan lantaran sebagian akbar penelitian

menyatakan bahwa perasaan berkompeten & percaya diri menggunakan

memperlihatkan penghargaan pada nilai-nilai tujuan berkaitan menggunakan


peningkatan kesejahteraan (Carver & Scheier, 1999, & McGregor & Little, 1998, pada

Ryan & Deci, 2001). 11

2.2.3 Dimensi dimensi kesejahteraan psikologis

1. Penerimaan diri (self-acceptance)

Penerimaan diri adalah galat satu karakter menurut individu yg mengakualisasikan

dirinya sebagai akibatnya mereka bisa mendapat dirinya apa adanya, menaruh evaluasi

yg tinggi dalam individualitas & keunikan diri sendiri. Dalam mendefinisikan dimensi

ini, Ryff (1989) memakai beberapa pemikiran menurut tokoh-tokoh terdahulu misalnya

Rogers,Allport, Erikson, & Maslow. Menurut Rogers (pada Feist & Feist, 2009), ciri

menurut kematangan. Individu ini akan mempunyai keamanan emosional, mereka nir

terpuruk menggunakan hal yg nir berjalan sinkron menggunakan asa, mereka menyadari

bahwa putus harapan & ketidaknyamanan adalah bagian menurut kehidupan. Erikson

(pada Ryff, 1989) beropini bahwa hal ini jua melibatkan penerimaan akan masa lalu,

menggunakan keberhasilan & kegagalan yg dialami individu. Begitu jua menggunakan

Maslow, beliau beropini bahwa penerimaan diri adalah galat satu kondisi aktualisasi

diri.Dari klasifikasi tadi, dari Ryff (1995) kriteria seorang yg mempunyai skor dimensi

penerimaan diri yg tinggi dideskripsikan menjadi individu yg memilki perilaku positif

terhadap diri sendiri, mengetahui & mendapat banyak sekali aspek diri (baik kualitas

baik juga kualitas buruk) merasa positif akan kehidupan masa lalu.

2. Hubungan positif menggunakan orang lain

11
Agustin Wahyuningsih and Endang R. Surjaningrum, ‘Kesejahteraan Psikologis Pada Orang Dengan
Lupus ( Odapus ) Wanita Usia Dewasa Awal Berstatus Menikah’, JURNAL Psikologi Klinis Dan Kesehatan
Mental, 2012.
(positive relations with others)Dimensi krusial lain menurut psychological well-being

merupakan kemampuan individu buat membina interaksi yg hangat menggunakan orang

lain. Allport (pada Ryff, 1989) memasukkan interaksi yg hangat menggunakan orang

lain menjadi kriteria menurut kematangan, yaitu kemampuan buat mempunyai

keintiman yg luas pada cinta, baik menggunakan anggota famili atau teman, &

menerangkan kasih sayang, penghormatan, & asa yg dimiliki orang lain, dan nir

mengeksploitasi orang lain buat laba pribadinya. Erikson jua memasukkan kemampuan

menjalin interaksi yg intim menggunakan orang lain (intimacy) menjadi galat satu

tugas perkembangan, terutama dalam termin dewasa muda. Kemampuan buat menjalin

interaksi yg positif menggunakan orang lain ini ditekankan berulang kali pada teori

positive functioning, maka Ryff tetapkan hal ini menjadi galat satu dimensi

psychological well-being.

3. Otonomi (autonomy)

Dimensi swatantra menyangkut kemampuan buat memilih nasib sendiri (self-

determination), bebas & memilki kemampuan buat mengatur konduite sendiri. Menurut

Maslow (pada Feist & Feist, 2009), swatantra adalah galat satu kondisi aktualisasi diri,

menggunakan demikian inidividu bergantung dalam diri sendiri buat perkembangan

dirinya. Otonomi nir berarti antisosial atau nir konform, melainkan mengikuti baku

tingkah laris eksklusif & nir begitu saja mengikuti anggaran diri orang lain. Rogers

