Anda di halaman 1dari 12

ULANGAN TENGAH SEMESTER

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Oleh :
Reja Marjana
1705580

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


DEPARTEMEN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN
ILMU PENGETAHUAN ALAM (FPMIPA)
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI)
2017
1. Konsep psikologi pendidikan yang mendasari peran pedidik/pengajar
Psikologi pendidikan merupakan frasa yang terdiri dari kata psikologi dan
pendidikan. Dalam perkembangannya psikologi kini diartikan sebagai ilmu yang
membicarakan gejala-gejala jiwa yang terukur (Irham & Wiyani, 2013:16). Sedangkan
mengutip Sugihartono dkk. dalam Irham & Wiyani (2013:19) definisi pendidikan ialah,
“Usaha sadar dan terencana yang dulakukan oleh pendidik untuk mengubah tingkah laku
manusia, baik secara individu maupun kelompok untuk mendewasakan manusia tersebut
melalui proses pengajaran dan pelatihan.” Psikologi pendidikan itu sendiri secara definitif
dapat dipahami sebagai suatu cabang dari ilmu psikologi yang mempelajari tentang
penerapan berbagai teori-teori psikologi dalam dunia pendidikan serta hubungan
keduanya dengan lingkungan proses belajar mengajar.
Pada prosesnya, psikologi pendidikan telah mengalami berbagai perkembangan.
Kemajemukan pendapat tidak dapat dipungkiri telah memberi sumbangan besar dalam
perkembangan pendidikan, terutama proses belajar mengajar yang masih terus digunakan
dalam dunia pendidikan modern saat ini. Psikologi pendidikan telah memiliki peranan
penting dalam mendampingi dan membimbing guru dalam mencapai keberhasilan proses
pembelajaran (Irham & Wiyani, 2013: 20).
Menurut Prawira (2016: 30), proses edukatif dalam psikologi pendidikan meliputi
bidang-bidang sebagai berikut :
a. Peserta didik, meliputi : perkembangan anak peserta didik (siswa), perbedaan
individual, kecerdasan, kepribadian, dan kesehatan mental anak (peserta didik atau
siswa).
b. Proses Belajar, meliputi : Psikologi belajar, motivasi belajar, faktior-faktor yang
mempengaruhi belajar, diagnosrik mengenai problema belajar.
c. Evaluasi terhadap performasi belajar, penggunaan metode statistik dalam penelitian
dan pelaksanaan riset dalam problema pendidikan.
d. Pimpinan usaha pengembangan kualitas pendidikan meliputi kepemimpinan dan
perencanaan pendidikan.
Ditinjau dari ruang lingkup dan fungsinya, psikologi pendidikan bagi pengajar
ataupun calon pengajar, perlu dipahami betul baik secara teoritis dan praktis. Psikologi
pendidikan tidak hanya cukup sebagai sebuah pemahaman tentang teori-teori, tetapi lebih
menekankan pada tatanan bagaimana aplikasinya dalam praktik pendidikan secara nyata
(Irham & Wiyani, 2013:22). Hakikatnya, guru adalah pembimbing atau pemimpin siwa
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan kepribadiannya dalam dan dengan proses
belajar. Oleh karena itu, kehadiran psikologi pendidikan amat diperlukan agar
pembelajaran pada siswa/peserta didik di sekolah dapat berhasil dengan baik (Prawira,
2016:24).
Wrightman dalam Usman (2011:4) mengutarakan bahwa peranan guru adalah
terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suati
situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan
perkembangan siswa yang menjadi tujuannya. Guru/tenaga pengajar merupakan
pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus. Psikologi pendidikan merupakan salahsatu
disiplin ilmu yang harus dipahami secara komprehensif dan dapat dipraktikan secara
profesional, demi mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Irham, Muhammad & Wiyani, Novan Ardy. 2013. Psikologi Pendidikan : Teori dan
Aplikasi dalam Proses Pembelajaran. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media Grup

Prawira, Purwa Atmaja. 2016. Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru. Yogyakarta :
Ar-ruz Media Grup.

Usman, Moh. Uzer. 2011. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosda.


2. Dinamika perilaku peserta didik ditinjau dari berbagai perspektif pendekatan beserta
contohnya.
a. Perspektif Biologis
Dalam perpektif bilogis, perilaku dan proses mental manusia, dalam hal ini
peserta didik, dihubungkan dengan peristiwa listrik dan kimiawi yang terjadi di dalam
tubuh, terutama otak dan sistem syaraf (Budiman, 2008:t.h.). Contohnya, secara
alamiah anak perempuan cenderung lebih menyukai boneka dibanding robot-robotan.
b. Perspektif Peilaku/Behaviorisme
Mengenai dinamika perilaku dalam perspektif ini, dikemukakan bahwa
peilaku merupakan aktifitas organisme yang terdeteksi (Budiman, 2008:t.h.). Pada
perspektif ini yang dilihat merupakan perilaku itu sendiri, bukan aktifitas otak dan
saraf (biologis). Slah satu cabangnya berupakan Psikologi Stimulus Respon dimana
ini mempelajari stimuli yang relevan, respon yang ditimbulkan, serta feedback yang
didapat setelah menerima respon tersebut.
Contoh, peserta didik diberikan stimuli berupa peraturan dalam bertanya di
kelas, reward-nya berupa kecempatan mengajukan pertanyaan, dan punishment-nya
adalah tidak diberi kesempatan bertanya. Hal ini akan memunculkan perilaku yang
sesuai dengan permintaan guru tadi.
c. Perspektif Kognitif
Perspektif kognitif mengembalikan sebagian dari dinamika perilaku kepada
akar kognitif dari psikologi, seperti : persepsi, daya ingat, penalaran, dan pemutusan
pilihan. Adapun sebagian yang lainnya merupakan reaksi terhadap behaviorisme
(Budiman, 2008:t.h.). Mengutip Budiman, penelitian tentang kognisi modern
didasarkan pada asumsi :
1) Hanya dengan mempelajari proses mental kita dapat sepenuhnya memahami apa
yang dilakukan suatu organisme.
2) Kita dapat mempelajari proses mental secara objektif dengan memfokuskan pada
perilaku spesifik, tetapi menginterpretasikannya dalam kaitan proses mental dasar.
Dalam interpretasinya, pikiran dianalogikan dengan komputer. Karena
informasi yang masuk diproses dengan berbagai cara, seperti : dipilih dibandingkan,
dan dikombinasikan dengan informasi lain yang telah ada dalam memori,
ditransfornasikan, disusun kembali dan seterusnya (Budiman, 2008:t.h.).
d. Perspektif Psikoanalitik
Dengan tokohnya yang terkemuka Sigmund Freud, asumsi dasar teorinya ialah
bahwa sebagian besar perilaku manusia berasal dari proses bawah sadar (unconcius).
Sifat manusia pada dasarnya negatif, didorong oleh instink dasar yang sama seperti
hewan. Dinamikanya ditentukan oleh id, ego, dan super ego. (Budiman, 2008:t.h.)
Contohnya: prasangka dalam kelompok minoritas dipandang sebagai konflik
individu pada masa kecil dengan orang tuanya yang kaku, yang kemudian
dicerminkan dalam ketidaksukaannya pada orang-orang dewasa yang tidak mirip
dengan dirinya.
e. Perspektif Fenomenologi/Humanistik
Perspektif ini menekankan kualitas yang membedakan manusia dengan
hewan. Kekuatan motif utama individual adalah kecenderungan ke arah pertumbuhan
dan aktualisasi diri. Pada dasarnya, manusia memiliki potensi dan memilki kebutuhan
dasar untuk mengembangkan potensinya sampai penuh (Budiman, 2008:t.h.).
Contohnya adalah seseorang belajar bahasa asing karena merasakan kebutuhan untuk
terus berkembang.

DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Nandang. 2008. Bahan Perkuliahan Psikologi Pendidikan. Bandung :


Universitas Pendidikan Indonesia.

Makmun, Abin Syamsuddin. 2007. Psikologi Kependidikan. Bandung: Rosda.

Sabur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.


3. Konsep dasar perkembangan, tugas-tugas perkembangan, prinsip-prinsip perkembangan,
tahapan perkembangan psiko fisik, dan tugas perkembangan peserta didik.
Perkembangan merupakan prubahan-perubahan yang berkisar pada kejiwaan
seseorang (Prawira, 2016:75). Perkembangan terjadi sejak bayi berinringan dengan
perumbuhannya. Pada bayi (manusia) tumbuh kembang terjadi lebih lambat namun
sangat kompleks. Pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak memerlukan gizi yang
baik dan cukup. Disamping itu kesehatannya juga harus diperhatikan agar tumbuh
kembangnya ideal (Prawira, 2016:76-77).
Mengutip Yusuf (2002) terdapat 6 prinsip perkembangan, yaitu:
a. Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti Perkembangan
berlangsung secara terus-menerus, dipengaruhi oleh pengalaman atau hasil
pembelajaran sepanjang hidupnya sampai mencapai masa kematangan atau masa tua.
b. Semua aspek perkembangan saling memengaruhi. Setiap aspek perkembangan
individu, baik fisik, emosi, intelegensi, maupun sosial, semuanya memengaruhi satu
sama lain.
c. Perkembangan itu mengikuti pola atau arah tertentu. Perkembangan terjadi secara
teratur, mengikuti pola atau arah tertentu. Setiap tahap perkembangan merupakan
hasil perkembangan dari tahap sebelumnya yang merupakan prasyarat bagi
perkembangan selanjutnya.
d. Perkembangan terjadi pada tempo yang berlainan. Perkembangan fisik dan mental
mencapai kematangannya pada waktu dan tempo yang berbeda, bisa cepat, bisa
lambat.
e. Setiap fase perkembangan mempunyai ciri khas. Para ahli telah banyak mengadakan
penelitian dan menetapkan fase-fase perkembangan yang sesuai dengan umur masing-
masing pada umumnya untuk dijadikan pedoman dalam mempelajari perkembangan
individu. Perkembangan dalam fase satu dan yang lainnya akan memiliki penekanan
yang berbeda.
f. Setiap individu yang normal akan mengalami tahapan/fase perkembangan. Dalam
menjalani hidupnya yang normal dan berusia panjang, individu akan mengalami fase-
fase perkembangan.
Dalam Syah (2000:48), secara global seluruh proses perkembangan individu
sampai menjadi dirinya sendiri berlangsung dalam 3 tahapan :
a. Proses konsepsi (pembuahan sel ocum oleh sperma)
b. Proses kelahiran (lahirnya bayi dari rahim ke dunia bebas)
c. Proses perkembangan dari bayi hingga menjadi pribadi yang khas (development
selfhood)
Adapun perkembangan manusia dari bayi hingga masa tuanya terdiri dari berbagai
tahap. Ericson (dalam Makmun, 2012:117-119) menyebut ada 8 tahapan perkembangan
dari masa bayi hingga masa tua. Sedikit berbeda dengan Hurlock yang menyebut
setidaknya ada 10 tahapan, bermula dari masa prenatal hingga old age (Syah, 2000 : 19).
Tahapan perkembangan tersebut menurut Erikson diantaranya sebagai berikut :

a. Masa Bayi (infancy)


b. Masa kanak-kanak awal (early childhood)
c. Masa kanak-kanak (childhood)
d. Masa anak sekolah (school age)
e. Masa remaja (adolescence)
f. Masa dewasa awal (young adult)
g. Masa hari tua (old age)
Selain itu, dalam Muhibin Syah (2000: 60), tahapan perkembangan psiko-fisik
mencakup :
a. Perkembangan motor (fisik),
b. Kognitif
c. Moral sosial
Perkembangan motor berhubungan dengan perolehan aneka ragam keterampilan
fisik (motor skills). Hal tersebut mencakup :pertumbuhan dan perkembangan sistem
syaraf, pertumbuhan otot-otot, perkembangan dan pertumbuhan kelenjar endoktrin, serta
perubahan struktur jasmani.
Adapun menurut Jean Piaget (dalam Prastyawan, 2011: 56) perkembangan
kognitif terdiri dari 4 tahapan. Tahapan tersebut aialah : tahap sensory-motor (0-2 tahun)
dimana tahap ini pemahaman anak mengenai berbagai hal terutama bergantung pada
gerakan tubuh beserta alat inda, tahap pre-operational (2-7 tahun) dimana anak sudah
menggunakan pemikirannya dalam berbagai hal meskipun masih bersifat egosentris,
tahap concrete-operational (7-11 tahun) anak sudah dapat berpikir objektif dan mulai
berpikir logis, tahap formal-operational (11-15 tahun) dimana seorang remaja memiliki
dapat mengkoordinasikan baik secara serentak maupun berurutan kemampuan
hipotesisnya dan kemampuan menggunakan prinsip-prinsip abstrak.
Menurut prastyawan (2011:64), proses perkembangan sosial dan moral selalu
berkaitan dengan proses belajar. Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial
sangat bergantung pada kualitas proses belajar (khususnya belajar sosial), baik
dilingkungan sekolah, keluarga, maupun di lingkungan masyarakat. Hal ini bermakna
bahwa proses belajar sangat menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan
berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral, agama, moral tradisi, moral hukum,
dan norma moral yang ada dalam masyarakat.
Tugas perkembangan menurut Robert Havigurst dalam Syah (2000:50), tugas
tugas perkembangan sesuai tahapannya antara lain :
b. Bayi dan kanak-kanak : Belajar memakan makanan padat, berjalan, berbicara,
mengendalikan benda buangan biologis, membedakan jenis kelamin, mencapai
kematangan untuk mengenal huruf dan angka, belajar menjalin hubungan emosional
dengan keluarga, serta belajar membedakan antara yang benar dan salah.
c. Fase anak-anak : Belajar keterampilan fisik untuk bermain, membina sikap positif
terhadap dirinya sendiri, berlajar bergaul dengan teman, belajar memainkan perannya
sebagai seorang laki-laki atau perempuan, mengembangkan dasar-dasar calistung,
mengembangkan perasaan dan moralm mengembangkan sifat objektif, serta belajar
mencapai kebebasan pribadi (menjadi mandiri/independen).
d. Fase remaja : Mencapai pola hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis,
mencapai peranan sosial di masyarakat, menerima kesatuan organ-organ tubuh yang
diterima sesuai perkembangan biologisnya, menerima dan mencapai tingkah laku
sosial tertentu, mencapai kebebasan emosional, mempersiapkan diri menuju karir,
serta memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika.
e. Dewasa : Mulai bekerja mencari nafkah, memilih teman atau pasangan hidup,
memasuki kehidupan berumah tangga, belajar hidup bersama pasangannya, mengelola
tempar tinggal, membesarkan anak-anak, meneruma tanggungjawab
kewarganegaraan, menemukan kelompok sosial.
f. Setengah baya : Mencapai tanggung jawab sosial dan kewarganegaraan, membantu
anak-anak agar berkembang, mengembangkan aktivitas dan memanfaatkan waktu
luang dengan baik, menghubungkan diri dengan pasangan dalam ikatan yang lebih
kuat, menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan psikologis, mencapai dan
melaksanakan penampilan yang memuaskan karir, menyesuaikan diri dengan
kehidupan usia lanjut.
g. Usia tua : menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan dan kesehatan
jasmaniahnya, menyesuaikan diri dengan keadaan pensiun, menyesuaikan diri dengan
kematian pasangan, membina hubungan yang tegas dengan anggota kelompok
seusianya, membina peraturan jasmani, serta adaptasi terhadap peranan-perabab sosial
dengan cara yang luwes.

DAFTAR PUSTAKA

Prawira, Purwa Atmaja. 2016. Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru. Yogyakarta :
Ar-ruz Media Grup.

Prastyawan. 2011. Perkembangan Psiko-fisik Siswa. Tuban : STAI Al-Hikmah.

Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda.

Makmun, Abin Syamsuddin. 2012. Psikologi Kependidikan. Bandung: Rosda.

Yusuf, Syamsul. 2002. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
4. Teori-teori belajar dan contoh aplikasinya.
Dalam buku “Teori Belajar dan Pembelajaran” (Bahrudin & Wahyuni, 2015)
secara garis besar teori-teori belajar terdiri dari behaviorisme, kognitif, konstruktivisme,
serta humanistik.
a. Behavioristik
Beberapa peneliti yang melakukan studi mengenai teori behaviorisrik
diantaranya : Ivan Pavlov, Edward Lee Throndike, Guthrie, Skinner, dan Hull. Dalam
behaviorisme setiap siswa lahir tanpa warisan/pembawaan apa-apa dari orang tuanya
dan belajar adalah kegiatan refleks-refleks jasmanai terhadap stimulus yang ada, serta
tidak ada hubungannya dengan bakat atau kecerdasan (Syah, 2000:115).
Teori Behavioristik mencakup teori-teori :
1) Kenksionisme
2) Pembiasaan Klasik
3) Pembiasaan Perilaku respons
Contoh aplikasinya dapat ditemui pada saat membiasakan suatu kebiasaan
pada anak dengan menerapkan sistem reward dan punishment. Maka, hal itu akan
lebih mudah diingat. Namun, banyak pertentangan mengenai teori ini karena terlalu
mengeneralisasikan perilaku manusia dengan hewan (yang mana pada awalnya
dijadikan objek pengamatan dalam teori behavioristik).
b. Kognitif
Menurut aliran kognitif, setiap siswa lahir dengan bakat dan kemampuan
mental yang menjadi basis kegiatan belajar (Syah, 2000:115). Hal ini dicontohkan
kepandaian seseorang berbeda yang satu denganyang lainnya karena masing-masing
telah membawa bakat/kemampuan bawaan.
Namun karena pertentangannya dengan teori behavioristik, teori ini juga
sering diperdebatkan. Karena bagaimana individu itu berkembang juga bergantung
banyak pada bagaimana proses pendidikan yang dijalani individu itu sendiri
c. Konstruktivisme
Dalam pendekatan konstruktivistik, individu harus secara aktif membangun
pengetahuan dan keterampilannya (Brunner dalam Baharudin & Wahyuni, 2015:163).
Konstruktivisme didasarkan perpaduan antara psikologi kognitif dan sosial.
Konstruktivisme memahami hakikat belajar sebagai kegiatan manusia
membangun atau menciptakan pengetahuan denga ncara mencoba memberi makna
pada pengetahuan sesuai dengan pengalamannya.
Dalam penerapannya, siswa harus dibiasakan memecahkan masalah,
menemukan sesuatu yang berguna dalam dirinya serta berfikir dengan ide-ide agar
pembelajarannya maksimal. Guru perlu memberikan ruang agar siswa dapat
berkembang dengan ide-ide mereka, disamping mengajar dengan cara yang membuat
informasi lebih bermakna.
d. Humanistik
Pendekatan humanistik pada mulanya muncul dari ketidak setujuan terhadap
behavioristik dan psikoanalisis dalam menjelaskan perilaku manusia. Baharudin &
Wahyuni dalam bukunya menyebut, “Aliran humanistik memandang bahwa belajar
bukan sekadar pengembangan kualitas kognitif sajamelainkan juga sebuah proses
yang terjadi dalam individu yang melibatkan seluruh domain yang ada.” (2015:196)
Domain yang dimaksud merupakan : kognitif, apektif, dan psikomotorik.
Sehingga humanistik pada dasarnya menekankan aspek perasaan, komunikasi yang
terbuka dan nilai-nilai yang dimiliki setiap siswa. Humanistik menganggap proses
belajar merupakan bagian dari pengembangan nilai-nilai kemanusiaan.

DAFTAR PUSTAKA

Baharudin & Wahyuni, Esa Nur. 2015. Teori Belajar & Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-
ruzz Media.

Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosda.
5. Strategi dan manfaat dalam memahami kecerdasan peserta didik.
Memahami kecerdasan peserta didik merupakan hal yang penting bagi seorang
guru. Kecerdasan peserta didik merupakan suaru hal yang variatif. Gardner dengan teori
multiple itelligence, memandang bahwa banyak cara untuk menjadi cerdas disebabkan
setiap orang memiliki dan mengembangkan berbagai macam cara untuk bertahan dan
mengembangkan hidup (Sugihartono dkk. dalam Irham & Wiyani, 2013:53).
Menurutnya setidaknya ada 8 bentuk kecerdasan, antara lain : Kecerdasan
linguistik, matematik-logik, spasial, kinestetik, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan
naturalistik.
Perbedaan tingkat inteligensia bahkan dapat terjadi pada jenis kecerdasan yang
mereka miliki. Hal ini dapat diidentifikasi dengan melakukan beberapa tes. Oleh karena
itu, guru harus dapat menyesuaikan model dan metode pembelajaran untuk mengimbangi
kondisi siswa-siswanya (Irham & Wiyani, 2013 : 55) Hal ini berhubungan erat dengan
strategi pembelajaran yang dipilih. Strategi yang tepat berpengaruh besar dalam proses
belajar.
Strategi itu sendiri merupakan perencanaan, sejumlah langkah yang direkayasa
sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu (Syah, 2000:214). Strategi
mengajar mencakup juga metode mengajar, model pembelajara, media, dan lain
sebagainya.
Implementasi teori Multiple Intelligence, dapat dilakukan dengan peran pendidik
dalam menaruh perhatian terhadap perbedaan dia antara peserta didik dan mencoba
menggunakannya dalam pembelajaran dan pendidikan serta evaluasi yang lebih personal.
Dengan demikian, peserta didik tidak dianggap sebagai blok-blok yang sama atau bahkan
anonim (Ula, 2015:126).

DAFTAR PUSTAKA

Irham, Muhammad & Wiyani, Novan Ardy. 2013. Psikologi Pendidikan : Teori dan Aplikasi
dalam Proses Pembelajaran. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media Grup

Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosda.

Ula, S. Shoimatul. 2013. Revolusi Belajar :Optimalisasi Kecerdasan Melalui Pembelajaran


Berbasis Kecerdasan Majemuk. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.

Anda mungkin juga menyukai