Disusun Oleh:
1. Wulan (2420038)
2. Faza Ni’matika Hidayah (2420049)
3. Fania Fajrina (2420050)
Alhamdulilah, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-nya karena
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Ada pun dalam penulisan makalah ini,
materi yang akan di bahas adalah tentang Perkembangan Emosi pada Anak.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan ini banyak terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan penulisan makalah ini.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan makalah ini. Khususnya kepada dosen pembimbing mata kuliah yang
bersangkutan.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah
wawasan kita dalam mempelajari “Psikologi Perkembangan AUD” serta dapat di gunakan
sebagaimana semestinya.
Kelompok 10
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Emosi......................................................................................................... 5
B. Pandangan Fungsionalis mengenai Emosi .............................................................. 6
C. Kompetensi Emosi .................................................................................................. 7
D. Pengaturan Emosi ................................................................................................... 8
E. Perkembangan Emosi .............................................................................................. 10
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 14
B. Saran........................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan anak itu penuh dengan dorongan dan minat untuk mencapai atau
memiliki sesuatu. Banyak sedikitnya dorongan dan minat seseorang itu mendasari
pengalaman emosionalnya. Apabila dorongan, keinginan atau minatnya dapat dipenuhi, anak
cenderung memiliki perkembangan afektif atau emosi yang sehat dan stabil. Dengan
demikian, ia dapat menikmati dan mengembangkan kehidupan sosialnya secara sehat pula.
Selain itu, ia tidak akan terhambat oleh gejala gangguan emosi. Sebaliknya, jika dorongan
keinginannya tidak dapat dipenuhi disebabkan kurangnya kemampuan untuk memenuhinya
ataupun karena kondisi lingkungan yang kurang menunjang, sangat dimungkinkan
perkembangan emosionalnya itu akan mengalami gangguan.
Setiap anak memiliki emosi yang berbeda-beda dan biasanya hal itu tergantung dari
Susana hatinya dan kadang juga dipengaruhi dari situasi dilingkungannya. Perasaan emosi
anak ada yang negative ada pula yang positive. Perasaan marah dan takut merupakan emosi
negative pada anak sedangkan perasaan senang atau gembira merupakan emosi positif pada
anak. Oleh karena itu, untuk memahami anak – anak kita perlu mengetahui apa yang ia
lakukan, inginkan, dan dipikirkan, apa yang mereka rasakan. Gejala – gejala emosional
seperti kecewa dan bangga, marah dan senang, malu dan berani, cinta dan benci, harapan –
harapan dan rasa putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik oleh orang tua dan
guru.
3
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimasud dengan Emosi?
2. Bagaimana Pandangan Fungsionalis mengenai Emosi?
3. Apa saja Pengaturan Emosi?
4. Apa saja Kompetensi Emosi?
5. Bagaimana Perkembangan Emosi?
C. Tujuan
1. Mengetahui Definisi Emosi.
2. Mengetahui Pandangan Fungsionalis mengenai Emosi
3. Mengetahui Pengaturan Emosi
4. Mengetahui Kompetensi Emosi.
5. Mengetahui Perkembangan Emosi.
4
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Emosi
Emosi adalah perasaan yang ada dalam diri kita, dapat berupa perasaan senang atau
tidak senang, perasaan baik atau buruk. Emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari
luar dan dalam diri individu, sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana
hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang
berperilaku menangis. Dalam WorldBook Dictionary (1994: 690) emosi didefinisikan sebagai
“berbagai perasaan yang kuat”, seperti perasaan benci, takut, marah, cinta, senang, dan
kesedihan. Macam-macam perasaan tersebut adalah gambaran dari emosi. Goleman
(1995:411) menyatakan bahwa “emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran-pikiran
khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk
bertindak”. Syamsuddin (1990:69) mengemukakan bahwa “emosi merupakan suatu suasana
yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (stid up state) yang menyertai atau
muncul sebelum atau sesudah terjadinya suatu perilaku”.
Berdasarkan definisi tersebut kita dapat memahami bahwa emosi merupakan suatu
keadaan yang kompleks, dapat berupa perasaan ataupun getaran jiwa yang ditandai oleh
perubahan biologis yang muncul menyertai terjadinya suatu perilaku.
Perkembangan emosi anak adalah salah satu tahap tumbuh kembangnya untuk
berinteraksi dengan orang lain dan mengendalikan emosinya sendiri. Dalam perkembangan
ini, anak belajar menjalin hubungan dengan teman dan lingkungannya. Menjalin hubungan
sosial dengan teman dan lingkungan juga merupakan sebuah proses untuk belajar belajar
berkomunikasi, berbagi, dan berinteraksi. Misalnya, ketika anak bersosialisasi, ia akan belajar
meminjam mainan dengan baik dan mengobrol dengan teman seusianya. Kemampuan sosial
dan emosional anak yang baik, akan berpengaruh pada kecerdasannya ketika dewasa nanti.
5
B. Pandangan Fungsionalisme Emosi
6
C. Kompetensi Emosi
Kompetensi emosi dalam masa usia dini didefinisikan sebagai kemampuan untuk
mengekspresikan beragam emosi, meregulasi ekspresi emosi dan pengalaman emosi ketika
dibutuhkan, serta memahami emosi diri sendiri dan emosi orang lain (Denham, 1998).
Kompetensi emosi pada masa anak prasekolah ini akan membantu keberhasilan anak dalam
memenuhi tugas perkembangan usia tersebut (Denham dkk., 2016). Tugas perkembangan
usia prasekolah yang dimaksud adalah membangun relasi positif dengan lingkungan sosial,
pengelolaan dorongan emosi dalam interaksi sosial, tetap terkoneksi dengan orang dewasa
sembari bergeser ke dunia teman sebaya, serta ketrampilan belajar seperti berkonsentrasi dan
mengikuti arahan guru (Denham dkk., 2016).
Kompetensi sosial-emosi anak usia dini menurut Permendiknas No. 58 tahun 2009,
untuk usia 4 – 5 tahun diantaranya: Menunjukkan sikap mandiri dalam memilih kegiatan,
Mau berbagi, menolong dan membantu teman, Menunjukan antusiasme dalam melakukan
permainan kompetitif secara positif, Mengendalikan perasaan, Menaati aturan yang berlaku
dalam suatu permainan, Menunjukkan rasa percaya diri, Menjaga diri sendiri dari
lingkungannya, dan Menghargai orang lain. Sedangkan untuk usia 5 – 6 tahun diantaranya;
Bersikap kooperatif dengan teman, Menunjukkan sikap toleran, Mengekspresikan emosi yang
sesuai dengan kondisi yang ada (senang-sedih-antusias dsb.), Mengenal tata krama dan sopan
santun sesuai dengan nilai sosial budaya setempat, Memahami peraturan dan disiplin,
Menunjukkan rasa empati, Memiliki sikap gigih (tidak mudah menyerah), Bangga terhadap
hasil karya sendiri, dan Menghargai keunggulan orang lain.
Terdapat 3 aspek utama dalam kompetensi emosi, antara lain:(Jones, dkk., 2016).
7
D. Pengaturan Emosi
Pengaturan emosi atau yang disebut dengan Regulasi emosi adalah kemampuan
individu dalam mengatur dan mengekspresikan emosi dan perasaan tersebut dalam kehidupan
sehari- hari. Regulasi emosi diri ini lebih pada pencapaian keseimbangan emosional yang
dilakukan oleh seseorang baik melalui sikap dan perilakunya.
Menurut Cole dkk. (2004) regulasi emosi menekankan pada bagaimana dan mengapa
emosi itu sendiri mampu mengatur dan memfasilitasi proses-proses psikologis, seperti
memusatkan perhatian, pemecahan masalah, dukungan sosial dan juga mengapa regulasi
emosi memiliki pengaruh yang merugikan, seperti mengganggu proses pemusatan perhatian,
interferensi pada proses pemecahan masalah serta mengganggu hubungan sosial antar
individu (dalam Eisenberg, 2004). Selanjutnya, Cole dkk. (2004) menerangkan bahwa ada
dua jenis fenomena pengaturan, yaitu emosi sebagai pengatur dan emosi yang diatur. Emosi
sebagai pengatur berarti adanya perubahan yang tampak sebagai hasil dari jenis emosi yang
aktif, misalnya ketakutan akan tampak melalui ekspresi wajah dan perilaku, dan terdapat pada
sebuah sistem yang berkaitan dengan emosi seperti aktivitas kardiovaskular, dapat
merefleksikan sifat alami emosi itu sendiri daripada sebuah jenis emosi tertentu yang
mengatur sebuah sistem secara terpisah. Emosi sebagai pengatur lebih mengarah pada
perubahan interdomain, seperti rasa sedih seorang anak yang disebabkan karena strategi yang
diterapkannya. Sedangkan emosi yang telah diatur berkaitan dengan perubahan pada jenis
emosi yang aktif, termasuk di dalamnya perubahan dalam kemampuan emosi itu sendiri,
intensitas serta durasi emosi yang terjadi dalam diri individu itu sendiri, seperti mengurangi
stres dengan menenangkan diri, atau antar individu, seperti seorang anak yang membuat
kedua orangtuanya yang sedang sedih menjadi tersenyum. Pengertian regulasi yang
digunakan dalam penelitian ini lebih cenderung kepada pengertian yang kedua yaitu emosi
yang telah diatur.
8
Cara Mengatur Emosi pada Anak:
Di usia ini, bayi akan memperlihatkan emosi alaminya dan mengenal emosi kedua dari
lingkungan terdekat yang ada di keluarganya. Seusia dengan perkembangan otaknya, emosi
bayi akan terpengaruh apabila berhubungan dengan tiga hal, yaitu sentuhan, pelukan, dan
makanan. Rasa senang dan sedih tergantung pada 3 hal tersebut. Orang tua bisa
membantunya untuk jadi lebih senang dengan memutakan lagu maupun mengajaknya
bernyanyi. Rasa stres yang dialami bayi bisa berkurang dengan adanya stimulasi dari melodi
musik yang diputar. Adapun adanya interaksi dengan orang tua maupun orang terdekatnya
adalah cara ampuh untuk membuat bayi tenang.
Emosi yang paling sulit dimengerti dan diatasi balita ialah rasa takut. Pada usia ini juga orang
tua mulai mengakrabkan anak dengan emosinya sendiri. Misalnya saat ia menangis, orang tua
perlu bertanya apa yang ia rasakan. Saat ia senang, orang tua juga mulai bisa mengajaknya
berinterksi tentang apa yang membuatnya senang. Di usia balita, mereka sudah mulai bisa
berkompromi dengan emosinya sendiri. Namun, orang tua harus mulai berhati-hati karena
balita anak meniru respon orang tuanya dalam segala situasi.
Di usia ini, anak-anak sudah mulai mengenal emosi kedua. Disini, mereka bisa terpengaruh
lingkungan, media, dan memiliki pemikirannya sendiri tentang segala sesuatu. Anak-anak
tidak hanya harus mampu mengindentifikasi emosinya sendiri. Melainkan juga mampu
mengatakan apa yang menyebabkan ia menjadi seperti itu. Ia mestinya sudah bisa menahan
diri dari emosi, belajar kata maaf, kebaikan, dan segala macam tentang emosi baik, ia mulai
tahu mana yang baik dan buruk, mana yang jahat, dan penyebabnya. Anak mulai belajar rasa
sakit hati, benci, marah, lucu, terharu dan berbagai emosi lainnya. Di sinilah anak mulai
belajar untuk dewasa dan mengatasi rasa kecewanya. Cara mengatasi masalanya di usia ini
akan berdampak sampai ia dewasa. Maka orang tua tidak perlu selalu membantunya dalam
berbagai hal. Biarkan ia gagal dan ajari ia untuk mengatasi rasa kecewa karena kegagalannya.
Kunci utama ialah ikatan dengan orang tua yang menjadikan anak itu merasa orang tualah
tempat yang nyaman dan aman bagi anaknya.
9
E. Perkembangan Emosi
Emosi memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak, baik pada
usia prasekolah maupun pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya, karena memiliki
pengaruh terhadap perilaku anak.Woolfson, 2005:8 menyebutkan bahwa anak memiliki
kebutuhan emosional, yaitu: dicintai, dihargai, merasa aman, merasa kompeten,
mengoptimalkan kompetensi Apabila kebutuhan emosi ini dapat dipenuhi akan meningkatkan
kemampuan anak dalam mengelola emosi.
Hurlock, 1978:211 menyebutkan bahwa emosi mempengaruhi penyesuaian pribadi sosial dan
anak. Pengaruh tersebut antara lain tampak dari peranan emosi sebagai berikut.
1. Emosi menambah rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari. Salah satu bentuk emosi
adalah luapan perasaan, misalnya kegembiraan, ketakutan ataupun kecemasan.
Luapan ini menimbulkan kenikmatan tersendiri dalam menjalani kehidupan sehari-
hari dan memberikan pengalaman tersendiri bagi anak yang cukup bervariasi untuk
memperluas wawasannya.
2. Emosi menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan. Emosi dapat mempengaruhi
keseimbangan dalam tubuh, terutama emosi yang muncul sangat kuat, sebagai contoh
kemarahan yang cukup besar. Hal ini memunculkan aktivitas persiapan bagi tubuh
untuk bertindak, yaitu hal-hal yang akan dilakukan ketika tibul amarah. Apabila
persiapan ini ternyata tidak berguna, akan dapat menyebabkan timbulnya rasa gelisah,
tidak nyaman, atau amarah yang justru terpendam dalam diri anak.
3. Ketegangan emosi mengganggu keterampilan motorik. Emosi yang memuncak
mengganggu kemampuan motorik anak. Anak yang terlalu tegang akan memiliki
gerakan yang kurang terarah, dan apabila ini berlangsung lama dapat mengganggu
keterampilan motorik anak.
4. Emosi merupakan bentuk komunikasi. Perubahan mimik wajah, bahasa tubuh, suara,
dan sebagainya merupakan alat komunikasi yang dapat digunakan untuk menyatakan
perasaan dan pikiran (komunikasi non verbal).
5. Emosi mengganggu aktivitas mental. Kegiatan mental, seperti berpikir,
berkonsentrasi, belajar, sangat dipengaruhi oleh kestabilan emosi. Oleh karena itu,
pada anak-anak yang mengalami gangguan dalam perkembangan emosi dapat
mengganggu aktivitas mentalnya.
10
6. Emosi merupakan sumber penilaian diri dan sosial. Pengelolaan emosi oleh anak
sangat mempengaruhi perlakuan orang dewasa terhadap anak, dan ini menjadi dasar
bagi anak dalam menilai dirinya sendiri.
7. Emosi mewarnai pandangan anak terhadap kehidupan. Peran-peran anak dalam
aktivitas sosial, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, sangat dipengaruhi oleh
perkembangan emosi mereka, seperti rasa percaya diri, rasa aman, atau rasa takut.
8. Emosi mempengaruhi interaksi sosial. Kematangan emosi anak mempengaruhi cara
anak berinteraksi dengan lingkungannya. Di lain pihak, emosi juga mengajarkan
kepada anak cara berperilaku sehingga sesuai dengan ukuran dan tuntutan lingkungan
sosial.
9. Emosi memperlihatkan kesannya pada ekspresi wajah. Perubahan emosi anak
biasanya ditampilkan pada ekspresi wajahnya, misalnya tersenyum, murung atau
cemberut. Ekspresi wajah ini akan mempengaruhi penerimaan sosial terhadap anak.
10. Emosi mempengaruhi suasana psikologis. Emosi mempengaruhi perilaku anak yang
ditunjukkan kepada lingkungan (covert behavior). Perilaku ini mendorong lingkungan
untuk memberikan umpan balik. Apabila anak menunjukkan perilaku yang kurang
menyenangkan, dia akan menerima respon yang kurang menyenangkan pula,
sehingga anak akan merasa tidak dicintai atau diabaikan.
11. Reaksi emosional apabila diulang-ulang akan berkembang menjadi kebiasaan. Setiap
ekspresi emosi yang diulang-ulang akan menjadi kebiasaan, dan pada suatu titik
tertentu akan sangat sulit diubah. Dengan demikian, anak perlu dibiasakan dengan
mengulang-ulang perilaku yang bersifat positif, sehingga akan menjadi kebiasaan
yang positif pula.
11
Perkembangan emosi pada anak melalui beberapa fase yaitu :
a. Fase ini, bayi butuh belajar dan mengetahui bahwa lingkungan di sekitarnya aman dan
familier. Perlakuan yang diterima pada fase ini berperan dalam membentuk rasa
percaya diri, cara pandangnya terhadap orang lain serta interaksi dengan orang lain.
Contoh ibu yang memberikan ASI secara teratur memberikan rasa aman pada bayi.
b. Minggu ketiga atau keempat bayi mulai tersenyum jika ia merasa nyaman dan tenang.
Minggu ke delapan ia mulai tersenyum jika melihat wajah dan suara orang di
sekitarnya.
c. Bulan keempat sampai kedelapan bayi mulai belajar mengekspresikan emosi seperti
gembira, terkejut, marah dan takut.
d. Bulan ke-12 sampai 15, ketergantungan bayi pada orang yang merawatnya akan
semakin besar. Ia akan gelisah jika ia dihampiri orang asing yang belum dikenalnya.
Pada umur 18 bulan bayi mulai mengamati dan meniru reaksi emosi yang di tunjukan
orangorang yang berada di sekitar dalam merespon kejadian tertentu.
a. Fase ini, anak mulai mencari-cari aturan dan batasan yang berlaku di lingkungannya.
Ia mulai melihat akibat perilaku dan perbuatannya yang akan banyak mempengaruhi
perasaan dalam menyikapi posisinya di lingkungan. Fase ini anak belajar
membedakan cara benar dan salah dalam mewujudkan keinginannya.
b. Anak usia dua tahun belum mampu menggunakan banyak kata untuk
mengekspresikan emosinya. Namun ia akan memahami keterkaitan ekspresi wajah
dengan emosi dan perasaan. Pada fase ini orang tua dapat membantu anak
mengekspresikan emosi dengan bahasa verbal. Caranya orang tua menerjemahkan
mimik dan ekspresi wajah dengan bahasa verbal.
c. Anak usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu mengekspresikan emosinya
dengan bahasa verbal. Anak mulai beradaptasi dengan kegagalan, anak mulai
mengendalikan prilaku dan menguasai diri.
12
a. Fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk mengambil inisiatif sendiri. Anak
mulai belajar dan menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan anak lain,
bergurau dan melucu serta mulai mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang
lain.
b. Fase ini untuk pertama kali anak mampu memahami bahwa satu peristiwa bisa
menimbulkan reaksi emosional yang berbeda pada beberapa orang. Misalnya suatu
pertandingan akan membuat pemenang merasa senang, sementara yang kalah akan
sedih.
a. Anak usia 5-6 mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak mempelajari
konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga rahasia. Ini adalah
keterampilan yang menuntut kemampuan untuk menyembunyikan informasi-
informasi secara.
b. Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah
menginternalisasikan rasa malu dan bangga. Anak dapat menverbalsasikan konflik
emosi yang dialaminya. Semakin bertambah usia anak, anak semakin menyadari
perasaan diri dan orang lain.
c. Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan
dapat berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu
dapat mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang
membuat dirinya sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi
tersebut dapat dikontrol (Suriadi & Yuliani, 2006).
Pada masa anak usia 11-12 tahun: pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-norma
aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih
fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa
penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi
munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.
Fungsi dan peranan emosi pada perkembangan anak yang dimaksud adalah : Merupakan
bentuk komunikasi, Emosi berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri
anak dengan lingkungan sosialnya, Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan,
Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu kebiasaan.
13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan emosi anak adalah salah satu tahap tumbuh kembangnya untuk
berinteraksi dengan orang lain dan mengendalikan emosinya sendiri. Fungsionalisme
memandang bahwa pikiran, proses mental, persepsi indrawi, dan emosi adalah adaptasi
organisme biologis. Kompetensi emosi dalam masa usia dini didefinisikan sebagai
kemampuan untuk mengekspresikan beragam emosi, meregulasi ekspresi emosi dan
pengalaman emosi ketika dibutuhkan, serta memahami emosi diri sendiri dan emosi orang
lain. Regulasi emosi adalah kemampuan individu dalam mengatur dan mengekspresikan
emosi dan perasaan tersebut dalam kehidupan sehari- hari. Perkembangan emosi melalui
beberapa tahap seperti usia bayi - 18 bulan, usia 18 bulan - 3 tahun, usia 3 – 5 tahun, usia 5 –
10 tahun, dan usia 11 – 12 tahun.
B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman
pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.
14
DAFTAR PUSTAKA
Hanafy, M. S. (2014, Juni). Konsep Belajar dan Pembelajaran. Lentera Pendidikan, 17, 70.
Rachmahana, Ratna Syifa’a. 2008. Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan. Jurnal
Pendidikan Islam, vol 1 (1) .
15