Anda di halaman 1dari 20

K e g i a t a n B e l a j a r 10

Karakteristik Peserta Didik

Dalam Kegiatan Belajar 10 ini, Anda akan membahas karakteristik peserta didik.
Karakteristik berasal dari kata karakter yang berarti tabiat, watak, pembawaan,
atau kebiasaan yang dimiliki oleh individu yang relatif tetap (Pius Partanto dan
Dahlan, 1994). Karakteristik adalah mengacu pada karakter dan gaya hidup
seseorang serta nilai-nilai yang berkembang secara teratur sehingga tingkah laku
menjadi lebih konsisten dan mudah diperhatikan (Moh. Uzer Usman, 1989).
Peserta didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau
sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Peserta didik atau
anak didik adalah unsur penting dalam kegiatan interaksi edukatif karena sebagai
pokok persoalan dalam semua aktivitas pembelajaran (Saiful Bahri Djamarah,
2000). Peserta didik merupakan individu yang secara alamiah memiliki
karakteristik tertentu, baik yang bersifat fisik maupun psikis. Aspek fisik
berkaitan dengan proses pertumbuhan. Adapun rohani atau psikis berkaitan
dengan proses perkembangan. Peserta didik juga memiliki karakteristik yang lain,
misalnya gaya belajar, ketahanmalangan, jenis kelamin, tingkat sosial ekonomi,
dan lain-lain. Aspek fisik, psikis, dan karakteristik yang lain sifatnya berbeda,
tetapi ketiganya memilikii saling ketergantungan satu sama lain.
Pertumbuhan fisik dan perkembangan psikis setiap individu peserta didik
berbeda antara satu dan lainnya. Perbedaan pertumbuhan dan perkembangan ini
berpengaruh pada kualitas karakteristik peserta didik. Misalnya, ada siswa yang
sangat pandai, siswa pandai, siswa kurang pandai, dan siswa tidak pandai.
Perbedaan kualitas karakteristik ini berpengaruh terhadap proses dan hasil
belajar mereka. Sehubungan dengan itu, para guru dalam mengelola
pembelajaran seharusnya dapat mengakomodasi setiap perbedaan kualitas
karakteristik peserta didik ini agar suasana pembelajaran dapat berlangsung
secara kondusif dan hasil belajar siswa menjadi lebih optimal. Penyusunan
rancangan pembelajaran, selain mempertimbangkan teori belajar, juga
semestinya memperhatikan karakteristik peserta didik yang akan menjadi
sasarannya.
Dalam tulisan ini, pokok-pokok permasalahan mengenai karakteristik siswa yang
akan Anda kaji meliputi pengertian karakterisitk peserta didik, jenis-jenis
karakterisitk peserta didik, perbedaan kualitas karakteristik peserta didik, serta
implikasi karakteristik peserta didik dalam pembelajaran.
Setelah mempelajari Kegiatan Belajar 10 ini, selanjutnya Anda akan mempelajari
tugas utama guru sebagai pembimbing pada Kegiatan Belajar 11.

1
A. HAKIKAT KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK

1. Pengertian Karakteristik Peserta Didik


Setiap peserta didik adalah individu yang memiliki sifat bawaan (heredity)
tertentu. Peserta didik merupakan pribadi dengan sifat-sifat kejiwaan atau
karakter yang khas. Sifat-sifat kejiwaan atau watak manusia yang khas ini pada
umumnya disebut dengan karakteristik.
Karakteristik peserta didik, menurut Sardiman (2001: 118), mengatakan bahwa
karakteristik siswa adalah keseluruhan pola kelakuan dan kemampuan yang ada
pada siswa sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga
menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya.
Hamzah B. Uno (2007) megatakan bahwa karakteristik siswa adalah aspek-aspek
atau kualitas perseorangan siswa yang terdiri atas minat, sikap, motivasi belajar,
gaya belajar dan berfikir, serta kemampuan awal yang dimiliki.
Karakteristik peserta didik adalah karakter dan gaya hidup setiap peserta didik
serta nilai-nilai yang berkembang pada diri mereka secara teratur sehingga
tingkah laku mereka menjadi lebih konsisten dan mudah diperhatikan.

2. Jenis-jenis Karakteristik Peserta Didik


Setiap manusia merupakan makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai
individu, peserta didik memiliki karakteristik tertentu yang berkaitan dengan akal,
pikiran, perasaan, dan keyakinannya. Demikian pula sebagai makhluk sosial,
setiap peserta didik memiliki karakteristik tertentu dalam berinteraksi dengan
peserta didik lain atau dengan para guru. Menurut N.A. Suprawoto, jenis-jenis
karakteristik peserta didik itu meliputi beberapa hal
(http://nasuprawoto.wordpress.com/2012/08/15/karakteristik-peserta-didik)
a. aspek emosional,
b. aspek sosial psikologis,
c. aspek sosial budaya,
d. aspek kemampuan intelektual yang terpadu secara integratif terhadap faktor
lingkungan.
Adapun, menurut Prisna Adisti (2010: 16), karakteristik peserta didik itu meliputi
kondisi fisik, latar belakang pengetahuan dan taraf pengetahuan, gaya belajar,
usia, tingkat kematangan, ruang lingkup minat dan bakat, lingkungan sosial
ekonomi dan budaya, faktor emosional, faktor komunikasi, inteligensia,
keselaran dan attitude, serta prestasi belajar.

2
Uno (2006: 58) berpendapat bahwa karakteristik peserta didik bisa berupa bakat,
minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berpikir, dan
kemampuan awal yang telah dimilikinya.
Menurut Depdikbud (1997), karakteristik peserta didik mencakup umur, jenis
kelamin, pengalaman prasekolah, kemampuan sosial ekonomi, tingkat
kecerdasan, kreativitas, bakat dan minat, pengetahuan dasar dan prestasi
terdahulu, motivasi belajar, serta sikap belajar.
Purwanto (1995: 107) menyebutkan bahwa karakteristik siswa meliputi fisiologis
dan psikologis. Fisiologis meliputi kondisi fisik, pancaindra, dan sebagainya.
Psikologis menyangkut minat, tingkat kecerdasan, bakat, motivasi, kemampuan
kognitif, dan sebagainya.
Penjelasan aspek psikologis sebagai berikut.
a. Bakat atau talenta, menurut Bingham dalam Khodijah (2011: 185), adalah as
a condition or set of charateristics regarded as symptomatic of an
individual’s ability to acquire with training some (usually specified)
knowledge, skill, or set of responses such as the ability to speak a language,
to produce music, . . . etc (sebagai sebuah kondisi atau rangkaian
karakteristik yang dianggap sebagai gejala kemampuan seorang individu
untuk memperoleh melalui latihan sebagian pengetahuan, keterampilan, atau
serangkaian respons, seperti kemampuan berbahasa, kemampuan musik, . .
. dan sebagainya).
b. Minat merupakan kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan
melakukan berbagai kegiatan.
c. Inteligensi, menurut David Wechster (1986), adalah kemampuan untuk
bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi
lingkungannya secara efektif. Inteligensi merupakan salah satu modal utama
peserta didik dalam mencapai hasil yang optimal. Tingkat kecerdasan peserta
didik berkembang sejalan dengan pertumbuhan saraf otak peserta didik
tersebut. Tingkat inteligensi peserta didik merupakan kemampuan peserta
didik untuk bertindak secara terarah dan berpikir secara rasional dalam
menghadapi lingkungan secara efektif. Oleh karena itu, inteligensi peserta
didik tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari
berbagai tindakan nyata peserta didik tersebut yang merupakan manifestasi
dari proses berpikir rasionalnya.
d. Karakteristik lain menurut para ahli psikologi adalah gaya kognitif dan
ketahanmalangan. Karakteristik peserta didik yang lain, menurut Khodijah
(2011: 187), adalah perbedaan jenis kelamin, perbedaan etnis, dan perbedaan
kondisi sosial ekonomi. Dapat disimpulkan bahwa karakteristik peserta didik
meliputi
1) karakteristik fisiologis,
2) karakteristik psikologis di antaranya meliputi motivasi, minat, bakat, dan
kecerdasan,

3
3) karakteristik lain meliputi gaya belajar, sikap belajar, ketahanmalangan, jenis
kelamin, etnis, dan kondisi sosial ekonomi.

3. Karakteristik yang Dominan pada Peserta Didik


Hasil dari pola pembentukan karakteristik pada setiap individu menyebabkan
timbulnya jenis-jenis karakteristik yang dominan pada peserta didik. Sejalan
dengan pendapat ini, Khodijah (2011: 181) menyebutkan hal berikut.
Perbedaan individual di antara anak didik merupakan hal yang tidak mungkin
dihindari karena hampir tidak ada kesamaan yang dimiliki oleh manusia, kecuali
perbedaan itu sendiri. Sejauh mana individu berbeda akan mewujudkan kualitas
perbedaan mereka atau kombinasi-kombinasi dari berbagai unsur perbedaan
tersebut.
Adanya jenis-jenis karakteristik yang dominan pada peserta didik menjadikan
mereka memiliki ciri khas sendiri-sendiri. Tidak ada satu pun manusia yang
benar-benar mempunyai kesamaan dengan manusia lainnya. Oleh karena itu,
perbedaan karakteristik di antara peserta didik merupakan suatu hal yang
alamiah. Apabila ada satu aspek yang sama pada peserta didik, misalnya pada
pertumbuhan fisiknya, pada aspek lainnya (contohnya perilaku) dan bakatnya
hampir pasti berbeda. Arikunto (2009: 296) menyebutkan bahwa siswa adalah
subjek yang menerima pelajaran. Ada siswa pandai, kurang pandai, dan tidak
pandai. Setiap siswa mempunyai bakat, intelektual, emosional, sosial, dan lain-
lain yang sifatnya khusus.
Adapun Khodijah (2011: 182) menyebutkan bahwa perbedaan individual yang
dimiliki peserta didik juga meliputi perbedaan dalam aspek biologis, psikologis,
intelegensi, bakat, dan perbedaan lainnya. Selanjutnya, Khodijah (2011: 183)
menyebutkan pula bahwa perbedaan psikologis pada siswa mencakup perbedaan
dalam minat, motivasi, dan kepribadian.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan yang dominan
pada karakteristik peserta didik dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a. Perbedaan pada karakteristik fisik
Perbedaan karakteristik fisik peserta didik dapat dilihat dari ukuran kecil sampai
ukuran besar. Proses karakteristik fisik peserta didik terjadi sejak sebelum lahir
hingga dia dewasa. Karakteristik fisik ini sifatnya dapat dilihat oleh indra mata
dan dapat diukur oleh satuan tertentu. Perbedaan fisik peserta didik dapat pula
dilihat dari kondisi fisik yang lengkap dan sehat serta ada pula kondisi fisik
peserta didik yang lengkap, tetapi kurang sehat. Peserta didik dengan kondisi fisik
kurang sehat akan lebih menuntut perhatian dari guru dibandingkan dengan
peserta didik yang sehat.

4
b. Perbedaan pada karakteristik psikologis
Dalam tinjauan psikologi, setiap peserta didik juga memiliki perbedaan dalam
minat, motivasi, dan kepribadiannya. Minat peserta didik terhadap suatu
pelajaran berbeda-beda, terutama apabila guru menyajikan materi pelajarannya
kurang menarik. Beberapa siswa yang berminat terhadap mata pelajaran olahraga
akan memperhatikan dan mengikuti mata pelajaran olahraga tersebut secara
terus-menerus dengan rasa senang. Sebaliknya, siswa yang tidak memiliki minat
terhadap mata pelajaran olahraga akan mengikuti mata pelajaran olahraga dengan
bermalas-malasan.
Peserta didik juga berbeda-beda dalam bakat dan motivasi. Tidak semua peserta
didik mempunyai bakat dalam semua mata pelajaran. Keberagaman peserta didik
juga dapat dilihat pada motivasi belajarnya. Ada peserta didik yang memiliki
kesiapan untuk belajar dengan penuh semangat, ada peserta didik yang malas
untuk belajar, dan ada pula peserta didik yang hanya mau belajar setelah guru
melakukan berbagai pendekatan pembelajaran.
Dalam hal kepribadian, ada siswa yang terbuka untuk sungguh-sungguh
mengikuti proses pembelajaran sehingga mudah bergaul dan mempunyai banyak
teman untuk berdiskusi. Ada pula peserta didik yang tertutup untuk sungguh-
sungguh dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga sulit bergaul dan
terkesan tidak mempunyai banyak teman karena sering menyendiri.

c. Perbedaan pada karakteristik inteligensi


Tingkat kecerdasan peserta didik berbeda-beda dalam mengikuti proses
pembelajaran. Ada peserta didik yang sangat pandai, ada yang pandai, ada yang
kurang pandai, dan ada peserta didik yang tidak pandai. Peserta didik yang sangat
pandai akan lebih cepat memahami materi pelajaran dibandingkan dengan
peserta didik yang pandai atau kurang pandai, apalagi jika dibandingkan dengan
peserta didik yang tidak pandai.

d. Perbedaan pada karakteristik bakat


Para peserta didik berbeda-beda dalam bakatnya. Seorang siswa yang berbakat
dalam seni baca puisi akan lebih cepat menyerap informasi dan menguasai
teknik-teknik seni membaca puisi dibandingkan dengan siswa yang tidak
memiliki atau kurang memiliki bakat.
Bakat peserta didik merupakan kecenderungan khusus yang dibawa sejak ia lahir,
suatu kekuatan yang dinikmati yang terealisasi menjadi nyata sesudah belajar atau

5
berlatih terlebih dahulu. Mengekspresikan bakat peserta didik merupakan tugas
guru agar bakat siswa semakin berkembang dengan baik.

e. Perbedaan pada karakteristik lainnya


Gaya kognitif peserta didik berbeda-beda. Ada peserta didik yang memiliki
perilaku stabil dalam menerima, memikirkan, dan memecahkan masalah. Ada
pula peserta didik yang memiliki perilaku labil pada saat menerima, memikirkan,
dan memecahkan masalah.
Ketahanmalangan setiap peserta didik juga berbeda-beda. Ada peserta didik yang
tahan banting untuk menghadapi dan mengatasi kesulitan serta bertanggung
jawab terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Ada pula peserta didik
yang tidak kuat menghadapi hambatan yang muncul dan tidak bertanggung
jawab atas pekerjaan-pekerjaan yang diberikan kepadanya. Perbedaan
karakteristik peserta didik yang lain, menurut Khodijah (2011: 187), adalah
perbedaan jenis kelamin, perbedaan etnis, dan perbedaan kondisi sosial
ekonomi. Secara umum, peserta didik laki-laki berbeda dengan karakteristik
peserta didik perempuan, baik fisik maupun psikis. Peserta didik perempuan
secara psikis lebih ulet dan lebih rajin dibandingkan peserta didik laki-laki.
Tingkat sosial ekonomi orang tua peserta didik cukup beragam. Ada yang
termasuk kelompok sosial ekonomi rendah, ada yang termasuk kelompok sosial
ekonomi menengah, dan ada yang termasuk kelompok sosial ekonomi tinggi.

4. Keragaman Karakteristik Peserta Didik dan Implementasi Tugas Guru dalam


Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran, terdapat interaksi yang intensif dan komprehensif
antara guru dan peserta didik, baik dalam proses tanya jawab, latihan, diskusi,
maupun bimbingan. Pada proses pembelajaran ini, sesungguhnya terjadi
interaksi antara kepribadian guru dan segala karakteristiknya dengan kepribadian
peserta didik yang juga memiliki karakteristik tertentu. Menurut Purwanto (1995:
107), siswa sebagai raw input dalam proses pembelajaran umumnya memiliki
karakteristik tertentu, baik fisiologis maupun psikologis, yang semuanya
memengaruhi proses dan hasil belajarnya. Kualitas karakteristik siswa berbeda
antara peserta didik satu dan yang lainnya. Perbedaan ini berpengaruh pada
proses dan hasil pembelajaran. Artinya, semakin baik karakteristik siswa, hasil
belajar akan cenderung semakin baik atau meningkat. Sebaliknya, karakteristik
siswa yang tidak baik akan menyebabkan hasil belajar tidak baik atau menurun.
Sebagai seorang pendidik, guru dituntut untuk mengakomodasi keberagaman
karakteristik peserta didiknya. Keberhasilan pendidikan, selain ditentukan oleh
kesiapan guru dalam merancang dan mengelola pembelajaran, juga ditentukan

6
oleh keterampilan guru untuk mengakomodasi keberagaman karakteristik
peserta didik.
Dick, et al, menyebutkan bahwa yang menentukan keberhasilan siswa bukan
hanya perancang pembelajaran, tetapi juga faktor kemampuan guru untuk
memahami karakteristik pembelajar, bagaimana pembelajaran akan dilakukan,
dan penggunaan keterampilan tersebut nantinya (Dick, et al, 2001:95).
Munandir (1987: 112) juga berpendapat bahwa mengenali tingkah laku masukan
dan ciri-ciri siswa merupakan langkah awal yang sangat penting dalam merancang
pengajaran bagi suatu populasi sasaran tertentu. Kemampuan mengelola kelas
dalam keragaman peserta didik merupakan hal yang sangat penting. Apabila guru
tidak mampu mengakomodasi keragaman karakteristik peserta didik, hal ini akan
menyebabkan semangat belajar peserta didik menjadi rendah serta tingkat
perkembangan kecerdasannya juga tidak mengalami kemajuan yang signifikan.
Agar siswa mengikuti pembelajaran dengan aktif, kreatif, dan mampu
mengeksplorasi semua materi pembelajaran, guru perlu memperhatikan
keberagaman karakteristik peserta didik. Keberagaman karakteristik peserta
didik ini menjadikan pembelajaran semakin unik. Pada kondisi ini, guru harus
mampu mengakomodasi perbedaan karakteristik peserta didik tersebut.
Banyak karakteristik peserta didik yang memengaruhi hasil pembelajaran.
Menurut Slameto (2003: 54—60), faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar
siswa sebagai berikut.

a. Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa)


Faktor ini berasal dari dalam diri siswa sendiri yang meliputi tiga faktor, yakni
1) faktor jasmani
a) faktor kesehatan
a) faktor cacat tubuh
2) faktor psikologis a) intelegensi b) bakat
c) motif
d) kematangan
3) kesiapan faktor kelelahan
a) faktor kelelahan jasmani b) faktor kelelahan rohani.
b. Faktor ekstern (faktor dari luar diri siswa)
Faktor ini berasal dari luar diri siswa sendiri dan terdiri atas tiga faktor, yakni

7
1) faktor keluarga
a) cara orang tua mendidik
b) relasi antaranggota keluarga c) suasana rumah
d) keadaan ekonomi keluarga
2) faktor sekolah
a) metode mengajar
b) kurikulum
c) relasi guru dengan siswa d) relasi siswa dengan siswa e) disiplin sekolah
f) alat pelajaran g) waktu sekolah
h) standar pelajaran di atas ukuran
i) keadaan gedung j) metode belajar k) tugas rumah
3) faktor masyarakat
a) kesiapan siswa dalam masyarakat b) media massa
c) teman bergaul
d) bentuk kehidupan masyarakat.

Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh guru dalam menghadapi perbedaan
karakteristik peserta didik sebagai berikut.

a. Perbedaan karakteristik fisik


Kualitas fisik peserta didik berimplikasi langsung terhadap proses dan hasil
pembelajaran. Kondisi umum jasmani dan tingkat ketegangan otot yang normal
serta tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya dapat
memengaruhi semangat belajar dan intensitas siswa dalam proses pembelajaran.
Kondisi organ tubuh yang lemah dapat menurunkan kualitas kognitif siswa
dalam proses pembelajaran sehingga materi pembelajaran pun kurang atau tidak
dapat dipahami oleh siswa.
Tingkat kesehatan siswa secara fisik juga memengaruhi hasil pembelajaran. Siswa
yang belajar dengan kondisi fisiologis sehat lebih berpeluang untuk mendapatkan
hasil pembelajaran yang maksimal apabila dibandingkan dengan siswa yang
belajar dengan kondisi fisiologis sakit. Kondisi fisik peserta didik yang kurang
sehat dapat mengurangi motivasi belajar mereka. Siswa yang sedang sakit tidak
akan mampu mengikuti kegiatan belajar dengan baik sehingga hasil yang

8
diperolehnya juga tidak akan maksimal. Walaupun kondisi peserta didik yang
sehat, peserta belum tentu juga memiliki hasil belajar yang optimal apabila ia
malas dan tidak bersungguh-sungguh dalam belajar.
Pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan
ditangkap oleh manusia sehingga manusia dapat mengenal dunia luar.
Pancaindra yang berpengaruh besar pada kemampuan siswa dalam menyerap
informasi dan pengetahuan yang disampaikan guru adalah mata dan telinga.
Berkaitan dengan pentingnya tingkat kesehatan indra mata dan indra telinga,
Khodijah (2011: 182) mengemukakan bahwa aspek biologis yang terkait
langsung dengan penerimaan pelajaran di kelas adalah kesehatan mata dan
telinga. Anak didik yang memiliki masalah tertentu dalam penglihatan dan
pendengarannya akan mengalami masalah tersendiri dalam menerima pelajaran.
Dalam hal ini, apabila kondisi faktor-faktor lain adalah sama, anak yang sehat
fisiknya secara menyeluruh akan lebih berpeluang untuk mencapai prestasi yang
maksimal.
Implikasinya, guru seyogianya berkoordinasi dengan pihak pengelola sekolah
untuk bersama-sama menjaga kesehatan fisik semua warga sekolah, baik yang
sifatnya pencegahan atau preventif maupun yang sifatnya penyembuhan atau
kuratif. Beberapa hal yang seharusnya dilakukan guru pada siswa di antaranya
sebagai berikut.
1. Menyampaikan informasi dan memberikan keteladanan tentang
pentingnya menjaga kesehatan jasmani dengan cara di bawah ini.
a. Menjaga pola makan yang sehat, yakni memperhatikan nutrisi yang
masuk dalam tubuh karena kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan
tubuh cepat lelah, lesu, dan mengantuk sehingga tidak ada gairah untuk belajar.
b. Rajin berolahraga agar memiliki tubuh yang selalu bugar dan sehat. c.
Beristirahat yang cukup dan menyehatkan.
2. Guru berkoordinasi dengan pihak pengelola sekolah agar semua warga
sekolah bersama-sama menjaga kesehatan, termasuk pancaindra dengan baik
secara preventif ataupun yang bersifat kuratif. Misalnya, dengan menyiapkan
fasilitas dan media pembelajaran yang memenuhi persyaratan, merancang
penempatan fasilitas belajar yang mendukung kesehatan, memeriksakan
kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodik, mengonsumsi makanan yang
bergizi, dan sebagainya.

b. Karakteristik psikologis

9
Banyak faktor psikologis yang dapat memengaruhi kualitas dan kuantitas proses
dan hasil pembelajaran. Beberapa faktor rohaniah siswa yang pada umumnya
dipandang lebih esensial itu meliputi motivasi siswa, minat siswa, tingkat
kecerdasan/intelegensi siswa, sikap siswa, bakat siswa, dan motivasi siswa serta
rasa percaya diri siswa.
Karakteristik psikologis siswa berkaitan erat dengan kualitas proses dan hasil
pembelajaran. Peserta didik yang secara psikologis memiliki kesiapan untuk
belajar akan mengikuti pembelajaran dengan penuh semangat dan mencapai hasil
belajar yang lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang tidak sungguh-
sungguh dalam belajar.
Implikasinya bahwa guru dan pengelola sekolah harus selalu berupaya
membangun kualitas kesiapan faktor psikologis siswa di antaranya sebagai
berikut.

1) Faktor motivasi
Motivasi mempunyai peranan penting dalam belajar. Motivasi adalah tenaga yang
menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi mempunyai
kaitan erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap suatu bidang studi
tertentu cenderung tertarik perhatiannya. Dengan demikian, timbul motivasinya
untuk mempelajari bidang studi tersebut. Makin tepat motivasi yang diberikan,
makin berhasil pula siswa dalam mempelajari suatu pelajaran. Jadi, motivasi ini
akan senantiasa menentukan intensitas usaha untuk belajar.
Implikasinya, guru harus mampu memberikan motivasi yang tepat kepada
peserta didiknya. Motivasi yang tidak tepat akan membuat peserta didik semakin
tidak bersemangat untuk belajar karena tidak semua peserta didik mempunyai
motivasi yang tinggi untuk belajar. Guru seharusnya mendukung motivasi belajar
para siswa dengan cara menumbuhkembangkan motivasi intrinsik para siswa
melalui pemberian ganjaran atau hukuman terhadap siswa di akhir proses
pembelajaran. Guru juga harus membangun motivasi ekstrinsik para siswa
dengan cara menetapkan peraturan, tata tertib, dan advokasi lain yang
mendukung keberhasilan pembelajaran.
Fathurrohman dan Sutikno (2007: 20) menyebutkan bahwa ada beberapa teknik
memotivasi belajar peserta didik, yaitu (a) menjelaskan tujuan kepada peserta
didik; (b) pemberian hadiah (reward); (c) menciptakan iklim
persaingan/kompetisi; (d) pujian atau penghargaan; (e) hukuman atau
punishment; (f) membangkitkan dorongan kepada peserta didik untuk belajar;
(g) membentuk kebiasaan belajar yang baik; (h) membantu kesulitan belajar
peserta didik, baik secara individual maupun kelompok; (i) menggunakan metode
yang bervariasi; serta (j) menggunakan media pembelajaran yang baik dan harus
sesuai dengan tujuan pembelajaran.

10
Teknik memotivasi lainnya dikemukakan oleh Verma (1996), yaitu yang disebut
dengan prinsip MOTIVATE sebagai berikut.
M = manifest artinya bangkitkan rasa percaya diri ketika pendelegasian tugas.
O = open artinya terbuka.
T= tolerance artinya toleransi terhadap kegagalan, mau, dan boleh belajar dari
kesalahan.
I = involve artinya semua pihak terkait dalam pekerjaan
(meningkatkan rasa diterima dan komitmen).
V = value artinya nilai yang diharapkan dan diakui dalam kinerja yang baik
(hadiah apa yang didapat dan bagaimana mendapatkannya).
A = align artinya menyeimbangkan sasaran pekerjaan (proyek) dengan sasaran
individu (orang-orang bersemangat mencapai kepuasan yang mereka inginkan).
T = trust artinya kejujuran setiap anggota tim (vital dalam memotivasi).
E = empower artinya berdayakan setiap anggota tim sewajarnya, khususnya
dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaannya.

2) Faktor minat
Karakteristik peserta didik yang dapat memengaruhi kualitas pembelajaran
adalah aspek minat. Slameto (1991: 57) menerangkan minat adalah
kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Minat merupakan sifat yang
relatif menetap pada diri seseorang. Minat besar sekali pengaruhnya terhadap
kegiatan seseorang sebab dengan minat ia akan melakukan sesuatu yang
diminatinya. Sebaliknya, tanpa minat, seseorang tidak mungkin melakukan
sesuatu. Peserta didik yang memiliki minat yang kuat serta nilai, sikap, perilaku,
harapan, hubungan sosial, dan lingkungan sosial yang baik akan memiliki proses
dan hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang tidak memiliki
minat, tidak memiliki nilai, tidak memiliki harapan, tidak memiliki hubungan
sosial, serta tidak berasal dari lingkungan sosial yang baik.
Sehubungan dengan minat ini, Khodijah (2011: 183) mengatakan bahwa jika
siswa mempunyai minat besar terhadap pelajaran, motivasi yang tinggi untuk
belajar, dan kemampuan memori yang maksimal; hasil belajar yang dicapai juga
akan maksimal. Siswa dengan minat besar akan belajar dengan sungguh-sungguh
dan hal ini memberi pengaruh positif pada hasil belajarnya. Sebaliknya, siswa
yang belajar dengan minat rendah cenderung tidak menyukai belajar atau akan
belajar sekenanya. Jika peserta didik yang belajar asal-asalan, hasil belajarnya
tidak dapat diharapkan optimal. Minat peserta didik kemungkinan akan menurun
apabila guru tidak menyajikan materi pelajaran dengan menarik. Perhatian guru

11
pada minat peserta didik ini penting karena tinggi rendahnya minat peserta didik
menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan belajar peserta didik.
Beberapa hal yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan minat siswa
terhadap belajar di antaranya sebagai berikut
a) Guru harus merancang pembelajaran dengan baik dan memperhatikan
karakteristik peserta didik, termasuk pada minat mereka.
b) Menggunakan metode pembelajaran yang relevan dengan jenis materi yang
akan disampaikan sehingga proses pembelajaran menjadi sangat menarik bagi
para siswa.
c) Menggunakan media pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mudah
memahami materi pembelajaran. Misalnya, menggunakan modul yang didesain
menarik, power point yang menarik, dan lain-lain.
d) Menggunakan manajemen kelas yang memungkinkan para siswa memiliki
keleluasaan untuk bertanya jawab, berdiskusi, berdialog, dan mengeksplorasi
semua materi yang dipelajari serta yang memungkinkan dapat melibatkan seluruh
pancaindranya. Pembelajaran yang melibatkan seluruh pancaindra akan lebih
cepat mencapai seluruh domain pembelajaran, yaitu aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik, dibandingkan pembelajaran yang hanya menggunakan beberapa
alat indra.
e) Memahami tingkat perkembangan fisik dan psikis, termasuk inteligensi setiap
peserta didik.
f) Berusaha untuk terus mengembangkan kepribadian sebagai seorang guru yang
profesional, empati, sabar, dan tulus kepada para siswa.

3) Faktor bakat
Pada dasarnya, setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai
prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Peserta didik yang
belajar sesuai dengan bakatnya akan lebih mudah memahami materi pelajaran
dibandingkan dengan peserta didik yang belajar tanpa memiliki bakat dalam
materi pelajaran tertentu. Misalnya, siswa yang berbakat di bidang bahasa akan
lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa lain, selain bahasanya sendiri.
Walaupun demikian, peserta didik yang tidak berbakat juga sangat dimungkinkan
untuk menguasai materi yang dipelajarinya dengan lebih baik apabila peserta
didik tersebut memiliki motivasi belajar yang sangat tinggi.
Bakat peserta didik berkaitan dengan hasil belajarnya. Khodijah (2011:186)
mengatakan bahwa sudah menjadi asumsi umum bahwa seseorang akan lebih
berhasil kalau dia belajar dalam bidang yang sesuai dengan bakatnya.

12
Sejalan dengan itu, Arikunto (2009: 295) menyebutkan bahwa siswa yang
memiliki karakteristik atau kekhususan sendiri-sendiri banyak memengaruhi
keberhasilan dalam belajar.
Implikasinya bagi guru, dalam menghadapi siswa dengan bakat tertentu dan
siswa yang tidak memiliki bakat, di antaranya sebagai berikut.
a) Guru harus memahami bahwa tidak semua peserta didik mempunyai bakat
yang sama dalam semua mata pelajaran. Bakat peserta didik dalam suatu
pelajaran berbeda-beda. Oleh karena itu, guru harus dapat menyajikan materi
pelajaran yang menarik agar siswa yang tidak memiliki bakat dapat mengikuti
pembelajaran dengan penuh semangat.
b) Berusaha meyakinkan para siswa akan manfaat dari materi pelajaran untuk
kehidupan mereka melalui metode, media, dan tugas-tugas yang menarik
sehingga para siswa yang tidak memiliki bakat pun akan mengikuti pelajaran
dengan senang karena memiliki keyakinan akan manfaat dari proses
pembelajaran tersebut.

4) Faktor rasa percaya diri


Rasa percaya diri berkaitan erat dengan keberhasilan belajar siswa. Ditinjau dari
sudut psikologi perkembangan, rasa percaya diri akan tumbuh dan berkembang
dengan pesat apabila mendapat dukungan dan pengakuan dari lingkungan.
Implikasinya, apabila guru ingin membangun rasa percaya diri yang tinggi pada
siswa, guru harus merespons secara konstruktif setiap pemikiran yang
disampaikan oleh peserta didik, baik yang pemikirannya relevan dengan materi
pelajaran maupun yang pemikirannya kurang atau tidak relevan, sehingga
semangat peserta didik untuk belajar akan terus tumbuh karena ia merasa
pendapatnya “dihargai” meskipun belum tentu idenya “dibenarkan” oleh guru.
Siswa yang pemikirannya relevan dengan materi pelajaran seharusnya diberi
reward atau pujian sebagai bentuk “pengakuan” atas pemikiran atau karyanya.
Melalui pemberian pujian tersebut, diharapkan peserta didik terus termotivasi
untuk aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran dan penyelesaian tugas-
tugasnya.
Semakin sering ide-idenya diterima guru dan teman-temannya, ia semakin
memperoleh pengakuan umum dan akhirnya rasa percaya dirinya semakin kuat.
Sebaliknya, semakin sering ia menerima penolakan atas ide- idenya, semakin sulit
peserta didik tersebut untuk memiliki rasa percaya diri. Apabila perasaan tidak
percaya diri sangat dominan, peserta didik tersebut akan sulit untuk berhasil
dalam belajar.

13
5) Faktor kecerdasan atau inteligensi
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses
belajar siswa. Tinggi rendahnya hasil belajar para siswa ditentukan oleh faktor
tinggi rendahnya inteligensi yang dimiliki para siswa tersebut walaupun
inteligensi bukan satu-satunya faktor yang memengaruhi hasil belajar. Semakin
tinggi tingkat inteligensi seorang siswa, semakin besar peluang pada siswa
tersebut untuk berhasil dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat
inteligensi individu, semakin sulit individu itu mencapai keberhasilan dalam
belajar.
Implikasinya, agar kecerdasan siswa terus berkembang, guru dan orang tua perlu
memberikan bimbingan dalam belajar para siswa. Guru juga perlu memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang tepat tentang bagaimana mengembangkan
kecerdasan para siswanya.

c. Karakteristik lain
Karakteristik lain yang dapat memengaruhi kegiatan belajar siswa, menurut
Sardiman (2001: 119), adalah latar belakang pengetahuan dan taraf pengetahuan,
gaya belajar, usia kronologi, tingkat kematangan, spektrum dan ruang lingkup
minat, lingkungan sosial ekonomi, hambatan-hambatan lingkungan dan
kebudayaan, inteligensia, keselarasan dan attitude, prestasi belajar, motivasi, dan
lain-lain. Hasil belajar peserta didik akan meningkat apabila proses
pembelajarannya baik, kemudian didukung ruang pembelajaran dan peralatan
serta media pembelajaran yang memadai.
Hal ini sejalan dengan pendapat Cruickshank (1990: 11). Menurut dia, sarana
pembelajaran yang memengaruhi kualitas hasil pembelajaran terdiri atas ukuran
kelas, luas ruang kelas, suhu udara, cahaya, suara, dan media pembelajaran. Media
pembelajaran dapat diklasifikasi menjadi empat macam, yakni a) media pandang
diproyeksikan, seperti OHP, slide, projector, dan filmstrip; b) media pandang
yang tidak diproyeksikan, seperti gambar diam, grafis, model, dan benda asli; c)
media dengar, seperti piringan hitam, pita kaset, dan radio; d) media pandang
dengar, seperti televisi dan film (Ibrahim Bafadal, 2003: 13—14).
Kelengkapan, kualitas sumber, dan jenis sarana prasarana yang termasuk media
pembelajaran menjadi salah satu faktor penentu bagi tercapainya kualitas hasil
pembelajaran. Sarana dan prasarana secara nasional memiliki peraturan
pemerintah yang telah ditetapkan untuk mengatur hal ini, yaitu PP Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. PP Nomor 19
Tahun 2005 Pasal 1 ayat 8 mengemukakan bahwa standar sarana dan prasarana
adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal
tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan,

14
laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi,
serta sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran,
termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Untuk memenuhi
sarana dan prasarana, terdapat kriteria minimal. Kriteria minimal, menurut Pasal
1 PP Nomor 19 Tahun 2005, adalah ketentuan minimal tentang jenis, ukuran,
jumlah, mutu, desain, prosedur, persyaratan administrasi yang berkaitan dengan
perencanaan, pelaksanaan, pengadaan, perawatan, serta pengawasan sarana dan
prasarana pendidikan yang diperlukan untuk menunjang pembelajaran.
Sisworo (2006: 34) mengemukakan bahwa standar sarana dan prasarana
pendidikan bertujuan menjamin mutu sarana dan prasarana pendidikan dalam
rangka mendukung peningkatan mutu pendidikan. Sebagai contoh, secara
umum, standar sarana untuk SMA/MA/SMK yang lengkap meliputi standar
ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium biologi, ruang laboratorium
fisika, ruang laboratorium kimia, ruang laboratorium komputer, ruang
laboratorium bahasa, ruang pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha, tempat
beribadah, ruang konseling, ruang UKS, ruang organisasi kesiswaan, WC,
gudang, ruang sirkulasi, dan tempat bermain/berolahraga.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan guru untuk mengakomodasi keragaman
karakteristik peserta didik tersebut sebagai berikut.

1) Mengelola kelas dengan interaksi yang bersifat dialogis


Interaksi antara guru dan peserta didik sangat menentukan keberhasilan proses
pembelajaran. Interaksi edukatif ini pada dasarnya adalah komunikasi timbal
balik antarpeserta didik dengan pendidik yang terarah pada tujuan pendidikan.
Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses
berkomunikasi intensif dengan memanipulasikan isi, metode, serta alat-alat
pendidikan menuju pencapaian tujuan pendidikan.
Untuk mencapai komunikasi yang intensif, guru harus mampu berinteraksi
secara dialogis (transactional dialogis) dengan seluruh karakteristik peserta didik
yang beragam tersebut agar mereka berkembang ke arah yang positif sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional. Dalam berinteraksi, guru harus kreatif serta
harus mempunyai ketertarikan yang kuat agar peserta didik ingin memperhatikan
dirinya bahkan ketika dia tidak sedang melakukan apa pun. Hal ini berarti guru
harus mampu mengolah emosi dan jalan pikiran peserta didik agar terpusat pada
guru tersebut.

2) Mengatur peralatan kelas dengan variatif

15
Khodijah (2011: 184) menyebutkan bahwa perbedaan psikologis siswa dapat
dikendalikan oleh guru dalam mengelola kelas, terutama dalam penempatan anak
di tempat duduk dan pengelompokan.
Lingkungan kelas sebaiknya di-setting sedemikian rupa sehingga dapat
memotivasi belajar peserta didik. Setting lingkungan kelas yang kondusif untuk
belajar peserta didik dilakukan dengan mengatur peralatan kelas secara cukup
artistik, mengatur meja kursi peserta didik secara variatif sesuai kebutuhan,
memanfaatkan dinding-dinding ruangan kelas sebagai media penyampai pesan
pembelajaran, serta mengelompokkan siswa sesuai dengan karakteristik
psikologisnya. Hal ini penting untuk mengelola emosi peserta didik karena emosi
berpengaruh kuat terhadap proses belajar seseorang. Emosi positif akan
mempercepat proses belajar dan mencapai hasil belajar yang lebih baik.
Sebaliknya, emosi negatif dapat memperlambat belajar atau bahkan
menghentikannya sama sekali. Karena itu, proses pembelajaran yang berhasil
haruslah dimulai dengan menciptakan emosi positif pada diri siswa.
Dalam penataan ruang kelas, grafis-grafis di dinding yang memuat pesan
pembelajaran tentunya harus diupayakan untuk diperbarui dalam periode waktu
tertentu. Usaha menciptakan emosi positif pada diri peserta didik dapat
dilakukan dengan cara menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan.
Pengaturan lingkungan kelas ini akan mampu mendukung terciptanya iklim
pembelajaran yang kondusif dan berkualitas.
Haryanto (2001) menyatakan bahwa pengaturan ruang secara tepat dapat
menciptakan suasana yang wajar, tanpa tekanan, dan menggairahkan siswa untuk
belajar secara efektif. Lebih lanjut, Haryanto menyatakan bahwa agar tercipta
suasana belajar yang aktif dan mampu mengaktifkan siswa, pengaturan ruang
belajar dan perabot sekolah perlu diperhatikan. Pengaturan itu hendaknya
memungkinkan peserta didik duduk berkelompok dan memudahkan guru secara
leluasa membimbing dan membantu peserta didik dalam belajar.
Pengaturan meja secara berkelompok akan mampu meningkatkan kerja sama
yang baik antarpeserta didik. Dengan terciptanya gairah peserta didik dalam
belajar, tentunya akan berpengaruh pada efektivitas belajar peserta didik dan
dengan terciptanya suasana belajar yang wajar tanpa tekanan tentunya.

3) Penggunaan konsep belajar tuntas (mastery learning)


Konsep belajar tuntas merupakan suatu sistem belajar yang menginginkan
sebagian besar peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran secara tuntas.
Belajar tuntas, menurut Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati (1993), adalah
pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan untuk setiap unit bahan
pelajaran, baik secara perorangan maupun kelompok, sehingga apa yang

16
dipelajari siswa dapat tercapai semua. Berikut ini adalah kutipan pendapat
Kunandar (2007).

Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu


kompetensi dasar berkisar antara 0—100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk
masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria
ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata
peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan
pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan
belajar secara terus-menerus untuk mencapai ketuntasan ideal.
Pembelajaran tuntas ini sangat tepat untuk mengatasi keberagaman peserta didik
karena strategi pembelajarannya menganut pendekatan individual. Maksudnya,
meskipun kegiatan belajarnya klasikal, yakni ditujukan kepada seluruh peserta
didik, layanan pembelajarannya memperhatikan perbedaan-perbedaan individual
mereka sehingga potensi masing-masing peserta didik berkembang secara
optimal.
Elliot dalam Khodijah (2011: 191) menyebutkan bahwa salah satu cara yang
dapat ditempuh oleh guru untuk mengatasi perbedaan individual siswa adalah
penerapan mastery learning, yaitu suatu kualitas pembelajaran ketika guru dan
siswa memutuskan secara bersama waktu yang dibutuhkan dan apa yang perlu
dikuasai oleh siswa.
Mastery learning atau pembelajaran tuntas merupakan salah satu cara untuk
mengatasi perbedaan karakteristik peserta didik. Hal ini dipandang penting
mengingat tidak semua peserta didik mampu menguasai materi pembelajaran
dalam waktu yang sama. Guru harus bijaksana untuk mengakomodasi perbedaan
karakteristik peserta didik. Guru harus mempertimbangkan karakteristik dan
kebutuhan peserta didik serta memberikan perhatian yang intensif kepada
peserta didik yang memiliki kesulitan belajar atau memiliki masalah. Guru harus
memahami bahwa tidak semua peserta didik memiliki penguasaan yang sama
terhadap mata pelajaran.

4) Program perbaikan nutrisi, pembelajaran kontekstual, dan remedial


Khodijah (2011: 193) berpendapat bahwa cara untuk mengeliminasi perbedaan
karakteristik di antara peserta didik di antaranya adalah
a) program nutrisi dan stimulasi harus diberikan kepada anak-anak yang berasal
dari keluarga berpenghasilan rendah;
b) penciptaan mekanisme sosial yang mendukung;

17
c) pembelajaran secara kontekstual disesuaikan dengan perbedaan masing-
masing;
d) mengadakan program remediasi dua tahap;
e) pengembangan profesionalisme guru dalam upaya meningkatkan
pembelajaran yang berorientasi perbedaan.

Ada beberapa cara untuk mengakomodasi perbedaan karakteristik di antara


peserta didik. Salah satu cara itu adalah meningkatkan kondisi kesehatan peserta
didik dari keluarga kurang mampu dengan memberikan program nutrisi. Untuk
menjaga agar keadaan jasmani peserta didik dari keluarga kurang mampu tetap
sehat, nutrisi mereka harus ditingkatkan dengan optimal. Hal ini disebabkan
kekurangan kadar makanan akan membuat keadaan jasmani lemah sehingga
mengakibatkan lekas mengantuk dan lelah.
Pembelajaran kontekstual merupakan salah satu alternatif untuk meminimalisasi
keberagaman peserta didik. Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and
learning/CTL), menurut Ibrahim R dan Syaodih S Nana (2003), adalah suatu
konsep belajar ketika guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat.
Dalam kelas kontekstual, guru lebih banyak mengondisikan kualitas strategi
pembelajaran daripada memberi informasi. Guru memotivasi peserta didik
untuk menemukan sesuatu yang baru dalam pembelajaran tersebut. Akhirnya,
pada tahap tertentu, peserta didik menemukan sendiri sesuatu yang baru dari
pembelajaran tersebut dan bukan sesuatu yang berasal dari informasi guru.
Sesuatu yang ditemukan sendiri oleh peserta didik lebih dipahami oleh mereka
dibandingkan dengan sesuatu yang berasal dari informasi guru.
Pembelajaran remedial juga merupakan salah satu cara untuk mengurangi
keragaman peserta didik. Pembelajaran remedial adalah bentuk pembelajaran
yang sifatnya memperbaiki pemahaman lebih bagi siswa yang mengalami
kelambanan, kesulitan, atau kegagalan dalam belajar agar mereka secara tuntas
dapat menguasai bahan pelajaran yang diberikan.
Langkah-langkah dalam program remedial di antaranya sebagai berikut. a) Guru
memberi bimbingan secara khusus dan individual kepada peserta
didik yang mengalami kelambanan, kesulitan, atau kegagalan dalam
belajar. Dalam hal ini, guru berperan juga sebagai fasilitator.

18
b) Guru memberi perlakuan (treatment) khusus, yaitu guru menyederhanakan isi
materi ajar agar mudah dimengerti oleh peserta didik yang mengalami
kelambanan, kesulitan, atau kegagalan dalam belajar tersebut.

Program pengayaan merupakan salah satu alternatif untuk meminimalisasi


keragaman peserta didik. Karakteristik siswa yang beragam mungkin pula
ditandai oleh peserta didik yang memiliki kecepatan lebih dalam mencapai
kompetensi dasar tertentu. Peserta didik yang seperti ini tidak boleh diabaikan,
tetapi harus diperlakukan khusus dalam bentuk tambahan pengetahuan dan
keterampilan melalui program pengayaan. Cara yang dapat dilakukan dalam
menghadapi peserta didik seperti ini adalah menugaskan peserta didik tersebut
untuk berdiskusi tentang materi ajar berikutnya atau kompetenti dasar berikutnya
bersama teman sekelompoknya sehingga wawasan mereka menjadi lebih kaya.
Guru dapat juga memberi tugas agar mereka mengerjakan soal latihan yang
bersifat pengayaan.
Percepatan belajar bagi peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa adalah
salah satu upaya lain untuk meminimalisasi keragaman peserta didik. Peserta
didik yang memiliki kecerdasan luar biasa harus diberi perlakuan yang sifatnya
khusus. Apabila sifatnya alami, yakni tetap berada di kelasnya dan bukan
akselerasi, mereka dapat langsung dipersilakan untuk mempelajari kompetensi
dasar.
Berikutnya adalah yang sudah dibuat oleh guru untuk satu semester atau satu
tahun. Pada akhir tahun, akan dapat dilihat bahwa peserta didik tertentu ada yang
menyelesaikan belajarnya lebih cepat dari teman-temannya. Program akselerasi
ini memerlukan dukungan modul-modul yang dilengkapi soal-soal dan latihan-
latihan atau kegiatan-kegiatan belajar yang memungkinkan peserta didik dapat
belajar mandiri sesuai dengan kompetensi dasar yang telah ditetapkan.

5) Cara mengenal karakteristik peserta didik


Cara yang dapat dilakukan guru untuk dapat mengenali karakteristik peserta didik
adalah memahami dirinya sendiri (self understanding) dan juga memahami orang
lain (under standing the other). Tanpa memahami secara mendalam diri sendiri
dan orang lain, maka guru tidak akan dapat memahami karakteristik peserta
didiknya. Dengan demikian, guru harus mengenali peserta didiknya secara
menyeluruh.
Memahami saja sesungguhnya belum cukup sebab memahami belum dapat
menghasilkan apa-apa. Nilai hidup seseorang di antaranya diukur oleh apa yang
dia berikan kepada orang lain dan apa yang diberikan oleh pendidik kepada
muridnya. Dalam hubungan antarindividu pendidik dengan peserta didik,

19
terdapat perlakuan pendidik dan tindakan-tindakan yang bijaksana yang tepat
sesuai dengan kondisi dan situasi. Pendidik bertugas merancang pembelajaran,
melaksanakannya, serta mengevaluasi melalui pemberian tugas, latihan, dan
sebagainya.
Memahami peserta didik pada dasarnya merupakan pemahaman terhadap
keseluruhan kepribadiannya dengan segala latar belakangnya. Tidak jarang
pendidik menemukan peserta didik yang memiliki banyak kekurangan atau
sebaliknya memiliki banyak kelebihan. Peserta didik yang mempunyai perasaan
diri lebih superior akan memandang orang lain lebih rendah dan orang yang
mempunyai perasaan diri rendah akan memandang orang lain tinggi
tingkatannya.
Apabila guru tidak memahami karakteristik peserta didik; peserta didik tidak
akan mengalami perkembangan, potensi belajarnya melemah, dan mobilitas
perkembangan mereka monoton atau tidak bervariasi. Akhirnya, karena potensi
peserta didik menjadi dasar dalam menentukan masa depan, potensi mereka
harus diperhatikan sebab sebuah penelitian mutakhir menunjukan bahwa otak
manusia terdiri atas bermiliar-miliar sel aktif.
Cara mengenal potensi peserta didik dapat dilakukan melalui hal-hal sebagai
berikut:
1. teknik tes,
2. tekhnik nontes,
3. observasi,
4. wawancara,
5. angket,
6. studi dokumenter,
7. sosiometri,
8. otobiografi,
9. studi kasus,
10. konferensi kasus.

20

Anda mungkin juga menyukai