Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN

DISUSUN OLEH :
RESTY ASNAVIA
(21119034)

DOSEN PEMBIMBING : Romiko


S.Kep.N.s,M.Kep

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan tentang “Komunikasi
dalam Keperawatan” tepat pada waktunya.
Dalam penulisan ini, saya menemukan berbagai hambatan yang dapat teratasi karena
bantuan dan dukungan semua pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih semua
pihak
Saya menyadari bahwa dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna dengan keterbatasan yang saya miliki. Oleh karena itu,
kritik dan saran sangat diperlukan untuk penyempurnaan karya tulis ilmiah ini.

Palembang, 12 Januari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
1.1. Konsep Dasar Komunikasi.............................................................................................1
1.2. Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan..................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
2.1. Penerapan Komunikasi pada Bayi dan Anak..................................................................3
2.2. Penerapan Komunikasi Terapeutik pada Remaja...........................................................5
2.3. Penerapan Komunikasi Terapeutik pada Dewasa dan Lansia........................................5
2.4. Penerapan Komunikasi Terapeutik pada Keluarga dan Kelompok................................6
BAB III.......................................................................................................................................7
3.1. Penerapan Komunikasi Terapeutik pada Setiap Tahap Proses Keperawatan.................7
3.2. Penerapan Komunikasi Terapeutik pada Pasien dengan Gangguan Fisik dan Jiwa.......7
3.3. Penerapan Komunikasi pada Pasien dengan Kebutuhan Khusus...................................7
BAB IV......................................................................................................................................9
4.1. Penerapan Komunikasi Efektif Sbar ..............................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10
BAB I
KONSEP DASAR KOMUNIKASI DAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM
KEPERAWATAN

1.1. Konsep Dasar Komunikasi


Manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Untuk
bertahan hidup, manusia membutuhkan kerja sama antar individu. Tentunya kerja sama ini
dilakukan dengan berkomunikasi sehingga komunikasi merupakan hal yang penting bagi
makhluk hidup untuk melangsungkan hidupnya, bahkan hewan dan tumbuhan juga
melakukan hal yang demikian.
Komunikasi berasal dari Bahasa latin, yaitu communicare-communicatio dan
communicatus yang berarti suatu alat yang berhubungan dengan sistem penyampaian dan
penerimaan berita, seperti telegraf, telepon, radio, dan sebagainya. Komunikasi merupakan
kegiatan tukar-menukar pendapat dan perasaan dalam setiap interaksi. Komunikasi juga
merupakan suatu bentuk perilaku sadar ataupun tidak sadar yang dapat mempengaruhi
perilaku individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan ketulusan hati antara pihak yang
terlibat agar komunikasi dapat dilakukan secara efektif.
Pada saat berkomunikasi hendaknya dilakukan dengan cara yang saling menghargai,
yakni dimana si pendengar akan mendengarkan secara saksama dan si komunikator
menyampaikan dengan tulus sehingga informasi yang didapat dapat diterima dengan baik dan
benar.
Tujuan komunikasi sendiri adalah untuk menciptakan pemahaman dan pengertian
antar setiap individu atau beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Untuk menyampaikan ide atau berita
b. Untuk memengaruhi orang lain,
c. Untuk mengubah perilaku orang lain,
d. Untuk memberikan pendidikan atau wawasan, dan
e. Untuk memahami ide orang lain.
Terdapat lima elemen komunikasi, yaitu; komunikator, informasi yang disampaikan,
komunikan, umpan balik, dan atmosfer. Proses komunikasi terbagi dua, yaitu; komunikasi
verbal, yakni komunikasi yang disampaikan melalui kata-kata atau ucapan dan komunikasi
nonverbal yang merupakan komunikasi yang melalui kontak mata, ekspresi wajah, sikap
tubuh, gerakan, penampilan, atau simbol yang digunakan.

