Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ESENSI DAN URGENSI EMOSI DALAM


PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas Ujian Tengah Semester Ganjil


Pascasarjana PAUD pada Mata Kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan

Disusun oleh:
Roficha Yuliani
NIM 22117251035

Mata Kuliah : Filsafat Ilmu Pendidikan


Dosen Pengampu : Prof. Dr. Mumpuniarti, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala, atas berkat


rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan tugas ujian tengah semester ini yang
berjudul “Esensi dan Urgensi Emosi dalam Perkembangan Anak Usia Dini”.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini masih banyak memiliki kekurangan
baik dari segi penulisan, isi dan lain sebagainya. Maka kami sangat mengharapkan kritik
dan saran guna perbaikan untuk pembuatan makalah di hari yang akan datang.
Penulisan makalah ini mengunakan metode pendekatan kualitatif historis dari berbagai
sumber buku dan artikel di internet.
Demikianlah sebagai pengantar kata dengan iringan doa serta harapan semoga
tulisan sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pembaca. Dan sudah
selayaknya kami mengucapkan terima kasih yang setulusnya khususnya Dosen
Pengampu mata Kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan, Ibu Prof. Dr. Mumpuniarti, M.Pd
yang telah banyak memberikan materi perkuliahan dan bagi segala pihak yang telah ikut
membantu dalam menyelesaikan tugas ini.

Yogyakarta, 11 Oktober 2022


Penulis

Roficha Yuliani

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................................... i
Kata Pengantar .....................................................................................................ii
Daftar Isi ................................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang ..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................................2
C. Tujuan ............................................................................................................2
BAB II Pembahasan
A. Definisi Emosi................................................................................................3
B. Mekanisme Emosi Anak Usia Dini................................................................4
C. Krakteristik Emosi Anak Usia Dini................................................................5
D. Fungsi Emosi..................................................................................................5
E. Tahap-Tahap Perkembangan Emosi...............................................................7
F. Macam-Macam Emosi...................................................................................7
G. Model Pengendalian Emosi............................................................................11
H. Pentingnya Pengendalian Emosi....................................................................12
BAB III Penutup
A. Kesimpulan ....................................................................................................14
B. Saran...............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan
pendidikan yang menitik bertakan pada peletakaan dasar ke arah pertumbuhan dan
perkembangan fisik, kecerdasan, sosio emosional bahasa dan komunikasi sesuai
dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dinilai anak usia dini, agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan dasar dan pendidikan lebih
lanjut. Emosi merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam penanaman
karakter anak. Menurut Daniel Goleman emosi merujuk pada suatu perasaan dan
pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian
kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk
bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dari
dalam individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati
seseorang, sehingga secara fisiologis ada terlihat tertawa, amosi sedih mendorong
seseorang berperilaku menangis.
Penanaman emosi yang baik membutuhkan pola asuh yang tepat sehingga
dalam pertumbuhan dan perekmbangannya emosi dapat dijadikan kontrol bagi
seorang anak. Pola asuh yang sesuai akan menbentuk anak yang memiliki
kecerdasan emosional yang baik. Menurut Santrock pola asuh disini dapat diartikan
cara merawat dan mendidik anak oleh orang tua dengan cara yang terbaik.
Bertujuan menjadikan anak yang berkecerdasan yang tinggi. Penanaman emosi
yang tepat akan membentuk karakter anak yang kuat dan dapat memahami dan
mengendalikan emosi sesuai dengan keadaan di lingkungannya. Namun pada
kenyataanya penanaman emosi pada anak usia dini kebanyakan masih belum tepat
sehingga anak menimbulkan masalah emosi pada anak.
Dalam makalah ini kita akan membahas lebih lanjut tentang apa itu emosi,
bagaimana mekanisme emosi pada anak usia dini, bagaimana tujuan, fungsi,
karakteristik, tahap-tahap, macam-macam serta bagaimana bentuk dan cara
pengendalian emosi yang baik untuk anak usia dini.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan beberapa permasalahan di atas, maka dapat diambil suatu
formulasi yang kemudian dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan emosi?
2. Bagaimana mekanisme emosi pada anak usia dini?
3. Bagaimana karakteristik emosi anak usia dini?
4. Jelaskan bagaimana fungsi emosi pada anak?
5. Jelaskan tahap-tahap perkembangan emosi?
6. Jelaskan macam-macam bentuk emosi?
7. Jelaskan apa pentingnya pengendalian emosi?
8. Jelaskan bagaimana model pengendalian emosi?