(Ryff, 1989) pun beropini bahwa individu yg berfungsi secara penuh akan mempunyai

lokus penilaian internal. Dengan demikian, individu akan mengevaluasi dirinya dari

baku eksklusif, bukan baku yg dianut orangorang lain. Selain Maslow & Rogers,

pentingnya regulasi tingkah laris menurut pada diri jua ditekankan sang Jahoda (Ryff,
1989). Berbeda menggunakan tokoh-tokoh sebelumnya, Jung lebih menekankan konsep

swatantra dalam pembebasan diri menurut konvensi/adat, yg berarti individu nir lagi

terikat menggunakan ketakutan bersama, kepercayaan, & aturan yg dianut orang

banyak.Dari penerangan tadi Ryff (1995) memformulasikan ciri individu yg memilki

swatantra merupakan mempunyai kepastian diri & mandiri, bisa bertahan menurut

tekanan sosial buat berpikir & bertingkah laris menggunakan cara tertentu, meregulasi

tingkah laris menurut pada diri sendiri, dan mengevaluasi diri sendiri, dan

mengevaluasi diri dari baku eksklusif.

4. Penguasaan lingkungan (enviromental mastery)

Penguasaan lingkungan adalah kemampuan individu buat menentukan, membangun &

mengelola lingkungan supaya sinkron menggunakan syarat psikologisnya pada rangka

berbagi diri. Menurut Allport (pada Ryff, 1989) menggambarkan individu yg matang

menjadi seorang yg membentuk ketertarikan yg bertenaga pada luar diri &

berpartisipasi pada kegiatan insan. Individu ini mempunyai persepsi yg realistis

terhadap lingkungan pada sekitarnya, mereka nir hayati pada global imajinasi & nir

membelokkan realita buat menyesuaikannya menggunakan asa mereka (pada Feist &

Feist, 2009).Dalam pembahasan dominasi lingkungan, Buhler (Ryff, 1989) jua

menyatakan bahwa insan memilki kesamaan buat membarui global disekelilingnya

melalui kegiatan fisik ataupun mental. Birren & Renner jua mengemukakan bahwa

seorang yg sehat secara mental akan merogoh kesempatan kesempatan yg ada pada

lingkungan sekitarnya. Kesimpulannya, perspektif ini menyatakan bahwa partisipasi

aktif & dominasi lingkungan adalah hal yg krusial bagi seseorang individu buat bisa

berfungsi secara maksimal.Berdasarkan klasifikasi tadi, kriteria yg ditetapkan buat


dimensi dominasi lingkungan merupakan mempunyai rasa dominasi lingkungan &

kompetensi pada mengatur lingkungan, mengontrol grup kegiatan eksternal yg

kompleks, memakai kesempatan pada lebih kurang menggunakan efektif, bisa

menentukan atau membangun konteks yg sinkron menggunakan kebutuhan & nilai

eksklusif (Ryff, 1995).

5. Tujuan pada hayati (purpose in life)

Adanya tujuan hayati yg kentara adalah bagian krusial menurut ciri individu yg memilki

kesejateraan psikologis. Teori-teori perkembangan life span mengungkapkan proses

perkembangan sinkron menggunakan tujuan seorang pada kehidupannya. Terdapat

banyak sekali teori menurut beberapa tokoh tentang tujuan individu pada kehidupan.

Buhler menyatakan tujuan individu dalam usia madya merupakan membarui global

menggunakan kreatif. Erikson beropini pencarian integrasi emosional adalah tujuan

individu. Di sisi lain, Rogers beropini bahwa tujuan individu yg berfungsi secara penuh

merupakan peningkatan kehidupan eksistensial, yaitu menghayati kehidupan dalam

setiap memennya. Individu yg berfungsi secara penuh memilki tujuan yg positif,

bertenaga, sense of directedness, yg seluruhnya berkontribusi dalam sense of

meaningfulness & integrasi tentang banyak sekali bagian dalam kehidupannya. 12

2.3 HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN

PSIKOLOGIS PADA SISWA KELAS 1 MAN 5 BOJONEGORO

12
Susi Fitri, Meithy Intan Rukia Luawo, and Ranchia Noor, ‘Gambaran Kesejahteraan Psikologis Pada
Remaja Laki-Laki Di SMA Negeri Se-Dki Jakarta’, INSIGHT: JURNAL BIMBINGAN KONSELING, 2017
<https://doi.org/10.21009/insight.061.05>.
Product Moment diketahui bahwa interaksi antara religiusitas menggunakan

kesejahteraan psikologis . Hal ini memberitahuakn bahwa terdapat interaksi positif yg

sangat signifikan antara religiusitas menggunakan kesejahteraan psikologis. Hubungan

positif menurut penelitian ini mendeskripsikan bahwa meningkat religiusitas murid

maka meningkat kesejahteraan psikologis murid kelas 1 man lima Bojonegoro &

kebalikannya semakin rendah taraf religiusitas maka semakin rendah kesejahteraan

psikologis murid. Hal ini dikarenakan religiusitas adalah galat satu faktor yg bisa

mensugesti kesejahteraan psikologis seseorang. Aflekseir (2012) membicarakan bahwa

spiritual & keyakinan keagamaan adalah galat satu komponen krusial pada

menciptakan kehidupan yg bermakna pada sisi psikologis seseorang. Berdasar output

penelitian tadi memberitahuakn hipotesis peneliti bahwa terdapat interaksi positif antara

religiusitas menggunakan kesejahteraan psikologis dalam murid terbukti, sebagai

akibatnya hipotesis yg diajukan pada penelitian ini diterima. Beberapa faktor yg

mensugesti kesejahteraan psikologis murid, galat satu antara lain merupakan

religiusitas. Hal ini sejalan menggunakan penelitian Seligman, (2002) yg menyatakan

bahwa individu yg religius merasa lebih senang terhadap kehidupannya dibandingkan

menggunakan individu yg nir religius ( Muslim & Nasrori , 2007) . Menurut Bastaman

(pada Liputo, 2009) individu yg memiliki taraf religiusitas yg tinggi akan lebih bisa

memaknai setiap peristiwa menggunakan positif sebagai akibatnya hidupnya lebih

bermakna & terhindar menurut stres. Hal yg sama dikemukakan sang Seligman (2005)

orang-orang yg religius lebih senang & puas terhadap kehidupan menurut dalam orang

yg nir religius. Religiusitas berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis (Ismail &

Desmukh, 2013 Park & Millora, 2010). Religiusitas berpengaruh terhadap kehidupan
sehari-hari insan. Adanya religiusitas insan sanggup terhindar menurut banyak sekali

macam tindakan-tindakan negatif yg cenderung keluar menurut kebiasaan kehidupan

sehari-hari. Penelitian Diener (2000) & Myers (2000) memberitahuakn bahwa

kepercayaan berperan krusial pada kehidupan insan lantaran bisa membawa

pemeluknya ke arah kehidupan yg lebih baik. Penelitian Hair & Boowerts (1992)

menyimpulkan bahwa manifestasi menurut kehidupan religiusitas yg baik bisa

menaikkan kesejahteraan individu. Selanjutnya penelitian Seligman & Csikszentmihalyi

(2000) mengungkapkan bahwa nilai-nilai yg terkandung pada ajaran kepercayaan

krusial pada mengatasi banyak sekali kasus psikologis, yaitu menggunakan cara

menciptakan emosi positif. Hal ini sangat bermakna lantaran religiusitas memiliki

dampak terhadap kesejahteraan psikologis remaja. Penelitian yg dilakukan Ellison (pada

Trankle, 1991) menjelaskan bahwa masih ada interaksi antara ketaatan beragama

menggunakan kesejahteraan psikologis. Hasil penelitian membicarakan bahwa individu

menggunakan taraf religiusitas yg bertenaga memberitahuakn taraf kesejahteraan

psikologis yg lebih tinggi & lebih sedikit mengalami traumatik.

