Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN

PRAKTIK ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK PADA KEGAWATDARURATAN


NEONATAL BY. NY. D DENGAN RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
DI RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA A. YANI
TANGGAL 23 NOVEMBER S/D 5 DESEMBER 2020

Oleh:

NOVITA HANIFATUSH SHOLIHAH


NIM P27824619014

KEMENTRIAN KESEHATAN R.I


BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
2020

i
LAPORAN
PRAKTIK ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK PADA KEGAWATDARURATAN
NEONATAL BY. NY. D DENGAN RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
DI RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA A. YANI
TANGGAL 23 NOVEMBER S/D 5 DESEMBER 2020

Oleh:

NOVITA HANIFATUSH SHOLIHAH


NIM P27824619014

KEMENTRIAN KESEHATAN R.I


BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
2020

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Asuhan Kebidanan Holistik Pada Kegawatdaruratan Neonatal ini dilaksanakan sebagai
dokumen / laporan praktik blok 11 yang telah dilaksanakan di Ruang Zam-zam/ Neonatal Intensive
Care Unit Rumah Sakit Islam Surabaya A. Yani periode praktik tanggal 23 November s/d 5
Desember 2020.

Surabaya,5 Desember 2020

Novita Hanifatush Sholihah


NIM. P27824619014

Pembimbing Lahan Pembimbing Pendidikan

Reny Winarni, S.Kep.,Ners. Queen Khoirun Nisa’ Mairo, M.Keb Titi Maharani,M.Keb
NIP. 1807986 NIP. 198212132008012007 NIP. 198503202006042003

Mengetahui,

Kepala Ruangan Ketua Program Studi

Ayu Agustina Sukamto, S.Kep,,Ns. Evi Pratami., M.Keb


NIP. 1706960 NIP. 197905242002122001

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena limpahan Taufiq dan Hidayah-Nya penyusun dapat
menyelesaikan Laporan yang berjudul “Laporan Praktik Asuhan Kebidanan Holistik Pada
Kegawatdaruratan Neonatal By. Ny. D Bayi Baru Lahir Prematur Dengan Respiratory
Distress Syndrome Di Rumah Sakit Islam Surabaya A. Yani Tanggal 23 November s/d 5
Desember 2020”
Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas praktik profesi Bidan pada Blok 9. Dalam
penyusunan laporan ini penyusun mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu
kami pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Evi Pratami, S.ST, M.Keb, selaku Ketua Prodi Pendidikan Profesi Bidan Poltekkes
Kemenkes Surabaya.
2. Ibu Ayu Agustina Sukamto,S.Kep.,Ns. selaku Kepala Ruangan NICU (Zam-Zam) Rumah Sakit
Islam Surabaya A. Yani.
3. Ibu Queen Khoirun Nisa’ Mairo.,M.Keb, selaku dosen pembimbing pendidikan yang telah
memberi bimbingan dalam menyusun laporan ini
4. Ibu Titi Maharani,M.Keb, selaku dosen pembimbing pendidikan yang telah memberi bimbingan
dalam menyusun laporan ini
5. Ibu Reny Winarni,S.Kep.,Ners , selaku pembimbing lahan yang telah memberi bimbingan
dalam menyusun laporan ini
6. Semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan dan penyusunan laporan ini.
Penyusun menyadari dalam penyusunan laporan ini jauh dari sempurna, oleh karena itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi
kesempurnaan laporan ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal baik
yang telah diberikan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Surabaya, Desember 2020

Penyusun

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan
generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan
angka kematian bayi dan anak. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak janin
masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18 (delapan
belas) tahun. Upaya kesehatan anak antara lain diharapkan untuk mampu menurunkan
angka kematian anak (Kemenkes RI, 2014).
Bayi usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko gangguan
kesehatan paling tinggi. Pada usia yang rentan ini, berbagai masalah kesehatan bisa muncul
(Depkes RI, 2013). Upaya kesehatan anak antara lain diharapkan mampu menurunkan
angka kematian anak. Indikator angka kematian yang berhubungan dengan anak yakni
Angka Kematian Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian
Balita (AKABA). Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal (0-28
hari) menjadi penting karena kematian neonatal memberi kontribusi terhadap 59%
kematian bayi (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2012).
Menurut Direktorat Kesehatan Anak (2010) menjelaskan penyebab kematian neonatal
adalah gangguan atau kelainan pernafasan 35,9%, prematuritas 32,4%, sepsis 12%,
hipotermi 6,3%, kelainan darah atau ikterus 5,6%, post matur 2,8% dan kelainan
kongenital 1,4%. Berdasarkan hasil penelitian Pritasari (2010), penyebab kematian
neonatal di Indonesia adalah gangguan atau kelainan pernafasan 35,9%, prematuritas
32,4%, sepsis 12%, hipotermi 6,3%, kelainan darah/ikterus 5,6%, post matur 2,8% dan
kelainan kongenital 1,4% (Pritasari, 2010).
Respiratory Distress Syndrom (RDS) atau sindrom distres pernapasan merupakan
sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang baru
lahir dengan masa gestasi kurang (Suriadi & Yuliani, 2009). Secara klinis bayi dengan
RDS menunjukkan takipnea, pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta,
expiratory grunting (merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis
lain seperti hipoksemia dan polisitemia. Tanda-tanda lain RDS meliputi hipoksemia,
hiperkabia, dan asidosis respiratori atau asidosis campuran (Kosim, 2012).
Kegawatan pernafasan atau respiratory distress pada bayi baru lahir merupakan
masalah yang dapat menyebabkan henti nafas bahkan kematian, sehingga dapat

1
meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir (Thomas, 2010). Kegawatan
pernafasan dapat terjadi pada bayi dengan gangguan pernafasan yang dapat menimbulkan
dampak yang cukup berat bagi bayi berupa kerusakan otak atau bahkan kematian. Akibat
dari gangguan pada sistem pernafasan adalah terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia)
pada tubuh. Bayi akan beradaptasi terhadap kekurangan oksigen dengan mengaktifkan
metabolisme anaerob. Apabila keadaan hipoksia semakin berat dan lama, metabolisme
anaerob akan menghasilkan asam laktat. Dengan memburuknya keadaan asidosis dan
penurunan aliran darah ke otak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain karena
hipoksia dan iskemia, dan hal ini dapat menyebabkan kematian neonatus (Ainsworth,
2009).
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik mengambil judul “Laporan Praktik Asuhan
Kebidanan Holistik Pada Kegawatdaruratan Neonatal By. Ny. D Dengan Respiratory
Distress Syndrome Di Rumah Sakit Islam Surabaya A. Yani Tanggal 23 November s/d 5
Desember 2020”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu
“Bagaimana Asuhan Kebidanan Holistik Pada Kegawatdaruratan Neonatal By. Ny. D
Dengan Respiratory Distress Syndrome Di Rumah Sakit Islam Surabaya A. Yani Tanggal
23 November s/d 5 Desember 2020?”
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan teori, konsep dan prinsip kebidanan dalam memberikan asuhan
kebidanan pada kegawatdaruratan neonatal dengan pendekatan manajemen kebidanan dan
melakukan dokumentasi secara SOAP.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian data subjektif pada kegawatdaruratan neonatal dengan
Respiratory Distress Syndrome melalui pendekatan holistik.
b. Mampu melakukan pengkajian data objektif pada kegawatdaruratan neonatal dengan
Respiratory Distress Syndrome melalui pendekatan holistik.
c. Mampu melakukan analisis data pada kegawatdaruratan neonatal dengan Respiratory
Distress Syndrome melalui pendekatan holistik.
d. Melakukan penatalaksanaan kegawatdaruratan neonatal dengan Respiratory Distress
Syndrome dengan pendekatan holistik berdasarkan evidence based practice.

