Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KECERDASAN EMOSIONAL ( Emotional Intellegence)

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan

Dosen Pengampu : Saepulloh, M.A

Disusun Oleh :

Azizah Nurjanah (2101005)

Dede Ahmad Riyadi (21010

Moch. Faisal Danil (21010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL FALAH

BANDUNG BARAT

2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan ke hadirat Alloh SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga kami dapat
menyelesaikan maklah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk Mata Kuliah
Psikologi Pendidikan dengan judul “Emotional Intellegence”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan do’a, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami
miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan
bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia
pendidikan.

Cimahi, 16 Juni 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan Makalah......................................................................................................5
BAB II.................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................6
A. Pengertian Emotional intelligence..........................................................................6
B. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosional (Emotional intellegent)...............................7
C. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emotional Intellegence....................10
D. Ciri-Ciri Sikap Seseorang yang Memiliki Emotional Intellegence Tinggi...........12
E. Penerapan Konsep Emotional Intellegence Dalam Pembelajaran.........................15
F. Cara Mengembangkan Emotional Intellegence........................................................16
BAB III..............................................................................................................................18
PENUTUP.........................................................................................................................18
Kesimpulan..................................................................................................................18
Saran............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................19

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecerdasan intelektual seringkali menjadi ukuran sebagian besar
orang untuk meraih kesuksesan. Banyak orang berpikir, dengan
kemampuan intelektual yang tinggi, seseorang bisa meraih masa depan
yang cerah dalam hidupnya. Tidak heran, banyak orang tua selalu
menekankan anaknya untuk meraih nilai sebaik mungkin agar kelak
memiliki masa depan yang cemerlang. Sistem pendidikan di negara kita
yang lebih menekankan pada prestasi akademik siswa atau mahasiswa juga
semakin mendukung argumen tersebut. Padahal kenyataannya, kecerdasan
intelektual bukanlah hal mutlak yang dapat menjamin kesuksesan
seseorang.
Mungkin kita sering bertanya-tanya mengapa orang yang ber-IQ
tinggi justru banyak yang mengalami kegagalan dalam karirnya.
Sedangkan orang yang ber-IQ sedang justru dapat lebih sukses dari orang
yang ber-IQ tinggi. Hal itu disebabkan karena ada satu kecerdasan yang
lebih berpengaruh dalam menentukan kesuksesan seseorang yaitu
Emotional Intelligence atau kecerdasan emosional. Menurut penelitian
yang dikemukakan oleh Daniel Golemen, kontribusi IQ dalam seseorang
hanya sekitar 20% dan 80% lagi ditentukan oleh kecerdasan emosional.
Oleh karena itu, pemahaman mengenai kecerdasan emosional harus
ditingkatkan agar kita dapat menyeimbangkan antara kecerdasan
intelektual dan kecerdasan emosional.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan emotional intelligence ?


2. Apa saja aspek-aspek yang terkandung dalam emotional intellegence?
3. Apa yang mempengaruhi perkembangan emotional intelligence dalam
diri seseorang?

5
4. Bagaimana sikap orang yang memiliki emotional intelligence yang
tinggi?
5. Bagaimana penerapan konsep emotional intelligence dalam
pembelajaran?
6. Bagaimana cara mengembangkan emotional intelligence ?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian emotional intelligence
2. Untuk mengetahui aspek apa saja yang ada dalam emotional
intellegence
3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan
emotional intelligence dalam diri seseorang
4. Untuk mengetahui sikap orang yang memiliki emotional intelligence
yang tinggi
5. Untuk mengetahui penerapan emotional intelligence dalam
pembelajaran
6. Untuk mengetahui cara mengembangkan emotional intelligence

6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Emotional intelligence
Istilah kecerdasan emosi pertama kali dilontarkan oleh psikolog
Petersolovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New
Hampshire pada tahun 1990, dengan menyebutkan kualifikasi-kualifikasi emosi
manusia yang meliputi empati, mengungkapkan dan memahami perasaan,
pengendalian amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, kemampuan
memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan dan kesetiakawanan, keramahan,
dan sikap hormat.
Secara sederhana kecerdasan emosi dapat diartkan kemampuan memahami
perasaan diri sendiri, kemampuan memahami perasaan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri
sendiri, dan dalam hubungan dengan orang lain.
Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan
memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengandalkan
dorongan hati dan tidak berlebih-lebihan dalam kesenangan, mengatur suasana
hati dan menjaga agar bebas dari stres, tidak melumpuhkan kemampuan berfikir,
berempati, dan berdoa. Cooper mengartikannya dengan suatu kemampuan untuk
merasakan, memahami secara efektif, menerapkan daya dan kepekaan emosi
sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi.
Menurut Shapiro (2003), kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk
merasakan emosinya untuk mengeluarkan atau membangkitkan emosi, seperti
emosi untuk membantu berpikir, memahami emosi dan pengetahuan tentang
emosi serta untuk merefleksikan emosi secara teratur seperti mengendalikan
emosi dan perkembangan intelektual.

Kecerdasan emosi dalam perspektif sufi adalah kemampuan untuk tetap


mengikuti tuntutan agama, ketika berhadapan dengan musibah, keberuntungan,

7
perlawanan orang lain, tantangan hidup, kelebihan kekayaan, dan juga
kemiskinan.

Dengan demikian kecerdasan emosi merupakan kemampuan memahami


perasaan diri sendiri dan kemampuan memahami perasaan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi yang baik pada diri
sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain. Kecerdasan emosi dalam
perspektif sufi adalah kemampuan untuk tetap mengikuti tuntutan agama, ketika
berhadapan dengan musibah, keberuntungan, perlawanan orang lain, tantangan
hidup, kelebihan kekayaan, dan juga kemiskinan.

B. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosional (Emotional intellegent)

Menurut Goleman (2001), kecerdasan emosional terdiri dari lima aspek


utama, yaitu sebagai berikut:
a. Kemampuan mengenali emosi (kesadaran diri)
Kesadaran diri adalah kemampuan untuk mengenal dan memilah- ilah
perasaan, memahami hal yang sedang kita rasakan dan mengapa hal itu kita
rasakan, dan mengetahui penyebab munculnya perasaan tersebut, serta pengaruh
perilaku kita terhadap orang lain. Kemampuan mengenali emosi diri merupakan
fondasi utama dari semua unsur-unsur emotional intelligence sebagai langkah
awal yang penting untuk memahami diri dan berubah menjadi lebih baik.
Mengenali emosi diri sangat erat kaitannya dengan kemampuan untuk mengenali
perasaan diri ketika perasaan itu timbul, dan merupakan hal penting bagi
pemahaman kejiwaan secara mendalam.
Terdapat tiga kemampuan yang merupakan ciri-ciri mengenali emosi diri
sendiri (kesadaran diri), yaitu:

1. Kesadaran emosi, yaitu mengenali emosi diri dan mengetahui pengaruh


emosi itu terhadap kinerjanya.

8
2. Penilaian diri secara teliti, yaitu mengetahui kelebihan dan kekurangan diri
dan mampu belajar dari pengalaman.
3. Percaya diri, yaitu keberanian yang datang dari keyakinan diri terhadap
harga diri dan kemampuan sendiri.

b. Kemampuan mengelola emosi (pengaturan diri)


Pengaturan diri adalah menangani emosi sedemikian rupa sehingga
berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup
menunda kenikmatan sebelum tercapainya satu gagasan, maupun pulih kembali
dari tekanan emosi. Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam
menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga
tercapai keseimbangan dalam diri individu. Tujuan pengaturan diri untuk menjaga
keseimbangan emosi, bukan untuk menekan dan menyembunyikan gejolak
perasaan serta bukan pula untuk langsung mengungkapkan perasaan.
Terdapat lima kemampuan utama yang merupakan ciri-ciri mengelola emosi
(pengaturan diri), yaitu:

1. Kendali diri, yaitu menjaga agar emosi dan impuls yang negatif tetap
terkendali.
2. Dapat dipercaya, yaitu menunjukkan integritas dan kejujuran.
3. Kewaspadaan, yaitu dapat diandalkan dan bertanggung jawab dalam
memenuhi kewajiban.
4. Adaptasi, yaitu keluwesan dalam menghadapi tantangan dan perubahan
serta dapat beradaptasi dengan mudah.
5. Inovasi, yaitu bersikap terbuka terhadap gagasan-gagasan, pendekatan-
pendekatan dan informasi baru.

c. Kemampuan memanfaatkan emosi secara produktif (motivasi)


Motivasi adalah menggunakan hasrat yang paling dalam untuk
menggerakkan dan menuntut kita menuju sasaran, membantu kita mengambil
inisiatif dan bertindak sangat efektif, serta untuk bertahan menghadapi kegagalan
dan frustrasi. Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan merupakan hal

9
yang sangat penting dalam kaitannya untuk memberi perhatian, memotivasi diri
sendiri, menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional,
menahan diri terhadap kepuasan, dan mengendalikan dorongan hati adalah
landasan keberhasilan dalam berbagai bidang.
Terdapat empat kecakapan utama dalam kemampuan memotivasi diri
sendiri dan orang lain, yaitu:

1. Dorongan berprestasi, yaitu dorongan untuk menjadi lebih baik atau


memenuhi standar keberhasilan.
2. Komitmen, yaitu menyelaraskan diri dengan sasaran kelompok/lembaga.
3. Inisiatif, yaitu kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan.
4. Optimis, yaitu kegigihan dalam memperjuangkan sasaran meskipun ada
halangan dan kegagalan.

d. Kemampuan mengenali emosi orang lain (empati)


Empati adalah merasakan yang dirasakan oleh orang lain, mampu
memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan
menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang. Empati dapat dipahami
sebagai kemampuan mengenali perasaan orang lain dan memahami perspektif
orang lain. Empati merupakan kemampuan merespon perasaan orang lain dengan
respon emosi yang sesuai keinginan orang tersebut. Berempati terhadap perasaan
orang lain dijadikan dasar untuk membangun hubungan interpersonal yang sehat.
Terdapat lima kemampuan utama yang merupakan ciri-ciri mengenali emosi
orang lain (empati), yaitu:

1. Memahami orang lain, yaitu memahami perasaan dan perspektif orang lain
dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka.
2. Orientasi pelayanan, yaitu mengenali dan berusaha memenuhi kebutuhan
orang lain.
3. Mengembangkan orang lain, yaitu merasakan kebutuhan orang lain untuk
mengembangkan dan meningkatkan kemampuan mereka.

10
4. Mengatasi keragaman yaitu menumbuhkan keragaman melalui pergaulan
dengan banyak orang.
5. Kesadaran politik, yaitu mampu membaca arus-arus emosi sebuah
kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan.

e. Kemampuan membina hubungan (keterampilan sosial)


Keterampilan sosial adalah menangani emosi dengan baik ketika
berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan
sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan-keterampilan ini
untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan
perselisihan, serta untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim. Seseorang yang
memiliki ketrampilan sosial ini pandai merespon tanggapan orang lain sesuai
dengan yang dikehendaki, orang yang tidak memiliki ketrampilan ini akan
dianggap angkuh, sombong, tidak berperasaan dan akhirnya akan dijauhi orang
lain.
Terdapat tiga kemampuan utama yang merupakan ciri-ciri kemampuan
membina hubungan dengan orang lain, yaitu:

1. Mengembangkan orang lain, yaitu merasakan kebutuhan perkembangan


orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka.
2. Komunikasi, yaitu mengirimkan pesan secara jelas dan meyakinkan.
3. Manajemen konflik, yaitu merundingkan dan menyelesaikan perbedaan
pendapat.

C. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emotional Intellegence

Kemampuan emotional intelligence seseorang dapat dilihat dari


kepribadiannya. Emotional intelligence bukan kecerdasan warisan biologis, tetapi
tumbuh dan berkembang melalui proses belajar seumur hidup yang didapat
melalui pengalaman diri sendiri maupun orang lain. Pengalaman yang bersifat
konstruktif dapat membangun kepribadian sesorang menjadi lebih baik.
Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan pergaulan, tidak

11
bersifat tetap,dan dapat berubah setiap saat. Oleh karena itu, peranan lingkungan
terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam
pembentukan kecerdasan emosional.
Menurut Mualifah (2009), terdapat beberapa faktor yang dianggap dapat
mempengaruhi kecerdasan emosional dalam diri seseorang, antara lain yaitu
sebagai berikut:
a. Faktor otak
Arsitektur otak memberi tempat istimewa bagi amigdala sebagai penjaga
emosi, penjaga yang mampu membajak otak. Amigdala adalah spesialis masalah-
masalah emosional. Apabila amigdala dipisahkan dari bagian-bagian otak lainnya,
hasilnya adalah ketidakmampuan yang sangat mencolok dalam menangkap makna
emosi awal suatu peristiwa, tanpa amigdala tampaknya ia kehilangan semua
pemahaman tentang perasaan, juga setiap kemampuan merasakan perasaan.
Amigdala berfungsi sebagai semacam gudang ingatan emosional.
b. Faktor lingkungan keluarga
Orang tua memegang peranan penting terhadap perkembangan kecerdasan
emosional anak. Lingkungan keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak
untuk mempelajari emosi. Dari keluargalah seorang anak mengenal emosi dan
yang paling utama adalah orang tua. Jika orang tua tidak mampu atau salah dalam
mengenalkan emosi, maka dampaknya akan sangat fatal terhadap anak.
c. Faktor lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah merupakan faktor penting kedua setelah keluarga,
karena di lingkungan ini anak mendapatkan pendidikan lebih lama. Guru
memegang peranan penting dalam mengembangkan potensi anak melalui
beberapa cara, di antaranya melalui teknik, gaya kepemimpinan, dan metode
mengajar sehingga kecerdasan emosional berkembang secara maksimal.
Lingkungan sekolah mengajarkan anak sebagai individu untuk mengembangkan
keintelektualan dan bersosialisasi dengan sebayanya, sehingga anak dapat
berekspresi secara bebas tanpa terlalu banyak diatur dan diawasi secara ketat.
d. Faktor lingkungan dan dukungan sosial

12
Dukungan dapat berupa perhatian, penghargaan, pujian, nasihat atau
penerimaan masyarakat. Semuanya memberikan dukungan psikis atau psikologis
bagi anak. Dukungan sosial diartikan sebagai suatu hubungan interpersonal yang
di dalamnya satu atau lebih bantuan dalam bentuk fisik atau instrumental,
informasi dan pujian. Dukungan sosial cukup mengembangkan aspek-aspek
kecerdasan emosional anak, sehingga memunculkan perasaan berharga dalam
mengembangkan kepribadian dan kontak sosialnya.
D. Ciri-Ciri Sikap Seseorang yang Memiliki Emotional Intellegence Tinggi
Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, biasanya
memiliki ciri atau tanda tertentu yang dapat diamati. Menurut Nurita (2012),
beberapa ciri individu yang memiliki kecerdasan emosional adalah:

1. Memiliki kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan dapat bertahan


dalam menghadapi frustrasi.
2. Dapat mengendalikan dorongan-dorongan hati sehingga tidak melebih-
lebihkan suatu kesenangan.
3. Mampu mengatur suasana hati dan dapat menjaganya agar beban stress
tidak melumpuhkan kemampuan berfikir seseorang.
4. Mampu berempati terhadap orang lain dan tidak lupa berdoa.

Dalam bukunya yang berjudul emotional intellegent, Daniel Goleman


menerangkan suatu konsep bahwasannya ada dua macam kerangka kerja
kecakapan emosi yaitu kecakapan pribadi dan kecakapan sosial. Masing-masing
dari kecakapan tersebut memiliki ciri-ciri tertentu yang digabung menjadi lima
ciri. Adapun kelima ciri-ciri tersebut adalah:

a. Kesadaran diri
Secara sederhana kesadaran diri diartikan dengan mengetahui apa yang
dirasakan oleh seorang individu pada suatu saat, dan menggunakannya
untuk mengambil keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis
atas kemampuan diri, dan kepercayaan diri yang kuat.Para ahli psikologi
menggunakan metakognisi untuk menyebutkan proses berfikir dan metamod

13
untuk menyebut kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Adapun
Goleman lebih menyukai istilah kesadaran diri untuk menyebut dua
kesadaran di atas. Menurutnya kesadaran diri bukanlah perhatian yang larut
ke dalam emosi akan tetapi lebih merupakan modus netral yang
mempertahankan refleksi diri di tengah badai emosi.
Menurut Goleman kesadaran seseorang terhadap titik lemah serta
kemampuan pribadi seseorang juga merupakan bagian dari kesadaran diri.
Ciri-ciri orang yang mampu mengukur diri tersebut antara lain, sadar
tentang kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya, menyempatkan
diri untuk merenung, belajar dari pengalaman, bersedia menerima
perspektif baru, mau terus belajar dan mengembangkan diri sendiri dan
terakhir mampu menunjukkan rasa humor dan bersedia memandang diri
sendiri dengan perspektif yang luas.
Kesadaran diri memang penting apabila seseorang ceroboh, tidak
memperhatikan dirinya secara akurat, maka hal itu akan merugikan dirinya
dan berdampak negatif bagi oarang lain. Oleh sebab itu, manusia harus
pandai-pandai mencari tahu siapa dirinya. Kesadaran diri juga tidak lepas
dari rasa percaya diri. Percaya diri memberikan keberanian untuk terus
maju. Walaupun demikian, percaya diri bukan berarti nekad. Rasa percaya
diri erat kaitannya dengan efektivitas diri.
b.PengaturanDiri
Menurut Goleman pengaturan diri adalah pengelolaan impuls dan
perasaan yang menekan. Dalam kata Yunani kuno, kemampuan ini disebut
sophrosyne yang berarti hati-hati dan cerdas dalam mengatur kehidupan,
keseimbangan, dan kebijaksanaan yang terkendali, sebagaimana yang
diterjemahkan oleh Page Dubois, seorang pakar bahasa Yunani.
c. Motivasi
Motivasi merupakan kekuatan mental yang mendorong
terbentuknya perilaku yang memiliki tujuan tertentu. Istilah motivasi
mengacu pada sebab atau mengapa, suatu organisme yang dimotivasi akan
lebih efektif dari pada tidak dimotivasi. Dalam motivasi terkandung

14
adanya keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran, dan insentif.
Motivasi merupakan suatu energi yang dapat menimbulkan tingkat
antusiasme dalam melaksanakan suatu aktivitas, baik yang bersumber dari
dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar
individu (motivasi ekstrinsik).
Menurut Goleman untuk menumbuhkan motivasi seseorang perlu
adanya kondisi flow pada diri orang tersebut. Flow adalah keadaan lupa
sekitar, lawan dari lamunan dan kekhawatiran, bukannya tenggelam dalam
kesibukan yang tak tentu arah. Flow merupakan puncak kecerdasan
emosional. Dalam flow emosi tidak hanya ditampung dan disalurkan, akan
tetapi juga bersifat mendukung, memberi tenaga, dan selaras dengan tugas
yang dihadapi. Terperangkap dalam kebosanan, depresi, atau kemeranaan
kecemasan menghalangi tercapainya keadaan flow. Salah satu cara untuk
mencapai flow adalah dengan sengaja memusatkan perhatian sepenuhnya
pada tugas yang sedang dihadapi. Keadaan konsentrasi tinggi merupakan
inti flow.
Adapun selain itu yang berkaitan dengan motivasi adalah
optimisme. Menurut Goleman optimisme seperti harapan berarti memiliki
pengharapan yang kuat bahwa secara umum, segala sesuatu dalam
kehidupan akan sukses kendati ditimpa kemunduran dan frustasi.

d. Empati
Empati dimaksudkan dengan memahami perasaan dan masalah
orang lain dan berfikir dengan sudut pandang mereka, menghargai
perbedaan perasaan orang mengenai berbagai hal. Menurut Goleman
kemampuan mengindera perasaan seseorang sebelum yang bersangkutan
mengatakannya merupakan intisari empati.
Orang sering mengungkapkan perasaan mereka lewat kata-kata,
sebaliknya mereka memberi tahu orang lewat nada suara, ekspresi wajah,
atau cara komunikasi nonverbal lainnya. Kemampuan memahami cara-
cara komunikasi yang sementara ini dibangun di atas kecakapan-

15
kecakapan yang lebih mendasar, khususnya kesadaran diri (self
awareness) dan kendali diri (self control). Tanpa kemampuan mengindra
perasaan individu atau menjaga perasaan itu tidak mengombang-
ambingkan seseorang, manusia tidak akan peka terhadap perasaan orang
lain.
Empati menekankan pentingnya mengindra perasaan dari perspektif orang
lain sebagai dasar untuk membangun hubungan interpersonal yang sehat.
Tingkat empati tiap individu berbeda-beda. pada tingkat yang paling
rendah, empati mempersyaratkan kemampuan membaca emosi orang
lain, pada tataran yang lebih tinggi, empati mengharuskan seseorang
mengindra sekaligus menanggapi kebutuhan atau perasaan seseorang
yang tidak diungkapkan lewat kata-kata. Di antara yang paling tinggi,
empati adalah menghayati masalah atau kebutuhan-kebutuhan yang
tersirat di balik perasaan seseorang.
e. KeterampilanSosial
Keterampilan sosial (social skills), adalah kemampuan untuk
menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan
dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan
lancar, menggunakan ketrampilan untuk mempengaruhi dan memimpin,
bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan untuk bekerjasama dalam
tim.

E. Penerapan Konsep Emotional Intellegence Dalam Pembelajaran


Banyak cara yang dapat dilakukan guru dalam pembelajaran, agar
siswa dapat menemukan konsep dengan caranya sendiri, diantaranya
memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk berpikir, menyediakan
sarana pembelajaran yang cocok, bekerja sama dengan temannya, serta
memberikan bantuan bimbingan seperlunya. Cara-cara tersebut disamping
untuk menumbuhkan pemahaman konsep pembelajaran juga dapat
digunakan untuk membangun kecerdasan emosionalsiswa.
Pendidikan pada semua jenjang pendidikan formal di negara kita
saat ini masih lebih mementingkan aspek kognitif. Aspek afektif seperti
kecerdasan emosional (EI) nampaknya masih ditelantarkan sebagaimana

16
halnya system nilai (value system). Dalam membentuk kepribadian siswa
inilah diperlukan kecerdasan emosional (emotional intelligence).
Tidaklah mudah untuk membentuk pribadi siswa dengan membangun
kecerdasan emosional yang ideal, perlu kesabaran, kreativitas dan
ketelitian dari seorang guru. Goleman (2007) mengatakan bahwa apabila
dua orang melakukan interaksi, arah perpindahan suasana hati adalah dari
orang yang lebih kuat dalam mengungkapkan perasannya menuju ke orang
yang lebih pasif..
Pendapat diatas, jika diterapkan dalam suatu pembelajaran di kelas, maka
gurulah yang dapat mempengaruhi perasaan siswa, sehingga akan terjadi
interaksi guru dengan siswa yang sinkron..
Mengingat akan pentingnya kecerdasan emosional bagi anak, diperlukan
usaha dan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran sehingga
napas dari kecerdasan emosional akan muncul dalam setiap pembelajaran
yang dilakukan.
Ada beberapa cara yang dapat diterapkan oleh guru dalam
menerapkan konsep pembelajaran yang menyisipkan nilai emotional
intelligence, yaitu:
1.Mengembangkan empati dan kepedulian: pengajar mengajarkan
siswanya untuk menolong orang, bersedia berbagi dengan temannya,
meminjamkan peralatan tulis kepada teman yang tidak membawa
2.Mengajarkan kejujuran dan integritas: disetiap pelajaran yang diajarkan
pengajar juga menyisipkan nasehat-nasehat tentang nilai-nilai positif,
pengajar memberikan kepercayaan kepada sisiwa untuk berperilaku jujur
dan integritas ketika pengajar meminta siswa untuk menilai hasil ulangan
3. Menghargai privasi anak didik: pengajar berusaha untuk tidak
membeberkan hal buruk tentang anak didiknya di depan umum yang akan
membuat anak didik itu merasa malu dan minder
4.Mengajarkan memecahkan masalah : pengajar memberikan pelajaran
mengenai cara berpikir sistematis agar dapat menyelesaikan persoalan
dengan baik

17
F. Cara Mengembangkan Emotional Intellegence
Cooper dan Sawaf (2000) mengemukakan model empat batu
untuk menjalankan teori kecerdasan emosi dalam kehidupan sehari-hari:
1. Kesadaran emosi (emotional literacy): membangun kepiawaian dan rasa
percaya diri melalui kejujuran, enerji, tanggung jawab, koneksi. Individu
harus melawan rasa tidak percaya diri dan mulai terbuka kepada orang
lain.
2. Kebugaran emosi ( emotional fitness) : mengembangkan sifat dapat
dipercaya, keuletan, kepercayaan, mendengarkan orang lain, mengelola
konflik, mengelola kekecewaan. Individu harus mulai menghilangkan
keegoisannya. Jangan hanya ingin diperhatikan orang lain, tetapi juga
harus mencoba untuk mengembangkan rasa empati kepada orang lain.
3. Kedalaman emosi ( emotional depth) : mengeksplorsi cara
menyelaraskan hidup dan kerja anda dengan potensi yang anda miliki.
Mulailah menggali bakat dan minat yang ada di dalam diri. Jangan takut
mencoba dan gagal.
4. Alkali emosi ( emotional alchemy) : memperdalam naluri dan
kemampuan kreatif untuk menangani masalah dan bersaing demi masa
depan untuk membangun keterampilan yang lebih peka terhadap
kemungkinan solusi yang masih tersembunyi dan peluang yang masih
terbuka. Bukalah pikiran kita dan hilangkan rasa putus asa ketika
menghadapi masalah. Yakinkan diri bahwa setiap masalah itu pasti
memiliki jalan keluarnya.

Menurut Nggermanto (2001), terdapat beberapa kita yang dapat dilakukan


untuk mengembangkan kecerdasan emosional dalam diri, yaitu:

1. Membuka hati. Hati adalah simbol pusat emosi yang dapat merasakan
nyaman atau tidak nyaman. Oleh karena itu, kita dapat memulai dengan
membebaskan hati kita dari impuls pengaruh yang membatasi kita untuk
menunjukkan kasih sayang satu sama lain.

18
2. Menjelajahi daratan emosi. Setelah membuka hati, kita dapat melihat
kenyataan dan menemukan peran emosi dalam kehidupan, sehingga kita
akan menjadi lebih bijak dalam menanggapi perasaan kita dan perasaan
orang lain di sekitar kita.
3. Bertanggung jawab. Untuk memperbaiki dan mengubah kerusakan
hubungan, kita harus mengambil tanggung jawab. Setelah dapat membuka
hati dan memahami perasaan emosi orang di sekitar kita. Dan ketika
terjadi permasalahan antara kita dan orang lain, sangat sulit melakukan
perbaikan tanpa ada tindak lanjut. Setiap orang harus memahami
permasalahan dan memutuskan bagaimana memperbaikinya

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

1. Secara sederhana kecerdasan emosi dapat diartkan kemampuan


memahami perasaan diri sendiri, kemampuan memahami perasaan orang
lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola
emosi dengan baik pada diri sendiri, dan dalam hubungan dengan orang
lain.
2. Kemampuan emotional intelligence seseorang dapat dilihat dari
kepribadiannya. Emotional intelligence bukan kecerdasan warisan
biologis, tetapi tumbuh dan berkembang melalui proses belajar seumur
hidup.
3. Daniel Goleman mengemukakan ada lima ciri kepribadian individu
yang memiliki emotional intelligence yaitu kesadarn diri, pengaturan diri,
motivasi, empati, dan keterampilan sosial.
4. Ada beberapa cara yang dapat diterapkan oleh guru dalam menerapkan
konsep pembelajaran yang menyisipkan nilai emotional intelligence, yaitu
mengembangkan empati dan kepedulian, mengajarkan kejujuran dan
integritas, menghargai privasi anak didik, dan mengajarkan memecahkan
masalah.
5. Cooper dan Sawaf (2000) mengemukakan model empat batu untuk
menjalankan teori kecerdasan emosi dalam kehidupan sehari-hari yaitu
kesadaran emosi (emotional literacy), kebugaran emosi ( emotional
fitness), kedalaman emosi ( emotional depth), dan alkali emosi ( emotional
alchemy).

19
Saran
Sebaiknya para pengajar, orang tua dan siswa tidak hanya
mengejar kempuan intelektual semata, tetapi harus dibarengi dengan
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Dengan demikian, akan
terdapat sinkronisasi pada kepribadian individu yang akan menunjang
untuk kesuksesan kelak. Selain itu, pemerintah juga harus mengubah sitem
pembelajaran di Indonesia. Jangan hanya menekankan pada kognitif
semata, tetapi juga harus ditingkatkan kepada nilai afektif . hal itu agar
menciptakan generasi penerus bangsa yang memiliki moralitas yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Cherniss, C.D.G 2001. The Emotionally Intellegent Workplace How to Select for,
Measure, and Improve Emotional Intellegence in Individuals, Groups, and
Organizations. San Fransisco: Jossey-Bass.

Ginanjar, Ary. 2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan, Emosi dan


Spiritual-ESQ. Jakarta: Arga.

Goleman Daniel. 2000. Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi.


Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Goleman,D.1996.Kecerdasan Emosional. Jakarta: P.T Gramedia


Haryanto.(2013). Emotional Intelligence. [online]. Tersedia:
http://belajarpsikologi.blogspot.com.[12November 2013]
Matmun,A.B.2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: P.T Remaja Rosdakarya
Offset
Miftahul Anwar. (2013). Pembelajaran Kontekstual. [online]. Tersedia:
http://pembelajarandisekolah.blogspot.com.[12 November 2013]
Mualifat. 2009. Psycho Islamic Smart Parenting, Yogyakarta: DIVA press.

Nggermanto, Agus. 2001. Quantum Qyetiont, Kecerdasan Quantum, Cara Cepat


Melejitkan IQ, EQ, dan SQ seacara Harmoni. Bandung: Nuansa
Cendekia.

20
Nurita Meta. 2012. Hubungan Antara Kecerdasan Emosional (EQ) dengan
Kinerja Perawat pada Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta
Selatan. Jakarta. Universitas Gunadarma.

Shapiro, E. Lawrence. 2003. Mengeajarkan Emotional Intellegence Pada Anak.


Jakarta: Bumi Aksara

Solihudin Ichsan.2012.Rahasia Menjadi Pribadi Unggul.Bandung: Brainside


Intelligence

Uno, Hamzah B. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta:


Bumi Aksara

21

Anda mungkin juga menyukai