1
1.2. Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan
Menurut Stuart dan Sunden, hubungan terapeutik antara perawat klien adalah
hubungan kerja sama yang ditandai dengan adanya aktivitas tukar-menukar pendapat,
perasaan, pikiran, dan pengalaman pada saat membina hubungan intim yang terapeutik.
Komunikasi terapeutik merupakan suatu komunikasi yang dilakukan secara sadar dan
terencana karena memiliki tujuan tertentu, yaitu untuk mencapai kesembuhan pasien.
Adanya rasa empati dan saling pengertian dalam melaksanakan komunikasi terapeutik
ini amat sangat dibutuhkan. Dengan demikian, klien akan merasa aman dan nyaman untuk
menceritakan perasaan dan pengalaman mereka kepada perawat.
Tujuan komunikasi terapeutik ini adalah untuk mencapai kesembuhan klien yang
dilakukan dengan membantu klien mengatasi masalah dan mengurangi beban pikirannya,
memperbaiki pengalaman emosional klien, dan membantu mengambil tindakan yang efektif
untuk klien. Untuk mencapai kesembuhan pasien, komunikasi merupakan hal yang sangat
krusial. Semakin baik proses komunikasi seorang perawat, maka semakin berhasil pula
asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien. Dalam hali ini, perawat menggunakan
dirinya sendiri melalui teknik komunikasi dalam asuhan keperawatan yang diberikan yang
agar bertujuan untuk merubah pola piker dan perubahan perilaku pada klien.
Helping relationship merupakan hubungan yang terjadi antara dua atau lebih individu
maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima bantuan atau dukungan untuk
memenuhi kebutuhan dasar sepanjang kehidupan. Dalam dunia keperawatan, perawat
merupakan helper yang berperan membantu klien untuk memenuhi kebutuhan dasar yang
diperlukannya. Tujuan helping relationship ini adlah untuk membantu klien memperoleh self
realization, self respect, dan self acceptance.
Komunikasi terapeutik ini bersifat dalam, yaitu karena selalu mempunyai tujuan atau
arah yang lebih spesifik untuk mencapai kesembuhan klien. Perawat secara aktif
mendengarkan dan memberi respon dengan cara menunjukkan sikap empati kepada klien.
Untuk membantu klien meningkatkan kesadaran diri dan mengurangi rasa kecemasan juga
merupakan tujuan lain dari dilakukannya hubungan terepeutik ini. Hubungan terapeutik akan
berkualitas apabila perawat memahami prinsip dan karakteristik dari kemampuan terapeutik
ini. Serta akan semakin berkualitas apabila perawat memiliki kualitas personal yang meliputi
kesadaran diri, klarifikasi nilai, ekplorasi perasaan, model peran, altruism, etik, dan tanggung
jawab.
BAB II
PENERAPAN KOMUNIKASI BERDASARKAN TINGKAT USIA DAN TINGKAT
SOSIAL