2
1.4. Lama Praktik
Praktik Asuhan Kebidanan Holistik Berkelanjutan dilaksanakan di Ruang Zam-Zam
(NICU) Rumah Sakit Islam Surabaya. Pada tanggal 23 November s/d 05 Desember 2020.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teori


2.1.1. Respiratory Distress Syndrome (RDS)
a. Pengertian
Respirasi Distress Syndrome (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan adalah
sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang
baru lahir dengan masa gestasi kurang (Malloy, 2009). Sindrom distres pernapasan
adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernapasan atau tidak adekuatnya
jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai hyalin membrane diseaser
(Suriadi & Yulianni, 2010).
Sindrom distres pernapasan adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan
histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan
yang kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas
(Bobak, 2009). Respiratory distress syndrome adalah suatu bentuk gagal nafas yang
ditandai dengan hipoksemia, penurunan compliance paru, dispnea, edema pulmonal
bilateral tanpa gagal jantung dan infiltrat yang menyebar (Somantri, 2009).
Respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan gejala yang terdiri atas
dispnea, frekuensi pernafasan yang lebih dari 60 kali permenit, adanya sianosis,
adanya rintihan pada saat ekspirasi (ekspiratory grunting), serta adanya retraksi
suprasternal, interkostal, dan epigastrium saat inspirasi. Penyakit ini adalah
penyakit membran hialin, dimana terjadi perubahan atau berkurangnya komponen
surfaktan pulmonal (zat aktif alveoli yang dapat mencegah kolaps paru dan mampu
menahan sisa udara pada akhir ekspirasi) (Hidayat, 2008).
Jadi berdasarkan dari beberapa sumber dapat disimpulkan bahwa RDS adalah
penyakit yang disebabkan oleh ketidakmaturan dan ketidakmampuan sel untuk
menghasilkan surfaktan yang memadai.
b. Anatomi Fisiologi Paru
Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru terletak sedemikian
rupa sehingga setiap paru-paru berada di samping mediastinum. Oleh karenanya,
masing-masing paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-
pembuluh besar serta struktur-struktur lain dalam mediastinum. Masing-masing
paru-paru berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru terbenam

4
bebas dalam rongga pleuranya sendiri, dan hanya dilekatkan ke mediastinum oleh
radiks pulmonalis. Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul,
menjorok ke atas dan masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Di
pertengahan permukaan medial, terdapat hilus pulmonalis, suatu lekukan tempat
masuknya bronkus, pembuluh darah dan saraf ke paru-paru untuk membentuk
radiks pulmonalis. Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan
dibagi oleh fisura oblikua dan fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus
superior, medius dan inferior.
Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu
lobus superior dan inferior (Suriadi & Yulianni, 2010). Paru-paru berasal dari titik
tumbuh yang muncul dari pharynx, yang bercabang dan kemudian bercabang
kembali membentuk struktur percabangan bronkus. Proses ini terus berlanjut terus
berlanjut setelah kelahiran hingga sekitar usia 8 tahun sampai jumlah bronkiolus
dan alveolus akan sepenuhnya berkembang, walaupun janin memperlihatkan
adanya bukti gerakan nafas sepanjang trimester kedua dan ketiga. Ketidak
matangan paru –paru akan mengurangi peluang kelangsungan hidup bayi baru lahir
sebelum usia24 minggu yang disebabkan oleh keterbatasan permukaan alveolus,
ketidakmatangan sistem kapiler paru-paru dan tidak mencukupinya jumlah
surfaktan. Upaya pernapasan pertama seorang bayi berfungsi untuk:
1) Mengeluarkan cairan dalam paru.
2) Mengembangkan jaringan alveolus paru-paru untuk pertama kali.
Agar alveolus dapat berfungsi, harus terdapat surfaktan yang cukup dan aliran
darah ke paru- paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan dan
jumlahnya akan meningkat sampai paru- paru matang sekitar 30-34 minggu
kehamilan. Surfaktan ini mengurangi tekanan permukaan paru dan membantu untuk
menstabilkan dinding alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan. Tanpa
surfaktan alveoli akan kolaps setiap saat setelah akhir setiap pernapasan, yang
menyebabkan sulit bernapas. Peningkatan kebutuhan energi ini memerlukan
penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan ini
menyebabkan steress pada bayi yang sebelumnya sudah terganggu. Pada bayi
cukup bulan, mempunyai cairan di dalam paru-parunya. Pada saat bayi melalui
jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga cairan ini diperas keluar dari paru-
paru. Pada bayi yang dilahirkan melalui seksio sesaria kehilangan keuntungan dari
kompresi rongga dada dapat menderita paru- paru basah dalam jangka waktu
lebihlama. Dengan sisa cairan di dalam paru –paru dikeluarkan dari paru dan

5
diserap oleh pembulu limfe dan darah. Semua alveolus paru-paru akan berkembang
terisi udara sesuai dengan perjalanan waktu (Suriadi & Yulianni, 2010).
c. Etiologi
Faktor predisposisi terjadinya sindrom gawat napas pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang. Pengembangan
kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang
sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga
paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologis paru
sehingga daya pengembangan paru menurun 25% dari normal, pernapasan menjadi
berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi
yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan
mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi
menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang
(Hasan, 2010).
Sindrom gawat napas biasanya terjadi jika tidak cukup terdapat suatu substansi
dalam paru-paru yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah suatu substansi molekul
yang aktif dipermukaan alveolus paru dan diproduksi oleh sel-sel tipe II paru-paru.
Surfaktan berguna untuk menurunkan tahanan permukaan paru. Surfaktan terbentuk
mulai pada usia kehamilan 24 minggu dan dapat ditemukan pada cairan ketuban.
Pada usia kehamilan 35 minggu, sebagian besar bayi telah memiliki jumlah
surfaktan yang cukup (Maryunani, 2009).
Menurut Suriadi dan Yulianni (2010) etiologi dari RDS yaitu:
1) Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2) Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar
kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya
berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
3) Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam
proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh makrofag.
4) Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5) Adanya kelainan di dalam dan di luar paru. Kelainan dalam paru yang
menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit
membran hialin (PMH).

6
6) Bayi prematur atau kurang bulan. Diakibatkan oleh kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22,
semakin muda usia kehamilan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadi
RDS.
d. Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang,
pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi
surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada
alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan
fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari
normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi
hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah
diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar
alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi
udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan
tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya
atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan edema
interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari
epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik
karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif
dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan
kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal
sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran
hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir.
Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah
lahir. Proses penyembuhan iniadalah komplek; pada bayi yang immatur dan
mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD)
(Suriadi & Yulianni, 2010).
e. Manifestasi klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin
berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya

7
atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan
kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.
Gejala klinikal yang timbul yaitu adanya sesak nafas pada bayi prematur segera
setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping
hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-
96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada
4 stadium RDS yaitu:
1. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara.
2. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer
menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
3. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih
opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih
luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak
dapat dilihat Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah: pernapasan
cepat, pernapasan terlihat parodaks, cuping hidung, apnea, murmur dan
sianosis pusat

8
f. Komplikasi
Skor > 7 Menurut Suriadi dan Yulianni (2010) komplikasi yang kemungkinan
terjadi pada RDS yaitu:
1) Kebocoran alveoli
Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema interstitial), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejalaklinikal hipotensi, apnea,
atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
2) Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana
tindakan invasif seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
3) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventricular, perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak
pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
4) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)

9
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada
bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya
volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi
mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD
meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
5) Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan
dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya
infeksi.
g. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada respiratory distress syndrome menurut Warman
(2012), antara lain:
1) Tes Kematangan Paru
a) Tes Biokimia
Paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid
dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok
ukur kematangan paru.
b) Test Biofisika
Tes biokimia dilakukan dengan shake test dengan cara mengocok cairan
amnion yang dicampur ethanol akan terjadi hambatan pembentukan
gelembung oleh unsur yang lain dari cairan amnion seperti protein, garam
empedu dan asam lemak bebas. Bila didapatkan ring yang utuh dengan
pengenceran lebih dari 2 kali (cairan amnion: ethanol) merupakan indikasi
maturitas paru janin. Pada kehamilan normal, mempunyai nilai prediksi
positip yang tepat dengan resiko yang kecil untuk terjadinya neonatal
RDS.
2) Analisis Gas Darah
Gas darah menunjukkan asidosis metabolik dan respiratorik bersamaan dengan
hipoksia. Asidosis muncul karena atelektasis alveolus atau over distensi jalan
napas terminal.
3) Radiografi Thoraks
Pada bayi dengan RDS menunjukkan retikular granular atau gambaran ground-
glass bilateral, difus, air bronchograms, dan ekspansi paru yang jelek.
Gambaran air bronchograms yang mencolok menunjukkan bronkiolus yang
terisi udara didepan alveoli yang kolap. Bayangan jantung bisa normal atau