DAFTAR PUSTAKAXDyah, Ayu Suci Purnamaning, and Endang Fourianalistyawati,

‘PERAN TRAIT MINDFULNESS TERHADAP KESEJAHTERAAN


PSIKOLOGIS PADA LANSIA’, Jurnal Psikologi Ulayat, 2018

<https://doi.org/10.24854/jpu12018-115>

Fitri, Susi, Meithy Intan Rukia Luawo, and Ranchia Noor, ‘Gambaran Kesejahteraan

Psikologis Pada Remaja Laki-Laki Di SMA Negeri Se-Dki Jakarta’, INSIGHT:

JURNAL BIMBINGAN KONSELING, 2017

<https://doi.org/10.21009/insight.061.05>

Hadjam, M, and Arif Nasiruddin, ‘PERANAN KESULITAN EKONOMI, KEPUASAN

KERJA DAN RELIGIUSITAS TERHADAP KESEJAHTERAAN

PSIKOLOGIS’, Jurnal Psikologi UGM, 2003 <https://doi.org/10.22146/jpsi>

Mujaddid, Fajar, and Pandu Tezar Adi Nugroho, ‘Pengaruh Pengetahuan, Reputasi,

Lingkungan Dan Religiusitas Terhadap Minat Pelajar Sekolah Menengah Kejuruan

Prodi Perbankan Syariah Dalam Menabung Di Bank Syariah’, Jurnal Ekonomi

Islam, 2019

Rahmawati, Siti, ‘Pengaruh Religiusitas Terhadap Penerimaan Diri Orangtua Anak

Autis Di Sekolah Luar Biasa XYZ’, JURNAL Al-AZHAR INDONESIA SERI

HUMANIORA, 2018 <https://doi.org/10.36722/sh.v4i1.248>

Ritonga, Berima & listiari, Esti, ‘Kebermaknaan Hidup Mahasiswa Sekolah Tinggi

Theologia Nazarene Indonesia Ditinjau Dari Tingkat Religiusitasnya’, Journal of

Chemical Information and Modeling, 2017

Triwahyuningsih, Yeni, ‘Kajian Meta-Analisis Hubungan Antara Self Esteem Dan

Kesejahteraan Psikologis’, Buletin Psikologi, 2017


<https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.9382>

Wahyuningsih, Agustin, and Endang R. Surjaningrum, ‘Kesejahteraan Psikologis Pada

Orang Dengan Lupus ( Odapus ) Wanita Usia Dewasa Awal Berstatus Menikah’,

JURNAL Psikologi Klinis Dan Kesehatan Mental, 2012

Khodijah, Siti Nur, Abdurrazzaq Fathur Rahman Luthan, Andhika Yusup Maulana,
Asep Wahyu Hidayat, Iga Febrinia, and Rizky Maharani Nugroho, ‘Penelitian
Perilaku Seksual Remaja SMPN 3 Arjasa : Hubungan Antara Motivasi Untuk
Menghindari Hubungan Seks Pranikah’, Jurnal KSM Eka Prasetya UI, 1.7 (2019),
1–13

Fitri, Susi, Meithy Intan Rukia Luawo, and Ranchia Noor, ‘Gambaran Kesejahteraan
Psikologis Pada Remaja Laki-Laki Di SMA Negeri Se-Dki Jakarta’, Insight:
Jurnal Bimbingan Konseling, 6.1 (2017), 50
<https://doi.org/10.21009/insight.061.05>

Maisaroh, Ekka Nur, and Falasifatul Falah, ‘Religiusitas Dan Kecemasan Menghadapi
Ujian Nasional (Un) Pada Siswa Madrasah Aliyah’, Proyeksi, 6.2 (1970), 78
<https://doi.org/10.30659/p.6.2.78-88>