C. Tujuan Penulisan
Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui makna emosi
2. Untuk mengetahui mekanisme emosi pada anak usia dini
3. Untuk mengetahui karakteristik emosi anak usia dini
4. Untuk mengetahui fungsi emosi pada anak
5. Untuk mengetahui tahap-tahap perkembangan emosi
6. Untuk mengetahui macam-macam bentuk emosi
7. Untuk mengetahui pentingnya pengendalian emosi
8. Untuk mengetahui model pengendalian emosi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Emosi
Secara etimologi, emosi berarti ‘menggerakkan, bergerak’, ini diambil dari
bahasa latin ‘movere’. Kemudian diberi tambahan ‘e’ yang artinya ‘bergerak,
menjauh’. Hal ini berarti emosi merupakan keadaan mutlak seseorang yang
cenderung dilakukan dengan cara bertindak (Nadhiroh, Yahdinil, 2017). Secara
psikologi emosi adalah bentuk kompleks dari organisme, yang melibatkan
perubahan fisik dari karakter yang luas- dalam bernafas, denyut nadi, produksi
kelenjar, dan sebagainya (Nadhiroh, Yahdinil, 2017). Dan dari sudut mental, adalah
suatu keadaan senang atau cemas, yang ditandai adanya perasaan yang kuat, dan
biasanya dorongan menuju bentuk nyata dari suatu tingkah laku (Nadhiroh,
Yahdinil, 2017).
Emosi sebagai perasaan atau afeksi yang timbul ketika seseorang berada
dalam suatu keadaan yang dianggap penting oleh individu tersebut. Emosi
diwakilkan oleh perilaku yang mengekspresikan kenyamanan atau
ketidaknyamanan terhadap keadaan atau interaksi yang sedang dialami
(Nurmalitasari, 2015). Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak,
rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara berangsur-
angsur oleh evolusi. Akar kata emosi adalah movere, kata kerja dalam Bahasa
Latin adalah menggerakkan atau bergerak. Kecenderungan bergerak merupakan hal
mutlak dalam emosi. Emosi memancing tindakan, emosi menjadi akar dorongan
untuk bertindak terpisah dari reaksi-reaksi yang tampak di mata (Susilowati, 2018).
Emosi adalah perasaan yang secara fisiologis dan psikologis dimiliki oleh anak dan
digunakan untuk merespons terhadap peristiwa yang terjadi disekitarnya (Martani,
2012).
Pada dasarnya, istilah emosi berkaitan erat dengan istilah perasaan. Perasaan
merupakan bagian dari setiap diri individu. Wujud perasaan yang sesungguhnya
tidak dapat dilihat oleh siapapun, termasuk oleh diri individu yang sedang
mengalami perasaan itu sendiri. Namun, wujud perasaan tersebut hanya dapat
dirasakan oleh setiap individu yang mengalami perasaan tersebut. Berkaitan dengan

3
istilah bergerak dan menggerakan dalam pengertian emosi tiada lain merupakan out
put atau luapan dari perasaan itu sendiri yang dituangkan dalam bentuk ekspresi
dan ditunjukan oleh gerak fisik individu. Gerak fisik tersebut dinyatakan sebagai
perilaku individu yang berasal dari luapan perasaannya. Sehingga, inti sari dari
istilah emosi yang dapat diambil adalah sebuah ekrpresi gerakan fisik yang
mencerminkan perasaan dari dalam diri individu (Mulyana et al., 2017).

B. Mekanisme Emosi Anak Usia Dini


Emosi merupakan reaksi yang terpola yang terorganisir dimana didalamnya
ada suatu upaya untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul akibat adanya
emosi. Mashar (2011) dalam bukunya menyebutkan bahwa ada lima tahapan
terjadinya emosi:
1. Elicitors merupakan adanya dorongan berupa situasi atau peristiwa. Elicitors
terjadi ketika peristiwa atau situasi yang bermakna bagi seseorang.
2. Receptors merupakan aktivitas di pusat sistem syaraf. Peristiwa itu diterima
oleh panca indranya yang dimana rangsangan yang menimbulkan munculnya
emosi contohnya peristiwa (Rachmawati, 2003). Setelah indra menerima
rangsangan dari luar, dalam hal ini mata melihat informasi ini diteruskan ke
otak sebagai pusat sistem syaraf.
3. State yaitu perubahan secara spesifik terjadi pada aspek fisilogis. Otak
menyebarkan stimulus kepada seluruh badan sehingga terjadinya perubahan
fisilogis seperti detak jantung menjadi lebih kencang atau perubahan yang lain.
4. Expression dimana individu merespon stimulus yang dia terima dengan
ditandai adanya perubahan ekpresi dari wajah, tubuh, suara atau tindakan
maupun bahasa tubuhnya, seperti otot wajah mengencang, tubuh tegang, mulut
terbuka, dan juga terjadinya suara keras atau lari kencang (Rachmawati, 2003).
5. Experience yaitu presepsi dan intervensi indivudu pada kondisi emosionalnya.
interpretasi terhadap sambutan atas kondisi atau terjadinya pengalaman dalam
menjelaskan dan merasakan perasaanya sebagai rasa takut, stress, terkejut, dan
ngeri.

4
C. Karakteristik Emosi
Karaktristik emosi pada anak berbeda dengan karakteristik yang terjadi pada
orang dewasa, dimana karekteristik emosi pada anak itu antara lain (Nurmalitasari,
2015):
1. Berlangsung singkat dan berakhir tiba-tiba
2. Terlihat lebih hebat atau kuat
3. Bersifat sementara atau dangkal
4. Lebih sering terjadi
5. Dapat diketahui dengan jelas dari tingkah lakunya
6. Reaksi mencerminkan individualitas.
Menurut (Palintan & Ashari, 2021) ada beberapa ciri reaksi emosi pada anak
antara lain:
1. Reaksi emosi anak sangat kuat, anak akan merespon suatu peristiwa dengan
akdar emosi yang sama
2. Reaksi emosi sering kali muncul pada setiap peristiwa dengan cara yang
diinginkan
3. Reaksi emosi anak mudah berubah dari satu kondisi ke kondisi lain;
4. Bersifat individual, artinya meskipun peristiwa pencetus emosi sama namun
reaksi emosinya dapat berbeda-beda
5. Keadaan emosi anak dapat dikenali melalui gejala tingkah laku yang
ditampilkan.

D. Fungsi Emosi
(Rachmawati, 2003) menyebutkan ada beberapa fungsi emosi diantaranya yaitu:
1. Emosi yaitu salah satu bentuk dari komunikasi, dengan ini anak bisa
mengungkapkan semua kebutuhan dan perasaan mereka kepada orang sekitar.
Contoh, anak yang merasakan marah atau sakit biasanya akan mengeluarkan
ekspresi emosi dengan beberapa tangisan. Tangisan inilah sebagai bentuk
mengungkapkan perasaan anak dengan verbal.
2. Emosi dapat mempengaruhi terhadap kepribadian dan juga penyesuain diri
terhadap lingkungan sosial anak, diantaranya:

5
a. Tingkah laku emosi anak yang ditampilkan merupakan sumber penilaian
lingkungan sosial terhadap dirinya. Penilaian lingkungan sosial ini akan
menjadi dasar individu dalam menilai dirinya sendiri. Perilaku emosi yang
ditunjukan oleh anak adalah sumber penilaian lingkungan sosial kepada
diri mereka. Anak menilai dirinya sendiri dengan dasar penilaian sosial
terhadap mereka. Penilaian ini akan berdampak terhadap perolehan
bagaimana cara lingkungan sosial memperlakukan anak dan juga
membentuk sebuah konsep diri. Contoh, ketika anak beberapa kali
mengeluarkan ekspresi terdahap ketidaknyamannya mereka dengan
menangis, penilaian lingkungan sekitar terhadap anak tersebut adalah
cengeng. Tentu hal ini bisa mempengaruhi keperibadian dan juga penilaian
pada diri mereka sendiri.
b. Reaksi-rekasi dari lingkungan menyebabkan munculnya emosi anak, baik
yang menyenangkan atau tidak, sehingga dapat mempengaruhi hubungan
sosial dengan lingkungan sekitar (Lidz, 2003). Sebagai contoh jika anak
melemparkan sesuatu benda saat mereka meluapkan emosi marah, maka
reaksi sosialnya ada yang kurang menyukainya bahkan menolaknya.
Emosi yang kurang di terima oleh lingkungan sekitar, membuat anak bisa
memperbaiki ekspresi emosinya.
c. Emosi bisa ditunjukan oleh anak dapat menentukan iklim psikologis
lingkungan anak. Ada anak yang pemarah disebuah kelompok, maka bisa
mempengaruhi kondisi psikologis lingkungannya saat itu.
d. Tingkah laku atau emosi yang dikeluarkan dengan berulang kali bisa
menjadi sebuah kebiasaan. Anak yang mempunyai sikap ramah dan suka
menolong, lingkungan merasa senang dengan tersebut maka anak akan
melakukan perbuatan dengan berulang kali sehingga menjadi sebuah
kebiasaan.
e. Sebuah ketegangan emosi yang dimiliki oleh anak bisa menganggu serta
menghambat aktivitas motorik dan mental anak (Damon & Eisenberg,
2006). Contohnya ketika anak diminta untuk bermain finger painting tapi
meraka takut dimarahi orang tuanya karena bajunya akan kotor. Harusnya
aktivitas finger painting ini merupakan salah satu aktivitas alternatif untuk