10
membesar. Kardiomegali mungkin dihasilkan oleh asfiksi prenatal, diabetes
maternal, patent ductus arteriosus (PDA), kemungkinan kelainan jantung
bawaan. Temuan ini mungkin berubah dengan terapi surfaktan dini dan
ventilasi mekanik yang adekuat
h. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yulianni (2010) tindakan untuk mengatasi masalah
kegawatan pernafasan meliputi:
1) Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis merupakan prosedur bantuan hidup yang invasif dengan
berbagai efek pada sistem kardiopulmonal. Ventilasi mekanis adalah
membaiknya kondisi klinis pasien dan optimalisasi pertukaran gas dan pada
FiO2 (fractional concentration of inspired oxygen) yang minimal, serta tekanan
ventilator atau volume tidal yang minimal.
2) Terapi surfaktan
Saat ini preparat surfaktan yang tersedia antara lain adalah surfaktan sintetis
dan surfaktan natural yang berasal dari ekstrak paru-paru sapi atau dari bilas
paru-paru domba atau babi. Surfaktan dapat diberikan pada 6 sampai 24 jam
setelah bayi lahir apabila bayi mengalami respiratory distress syndrome yang
berat. Selanjutnya surfaktan dapat diberikan 2 jam (umumnya 4-6 jam) setelah
dosis awal apabila sesak menetap dan bayi memerlukan tambahan oksigen 30%
atau lebih. Surfaktan dapat diberikan langsung melalui selang ETT atau dengan
menggunakan nebulizer. Pemberian langsung kedalam selang ETT
memungkinkan distribusi surfaktan yang lebih cepat sampai ke bagian perifer
paru-paru, efektivitas nya lebih baik dan efek samping yang dapat ditimbulkan
lebih sedikit. Pemberian surfaktan juga dapat dilakukan dengan menggunakan
nebulizer disertai dengan ventilasi mekanis (2-3 menit), dilanjutkan dengan
postural drainage (Effendi & Firdaus, 2010).
3) Continuos Positive Airway Pressure (CPAP)
Continuos Positive Airway Pressure (CPAP) adalah merupakan suatu alat
untuk mempertahankan tekanan positif pada saluran napas neonatus selama
pernafasan spontan. CPAP merupakan suatu alat yang sederhana dan efektif
untuk tatalaksana respiratory distress pada neonatus. Penggunaan CPAP yang
benar terbukti dapat menurunkan kesulitan bernafas, mengurangi
ketergantungan terhadap oksigen, membantu memperbaiki dan
mempertahankan kapasitas residual paru, mencegah obstruksi saluran nafas

11
bagian atas, dan mecegah kollaps paru, mengurangi apneu, bradikardia, dan
episode sianotik (Effendi & Ambarwati, 2014).
4) Extracorporeal Membrane Oxygenation
Extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) merupakan alat yang
menghubungkan langsung darah vena pada alat paru-paru buatan (membrane
oxygenator), dimana oksigen ditambahkan dan CO2 dikeluarkan, kemudian
darah dipompa balik pada atrium kanan pasien (Venovenosis ECMO) atau
aorta (venoarterial). Prosedur ini membuat paru-paru dapat beristirahat dan
menghindari tekanan tinggi ventilator (Effendi & Firdaus, 2010).
Secara umum penatalaksanaan pada pasien dengan respiratory distress
syndrome adalah:
1) Memperthankan stabilitas jantung paru yang dapat dilakukan dengan
mengadakan pantauan mulai dari kedalaman, kesimetrisan dan irama
pernafasan, kecpatan, kualitas dan suara jantung, mempertahankan kepatenan
jalan nafas, memmantau reaksi terhadap pemberian atau terapi medis, serta
pantau PaO2. Selanjutnya melakukan kolaborasi dalam pemberian surfaktan
eksogen sesuai indikasi.
2) Memantau urine, memantau serum elketrolit, mengkaji status hidrasi seperti
turgor, membran mukosa, dan status fontanel anterior. Apabila bayi mengalami
kepanasan berikan selimut kemudian berikan cairan melalui intravena sesuai
indikasi.
3) Mempertahankan intake kalori secara intravena, total parenteral nurition
dengan memberikan 80-120 Kkal/Kg BB setiap 24 jam, mempertahankan gula
darah dengan memantau gejala komplikasi adanya hipoglikemia,
mempertahankan intake dan output, memantau gejala komplikasi
gastrointestinal, sepertia danya diare, mual, dan lain-lain.
4) Mengoptimalkan oksigen, oksigenasi yang optimal dilakukan dengan
mempertahankan kepatenan pemberian oksigen, melakukan penghisapa lendir
sesuai kebutuhan, dan mempertahankan stabilitas suhu.
5) Pemberian antibiotik. Bayi dengan respiratory distress syndrome perlu
mendapat antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan
penisilin dengan dosis 50.000-100.000 U/kgBB/hari atau ampisilin 100
mg/kgBB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari (Hidayat,
2008).

12
i. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respirasi Distress Syndrome (RDS)
Faktor yang mempengaruhi kejadian Respirasi Distress Syndrome (RDS)
antara lain (Marfuah, 2013):
1) Kehamilan ganda
Ada hubungan kehamilan ganda dengan kegawatan nafas neonatus, dan
kehamilan ganda mempunyai peluang lebih besar untuk mengalami gawat
nafas dibandingkan bayi tunggal. Kehamilan ganda menjadi faktor risiko
meningkatkan kegawatan nafas neonatus telah terbukti pada penelitian Neilsen
(2007) yang membandingkan antara kehamilan tunggal dan gemelli pada usia
kehamilan 24-26 minggu, 27 – 29 minggu dan 30 - 32 minggu dengan hasil
bahwa bayi dengan kehamilan multipel atau ganda untuk terjadinya kegawatan
nafas jumlah hampir sama, namun pada umur kehamilan 30–32 minggu
terjadinya kegawatan nafas lebih banyak pada kehamilan multipel.
Penelitian lain dilakukan Mieth et al (2011) juga menjelaskan bahwa insiden
kehamilan ganda semua bayi terlahir secara prematur dengan usia 28 – 32
minggu, dan angka morbiditas dan mortalitis disebabkan karena kegawatan
nafas.
Indiarti (2009) menyatakan bahwa teori persalinan yang salah satunya adalah
teori distensi abdomen kapasitas elastisitas uterus atau abdomen lebih rendah
pada saat menampung jumlah janin 2 atau lebih, sehingga sebagian besar bayi
yang lahir kembar baik gemelli, tripel atau lebih dalam usia kehamilan 28 – 32
minggu atau prematur, sehingga sistem pernafasan immatur, sehingga terjadi
defiensi surfaktan yang menyebabkan paru bayi tidak mampu mengembang
dan penyakit membran hialin sebagai penyebab utama gawat nafas banyak
terjadi pada bayi prematur. Untuk itu kehamilan ganda berisiko untuk lahir
prematur sehingga mempunyai risiko gawat nafas lebih besar.
2) Asfiksia
Penelitian Lee et al (2009) menjelaskan bahwa nilai Apgar Skor < 7 pada menit
pertama mempunyai hubungan yang bermakna dengan Respiratory Distress
Syndrome (RDS) neonatus dan AS < 7 pada menit ke-5 juga mempunyai
hubungan yang bermakna antara AS< 7 menit ke-5 dengan terjadinya RDS
neonatus. Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai
dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia
(PaCO2 meningkat) dan asidosis (Sylviati, et al., 2008). Seringkali bayi yang

13
sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah
persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat, atau
masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan (Hermiyanti, et al., 2011).
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia adalah keadaan pada ibu
dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang, sehingga
aliran oksigen ke janin berkurang, akibatnya terjadi gawat janin. Selain itu juga
akibat penurunan aliran darah dan oksigen melalui tali pusat ke bayi, sehingga
bayi mungkin mengalami asfiksia atau dari kondisi bayi tersebut yang sudah
mengalami asfiksi di dalam kehamilan seperti kehamilan ganda, prematur,
aspirasi mekonium (Hermiyanti, et al., 2011). Asfiksia dimulai periode apneu
disertai dengan penurunan frekuensi jantung, selanjutnya bayi menunjukkan
usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti dengan pernafasan teratur,
namun pada asfiksi berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya
berada dalam periode apneu kedua dan jika terlambat dilakukan resusitasi,
maka gawat nafas dapat terjadi (Hasan, et al., 2007).
3) Usia Kehamilan
Penelitian Meith et al (2011) menjelaskan bahwa risiko kegawatan nafas terjadi
pada bayi <38 minggu, yaitu pada usia kehamilan <26 minggu risiko
kegawatan nafas sebanyak 200/287 (69,7%), usia kehamilan 26–28 minggu
terjadi kegawatan nafas 6/6 (100%), usia kehamilan 29–31 minggu sebanyak
28/28 (100%) dan usia kehamilan 32–36 minggu sebanyak 64/69 (92,8%).
Pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan <38 minggu, maka bayi lahir
dalam keadaan prematur, dan terjadi immaturitas parudimana paru-paru bayi
belum cukup untuk berkembang dengan penuh, ini terjadi kekurangan
substansi perlindungan yang disebut surfaktan, yang membantu paru
mengembang karena udara dan melindungi kantong udara dari kollap paru
sehingga terjadi kegawatan nafas neonatus, tersering kasus pada bayi lahir
kurang 28 minggu, dan sangat jarang pada bayi yang lahir aterm atau 40
minggu (Cloherty, 2008).
Clair, et al., (2008) menjelaskan bahwa pada bayi tanpa RDS, rata-rata ratio
L/S(lechitin/Sphiomyelin) lebih tinggi pada bayi dengan RDS. Ini
menunjukkan bahwa resiko terjadinya RDS karena rendahnya kadar rasio
lechitin dan sphingomyelin yang banyak terjadi pada bayi prematur dan usia
kehamilan yang kurang bulan.

14
4) Paritas
Penelitian yang dilakukan oleh Ziadeh (2012) dengan retrospektif pada
nullipara dengan umur > 35 tahun, didapatkan wanita nullipara > 35 tahun dan
usia antara 25 – 29 tahun. Korelasi nullipara dengan komplikasi kehamilan dan
kelahiran yaitu pada usia kehamilan, berat lahir, prematur, SGA, BBLR, fetal
distress, AS rendah atau asfiksia. Ini menunjukkan bahwa risiko kegawatan
nafas terjadi pada nullipara lebih besar daripada multipara. Penelitian Beydoun
et al (2009) menjelaskan bahwa ibu nullipara, 5,4% melahirkan bayi prematur
dan 5,2% dengan kondisi berat badan lahir rendah.
5) Hipertensi pada ibu
Teori yang dikemukakan oleh UCSF (2009) bahwa stress intra uteri yang
kronik seperti hipertensi pada ibu atau toksemia, ketuban pecah dini dan agen
tokolitik merupakan faktor yang menurunkan kegawatan nafas. Begitu juga
pendapat yang dijelaskan oleh Lee et al (2009) bahwa hipertensi sebagai faktor
terjadinya kegawatan nafas masih menjadi kontroversial, karena dijelaskan
secara tradisional bahwa stress kronik intra uteri termasuk preeclampsia dan
ketuban pecah dini yang berkepanjangan dapat mempercepat maturitas paru
janin.

Menurut penelitian Chiswick (2008) menjelaskan bahwa kegawatan nafas


neonatus (RDS) signifikan pada bayi dengan ibu hipertensi sebelum dikoreksi
efek dan variabel confounding atau perancu. Ibu hamil dengan hipertensi dan
menjadi pre eklampsia menyebabkan vasospasme pada pembuluh darah
sehingga aliran darah menjadi tidak baik dan mengganggu sirkulasi darah
termasuk sirkulasi uteroplasentra, sehingga perfusi ke janin berkurang sehingga
beresiko untuk terjadi gawat nafas seperti asfiksia dan TTN. Selain itu pada pre
eklampsia cenderung dilakukan SC emergensi untuk penyelamatan bayi atau
ibu, sedangkan pada persalinan SC tidak ada penekanan pada dinding dada dan
jalan nafas tidak ada rangsangan oleh kompresi dinding dada sebagaimana
pada persalinan pervagina, dan juga dapat terjadi aspirasi cairan ketuban dari
muntah yang berisi cairan lambung. Namun jika hipertensi yang diderita terjadi
sejak sebelum kehamilan dan hipertensi kehamilan telah dikoreksi dengan
mendapat terapi kortikosteroid selama hipertensi kehamilan, maka dapat
mempercepat maturitas paru, sehingga dapat menurunkan kejadian kegawatan
neonatus. Faktor risiko yang menurunkan kegawatan nafas neonatus adalah
stress intra uteri kronik, PROM, hipertensi maternal atau toksemia,
15
penggunaan kortikosteroid, agen tokolitik, penyakit hemolitik karena hal
tersebut diatas menyebabkan paru bayi matur lebih awal (UCSF Children’s
Hospital, 2009).

2.2. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan/ Keperawatan

2.2.1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh
perawat/bidan dalam menggali permasalahan yang dialami klien meliputi usaha
pengumpulan data tentang status kesehatan seorang klien secara sistematis,
menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan (Muttaqin,2011).Tahap
pengkajian dari proses keperawatan merupakan proses dinamis yang
terorganisasi, dan meliputi empat aktivitas dasar atau elemen dari pengkajian yaitu
pengumpulan data secara sistematis, memvalidasi data, memilah, dan mengatur
data, dan mendokumentasikan data dalam format (Wartonah, 2015). Pengkajian
diawali dari fungsi pernafasan, mengobservasi kemampuan paru-paru bayi untuk
bernafaspada fase transisi dari kehidupan intra-uterike kehidupan ekstra-uteri.
Bayi BBLR terutama yang premature mempunyai kesulitan pada fase transisi
ini karena jumlah alveoli yang berfungsi masih sedikit, defisiensi surfaktan,
lumensistem pernapasan yang kecil, kolaps atau obstruksi jalan napas, insufisiensi
klasifikasi dari tulang thoraks,lemahatau tidak adanya refleks dan pembuluh darah
paru yang immature. Hal tersebut dapat mengganggu usaha bayi untuk bernafas
dan mengakibatkan distress pernafasan. Dalam melakukan pengkajian dasar, data
dapat dikelompokan menjadi data subjektif dan data objektif yang dapat diuraikan
sebagai berikut :
a. Data subjektif
Data subjektif adalah data yang menggambarkan hasil pengumpulan data pasien
melalui anamnesa atau wawancara. Hasil anamesa yang berhubungan dengan bayi RDS
dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Riwayat penyakit terdahulu (adanya riwayat penyakit seperti hipertensi, DM,
toksemia pada ibu).
2. Nutrisi ibu (malnutrisi, konsumsi kafein,penggunaan obat obatan, merokok dan
mengonsumsi alkohol).
3. Riwayat ibu :
a. Umur dibawah umur 16 tahun atau umur diatas umur 35tahun
b. Latar belakang rendah

16
c. Rendahnya gizi
d. Konsultasi genetik yang pernah dilakukan
4. Riwayat persalinan :
a. Kehamilan kembar
b. Bedah Caesar.
c. Perdarahan antepartum.
d. Tidak adanya perawatan sebelum kelahiran
b. Data objektif
Data objektif adalah data yang menggambarkan hasil pemeriksaan fisik, hasil
laboratorium dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus.
Pengkajian pada bayi RDS bertujuan untuk mengetahui fisiologis dasar pada bayi
RDS. Pengkajian dapat dilakukan secara sistematik berawal dari pengkajian data
mengenai identitas pasien, identitas penanggungjawab, keluhan utama, riwayat
perjalanan penyakit, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat kehamilan dan kelahiran,
riwayat penyakit keluarga, riwayat tumbuh kembang, psikologi keluarga, pola
kebiasaan sehari hari, dan pemeriksaan fisik sesuai dengan sistem tubuh, sebagai
berikut:

1 Pengkajian Pernafasan pada bayi RDS


Pengkajian pada bayi RDS diawali dengan fungsi pernafasan. Pengkajian
pernafasan dilakukan dengan:

 Observasi bentuk dada (barrel, cembung) kesimetrian, adanya insisi, selang


dada, atau penyimpangan lainnya.
 Observasi otot aksesori: Pernafasan cuping hidung, retraksi dada.
 Tentukan frekuensi dan keteraturan pernafasan.
 Auskultasi bunyi pernafasan: Stridor, mengi, ronchi, area yang tidak ada
bunyinya, keseimbangan bunyinafas.
 Observasi saturasi oksigen dengan oksimetri nadi dan tekanan parsial
oksigen dan karbondioksida.
 Secara singkat, perhatikan: Bentuk cuping hidung, dada simetris atau tidak,
otot-otot pernafasan retraksi intercostae, subclavicula, frekuensi pernafasan,
bunyi nafas ada ronchi atau tidak.
 Hal-hal yang biasanya ditemukan pada pengkajian pernafasan bayi RDS
adalah Jumlah penafasan rata-rata 40 - 60 per menit dibagi dengan periode
apneu, pernafasan tidak teratur dengan flaring nasal (nasalmelebar)

17
dengkuran, retraksi (interkostal, supra sternal, substernal), terdengar suara
gemerisik pada auskultasi paru-paru, takipnea sementara dapat dilihat,
khususnya setelah kelahiran cesaria atau persentasi bokong, pola nafas
diafragmatik dan abdominal dengan gerakan sinkron dari dada dan
abdomen, dan perhatikan adanya sekret yang mengganggu pernafasan,
mengorok, pernafasan cuping hidung (Maryunani,2013).
2 Pengkajian kardiovaskuler pada bayi RDS
Pengkajian sistem kardiovaskuler dilakukan untuk mengukur tekanan
darah, menghitung denyut jantung, dan menilai pengisian kembali kapiler
pada bayi.

 Tentukan frekuensi, irama jantung, dan tekanandarah


 Auskultasi bunyi jantung, termasuk adanya mur-mur
 Observasi warna kulit bayi seperti adanya sianosis, pucat, dan
ikterik pada bayi
 Kaji warna kuku, membrane mukosa, danbibir
 Gambaran nadi perifer, pengisian kapiler (< 2-3detik)
3 Pengkajian gastrointestinal pada bayi RDS
Pengkajian yang dapat dilakukan adalah mengecek refleks mengisap dan
menelan, menimbang berat badan bayi, mendengarkan bising usus dan
observasi pengeluaran mekonium.

4 Pengkajian genitourinaria pada bayiRDS

Masalah pada sistem perkemihan yaitu ginjal bayi pada bayi RDS tidak
dapat mengekresikan hasil metabolisme dan obat obatan dengan
akurat,memekatkan urin, mempertahankan keseimbangan cairan, asam basa dan
elektrolit. Pengkajian dilakukan dengan cara menghitung intake dan output.

5 Pengkajian neurologis – muskulusteletal pada bayi RDS


Pada bayi RDS sangat rentan terjadi injuri susunan saraf pusat. Pengkajian
yang dilakukan adalah observasi fleksi, ekstensi, reflex hisap, tingkat respon,
respon pupil, gerakan tubuh dan posisi bayi.

6 Pengkajian suhu pada bayi RDS


Banyak faktor yang menyebabkan suhu tidak stabil pada bayi RDS terutama
pada bayi BBLR salah satunya yaitu kurangnya lemak subkutan pada bayi.
Pengkajian suhu yang dapat dilakukan adalah tentukan suhu kulit melalui aksila
bayi, tentukan dengan suhu lingkungan.

18
7 Pengkajian kulit pada bayi RDS
Dalam pengkajian kulit bayi yang dikaji yaitu monitor adanya perubahan
warna kulit, area kulit yang kemerahan, tanda iritasi, mengkaji tekstur atau
turgor kulit bayi, ruam, lesi pada kulit bayi.

8 Pengkajian respon orang tua pada bayi RDS


Respon orangtua yang bayinya dengan RDS umunya merasa sedih, cemas,
dan takut kehilangan. Hal hal yang dapat dikaji perawat/bidan adalah ekspresi
wajah orangtua bayi dengan RDS, mengkaji perilaku dan mekanisme
pemecahan masalah yang dilakukan orang tua bayi (Maryunani, 2013).

2.2.2. Diagnosis Kebidanan/Keperawatan


Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial (Tim Pokja SDKI, 2016).Diagnosis
keperawatan dibagi menjadi 5 kategori, yaitu fisiologis, psikologis, perilaku,
relasional, dan lingkungan. Lima kategori tersebut dapat dibagi lagi menjadi 14
subkategori. Penyebab dari pola napas tidak efektif adalah depresi pusat pernapasan,
hambatan upaya napas (misalnya nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan),
deformitas dinding dada, deformitas tulang dada, imaturitas neurologia, posisi tubuh
yang menghambat ekspansi paru, sindrom hipoventilasi, dan efek agen farmakologis
(Tim Pokja SDKI,2016).

Dalam hal ini peneliti mengambil diagnosis pola napas tidak efektif yang
termasuk ke dalam kategori fisiologis dan subkategori respirasi (Tim Pokja SDKI,
2016). Pola napas tidak efektif merupakan inspirasi atau ekspirasi yang tidak
memberikan ventilasi yang adekuat (Tim Pokja SDKI, 2016). Tanda dan gejala pada
diagnosis keperawatan pola napas tidak efektif yaitu :

 Tanda gejala mayor


1 Subjektif
Dispnea
2 Objektif
- Penggunaan otot bantu pernpasan
- Fase ekspirasi memanjang
- Pola napas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul,
cheyne-stokes)

19
 Tanda gejala minor
1 Subjektif
Ortopnea
2 Objektif
- Pernapasanpursed-lip
- Pernapasan cupinghidung
- Diameter thorak anterior-posteriormeningkat
- Ventilasi semenitmenurun
- Kapasitas vitalmenurun
- Tekanan ekspirasimenurun
- Tekanan inspirasimenurun
- Ekskursi dada berubah (Tim Pokja SDKI,2016)
2.3. Pelaksanaan Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah panduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan
dari klien, dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat (Deswani, 2011).
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat/bidan
yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI, 2018). Intervensi keperawatan terdiri
dari beberapa komponen, yaitu label, definisi, dan tindakan. Komponen label
merupakan nama dari intervensi keperawatan yang merupakan kata kunci untuk
memperoleh informasi terkait intervensi keperawatan tersebut. Komponen definisi
menjelaskan tentang makna dari label intervensi keperawatan, pada penulisannya
akan diawali dengan kata kerja berupa perilaku yang dilakukan perawat, bukan
perilaku pasien.

Komponen tindakan merupakan rangkaian perilaku atau yang dikerjakan oleh


perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan. Tindakan pada
intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapiutik, edukasi, dan kolaborasi
(Tim Pokja SIKI, 2018). Berikut ini adalah intervensi keperawatan yang diberikan
pada bayi respiratory distresss syndrome dengan pola napas tidak efektif:

20
Tabel 2.2 Intervensi Asuhan Keperawatan pada Bayi Respiratory Distress Syndrome
dengan Pola Napas Tidak Efektif

Diagnosis Tujuan dan kriteria


keperawatan hasil keperawatan Intervensi

Pola napas Setelah di lakukan Intervensi utama :


tidak efektif intervensi Manajemen jalan napas
berhubungan keperawatan selama
dengan 3 x 24 jam 1. Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
hambatan diharapkan pola usaha napas)
upaya napas napas dapat 2. Monitor bunyi napas
(kelelahan otot membaik dengan tambahan (gurgling,
pernapasan), kriteria hasil: mengi,
dibuktikan wheezing,ronkhi)
a. Dipsnea 3. Berikan oksigen,
dengan menurun jikaperlu
dipsnea,
4. Kolaborasi pemberian
penggunaan bronkodilator,ekspekto
b. Penggunaan
otot bantu ran,mukolitk, jikaperlu
otot napas bantu
pernapasan, menurun
pola napas c. Pernapasan
abnormal, cuping hidung Pemantauan respirasi
pernapasan menurun
1. Monitor pola napas
d. Frekuensi
napas membaik (seperti bradipneu,
cuping hidung,
e. Kedalaman takipneu,
retraksi hiperventilasi)
dada(Tim napas membaik
2. Monitor adanya
Pokja SDKI, sumbatan jalan napas
2016). 3. Auskultasi bunyi
napas
4. Monitor saturasi
oksigen
5. Palpasi kesimetrisan
ekspansiparu
6. atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisipasien
7. Monitor adanya
pernafasan cuping
hidung
8. Monitor adanya
kelemahan otot
diagfragama

Sumber : (Tim Pokja SIKI, 2018; Tim Pokja SLKI,2018)

21
2.2.4. Implementasi Kebidanan/ Keperawatan

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana

keperawatan (Wartonah, 2015). Implementasi pada proses keperawatan berorientasi

pada tindakan, berpusat pada klien, dan diarahkan pada hasil. Setelah menyusun

rencana asuhan berdasarkan fase pengkajian dan diagnosis, perawat

mengimplementasikan intervensi dan mengevaluasi hasil yang diharapkan.

Berdasarkan terminologi NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan

mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang

diperlukan untuk melaksanakan intervensi (Kozier Erb,2010).

Implementasi yang harus dicapai dalam intervensi pada bayi RDS yaitu

manajemen jalan napas dan pemantauan respirasi. Manajemen jalan napas meliputi

memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas), memonitor bunyi napas

tambahan (gurgling, mengi, wheezing, ronkhi), memberikan oksigen (jika

perlu),mengkolaborasikan pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitk (jika

perlu). Sedangkan, pemantauan respirasi meliputi memonitor pola napas (seperti

bradipneu, takipneu, hiperventilasi), memonitor adanya sumbatan jalan napas,

mengauskultasi bunyi napas, memonitor saturasi oksigen, mempaplasi kesimetrisan

ekspansi paru, mengatur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien,

memonitor adanya pernafasan cuping hidung, memonitor adanya kelemahan otot

diagfragama (Tim Pokja SIKI, 2018).

2.2.5. Evaluasi Kebidanan/ Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat

menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan (Wartonah, 2015). Evaluasi

berfokus pada klien, baik itu individu maupun kelompok. Evaluasi dapat berupa

evaluasi tujuan/ hasil, proses, dan struktur. Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif

22
yaitu menggambarkan hasil observasi dan analisis perawat terhadap respon klien

segera setelah tindakan. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program

selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan keputusan.

Perawat/bidan akan menggunakan pendokumentasian dari pengkajian dankriteria

hasil yang diharapkan sebagi dasar untuk menulis evaluasi sumatif (Deswani, 2011).

Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (Dinarti,

Aryani, Nurhaeni, Chairani, 2013).Evaluasi yang harus dicapai pada bayi RDS yaitu

dipsnea menurun, penggunaan otot napas bantu menurun, pernapasan cuping hidung

menurun, frekuensi napas membaik, kedalaman napas membaik(Tim Pokja

SLKI,2018).

23
BAB III

TINJAUAN KASUS

Pengkajian
Tanggal Pengkajian : 24 November 2020
Pukul : 20.30 WIB
Oleh : Novita Hanifatush Sholihah
3.1. Data Subjektif
3.1.1. Biodata
Nama : By. Ny. D
Tanggal Lahir : 24 November 2020 Pukul 10.25 WIB
Usia : 10 jam
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki

Nama Ibu : Ny. D Nama Ayah : Tn. I


Usia : 31 Th Usia : 41 Th
Pendidikan: SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Karyawan Swasta
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Alamat : Bogangin, Surabaya
No Telepon : 081390891XXX
3.1.2. Keluhan Utama :
Bayi baru lahir usia 10 jam rujukan dari dari RS “W” dengan sesak nafas, terdapat
retraksi intracosta , retraksi subcosta, terdapat pernapasan cuping hidung, bayi
merintih dan down score sebesar 8 dan ballard score 11

24
3.1.3. Riwayat Persalinan
Bersalin tanggal : 24 – 11 – 2020 Pukul : 10.30 WIB
Cara Bersalin : Abdominal (SC) Penolong : Dokter
Berat Badan Lahir : 2270 gram Panjang Badan : 46 cm
Ketuban : Jernih
UK : 37/38 minggu
Kelainan Konginetal : Tidak Ada
APGAR Skore : 6-7
Indikasi persalinan operatif : BSC, Preekalmpsia dan
letak lintang
Obat yang diberikan selama persalinan : Dexamethasone 12 mg
pukul 06.00 tanggal 24
November 2020
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) : Tidak terlaksana
Vitamin K : tanggal 24-11-2020
3.1.4. Pola Kebiasaan :
Nutrisi : belum menyusu, terpasang cairan infus D 10% 182 cc/hr
Eliminasi : belum BAB/BAK
Aktivitas : bayi merintih, belum menyusu, berada di infant incubator,
menggunakan CPAP PEEP 7 FiO2 50% dan terpasang
monitor
Personal Hygiene : bayi belum dimandikan/diseka
3.2. Data Obyektif
3.2.1. Keadaan Umum
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital :
Suhu :36,00C
Denyut Jantung :140 x/menit
Respirasi : 110 x/menit
SpO2 : 92%
Panjang Badan :46 cm
Berat Badan : 2270 gram

25
Lingkar kepala : 33 cm
Lingkar dada :34 cm
3.2.2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : tidak ada benjolan, ubun-ubun belum menutup,
tidak ada caput seccudaneum, dan tidak ada cephal
hematoma
Mata : simetris, tidak ada strabismus (mata juling)
Hidung : terdapat pernapasan cuping hidung terpasang
CPAP PEEP 7, FiO2 :50%
Mulut : tidak labioskiziz,tidak labiopalatoskiziz, tidak
Stomatitis, terpasang OGT
Telinga : simetris, tidak ada kelainan
Leher : tidak ada kelainan
Dada : terdapat retraksi dinding dada (subcosta dan
intercostalis)
Abdomen : normal, tidak ada asites, tidak kembung. supel
Genetalia :testis sudah turun ke skrotum, tidak ada kelainan
seperti epispadia maupun hipospadia
Anus : tidak ada kelainan
Punggung : tidak ada spina bifida
Ekstremitas :
Atas : tidak ada kelainan polidaktili maupun sindaktili,
terpasang infus D10% 182 cc/24 jam di tangan
kanan, akral dingin basah pucat, CRT >3dtk
Bawah : tidak ada kelainan polidaktili maupun sindaktili,
akral dingin basah pucat
Pemeriksaan refleks
Refleks rooting : baik
Refleks sucking : kurang baik
Refleks menjulurkan lidah : kurang baik
Refleks Moro : baik
Refleks tonick neck / fencing : kurang baik

26
Refleks babinski : cukup baik
Refleks plantar grasp : cukup baik
Refleks palmar garsp : cukup baik
Refleks Glabellar : cukup baik
3.2.3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Lab Tanggal : 24-11-2020
Tempat : Lab. Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Wijaya
Hasil : Rapid test antibodi IgG & IgM Non reaktif
GDA 96 mg/dl (Nilai rujukan 70-200 mg/dl)
b. Pemeriksaan Lab Tanggal : 24-11-2020
Tempat : Lab. RSIS AYani
Hasil : CRP : <5 ( Nilai Rujukan <6)
Leukosit 9,5 x 103 mcL (Nilai Rujukan 9-30 x 103 mcL)
Hematokrit 55% (Nilai Rujukan 55%-68%)
Haemoglobin 19 g/dl (Nilai Rujukan 17-22 g/dl)
Hematokrit 160.000/mcl (Nilai Rujukan 150rb-450rb mcl)
3.2.4. Data Rekam Medis RS W
- Sesaat setelah lahir mendapatkan tatalaksana bayi baru lahir dan
resusitasi bayi
- Injeksi Vit.K
- 1 jam setelah lahir mengalami cyanosis
- 2 jam setelah lahir suspect RDS
- 5 jam setelah lahir menghubungi RSIS A.Yani untuk merujuk
By,Ny,D. di Ruang Zam-zam (Acc dr. Alpha,Sp.A(K))
- 17.00 WIB dipasang infuse untuk persiapan rujukan
- 19.30 Rujuk ke RSIS A.Yani
3.3. Assasement
By. Ny. D Neonatus Usia 10 Jam Dengan Respiratory Distress Syndrome

27
3.4. Penatalaksanaan

No. Tanggal Penatalaksanaan TTD

1 24-11-2020 • Timbang terima pasien rujukan


Jam 20.30 e/ Pasien diterima, acc dr. Alpha,Sp.A(K)
• Melakukan Observasi TTV
e/ TTV belum dalam batas normal
Suhu :36,00C
Denyut Jantung :140 x/menit
Respirasi : 110 x/menit
• Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada keluarga bayi
e/ Keluarga telah mengetahui kondisi bayinya
• Memberikan posisi yang nyaman bagi bayi
e/ bayi diletakkan di infant incubator dan diberi alas nest
• Memasang alat monitor nadi dan saturasi okgien
e/ alat sudah terpasang baik
• Memasang infuse pump cairan D10% 182cc/24 jam
e/ infuse pump sudah terpasang dan terapi cairan sesuai advise
dokter
• Kolaborasi dengan Spesialis anak dalam pemberian terapi
e/ terapi sudah diberikan sesuai advise
• Memantau kondisi bayi, dan memastikan bayi dalam
keadaan stabil
e/ bayi menunjukkan perkembangan lebih baik
 Melakukan dokumentasi asuhan
e/ asuhan yang diberikan sudah didokumentasikan

28
CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal Pengkajian : 25-11-2020


Jam Pengkajian : 14.00 WIB
Pengkaji : Novita Hanifatush Sholihah

Data Rekam Medis:


Advise dr. Alpha, Sp.A(K) :
- Infus D10% 140 cc/24 jam
- Puasa
- CPAP PEEP 6 FiO2 21%
- Terapi : Viccilin 2x125 mg (pukul 11.00 dan 23.00)
Omeprazole 2 x 2 mg/IV (pukul 11.00 dan 23.00)
Impepsa syrup 3x1cc (pukul 11.00, 19.00 dan 03.00)
S : By. Ny. D usia 2 hari sesak dan merintih
O : S = 37,3 C. RR = 60x/m N= 145x/m SpO2 = 90-99%
Hidung = ada lendir, terpasang CPAP
Mulut = terpasang OGT, ada lendir jernih
Dada = terdapat retraksi (minimal)
Abdomen = Perkusi kembung
Genetalia = sudah BAK, sudah BAB (Mekoneal)\
Ekstremitas = akral hangat kering merah, CRT <3 dtk
A : By. Ny. D neonatus usia 2 hari dengan Respiratory Distress Syndrome

P :
Jam 14.00 1. Melakukan Observasi TTV
e/ kondisi bayi mulai membaik
S = 37,3 C. RR = 60x/m N= 145x/m SpO2 = 90-99%
2. Pemenuhan personal hygiene bayi
e/ bayi diseka, ganti popok, ganti baju tapi tidak dibedong
3. Melakukan thermoregulasi untuk bayi
e/ bayi diletakkan di infant incubator dengan dialasi nest

29
4. Memantau kondisi bayi dan memperhatikan tanda bahaya pada bayi
e/ bayi menunjukkan perubahan kearah baik.

5. Melanjutkan terapi yang diberikan dr. Alpha,Sp.A(K)


e/ terapi diberikan sesuai advise
Viccilin 2x125 mg (pukul 11.00 dan 23.00)
Omeprazole 2 x 2 mg/IV (pukul 11.00 dan 23.00)
Impepsa syrup 3x1cc (pukul 11.00, 19.00 dan 03.00)
6. Melakukan dokumentasi asuhan
e/ asuhan yang diberikan sudah didokumentasikan

CATATAN PERKEMBANGAN

30
Tanggal Pengkajian : 26-11-2020
Jam Pengkajian : 14.00 WIB
Pengkaji : Novita Hanifatush Sholihah

Data Rekam Medis:


Advise dr. Alpha, Sp.A(K) :
- Infus D10% 1:5 140cc/hr (5,8 cc/jam)
- CPAP PEEP 5 FiO2 21% (off jam 15.00)
- Terapi : Viccilin 2x125 mg (pukul 11.00 dan 23.00)
Omeprazole 2 x 2 mg/IV (pukul 11.00 dan 23.00)
Impepsa syrup 3x1cc (pukul 11.00, 19.00 dan 03.00)
Amino Steril 6% 36cc/24 jam (1,5 cc/jam)
S : By. Ny. D usia 3 hari menangis kuat dan tidak merintih
O : S = 37,5 C. RR = 50x/m N= 138x/m SpO2 = 95%
Hidung = ada lendir, terpasang CPAP PEEP 5 FiO2 21%
Mulut = OGT terbuka terdapat lendir
Dada = terdapat retraksi (subcostal dan intracostal)
Abdomen = perkusi tidak kembung
Genetalia = sudah BAK, sudah BAB (Mekoneal)
Ekstremitas = akral hangat kering merah, CRT <3 dtk
A : By. Ny. D neonatus usia 3 hari dengan Respiratory Distress Syndrome
P :
Jam 14.00 1. Melakukan Observasi keadaan umum dan TTV
e/ keadaan umum membatik dan tanda-tanda vital mulai dalam batas normal
2. Pemenuhan personal hygiene bayi
e/ bayi diseka, ganti popok, ganti baju tapi tidak dibedong
3. CPAP dan OGT dilepas
e/ CPAP dan OGT sudah dilepas
4. Pemenuhan nutrisi bayi
e/ coba minum sedikit-sedikit dan tidak gumoh
5. Memantau kondisi bayi dan memperhatikan adanya tanda bahaya pada bayi
e/ bayi menunjukkan perubahan kearah baik.
6. Melanjutkan terapi yang diberikan dr. Alpha,Sp.A(K)
e/ terapi diberikan sesuai advise

31
Viccilin 2x125 mg (pukul 11.00 dan 23.00)
Omeprazole 2 x 2 mg/IV (pukul 11.00 dan 23.00)
Impepsa syrup 3x1cc (pukul 11.00, 19.00 dan 03.00)
Amino Steril 6% 36cc/24 jam (1,5 cc/jam)
7. Melakukan dokumentasi asuhan
e/ asuhan yang diberikan sudah didokumentasikan

CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal : 27-11-2020
Pengkajian : Tidak dilakukan karena pengkaji sedang shift libur

Data Rekam Medis:

32
Advise dr. Alpha, Sp.A(K) :
- Infus D10% 1:5 190cc/hr
- Minum ASI 3x15-20 cc
- Terapi : Viccilin 2x125 mg
Amino Steril 6% 36cc/24 jam (1,5 cc/jam)

CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal Pengkajian : 28-11-2020


Jam Pengkajian : 07.00 WIB
Pengkaji : Novita Hanifatush Sholihah

33
Data Rekam Medis:
Advise dr. Alpha, Sp.A(K) :
- Infus D10% 1:5 190 cc/hr off
- Minum ASI 3x 15-20 cc
- ProLab Bilirubin
- Terapi : Viccilin 2x125 mg stop
Amino Steril 6% 36cc/24 jam habis stop
Fototerapi 24 jam mulai pukul 16.00
S : By. Ny. D usia 5 hari tampak kuning
O : S = 37,2 C. RR = 40x/m N= 120 x/m SpO2 = 95-98%
Bilirubin = 13,6 mg/dl
Kulit = ikterus derajat III
A : By. Ny. D neonatus usia 5 hari dengan ikterus
P :
Jam 07.00 1. Melakukan Observasi keadaan umum dan TTV
e/ keadaan umum dan tanda-tanda vital dalam batas normal
S = 37,2 C. RR = 40x/m N= 120 x/m SpO2 = 95-98%
2. Infus dilepas
e/ infus sudah dilepas
3. Pemenuhan nutrisi bayi
e/ coba minum ASI sedikit-sedikit dengan dot dan tidak gumoh (10 cc ASI)
4. Memantau kondisi bayi dan memperhatikan adanya tanda bahaya pada bayi
e/ bayi menunjukkan perubahan kearah baik.
5. Melanjutkan terapi yang diberikan dr. Alpha
e/ terapi diberikan sesuai advise
Viccilin 2x125 mg stop
Amino Steril 6% 36cc/24 jam habis stop
Fototerapi 24 jam mulai pukul 16.00
6. Melakukan dokumentasi asuhan
e/ asuhan yang diberikan sudah didokumentasikan

34
CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal Pengkajian : 29-11-2020


Jam Pengkajian : 07.00 WIB
Pengkaji : Novita Hanifatush Sholihah

Data Rekam Medis


Advise dr. Alpha, Sp.A(K) :
- Minum ASI 8 x 5-20 cc
- Fototerapi 24 jam sampai pukul 16.00
S : By. Ny. D usia 6 hari sedang disinar
O : S = 36,9 C. RR = 46x/m N= 120 x/m SpO2 = 95-98%

35
Bilirubin = 10,5 mg/dl
Kulit = ikterus derajat II
Abdomen = perkusi tidak kembung
A : By. Ny. D neonatus usia 6 hari dengan ikterus
P :
Jam 07.00 1. Melakukan Observasi keadaan umum dan TTV
e/ keadaan umum dan tanda-tanda vital dalam batas normal
S = 36,9 C. RR = 46x/m N= 120 x/m SpO2 = 95-98%
2. Pemenuhan nutrisi bayi
e/ coba minum ASI sedikit-sedikit dengan dot dan tidak gumoh (15 cc)
3. Melanjutkan fototerapi yang diberikan dr. Alpha
e/ terapi diberikan sesuai advise
Fototerapi 24 jam sampai pukul 16.00
4. Memberikan KIE kepada nenek dan ayah bayi tentang :
- Kondisi bayi saat ini dan terapi yang didapatkan
- ASI eksklusif meskipun ibu bayi sedang dirawat dirumah sakit yang berbeda
e/ nenek dan ayah bayi kooperatif, mampu memahami penjelasan dan bersedia
5. Melakukan dokumentasi asuhan
e/ asuhan yang diberikan sudah didokumentasikan
CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal Pengkajian : 30-11-2020


Jam Pengkajian : 09.00 WIB
Pengkaji : Novita Hanifatush Sholihah

Data Rekam Medis:


Advise dr. Alpha, Sp.A(K) :
- Minum ASI 8 x 5-20 cc
- Fototherapi shift sore off
S : By. Ny. D usia 7 hari menyusu baik dan menangis kuat
O : S = 37,2 C. RR = 44 x/m N= 122 x/m SpO2 = 95-100%
Bilirubin = 10,0 mg/dl
Kulit = Ikterus drjt. II
A : By. Ny. D neonatus usia 7 hari
P :
Jam 09.00 1. Melakukan Observasi keadaan umum dan TTV

36
e/ keadaan umum dan tanda-tanda vital dalam batas normal
S = 37,2 C. RR = 44 x/m N= 122 x/m SpO2 = 95-100%
2. Pemenuhan nutrisi bayi
e/ coba minum ASI sedikit-sedikit dengan dot dan tidak gumoh (15-20cc)
3. Kolaborasi dengan laboratorium untuk melakukan pemeriksaan kadar bilirubin
e/ hasil diatas batas normal (10,5 mg/dl)
4. Melakukan dokumentasi asuhan
e/ asuhan yang diberikan sudah didokumentasikan

CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal Pengkajian : 01-12-2020


Jam Pengkajian : 09.00 WIB
Pengkaji : Novita Hanifatush Sholihah

Data Rekam Medis:


Advise dr. Alpha, Sp.A(K) :
- Pro KRS hari ini
S : By. Ny. D usia 8 hari menyusu baik dan menangis kuat
O : S = 37,0 C. RR = 42 x/m N= 120 x/m SpO2 = 100%
Bilirubin = 8,6 mg/dl
Turgor Kulit baik, akral hangat kering dan merah
A : By. Ny. D usia 8 hari dengan Respiratory Distress Syndrome dan ikterus teratasi
P :
Jam 09.00 1. Melakukan Observasi keadaan umum dan TTV
e/ keadaan umum dan tanda-tanda vital dalam batas normal
S = 37,0 C. RR = 42 x/m N= 120 x/m SpO2 = 98-100%
2. Pemenuhan nutrisi bayi
e/ coba minum ASI sedikit-sedikit dengan dot dan tidak gumoh (20cc)

37
3. Memberikan KIE kepada keluarga bayi tentang :
- Perawatan bayi baru lahir dan tanda bahaya bayi baru lahir
- Pentingnya ASI Eksklusif dan imunisasi
e/ keluarga bayi memahami penjelasan
4. Menjadwalkan kontrol ulang di Poli anak 1 minggu lagi atau jika ada keluhan
segera datang ke IGD RSIS Surabaya A.Yani,
e/ keluarga bayi bersedia
5. Acc KRS dr. Alpha,Sp.A(K)
e/ By.Ny.D. pulang
6. Melakukan dokumentasi asuhan
e/ asuhan yang diberikan sudah didokumentasikan
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Pengkajian

4.1.1. Data Subjektif

Pada pertemuan pertama kasus ini, By. Ny. D Bayi baru lahir rujukan dari dari
RS “W” dengan sesak nafas, terdapat retraksi intracosta , retraksi subcosta,
terdapat pernapasan cuping hidung dan bayi merintih. Data S menunjukkan By.
Ny. D. mengarah pada diagnose Respiratory Distress Syndrome.

4.1.2. Data Objektif


Hasil pemeriksaan menunjukkan tidak didapatkan kesenjangan antara teori
dengan kasus di lapangan.
4.2. Analisa Data
Setelah dilakukan pengkajian data baik subjektif maupun objektif maka
dapat disimpulkan diagnosa kebidanan adalah sebagai berikut : By. Ny. D
neonates dengan Respiratory Distress Syndrome. Pada langkah ini
mempertimbangkan antara teori dan kasus dalam menegakkan diagnose.
4.3. Penatalaksanaan

38
Pada kasus ini pelaksanaan tindakan terapi terhadap klien dan pemberian
pendidikan kesehatan terhadap keluarga klien sudah sesuai dengan rencana
asuhan kebidanan holistik kegawatdaruratan neonatal secara menyeluruh.
Setiap rencana dapat dilakukan dengan baik terhadap klien. Hal ini didukung
oleh adanya kerja sama baik antara klien, keluarga maupun tenaga kesehatan.
Rencana terlaksana secara efektif, remaja dapat mengatasi masalahnya
dan mampu mengimplementasikan hasil asuhan secara mandiri. Diakhir
kunjungan, mahasiswa mampu :
- Melakukan pengkajian data subjektif pada kegawatdaruratan neonatal
dengan Respiratory Distress Syndrome melalui pendekatan holistik.
- Mampu melakukan pengkajian data objektif pada kegawatdaruratan
neonatal dengan Respiratory Distress Syndrome melalui pendekatan
holistik.
- Mampu melakukan analisis data pada kegawatdaruratan neonatal dengan
Respiratory Distress Syndrome melalui pendekatan holistik.
- Melakukan penatalaksanaan kegawatdaruratan neonatal dengan
Respiratory Distress Syndrome dengan pendekatan holistik berdasarkan
evidence based practice.
Lalu untuk klien, masalah dapat teratasi ditunjukkan dengan dilepasnya semua
alat bantu/monitor, klien diizinkan pulang oleh Dokter Spesialis Anak yang
bertanggungjawab. Keluarga senang menyambut kondisi dari klien yang baik
hingga diizinkan pulang

39
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Setelah melaksanakan asuhan kebidanan pada By. Ny. D mulai dari
pengkajian sampai evaluasi, diperoleh kesimpulan bahwa: By. Ny. D
mengalami Respiratory Distress Syndrome. Akan tetapi pada akhir pertemuan,
By. Ny. D kondisinya membaik dan dalam batas normal setelah mendapatkan
asuhan selama 8 hari. Respiratory Distress Syndrome yang dialami By. Ny. D
ini perlu mendapatkan penanganan serius apabila muncul keluhan lain yang
semakin bertambah parah. Maka disarankan agar control ke Poli Anak setelah
diizinkan pulang atau ke IGD apabila terdapat tanda bahaya pada neonatus
untuk mendapatkan penanganan lebih dini.
5.2. Saran
1. Bagi Profesi
Untuk tenaga kesehatan khususnya bidan diharapkan untuk dapat
memberikan asuhan pada neonatus dengan Respiratory Distress
Syndrome.
2. Bagi Institusi dan Instansi
a. Institusi Pendidikan

40
Diharapkan dapat meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya tentang neonatus dengan Respiratory Distress Syndrome.
b. Instansi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan agar
masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas.
Terutama pada kasus neonatus dengan Respiratory Distress
Syndrome.

DAFTAR PUSTAKA

Azis AL. Pedoman diagnosis dan terapi bagian/smf kesehatan anak. Surabaya:
RSU Dokter Sutomo, 2006.

Tamad N, Supriyanto, Rosanti TI. Hubungan berat badan lahir rendah dengan
kejadian sindrom distress respirasi pada bayi di RSUD. Prof. Margono Soekarjo.
Mandala of Health 2011;5

Sun H, Xu F, Xiong H, Kang W, Bai Q, Zhang Y, et al. Characteristics of


respiratory distress syndrome in infants of different gestational ages. Lung
2013;191:425-33.

Liu J, Yang N, Liu Y. High risk factors of respiratory distress syndrome in term
neonates: a retrospective case control study. Balkan Med J 2014;31:64-8.

Grappone L, Messina F. Hyaline membrane disease or respiratory distress


syndrome? a new approach for an old disease. Journal of Pediatric and Neonatal
Individualized Medicine 2014;3:1-7

41

Anda mungkin juga menyukai