Anda di halaman 1dari 18

Nama : Raden Roro Baiduri Nilawati

NIM 2165290014
Dosen Pengajar : Dr. I Nyoman Surna, M.Psi
Mata Kuliah : Analisis Perilaku & Intervensi Pendidikan (2 SKS)
Pertemuan ke : 07 halaman 194

1. Jelaskan mengapa guru sangat membutuhkan pemahaman tentang perbedaan individual


peserta didik

Jawaban :
Perbedaan individual peserta didik adalah sesuatu yang inheren dan memang demikian
adanya. Setiap individu memiliki keunikan masing-masing dan wujudnya sangat beragam.
Perbedaan peserta didik menjadikan proses pembelajaran sebagai sebuah seni, dan sekaligus
sebagai ilmu pengetahuan.
Berbagai kajian telah dilakukan untuk memahami perbedaan individual peserta didik. Begitu juga
dengan upaya yang seharusnya dilakukan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yang
efektif, baik dari pendekatan psikologi maupun pendekatan metodologi pembelajaran. Berdasarkan
berbagai kajian itu, perbedaan individual peserta didik dapat diamati dari latar belakang
inteligensi, budaya, sosial-ekonomi, dan gender (Eggen dan Kauchak, 2004). Santrock (2009)
mengemukakan bahwa inteligensi, kepribadian dan tempramen, serta gaya
belajar peserta didik berbeda.
Dilihat dari sudut psikologis, peserta didik Dapat diartikan sebagai suatu organisme Yang sedang
tumbuh dan berkembang. Mereka memiliki berbagai potensi Manusiawi seperti bakat, minat,
kebutuhan Sosial-emosional-personal, dan Kemampuan jasmaniah. Potensi- potensi Tersebut
perlu dikembangkan melalui Proses pendidikan dan pengajaran, Sehingga dapat tumbuh dan
berkembang yang lain. Perbedaan antar peserta didik dapat disebabkan oleh dua faktor utama yaitu
bawaan lahir dan pengaruh lingkungan.

Dalam dunia pendidikan, perbedaan individual peserta didik merupakan hal penting yang perlu
dipertimbangkan. Segala bentuk kebijakan maupun pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
disekolah harus disesuaikan dengan karakteristik, bakat, kemampuan, kapasitas, gaya belajar,
bahkan tingkat kecerdasan peserta didik. Hal ini sejalan dengan pendapat Yeti dan Mumuh (2014:
72) yang menyatakan bahwa peserta didik dalam kegiatan pendidikan merupakan objek utama
yang kepadanyalah segala yang berhubungan dengan aktivitas pendidikan dirujukkan.

Melalui uraian di atas, terlihat jelas bahwa perbedaan individual dalam peserta didik
merupakan hal penting yang harus diketahui oleh pelaksana pendidikan terutama guru sebagai
seorang pendidik karena adanya perbedaaan invidual dalam peserta didik membawa
implikasi terhadap pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Di samping itu, pengetahuan terhadap
perbedaan peserta didik juga penting untuk mewujudkan sikap toleransi antar peserta didik.
Guru dapat memberikan contoh sikap penerimaan dan toleransi sehingga peserta didik merasa
nyaman di sekolah sekaligus untuk menanamkan nilai-nilai dan bahkan menikmati perbedaan
diantara mereka tanpa adanya rasa curiga (Law Nolte & Harris, 2016: 137).

Dengan semikian, individual dalam diri peserta didik wajib diketahui dan dipahami secara optimal
agar penentu kebijakan pendidikan dan para pendidik dapat merancang suatu pembelajaran yang
bermakna. Adapun, apabila pembelajaran yang bermakna dengan memperhatikan segala perbedaan
individual peserta didik dapat dilakukan, maka peserta didik akan merasa bahwa mereka
diperhatikan sehingga tidak merasakan adanya tekanan maupun paksaan untuk belajar di
sekolah, secara utuh menjadi manusia dewasa atau matang
(Desmita, 2011: 48-49).
Layaknya manusia pada umumnya, peserta didik juga dipandang sebagai individu- individu yang
berbeda. Individu menunjukkan kedudukan peserta didik sebagai perseorangan atau
persona. Oleh karena itu, sebagai sebagai orang perseorangan, peserta didik memiliki sifat-sifat
atau karakteristik yang menjadikannya berbeda dengan individu melainkan mendapatkan rasa
nyaman yang utuh.

2. Faktor-faktor apa saja yang melatar belakangi terjadinya perbedaan individu peserta
didik?
Jawaban :
Adapun, latar belakang adanya Perbedaan individual yaitu
(Sugihartono Dkk, 2013: 29- 34) :
• Faktor bawaan
• Faktor lingkungang
Faktor bawaan merupakan faktor-Faktor biologis yang diturunkan Melalui pewarisan genetik
oleh Orangtua. Pewarisan genetik ini Dimulai pada saat terjadinya Pembuahan. Adanya
perbedaan gen Akibat pembuahan inilah yang Menyebabkan adanya perbedaan antar Individu
baik secara fisik, psikologis, Maupun perilaku.

Faktor Lingkungan

Lingkungan menunjuk pada segala Sesuatu yang berada di luar diri Individu. Faktor ini meliputi
banyak Hal mulai dari status sosial ekonomi Orang tua, pola gizi, stimulasin atau Rangsangan,
pola asuh orangtua, Budaya, dan lain sebagainya. Penjelasan mengenai beberapa hal Berkaitan
dengan faktor lingkungan Sebagai salah satu faktor penentu Adanya perbedaan adalah sebagai
Berikut.

a. Status sosial ekonomi orangtua, Meliputi tingkat pendidikan Orangtua, pekerjaan


orangtua, dan Penghasilan orangtua yang Berbeda-beda. Perbedaan ini akan Membawa implikasi
pada Berbedanya aspirasi orangtua Terhadap pendidikan anak, Aspirasi anak terhadap
Pendidikannya, fasilitas yang Diberikan pada anak, dan Mungkin waktu yang disediakan Untuk
mendidik anak.

b. Pola asuh orangtua adalah pola Perilaku yang digunakan untuk Berhubungan dengan anak-
anak. Tentu saja, pola asuh yang Diterapkan tiap keluarga berbeda Dengan keluarga lainnya
yang Menyebabkan adanya perbedaan Pula pada anak-anaknya.
c. Budaya, Budaya merupakan pikiran, akal Busi, hasil karya manusia, atau Dapat juga
didefinisikan sebagai Adat istiadat. Kebudayaan di Setiap daerah atau kelompok Masyarakat
tentu saja berbeda. Oleh karena itu, perilaku yang Muncul darianggota masing-Masing
masyarakat berbeda satu Sama lain.
d. Urutan Kelahiran, Urutan kelahiran seseorang di Dalam keluarganya jug dapat Memicu adanya
perbedaan. Perbedaan ini disebabkan oleh Perlakuan yang berbeda-beda dari Orangtua
maupun anggota Keluarga lainnya berdasarkan Urutan kelahirannya (anak sulung, Anak tengah,
anak bungsu, Maupun anak tunggal).
3. Apa yang dimaksudkan dengan inteligensi?
Jawaban :
Intelegensi secara umum dapat juga diartikan sebagai suatu tingkat kemampuan dan
kecepatan otak mengolah suatu bentuk tugas atau keterampilan tertentu. Kemampuan dan
kecepatan kerja otak ini disebut juga dengan efektifitas kerja otak. Potensi intelegensi atau
kecerdasan ada beberapa macam yang dapat didentifikasikan menjadi beberapa kelompok besar
yaitu;

a. Intelegensi Verbal-Linguistik Merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan bahasa dan


segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan membaca dan menulis.
b. Intelegensi Logical-Matematik Merupakan kecerdasan dalam hal berfikir ilmiah, berhubungan
dengan angka-angka dan simbol, serta kemampuan menghubungkan potongan informasi yang
terpisah.

c. Intelegensi Visual Spasial Merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan seni visual seperti
melukis, menggambar dan memahat. Selain itu juga kemampuan navigasi, peta, arsitek dan
kemampuan membayangkan objek-objek dari sudut pandang yang berbeda.
d. Intelegensi Kinestetik Tubuh Merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan
kemampuan menggunakan tubuh untuk mengekspresikan perasaan atau disebut juga dengan
bahasa tubuh (body language). Kecerdasan ini berhubungan dengan berbagai keterampilan seperti
menari, olah raga serta keterampilan mengendarai kendaraan.
e. Intelegensi Ritme Musikal Merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan
mengenali pola irama, nada dan peta terhadap bunyi-bunyian.
f. Intelegensi Intra-Personal Kecerdasan yang berfokus pada pengetahuan diri, berhubungan
dengan refleksi, kesadaran dan kontrol emosi, intuisi dan kesadaran rohani. Orang yang
mempunyai kecerdasan intra-personal tinggi biaasanya adalah para pemikir (filsuf), psikiater,
penganut ilmu kebatinan dan penasehat rohani.
g. Intelegensi Interpersonal Kecerdasan yang berhubungan dengan keterampilan dan kemampuan
individu untuk bekerjasama, kemampuan berkomunikasi baik secara verbal maupun non-verbal.
Seseorang dengan tingkat kecerdasan Intrapersonal yang tinggi biasanya mampu membaca
suasana hati, perangai, motivasi dan tujuan yang ada pada orang lain. Pribadi dengan Potensi
Intelegensi Interpersonal yang tinggi biasanya mempunyai rasa empati yang tinggi.
h. Intelegensi Emosional Kecerdasan yang meliputi kekuatan emosional dan kecakapan
sosial. Sekelompok kemampuan mental yang membantu seseorang mengenali dan memahami
perasaan orang lain yang menuntun kepada kemampuan untuk mengatur perasaan-perasaan diri
sendiri.

4. Jelaskan secara berturut-turut tentang perkembangan teori intelligensi serta tokoh-


tokohnya.
Jawaban :
Intelegensi merupakan bahasan yang sudah ada sejak perkembangan awal ilmu psikologi,
terutama pada psikologi pendidikan. Penggambaran secara sepintas tentang inteligensi sebagai
suatu kemampuan dasar yang bersifat umum telah berkembang menjadi berbagai teori
inteligensi.Ada beberapa teori intelegensi yang menjadi kiblat perkembangan teori
intelegensi, diantaranya adalah:

a. Teori Uni faktor


Teori ini dipandang sebagai teori yang tertua. Alfred Binet termasuk salah satu ahli
psikologi yang mengatakan bahwa inteligensi bersifat monogenetik, yaitu berkembang dari satu
faktor satuan atau faktor umum. Menurut Binet, inteligensi merupakan sisi tunggal dari
karakteristik yang terus berkembang sejalan dengan proses kematangan seseorang.

Teori ini dipandang sebagai teori yang tertua. Alfred Binet termasuk salah satu ahli
psikologi yang mengatakan bahwa inteligensi bersifat monogenetik, yaitu berkembang dari satu
faktor satuan atau faktor umum. Menurut Binet, inteligensi merupakan sisi tunggal dari
karakteristik yang terus berkembang sejalan dengan proses kematangan seseorang. Binet
menggambarkan inteligensi sebagai sesuatu yang fungsional sehingga memungkinkan
orang lain untuk mengamati dan menilai tingkat perkembangan individu berdasar suatu kriteria
tertentu. Jadi untuk melihat apakah seseorang cukup cerdas atau tidak, dapat diamati dari cara dan
kemampuannya untuk melakukan suatu tindakan dan kemampuannya untuk mengubah arah
tindakannya itu apabila perlu. Inilah yang dimaksud dengan komponen arah, adaptasi dan kritik
dalam definisi inteligensi.
b. Teori Dwifaktor (The Two-Factor Theory)
Teori dwifaktor dikembangkan oleh Charles Spearman seorang psikolog dan ahli statistik dari
Inggris. Spearman (1927) mengusulkan teori kecerdasan dua faktor yang menurutnya dapat
menjelaskan pola hubungan antara kelompok tes kognitif yang ia analisis. Dalam bentuknya yang
paling sederhana, teori ini menyatakan bahwa kinerja pada setiap tugas kognitif tergantung pada
faktor umum (g) ditambah satu atau faktor yang lebih spesifik dan unik untuk tugas tertentu (s)
(Aiken, 1997).
Kedua faktor ini, baik faktor “g” maupun faktor “s” bekerja bersama-sama sebagai suatu kesatuan.
Semua faktor yang spesifik akan bersama-sama membentuk single common factor “g” faktor.
Spearman berpendapat bahwa kemampuan seseorang bertindak dalam setiap situasi sangat
bergantung pada kemampuan umum maupun kemampuan khusus. Jadi setiap faktor baik faktor
“g” maupun faktor “s” memberi sumbangan pada setiap perilaku yang intelegen.

c. Teori Multifaktor (Multiple factor Theory)

Teori multifaktor dikembangkan oleh Edward Lee Thorndike (1916). Menurut teori ini, inteligensi
terdiri dari hubungan-hubungan neural antara stimulus dan respon. Hubungan- hubungan neural
khusus inilah yang mengarahkan tingkah laku indivivu. Pada dasarnya teori. Thorndike
menyatakan bahwa inteligensi terdiri atas berbagai kemampuan spesifik yang ditampakkan dalam
wujud perilaku intelegen. Thorndike mengemukakan empat atribut inteligensi, yaitu: Tingkatan,
Rentang, Daerah, dan Kecepatan

d. Teori Hirearki
Model Hirearki dicetuskan oleh Vernon. Dalam menjelaskan teori inteligensinya, teori ini
menempatkan satu faktor kognitif umum (g) dipuncak hierarki, kemudian dibawahnya terdapat
dua faktor inteligensi utama (mayor) yaitu verbaleduacitional (v:ed) dan practical- mechanical-
spatial (k:m). Setiap kelompok mayor tersebut kemudian terpecah ke dalam beberapa faktor
kelompok minor. Sebagai contoh, v:ed terdiri dari kemampuan seperti kefasihan verbal,
kemampuan numerik, dan mungkin kreativitas. Beberapa faktor kelompok kecil di bawah
k:m adalah pemahaman mekanik, kemampuan psikomotorik, serta hubungan spasial yang
kemudian terpecah lagi menjadi bermacammacam factor spesifik pada tingkat hierarki yang
paling rendah. Dalam model hirarki kemampuan mental Vernon apabila semakin tinggi posisi
faktor dalam diagram maka semakin luas rentang perilakunya.
5. Jelaskan perbedaan dan persamaan teori kecerdasan Gardner dengan Goleman dan
dengan Art Costa.
Jawaba :
Menurut Gardner kecerdasan dalam multiple intelligences meliputi kecerdasan verbal- lingustik
(cerdas kata), kecerdasan logis-matematis (cerdas angka), kecerdasan visual- spasial (cerdas gambar-
warna), kecerdasan musikal (cerdas musik-lagu), kecerdasan kinestetik (cerdas gerak),
kecerdasan interpersonal (cerdas sosial), kecerdasan intrapersonal (cerdas diri), kecerdasan
naturalis (cerdas alam), kecerdasan eksistensial (cerdas hakikat). Setiap kecerdasan dalam multiple
intelligences memiliki indikator tertentu. Kecerdasan majemuk anak diidentifikasi melalui
observasi terhadap perilaku, tindakan, kecenderungan bertindak, kepekaan anak terhadap sesuatu,
kemampuan yang menonjol, reaksi spontan, sikap, dan kesenangan.

Teori Inteligensi Perilaku (Behaviour Intelligence). Profesor Arthur Costa dari Institute of
Intelligence di Barkeley melakukan riset Terhadap inteligensi sebagai suatu kumpulan dari
kecenderungan Perilaku. Inteligensi adalah keuletan, kemampuan mengatur perilaku Impulsive,
empati, fleksibilitas dalam berpikir, metakognisi, menguji Akurasi dan ketepatan, kemampuan
bertanya dan mengajukan Pertanyaan, menerapkan pengetahuan yang didapatkan sebelumnya,
Ketepatan penggunaan bahasa dan pikiran, mengumpulkan data Melalui panca indera,
kebijaksanaan, rasa ingin tahu dan kemampuan Mengalihkan perasaan.

Adapun Howard Gardner mengkritik bahwa inteligensi tidak dapat Diukur dengan skor tunggal,
sebagaimana pengukuran inteligensi Sebelumnya yang hanya menetapkan pada kecerdasan
linguistik dan Logis-matematis saja. Inteligensi dinyatakan dalam simbol kuantitatif. Simbol
kuantitatif atau angka menyatakan nilai perbandingan, maka Disebut quotient. Menurutnya,
manusia mempunyai lebih dari satu Inteligensi yang memiliki kemampuan berbeda dan
berhubungan dengan Daerah otak yang berlainan. Teori inteligensi majemuk (multiple
Intelligence) ini mengatakan bahwa seorang manusia paling tidak memiliki sembilan inteligensi
yaitu linguistik, logis-matematis, intarapersonal, interpersonal, musikal, gerak-badani, spasial,
naturalis, dan eksistensial. Seluruh inteligensi ini saling bekerjasama dalam satu jalinan yang unik
dan rumit. Setiap manusia memiliki seluruh inteligensi ini dengan kadar perkembangan yang
berbeda.
6. Apa implikasi teori Gardner dalam proses pembelajaran?

Jawaban :
Menurut Gardner, kesembilan jenis inteligensi di atas terdapat Dalam diri setiap orang, hanya
kadarnya tidak selalu sama. Untuk Orang tertentu suatu inteligensi lebih menonjol daripada
inteligensi Lain. Inteligensi bukanlah kemampuan yang tetap tak berubah sepanjang hayat.
Inteligensi dapat dikembangkan dan ditingkatkan secara Memadai sehingga dapat berfungsi
bagi pemiliknya. Di sinilah pendidik memiliki andil besar untuk membantu perkembangan
intelegensi peserta didik. Karena itu, guru perlu memahami teori agar Pembelajaran di kelas
berlangsung optimal.

Menurut teori MI, setiap siswa memiliki inteligensi yang mungkin Berbeda. Siswa akan lebih
mudah memahami pelajaran jika materinya Disajikan sesuai dengan inteligensi yang menonjol
dalam diri siswa. Misalnya, bila siswa menonjol dalam inteligensi musikal, ia akan Mudah
memahami mata pelajaran tertentu, misalnya biologi, jika Dijelaskan dengan memasukkan
unsur musik ke dalamnya. Jika siswa Menonjol dalam inteligensi visual, ia akan lebih mudah
menangkap Pelajaran jika dijelaskan menggunakan bermacam- macam bentuk Yang dapat diamati.
Oleh karena inteligensi siswa di kelas beragam, Maka guru—bidang studi apapun—perlu
memasukkan dan mengolah Materi yang akan diajarkan sesuai dengan inteligensi siswa-siswa
Tersebut. Mereka perlu mengajar dengan model bervariasi sehingga Setiap siswa merasa dibantu
secara tepat. Karena itu, akan sangat baik Jika sebelum mengajar, setiap guru mencoba mengenali
inteligensi apa Saja yang dimiliki anak didiknya.

Biasanya guru, karena memiliki inteligensi tertentu yang menonol, cenderung menggunakan
pendekatan yang sesuai dengan Inteligensi tersebut secara terus menerus. Guru yang menonjol
dalam Inteligensi linguistik akan senang mengajar dengan menggunakan Model inteligensi
itu, seperti berceramah, bercerita panjang lebar, Dengan puisi, membaca, dan sebagainya. Guru
yang inteligensi matematis-logisnya menonjol akan lebih senang mengajar dengan menekankan
cara pendekatan matematis-logis; secara sistematis, dengan Skema, bagan, rumus, dan
sebagainya. Guru tersebut jarang mengajar Dengan menggunakan inteligensi kinestetik-badani,
interpersonal, Ruang-visual, natural, atau lainnya, yang mungkin lebih cocok untuk Siswa.
Akibatnya, siswa yang tidak memiliki inteligensi sama dengan Yang digunakan guru, kurang
merasa terbantu secara baik dalam Belajarnya. Bahkan bisa jadi siswa tersebut merasa tidak
diajar Apapun, karena guru mengajar dengan pendekatan yang cocok untuk Dirinya sendiri.

Muncul pertanyaan, apakah guru yang kurang menonjol pada Inteligensi tertentu dapat
mengembangkan strategi mengajar dengan Inteligensi tersebut?. Misalnya, guru yang
menonjol dalam inteligensi Linguistik, yang senang mengajar dengan bercerita, bisa
mengembangkan strategi mengajar dengan inteligensi matematis-logis, pada Hal ia tidak menonjol
dalam inteligensi ini?. Menurut Gardner, bisa. Secara umum seorang guru bisa mengembangkan
strategi pembelajaran Lo dengan menggunakan inteligensi lain yang tidak dikuasainya. Caranya,
dengan berlatih terus menerus. Misalnya, guru yang Inteligensi musikalnya kurang, dapat
mengajar dengan menggunakan Lagu atau musik asal dia berlatih terus menerus. Tentu kualitasnya
Tidak sebaik dengan guru yang inteligensi musikalnya menonjol, Namun cukup untuk mengajar
siswa.

Dengan demikian, guru tidak boleh merasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi harus lebih yakin
bahwa selalu dapat mengembangkan cara mengajar mereka. Jika anak didik dapat dibantu
Mengembangkan inteligensi mereka, guru pun juga dapat dikembangkan. Tentu butuh semangat
dan upaya kuat.

Di samping berpengaruh terhadap strategi pembelajaran, teori MI Juga berdampak pada


rangkaian kegiatan pembelajaran lainnya, Seperti peralatan, pengaturan kelas, dan evaluasi.
Karena harus menggunakan strategi beragam sesuai inteligensi siswa, tentu perlu Dilengkapi
peralatan memadai sesuai strategi yang dipakai. Demikian Pula dengan pengaturan kelas,
tidak bisa hanya diatur dalam satu Kedudukan yang tetap, berbaris dari depan ke belakang. Kadang
kelas Perlu diatur melingkar, berkelompok-kelompok kecil, atau bisa jadi Kelas perlu
dikosongkan dari kursi. Bahkan suatu ketika siswa, missalnya untuk mengembangkan inteligensi
naural, perlu diajak keluar Ruangan melihat taman, hutan, gunung, dan alam raya. Dalam hal
evaluasipun juga perlu beragam sesuai inteligensi para siswa. Sistem Evaluasi yang hanya
menggunakan tes tertulis tidaklah cukup karena Tidak mengungkapkan inteligensi siswa yang
beragam. Gardner Mencontohkan, ada seorang siswa yang cerdas dalam menganalisis Flora-
fauna, dan sangat kreatif menjelaskan kepada siswa lain. Namun Dalam ujian, dengan soal esai,
siswa tersebut selalu gagal. Gurunya Tidak mengerti penyebabnya. Ternyata siswa tersebut
menonjol dalam Inteligensi linguistik dan natural, sehingga ia membutuhkan cara evaluasi lain,
mungkin dengan lisan atau diminta mengekspresikan dengan cara lain.

7. Apa implikasi teori Goleman dalam upaya pendidikan moral peserta didik?
Jawaban
Goleman (dalam Khodijah, 2014:145) yang menyatakan bahwa kecerdasan Intelektual hanya
berpengaruh sebanyak 20% terhadap keberhasilan hidup Seseorang sedang 80% nya dipengaruhi
Oleh apa yang disebutnya emotional Intelligence (kecerdasan emosional). Sejalan dengan
pendapat sebelumnya (Kurniawan, 2013: 32) juga menyatakan bahwa kecerdasan emosional
merupakan modal dasar bagi peserta didik untuk menyongsong masa depan karena dengan
kecerdasan emosional seseorang akan berhasil dalam menghadapi berbagai tantangan termasuk
tantangan untuk berhasil secara akademik. Oleh karena itu,kecerdasan emosional peserta didik
harus dipupuk dan dikembangkan sedini mungkin sehingga dapat menjadi pondasi yang kuat bagi
dirinya di masa yang akan datang. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan
kecerdasan emosional peserta didik adalah dengan menerapkan pendidikan karakter. Hal ini
sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Agus Prasetyo dan Emusti Rivasintha (dalam
Kurniawan,2013: 32) yang menyatakan bahwamelalui pendidikan karakter seorang anak akan
menjadi cerdas emosinya.

Karakter adalah suatu kebiasaan (habit) yang didalamnya terdapat cara Berpikir dan berprilaku
yang mengarahkan Seseorang untuk bersikap dan bertindak diBerbagai kondisi. Karakter dapat
dibentuk Melalui pendidikan. Pendidikan karakter Adalah upaya yang dilakukan secara Sadar
dan terencana untuk menanamkan Nilai-nilai karakter pada diri peserta didik. Nilai-nilai tersebut
adalah nilai religius, Jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, Mandiri, demokratis, rasa
ingin tahu,Semangat kebangsaan, cinta tanah air, Menghargai prestasi,
Bersahabat/komunikatif, cinta damai, Gemar membaca, peduli lingkungan, Peduli sosial, dan
tanggung jawab. Pendidikan karakter harus dilakukan Dengan berkelanjutan, nilai-nilai karakter
Terinternalisasi dalam setiap muatan Pelajaran yang dipelajari peserta didik, Nilai-nilai karakter
tidak bisa ditangkap Dengan sendirinya oleh peserta didik atau Hanya sekedar diajarkan melainkan
Peserta didik harus mempelajari sendiri(peserta didik terlibat aktif dalam proses Pembelajaran)
dan proses pelaksanaan Pendidikan karakter harus melibatkan Peserta didik secara aktif.
Karakter memiliki korelasi dengan Emosi. Emosi diartikan sebagai perasaan Yang yang disertai
dengan perubahan Serta prilaku fisik. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang
dalam mengelola emosinya sehingga dapat diekspresikan dengan tepat pada kondisi-kondisi
tertentu. Berikut aspek-aspek kecerdasan emosional mengenali emosi diri, mengelola emosi,
memotivasi diri sendiri, mengenal emosi orang lain(empati) dan membina hubungan.

Berdasarkan penjelasan yang telah di paparkan pada sub pembahasan diatas dapat disimpulkan
bahwa kecerdasan emosional peserta didik sekolah dasar dapat dikembangkan melalui pendidikan
karakter karena penerapan pendidikan karakter akan menghasilkan peserta didik yang
memiliki kecerdasan emosional yaitu peserta didik yang mampu mengelola emosinya dengan
baik, memotivasi diri, memiliki rasa empati dan membina hubungan baik dengan orang lain.

8. Apa implikasi teori Art Costa dalam upaya pengembangan kreativitas peserta didik?
Jawaban :
Arthur L. Costa dalam buku Developing Mind maka pembagian strategi pembelajaran dibedakan
juga ke dalam empat kelompok, yaitu:

Directive strategies, strategi ini ditujukan untuk membantu siswa dalam memperoleh dan
menerima fakta, gagasan dan keterampilan. Tujuan utama strategi direktif adalah memaksimalkan
waktu belajar siswa. Beberapa temuan dalam teori perilaku dihubungkan dengan pencapaian siswa
yang dihubungkan dengan waktu yang digunakan oleh siswa dalam belajar/tugas dan kecepatan
siswa untuk berhasil dalam mengerjakan tugas. Dengan demikian, model pembelajaran
langsung dirancang untuk menciptakan lingkungan belajar terstruktur, dan berorientasi
akademik. Guru berperan sebagai penyampai informasi, dalam melakukan tugasnya, guru
dapat menggunakan berbagai media, misalnya film, tape rekorder, gambar, peragaan, dsb.
Informasi yang dapat disampaikan dengan strategi direktif dapat berupa pengetahuan prosedural,
yaitu pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan sesuatu atau pengetahuan deklaratif, yaitu
pengetahuan tentang sesuatu dapat berupa fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi. Dengan
demikian pembelajaran langsung sangat cocok jika guru menginginkan siswa menguasai
informasi atau keterampilan tertentu. (Gerten, Taylor & Graves, 1999), akan tetapi jika guru
menginginkan siswa belajar menemukan konsep lebih jauh, model ini kurang cocok.
Mediative strategies, strategi ini ditujukan untuk membantu siswa mengembangkan penalaran,
konsep-konsep dan proses-proses pemecahan masalah. Mediative strategies, strategi ini
ditujukan untuk membantu siswa mengembangkan penalaran, konsep-konsep dan proses-proses
pemecahan masalah. Dalam buku Develoving of Mind, disebutkan yang termasuk dalam strategi
ini diantaranyanya adalh strategi induktif, latihan inkuari. Dengan demikian, strategi ini sama
dengan strategi pemrosesan informasi yang dikemukakan oleh Bruce Joyce.
Generative strategies, strategi ini ditujukan untuk membantu siswa
mengembangkan solusi baru, kekuatan berpikir untuk memecahkan masalah, dan kreativitas.
Generative strategies, strategi ini ditujukan untuk membantu siswa mengembangkan solusi
baru, kekuatan berpikir untuk memecahkan masalah, dan kreativitas. Contoh strategi
pembelajaran yang termasuk Generative strategies adalah Strategi generative Learning. Strategi
pembelajaran generatvef learning ( belajar generatif) dikemukakan oleh Wittrock. Ia
memandang bahwa pebelajar dalam belajar harus secara aktif mengkonstruk (construct) atau
membangkitkan (generate) arti/makna dari input inderawi, misalnya dari penglihatannya,
pendengarannya, penciumannya dan sebagainya. Pengkonstruksian makna hanya dapat dilakukan
oleh pebelajar sendiri.
Collaborative strategies, strategi ini ditujukan untuk membantu siswa belajar berhubungan
dengan orang lain dan kerja sama dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu
strategi pembelajaran yang mengembangkan hubungan kerjasama dalam mengerjakan tugas-
tugas akademik di dalam kelas. Di dalam strategi kooperatif ini ada dua aspek pengelolaan
pembelajaran yang harus diperhatikan, yaitu tugas-tugas yang terstruktur yang harus dikerjakan
peserta didik dalam bekerja sama dengan yang lainnya dan struktur penghargaan yang
bergantung pada kinerja kelompok baik produk maupun hasil belajar lainnya yang ditampilakn
oleh setiap siswa dalam proses pembelajaran.

9. Mengapa faktor gender memberikan kontribusi terhadap perbedaan gaya belajar dan
motivasi belajar peserta didik?
Jawaban :
Dari hasil kajian, hubungan gender di sekolah sangat erat kaitannya dengan prestasi belajar di
Sekolah. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardani (2018) mendapatkan
Bukti bahwa ada pengaruh langsung gender terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini dikarenakan
Perbedaan struktur otak laki-laki dan perempuan berbeda. Efek yang ditimbulkan dari perbedaan
Struktur otak tersebut adalah perbedaan pola pikir sehingga banyak kajian menyebutkan bahwa
Prestasi anak perempuan lebih mempunyai hubungan positif terhadap prestasi belajar
Dibandingkan dengan anak laki-laki. Siswa laki- laki cenderung lebih aktif dalam pembelajaran
Tetapi keaktifannya digunakan untuk membuat keributan di kelas sedangkan siswa perempuan
Cenderung lebih termotivasi untuk mengerjakan tugas-tugas.(Yuliani, 2013)
Beberapa kajian menyebutkan pada proses pembelajaran rata-rata anak laki-laki kurang fokus
Terhadap materi yang sedang dipelajari di kelas. Beberapa siswa juga ditemukan
mengerjakan pekerjaan lain saat pelajaran berlangsung. Siswa laki-laki kadang cenderung kurang
memperhatikan dalam pembelajaran. Siswa laki-laki lebih menyukai pelajaran-pelajaran di
bidang eksakta maupun olah raga. Berbeda dengan siswa perempuan, siswa perempuan cenderung
lebih menyukai pembelajaran bahasa dibandingkan dengan pembelajaran olah raga (Rohmah,
2014). Sebagian besar kajian menyebutkan bahwa cara berpikir siswa laki-laki dan perempuan
berbeda. struktur serta fungsi otak laki-laki dan perempuan terdapat sedikit perbedaan, perempuan
cenderung pandai mengelola emosi dan perasaan yang ia miliki, dan lebih pandai mengelola
bahasa, melodi serta nada sementara laki-laki lebih pandai menggunakan logika yang menurutnya
lebih masuk akal. Hal ini sesuai dengan pendapat Putra (2018) Sturktur otak laki-laki dan
perempuan memiliki perbedaan pada kumpulan sel saraf di otak, milik laki-laki lebih kecil dari
milik perempuan, meskipun ukuran otak laki-laki ratarata lebih besar dibandingkan otak
perempuan. Jika dikaitkan struktur otak laki-laki dan perempuan dalam pembelajaran maka
kedua nya cenderung dapat memahami informasi dengan baik, akan tetapi dalam mengelola
informasi yang diberikan oleh guru terdapat perbedaan dalam setiap siswa tergantung karakter
yang dimiliki siswa tersebut.Dengan adanya hubungan gender ini dalam beberapa kajian, siswa
juga belajar bagaimana cara menghargai antar teman sebaya, belajar bersosialisasi, belajar cara
berkompetisi secara sehat, dan menghormati perbedaan yang dimiliki antar individu. Guru harus
memahami perannya bukan hanya sebagai fasilitator, guru harus membimbing dan memberikan
arahan yang benar agar tidak terjadi diskriminasi gender di sekolah.
Motivasi dianggap faktor yang cukup penting bagi siswa. Motivasi merupakan sesuatu yang
membuat siswa tetap melangkah, dan menentukan ke mana siswa mencoba melangkah
(Slavin, 2011). Lebih lanjut, Ormrod (2008:58) menjelaskan bahwa “Motivasi adalah sesuatu
yang menghidupkan (energize), mengarahkan, dan mempertahankan perilaku sehingga
membuat siswa bergerak, menempatkan siswa dalam suatu arah tertentu, dan menjaga siswa agar
terus bergerak”.

Faktor gender atau jenis kelamin diambil karena diduga adanya perbedaan motivasi prestasi
antara anak laki-laki dan perempuan. Seperti pendapat Baron & Byrne yang mengatakan
bahwa gender secara tidak langsung berpengaruh terhadap pembentukan sikap dan motivasi
belajar (Hoang, 2008). Dalam jurnalnya Hoang (2008) mengungkapkan bahwa laki-laki
dengan semua karakteristik bawaannya berbeda dengan perempuan. Perbedaan-perbedaan
tersebut diduga berpengaruh dalam aspek motivasi belajar siswa yang dialami.

Anak perempuan cenderung mendapatkan nilai lebih baik dalam hal membaca, matematika,
dan ilmu pengetahuan dibandingkan anak laki-laki. Studi baru ini menentang kepercayaan banyak
orang bahwa anak laki-laki lebih baik dalam hal mata pelajaran dibandingkan anak perempuan.

Penulis studi dari Missouri University, David Geary mengatakan,bahkan di negara- negara dimana
kebebasan perempuan sangat dibatasi, ditemukan bahwa anak perempuan lebih unggul daripada laki-
laki dalam hal membaca, matematika, dan literasi sains diusia 15 tahun. Mereka menemukan bahwa
anak perempuan lebih unggul daripada laki-laki 70 persen dalam hal membaca, matematika, dan
sains. Temuan ini bahkan ditemukan di negara yang membatasi pergerakan perempuan. Di negara-
negara dengan tingkat kesetaraan gender rendah, seperti Yordania, Qatar, dan Uni Emirat
Arab, anak-anak perempuannya jauh lebih berprestasi di dunia pendidikan ketimbang laki-laki.
Temuan ini telah dipublikasikan dalam Journal of Intelligence.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara motivasi
belajar siswa yang berjenis kelamin perempuan dan laki-laki. Motivasi belajar siswa yang berjenis
kelamin perempuan memiliki rata-rata skor lebih tinggi daripada siswa yang berjenis kelamin laki-
laki. Berdasarkan temuan penelitian, siswa yang berjenis kelamin perempuan secara keseluruhan
rata-rata skor motivasi belajar yang berada pada kategori tinggi. Dapat dikatakan berdasarkan hasil
penelitian ini, siswa berjenis kelamin perempuan lebih tinggi motivasinya dibandingkan siswa
berjenis kelamin laki-laki.

10. Mengapa latar belakang budaya memberikan kontribusi terhadap perbedaan gaya
belajar dan motivasi belajar peserta didik?

Jawaban
Kultur (budaya) merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu Kelompok
masyarakat, yang di dalamnya mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, Nilai yang tercermin baik
dalam wujud fisik maupun non fisik (abstrak). Menurut Schein (1992:
12) budaya adalah artifak, aturan, nilai-nilai, prinsip dan asumsi Dasar yang dapat
mengarahkan perilaku suatu organisasi. Selanjutnya, Schein Menyebutkan bahwa
kebudayaan terbentuk dari tiga unsur yang membentuk Pengertian dasar mengenai budaya
organisasi, yaitu: artifacts, espoused values, Dan basic underlying assumptions.

Studi yang dilakukan oleh Wentzel telah mengungkapkan jika kultur sekolah Memiliki
hubungan positif dengan motivasi belajar siswa. Studi yang dilakukan Stockard dan Mayberry
menyimpulkan bahwa kultur sekolah yang mencakup Ekspektasi prestasi siswa yang tinggi,
lingkungan sekolah yang teratur, moral Yang tinggi, perlakuan terhadap siswa yang positif,
penyertaan aktivitas siswa Yang tinggi dan hubungan sosial yang positif, ternyata memiliki
korelasi kuat Dengan hasil-hasil akademik siswa.

Studi tentang budaya sekolah yang dikemukakan Zamroni (2003: 149) Menemukan bahwa kultur
yang “sehat” memiliki korelasi yang tinggi terhadap (a) Prestasi dan motivasi siswa untuk
berprestasi; (b) sikap dan motivasi kerja guru; Dan (c) produktivitas dan kepuasan kerja guru.
Analisis kultur sekolah sebaiknya Dilihat sebagai bagian suatu kesatuan sekolah yang utuh.
Artinya, kultur sekolah Dapat dijelaskan melalui pola nilai- nilai, sikap, pikiran-pikiran dan
perilaku warga Sekolah yang tercermin pada (a) motivasi berprestasi; (b) penghargaan yang tinggi
Terhadap prestasi warga sekolah; (c) pemahaman terhadap tujuan sekolah; (d) visi Organisasi yang
kuat; dan (e) partisipasi orangtua siswa.

Hasil penelitian Stephen Stolp yang kemudian dipublikasikan dalam ERIC Digest menunjukkan
jika budaya organisasi di sekolah (kultur sekolah) sangat berkontribusi orelasi dengan
peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa serta kepuasan Kerja dan produktivitas guru.
Begitu juga, survey yang dilakukan Leslie J. Fyans, Jr. Dan Martin L. Maehr tentang pengaruh dari
lima dimensi budaya organisasi di Sekolah yang meliputi tantangan akademik, prestasi
komparatif, penghargaan Terhadap prestasi, komunitas sekolah dan persepsi tentang tujuan
sekolah,Menunjukkan bahwa para siswa lebih termotivasi dalam belajarnya melalui Budaya
organisasi di sekolah yang kuat. Sementara itu, studi yang dilakukan Jerry L. Thacker and William
D. McInerney terhadap skor tes siswa sekolah dasar menunjukkan adanya pengaruh budaya
organisasi di sekolah terhadap prestasi siswa.

Menurut Mackenzie, sebagian besar literatur tentang sekolah efektif yang berhasil di- review
mengungkapkan bahwa kultur sekolah sangat menentukan kesuksesan (prestasi) akademik siswa.
Sementara, kesimpulan penelitian yang dilakukan Purkey dan Smith juga menemukan bahwa
sekolah efektif berkorelasi dengan kultur sekolah yang positif dan kualitas (prestasi) akademik
siswa (Ron 1992: 4).

11. Carilah dan bacalah jurnal tentang kemampuan peserta didik yang belatar belakang etnis
mengenai kemampuan berprestasi dalam bidang matematika dan sains

Jawab :

Penggunaan Model Pembelajaran Think-Pair-Share dalam Pengembangan. Sikap


Sosial dan Pemahaman Konsep Biologi Siswa Multietnis.

https://repository.unmul.ac.id/bitstream/handle/123456789/4228/Artikel%5BJPS_v10i1_Februari_
2012%5DPenggunaan%20Model%20Pembelajaran%20Think-Pair- Share%20dalam
%20Pengembangan%20Sikap%20Sosial%20dan%20%20pemahaman%20Konsep
%20Biologi%20Siswa%20Multietnis.pdf?sequence=1&isAllowed=n

12. Benarkah prestasi belajar dan kemampuan peserta didik dipengaruhi oleh faktor
ekonomi keluarga?

Jawaban :
Keadaan sosial ekonomi orang tua akan berpengaruh terhadap adanya fasilitas Belajar bagi siswa.
Hal ini disebabkan oleh kemampuan orang tua dalam menyediakan Sarana atau peralatan belajar.
Karena dengan tidak tersedianya sarana belajar akan dapat Menyurutkan keinginan siswa untuk
belajar. Syaifullah (1981:97) mengemukakan Bahwa status sosial orang tua anak pada suatu ketika
dapat menentukan sikap mereka Terhadap pendidikan atau peranan pendidikan dalam
kehidupan manusia, status Ekonomis menentukan kemampuan keluarga dalam menyediakan
fasilitas belajar yang Diperlukan anak dalam menelaah bahan pelajaran disekolah. Pendidikan
orang tua siswa Kelas 2 dan 3 jurusan akuntansi SMK Negeri 1 Turen sebagian besar adalah
lulusan SD Dan bekerja sebagai petani, dan pada umumnya mereka mempunyai penghasilan
yang Tergolong rendah sehingga penyediaan fasilitas belajar bagi anak-anaknya kurang
Terpenuhi.
Faktor fasilitas belajar yang diberikan orang tua pada anak-anaknya Memegang peranan yang
penting dalam suatu proses belajar. Jika orang tua dapat Memberikan atau menyediakan fasilitas
yang memadai bagi anak-anaknya, maka akan Timbul dorongan dan hasrat dalam diri anak untuk
belajar lebih baik. Anak akan Menyadari kegunaan dan tujuan yang hendak dicapai dari suatu mata
pelajaran tertentu Apabila mereka memiliki fasilitas yang sangat lengkap. Siswa yang berasal dari
latar belakang sosial ekonomi orang tua rendah tidak Dapat memenuhi semua fasilitas belajarnya.
Sedangkan siswa yang berasal dari latar Belakang sosial ekonomi tinggi semua fasilitas belajarnya
terpenuhi sehingga mereka Memiliki motivasi untuk belajar menjadi lebih baik. Dengan
adanya fasilitas belajar Yang memadai akan mendorong mereka untuk berkonsentrasi dalam
belajar dan dapat Mencapai cita-cita.
Keterbatasan dana yang dimiliki oleh orang tua siswa akan dapat berpengaruh Terhadap
prestasi belajar siswa. Bagi orang tua yang berlatar belakang sosial ekonomi Tinggi, belum tentu
prestasi belajarnya tinggi dan sebaliknya tidak jarang orang tua yang Latar belakang sosial
ekonominya rendah namun anaknya mampu mendapatkan prestasi Yang maksimal, tetapi latar
belakang sosial ekonomi orang tua siswa belum tentu Menjadi salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap prestasi belajar siswa, perlu kita ketahui bahwa banyak faktor lain yang berpengaruh
terhadap prestasi belajar siswa diantaranya adalah dukungan yang diberikan keluarga yang berupa
penyediaan fasilitas belajar. Penyediaan fasilitas belajar di rumah sangat memudahkan siswa
dalam mencapai prestasi yang diharapkan, hasil belajar yang telah dijalani selama proses belajar
sangat penting fungsinya untuk menentukan langkah selanjutnya dimasa yang akan datang
sehingga siswa akan semaksimal mungkin mendapatkan nilai yang baik. Orang tua harus
memahami dan memberikan banyak waktu belajar dirumah kepada anaknya. Orang tua harus
mampu menciptakan lingkungan belajar di rumah yang nyaman apabila mereka menginginkan anak-
anaknya mencapai prestasi yang lebih baik.
13. Mengapa inteligensi tidak menjadi faktor yang paling menentukan pencapaian prestasi
belajar yang diperoleh peserta didik?

Jawaban :
Tinggi rendahnya hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik tidak bergantung pada tinggi
rendahnya intelegensi yang dimiliki. Meski demikian, intelegensi bukan merupakan satu-
satunya faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang. Hasil belajar seseorang dapat
berubah atau ditingkatkan dengan cara mencari metode dan gaya belajar yang sesuai dengan minat
individu. Hal ini nantinya dapat membantu individu untuk meningkatkan prestasi. Lingkungan
dan budaya juga mempengaruh prestasi belajar individu karena lingkungan yang mendukung
dan budaya belajar yang telah ditetapkan disekolah atau dirumah dapat membantu individu untuk
meningkatkan prestasi belajar. Jadi intelegensi bukan menjadi satu-satunya penyebab tingga atau
rendahnya prestasi belajar seseorang.
Guru / pendidik sebaiknya mengenal karakteristik dan gaya belajar pada peserta didik agar dapat
membantu dalam pencapaian prestasi belajar peserta didik .

Terima Kasih pa Nyoman Atas bimbingan dan ilmu Yang telah di


berikan semoga Tuhan membalas segala kebaikan Bapak

Anda mungkin juga menyukai