6
mengambangkan aspek motorik halus serta indra peraba, namun adanya
hambatan emosi dimana anak takut dimarahi oleh orang tuanya ini bisa
menjadikan anak tidak berani dalam hal baru.

E. Tahap-Tahap Perkembangan Emosi


Ada 8 tahap yang saling berkaitan dikemukakan oleh Erik Erikson (Jess Feist
dan Gregory J. Feist, 2008: 218-228) dalam perkembangan emosi (psikososial)
(Susilowati, 2018):
1. Bayi (rasa percaya versus rasa tidak percaya mendasar);
2. Masa kanak-kanak awal pada tahun ke-2 sampai ke-3 (otonomi versus
rasamalu dan ragu-ragu);
3. Anak usia bermain (play age) usia 3 sampai 5 tahun (inisiatif versus rasa
bersalah);
4. Anak usia sekolah usia 6 sampai 12 atau 13 tahun (Produktivitas versus
Inferioritas);
5. Masa remaja (identitas versus kebingungan identitas);
6. Masa dewasa muda usia 19 sampai 30 tahun (keintiman versus isolasi);
7. Masa dewasa usia 31 sampai 60 tahun (generativitas versus stagnasi);
8. Usia senja, usia 60 tahun sampai akhir hayat (integritas versus rasa putus asa).
Ada lima cara yang dapat dilakukan guru untuk membantu proses
pengembangan emosi anak, yaitu
1. Kemampuan untuk mengenali emosi diri,
2. Kemampuan untuk mengolah dan mengekspresikan emosi secara tepat,
3. Kemampuan untuk memotivasi diri,
4. Kemampuan untuk memahami prasaan orang lain, dan
5. Kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain (Darmayanti & Dkk,
2022).

F. Macam-Macam Emosi
Ditinjau dari penampakannya (appearance), emosi manusia terbagi dua, yaitu
emosi dasar dan emosi campuran. Dilihat dari sisi rentetan peristiwa dikenal ada
emosi mayor dan emosi minor. Emosi primer terdiri dari enam macam emosi, yaitu

7
kegembiraan (happiness/joy), ketertarikan (surprise/interest), marah, sedih
(sadness/ distress), jijik dan takut. Adapun emosi sekunder merupakan gabungan
dari berbagai bentuk emosi primer dan dipengaruhi oleh kondisi budaya di mana
individu tersebut tinggal, contohnya rasa malu, bangga, cemas, dan berbagai
kondisi emosi lainnya (Nadhiroh, Yahdinil, 2017).
Sedangkan dari segi efek yang ditimbulkannya, emosi dibagi kedalam emosi
positif dan emosi negatif. Emosi positif adalah emosi yang selalu diidamkan oleh
semua orang, seperti bahagia, senang, puas dan sejenisnya. Sebaliknya, emosi
negatif adalah emosi yang tidak diharapkan terjadi pada diri seseorang. Namun,
yang terakhir ini ternyata lebih banyak melilit kehidupan manusia, dan kebanyakan
dipicu oleh konflik dan stres (Nadhiroh, Yahdinil, 2017). Santrock mengungkapkan
bahwa emosi dipengaruhi oleh dasar biologis dan juga pengalaman masa lalu.
Terutama ekspresi wajah dari emosi, disini dituliskan bahwa emosi dasar seperti
bahagia, terkejut, marah, dan takut memiliki ekspresi wajah yang sama pada budaya
yang berbeda (Nurmalitasari, 2015).
Sejalan dengan pendapat (Palintan & Ashari, 2021) emosi positif yang berasal
dari kondisi yang menguntungkan dan emosi negatif yang berasal dari hubungan
yang mengancam atau kondisi yang menyakitkan (Lazarus, 1990). Reaksi emosi
positif terdiri dari kebahagiaan, rasa senang, bangga, cinta, pengharapan, dan
perasaan terharu atau belas kasihan. Adapun reaksi emosi negatif meliputi marah,
kecemasan, rasa malu atau bersalah, kesedihan, cemburu dan jijik. Kemunculan
beberapa emosi pada anak mulai di pahami pada peraturan dan norma sosial yang
digunakakan untuk menilai perilaku orang sekitar (Anzani & Insan, 2020).
1. Rasa marah
Marah pada anak merupakan sikap atas penolakan terhadap sesuatu yang
tidak disukai dengan kuat. (Lubis, 2019). Rasa marah biasanya dieskpresikan
oleh anak yang berasal dari ketidakmampuanya atas dirinya sendiri, rintangan
dibeberapa aktivitas yang telah lalu dan rasa jengkel yang sudah puncak
(Mulyani, 2013). Kemarahan pada anak dibagi menjadi dua jenis, yaitu extra
punitive dan intra punitive. Extra punitive berarti bahwa rasa marah anak
ditunjukan kepada orang lain, seperti memuluk, menggigit, meludahi dan
meninju, sedangkan intra punitive yaitu anak mengarahkan emosi terhadapa

8
dirinya sendiri. Rasa marah muncul disebabkan karena anak merasa dihambat,
frustasi atas ketidakmampuannya dalam menacapai apa yang meraka inginkan,
sering dicerca atau diganggu oleh lingkungan sekitar dengan berbagai tuntutan
yang mereka harapkan. Individu yang sedang ada diposisi marah biasanya
mereka ingin menyerang lawannya hal ini dikarenakan rasa marah ini membuat
otot kencang dan wajah memerah sehingg mereka bertenaga dan implusif
(Rachmawati, 2003). Anak memiliki rasa marah pada dirinya atas apa yang
mereka tidak sukai yang merupakan bentuk sikap penolakannya. Ekspresi
marah yang dimiliki anak merupakan cara untuk menarik perhatian orang
sekitar, semakin anak marah maka semakin keras dan terlihat sifat marah yang
mereka tunjukan, dimulai dari diam, berkata kasar, gerakan verbal, hingga
tindakan secara anarkis oleh anak (Fuadia, 2022).
2. Rasa takut
Rasa takut merupakan suatu rasa yang berpusat pada suatu bahaya.
Anak-anak biasanya takut terhadap kegelapan atau makhluk imajinatif,
kematian atau terluka, gemuruh hujan yang terdapat kilat guntur dan pada
karakter yang seram yang ditemui didogeng, flim, tv, atau komik bacaan
(Mulyani, 2013). Timbulnya rasa takut pada anak juga bisa dikarenakan adanya
suara yang terlalu keras, binatang menyeramkan, kamar gelap, tempat yang
tinggi, dan kesendirian (Lubis, 2019). Perasaan takut merupakan perasaan yang
baik dan memiliki hubungan erat dengan upaya untuk mempertahankan diri.
Perasaan takut biasanya ditandai munculnya atas perubahan fisiologis yaitu
mata melebar, bertindak hati-hati, seketika berhenti bergerak, menangis,
sembunyi, melarikan diri atau berlindung pada orang kain (Rachmawati, 2003).
Rasa takut merupakan perasaan yang khas atau unik pada diri anak. Pada setiap
fase usia hampir seseorang anak mempunyai dan mengalami ketakutan sesuai
dengan porsinya mereka masing-masing (Fuadia, 2022).
3. Rasa gembira
Rasa gembira merupakan emosi yang dilihat juga sebagai keriangan,
kegembiraan, kesenangan atau kebahagiaan yang menyenangkan bagi anak.
Kasih sayang merupakan sikap reaksi emosional kepada seseorang, hewan,
atau beda dengan menunjukan sikap perhatian dalam bentuk perbuatan fisik

9
manupun verbal (Mulyani, 2013). Perasaan gembira dan senang pada
umumnya dimunculkan dengan senyuman atau tertawa. Individu merasakan
cinta dan kepercayaan diri dari rasa senang ini (Rachmawati, 2003). Emosi
bahagia ini bersumber pada kesehatan fisik serta adanya permainan bagi anak
yang menyenangkan (Fuadia, 2022). Reaksi yang diekspresikan anak ketika
senang dan gembira adalah tersenyum atau tertawa, mendengkut, mengoceh,
merangkak, berdiri, berjalan dan berlari (Lubis, 2019).
4. Rasa sedih
Rasa sedih atau duka cita merupakan hal yang umum yang dialami oleh
anak. Ada beberapa alasannya yaitu yang pertama bahwa orang tua, guru, atau
orang dewasa sangat berusaha untuk memberikan rasa aman dari berbagai duka
cita yang bisa menyakitkan bagi anak dan bisa merusak masa bahagia anak.
Kedua, ingatan anak pada saat kecil mempunyai tingkat ingatan yang tidak
terlalu bertahan lama, sehingga orang dewasa bisa membantu untuk
mengilangkan duka cita yang meraka dapatkan. Ketiga bahwa orang dewasa
harus bisa menyediakan peran pengganti atas sesuatu yang hilang (Mulyani,
2013). Individu akan merasa sedih saat mereka berpisah dari hal yang mereka
cintai atau juga merasa terasing, ditolak atau tidak diperhatikan. Biasanya
individu akan memunculkan beberapa tanda bahwa mereka sedang merasa
sedih diantaranya yautu dengan alis dan kening mengerut ke atas serta
mendalam, kelopak mata tertarik ke atas, ujung mulut ditarik kebawah dan juga
diangkatnya dagu dari pusat bibir bagian yang bawah (Rachmawati, 2003).
Rasa duka cita merupakan kesengsaraan emosional atau trauma psikis pada
anak yang dikeranakan atas hilangnya sesuatu yang dicintainya. Anak akan
menangis, susah tidur, tidak selera makan, tidak bersemangat dengan hal yang
ada di depannya ketika anak merasakan duka cita (Lubis, 2019).
Emosi yang dimiliki oleh anak-anak sangatlah penting untuk didukung
dengan kemampuan kecerdasan dalam pengendalian emosi untuk bisa beradaptasi
dan menyesuian diri dengan lingkungan sekitar anak (Mulyani, 2013). Anak secara
tidak langsung bisa mengontrol, mengarahkan sikap emosional yang muncu dengan
bimbingan pengalaman emosional yang telah anak dapatkan. Anak juga harus bisa

10
mengkoordinir sikap emosional yang akan muncul sehingga perilaku emosionalnya
bisa diterima oleh orang lain (Anzani & Insan, 2020).

G. Pentingnya Pengendalian Emosi


Pengendalian emosi sangat penting dalam kehidupan manusia, khususnya
untuk mereduksi ketegangan yang timbul akibat emosi yang memuncak. Emosi
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan hormonal di dalam tubuh, dan
memunculkan ketegangan psikis, terutama pada emosi-emosi negatif. Dalam
konteks ini, al-Qur’an memberi petunjuk manusia agar mengendalikan emosinya
guna mengurangi ketegangan- ketegangan fisik dan psikis, dan menghilangkan efek
negatif (Nadhiroh, Yahdinil, 2017). Emosi memiliki peranan yang sangat penting
dalam perkembangan anak, baik pada usia prasekolah maupun pada tahap
perkembangan selanjutnya, karena memiliki pengaruh terhadap perilaku anak
(Nurmalitasari, 2015).
Kemampuan mengelola emosi yaitu kemampuan untuk memahami, menerima
diri akan keadaan emosi, mengenal secara jelas nilai dari perasaan yang ada pada
diri, mampu menyampaikan perasaan diri secara positif, kebahagiaan, dan
kesehatan jiwa pada individu (Darmayanti & Dkk, 2022). Kemampuan mengelola
emosi diartikan sebagai kemampuan seorang anak dalam membahagiakan diri
sendiri, melepaskan rasa cemas, keputus asaan, atau kemarahan pada diri, dan
akibat yang ditimbulkan karena terjadi kegagalan dalam keterampilan emosi dasar
seperti marah, senang, sedih, takut, dan jijik (Darmayanti & Dkk, 2022).
Kemampuan mengelola emosi merupakan bagian dari kematangan
perkembangan emosi anak pada waktu peralihan dari masa pra operasional yakni
usia 2 hingga 7 tahun memasuki masa operasional konkrit yakni usia 7 hingga 11
tahun. Kemendikbud (2014) menerangkan bahwa aspek kemampuan mengelola
emosi pada anak usia 5-6 tahun diantaranya yaitu: 1) mengenal emosi diri dan
mengelolanya secara wajar (mengendalikan diri secara wajar); 2) mengekspresikan
emosi sesuai dengan kondisi yang ada (Darmayanti & Dkk, 2022).

11
H. Model Pengendalian Emosi
Pengendalian emosi dapat dibagi ke dalam beberapa model antara lain
(Nadhiroh, Yahdinil, 2017):
1. Model displacement, yakni dengan cara mengalihkan atau menyalurkan
ketegangan emosi kepada obyek lain. Model ini meliputi katarsis, manajemen
‘anggur asam’ (rasionalisasi) dan dzikrullah (Nadhiroh, Yahdinil, 2017).
Pengalihan merupakan suatu cara mengalihkan atau menyalurkan ketegangan
emosi pada obyek lain. Di antara cara yang sering digunakan yakni katarsis,
rasionaliasi dan dzikrullah. Katarsis ialah suatu istilah yang mengacu pada
penyaluran emosi keluar dari keadaannya. Sebutan lain untuk katarsis ini juga
dikenal istilah „ventilasi‟. Sebagai contoh, orang yang sedang jatuh cinta
namun tak kuasa menyatakan cintanya karena berbagai sebab, akhirnya dia
menulis novel atau kumpulan puisi cinta yang tak lain merupakan penyaluran
emosi dari apa yang sedang dialaminya (Diana, 2015).
2. Model cognitive adjusment, yaitu penyesuaian antara pengalaman dan
pengetahuan yang tersimpan (kognisi) dengan upaya memahami masalah yang
muncul. Model ini meliputi atribusi positif (husnudzhon), empati dan
altruisme. Menurut (Diana, 2015) landasan teori penyesuaian kognitif adalah
realitas bahwa kognisi seseorang sangat mempengaruhi sikap dan perilakunya.
Penyesuaian kognitif merupakan cara yang dapat digunakan untuk menilai
sesuai menurut paradigma seseorang yang disesuaikan dengan pemahaman
yang dikehendaki. Pengalaman-pengalaman dalam peta kognisi dicocokkan
dengan berbagai hal yang paling mungkin dan pas untuk diyakini.
3. Model coping, yaitu dengan menerima atau menjalani segala hal yang terjadi
dalam kehidupan, meliputi, syukur, bersabar, pemberian maaf, dan adaptasi
adjusment. Koping dimaknai sebagai tindakan atau tanggapan terhadap situasi
yang menantang untuk mencegah atau mengurangi marabahaya, kehilangan,
bahaya, atau ancaman. Koping bertujuan untuk mengatur rangsangan
emosional, sedangkan tindakan koping bertujuan untuk mengatur pengalaman
emosional internal, mengatur perilaku sebagai respon terhadap stresor, dan
mengatur sumber rangsangan emosional. Ketika dihadapkan dengan stres,
individu tidak hanya secara instan merespon, namun juga secara kognitif

12
menilai situasi, dan kemudian berusaha untuk menghadapinya (Muthmainah,
2022).
Coping dimaknai sebagai tindakan seseorang dalam menanggulangi,
menerima atau menguasai suatu kondisi yang tidak diharapkan (masalah).
Dalam teori psikologi, terdapat dua strategi coping, yaitu emotional focus
coping yang berarti fokus penanggulangan pada emosi yang dirasakan, dan
problem focus coping yang secara singkat berarti fokus penanggulangan pada
masalah yang dihadapi. Adapun dalam ajaran Islam terdapat 2 mekanisme
dalam pengendalian emosi dan menanggulangi masalah, yakni mekanisme
sabar dan syukur serta pemaafan. Sabar adalah alan terbaik agar seseorang
tidak larut dalam emosi negatif. Secara ilmiah dan alamiah, suatu peristiwa
yang menimbulkan emosi utama (mayor) dapat diikuti oleh beberapa emosi
minor sekaligus (Diana, 2015).

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Emosi merupakan keadaan mutlak seseorang yang cenderung dilakukan
dengan cara bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari
luar dan dari dalam individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan
suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologis ada terlihat tertawa, amosi sedih
mendorong seseorang berperilaku menangis.
Mashar menyebutkan bahwa ada lima tahapan terjadinya emosi yaitu 1)Elicitors,
2)Receptors, 3)State, 4)Expression, 5)Experience.
Adapun karekteristik emosi pada anak itu antara lain: 1)Berlangsung singkat
dan berakhir tiba-tiba, 2)Terlihat lebih hebat atau kuat, 3)Bersifat sementara atau
dangkal, 4)Lebih sering terjadi, 5)Dapat diketahui dengan jelas dari tingkah
lakunya, 6)Reaksi mencerminkan individualitas.
Beberapa fungsi emosi diantaranya yaitu: 1)Emosi yaitu salah satu bentuk dari
komunikasi, dengan ini anak bisa mengungkapkan semua kebutuhan dan perasaan
mereka kepada orang sekitar. 2)Emosi dapat mempengaruhi terhadap kepribadian
dan juga penyesuain diri terhadap lingkungan sosial anak.
Emosi manusia terbagi dua, yaitu emosi dasar dan emosi campuran. Dilihat
dari sisi rentetan peristiwa dikenal ada emosi mayor dan emosi minor. Emosi
primer terdiri dari enam macam emosi, yaitu kegembiraan (happiness/joy),
ketertarikan (surprise/interest), marah, sedih (sadness/ distress), jijik dan takut.
Adapun emosi sekunder merupakan gabungan dari berbagai bentuk emosi primer
dan dipengaruhi oleh kondisi budaya di mana individu tersebut tinggal. Sedangkan
dari segi efek yang ditimbulkannya, emosi dibagi kedalam emosi positif dan emosi
negatif.
Pengendalian emosi sangat penting dalam kehidupan manusia, khususnya
untuk mereduksi ketegangan yang timbul akibat emosi yang memuncak. Emosi
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan hormonal di dalam tubuh, dan
memunculkan ketegangan psikis, terutama pada emosi-emosi negatif. Emosi
memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak, baik pada usia

14
prasekolah maupun pada tahap perkembangan selanjutnya, karena memiliki
pengaruh terhadap perilaku anak.
Pengendalian emosi dapat dibagi ke dalam beberapa model antara lain:
1)Model displacement, 2)Model cognitive adjusment, 3)Model coping.

B. Saran
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, penulis ingin menyampaikan
beberapa saran mengenai pembahasan ini, dengan adanya pembahasan ini
diharapkan bagi seluruh pembaca, terutama pada diri penulis sendiri hendaknya
lebih mempelajari esensi dan urgensi emosi dalam perkembangan anak usia dini
dan semoga tulisan ini dapat memotivasi pengetahuan kita semua selaku pembaca
sehingga dapat memberikan manfaat lebih mendalam mengenai perkembangan
emosi anak usia dini serta pengendaliannya dalam kehidupan sehari-hari.

15
DAFTAR PUSTAKA

Damon, W., & Eisenberg, N. (2006). Handbook of child psychology, 5th ed.: Vol 3.
Social, emotional, and personality development. In (1998).Handbook of child
psychology, 5th ed.: Vol 3.Social, emotional, and personality development. John
Wiley & Sons, Inc.

Darmayanti, N., & Dkk. (2022). Kemampuan dalam mengendalikan emosional pada
anak usia dini. Jurnal Pendidikan Dan Konseling, 4(4), 1512–1519.

Diana, R. R. (2015). Pengendalian emosi menurut psikologi islam. Unisia, 37(82), 41–
47.

Lidz, C. S. (2003). Early childhood assessment. In John Willey & Son. Inc. John Wiley
& Sons, Inc.

Martani, W. (2012). Metode stimulasi dan perkembangan emosi anak usia dini. Juni,
39(1), 112–120.

Mulyana, E. H., Gandana, G., & Muslim, M. Z. N. (2017). Kemampuan anak usia dini
mengelola emosi diri pada kelompok B di Tk pertiwi dwp kecamatan tawang kota
tasikmalaya. Jurnal Paud Agapedia, 1(2), 214–232.

Muthmainah, M. (2022). Persepsi guru tentang keterampilan koping untuk mengelola


emosi anak usia 4-6 tahun. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini,
6(3), 2304–2315.

Nadhiroh, Yahdinil, F. (2017). Pengendalian emosi (kajian religio-psikologis tentang


psikologi manusia). Jurnal Saintifika Islamica, 2(1), 53–63.

Nurmalitasari, F. (2015). Perkembangan sosial emosi pada anak usia prasekolah.


Buletin Psikologi, 23(2), 103.

Palintan, T. A., & Ashari, N. (2021). Validasi modul embelajaran pengelolaan emosi
untuk anak usia dini. Indonesian Journal of Islamic Early …, 6(2), 176–183.

Rachmawati, Y. (2003). Modul 1 perkembangan sosial emosional pada anak usia


taman kanak-kanak (pp. 1–43).

Susilowati, R. (2018). Kecerdasan emosional anak usia dini. ThufuLA: Jurnal Inovasi
Pendidikan Guru Raudhatul Athfal, 6(1), 145.

Anda mungkin juga menyukai