Nadzir, Ahmad Isham, and Nawang Warsi Wulandari, ‘Hubungan Religiusitas Dengan
Penyesuaian Diri Siswa Pondok Pesantren’, Jurnal Psikologi Tabularasa, 8.2
(2013), 698–707

Nursalam, 2016, metode penelitian, ‘Perilaku Bullying Ditinjau Dari Peran Kelompok
Teman Sebaya Dan Iklim Sekolah Pada Siswa Sma Di Kota Gorontalo’, Journal of
Chemical Information and Modeling, 53.9 (2013), 1689–99

Maliniak, David, ‘DAC Follows Industry’s Lead and Takes Embedded Tack’,
Electronic Design, 49.12 (2001)

J E F F R Y S I M S O N S U P A R D I, S I L V I A R A H M E L I A, ‘Meaningful
Life and the Degree of Tolerance in Faith-Based High Schools in Palangkaraya’,
Dialog, 43.1 (2020), 49–58
Nugraha, Alga Bisma, and G Rohastono Ajie, ‘PENGARUH BIMBINGAN
KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA TERHADAP KONTROL
DIRI’, 2.3 (2019), 408–14

Ajeng, Y. (2007). Hubungan antara konsep diri dengan penyesuaian diri di sekolah pada
siswa kelas X SMU 2 Bantul Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta

Abril, Dibar W (, ‘No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指


標に関する共分散構造分析 Title’, Revista Brasileira de Ergonomia, 9.2 (2016),
10
<https://www.infodesign.org.br/infodesign/article/view/355%0Ahttp://www.aberg
o.org.br/revista/index.php/ae/article/view/731%0Ahttp://www.abergo.org.br/revist
a/index.php/ae/article/view/269%0Ahttp://www.abergo.org.br/revista/index.php/ae
/article/view/106>

Arikunto, S. 2006. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta : Rineke Cipta

Fuad Nashori dan Rachmy Diana Mucharam, Mengembangkan kreativitas dalam


perspektif psikologi islam, 2002 Menara kudus, Yogyakarta

Haditono Rahayu, 2004 Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Gadjah Mada


University Press

Titis I.Y (2014). Hubungan kematangan beragama dengan perilaku atruistik pada
mahasiswa program studi pendidikan agama islam. Psikologi UIN malang
psikologi islam vol 2 no 1

Prasetyo. B, & Jannah, LM. (2005). Teori dan Aplikasi Metode Penelitian Kuantitatif.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hewstone, M; Stroebe, W.; Codol, JP.; Stephenson, G.M. (ed) (1988) Introduction to
Social Psychology. A European Perspective. Basil Blackwell. Ltd. USA

Matthew PM; Page, JC; Mowry, ES; Damann, KM; et al. 2006. Differences Between
Actual and Perceived Student Norms: An Examination of Alcohol Use, Drug Use,
And Sexual Behavior. Journal of American College Health; Mar/Apr 2006; 54, 5;
ProQuest Medical Library

Aflakseir, A.A. (2012). Religiosity, Personal Meaning, and Psychological WellBeing A


Study among Muslim Student in England. Pakistan Journal ofSocial an Clinicl
Psychology Vol. 9 No. 2: 27-31

Glock, C.Y. & Stark, R. (1988). Dimensi-dimensi Keberagamaan. dalam Robertson,


Roland (ed.), Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Soiologi. Jakarta: CV
Rajawali.11
Hair, H. & Boowerts, R.W. (1992). Promoting the Development of a Religious
Congregotion through Need and Resources Assesment. Journal of Community
Psychology, 2, 289-303.

Sanoveriana, A. S. N., & Fourianalistyawati, E. (2017). Work-family balance, trait


mindfulness and psychological well-being in middle-aged working parents. UI
Proceedings on Social Science and Humanities, 1, 1-8.

Kinasih., & Sukma, A. (2010). Pelatihan mindfulness untuk meningkatkan


kesejahteraan psikologis pada remaja difabel fisik (Tesis Magister tidak
dipublikasikan). Universitas Gadjah Mada, Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai