Anda di halaman 1dari 19

KAJIAN PSIKOSOSIAL DALAM TINJAUAN ASPEK

KEPRIBADIAN DALAM PENDIDIKAN JASMANI


DAN OLAHRAGA

Makalah
Psikososial Olahraga

Dosen Pengampu:
Dr. Mugiyo Hartono, M.Pd

Disusun Oleh:

Farid M Alhumary (0601622011)


Mutiara Fajar (0601622006)

PROGRAM STUDI S3 PENDIDIKAN OLAHRAGA


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2023
A. Pendahuluan
Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan merupakan mata pelajaran yang
mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik siswa,
pengambilan nilai-nilai yang diterapkan, serta pembiasaan pola hidup sehat. Pendidikan
Jasmani melibatkan interaksi antara guru dengan peserta didik dan juga antara peserta
didik satu dengan peserta didik yang lain. Di dalam pembelajaran yang melibatkan
interaksi tersebut, terletak suatu keharusan untuk saling menghargai keunikan serta
perbedaan masing-masing individu, termasuk kelebihan dan kelemahannya. Dan ini
bukan hanya berkaitan dengan kondisi fisik saja, tetapi juga dalam kaitannya dengan
perbedaan psikologis seperti kepribadian, karakter, pola pikir, serta tak kalah
pentingnya dalam hal pengetahuan dan kepercayaan (Syahwani umar & Syambasril,
2011: 1).
Pada dasarnya jiwa manusia dibedakan menjadi dua aspek, yakni aspek
kemampuan dan aspek kepribadian. Aspek kemampuan meliputi prestasi belajar,
intelegensi dan bakat, sedangkan aspek kepribadian meliputi watak, sifat, penyesuaian
diri, minat, sikap dan motivasi. Gagasan tersebut memberikan gambaran kesan tentang
apa yang dipikirkan, dirasakan, dan diperbuat yang terungkap melalui perilaku
(Jamilah, 2010: 2).
Kepribadian manusia terbentuk dari banyak sekali komponen (sifat), dan setiap
komponen merupakan variabel. Setiap orang memiliki kepribadian yang susunan
komponennya berbeda dengan orang lain. Kepribadian sangat perlu diketahui dan
dipelajari karena kepribadian sangat berkaitan erat dengan pola penerimaan lingkungan
sosial terhadap seseorang. Peserta didik yang memiliki kepribadian sesuai dengan pola
yang dianut oleh lingkungannya, akan mengalami penerimaan yang baik, tetapi
sebaliknya jika kepribadian peserta didik tidak sesuai apalagi bertentangan dengan pola
yang dianut lingkungannya maka akan terjadi penolakan (Saputra, 2011: 3).
Kepribadian merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
seorang peserta didik dalam proses belajar mengajar. Serta kepribadian inilah yang
menentukan apakah peserta didik tersebut menjadi siswa yang baik atau malah
sebaliknya. Berdasarkan paragraf di atas, seorang peserta didik seharusnya mampu
tumbuh dan berkembang seiring lamanya dia mengikuti proses pembelajaran. Namun
semua ini tidak terlepas dari bagaimana peserta didik menampilkan kepribadiannya
dalam proses belajar mengajar, sehingga muncul dalam diri siswa tersebut untuk
termotivasi dalam belajar. Peserta didik yang memiliki motivasi yang baik mampu
untuk belajar, mengetahui tujuan akhir yang harus dicapai setelah menempuh
pembelajaran, dan mempunyai target untuk mencapai prestasi serta mematuhi aturan
perilaku yang sesuai dengan tata tertib sekolah. Lesilolo, H. J. (2018) menungkapkan
bahwa perilaku peserta didik dalam proses belajar mengajar baik langsung maupun
tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar. Oleh karena itu, apabila
kepribadian yang ditampilkan peserta didik dalam belajar dan sesuai dengan harapan,
maka pendidik termotivasi untuk mengajar dan pada akhirnya dapat mengembangkan
kemampuan intelektual peserta didik secara optimal. Kemampuan intelektual sangat
menetukan keberhasilan siswa dalam memperoleh prestasi begitupun sebaliknya.
Termasuk dalam kegiatan pembelajaran di Sekolah.
Seperti yang telah diketahui, mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan
kesehatan juga harus mencapai tujuan belajar yang meliputi tiga domain sekaligus,
mulai dari domain kognitif, psikomotor dan afektif. Oleh sebab itu harus diimbangi
dengan siswa yang mampu menunjukkan sifat atau kepribadian sebagai peserta didik.
Namun dalam kenyataannya, seringkali kepribadian peserta didik dalam proses belajar
mengajar kurang menunjukkan semangat belajar untuk berprestasi. Hal ini dapat
diamati ketika peserta didik sedang mengikuti kegiatan pembelajaran baik di luar
maupun di dalam ruangan kelas. Dimana terdapat peserta didik berperilaku yang kurang
patut diteladani dan kurang menggugah motivasi belajar peserta didik yang lain.
Perilaku tersebut misalnya, terlambat masuk kelas, saat proses belajar mengajar tidak
ramah, kurang aktif dalam pembelajaran sehingga peserta didik tidak tertarik untuk
mempelajari pembelajaran penjas. Keadaan ini menyebabkan hasil belajar turun, yang
ditandai dengan tidak mencapai nilai ketuntasan.
Fenomena yang sering terjadi di lapangan ketika berlangsung proses belajar
mengajar yaitu peserta didik sering mengaku belum siap, tidak mengerjakan tugas yang
diberikan, baik individu maupun kelompok, dan waktu pembelajaran yang lebih singkat
dari biasanya. Jika hal tersebut terjadi, mengisyaratkan adanya kesulitan belajar pada
diri siswa. Kesulitan belajar tersebut, patut diduga berkaitan erat dengan semangat
belajar yang dimilikinya. Apabila keadaan tersebut di atas diabaikan, maka akan
mempengaruhi penilaian terhadap kualitas pendidikan. Sehingga tujuan pendidikan
sulit untuk dicapai.
Dari uraian di atas, penulis ingin menyampaikan lebih dalam mengenai aspek
kepribadian dalam Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Tujuan makalah ini
yaitu untuk mengetahui aspek kepribadian dalam pendidikan jasmani, olahraga dan
Kesehatan. Sehingga kami berharap bahwa tulisan ini dapat menjadi sumber informasi
yang berguna bagi para praktisi di bidang pendidikan jasmani dan olahraga, serta bagi
peneliti yang tertarik untuk melanjutkan studi tentang kajian psikososial terutama
dalam aspek kepribadian.
B. Pembahasan
1. Pengertian Kepribadian
Istilah kepribadian berasal dari bahasa Latin “persona”, atau topeng yang
dipakai orang untuk menampilkan dirinya pada dunia luar, tetapi psikologi
memandang kepribadian lebih dari sekedar penampilan luar. Hamali, S. (2018).
Kepribadian dalam Teori Sigmound Freud dan Nafsiologi dalam Islam mengatakan
bahwa ”Kepribadian mencakup sistem fisik dan psikologis meliputi perilaku yang
terlihat dan pikiran yang tidak terlihat, serta tidak hanya merupakan sesuatu, tetapi
melakukan sesuatu. Kepribadian adalah substansi dan perubahan, produk dan
proses serta struktur dan perkembangan”. Hal yang sama juga dikemukakan oleh
Gardon Allport (1951) dalam Inge Hatugalung (2007: 1) bahwa kepribadian adalah
organisasi dinamis dalam individu sebagi system psikofisik yang menentukan
caranya yang khas dalam menyeseuaikan diri terhadap lingkungan.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2003: 136) kepribadian merupakan
keterpaduan antara aspek-aspek kepribadian, yaitu aspek psikis seperti aku,
keceerdasan, bakat, sikap, motif, minat, kemampuan, moral, dan aspek jasmaniah
seperti postur tubuh, tinggi dan berat badan, indra, dll. Diantara aspek-aspek
tersebut aku atau diri (self) seringkali ditempatkan sebagai pusat atau inti
kepribadian.
Jadi dalam aktivitas pembelajaran dalam pendidikan jasmani, olahraga dan
kesehatan turut berkontribusi dalam membangun karakter siswa dengan
mengoptimalkan aktivitas fisik dengan harapan dapat meningkatkan kualitas
kepribadian yang berdampak pada pembentukan karakter siswa yang berbudi
pekerti luhur

2. Ciri-ciri Kepribadian
Para ahli tampaknya masih sangat beragam dalam memberikan rumusan
tentang kepribadian. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh
Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir
50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang
dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang
dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi
dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya
yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari
pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider (1964) mengartikan
penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat
behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari
dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara
keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma)
lingkungan. Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu
khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya.
Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya
konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang
saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau
perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

3. Perkembangan Kepribadian
Menurut Gordon Allport kepribadian itu dapat dikategorikan pada tiga fase
perkembangan sebagai berikut:
a) Masa Bayi (neonates)
Pada masa bayi, didorong oleh kebutuhan mengurangi ketidakenakan sampai
minimal dan mencari keenakan sampai maksimal. Dengan motivasi kebutuhan
untuk mengurangi rasa sakit, dan meningkatkan rasa nikmat. Nurhayati, T. (2016)
mengunkapkan bahwa seorang bayi menjalani proses perkembangan dirinya.
Untuk itu dapatlah dikatakan bahwa sebagian tingkah lalu bayi dipandang sebagi
bentuk awal pola kepribadian kemudian. Peranan orang tua untuk memperkenalkan
nilai dan norma kehidupan pada bayi adalah sangat berpengaruh bagi
perkembangan pola kepribadian selanjutnya. Gardon Allport (1951)
menyimpulkan bahwa pada bagian kedua tahun pertama anak telah menunjukkan
dengan pasti watak yang khas. Setidaknya pada paruh kedua tahun pertama seorang
bayi telah mulai memperlihatkan kualitas-kualitas unik yang kiranya merupakan
atribut-atribut kepribadian yang bersifat tetap.
b) Masa Kanak-Kanak
Perkembangan dari masa bayi menuju masa kanak-kanak melewati garis-garis
yang berganda. Manusia adalah organisme yang pada waktu lahir adalah makhluk
biologis, akan berubah/berkembang menjadi individu yang egonya selalu
berkembang. Prinsip ini menjelaskan sesuatu yang awalnya sekedar merupakan
alat untuk mencapai suatu tujuan biologis dapat menjadi motif otonom yang
mengarahkan tingkah laku dengan daya seperti yang dimiliki oleh dorongan yang
dibawa sejak lahir.
c) Masa Dewasa
Dalam diri individu dewasa ditemukan kepribadian yang tingkah lakunya
ditentukan oleh sekumpulan sifat yang terorganissai dan harmonis. Individu
dewasa mengetahui apa yang dikerjakannnya dan mengapa itu dikerjakannya.
Untuk memahami sepenuhnya apa yang harus dilakukannya, orang dewasa harus
mempunyai tujuan dan aspirasinya dengan jelas. Motif yang terpenting bukan lagi
berpuas “gema” masa lampau, melainkan lambaian “ajakan” masa depan. (Inge
Hatugalang, 2007: 7-9).

4. Pembentukan kepribadian
a) Faktor Keturunan
Keturunan merujuk pada faktor genetika seorang individu. Tinggi fisik,
bentuk wajah, gender, temperamen, komposisi otot dan refleks, tingkat energi dan
irama biologis adalah karakteristik yang pada umumnya dianggap, entah
sepenuhnya atau secara substansial, dipengaruhi oleh siapa orang tua dari individu
tersebut, yaitu komposisi biologis, psikologis, dan psikologis bawaan dari individu.
Terdapat tiga dasar penelitian yang berbeda yang memberikan sejumlah
kredibilitas terhadap argumen bahwa faktor keturunan memiliki peran penting
dalam menentukan kepribadian seseorang. Dasar pertama berfokus pada
penyokong genetis dari perilaku dan temperamen anak-anak. Dasar kedua berfokus
pada anak-anak kembar yang dipisahkan sejak lahir. Dasar ketiga meneliti
konsistensi kepuasan kerja dari waktu ke waktu dan dalam berbagai situasi
(Robbins, dkk 2008: 126).
Penelitian terhadap anak-anak memberikan dukungan yang kuat terhadap
pengaruh dari faktor keturunan. Bukti menunjukkan bahwa sifat-sifat seperti
perasaan malu, rasa takut, dan agresif dapat dikaitkan dengan karakteristik genetis
bawaan. Temuan ini mengemukakan bahwa beberapa sifat kepribadian mungkin
dihasilkan dari kode genetis sama yang memperanguhi faktor-faktor seperti tinggi
badan dan warna rambut (Stein, dkk. 2002).

b) Faktor lingkungan
Faktor lain yang memberi pengaruh cukup besar terhadap pembentukan
karakter adalah lingkungan di mana seseorang tumbuh dan dibesarkan; norma
dalam keluarga, teman, dan kelompok sosial; dan pengaruh-pengaruh lain yang
seorang manusia dapat alami. Faktor lingkungan ini memiliki peran dalam
membentuk kepribadian seseorang. Sebagai contoh, budaya membentuk norma,
sikap, dan nilai yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan
menghasilkan konsistensi seiring berjalannya waktu sehingga ideologi yang secara
intens berakar di suatu kultur mungkin hanya memiliki sedikit pengaruh pada
kultur yang lain. Misalnya, orang-orang Amerika Utara memiliki semangat
ketekunan, keberhasilan, kompetisi, kebebasan, dan etika kerja Protestan yang
terus tertanam dalam diri mereka melalui buku, sistem sekolah, keluarga, dan
teman, sehingga orang-orang tersebut cenderung ambisius dan agresif bila
dibandingkan dengan individu yang dibesarkan dalam budaya yang menekankan
hidup bersama individu lain, kerja sama, serta memprioritaskan keluarga daripada
pekerjaan dan karier (Robbins, dkk 2008: 127).

5. Unsur Kepribadian
Menurut Koentjaraningrat, unsur-unsur kepribadian terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu: (Gunsu, dkk. 2019: 70-72).

a) Pengetahuan

Setiap manusia berusaha untuk mengisi pemikirannya dengan berbagai macam


pengetahuan yang ada di lingkungannya. Semua hal yang telah dipelajari sebagai
pengetahuan direkam dalam otak dan dicerna atau direspon melalui bentuk-bentuk
perilaku tertentu.

b) Perasaan

Merupakan bentuk penilaian seseorang terhadap sesuatu hal yang berupa perasaan
positif ataupun negatif sehingga penilaian ini akan memberikan respon yang positif
maupun negatif. Setiap perilaku yang didasarkan pada perasaan mempunyai
penilaian yang subjektif karena setiap manusia mempunyai penilaian terhadap
seseorang itu berbeda-beda.

c) Dorongan naluri

Adalah keinginan yang ada pada diri seseorang bersumber dari panca indra sebagai
aksi yang kemudian dicerna dan diwujudkan dalam bentuk reaksi. Setiap dorongan
naluri sebagai perwujudan dari keinginan manusia untuk menanggapi rangsangan
tersebut. Sedikitnya ada tujuh dorongan naluri dalam diri manusia, yaitu:

1) Dorongan untuk mempertahankan hidup.

2) Dorongan seksual.

3) Dorongan untuk mencari makan.

4) Dorongan untuk bergaul dan berinteraksi dengan sesama manusia.

5) Dorongan untuk meniru tingkah laku sesamanya.

6) Dorongan untuk berbakti.

7) Dorongan akan keindahan bentuk, warna, suara, dan gerak.

6. Tipe-tipe Kepribadian
a) Sanguinis
Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri-ciri antara lain: memiliki
banyak kekuatan, bersemangat, mempunyai gairah hidup, dapat membuat
lingkungannya gembira dan senang. Akan tetapi, tipe ini pun memiliki kelemahan,
antara lain: cenderung impulsif, bertindak sesuai emosinya atau keinginannya.
Orang bertipe ini sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungannya dan rangsangan
dari luar dirinya, kurang bisa menguasai diri atau penguasaan diri lemah,
cenderung mudah jatuh ke dalam percobaan karena godaan dari luar dapat dengan
mudah memikatnya dan dia bisa masuk terperosok ke dalamnya. Jadi, orang
dengan kepribadian Sanguinis sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungannya dan
rangsangan dari luar dirinya dan dia kurang bisa menguasai diri atau penguasaan
diri lemah.
Oleh karena itu, kelompok ini perlu ditingkatkan secara terus-menerus
perkembangan moral kognitifnya melalui tingkat pertimbangan moralnya sehingga
dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain menjadi lebih
menggunakan pikirannya daripada menggunakan perasaan/emosinya. Disinilah
peran pembelajaran PJOK yang dapat merangsang pertumbuhan karakter serta
emosi seorang peserta didik yang memiliki kecenderungan sanguinis. Orang
dengan tipe sangunis cenderung tidak terorganisir, dan tidak mudah mengingat hal
hal yang terperinci. Ia juga susah berkonsentrasi dan diajak serius. Selalu
cenderung memberikan keputusan setelah berpikir pendek. Ia juga kerap
mempercayakan pada orang lain untuk melakukan pekerjaan, terlalu mudah ditipu
dan kekanak- kanakan.
Karakter sanguinis juga mempunyai ide cemerlang namun tidak mampu
melaksanakan sampai akhir. Merasa sebagai orang tanpa kesalahan, berbicara
terlalu banyak, suka membual( menyimpang terlampau jauh dari
kenyataan).Beberapa tips untuk guru PJOK agar dapat menghadapi karakter
peserta didik yang memiliki kepribadian sanguinis:
1. Jadilah guru sekaligus teman
Bangun kedekatan emosional dengan anak sesuai dengan karakteristiknya.
Anak dengan tipe sanguinis aktif dan ceria, serta senang mencoba hal baru. Oleh
karena itu, guru dapat menyesuaikan aktivitas bersama anak sesuai hobinya atau
kegiatan menyenangkan lainnya.
Lalu, jadilah pendengar yang baik sekaligus teman diskusi yang
menyenangkan untuk anak. Dalam berdiskusi, guru dapat membantu mengarahkan
pola pikir anak dengan tepat.
2. Berikan Dukungan
Fasilitasi anak untuk menyalurkan energinya dalam kegiatan sosial yang
positif. Dengan demikian, ia juga semakin terlatih untuk menyesuaikan dan
menempatkan diri di lingkungan dengan tepat. Bantu anak untuk menyalurkan
energinya secara terarah. Misalnya, menyelesaikan apa yang ia mulai hingga tuntas
sebelum beralih ke yang lain.
3. Arahkan Anak agar Lebih Disiplin dan Teratur
Sejak dini, biasakan anak untuk mengikuti jadwal dan rutinitas. Berikanlah
contoh keteraturan dan kedisiplinan di rumah dan keluarga. Bantu anak membuat
goal setting atau target yang jelas dan memungkinkan untuk dicapai.
4. Dampingi Anak agar Dapat Menyesuaikan Diri
Anak dengan tipe sanguinis cenderung ekspresif, banyak bicara, dan dapat
membuat orang di sekitarnya kurang nyaman bila ia tidak menempatkan diri
dengan tepat. Oleh karena itu, berikan arahan kepada anak untuk terlebih dahulu
memahami situasi di mana ia berada. Arahkan bagaimana ia harus bersikap dengan
tepat sesuai situasi tersebut. Lalu, arahkan anak untuk bisa mengambil keputusan
dengan penuh pertimbangan.
Anak dengan tipe sanguinis cenderung impulsif dan ceroboh. Jadi, selalu
dampingi sebelum ia membuat keputusan. Ajak anak berdiskusi dan
mempertimbangkan pro dan kontra dalam keputusannya, serta alternatif lain yang
ada. Hindari melarang atau mengontrol anak secara berlebihan. Lebih baik, berikan
kesempatan dan pendampingan yang tepat bagi anak untuk melatih kemampuan
decision making yang bijaksana.
5. Selalu Apresiasi Anak
Berikan penguatan terhadap setiap usaha kecil dan hal positif lainnya yang
sudah dilakukan anak, sekali pun belum sempurna. Sebaliknya, berikan teguran
secara tegas dan jelas ketika anak melakukan kesalahan. Tidak perlu memarahi atau
mengancam, cukup tunjukkan hal apa dan bagaimana perilaku yang tepat,
dibandingkan hanya menyalahkan. Dengan demikian, anak memahami apa yang
salah dan bagaimana seharusnya. Itulah cara-cara yang bisa dilakukan untuk
mengasuh anak dengan kepribadian sanguinis.
Hal tersebut dibuktikan oleh penerapan yang telah dilakukan oleh Andriyani
N. D. (2022) yang menyimpulkan bahwa peningkatan moral kognitif akan
menjadikan pikiran mereka lebih tajam dan lebih kritis dalam menghadapi
persoalan yang berkaitan dengan orang lain, jadi secara tidak langsung memiliki
impact yang dapat mempengaruhi dan merangsang perubahan secara
emosionalnya.

b) Melancholic
Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri-ciri antara lain: terobsesi
dengan karyanya yang paling bagus atau paling sempurna, mengerti estetika
keindahan hidup, perasaannya sangat kuat, dan sangat sensitif. Orang yang
memiliki tipe ini juga memiliki kelemahan antara lain: sangat mudah dikuasi oleh
perasaan dan cenderung perasaan yang mendasari hidupnya sehari-hari adalah
perasaan yang murung. Oleh karena itu, orang yang bertipe ini tidak mudah untuk
terangkat, senang, dan tertawa terbahak-bahak.
Biasanya, ia lebih detail, teratur, gigih, dan penuh hormat. Seorang anak yang
memiliki karakteristik ini mungkin akan lebih mudah belajar, baik sendiri ataupun
dalam kelompok. Sebenarnya agak sulit buat mengidentifikasi anak pasti
melankolis, sanguinis, koleris, atau plegmatis. Karena, anak belum terbentuk
kepribadiannya. biasanya yang mirip-mirip melankolis cirinya ialah anak yang
menyukai ketenangan dalam mengerjakan sesuatu. Cenderung rapi dalam
mengerjakan tugasnya, Anak dengan kepribadian melankolis biasanya memiliki
standar sendiri dalam memenuhi tugasnya. Orang dengan tipe ini bisa dilihat dari
kondisi kamarnya yang rapi dan bersih, lalu saat melakukan aktifitas didalam kelas
maupun diluar kelas, selalu memperhatikan dari aspek penampilan. Secara
akademis tipe melankolis tergolong pandai dan cerdas. Orang dengan tipe
melankolis suka mengatur orang lain, suka mengingatkan orang lain jika tidak
sesuai, suka mengontrol semuanya sendiri, tidak mau kalah, bicaranya dingin,
sesuai aturan atau baku. Selalu ingin tahu dan mengejar jawaban sampai mendalam
karena menginginkan kesempurnaan.
Tipe melankolis sering berkorban untuk orang lain, penyayang, senang
berada di balik layar, namun juga seorang yang pemikir. Ia seorang yang cukup
kreatif karena dapat berpikir dari berbagai sudut pandang. Orang-orang dengan
kepribadian melankolis menyukai tradisi. Misalnya wanita memasak untuk laki-
laki, laki-laki membuka pintu bagi wanita. Tipe melankolis rata-rata mencintai
keluarga dan teman-temannya. Tidak seperti orang-orang sanguinis. Melankolis
tidak suka mencari hal-hal baru dan petualangan dan bahkan cenderung akan sangat
menghindarinya.
Tipe ini cenderung perfeksionis dan rendah diri. Sulit melupakan rasa sakit
yang terjadi di masa lalu. Bahkan ia mudah larut dalam pikiran-pikiran negatifnya.
Merasa tak memiliki kendali, kadang membuatnya terombang-ambing. Bahkan ia
cenderung sensitive, Merasa tidak puas apabila sesuatu berjalan tidak sesuai
kehendaknya atau yang dia rasa benar. Pemikirannya yang terlalu sempurna
terkadang dianggap terlalu rumit dan tidak terlalu perlu oleh orang disekitarnya.
Dianggap terlalu serius oleh orang disekitarnya.
Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Herlena, H., Azwar, B.,
& Sumarto, S. (2022) Pembentukan kepribadian melalui peningkatan
pertimbangan moral, kiranya dapat membantu kelompok ini dalam mengatasi
perasaanya yang kuat dan sensitivitas yang mereka miliki melalui peningkatan
moral kognitifnya. Dengan demikian, kekuatan emosionalnya dapat berkembang
secara seimbang dengan perkembangan moral kognitifnya.
Pada pembelajaran terkhususnya PJOK, Pola asuh pada peserta didik yang
cenderung memiliki kepribadian ini sebisa mungkin untuk sering memberikan
support untuk anak. Karena, kalau sekali gagal biasanya anak tersebut merasa
kecewa sama diri sendiri, Sebagai seorang guru, disarankan juga menjadi
pendengar yang baik, tidak langsung menghakimi bila anak gagal dalam
melakukan tugasnya. Sebab, bisa membuat anak semakin turun motivasinya, ipe
melankolis pada dasarnya bersifat tertutup. Walau begitu, mereka sering memiliki
tingkat kecerdasan yang tinggi dan lebih menghargai seni dibandingkan dengan
karakter yang lainnya. Sayangnya, orang melankolis menurut Kadir, A. (2015).
Pada buku Mendidik dan Menggali Potensi Anak dari Tipe-tipe Kepribadiannya
mengungkapkan rata rata yang memiliki karakter melankolis memiliki kepribadian
berpembawaan pesimistis. Jadi, kebanyakan hal seringkali mereka pandang dari
sisi negatif. Mereka suka mendengarkan pendapat orang lain, jadi cobalah untuk
memberi saran dan masukan kepada mereka. Namun ingat, cobalah mengerti sisi
sensitif mereka.

c) Choleric
Seseorang yang memiliki tipe ini memiliki ciri-ciri antara lain: cenderung
berorientasi pada pekerjaan dan tugas, mempunyai disiplin kerja yang sangat
tinggi, mampu melaksanakan tugas dengan setia dan bertanggung jawab atas tugas
yang diembannya. Orang yang bertipe ini memiliki kelemahan antara lain: kurang
mampu merasakan perasaan orang lain, kurang mampu mengembangkan rasa
kasihan kepada orang yang sedang menderita, dan perasaanya kurang bermain. Hal
tersebut diperkuat oleh pernyataan Octavia, S. A. (2020) yang mengungkapkan
bahwa Kelompok yang memiliki sikap seperti ini perlu ditingkatkan kepekaan
sosialnya melalui pengembangan emosional yang seimbang dengan moral
kognitifnya sehingga menjadi lebih peka terhadap penderitaan orang lain. Pada
kasus seperti ini, guru PJOK memiliki peran yang sangat kompleks dalam
mengatasi kepribadian peserta didik yang cenderung mengarah kepada tipe
Choleric, dikarenakan banyak cabang olahraga pada pembelajaran PJOK yang
dapat mengarahkan peserta didik yang memiliki kepribadian Choleric untuk bisa
berkembang agar dapat bisa mengelola kepribadiannya agar lebih baik, terutama
pada saat difokuskan pada olahraga permainan tim. Kalau sampai tidak memenuhi
standar, ia akan kesal atau tidak menyukainya. Ia cenderung membutuhkan
dorongan dalam melakukan sesuatu. Kehidupannya terpacu pada target, tujuan dan
hasil. Wajar kalau ia menyukai ide baru, suka akan tantangan, dan suka akan
kegiatan yang banyak perubahan. Ia sangat menyukai proyek yang membuahkan
hasil. Hal ini menjadikannya sangat agresif. Ia harus selalu mendapatkan apa yang
ia inginkan dengan caranya. Dia dikenal sebagai orang yang tidak mudah
menyerah. Sehingga banyak yang bilang" kalau sudah dipimpin oleh si Koleris,
segala masalah akan kelar pada waktunya"
Hal ini senada dengan pernyataan Windura, S. (2013) Karakter koleris juga
tidak menyukai basa-basi. Ia lebih suka menghabiskan waktu dengan hal
bermanfaat. Jadi ia akan lebih menyukai percakapan yang jelas tujuan dan intinya,
tidak suka bertele-tele alias “to the point”. Menyukai hal yang detail dan suka
dengan segala sesuatu yang dikerjakan dengan cepat dan hasil kerja dengan
penilaian yang jelas. Oleh karena itu, mereka lebih suka berkumpul dengan orang-
orang yang memiliki profesi dan kegemaran yang sama.
Tipe Koleris menurut Adityawan, P. (2013) adalah tipe yang cendrung jarang
bersenang-senang, karena ia terlalu terpacu dan menyukai pada hal hal serius. Ia
seringkali melupakan kebutuhan akan waktu yang santai dan menyenangkan orang.
Ia tidak bisa menjadi teman baik atau orang yang ramah karena ia cepat marah,
suka mengatur, egois, suka memaksakan kehendak dan tidak mau mengalah. Hal
itu menyebabkan ia sering dijauhi teman-teman bahkan tidak tertutup
kemungkinan ia tidak mendapatkan teman.

d) Phlegmatis
Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri-ciri antara lain: cenderung
tenang, gejolak emosinya tidak tampak, misalnya dalam kondisi sedih atau senang,
sehingga turun naik emosinya tidak terlihat secara jelas. Orang bertipe ini
cenderung dapat menguasai dirinya dengan cukup baik dan lebih introspektif,
memikirkan ke dalam, dan mampu melihat, menatap, dan memikirkan masalah –
masalah yang terjadi di sekitarnya. Mereka seorang pengamat yang kuat, penonton
yang tajam, dan pengkritik yang berbobot. legmatis merupakan salah satu karakter
dari empat kepribadian yang dikelompokkan dalam teori proto-psikologis oleh
Hippocrates. Hippocrates memasukkan empat karakter ini ke dalam teori medis
dan dalam konsep medis kuno yang disebut humorisme. Dalam konsep tersebut
dijelaskan bahwa empat cairan tubuh manusia dapat memengaruhi sifat dan
perilakunya. Akan tetapi orang bertipe seperti ini seperti dikutip pada hasil
penelitian yang dilakukan oleh Mahmudah, U. (2017) juga memiliki kelemahan
antara lain: ada kecenderungan untuk mengambil mudahnya dan tidak mau susah.
Dengan kelemahan ini, mereka kurang mau berkorban demi orang lain dan
cenderung egois. Cenderung mengalir apa adanya dan terkesan tidak memiliki
impian atau pendirian hidup yang tegas. Sulit menentukan pilihan. Tidak pandai
memberikan masukan atau gagasan baru, bahkan tidak suka akan perubahan
sehingga ia susah untuk digerakkan. Oleh karena itu, mereka perlu mendapatkan
bimbingan yang mengarahkan pada meningkatnya pertimbangan moralnya guna
peningkatan rasa kasih sayang sehingga menjadi orang yang lebih bermurah hati.
Disinilah tugas guru PJOK untuk mendukung serta memotivasi peserta didik yang
memiliki kepribadian Phlegmatis, sesuai pernyataan yang dikemukakan oleh
Nurdin, N., Samad, I. S., & Sardia, S. (2020) yang menyimpulkan bahwa
kepribadian phlegmatis memerlukan motivasi langsung, Bantulah mereka
menetapkan tujuan, Jangan mengharapkan antusiasme, Sadari bahwa mereka
menunda-nunda pekerjaan karena itu bentuk kontrol mereka, Paksalah mereka
untuk membuat keputusan, serta Motivasilah mereka untuk menerima tanggung
jawab.

7. Upaya Upaya Pembentukan Kepribadian Siswa


Secara umum, kepribadian itu pada dasarnya dibentuk oleh Pendidikan,
terkhusus pada pembelajaran PJOK, dikarenakan pada pembelajaran PJOK
menanamkan tingkah laku dan pembelajaran karakter yang kontinyu dan
berkelanjutan dikarenakan dilakukan secara berulang ulang sehingga menjadi
sebuah kebiasaan. Ketika hal tersebut dijadikan norma atau aturan dalam
pembelajaran PJOK, kebiasaan tersebut bakal berubah menjadi sebuah adat,
membentuk sikap. Hal tersebut sesuai dengan defenisi Pendidikan, yaitu usaha
sadar, teratur dan sistematik yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi
tanggung jawab anak agar memiliki sifat maupun tabiat sesuai dengan cita cita
Pendidikan itu sendiri.
Kepribadian itu dapat dibentuk oleh Pendidikan, dan Pendidikan itu sendiri
bersumber pada tiga pusat, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, serta masyarakat
sekitar (lingkungan). Kepribadian siswa tidak dapat dibentuk hanya dalam waktu
yang sekejab, tetapi memerlukan proses yang Panjang serta dalam prosesnya
terjadi secara berangsur-angsur. Pembentukan rohani yang luhur, akan
menghasilkan kesadaran dan pengertian yang sangat mendalam. Dengan
pembentukan ini, segala yang ada dipikiran seseorang yang dipilih dan
diputuskannya serta yang dilakukannya adalah berdasarkan kesadaran sendiri serta
dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab. Jadi dari penjabaran tersebut, dapat
disimpulkan bahwa terbentuknya kepribadian seorang siswa berlangsung melalui
perkembangan secara terus menerus dan kontiniu. tapi juga perkembangan fase
yang satu diikuti dan menghasilkan perkembangan pada fase berikutnya. Menurut
Kirana, Z. C. (2019) pembentukan kepribadian merupakan suatu proses yang
terdiri atas tiga taraf, yaitu:
1) Pembiasaan
Pembiasaan ialah latihan-latihan tentang sesuatu supaya menjadi biasa.
Pembiasaan hendaknya ditanamkan kepada anak-anak sejak kecil, sebab pada masa
itu merupakan masa yang paling peka bagi pembentukan kebiasaan. Pembiasaan
yang ditanamkan kepada anak-anak, itu harus disesuaikan dengan perkembangan
jiwanya. Pendidikan yang diberikan kepada anak sejak kecil, merupakan upaya
dalam rangka pembentukan kepribadian yang baik. Hal ini, sebagaimana
dikemukakan oleh M. Athiyah al-Abrasy (1990:105-107) bahwa para filosof Islam
merasakan betapa pentingnya periode kanak-kanak dalam pendidikan budi pekerti,
dan membiasakan anak-anak kepada tingkah laku yang baik sejak kecilnya.
Mereka ini semua berpendapat bahwa pendidikan anak-anak sejak dari kecilnya
harus mendapat perhatian penuh.
Ibnu Qoyyim Al-Jauzi, sebagaimana dikutip oleh M. Athiyah al-Abrasy
(1990:107) mengemukakan, bahwa pembentukan yang utama ialah waktu kecil,
maka apabila seorang anak dibiarkan melakukan sesuatu (yang kurang baik) dan
kemudian telah menjadi kebiasaannya, maka akan sukarlah meluruskannya. Tujuan
utama dari kebiasaan ini, adalah penanaman kecakapan-kecakapan berbuat dan
mengucapkan sesuatu agar cara-cara yang tepat dapat dikuasai oleh siterdidik yang
terimplikasi mendalam bagi pembentukan selanjutnya.
2) Pembentukan minat dan sikap
Dalam taraf kedua ini, pembentukan lebih dititikberatkan pada
perkembangan akal (pikiran, minat, dan sikap atau pendirian.). Menurut Ahmad D.
Marimba (1989:88) bahwa pembentukan pada taraf ini terbagi dalam tiga bagian,
yaitu:
a. Formil
Pembentukan secara formil, dilaksanakan dengan latihan secara berpikir,
penanaman minat yang kuat, dan sikap (pendirian) yang tepat. Tujuan dari
pembentukan formil ini adalah:
1) Terbentuknya cara-cara berpikir yang baik, dapat menggunakan metode
berpikir yang tepat, serta mengambil kesimpulan yang logis.
2) Terbentuknya minat yang kuat, yang sejajar dengan terbentuknya
pengertian. Minat merupakan kecenderungan jiwa ke arah sesuatu karena sesuatu
itu mempunyai arti bukan karena terpaksa.
3) Terbentuknya sikap (pendirian) yang tepat. Sikap terbentuk bersama-
sama dengan minat. Sikap yang tepat, ialah bagaimana seharusnya seseorang itu
bersikap terhadap agamanya, nilai-nilai yang ada di dalamnya, terhadap nilai-nilai
kesulitan, dan terhadap orang lain yang berpendapat lain.
b. Materil
Pembentukan materil sebenarnya telah dimulai sejak masa kanak-kanak,
jadi sejak pembentukan taraf pertama, namun barulah pada taraf kedua ini (masa
intelek dan masa sosial). Anak-anak yang telah cukup besar dan mampu menepis
mana yang berguna dan mana yang tidak, harusnya dilatih berpikir kritis.
c. Intensil
Pembentukan intensil yaitu pengarahan, pemberian arah, dan tujuan yang
jelas bagi dunia pendidikan, khusus nya dalam bidang pembelajaran Pendidikan
Jasmani, yaitu terbentuknya kepribadian yang sehat dan bugar secara fisik dan
mental. Untuk membentuk ke arah mana kepribadian itu akan dibawa, maka di
samping pemberian pengetahuan juga tentang nilai-nilai. Jadi, bukan hanya
merupakan pemberian perlengkapan, tetapi juga pemberian tujuan ke arah mana
perlengkapan itu akan dibawa. Pada segi lain, pembentukan intensil ini lebih
progresif lagi, yaitu nilai-nilai yang mengarahkan sudah harus dilaksanakan dalam
kehidupan. Mungkin masih dengan pengawasan orang tua, tetapi lebih baik lagi
jika atas kesadaran sendiri.

C. Kesimpulan
Pendidikan jasmani memiliki kontribusi yang unik dan spesifik terhadap
pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, intelektual, emosional dan sosial anak
didik. Kepekaan rasa seorang anak akan menentukan efektivitas hasil pembelajaran
pendidikan jasmani yang diberikan di sekolah-sekolah. Oleh karena itu guru penjas
harus lebih mencermati dan lebih memahami mengenai pembentuk kepribadian anak
yang tangguh, secara fisik, mental, intelektual, emosional, dan sosial.
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan dapat mendukung pembentukan
kepribadian siswa melalui menerapkan mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan yang berkaitan dengan aktivitas jasmani, perkembangan estetika, dan
perkembangan social. Mengembangkan kepercayaan diri siswa dan kemampuan untuk
menguasai mendorong partisipasinya dalam aneka aktivitas jasmani. Sehingga
Memperoleh dan mempertahankan derajat kebugaran jasmani yang optimal untuk
melaksanakan tugas sehari-hari secara efisien dan terkendali, mengembangkan nilai-
nilai pribadi melalui partisipasi dalam aktivitas jasmani baik kelompok maupun
perorangan.
Selain itu guru mampu meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui
internalisasi nilai-nilai yang terkandung didalam jasmani, olahraga, dan kesehatan,
Mengembangkan sifat sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerja sama, percaya
diri, dan demokratis, Mengembangkan keterampilan untuk menjaga diri sendiri, orang
lain dan lingkungan, Serta Memahami konsep aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan
dilingkungan yang bersih untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola
hidup sehat dan kebugaran, keterampilan, serta memiliki sikap yang positif.
Dengan demikian dapat disimpulkan pendukung dalam membentuk kepribadian
adanya kebijakan yang baik, guru yang berkopetensinsi, lingkungan yang baik. dengan
penunjang sarana dan prasana, dan adanya kegiatan pengembangan diri
(esktrakurikuler) yang memadai sehingga siswa dapat belajar secara maksimal.
Sehingga dengan hal tersebut siswa memiliki sikap dan pribadi yang baik di karenakan
lingkungan mampu memberikan warna penuntun dalam kehidupanya.

D. Daftar Pustaka

Adityawan, P. (2013). Hubungan Tipe Kepribadian Berdasarkan Temperamen Dengan


Tingkat Motivasi Belajar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Media Husada, 2(1), 35-44.
Andriyani, N. D. (2022). Penerapan Bimbingan Konseling Islam bagi Santri Introvert
di Pondok Pesantren An-Nur Jekulo Kudus (Doctoral dissertation, IAIN
KUDUS).
Hamali, S. (2018). Kepribadian dalam Teori Sigmound Freud dan Nafsiologi dalam
Islam. Al-Adyan, 13(2), 285-302.
Herlena, H., Azwar, B., & Sumarto, S. (2022). Kompetensi Personal Guru Pembimbing
Dalam Membentuk Kepribadian Siswa Di Smp Negeri 3 Rejang Lebong
(Doctoral dissertation, Institut Agama Islam Negeri Curup).
Jamilah. 2010. Hubungan Antara Kepribadian Siswa dengan Hasil Belajar Siswa Pada
Mata Pelajaran IPS Terpadu Kelas VIII A SMP PERTIWI Pontianak. Skripsi.
Pontianak: FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak.
Kadir, A. (2015). Rahasia Tipe-tipe Kepribadian Anak: Cara Mendidik dan Menggali
Potensi Anak dari Tipe-tipe Kepribadiannya. Diva Press.
Kirana, Z. C. (2019). Pentingnya Gen dalam Membentuk Kepribadian Anak. Dirasah:
Jurnal Studi Ilmu dan Manajemen Pendidikan Islam, 2(2), 44-64.
Lesilolo, H. J. (2018). Penerapan teori belajar sosial albert bandura dalam proses belajar
mengajar di sekolah. KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi, 4(2), 186-202.
Lestudy. (2013). Kepribadian Dan Hasil Belajar Pendidikan Jasmani Olahraga Dan
Kesehatan Di SMKN 3 Pontianak. Artikel Penelitian. Pontianak: FKIP
Universitas Tanjungpura Pontianak.
Mahmudah, U. (2017). Konsep pendidikan anak persepektif' Abd Nashih'ulwan
(Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).
Nurdin, N., Samad, I. S., & Sardia, S. (2020). Logical Reasoning Analysis Based On
Hippocrates Personality Types. Aksioma, 9(2), 57-73.
Octavia, S. A. (2020). Motivasi belajar dalam perkembangan remaja. Deepublish.
Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku 1, Jakarta:
Salemba Empat.
Saputra Dwi Vicky. 2011. Analisis Kepribadian Dosen yang Berpengaruh Terhadap
Prestasi Belajar. Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.

Stein, M. B.; Jang, K. L.; Livesley, W. J. (2002). Heritability of Social Anxiety-Related


Concerns and Personality Characteristics: A Twin Study, New York: Viking.
Windura, S. (2013). Brain Management Series-Brain Management for Managing
People. Elex Media Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai