Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

BIMBINGAN KONSELING

PERKEMBANGAN EMOSI

DISUSUN:

KELOMPOK 11

1. MUHAMMAD REZA FADILLAH 2105106060


2. DIKY WAHYUDI 2105106008
3. SAYID ABDUL UMAR 2105106066

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI

FAKULTAS KEGURUAN DAN INMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Saya panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini

dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini Saya membahas

mengenai “PERKEMBANGAN EMOSI”.

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.Saya sadar makalah

ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat Saya harapkan demi sempurnanya makalah ini. 

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi pembaca dan bermanfaat untuk

pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

SAMARINDA, 1 FEBRUARI 2022


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................................2
BAB I

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG

Remaja berada pada periode perkembangan yang banyak mengalami masalah pertumbuhan
dan perkembangan khususnya menyangkut dengan penyesuaian diri terhadap tuntutan lingkungan dan
masyarakat serta orang dewasa. Masalah yang sering terjadi pada perkembangan intelektual dan
emosional remaja adalah ketidakseimbangan antara keduanya. Pembelajaran kadang tidak selalu disukai
oleh peserta didiknya, sehingga banyak tujuan pembelajaran yang tidak tercapai. Ini dilatarbelakangi
oleh kurangnya pemahaman dari sang pendidik akan perkembangan emosi dan jiwa peserta didiknya,
khususnya remaja. Sebab, dalam usia remaja perubahan emosi dan psikologis sangat pesat sekali.

Gejala-gejala emosi para remaja seperti perasaan sayang, marah, takut, bangga dan rasa malu, cinta dan
benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai pendidik
mengetahui setiap aspek tersebut dan hal yang lain merupakan sesuatu yang terbaik sehingga
perkembangan remaja sebagai peserta didik berjalan dengan normal tanpa ada mengalami gangguan.

Tanpa adanya pemahaman terhadap perkembangan emosi jiwa remaja ini, sang pendidik kemungkinan
besar akan mengulangi kesalahan dengan memberikan pembelajaran yang tidak sesuai dengan kondisi
perubahan yang ada pada diri remaja. Kahu kita melihat pada hakekat pendidikan yang merupakan
suatu upaya mewariskan nilai yang akan menjadi penobong dan penentu umat manusia dalam
menjalani kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia. Tanpa
pendidikan, maka diyakini bahwa manusia sekarang tidak berbeda dengan generasi manusia masa
lampau, yang dibandingkan dengan manusia sekarang. telah sangat tertinggal baik kualitas kehidupan
maupun proses-proses pemberdayaannya. Secara ekstrim bahkan dapat dikatakan, bahwa maju
mundurnya atau baik buruknya peradaban suatu masyarakat, suatu bangsa, akan ditentukan oleh
bagaimana pendidikan yang dijalni okh masyarakat bangsa tersebut. Disinilah pendidik dituntut untuk
mampu membawa peserta didik dapat mencapai peradaban tertinggi, dengan menerapkan proses
pendidikan yang sesuai dengan kondisi kejiwaan peserta didik.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah pengertian dari emosi dan klasifikasinya ?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi peserta didik ?
3. Bagaimana fase-fase perkembangan emosi peserta didik

TUJUAN
1. Mengetahui pengertian dari emosi dan klasifikasinya.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi peserta didik.
3. Mengetahui fase-fase perkembangan emosi peserta didik.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Emosi dan Klasifikasinya

Emosi adalah perasaan intens yang ditujukan kepada seseorang atau sesuatu. Emosi adalah reaksi
terhadap seseorang atau kejadian. Emosi dapat ditunjukkan ketika merasa senang mengenai sesuatu,
marah kepada seseorang, ataupun takut terhadap sesuatu. Kata "emosi" diturunkan dari kata bahasa
Perancis,emotion, dari emouvoir, 'kegembiraan' dari bahasa Latin emovere, dari e- (varian eks-) 'luar'
dan movere'bergerak'. Kebanyakan ahli yakin bahwa emosi lebih cepat berlalu daripada suasana hati.
Sebagai contoh, bila seseorang bersikap kasar, manusia akan merasa marah. Perasaan intens kemarahan
tersebut mungkin datang dan pergi dengan cukup cepat tetapi ketika sedang dalam suasana hati yang
buruk, seseorang dapat merasa tidak enak untuk beberapa jam.