2.1. Penerapan Komunikasi pada Bayi dan Anak


Anak-anak akan menggunakan isyarat tertentu dalam berkomunikasi sehingga
perawat harus mengenal dan memahami isyarat yang disampaikan si anak. Semakin
bertambah besar anak maka semakin berkurang isyarat-isyarat yang diperlukan karena tingkat
perkembangan komunikasinya menjadi lebih baik. Dalam berkomunikasi dengan anak,
hendaknya perawat memerhatikan usia dan tingkat tumbuh kembang anak. Pada masa
prabicara (prespeech), biasanya bayi melakukan komunikasi menggunakan kode-kode khusus
untuk menyampaikan keinginannya. Tentunya komunikasi prabicara ini hanya bersifat
sementara karena hanya berlangsung selama tahun pertama kelahiran dan akan berakhir
seiring dengan perkembangan bayi.
Pada fase prabicara, terdapat empat bentuk komunikasi yang digunakan oleh bayi,
yaitu:
1. Tangisan
Tangisan seorang bayi merupakan bentuk komunikasi dari seorang bayi kepada orang
dewasa. Dengan tangisan itu, bayi dapat memberikan pesan dan orang dewasa menangkap
pesan yang diberikan sang bayi. Pada awal kehidupan pascalahir, menangis merupakan salah
satu cara pertama yang dapat dilakukan bayi untuk berkomunikasi dengan dunia luar. Melalui
tangisan, dia memberi tahu kebutuhannya, seperti lapar, dingin, panas, lelah, dan kebutuhan
untuk diperhatikan.
2. Ocehan dan celoteh
Ocehan timbul karena bunyi eksplosif awal yang disebabkan oleh perubahan gerakan
mekanisme ‘suara’. Ocehan ini terjadi pada bulan awal kehidupan bayi, seperti merengek,
menjerit, menguap, bersin, menangis, dan mengeluh. Sebagian ocehan akan berkembang
menjadi celoteh dan sebagian akan hilang. Sebagian bayi mulai berceloteh pada awal bulan
kedua, kemudian meningkat cepat antara bulan keenam dan kedelapan. Celoteh merupakan
indikator mekanisme perkembangan otot saraf bayi.
Saat berkomunikasi dengan anak dapat menggunakan teknik verbal maupun
nonverbal, yang meliputi:
1. Teknik Verbal
Teknik verbal ini merupakan teknik berkomunikasi yang menggunakan penghayatan seperti,
bercerita dan biblioterapi. Biblioterapi pada anak dilakukan dengan menggunakan buku
sebagai media. Tujuannya adalah untuk membantu anak mengungkapkan perasaan-perasaan
dan perhatiannya melalui aktivitas membaca. Dengan menanyakan mimpi yang didapat oleh
klien juga dapat digunakan perawat untuk mengidentifikasi adanya perasaan bersalah,
tertekan, jengkel, atau marah yang menganggu anak sehingga terjadi ketidaknyamanan.
Tentunya bermainan permaian juga merupakan bentuk komunikasi yang penting dan efektif
bagi anak- anak. Terlepas dari usianya yang suka bermain, teknik ini dapat memberikan
petunjuk mengenai tumbuh kembang fisik, intelektual dan sosial.
2. Teknik Nonverbal
Teknik nonverbal merupakan teknik yang menggunakan ekpresi wajah, perilaku, kontak
mata, kontak fisik, dan sebagainya., Perawat dapat melakukan kegiatan menulis dan
menggambar bersama sebagai tindakan pendekatan komunikasi. Ekpresi dan intonasi yang
digunakan oleh perawat juga mempengaruhi umpan balik si klien. Pada saat anak merasa
jengkel, kesal, dan marah, duduklah didekatnya, pegang tangan dan pundaknya, kemudian
peluklah dia. Dengan cara seperti tersebut, anak akan merasa aman dan tenang bersama
perawat.
Berikut ini perkembangan komunikasi, mulai bayi, toddler dan prasekolah, usia
sekolah, dan remaja.
1. Penerapan komunikasi pada bayi (0 – 1 tahun)
Sesaat setelah bayi dilahirkan dan ibu diizinkan menggendong si kecil dalam dekapannya,
itulah awal seorang ibu berkomunikasi dengan bayinya. Meskipun baru dilahirkan, bayi bisa
dengan cepat belajar mengenali dunianya melalui pancaindranya. Bayi terlahir dengan
kemampuan menangis karena dengan cara itu mereka berkomunikasi. Bayi menyampaikan
keinginannya melalui komunikasi nonverbal. Bayi akan tersenyum, menggerak-gerakkan
kaki dan tangannya berulang-ulang jika dia ingin menyatakan kegembiraannya, serta
menjerit, menangis, atau merengek jika dia merasa tidak nyaman. Bayi juga akan tersenyum
dan kegirangan jika dia merasa kenyang, aman atau nyaman, serta menangis atau gelisah jika
merasa lapar, basah, buang air besar, digigit nyamuk, atau kepanasan/kedinginan.
2. Penerapan komunikasi pada toddler (1—3 tahun) dan prasekolah (3— 6 tahun)
Pada kelompok usia ini, anak sudah mampu berkomunikasi secara verbal ataupun nonverbal.
Anak sudah mampu menyatakan keinginan dengan menggunakan kata-kata yang sudah
dikuasainya. Ciri khas anak kelompok ini adalah egosentris, yaitu mereka melihat segala
sesuatu hanya berhubungan dengan dirinya sendiri dan melihat sesuatu hanya berdasarkan
sudut pandangnya sendiri. Anak tidak mampu membedakan antara kenyataan dan fantasi
sehingga tampak jika mereka bicara akan banyak ditambahi dengan fantasi diri tentang obyek
yang diceritakan.
3. Komunikasi pada usia sekolah (7—11 tahun)
Pada masa ini, anak sudah mampu untuk memahami komunikasi penjelasan sederhana yang
diberikan. Pada masa ini, anak akan banyak mencari tahu terhadap hal-hal baru dan akan
belajar menyelesaikan masalah yang dihadapinya berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.
Pada masa ini, anak harus difasilitasi untuk mengekspresikan rasa takut, rasa heran,
penasaran, berani mengajukan pendapat, dan melakukan klarifikasi terhadap hal-hal yang
tidak jelas baginya.

