Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENGAPLIKASIAN KONSEP ILMU PERILAKU DALAM


MENANGANI PERILAKU AGRESI PADA FASE REMAJA AWAL

Dosen Pengampu: Cevy Amelia.,Cht's.,M.Psikolog

Disusun oleh:

Putri bianca salsabila


NIM. 190810254

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS BATAM
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan

Rahmat dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyusun makalah ini dalam

bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat

digunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk atau pembaca baru bagi pembaca

dalam administrasi pendidikan profesi Psikologi.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk atau isi

makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini masih banyak kekurangan karena pengalaman saya yang

sangat kurang. Oleh kerena itu saya mengharapkan para pembaca untuk

memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan

makalah ini.

Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada Ibu Cevy

Amelia.,Cht's.,M.Psikolog., yang telah bersedia memberikan materi kuliah kepada

kami. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Pontianak, Desember 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja merupakan masa dimana mereka masuk dalam tahap

perkembangan. Remaja awal merupakan fase pertama dalam perkembangan

dimana pada fase ini berlangsung dengan cepat dalam aspek fisik, emosional,

intelektual, dan sosial. Pada masa remaja awal ini merupakan masa dimana masa

remaja sebagai periode peralihan. Peralihan tidak berarti terputus dengan atau

berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan sebuah peralihan dari

satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Artinya, apa yang telah terjadi

sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang tejadi sekarang dan yang

akan datang (Yususf, 2000).

Menurut Sarwono (2012), masa remaja memasuki tahap pembebasan

kehendak dari kekuatan-kekuatan dari dalam diri sendiri maupun dari

lingkungannya (misalnya dari orangtuanya) yang selama ini mendominasinya.

Menurut Richmond dan Sklansky (dalam Sarwono, 2012) inti dari tugas

perkembangan seseorang dalam periode remaja awal dan menengah adalah

memperjuangkan kebebasan, dimana ketika kemampuan mengontrol diri

berhubungan negatif dengan kecenderungan berperilaku delinkuen, termasuk

didalamnya adalah perilaku agresif.

Menurut teori integrasi kognitif tentang trait‐anger yang diajukan, individu

yang memiliki traitanger yang tinggi lebih cenderung mengalami bias dalam

menginterpretasi suatu situasi provokatif yang selanjutnya memicu proses yang


secara spontan me‐ ningkatkan amarah dan dorongan agresinya. Berdasar teori ini

pula, program pengelolaan amarah dikembangkan untuk meningkatkan

kemampuan remaja mengendalikan diri melalui proses kognitif sehingga

diharapkan kecenderungan amarah dan perilaku agresifnya dapat dikurangi.

Program yang dinilai efektif untuk mengurangi agresivitas, baik sebagai

pencegahan maupun penanganan, adalah yang menggunakan pendekatan kognitif

perilakuan (Knorth et al., 2007), karena tidak hanya fokus pada aspek kognitif

saja, namun juga memperhitungkan fungsi individu pada aspek afektif dan

perilaku. Perubahan pada salah satu aspek akan diikuti oleh perubahan pada aspek

yang lainnya (Martin & Sandra, 2005), yang seringkali disebut sebagai

penanganan multikomponen atau multimodal (Sukholdosky et al., dalam Blake &

Hamrin, 2007).

Dalam makalah ini, penulis ingin mengupas bagaimana pengaplikasian

konsep ilmu perilaku dalam menangani perilaku agresi pada fase remaja awal,

sehingga dalam menghadapi ketidaknyamanan emosional pada fase ini, remaja

dapat memproyeksikan perasaan yang tidak menyenangkan ke dalam perilaku

yang positif.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan pembahasan

yang akan dipaparkan dalam makalah ini dengan:

1. Pengertian Remaja

2. Perilaku agresi

3. Ilmu perilaku
4. Konsep Ilmu Perilaku Dalam Menangani Perilaku Agresi Remaja Fase Awal

C. Manfaat

Manfaat yang didapat dari makalah ini antara lain, pembaca dapat

mengetahui perilaku yang dilalui oleh remaja pada fase awal serta penerapan ilmu

perilaku dalam menangani perilaku agresi remaja fase awal, sehingga dapat

memanajemen tindakan yang akan dilakukan ketika menemui atau berhadapan

dengan kasus ini.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Remaja

Remaja merupakan masa dimana peralihan dari masa anak-anak ke masa

dewasa, yang telah meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan

memasuki masa dewasa. Perubahan perkembangan tersebut meliputi aspek fisik,

psikis dan psikososial. Masa remaja merupakan salah satu periode dari

perkembangan manusia. Remaja ialah masa perubahan atau peralihan dari anak-

anak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologis, perubahan psikologis,

dan perubahan sosial (Sofia & Adiyanti, 2013)

Menurut Monks (2008) remaja merupakan masa transisi dari anak-anak

hingga dewasa, Fase remaja tersebut mencerminkan cara berfikir remaja masih

dalam koridor berpikir konkret, kondisi ini disebabkan pada masa ini terjadi suatu

proses pendewasaan pada diri remaja. Masa tersebut berlangsung dari usia 12

sampai 21 tahun, dengan pembagian sebagai berikut:

a. Masa remaja awal (Early adolescent) umur 12-15 tahun.

b. Masa remaja pertengahan (middle adolescent) umur 15-18 tahun

c. Remaja terakhir umur (late adolescent 18-21 tahun.

Menurut Soetjiningsih (2010), ada 3 tahap perkembangan remaja dan

batasan remaja berdasarkan proses penyesuaian menuju kedewasaan, yaitu:

a. Remaja awal (Early adolescent) umur 12-15 tahun

Seorang remaja untuk tahap ini akan terjadi perubahan-perubahan yang

terjadi pada tubuhnya sendiri dan yang akan menyertai perubahan-perubahan


itu, mereka pengembangkan pikiran-pikiran baru sehingga, cepat tertarik pada

lawan jenis, mudah terangsang secara erotis, dengan dipegang bahunya saja

oleh lawan jenis ia sudah akan berfantasi erotik.

b. Remaja madya (middle adolescent) berumur 15-18 tahun

Tahap ini remaja membutuhkan kawan-kawan, remaja senang jika

banyak teman yang mengakuinya. Ada kecenderungan mencintai pada diri

sendiri, dengan menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya, selain itu ia

berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu memilih yang mana peka

atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimistis, idealitas

atau materialis, dan sebagainya.

c. Remaja akhir (late adolescent) berumur 18-21 tahun

Tahap ini merupakan dimana masa konsulidasi menuju periode dewasa

dan ditandai dengan pencapaian 5 hal yaitu:

1) Minat makin yang akan mantap terhadap fungsi intelek.

2) Egonya akan mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan

dalam pengalaman-penglaman baru

3) Terbentuk identitas seksual yang tidak berubah lagi.

4) Egosentrisme (terlalu mencari perhatian pada diri sendiri) diganti dengan

keseimbangan dan kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

5) Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (privateself)

6) masyarakat umum (Sarwono, 2010).


B. Perilaku Agresi

Agresi menurut Baron dalam mahmudah, (2011) adalah bentuk perilaku

yang disengaja terhadap makhluk hidup lain dengan tujuan untuk melukai atau

membinasakan dan orang yang diserang berusaha untuk menghindar. Dalam

pengertian tersebut terdapat empat masalah yang penting, yaitu:

a. Agresi itu perilaku : dengan demikian, segala aspek perilaku terdapat didalam

agresi, misalnya : emosi

b. Ada unsur kesengajaan.

c. Sasarannya adalah makhluk hidup, misalnya manusia.

d. Ada usaha menghisap darah korban.

Menurut Berkawitz (dalam Taganing dan Fortuna, 2008) mendefinisikan

agresivitas sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti

seseorang, baik secara fisik maupun mental. Sedangkan menurut Sarason dalam

Dayakisni dan Hudaniah, (2009) menyatakan bahwa agresi merupakan suatu

serangan yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap organisme lain, objek lain

atau bahkan pada diri sendiri. Definisi tersebut berlaku bagi semua makhluk

vertebrata, sementara pada tingkat manusia masalah agresi sangat kompleks

karena adanya peranan perasaan dan proses-proses simbolik.

Menurut Abidin (2005) agresif mempunyai beberapa karakteristik.

Karakteristik yang pertama, agresif merupakan tingkah laku yang bersifat

membahayakan, menyakitkan, dan melukai orang lain. karakteristik yang kedua

adalah suatu tingkah laku yang dilakukan seseorang dengan maksud untuk

melukai, menyakiti dan membahayakan oranglain yang dilakukan dengan sengaja.


Dan karakteristik yang ketiga, agresif tidak hanya dilakukan untuk melukai

korban secara fisik, tetapi juga dapat dilakukan secara psikis (psikologis) misalnya

melalui kegiatan yang menghina atau menyalahkan.

Perbuatan agresif menurut Myers (1996) dalam Sarwono (2012) adalah

perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau

merugikan orang lain. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

perilaku agresif adalah perilaku yang dilakukan oleh setiap makhluk hidup yang

dapat merugikan dan menyakiti diri sendiri dan orang lain, baik secara fisik

maupun psikis.

Rahayu (2008) mengemukakan bahwa perilaku agresif dipengaruhi oleh

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yakni faktor yang ada dalam

diri seseorang yang berupa kematangan emosi yang kurang baik. Seseorang yang

telah matang emosinya berarti dia mampu dalam mengendalikan luapan emosi

dan nafsu-nya, sehingga seseorang tersebut dapat mengelolanya dengan baik.

Sedangkan faktor eksternal yakni faktor yang berada dilingkungan sekitar yang

berupa stimulus yang kurang baik yang diterima dari lingkungannya, salah

satunya dari keluarga maupun teman sebayanya.

C. Ilmu Perilaku

Perilaku merupakan hasil dari proses akumulasi psikologis individu yang

ditampilakan dalam ruang sosial. Landasan yang dijadikan prinsip utama dalam

menuangkan perilaku itu bermacam-macam. Menurut Walgiato (2010), ilmu

tentang perilaku atau yang dikenal dengan psikologi merupakan ilmu yang

mempelajari aktivitas-aktivitas individu. Perilaku atau aktivitas-aktivitas tersebut


dalam pengertian luas yaitu perilaku yang tampak atau perilaku yang tidak

tampak, demikian juga dengan aktivitas-aktivitas tersebut di samping aktivitas

motorik juga termasuk aktivitas emosional.

Walgito menjelaskan ada beberapa komponen di diri manusia yang

mempengaruhi dan membentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini

berkaitan dengan dinamika psikologis.

a. Komponen kognitif (komponen perseptual)

Merupakan komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, dan

keyakinan, yang mana berhubungan dengan seseorang mempersepsi terhadap

objek perilaku atau kejadian yang sedang dialami.

b. Komponen afektif (komponen emosional)

Komponen ini berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap

objek perilaku.

c. Komponen konatif (komponen perilaku atau action component)

Yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap

objek. Komponen ini menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak

atau berperilaku dan komponen ini juga menunjukkan bagaimana perilaku

manusia terhadap lingkungan sekitar.

D. Konsep Ilmu Perilaku Dalam Menangani Perilaku Agresi Remaja Fase Awal

Remaja pada fase awal memiliki tingkat emosi yang masih labil, dimana

pada fase ini remaja memasuki tahap pembebasan kehendak dari kekuatan-

kekuatan dari dalam diri sendiri maupun dari lingkungannya ketika kemampuan

mengontrol diri berhubungan negatif yang menimbulkan perilaku agresif.


Cornell, Peterson, & Richards (1999) menyatakan bahwa amarah

merupakan faktor predisposisi dari perilaku agresif dan amarah itu paralel dengan

dorongan agresi, sehingga intervensi terhadap amarah perlu dilakukan sebagai

sarana mengurangi perilaku agresif seseorang. Tingkat amarah yang tinggi di

kalangan remaja awal sering terwujud dalam perilaku kejahatan, antisosial,

kekerasan, prestasi belajar rendah, dan lemahnya kesehatan fisik dan mental

hingga masa remaja akhir dan dewasa (Currie, 2004).

Penelitian Lench (2004) melaporkan bahwa subjek dengan tingkat amarah

yang tinggi cenderung memiliki strategi koping yang destruktif; mengekspresikan

amarah dengan cara menyerang orang dan benda secara fisik dan verbal; lebih

banyak menantang dan berperilaku negatif; serta lebih sering mengalami konflik

dengan orang lain. Berdasarkan fakta tersebut, maka remaja yang memiliki tingkat

amarah yang tinggi dan berisiko berperilaku agresif, perlu mendapatkan perhatian

dengan memberikan penanganan yang tepat dalam mengelola amarah dan

mengendalikan dorongan agresinya.

Diperlukannya penanganan terhadap amarah remaja, terutama remaja yang

memiliki kecenderungan amarah yang tinggi. Penanganan yang diberikan bukan

untuk menurunkan kecenderungan amarah (trait‐anger) yang lebih bersifat

menetap, namun bagaimana mengelola kecenderungan amarah yang dimiliki dan

cara mengekspresikannya sehingga perilaku yang dimunculkan tidak mengarah

pada agresivitas.

Perilaku agresi dapat dikelola salah satunya melalui bermain alat musik

sebagai sarana mengalihkan ekspresi amarah dan melatih remaja melambangkan


perasaan negatifnya hingga mampu menyadari dan mencari alternatif respon

terhadap amarah selain berperilaku agresif, serta dapat menggunakan pendekatan

kognitif perilakuan untuk mengurangi intensitas ekspresi amarah yang destruktif

dan frekuensi perilaku agresif melalui aktivitas yang dapat meningkatkan

kemampuan remaja dalam mengenal dan mengelola amarah, serta merespon

situasi provokatif secara lebih konstruktif.

Melalui pendekatan kognitif perilaku dalam mengolah sejumlah aspek

psikologis remaja secara bersamaan, yaitu aspek kognitif, afektif, dan perilaku,

mengingat amarah dan perilaku agresif memiliki keterkaitan yang kuat dalam

ketiga aspek tersebut (Wilkowski & Robinson, 2008).

Pendekatan ilmu perilaku membantu remaja memahami bahwa amarah

merupakan emosi yang wajar, mengembangkan ketrampilan mengelola amarah

dan mengekspresikan dengan cara yang sesuai tanpa kekerasan. Mengelola

amarah bukanlah ketrampilan yang dapat dikuasai dalam waktu yang singkat

selama program, namun apa yang telah dipelajari perlu dipraktekkan dalam

kehidupan sehari‐hari, dimana remaja dapat merasakan manfaatnya setelah

melakukan dan mendapatkan pengalaman, baik secara langsung maupun tidak

langsung.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Remaja fase awal mengalami periode peralihan dari anak-anak ke remaja,

dimana pada fase ini remaja melewati perkembangan dalam aspek fisik,

emosional, intelektual, dan sosial, remaja pada fase awal memiliki tingkat emosi

yang masih labil, dimana pada fase ini remaja memasuki tahap pembebasan

kehendak dari kekuatan-kekuatan dari dalam diri sendiri maupun dari

lingkungannya ketika kemampuan mengontrol diri berhubungan negatif yang

menimbulkan perilaku agresif.

Pendekatan ilmu perilaku membantu remaja memahami bahwa amarah

merupakan emosi yang wajar, mengembangkan ketrampilan mengelola amarah

dan mengekspresikan dengan cara yang sesuai tanpa kekerasan. Pengendalian

perilaku agresif melalui aktivitas yang positif dapat meningkatkan kemampuan

remaja dalam mengenal dan mengelola amarah, serta merespon situasi provokatif

secara lebih konstruktif.

B. Saran

Remaja fase awal memiliki emosi yang masih labil, bila tidak dibantu

dalam memahami manajemen emosi, maka akan timbul perilaku agresif, untuk itu

pengendalian yang dapat dilakukan untuk membantu remaja pada fase ini adalah

pendekatan ilmu perilaku melalui aktivitas yang positif, sehingga remaja memiliki

kemampuan dalam mengelola amarah, serta dapat merespon situasi provokatif

lebih konstruktif.
DAFTAR PUSTAKA
Sarwono, S. W. (2012). Psikologi remaja. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Yusuf, S. (2000). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Santrock, J. W. (2007). Adolescence (12th). New York, NY: McGraw-Hill.
Walgito. Pengantar Psikologi Umum. (Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta. 2010)
Hlm.15

Anda mungkin juga menyukai