Terdapat aspek emosi yang fundamental yang harus dipertimbangkan, diantaranya:

a. Biologis emosi

Semua emosi berasal dari sistem limbik otak yang kira-kira berukuran sebesar sebuah kacang walnut
dan terletak di batang otak. Orang-orang cenderung merasa bahagia ketika sistem limbik mereka secara
relatif tidak aktif. Sistem limbik orang tidaklah sama. Sistem limbik yang lebih aktif terdapat pada orang-
orang yang depresi, khususnya ketika mereka memperoleh informasi negatif.

b. Intensitas
Setiap orang memberikan respon yang berbeda-beda terhadap rangsangan pemicu emosi yang
sama. Dalam sejumlah kasus, kepribadian menjadi penyebab perbedaan tersebut. Pada saat lain,
perbedaan tersebut timbul sebagai hasil dari persyaratan-persyaratan pekerjaan.

c. Frekuensi dan durasi

Suksesnya pemenuhan tuntutan emosional seorang karyawan dari suatu pekerjaan tidak hanya
bergantung pada emosi-emosi yang harus ditampilkan dan intensitasnya tetapi juga pada seberapa
sering dan lamanya mereka berusaha menampilkannya.

d. Rasionalitas dan emosi

Emosi adalah penting terhadap pemikiran rasional karena emosi memberikan informasipenting
mengenai pemahaman terhadap dunia sekitar. Dalam suatu organisasi, kunci pengambilan keputusan
yang baik adalah menerapkan pemikiran dan perasaan dalam suatu keputusan.

e. Fungsi emosi

Dalam ”The Expression of the Emotions in Man and Animals”, Charles Darwinmenyatakan bahwa emosi
berkembang seiring waktu untuk membantu manusia memecahkan masalah. Emosi sangat berguna
karena ‘memotivasi’ orang untuk terlibat dalam tindakan penting agar data bertahan hidup –tindakan-
tindakan seperti mengumpulkan makanan, mencari tempat berlindung, memilih pasangan, menjaga diri
terhadap pemangsa, dan memprediksi perilaku. Emosi sangat berpengaruh terhadap tingkah laku
manusia.

Salah satu cara mengklasifikasikan emosi adalah berdasarkan apakah emosi tersebut positif atau negatif.
Emosi-emosi positif -seperti rasa gembira dan rasa syukur- mengekspresikan sebuah evaluasi atau
perasaan menguntungkan, sedangkan emosi-emosi negatif -seperti rasa marah atau rasa bersalah-
mengekspresikan sebaliknya. Emosi tidak dapat netral, karena menjadi netral berarti menjadi non
emosional.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Peserta Didik

Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung
kepada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 2002: 154). Reaksi emosional yang tidak muncul
pada awal kehidupan tidak berarti tidak ada, reaksi tersebut mungkin akan muncul dikemudian hari,
dengan berfungsinya sistem endokrin. Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lainnya dalam
mempengaruhi perkembangan emosi.

Untuk mencapai kematangan emosi, remaja harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi yang
dapat menimbulkan reaksi emosional. Adapun caranya adalah dengan membicarakan pelbagai masalah
pribadinya dengan orang lain. Keterbukaan, perasaan dan masalah pribadi dipengaruhi sebagian oleh
rasa aman dalam hubungan sosial dan sebagian oleh tingkat kesukaannya pada “orang sasaran”
(Hurlock, 2002:213).

Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi antara lain :

1. Belajar dengan coba-coba.

2. Belajar dengan cara meniru.

3. Belajar dengan cara mempersamakan diri (learning by identification).

4. Belajar melalui pengkondisian.

5. Belajar dibawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada aspek reaksi (Sunarto, 2002)

Beberapa ahli psikologi menyebutkan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan
kematangan emosi seseorang (Astuti, 2005), yaitu:

1. Pola Asuh Orangtua

Pola asuh orang tua terhadap anak bervariasi. Ada yang pola asuhnya menurut apa yang dianggap
terbaik oleh dirinya sendiri saja, sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan anak, acuh tak acuh,
tetapi ada juga dengan penuh cinta kasih. Perbedaan pola asuh dari orang tua seperti ini dapat
berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan emosi peserta didik.

Keluarga merupakan lembaga pertama dan utama dalam kehidupan anak, tempat belajar dan
menyatakan diri sebagai mahluk sosial, karena keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama
tempat anak dapat berinteraksi. Dari pengalamannya berinteraksi di dalam keluarga ini akan
menentukan pula pola perilaku anak tehadap orang lain dalam lingkungannya. Dalam pembentukan
kepribadian seorang anak, keluarga mempunyai pengaruh yang besar. Banyak faktor dalam keluarga
yang ikut berpengaruh dalam perkembangan kepribadian seorang anak, salah satu faktor tersebut
adalah pola asuh orangtua (Tarmudji, 2001).
Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak
sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat (Tarmudji, 2001). Dimana suatu tugas tersebut
berkaitan dengan mengarahkan anak menjadi mandiri di masa dewasanya baik secara fisik maupun
psikologis (Andayani dan Koentjoro, 2004).

Menurut Goleman (2002) cara orang tua memperlakukan anak-anaknya akan memberikan akibat yang
mendalam dan permanen pada kehidupan anak. Goleman (2002) juga menemukan bahwa pasangan
yang secara emosional lebih terampil merupakan pasangan yang paling berhasil dalam membantu anak-
anak mereka mengalami perubahan emosi. Pendidikan emosi ini dimulai pada saatsaat paling awal
dalam rentang kehidupan manusia, yaitu pada masa bayi. Idealnya orangtua akan mengambil bagian
dalam pendewasaan anak-anak karena dari kedua orangtua anak akan belajar mandiri melalui proses
belajar sosial dengan modelling (Andayani dan Koentjoro, 2004).

2. Pengalaman Traumatik

Kejadian-kejadian traumatis masa lalu dapat mempengaruhi perkembangan emosi seseorang,


dampaknya jejak rasa takut dan sikap terlalu waspada yang ditimbulkan dapat berlangsung seumur
hidup. Kejadian-kejadian traumatis tersebut dapat bersumber dari lingkungan keluarga ataupun
lingkungan di luar keluarga (Astuti, 2005).

3. Temperamen

Temperamen dapat didefinisikan sebagai suasana hati yang mencirikan kehidupan emosional kita.
Hingga tahap tertentu masing- masing individu memiliki kisaran emosi sendiri-sendiri, temperamen
merupakan bawaan sejak lahir, dan merupakan bagian dari genetik yang mempunyai kekuatan hebat
dalam rentang kehidupan manusia (Astuti, 2005). Rasa takut dan marah dapat menyebabkan seorang
gemetar. Dalam ketakutan, mulut menjadi kering, cepatnya jantung berdetak, derasnya aliran darah,
sistem pencernaan mungkin berubah selama permunculan emosi.

Keadaan emosi yang menyenangkan dan relaks berfungsi sebagai alat pembantu untuk mencerna,
sedangkan perasaan tidak enak menghambat pencernaan. Gangguan emosi dapat menjadi penyebab
kesulitan berbicara. Hambatanhambatan dalam berbicara tertentu telah ditemukan bahwa tidak
disebabkan oleh kelainan dalam organ berbicara. Ketegangan emosional yang cukup lama mungkin
menyebabkan seseorang menjadi gagap.
Sikap takut, malu-malu merupakan akibat dari ketegangan emosi dan dapat muncul dengan hadirnya
individu tertentu. Karena reaksi kita yang berbeda-beda terhadap setiap orang yang kita jumpai, maka
jika kita merespon dengan cara yang sangat khusus terhadap hadirnya individu tertentu akan
merangsang timbulnya emosi tertentu. Suasana emosional yang penuh tekanan di dalam keluarga
berdampak negatif terhadap perkembangan remaja. Sebaliknya suasana penuh kasih sayang, ramah,
dan bersahabat amat mendukung pertumbuhan remaja menjadi manusia yang bertanggung jawab
terhadap keluarga. Dengan demikian dialog antara orang tua dengan remaja sering terjadi. Dalam dialog
tersebut mereka akan mengungkapkan keresahan, tekanan batin, cita-cita, keinginan, dan sebagainya.
Akhirnya jiwa remaja akan makin tenang. Jika demikian maka remaja akan mudah diajak untuk bekerja
sama dalam rangka mengajukan dirinya dibidang pendidikan dan karir (Willis,2005).

4. Jenis Kelamin

Perbedaan jenis kelamin memiliki pengaruh yang berkaitan dengan adanya perbedaan hormonal antara
laki- laki dan perempuan, peran jenis maupun tuntutan sosial yang berpengaruh pula terhadap adanya
perbedaan karakteristik emosi diantara keduanya (Astuti, 2005).

5. Usia

Perkembangan kematangan emosi yang dimiliki seseorang sejalan dengan pertambahan usianya. Hal ini
dikarenakan kematangan emosi dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan kematangan fisiologis
seseorang. Ketika usia semakin tua, kadar hormonal dalam tubuh turut berkurang, sehingga
mengakibatkan penurunan pengaruhnya terhadap kondisi emosi (Moloney, dalam Puspitasari Nuryoto
2001). Namun demikian, dalam hal ini tidak menutup kemungkinan seseorang yang sudah tua, kondisi
emosinya masih seperti orang muda yang cenderung meledak- ledak. Hal tersebut dapat diakibatkan
karena adanya kelainan- kelainan di dalam tubuhnya, khususnya kelainan anggota fisik. Kelainan yang
tersebut dapat terjadi akibat dari pengaruh makanan yang banyak merangsang terbentuknya kadar
hormonal.

6. Perubahan jasmani

Perubahan jasmani ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan yang sangat cepat dari anggota tubuh.
Pada taraf permulaan petumbuhan ini hanya terbatas pada bagian-bagian tertentu saja yang
mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak seimbang. Ketidak seimbangan tubuh ini sering mempunyai
akibat yang tidak terduga pada perkembangan emosi peserta didik. Tidak setiap peserta didik dapat
menerima perubahan kondisi tubuh seperti ini, lebih-lebih perubahan tersebut menyangkut perubahan
kulit yang menjadi kasar dan penuh jerawat. Hormone-hormon tertentu mulai berfungsi sejalan dengan
perkembangan alat kelaminnya sehingga dapat menyebabkan rangsangan di dalam tubuh peserta didik
dan seringkali menimbulkan masalah dalam perkembangan emosinya.

7. Perubahan Interaksi dengan Teman Sebaya

Peserta didik sering kali membangun interaksi sesame teman sebayanya secara khas dengan cara
berkumpul untuk melakukan aktivitas bersama dengan membentuk emacam geng. Interaksi antar
anggotanya dalam suatu kelompok geng biasanya sangat intens serta memiliki kohesivitas dan
solidaritas yang sangat tinggi. Fakor yang sering menimbulkan masalah emosi pada masa ini adalah
hubungan cinta dengan teman lawan jenis. Gejala ini sebenarnya sehat bagi peserta didik, tetapi tidak
jarang menimbulkan konflik atau gangguan emosi pada mereka jika tidak diikuti dengan bimbingan dari
orang tua atau orang yang lebih dewasa.

8. Perubahan Pandangan Luar

Ada sejumlah perubahan pandangan dunia luar yang dapat menyebabkan konflik-konflik emosional
dalam diri peserta didik, yaitu:

a. Sikap dunia luar terhadap peserta didik sering tidak konsisten

b. Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda untuk peserta didik laki-laki
dan perempuan.

c. Seringkali kekosongan peserta didik dimamfaatkan oleh pihak luar yang tidak bertanggung jawab.

9. Perubahan Interaksi dengan Sekolah

Sekolah merupakan tempat pendidikan yang sangat diidealkan oleh pererta didik. Para guru merupakan
tokoh yang sangat penting dalam kehidupan mereka karena selain tokoh intelektual, guru juga
merupakan tokoh otoritas bagi para peserta didiknya. Oleh karena itu tidak jarang anak-anak lebih
percaya, lebih patuh, bahkan lebih takut kepada guru daripada kepada orang tuanya. Posisi guru disini
amat strategis apabila digunakan untuk pengembangan emosi anak melalui penyampaian materi-materi
yang positif dan konstruktif.
C. Fase-Fase Perkembangan Emosi Peserta Didik

Fase-fase perkembangan emosi berjalan konstan, kecuali pada masa remaja awal (13-14 tahun) dan
remaja tengah (15-16 tahun) pada masa remaja awal ditandai oleh rasa optimisme dan keceriaan dalam
hidupnya, diselingi rasa bingung menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam dirinya. Pada
masa remaja tengah rasa senang datang silih berganti dengan rasa duka, kegembiraan berganti dengan
kesedihan, rasa akrab bertukar dengan kerenggangan dan permusuhan. Gejolak ini berakhir pada masa
remaja akhir (18– 21tahun). Pada masa remaja tengah anak terombang-ambing dalam sikap mendua
(ambivalensi) maka pada masa remaja akhir anak telah memiliki pendirian, sikap yang relatif mapan.
Mencapai kematangan emosial merupakan tugas yang sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat
dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama lingkungan-lingkungan keluarga dan
teman sebaya. Apabila lingkungan tersebut kondusif maka akan cenderung dapat mencapai kematangan
emosional yang baik, seperti adolesensi emosi (cinta, kasih, simpati, senang menolong orang lain,
hormat dan menghargai orang lain, ramah) mengendalikan emosi (tidak mudah tersinggung, tidak
agresif, optimis dan dapat menghadapi situasi frustasi secara wajar). Tapi sebaliknya, jika seorang
remaja kurang perhatian dan kasih sayang dari orang tua atau pengakuan dari teman sebaya, maka
cenderung mengalami perasaan tertekan atau ketidaknyamanan emosional, sehingga remaja bisa
berealisi agresif (melawan, keras kepala, bertengkar, berkelahi, senang mengganggu) dan melarikan diri
dari kenyataan (melamun, pendiam, senang menyendiri, meminum miras dan narkoba).

1. Perkembangan Emosi Peserta Didik Usia Pra sekolah

Perkembangan emosional anak usia pra sekolah dapat digambarkan bahwa seiring perkembangan fisik
juga diikuti oleh perkembangan emosional dimana respon emosional makin banyak berkaitan dengan
situasi sosial (orang dilingkungan) dan rangsangan yang simbolis atau abstrak. Pada masa ini anak
kelihatan berperilaku agresif, memberontak, menentang keinginan orang lain, khususnya orang tua.
Pada usia ini sikap menentang bisa berubah kembali bila orang tua, pendidik menunjukkkan sikap
konsisten dalam memperlihatkan kewibawaan dan peraturan yang telah ditetapkan. Setelah berhasil
secara tegas mempertahankan kewibawaan dengan berpegang teguh pada patokan perilaku tertentu,
pada anak akan terjadi internalisasi nilai dengan tolak ukur orang tua dan selanjutnya bisa terjadi proses
identifikasi. Pada anak akan terlihat ada kemiripan dengan orang tua dalam hal tertentu.
Peran jenis juga diperoleh melalui proses identifikasi. Proses identifikasi adalah proses mengambil sifat,
sikap, pandangan orang laindan dijadikan sifat, sikap, padangan sendiri. Sifat mau menunjukkan
kehendaknya dan diturutinya keinginannya bisa terpupuk sehingga pada akhirnya anak sulit
dikendalikan. Dengan sikap konsisten orang tua menolak keinginan atau permintaan anak yang tidak
baik untuk dipenuhi, melarang perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan sebaliknya
menunjukkan sikap menyenangi perilaku yang baik. Perilaku ngadat, ngambek, mogok, merupakan
permulaan dari munculnya kesadaran diri masa balita. Masa balita perlu diperhatikan agar tidak
menumbuhkan sikap emosi, marah maupun sikap masa bodoh pada orang tua. Perilaku anak balita bisa
menyebabkan sikap menolak terhadap anak pada orang tua hal mana bisa berakibat menghambat
perkembangan kepribadian anak. Pada masa ini orang tua, pendidik harus tetap berusaha melihat
tujuan pendidikan yakni mengembangkan kepribadian anak dan membentuk perilakuknya sesuai
dengan gambaran yang dicita-citakannya. Pada masa ini, anak juga belajar menyatakan diri dan
emosinya, mulai timbul rasa malu, takut, sedih, bermusuhan, bersalah bahkan iri dan cemburu.
Bermacam-macam rasa takut terbentuk berkaitan dengan situasi, bunyi-bunyian, binatang, setan dan
kemungkinan kehilangan rasa aman. Takut yang tidak wajar bisa diatasi dengan sikap orang tua dan
pendidik yang memberi rasa aman dan terlindung.

Secara garis besar perilaku dan perkembangan emosional anak adalah sebagai berikut :

a. Takut
Usia Pra Sekolah (3-5 tahun) merupakan usia yang temperamental bagi anak. Rasa Takut muncul dari
apa saja yang mengancam ataupun dari hal-hal yang tidak biasa. Dengan meningkatnya kesadaran diri
seorang anak, anak mudah untuk takut. Rasa Takut muncul pada kebanyakan anak usia empat atau lima
tahun dari cerita-cerita tentang hantu, tempat-tempat yang berbahaya dan seram, penculikan,
kecelakaan dan kematian. Televisi juga memberi andil pada peningkatan rasa takut pada usia ini.

b. Marah
Marah seringkali terjadi pada usia kanak-kanak pertama. Setipa hal yang mengurangi rasa senang anak,
konflik dan frustasi merupakan sumber rasa marah anak.

c. Emosi, Iri dan Cemburu


Emosi, iri dan cemburu juga sering muncul pada usia tiga-empat tahun. Hal ini timbul karena anak tidak
memiliki hal-hal yang dimiliki oleh teman sebayanya. Bisa terjadi juga karena setiap anak menginginkan
mendapat perhatian dan afeksi.

d. Rasa ingin tahu


Rasa ingin tahu merupakan kondisi emosional yang baik dari anak. Ada dorongan pada anak untuk
mengeksplorasi dan belajar hal-hal yang baru. Usia tiga tahun, anak mulai banyak bertanya dan
mencapai puncaknya pada usia sekitar 6 tahun. Untuk itu, usia 3-6 tahun disebut pula sebagai
Questioning Age.

2. Perkembangan Emosi Peserta Didik Usia Sekolah Dasar


Emosi memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan seseorang, oleh sebab itu, perlu kiranya
untuk mengetahui bagaimana perkembangan dan dan pengaruh emosi terhadap penyesuaian pribadi
dan sosial. Sulit untuk mempelajari emosi anak-anak, karena informasi tentang aspek emosi yang
subjektif hanya dapat diperoleh dengan cara instropeksi, sedangkan anak-anak tidak dapat
menggunakan cara tersebut dengan baik karena mereka masih berusia sangat muda.

Menuruthurlock (1998) pola-pola emosi yang belum terjadi pada masa anak-kanak adalah :

a. Takut
Sumber ketakutan pada masa kanak-kanak adalah bahaya yang fantastik. Pada anak yang lebih tua,
ketakutan bersumber dari diri sendiri atau status, misalnya anak takut dicemooh atau dipandang rendah
oleh orang lain.

b. Malu
Malu adalah bentuk ketakutan yang ditandai dengan penarikan diri dari hubungan dengan orang lain
yang tidak dikenal atau jarang berjumpa. Perasaan ini timbul karena adanya keraguan tentang reaksi
orang lain terhadap mereka., misalnya malu bila ditertawakan atau diejek. Situasi yang mungkin
menimbulkan rasa malu misalnya, kedatangan tamu di rumah, sekolah baru, guru baru, dan sebagainya.
Ekspresi malu pada anak usia sekolah misalnya, muka merah, gugup, menolehkan wajah ke arah lain,
dan sebagainya.

c. Canggung
Rasa canggung timbul karena perasaan ragu akan penilaian orang lain terhadap perilaku atau diri
seseorang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa canggung timbul karena keadaan khawatir yang
menyangkut kesadaran diri. Setelah anak mampu memahami tuntutan atau standar tingkah laku yang
ditetapkan lingkungan, biasanya akan muncul rasa canggung apabila dirinya merasa tidak mampu
memenuhi standar tersebut. Itulah sebabnya, rasa canggung muncul pada anak mulai usia 5-6 th, di
mana anak sudah memiliki kemampuan menilai situasi sosial.

d. Khawatir
Rasa khawatir adalah bentuk ketakutan terhadap sesuatu yang tidak nyata, seperti khayalan ketakutan
atau gelisah tanpa alasan. Perasaan ini muncul karena anak membayangkan kondisi buruk yang akan
terjadi. Sumber kekhawatiran anak adalah rumah, seklah dan hubungan dengan teman sebayanya.
Misalnya khawatir jika mendapat nilai jelek, dan sebagainya.

e. Marah
Banyak kejadian yangyang dapat mencetuskan perasaan marah. Ekspresi kemarahan ada 2, yaitu
impulsif dan ditekan. Reaksi impulsif disebut juga agresi dapat berupa serangan fisik atau verbal.
Sedangkan reaksi yang ditekan menunjukkan bahwa anak mengendalikan kemarahannya. Contoh hal
yang menyebabkan kemarahan pada anak adalah dicemoohkan, dilalaikan, dan sebagainya.

f. Cemburu
Reaksi cemburu sangat beragam, bergantung pada situasi. Secara umum, ada 2 reaksi yaitu langsung
dan tidak langsung. Reaksi langsung dapat berupa tindak agresi seperti menggigit, memukul mencela,
dll. Sedangkan reaksi tidak langsung misalnya, sedih.

g. Duka cita
Duka cita adalah trauma psikis, suatu kesengsaraan emosionalyang disebabkan oleh hilangnya sesuatu
yang dicintai.
h. Keingintahuan
Rasa ingin tahu ditandai dengan sikap positif terhadap hal-hal yang baru, kebutuhan untuk mengetahui
diri sendiri dan lingkungan, suka mengamat, serta tekun memeriksa sesuatu.

i. Gembira
Gembira adalah emosi positif atau emosi yang menyenangkan.
j. Kasih sayang

Kasih sayang adalah reaksi emosional berupa perhatian hangat terhadap seseorang, binatang atau
benda.

3. Perkembangan Emosi Peserta Didik Usia Remaja (SMP/SMA)


Masa remaja atau masa adolensia merupakan masa peralihan atau masa transisi antara masa anak
ke masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perkembangan yang pesat mencapai
kematangan fisik, sosial, dan emosi. Pada masa ini dipercaya merupakan masa yang sulit, baik bagi
remaja sendiri maupun bagi keluarga dan lingkungannya. Perubahan-perubahan fisik yang dialami
remaja juga menyebabkan adanya perubahan psikologis. Hurlock (1973: 17) disebut sebagai
periode heightened emotionality, yaitu suatu keadaan dimana kondisi emosi tampak lebih tinggi
atau tampak lebih intens dibandingkan dengan keadaan normal. Emosi yang tinggi dapat
termanifestasikan dalam berbagai bentuk tingkah laku seperti bingung, emosi berkobar-kobar atau
mudah meledak, bertengkar, tak bergairah, pemalas, membentuk mekanisme pertahanan diri.
Emosi yang tinggi ini tidak berlangsung terus-menerus selama masa remaja. Dengan bertambahnya
umur maka emosi yang tinggi akan mulai mereda atau menuju kondisi yang stabil.

Faktor-faktor yang mempengaruhi emosi pada usia remaja :

1. Perubahan Fisik/Jasmani
Perubahan atau pertumbuhan yang berlangsung cepat selama masa puber menyebabkan keadaan
tubuh menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini mempengaruhi kondisi prikis remaja. Tidak
setiap remaja siap menerima perubahan yang dialami, karena tidak semuanya menguntungkan.
Terutama perubahan tersebut mempengaruhi penampilannya. Hal ini menyebabkan rangsangan
didalam tubuh remaja yang sering kali menimbulkan masalah dalam perkembangan psikisnya,
khususnya perkembangan emosinya.

2. Perubahan dalam Hubungan dengan Orang Tua


Orang tua yang mendidik anaknya yang sedang beranjak dewasa dengan cara apa yang dianggap baik
oleh orang tua, misal cara yang otoriter, penerapan disiplin yang terlalu kaku, terlalu mengekang dapat
menimbulkan ketegangan antara orang tua dan anak, yang akan mempengaruhi perkembangan
emosinya. Kemudian jika penerapan hukuman dilakukan dengan cara yang tidak bijak dapat
menyebabkan ketegangan yang lebih berat sehingga dapat menimbulkan pemberontakan pula, karena
pada dasarnya ada kecenderungan remaja untuk melepas diri dari orang tua.

3. Perubahan Hubungan dengan Teman


Pada awal remaja biasanya mereka suka membentuk gang yang biasanya pula memiliki tujuan yang
positif untuk memenuhi minat bersama mereka, namun jika diteruskan pada masa remaja tengah atau
remaja akhir para anggota mungkin membutuhkannya untuk melawan otoritas atau untuk melakukan
yang tidak baik. Yang paling sering mendatangkan masalah adalah hubungan percintaan antar lawan
jenis dikalangan remaja. Percintaan dikalangan remaja juga terkadang manimbulkan konflik dengan
orang tua, karena ada kekhawatiran dari pihak orang tua kalau terjadi hal-hal yang diluar batas sehingga
mereka melarang anaknya pacaran.

4. Perubahan dengan Hubungan Sekolah


Menginjak remaja mungkin mereka mulai menyadari betapa pentingnya pendidikan untuk kehidupan
dimasa mendatang. Hal ini sedikit banyak dapat menyebabkan kecemasan sendiri bagi remaja. Lebih
lanjut berkaitan dengan apa yang akan mereka lakukan setelah lulus.

Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas, kiranya masih banyak faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan emosi remaja atau peserta didik. Namun dari yang telah diuraikan diatas rasanya telah
cukup banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Dari pembahasan isi makalah yang telah diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan mengenai
perkembangan emosi yang dominan terjadi pada peserta didik usia remaja. Faktor-faktor yang
mempengaruhi hal demikian adalah karena faktor perubahan fisik, perubahan hubungan dengan orang
tua, perubahan hubungan dengan teman, perubahan hubungan dengan sekolah, dan sebenarnya masih
banyak perubahan lain yang mempengaruhi perkembangan emosi peserta didik. Namun, beberapa
faktor yang sudah diuraikan rasanya telah cukup banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan
emosi remaja.

Pembahasan isi masalah makalah juga dapat menyimpulkan kesimpulan mengenai emosi.
Kepribadian memberi kecenderungan kepada orang untuk mengalami suasana hati dan emosi tertentu,
contohnya beberapa orang merasa bersalah dan merasakan kemarahan dengan lebih mudah
dibandingkan orang lain, sedangkan orang lain mungkin merasa tenang dan rileks dalam situasi apa pun.
Intinya, beberapa orang memiliki kecenderungan untuk memiliki emosi apa pun secara lebih intens atau
memiliki intensitas afek (perbedaan individual dalam kekuatan di mana individu-individu mengalami
emosi mereka) tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/Pionir/article/download/6230/3807

https://www.scribd.com/document/320347298/Perkembangan-Emosi-pdf

Anda mungkin juga menyukai