2.2. Penerapan Komunikasi Terapeutik pada Remaja


Pada masa remaja ini, klien dihadapkan dengan dua situasi yang bertentangan dimana
remaja akan menghadapi masalah yang akan dia amati dalam dua sisi atau sudut pandang,
yaitu sisi anak-anak dan remaja. Dalam masa ini, remaja senang dalam berdebat dan
berdiskusi sehingga dapat dilihat bahwa perkembangan skill komunikasi remaja sudah
meningkat. Secara emosional, remaja sudah mulai menunjukkan perasaan malu sehingga
remaja menjadi sering tidak menemukan tempat untuk mengekspresikan isi hatinya dan
menjadi tertekan. Hal ini juga dapat disebabkan oleh faktor komunikasi yang terjadi antara
orang tua dan anak.
Perawat harus mampu berkomunikasi dengan remaja atau klien sebagai sahabat
untuknya agar klien dapat merasa terbuka dan tidak tertekan. Dengan menjadi pendengar
yang baik, mengajak remaja berdiskusi, dan memberikan support dapat membantu proses
berkomunikasi dengan remaja. Komunikasi verbal dan nonverbal remaja juga perlu
diperhatikan, misalnya ekspresi wajah, Gerakan tubuh, dan nada suara yang memberikan
tanda tentang status emosionalnya. Pada saat berkomunikasi dengan remaja harus dengan
suasana yang kondusif seperti, saling menghormati, menghargai, saling percaya, dan terbuka.
Kita atau perawat tidak bisa mengendalikan alur pembicaraan, mengatur, atau memegang
kendali secara otoriter karena remaja sudah punya pemikiran dan perasaan sendiri tentang hal
yang ia bicarakan. Komunikasi yang bisa diterima remaja adalah terbuka, dua arah,
mendengar aktif, dan menyediakan waktu yang cukup.

2.3. Penerapan Komunikasi Terapeutik pada Dewasa dan Lansia


Orang dewasa mampu belajar membagi perasaan cinta kasih, minat, dan
permasalahan dengan orang lain, serta mempunyai cara-cara tersendiri dalam berkomunikasi
dengan orang
lain. Dalam berkomunikasi dengan dewasa sampai lansia, diperlukan pengetahuan tentang
sikap-sikap yang khas. Berkomunikasi pada orang dewasa/lansia juga harus melibatkan
perasaan dan pikiran. Perawat harus menggunakan perasaan dan pikiran orang dewasa/lansia
sebagai kekuatan untuk merubah perilakunya.
Suasana juga dapat mendorong keefektifan komunikasi pada dewasa dan lansia
seperti, suasana hormat menghormarti, suasana saling menghargai, suasana saling percaya,
dan suasana saling terbuka. Teknik komunikasi yang digunakanpun harus langsung tanpa
perantara dan dilakukan secara berkesinambungan, tidak statis dan selalu dinamis.
Pada orang lanjut usia mengalami proses penuaan yang ditandai dengan menurunnya
daya tahan fisik dan rentan terserang penyakit. Kesulitan dalam berkomunikasi pada lanjut
usia disebabkan oleh berkurangnya fungsi organ komunikasi dan perubahan kognitif yang
berpengaruh pada tingkat inteligensia, kemampuan belajar, daya memori, dan motivasi klien.
Faktor yang disebabkan oleh klien seperti kecemasan, penurunan sensori, dan kurangnya
penglihatan dapat menghambat komunikasi antara perawat dan klien. Sehingga dengan
membuat suasana menyenangkan, memberi waktu ekstra, dan memberikan kepedulian dan
empati yang besar dapat membuat pendekatan komunikasi menjadi lebih efisien. Serta pada
saat berkomunikasi gunakanlah bahasa yang mudah dimengerti dan tidak berbelit, gunakan
kontak mata, dan bicaralah dengan pelan dan jelas.

2.4. Penerapan Komunikasi Terapeutik pada Keluarga dan Kelompok


Keluarga merupakan satu kesatuan yang ciri-cirinya, yaitu antaranggota keluarga
mempunyai hubungan yang intim dan hangat, face to face, kooperatif, dan anggota keluarga
memperlakukan anggota yang lain sebagai tujuan, bukan alat untuk mencapai tujuan.
Keberhasilan dalam keluarga/kelompok sangat ditentukan dari pola komunikasi dan interaksi
yang terjalin di antara mereka. Sementara itu, karakteristik kelompok seperti berikut.
1.Terdiri atas dua orang atau lebih dalam interaksi sosial baik.
2.Mempunyai struktur hubungan yang stabil sehingga dapat menjaga anggota
kelompok secara bersama dan berfungsi sebagai suatu unit.
3.Anggota kelompok adalah orang yang mempunyai tujuan atau minat yang sama.
Pada saat berkomunikasi dengan kelompok sosial dan keluarga, komunikator harus
mempunyai cara-cara strategis sebagai upaya agar tujuan komunikasi tercapai. Faktor-faktor
yang memengaruhi komunikasi kelompok adalah ukuran kelompok, tujuan, kohesivitas,
networking, dan kepemimpinan.
BAB III
PENERAPAN KOMUNIKASI PADA SETIAP TAHAP PROSES KEPERAWATAN,
PASIEN GANGGUAN FISIK, JIWA, DAN KEBUTUHAN KHUSUS

3.1. Penerapan Komunikasi Terapeutik pada Setiap Tahap Proses Keperawatan


Wawancara, pemeriksaan fisik dan observasi, serta pengumpulan data melalui catatan
medik/rekam medik dan dokumen lain yang relevan merupakan bagian dari proses
keperawatan. Proses wawancara dilakukan untuk memperoleh data tentang riwayat penyakit
klien dan pengobatan yang telah dilakukan. Proses wawancara juga dapat meningkatkan
kecakapan professional perawat dan data yang diperoleh lebih spesifik. Komunikasi pada
tahap diagnosis keperawatan dibutuhkan untuk mengklarifikasi data dan melakukan analisis
sebelum menentukan masalah keperawatan klien, dan selanjutnya mendiskusikan bersama
dengan klien.
Pada tahap perencanaan, tugas perawat adalah merumuskan tujuan keperawatan dan
menetapkan kriteria keberhasilan, merencanakan asuhan keperawatan, dan tindakan
kolaboratif yang akan dilakukan. Selanjutnya pada tahap implementasi dilakukan komunikasi
secara professional. Pada setiap tahap perawat dapat menggunakan komunikasi secara verbal
atau nonverbal. Teknik komunikasi yang digunakan pada fase ini adalah memberikan
informasi dan mungkin berbagi persepsi. Tahap terakhir yaitu, tahap evaluasi. Pada tahap ini,
perawat menilai keberhasilan dari asuhan dan tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
Perkembangan klien pada setiap tahap dicatat di dalam satu buku yang kemudian digunakan
sebagai media evaluasi tindakan keperawatan yang dilakukan.

3.2. Penerapan Komunikasi Terapeutik pada Pasien dengan Gangguan Fisik dan Jiwa
Pada pasien dengan gangguan fisik dan jiwa untuk menerapkan komunikasi terapeutik
dibutuhkan strategi komunikasi yang cukup efisien seperti, menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti dan tidak berbelit, melakukan kontak mata, serta menjelaskan kepada klien secara
perlahan.

3.3. Penerapan Komunikasi pada Pasien dengan Kebutuhan Khusus


Pada pasien yang berkebutuhan khusus dibutuhkan pemahaman dan perlakuan yang
secara khusus pula, terutama pada pasien anak yang berkebutuhan khusus. Salah satu contoh
kebutuhan khusus yang dialami oleh anak adalah keterlambatan dalam berbicara dan gagap.
Gangguan komunikasi ini sering terjadi pada usia prasekolah, apabila lamban
ditangani akan menyebabkan gangguan kejiwaan pada anak, anak menjadi sulit membaca dan
beradaptasi pada lingkungan sekitarnya. Terdapat empat macam bentuk gangguan
komunikasi pada klien berkebutuhan khusus, yaitu; gangguan bahasa, gangguan suara,
gangguan bicara, dan gangguan irama. Gangguan bahasa dapat ditemukan seperti,
keterlambatan dalam perkembangan bahasa dan afasia. Gangguan bicara dibedakan menjadi
beberapa jenis, yaitu; disaudia, dislogia, disartria, dislogsia, dan dislalia. Gangguan sara
berupa kelainan nada, kelainan kualitas suara, dan afonia. Dan pada gangguan irama ditandai
dengan ketidaklancaran dalam berbicara atau gagap. Pastikan untuk selektif dalam memilih
teknik karena terdapat beberapa yang tidak disukai oleh klien. Tujuan komunikasi ini juga
adalah untuk mempertahankan kenyamanan dan keselamatan klien serta menjaga interaksi
dan memperbaiki kerusakan komunikasi pada klien.
BAB IV
PENERAPAN KOMUNIKASI EFEKTIF: SBAR
4.1. Definisi SBAR

SBAR merupakan alat komunikasi yang direkomendasikan oleh World Health


Organization untuk mengkomunikasikan informasi penting yang membutuhkan perhatian dan
tindakan segera, komunikasi SBAR tidak hanya meningkatkan mutu pelayanan, tetapi juga
dapat meningkatkan kualitas handover yang akan menekan angka medical error.
Komunikasi ISBAR dan S-BAR (Introduction, Situation, Background, Assesment,
Recomendation) adalah komunikasi dengan menggunakan alat yang logis untuk mengatur
informasi sehingga dapat ditransfer kepada orang lain secara akurat, efisien untuk mencapai
ketrampilan berfikir kritis, efektif, terstruktur dan menghemat waktu serta tercapai
peningkatan keselamatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Anjaswarni, T. (2016). Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta Selatan: Badan


Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
Sarfika, R., & Freska, W. (2018). Buku Ajar Keperawatan Dasar 2 Komunikasi Terapeutik
Dalam Keperawatan. Padang: Andalas University Press.

Anda mungkin juga menyukai