Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan
Disusun Oleh :
BANDUNG BARAT
2023
KATA PENGANTAR
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan do’a, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami
miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan
bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia
pendidikan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan Makalah......................................................................................................5
BAB II.................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................6
A. Pengertian Emotional intelligence..........................................................................6
B. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosional (Emotional intellegent)...............................7
C. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emotional Intellegence....................10
D. Ciri-Ciri Sikap Seseorang yang Memiliki Emotional Intellegence Tinggi...........12
E. Penerapan Konsep Emotional Intellegence Dalam Pembelajaran.........................15
F. Cara Mengembangkan Emotional Intellegence........................................................16
BAB III..............................................................................................................................18
PENUTUP.........................................................................................................................18
Kesimpulan..................................................................................................................18
Saran............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................19
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecerdasan intelektual seringkali menjadi ukuran sebagian besar
orang untuk meraih kesuksesan. Banyak orang berpikir, dengan
kemampuan intelektual yang tinggi, seseorang bisa meraih masa depan
yang cerah dalam hidupnya. Tidak heran, banyak orang tua selalu
menekankan anaknya untuk meraih nilai sebaik mungkin agar kelak
memiliki masa depan yang cemerlang. Sistem pendidikan di negara kita
yang lebih menekankan pada prestasi akademik siswa atau mahasiswa juga
semakin mendukung argumen tersebut. Padahal kenyataannya, kecerdasan
intelektual bukanlah hal mutlak yang dapat menjamin kesuksesan
seseorang.
Mungkin kita sering bertanya-tanya mengapa orang yang ber-IQ
tinggi justru banyak yang mengalami kegagalan dalam karirnya.
Sedangkan orang yang ber-IQ sedang justru dapat lebih sukses dari orang
yang ber-IQ tinggi. Hal itu disebabkan karena ada satu kecerdasan yang
lebih berpengaruh dalam menentukan kesuksesan seseorang yaitu
Emotional Intelligence atau kecerdasan emosional. Menurut penelitian
yang dikemukakan oleh Daniel Golemen, kontribusi IQ dalam seseorang
hanya sekitar 20% dan 80% lagi ditentukan oleh kecerdasan emosional.
Oleh karena itu, pemahaman mengenai kecerdasan emosional harus
ditingkatkan agar kita dapat menyeimbangkan antara kecerdasan
intelektual dan kecerdasan emosional.
B. Rumusan Masalah
5
4. Bagaimana sikap orang yang memiliki emotional intelligence yang
tinggi?
5. Bagaimana penerapan konsep emotional intelligence dalam
pembelajaran?
6. Bagaimana cara mengembangkan emotional intelligence ?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian emotional intelligence
2. Untuk mengetahui aspek apa saja yang ada dalam emotional
intellegence
3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan
emotional intelligence dalam diri seseorang
4. Untuk mengetahui sikap orang yang memiliki emotional intelligence
yang tinggi
5. Untuk mengetahui penerapan emotional intelligence dalam
pembelajaran
6. Untuk mengetahui cara mengembangkan emotional intelligence
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Emotional intelligence
Istilah kecerdasan emosi pertama kali dilontarkan oleh psikolog
Petersolovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New
Hampshire pada tahun 1990, dengan menyebutkan kualifikasi-kualifikasi emosi
manusia yang meliputi empati, mengungkapkan dan memahami perasaan,
pengendalian amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, kemampuan
memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan dan kesetiakawanan, keramahan,
dan sikap hormat.
Secara sederhana kecerdasan emosi dapat diartkan kemampuan memahami
perasaan diri sendiri, kemampuan memahami perasaan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri
sendiri, dan dalam hubungan dengan orang lain.
Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan
memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengandalkan
dorongan hati dan tidak berlebih-lebihan dalam kesenangan, mengatur suasana
hati dan menjaga agar bebas dari stres, tidak melumpuhkan kemampuan berfikir,
berempati, dan berdoa. Cooper mengartikannya dengan suatu kemampuan untuk
merasakan, memahami secara efektif, menerapkan daya dan kepekaan emosi
sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi.
Menurut Shapiro (2003), kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk
merasakan emosinya untuk mengeluarkan atau membangkitkan emosi, seperti
emosi untuk membantu berpikir, memahami emosi dan pengetahuan tentang
emosi serta untuk merefleksikan emosi secara teratur seperti mengendalikan
emosi dan perkembangan intelektual.
7
perlawanan orang lain, tantangan hidup, kelebihan kekayaan, dan juga
kemiskinan.
8
2. Penilaian diri secara teliti, yaitu mengetahui kelebihan dan kekurangan diri
dan mampu belajar dari pengalaman.
3. Percaya diri, yaitu keberanian yang datang dari keyakinan diri terhadap
harga diri dan kemampuan sendiri.
1. Kendali diri, yaitu menjaga agar emosi dan impuls yang negatif tetap
terkendali.
2. Dapat dipercaya, yaitu menunjukkan integritas dan kejujuran.
3. Kewaspadaan, yaitu dapat diandalkan dan bertanggung jawab dalam
memenuhi kewajiban.
4. Adaptasi, yaitu keluwesan dalam menghadapi tantangan dan perubahan
serta dapat beradaptasi dengan mudah.
5. Inovasi, yaitu bersikap terbuka terhadap gagasan-gagasan, pendekatan-
pendekatan dan informasi baru.
9
yang sangat penting dalam kaitannya untuk memberi perhatian, memotivasi diri
sendiri, menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional,
menahan diri terhadap kepuasan, dan mengendalikan dorongan hati adalah
landasan keberhasilan dalam berbagai bidang.
Terdapat empat kecakapan utama dalam kemampuan memotivasi diri
sendiri dan orang lain, yaitu:
1. Memahami orang lain, yaitu memahami perasaan dan perspektif orang lain
dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka.
2. Orientasi pelayanan, yaitu mengenali dan berusaha memenuhi kebutuhan
orang lain.
3. Mengembangkan orang lain, yaitu merasakan kebutuhan orang lain untuk
mengembangkan dan meningkatkan kemampuan mereka.
10
4. Mengatasi keragaman yaitu menumbuhkan keragaman melalui pergaulan
dengan banyak orang.
5. Kesadaran politik, yaitu mampu membaca arus-arus emosi sebuah
kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan.
11
bersifat tetap,dan dapat berubah setiap saat. Oleh karena itu, peranan lingkungan
terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam
pembentukan kecerdasan emosional.
Menurut Mualifah (2009), terdapat beberapa faktor yang dianggap dapat
mempengaruhi kecerdasan emosional dalam diri seseorang, antara lain yaitu
sebagai berikut:
a. Faktor otak
Arsitektur otak memberi tempat istimewa bagi amigdala sebagai penjaga
emosi, penjaga yang mampu membajak otak. Amigdala adalah spesialis masalah-
masalah emosional. Apabila amigdala dipisahkan dari bagian-bagian otak lainnya,
hasilnya adalah ketidakmampuan yang sangat mencolok dalam menangkap makna
emosi awal suatu peristiwa, tanpa amigdala tampaknya ia kehilangan semua
pemahaman tentang perasaan, juga setiap kemampuan merasakan perasaan.
Amigdala berfungsi sebagai semacam gudang ingatan emosional.
b. Faktor lingkungan keluarga
Orang tua memegang peranan penting terhadap perkembangan kecerdasan
emosional anak. Lingkungan keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak
untuk mempelajari emosi. Dari keluargalah seorang anak mengenal emosi dan
yang paling utama adalah orang tua. Jika orang tua tidak mampu atau salah dalam
mengenalkan emosi, maka dampaknya akan sangat fatal terhadap anak.
c. Faktor lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah merupakan faktor penting kedua setelah keluarga,
karena di lingkungan ini anak mendapatkan pendidikan lebih lama. Guru
memegang peranan penting dalam mengembangkan potensi anak melalui
beberapa cara, di antaranya melalui teknik, gaya kepemimpinan, dan metode
mengajar sehingga kecerdasan emosional berkembang secara maksimal.
Lingkungan sekolah mengajarkan anak sebagai individu untuk mengembangkan
keintelektualan dan bersosialisasi dengan sebayanya, sehingga anak dapat
berekspresi secara bebas tanpa terlalu banyak diatur dan diawasi secara ketat.
d. Faktor lingkungan dan dukungan sosial
12
Dukungan dapat berupa perhatian, penghargaan, pujian, nasihat atau
penerimaan masyarakat. Semuanya memberikan dukungan psikis atau psikologis
bagi anak. Dukungan sosial diartikan sebagai suatu hubungan interpersonal yang
di dalamnya satu atau lebih bantuan dalam bentuk fisik atau instrumental,
informasi dan pujian. Dukungan sosial cukup mengembangkan aspek-aspek
kecerdasan emosional anak, sehingga memunculkan perasaan berharga dalam
mengembangkan kepribadian dan kontak sosialnya.
D. Ciri-Ciri Sikap Seseorang yang Memiliki Emotional Intellegence Tinggi
Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, biasanya
memiliki ciri atau tanda tertentu yang dapat diamati. Menurut Nurita (2012),
beberapa ciri individu yang memiliki kecerdasan emosional adalah:
a. Kesadaran diri
Secara sederhana kesadaran diri diartikan dengan mengetahui apa yang
dirasakan oleh seorang individu pada suatu saat, dan menggunakannya
untuk mengambil keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis
atas kemampuan diri, dan kepercayaan diri yang kuat.Para ahli psikologi
menggunakan metakognisi untuk menyebutkan proses berfikir dan metamod
13
untuk menyebut kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Adapun
Goleman lebih menyukai istilah kesadaran diri untuk menyebut dua
kesadaran di atas. Menurutnya kesadaran diri bukanlah perhatian yang larut
ke dalam emosi akan tetapi lebih merupakan modus netral yang
mempertahankan refleksi diri di tengah badai emosi.
Menurut Goleman kesadaran seseorang terhadap titik lemah serta
kemampuan pribadi seseorang juga merupakan bagian dari kesadaran diri.
Ciri-ciri orang yang mampu mengukur diri tersebut antara lain, sadar
tentang kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya, menyempatkan
diri untuk merenung, belajar dari pengalaman, bersedia menerima
perspektif baru, mau terus belajar dan mengembangkan diri sendiri dan
terakhir mampu menunjukkan rasa humor dan bersedia memandang diri
sendiri dengan perspektif yang luas.
Kesadaran diri memang penting apabila seseorang ceroboh, tidak
memperhatikan dirinya secara akurat, maka hal itu akan merugikan dirinya
dan berdampak negatif bagi oarang lain. Oleh sebab itu, manusia harus
pandai-pandai mencari tahu siapa dirinya. Kesadaran diri juga tidak lepas
dari rasa percaya diri. Percaya diri memberikan keberanian untuk terus
maju. Walaupun demikian, percaya diri bukan berarti nekad. Rasa percaya
diri erat kaitannya dengan efektivitas diri.
b.PengaturanDiri
Menurut Goleman pengaturan diri adalah pengelolaan impuls dan
perasaan yang menekan. Dalam kata Yunani kuno, kemampuan ini disebut
sophrosyne yang berarti hati-hati dan cerdas dalam mengatur kehidupan,
keseimbangan, dan kebijaksanaan yang terkendali, sebagaimana yang
diterjemahkan oleh Page Dubois, seorang pakar bahasa Yunani.
c. Motivasi
Motivasi merupakan kekuatan mental yang mendorong
terbentuknya perilaku yang memiliki tujuan tertentu. Istilah motivasi
mengacu pada sebab atau mengapa, suatu organisme yang dimotivasi akan
lebih efektif dari pada tidak dimotivasi. Dalam motivasi terkandung
14
adanya keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran, dan insentif.
Motivasi merupakan suatu energi yang dapat menimbulkan tingkat
antusiasme dalam melaksanakan suatu aktivitas, baik yang bersumber dari
dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar
individu (motivasi ekstrinsik).
Menurut Goleman untuk menumbuhkan motivasi seseorang perlu
adanya kondisi flow pada diri orang tersebut. Flow adalah keadaan lupa
sekitar, lawan dari lamunan dan kekhawatiran, bukannya tenggelam dalam
kesibukan yang tak tentu arah. Flow merupakan puncak kecerdasan
emosional. Dalam flow emosi tidak hanya ditampung dan disalurkan, akan
tetapi juga bersifat mendukung, memberi tenaga, dan selaras dengan tugas
yang dihadapi. Terperangkap dalam kebosanan, depresi, atau kemeranaan
kecemasan menghalangi tercapainya keadaan flow. Salah satu cara untuk
mencapai flow adalah dengan sengaja memusatkan perhatian sepenuhnya
pada tugas yang sedang dihadapi. Keadaan konsentrasi tinggi merupakan
inti flow.
Adapun selain itu yang berkaitan dengan motivasi adalah
optimisme. Menurut Goleman optimisme seperti harapan berarti memiliki
pengharapan yang kuat bahwa secara umum, segala sesuatu dalam
kehidupan akan sukses kendati ditimpa kemunduran dan frustasi.
d. Empati
Empati dimaksudkan dengan memahami perasaan dan masalah
orang lain dan berfikir dengan sudut pandang mereka, menghargai
perbedaan perasaan orang mengenai berbagai hal. Menurut Goleman
kemampuan mengindera perasaan seseorang sebelum yang bersangkutan
mengatakannya merupakan intisari empati.
Orang sering mengungkapkan perasaan mereka lewat kata-kata,
sebaliknya mereka memberi tahu orang lewat nada suara, ekspresi wajah,
atau cara komunikasi nonverbal lainnya. Kemampuan memahami cara-
cara komunikasi yang sementara ini dibangun di atas kecakapan-
15
kecakapan yang lebih mendasar, khususnya kesadaran diri (self
awareness) dan kendali diri (self control). Tanpa kemampuan mengindra
perasaan individu atau menjaga perasaan itu tidak mengombang-
ambingkan seseorang, manusia tidak akan peka terhadap perasaan orang
lain.
Empati menekankan pentingnya mengindra perasaan dari perspektif orang
lain sebagai dasar untuk membangun hubungan interpersonal yang sehat.
Tingkat empati tiap individu berbeda-beda. pada tingkat yang paling
rendah, empati mempersyaratkan kemampuan membaca emosi orang
lain, pada tataran yang lebih tinggi, empati mengharuskan seseorang
mengindra sekaligus menanggapi kebutuhan atau perasaan seseorang
yang tidak diungkapkan lewat kata-kata. Di antara yang paling tinggi,
empati adalah menghayati masalah atau kebutuhan-kebutuhan yang
tersirat di balik perasaan seseorang.
e. KeterampilanSosial
Keterampilan sosial (social skills), adalah kemampuan untuk
menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan
dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan
lancar, menggunakan ketrampilan untuk mempengaruhi dan memimpin,
bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan untuk bekerjasama dalam
tim.
16
halnya system nilai (value system). Dalam membentuk kepribadian siswa
inilah diperlukan kecerdasan emosional (emotional intelligence).
Tidaklah mudah untuk membentuk pribadi siswa dengan membangun
kecerdasan emosional yang ideal, perlu kesabaran, kreativitas dan
ketelitian dari seorang guru. Goleman (2007) mengatakan bahwa apabila
dua orang melakukan interaksi, arah perpindahan suasana hati adalah dari
orang yang lebih kuat dalam mengungkapkan perasannya menuju ke orang
yang lebih pasif..
Pendapat diatas, jika diterapkan dalam suatu pembelajaran di kelas, maka
gurulah yang dapat mempengaruhi perasaan siswa, sehingga akan terjadi
interaksi guru dengan siswa yang sinkron..
Mengingat akan pentingnya kecerdasan emosional bagi anak, diperlukan
usaha dan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran sehingga
napas dari kecerdasan emosional akan muncul dalam setiap pembelajaran
yang dilakukan.
Ada beberapa cara yang dapat diterapkan oleh guru dalam
menerapkan konsep pembelajaran yang menyisipkan nilai emotional
intelligence, yaitu:
1.Mengembangkan empati dan kepedulian: pengajar mengajarkan
siswanya untuk menolong orang, bersedia berbagi dengan temannya,
meminjamkan peralatan tulis kepada teman yang tidak membawa
2.Mengajarkan kejujuran dan integritas: disetiap pelajaran yang diajarkan
pengajar juga menyisipkan nasehat-nasehat tentang nilai-nilai positif,
pengajar memberikan kepercayaan kepada sisiwa untuk berperilaku jujur
dan integritas ketika pengajar meminta siswa untuk menilai hasil ulangan
3. Menghargai privasi anak didik: pengajar berusaha untuk tidak
membeberkan hal buruk tentang anak didiknya di depan umum yang akan
membuat anak didik itu merasa malu dan minder
4.Mengajarkan memecahkan masalah : pengajar memberikan pelajaran
mengenai cara berpikir sistematis agar dapat menyelesaikan persoalan
dengan baik
17
F. Cara Mengembangkan Emotional Intellegence
Cooper dan Sawaf (2000) mengemukakan model empat batu
untuk menjalankan teori kecerdasan emosi dalam kehidupan sehari-hari:
1. Kesadaran emosi (emotional literacy): membangun kepiawaian dan rasa
percaya diri melalui kejujuran, enerji, tanggung jawab, koneksi. Individu
harus melawan rasa tidak percaya diri dan mulai terbuka kepada orang
lain.
2. Kebugaran emosi ( emotional fitness) : mengembangkan sifat dapat
dipercaya, keuletan, kepercayaan, mendengarkan orang lain, mengelola
konflik, mengelola kekecewaan. Individu harus mulai menghilangkan
keegoisannya. Jangan hanya ingin diperhatikan orang lain, tetapi juga
harus mencoba untuk mengembangkan rasa empati kepada orang lain.
3. Kedalaman emosi ( emotional depth) : mengeksplorsi cara
menyelaraskan hidup dan kerja anda dengan potensi yang anda miliki.
Mulailah menggali bakat dan minat yang ada di dalam diri. Jangan takut
mencoba dan gagal.
4. Alkali emosi ( emotional alchemy) : memperdalam naluri dan
kemampuan kreatif untuk menangani masalah dan bersaing demi masa
depan untuk membangun keterampilan yang lebih peka terhadap
kemungkinan solusi yang masih tersembunyi dan peluang yang masih
terbuka. Bukalah pikiran kita dan hilangkan rasa putus asa ketika
menghadapi masalah. Yakinkan diri bahwa setiap masalah itu pasti
memiliki jalan keluarnya.
1. Membuka hati. Hati adalah simbol pusat emosi yang dapat merasakan
nyaman atau tidak nyaman. Oleh karena itu, kita dapat memulai dengan
membebaskan hati kita dari impuls pengaruh yang membatasi kita untuk
menunjukkan kasih sayang satu sama lain.
18
2. Menjelajahi daratan emosi. Setelah membuka hati, kita dapat melihat
kenyataan dan menemukan peran emosi dalam kehidupan, sehingga kita
akan menjadi lebih bijak dalam menanggapi perasaan kita dan perasaan
orang lain di sekitar kita.
3. Bertanggung jawab. Untuk memperbaiki dan mengubah kerusakan
hubungan, kita harus mengambil tanggung jawab. Setelah dapat membuka
hati dan memahami perasaan emosi orang di sekitar kita. Dan ketika
terjadi permasalahan antara kita dan orang lain, sangat sulit melakukan
perbaikan tanpa ada tindak lanjut. Setiap orang harus memahami
permasalahan dan memutuskan bagaimana memperbaikinya
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
19
Saran
Sebaiknya para pengajar, orang tua dan siswa tidak hanya
mengejar kempuan intelektual semata, tetapi harus dibarengi dengan
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Dengan demikian, akan
terdapat sinkronisasi pada kepribadian individu yang akan menunjang
untuk kesuksesan kelak. Selain itu, pemerintah juga harus mengubah sitem
pembelajaran di Indonesia. Jangan hanya menekankan pada kognitif
semata, tetapi juga harus ditingkatkan kepada nilai afektif . hal itu agar
menciptakan generasi penerus bangsa yang memiliki moralitas yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Cherniss, C.D.G 2001. The Emotionally Intellegent Workplace How to Select for,
Measure, and Improve Emotional Intellegence in Individuals, Groups, and
Organizations. San Fransisco: Jossey-Bass.
20
Nurita Meta. 2012. Hubungan Antara Kecerdasan Emosional (EQ) dengan
Kinerja Perawat pada Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta
Selatan. Jakarta. Universitas Gunadarma.
21