Anda di halaman 1dari 53

]LAPORAN DISKUSI REFLEKSI KASUS PRAKTIK KLINIK III

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR PATHOLOGIS


PADA BY. R NCB SMK DENGAN ASFIKSIA RINGAN
DI RUMAH SAKIT KANUDJOSO DJATIWIBOWO

Disusun Oleh :
Desy Rahmawati (P07224119008)
Emma Agustina (P07224119009)
Ersa Rusiana (P07224119010)
Mitha Aulia (P07224119014)
Rasnah Jumiati (P07224119021)
Riza Safira Salsabilah (P07224119023)
Shalsabilah Febriyanti (P07224119024)
Yasmin Aulia Asri Nur Azizah (P07224119026)

PRODI D-III KEBIDANAN BALIKPAPAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KALTIM
2022
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN DISKUSI REFLEKSI KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR PATHOLOGIS PADA
BY. R NCB SMK DENGAN ASPIKSIA RINGAN
DI RUMAH SAKIT KANUDJOSO DJATIWIBOWO
Laporan kasus ini telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan
Pada tanggal 11 April 2022
Mengetahui,

CI CI

Fifin Eka Mahardika, Amd.Keb Hidajatunikma, S.Tr,Keb


NIP. NIP.

PEMBIMBING

Damai Noviasari, M.Keb Novia Nurhassanah, SST


NIP. NIP

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.................................................................................................iii
BAB I............................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. RumusanMasalah..............................................................................................4
C. TujuanPenelitian...............................................................................................4
D. ManfaatPenelitian............................................................................................5
BAB II..........................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................6
A. Definisi asfiksia................................................................................................6
B. Tata laksana asfiksia dan komplikasinya....Error! Bookmark not defined.
BAB III.......................................................................................................................24
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR ..........................................24
BAB IV.......................................................................Error! Bookmark not defined.
PEMBAHASAN.........................................................................................................35
BAB V........................................................................................................................43
KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................................43
A. Kesimpulan.....................................................................................................43
B. Saran................................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................45

3
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah swt, karena berkat rahmat dan

hidayah-Nya kami telah mampu menyelesaikan laporan yang berjudul “Laporan

Refleksi Diskusi Kasus Praktik Klinik III Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir

Pathologis By.R NCB SMK dengan Aspiksia Ringan Tahun 2022”

Kami menysdari bahwa selama penulisan ini kami banyak mendapatkan bantuan

dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Supriadi B,S.Kep., M.Kep selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Kementrian Kesehatan Kalimantan Timur.

2. Ibu Inda Corniawati, S.SiT,M.Keb selaku Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik

Kesehatan Kementrian Kesehatan Kalimantan Timur.

3. Ibu Ernani Setyawati, M.Keb selaku Ketua Prodi D-III Kebidanan Balikpapan

Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Kalimantan Timur.

4. Ibu Fifin Eka Mahardika, Amd.Keb selaku Clinical Instructure di lingkungan

kerja Rumah Sakit Kanudjoso Djatiwibowo Kota Balikpapan yang telah

membantu dalam pembuatan laporan ini.

5. Ibu Hidajatunnikma, S.Tr.Keb selaku Clinical Instructure di lingkungan kerja

Rumah Sakit Kanudjoso Djatiwibowo Kota Balikpapan yang telah membantu

dalam pembuatan laporan ini.

6. Ibu Damai Noviasari, M.Keb selaku Pembimbing Lapangan yang telah

membantu dalam pembuatan laporan ini.

7. Ibu Novia Nurhassanah, SST selaku Pembimbing Lapangan yang telah

membantu dalam pembuatan laporan ini.

4
8. Kepada seluruh dosen dan staff Prodi D-III Kebidanan Balikpapan yang telah

membantu saya dalam proses akademik.

9. Teman teman yang telah memotivasi kami dalam menyusun laporan ini

Semoga Allah swt. Memberikan balasan yang berlipat ganda.

Laporan ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak

kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh

sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi

kesempurnaan laporan ini

Balikpapan,11 April 2022

Penulis

5
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bayi baru lahir normal ialah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala melalui

vagina tampa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42

minggu, dengan berat badan 2.500-4.000 gram, nilai Appereance Pulse Grimace

Activity Respiration (APGAR) kurang lebih 7 dan tanpa cacat bawaan. Neonatus ialah

bayi yang baru mengalami proses kelahiran, berusia 0-28 hari. Bayi tersebut

memerlukan penyesuaian fisiologis berupa maturasi, adaptasi (menyesuaikan diri dari

kehidupan intrauterine ke kehidupan ekstrauterine) dan toleransi bagi bayi baru lahir

untuk dapat hidup dengan baik (Irwan, 2019).

Penyebab kematian bayi baru lahir secara umum yaitu Asfiksia, Infeksi, dan Berat

Badan Lahir Rendah (BBLR). Asfiksia merupakan penyebab kematian bayi baru lahir

yang paling utama. Asfiksia merupakan kondisi saat bayi lahir kekurangan oksigen

sebelum atau selama kelahiran. Kelainan infeksi, ada banyak hal yang memicu

terjadinya infeksi pada bayi baru lahir diantaranya sepsis, penumonia, tetanus dan

diare. Selain itu,infeksi pada bayi baru lahir cukup sering terjadi di daerah-daerah yang

fasilitas persalinannya belum optimal.

Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas

secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan

keadaan hipoksia dan hiperkapnia serta sering berakhir dengan asidosis asfiksia akan

bertambah buruk apabila penanganan bayi tak dilakukan secara sempurna, sehingga

tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan

mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan

atau persalinan (Nurarif &Hardhi, 2016).

Asfiksia bermula dari kondisi gawat janin, Kondisi ini dapat terjadi apabila aliran

1
0.

darah dari tubuh ibu ke plasenta mengalami gangguan, sehingga menyebabkan janin

kekurangan pasokan oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) keadaan ini tetap

berlanjut maka bayi beresiko lahir mengidap asfiksia saat lahir. Asfiksia pada bayi

baru lahir dapat ditandai dengan bernapas megap-megap atau tidak bernapas, denyut

jantung yang kurang dari 100x/menit, pucat, kulit sianosis, tonus otot menurun, tidak

ada respon terhadap refleks rangsangan (Sembiring, 2019). Gejala asfiksia dapat

dirasakan secara langsung maupun tidak langsung setelah persalinan. Denyut jantung

janin yang terlalu tinggi atauterlalu rendah, dapat digunakan sebagai acuan terjadinya

asfiksia neonatorum atau tanda bayi kekurangan oksigen setelah lahir. Beberapa gejala

asfiksia neonatorum yang dapat diamati pada bayi baru lahir antara lain: kulit yang

pucat atau kebiru-biruan (sianosis), kesulitan bernapas, denyut nadi yang rendah, detak

jantung terlalu kuat atau lemah, anggota badan kaku atau lemas (hiotonia), respons

yang buruk terhadap stimulasi. Semakin lama bayi tidak mendapatkan oksigen, gejala

asfiksia akan semakin bertambah parah. Gejala yang parah dapat memicu kerusakan

dari beberapa organ seperti paru-paru bayi, jantung, ginjal, dan otak. Kerusakan

tersebut muncul secara langsung maupun tidak langsung.

Menurut World Health Organization (WHO) setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta)

dari 120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini meninggal. Di

indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal. Penyebab kematian

bayi baru lahir di indonesia adalah bayi berat lahir rendah (29%), asfiksia(27%),

trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital (Lisa, Ningsih,

2016).

Angka Kematian Bayi (AKB) di indonesia masih cukup tinggi berdasarkan data hasil

survei demografi kesehatan indonesia (SDKI) tahun 2012 didapatkan bahwa angka

kematian bayi baru lahirdi indonesia 32 per 1.000 kelahiran hidup, dengan mayoritas

kasus kematian bayi yang terjadi dalam periode neonatus. Menurut hasil Badan Pusat

2
0.

Statistik (BPS) pada tahun 2016, mencatat bahwa Angka Kematian Bayi (AKB)

menurun mencapai 25,5 kematian setiap 1.000 bayi yang lahir.

Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), angka kematian Bayi

(AKB) mengalami penurunan. Pada tahun 2017 angka kematian Bayi sebanyak 24 per

1000 kelahiran hidup. Jumlah tersebut mengalami penurunan dibanding hasil SDKI

tahun 2012, yaitu sebanyak 32 per 1000 kelahiran hidup. Menurut permenkes RI dalam

program SDGs bahwa target sistem kesehatan nasional yaitu pada goals ke 3

menerangkan bahwa pada 2030 seluruh negara berusaha menurunkan angka kematian

bayi setidaknya hingga 12 per 1000 kelahiran hidup (Permenkes RI, 2015).

Menurut data survei demografi dan kesehatan indonesia (SDKI), Angka kematian bayi

sebanyak 47% yang meninggal pada masa neonatal. setiap lima menit terdapat satu

neonatus yang meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir di indonesia, salah

satunya asfiksia sebesar 27% yang merupakan penyebabke-2 kematian bayi baru lahir,

setelah bayi berat lahir rendah (BBLR). Adapun penyebab langsung kematian bayi

baru lahir yaitu berat badan lahir rendah (29%), asfiksia (13%), tetanus (10%), masalah

pemberian makan(10%), infeksi (6,7%), gangguan hematologik (5%), dan lain-lain

(27%) (Permenkes RI, 2016).

Faktor yang dapat menyebabkan kejadian asfiksia adalah faktor ibu yaitu usia ibu

kurang dari 20 atau lebih 35 tahun,paritas, faktor plasenta yaitu plasenta tipis, plasenta

kecil, solusio plasenta, faktor janin yaitu Premature, Intrauterine Growth Retardation

(IUGR), tali pusat menumbung, lilitan tali pusat, faktor persalinan yaitu: partus lama,

partus tindakan, persalinan dengan sectio caesarea/SC (Sari, 2013). Partus lama dapat

mengakibatkan oksigen dalam darah turun dan aliran darah ke plasenta menurun

sehingga oksigen yang tersedia untuk janin menurun, pada akibatnya dapat

menimbulkan hipoksia janin sehingga dapat menyebabkan asfiksia pada bayi baru

lahir.

3
0.

Tingginya jumlah kasus kematian bayi ini disebabkan banyaknya permasalahan yang

dihadapi baik dari sisi input awal perencanaan, implementasi maupun evaluasi. Selain

itu penyelerasan konsep kebijakan dibagian top dan bottom agar dapat seirama dalam

pelaksanaan sesuai dengan rencana. Hal ini menjadi perhatian khusus bagi pemerintah

terutama dalam peningkatan kegiatan yang bersifat preventif dan promotif yang

bertujuan memperdayaan masyarakat dalam menekan jumlah kasus kematian bayi.

Upaya percepatan penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) terfokus pada meningkatkan

cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan, membangun kemitraan yang efektif dengan

lintas program dan lintas sektor serta mitra lain seperti badan memperdayaan

perempuan, keluarga dan masyarakat, meningkatkan sistem surveillance atau

Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) KIA, monitoring dan informasi kesehatan serta

pembiayaan kesehatan secara berkesinambungan dilanjutkan dengan upaya-upaya

kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak.

Melihat data angka kematian bayi yang cukup tinggi kematian bayi karena asfiksia, hal

ini menunjukan bahwa masalah ini membutuhkan penanganan yang tepat karena akan

mempengaruhi perkembangan dan kualitas generasi di masa yang akan dating.

B. RumusanMasalah

Rumusan masalah pada studi kasus ini adalah “Bagaimana Asuhan Kebidanan

Terhadap By. Ny. R dengan Aspiksia ringan di Rumah sakit Kanudjoso

Djatiwibowo”

C. TujuanPenelitian

Melaksanakan Asuhan Kebidanan Terhadap By. Ny. R dengan dengan Aspiksia

ringan di Rumah sakit Kanudjoso Djatiwibowo

D. Manfaat Penelitian

4
0.

1. Manfaat Praktis

a. Bagi Institusi

Poltekkes Kemenkes Kaltim Prodi D-III Kebidanan Balikpapan. Dapat

memberikan pengetahuan dan pengalaman bagi mahasiswanya dalam

pemberian asuhan kebidanan bayi baru lahir dengan Mekonium

aspirasi syndromsehingga dapat menghasilkan bidan yang terampil,

profesional dan mandiri.

b. Bagi Peneliti

Peneliti dapat mempraktikan teori yang telah diperoleh sebelumnya dan

kemudian diaplikasikan secara langsung dalam melakukan asuhan

kebidanan bayi baru lahir dengan Sindroma aspirasi mekonium.

c. Bagi Klien

Dapat meningkatkan pengetahuan dan pelayanan asuhan kebidanan bayi

baru lahir dengan Mekonium aspirasi syndromsesuai standar

pelayanan kebidanan.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Asfiksia

Asfiksia neonatorum merupakan keadaan dimana bayi tidak bernapas

secara spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan tersebut dapat disertai

dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2008).

Asfiksia neonatorum adalah suatu kondisi yang terjadi ketika bayi tidak

mendapatkan cukup oksigen selama proses kelahiran (Mendri & Sarwo

prayogi, 2017). Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat

bernapas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin

meningkatnya CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih

lanjut (Jumiarni, Mulyati, & Nurlina, 2016)

B. Etiologi

Pengembangan paru-paru neonatus terjadi pada menit-menit pertama

kelahiran dan kemudian disusul dengan pernapasan teratur, bila terjadi

gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan

terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa

kehamilan, persalinan atau segera setelah kelahiran (Jumiarni et al., 2016).

Penyebab kegagalan pernapasan pada bayi yang terdiri dari: faktor ibu, faktor

plasenta, faktor janin dan faktor persalinan (Jumiarni et al., 2016).

Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu yang terjadi karena hipoventilasi

akibat pemberian obat analgetika atau anastesia dalam, usia ibu kurang dari 20

6
0.

tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi

rendah, setiap penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas

janin seperti: kolesterol tinggi, hipertensi, hipotensi, jantung, paru-paru / TBC,

ginjal, gangguan kontraksi uterus dan lain-lain. Faktor plasenta meliputi

solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta

tidak menempel pada tempatnya. Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat

menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan

lahir, gemeli, IUGR, premature, kelainan kongenital pada neonatus dan lain-

lain. Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan, dan lain-

lain (Jumiarni et al., 2016).

C. Patofisiologi

Pembuluh darah arteriol yang ada di paru-paru bayi masih dalam keadaan

kontriksi dan hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui

paruparu sehingga darah dialirkan melalui duktus arteriosus kemudian masuk

ke aorta namun suplai oksigen melalui plasenta ini terputus ketika bayi

memasuki kehidupan ekstrauteri (Masruroh, 2016). Hilangnya suplai oksigen

melalui plasenta pada masa ekstrauteri menyebabkan fungsi paru neonatus

diaktifkan dan terjadi perubahan pada alveolus yang awalnya berisi cairan

kemudian digantikan oleh oksigen (Behrman et al., 2000). Proses penggantian

cairan tersebut terjadi akibat adanya kompresi dada (toraks) bayi pada saat

persalinan kala II dimana saat pengeluaran kepala, menyebabkan badan

khususnya dada (toraks) berada dijalan lahir sehingga terjadi kompresi dan

cairan yang terdapat dalam paru dikeluarkan (Manuaba, 2007). Setelah toraks

lahir terjadi mekanisme balik yang menyebabkan terjadinya inspirasi pasif paru

7
0.

karena bebasnya toraks dari jalan lahir, sehingga menimbulkan perluasan

permukaan paru yang cukup untuk membuka alveoli (Manuaba et al., 2007).

Besarnya tekanan cairan pada dinding alveoli membuat pernapasan yang

terjadi segera setelah alveoli terbuka relatif lemah, namun karena inspirasi

pertama neonatus normal sangat kuat sehingga mampu menimbulkan tekanan

yang lebih besar ke dalam intrapleura sehingga semua cairan alveoli dapat

dikeluarkan (Hall & Guyton, 2014). Selain itu, pernapasan pertama bayi timbul

karena ada rangsangan-rangsangan seperti penurunan PO2 dan pH, serta

peningkatan PCO2 akibat adanya gangguan pada sirkulasi plasenta, redistribusi

curah jantung sesudah talipusat diklem, penurunan suhu tubuh dan berbagai

rangsangan taktil (Behrman et al., 2000). Namun apabila terjadi gangguan pada

proses transisi ini, dimana bayi tidak berhasil melakukan pernapasan

pertamanya maka arteriol akan tetap dalam vasokontriksi dan alveoli akan tetap

terisi cairan. Keadaan dimana bayi baru lahir mengalami kegagalan bernapas

secara spontan dan teratur segera setelah dilahirkan disebut dengan asfiksia

neonatorum (Fida & Maya, 2012). Menurut Price & Wilson (2006) gagal napas

terjadi apabila paru tidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran

gas, yaitu oksigenasi darah arteri dan pembuangan karbon dioksida (Price &

Wilson, 2006). Proses pertukaran gas terganggu apabila terjadi masalah pada

difusi gas pada alveoli. Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen

dengan kapiler paru dan CO2 kapiler dengan alveoli (Hidayat, 2008). Proses

difusi gas pada alveoli dipengaruhi oleh luas permukaan paru, tebal membran

respirasi/permeabelitas membran, perbedaan tekanan dan konsentrasi oksigen

dan afinitas gas (Hidayat, 2008).

8
0.

D. Manifestasi Klinis

• DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur.

• Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala Tonus otot buruk

karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ lain.

• Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen.

• Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada

otot-otot jantung atau sel-sel otak.

• Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,

kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta

sebelum dan selama proses persalinan.

• Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau

nafas tidak teratur/megap-megap.

• Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah.

• Penurunan terhadap spinkters.

• Pucat (Lockhart 2014: 51-52).

E. Klasifikasi

Gambar 2.1 APGAR SCORE


Sumber : Fida & Maya, Pengantar Ilmu Kesehatan Anak, 2012

9
0.

Keterangan:

1). Nilai 0-3 : Asfiksia berat

2). Nilai 4-6 : Asfiksia sedang

3). Nilai 7-10 : Normal

Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai

apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai

skor mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi

bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi

karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan

1 menit seperti penilaian skor apgar). Asfiksia neonatorum di klasifikasikan

(Fida & Maya, 2012) :

1). Asfiksia Ringan (vigorus baby) Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat

dan tidak memerlukan tindakan istimewa.

2). Asfiksia sedang (mild moderate asphyksia) Skor APGAR 4-6, pada

pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus

otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.

3). Asfiksia Berat Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan

frekuensi jantung kurang dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat,

dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asfksia dengan

henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit

sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum,

pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat. f. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Nurarif & Kusuma (2015) pemeriksaan diagnostik yang dilakukan

pada pasien asfiksia berupa pemeriksaan:

10
0.

F. Diagnosis asfiksia pada bayi baru lahir

Anamnesis Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap

terjadinya asfiksia neonatorum.

1. Gangguan/ kesulitan waktu lahir.

2. Cara dilahirkan.

3. Ada tidaknya bernafas dan menangis segera setelah dilahirkan (Ghai, 2012)

Pemeriksaan fisik.

1. Bayi tidak bernafas atau menangis.

2. Denyut jantung kurang dari 100x/menit.

3. Tonus otot menurun.

4. Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa

mekonium pada tubuh bayi.

5. BBLR (berat badan lahir rendah)

Pemeriksaan penunjang Laboratorium: hasil analisis gas darah tali pusat

menunjukkan hasil asidosis pada darah tali pusat jika:

a. PaO2 < 50 mm H2O

b. PaCO2 > 55 mm H2

c. pH < 7,30 (Lockhart 2014: 52-53).

G. Tata laksana Asfiksia

Tata laksana asfiksia di kamar bersalin dilakukan dengan

resusitasi. Persiapan pada resusitasi terdiri atas pembentukan dan

persiapan tim, persiapan ruang dan peralatan resusitasi, persiapan

pasien, serta persiapan penolong.

1. Persiapan ruang resusitasi

11
0.

Ruang resusitasi sebaiknya berada di dekat kamar

bersalin atau kamar operasi sehingga tim resusitasi dapat

memberikan bantuan dengan cepat dan efisien. Persiapan ruang

resusitasi meliputi suhu ruangan yang cukup hangat untuk

mencegah kehilangan panas tubuh bayi, pencahayaan yang

cukup untuk menilai status bayi, serta cukup luas untuk

memudahkan tim berkerja. Diharapkan suhu tubuh bayi akan

selalu berkisar antara 36,5-37oC. Selain itu, penolong harus

mempersiapkan inkubator transpor untuk memindahkan bayi.

2. Persiapan peralatan resusitasi

Tindakan resusitasi memerlukan peralatan resusitasi

yang lengkap untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk yang

mungkin terjadi. Berikut ini merupakan peralatan resusitasi

yang sebaiknya disiapkan.

a) Peralatan untuk mengontrol suhu bayi, yaitu penghangat

bayi (overheadheater / radiantwarmer / infantwarmer), kain

atau handuk pengering, kain pembungkus bayi, topi, dan

kantung plastik (digunakan pada bayi dengan usia gestasi

kurang dari 32 minggu). Kebutuhan peralatan ini tidak

mengikat terkait beragamnya suhu di wilayah Indonesia.

Penolong resusitasi dapat menggunakan kantung plastik

pada bayi >32 minggu pada kondisi tertentu apabila

dirasakan perlu, seperti pada suhu kamar ber salin yang

tidak dapat di atur sehingga suhu ruangan sangat dingin.

12
0.

1) Peralatan control suhu

Gambar 2.2 alat control suhu

2) Peralatan tata laksana jalan napas (airway), yaitu :

pengisap lendir - suction dengan tekanan negatif (tidak

boleh melebihi-100mmHg), kateter suction (ukuran5,6,

8, 10, 12, 14 - French), aspirator mekoniuma, suction

tekanan negatif, b. kateter suction berbagai ukuran, c.

aspirator mekonium.

Gambar 2.3. Peralatan tata laksana resusitasi

3) Peralatan tata laksana ventilasi (breathing), yaitu :

self inflating bag / balon mengembang sendiri

(BMS), flow inflatingbag / balon tidak mengembang

sendiri (BTMS),T- piece resuscitator (Neo-Puff,

Mixsafe), sungkup wajah berbagai ukuran, sungkup

13
0.

laring / laryngeal mask airway (LMA), peralatan

intubasi seperti laringoskop dengan blade / bilah

lurus ukuran 00, 0 dan 1, stilet, serta pipa endotrakeal

/ endotracheal tube (ETT) ukuran 2,5; 3, 0; 3, 5 ; dan

Secara praktis, bayi dengan berat lahir <1k (<28

minggu), 1-2 kg, (28 - 34 minggu) dan ≥2 kg (>34

minggu) dapat diintubasi dengan menggunakan ETT

secara berturut-turut nomor 2,5; 3; dan 3,5. Studi

menunjukkan LMA dapat digunakan bila pemberian

VTP dengan BMS gagal dan penolong gagal

melakukan pemasangan ETT. Penggunaan LMA

dapat digunaka pada bayi dengan berat lahir >2 kg

atau usia gestasi >34 minggu

BMS (atas : tanpa katup PEEP; bawah : dengan

kombinasi katup PEEP), b.BTMS (JacksonRees),c.t-

pieceresuscitator (atas: Neo-Puff; bawah:Mixsafe).

14
0.

Gambar 2.4. Sungkup dengan berbagai ukuran

15
0.

Gambar 2.5. Peralatan intubasiendotrakeal

LMA ukuran 1 dan 1,5 (atas:unique,

bawah:supreme), b. ETT berbagai ukuran,

laringoskop Miller beserta blade berbagai ukuran.

• Peralatan tata laksana sirkulasi / circulation, yaitu :

kateter umbilikal ukuran 3,5 dan 5- French atau

pada fasilitas terbatas dapat dipergunakan pipa

orogastrik / orogastric tube (OGT) ukuran 5 -

French beserta set umbilikal steril, dan three

waystopcocks

a. set umbilikal (lihat penjelasan pada bab IV),

b. kateter umbilikal (kiri) dan pipa orogastrik

(kanan). Gambar 8. Peralatan tata laksana sirkulasi /

circulation

• Obat-obatan resusitasi, seperti : epinefrin

(1:10.000), nalokson hidroklorida (1 mg/mL atau

0,4 mg/mL), dan cairan pengganti volume / volume

expander (NaCl0,9%dan ringerlaktat).

16
0.

• Pulseoxymetri

Gambar 2.6 Pulseoxymetri

• Monitor EKG (bilatersedia).

• Lain-lain, seperti stetoskop, spuit, jarum,dll.

(1) Bila bayi bernapas spontan namun disertai gawat

napas, diperlukan CPAP dengan tekanan positif

akhir ekspirasi (positive endexpiratory pressure /

PEEP) secara kontinu. Studi menunjukkan

penggunaan CPAP dapat mempertahankan volume

residual paru, menghemat penggunaan surfaktan

serta mempertahankan keberadaan surfaktan di

alveoli bayi. PEEP 2-3 cm H2O terlalu rendah untuk

mempertahankan volume paru dan cenderung

menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.

Begitu pula dengan PEEP yang terlalu tinggi (>8

cmH2O) dapat menyebabkan

(2) pulmonary air leaks, overdistensi paru,

menghalangi aliran balik vena ke jantung,

menurunkan resistensi pembuluh darah pulmonar,

17
0.

serta menyebabkan resistensi CO2.

Oleh karena itu kesepakatan di Indonesia PEEP

umumnya dimulai dari 7 cmH2O. CPAP dianggap

gagal apabila bayi tetap memperlihatkan tanda

gawat napas dengan PEEP sebesar 8 cm H 2O dan

FiO2 melebihi 40%.

H. Wewenang Bidan

Wewenang Bidan Bidan dalam menyelenggarakan praktiknya berlandaskan

pada peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor

hk.02.02/menkes/149/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan.

PASAL 11 Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 8 huruf a berwenang untuk:

1. Memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah.

2. Bimbingan senam hamil.

3. Episiotomi.

4. Penjahitan luka epiotomi.

5. Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan

dengan rujukan.

6. Pencegahan anemia.

7. Inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu ekslusif.

8. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia.

9. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk.

10. Pemberian minum dengan sonde/pipet (Tresnawati 2013:46-49).

I. Proses Manajemen Asuhan Kebidanan

18
0.

1. Pengertian Manjemen Asuhan Kebidanan

Manajemen kebidanan merupakan penerapan dari unsur, system,

dan fungsi manajemen secara umum. Penyelenggaraan manajemen

kebidanan dibutuhkan perencanaan, pengaturan informasi, komunikasi

untuk memperoleh data-data klien, koordinasi antar sesama tim atau

tenaga kesehatan lainnya, motivasi dari masing-masing yang

melaksanakan asuhan agar asuhan dapat terselenggara dengan baik,

pengendalian, dan pengorganisasian tindakan yang dilakukan agar tetap

sesuai dengan standar pelayanan kebidanan, juga pemecahan masalah

dan pengambilan keputusan, yang dijalankan oleh Bidan yang

profesional (hal ini menyangkut SDM), serta pemberian catatan dan

pelaporan kepada instansi yang berwenang mengawasi dan

mengkoordinir bidan dalam melaksanakan asuhannya (Sianturi

2015:61).

2. Tahapan Dalam Manajemen Asuhan Kebidanan

Langkah I: Pengumpulan data dasar Pada langkah pertama ini

dilakukan pengkajian dengan semua data yang diperlukan untuk

mengevaluasi keadaan bayi baru lahir secara lengkap, pemeriksaan fisik

sesuai dengan kebutuhannya, meninjau catatan terbaru atau catatan

sebelumnya. Pada langkah ini bidan mengumpulkan data dasar awal

yang lengkap. Jika klien mengalami komplikasi yang perlu

dikonsultasikan kepada dokter dalam manajemen kolaborasi, bidan

akan melakukan konsultasi. Pada keadaan tertentu dapat terjadi langkah

pertama overlap dengan langkah 5 dan 6 (atau menjadi bagian dari

19
0.

langkah-langkah tersebut). Kadang bidan perlu memulai manajemen

dari langkah 4 untuk mendapatkan data dasar awal yang perlu

disampaikan kepada dokter (Sianturi 2015:64-65).

Pada kasus asfiksia, data yang perlu untuk dikumpulkan yaitu, sesuai

buku saku pelayanan kesehatan neonatal esensial mengatakan data

subjektif yang terdiri dari, usia kehamilan ibu apakah kurang bulan atau

cukup bulan, selain itu diperlukan data tentang riwayat pemeriksaan

dalam apakah ketuban sudah pecah atau belum, apakah ketuban

bercampur mekonium atau tidak. Selain itu, data objektif pun termasuk

kedalam asuhan kebidanan pada bayi dengan asfiksia yang terdiri

pemeriksaan umum bayi, pemeriksaan tanda-tanda vital bayi, apakah

bayi segera menangis setelah lahir, apakah bayi bernafas secara spontan

atau megap-megap, apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif.

Apabila bayi mengalami asfiksia maka pernafasan bayi megap-megap,

tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada, dan bayi tidak bergerak

aktif. Hal ini dikuatkan oleh pendapat sudarti (2013), yang mengatakan

seorang bayi yang lahir dengan tidak segera menangis, bernafas secara

spontan/pernafasan megap-megap,tonus otot lemah bahkan hampir

tidak ada, dan bayi tidak bergerak aktif maka keadaan ini disebut

asfiksia bayi baru lahir dan memerlukan perawatan di Rumah Sakit.

Langkah II : identifikasi diagnosa/Masalah aktual Setelah data dicatat

dan dikumpulkan maka dilakukan analisis untuk menentukan 3 hal

yaitu, diagnosa, masalah dan kebutuhan. Hasil analisis tersebut

dirumuskan sebagai syarat dapat diterapkan masalah kesehatan ibu dan

20
0.

anak di komuniti. Dari data yang dikumpulkan, dilakukan analisis yang

dapat ditemukan jawaban tentang, hubungan antara penyakit atau kasus

kesehatan dengan lingkungan keadaan social budaya atau perilaku,

pelayanan kesehatan yang ada serta faktor-faktor keturunan yang

berpengaruh tentang kesehatan, masalah –masalah kesehatan, termasuk

penyakit ibu, anak dan balita, dan faktor – faktor pendukung dan

penghambat. Rumusan masalah dapat ditentukan berdasarkan hasil

analisa yang mencakup utama dan penyebabnya serta masalah

potensial. Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan

dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur

diagnosa kebidanan. Pada kasus asfiksia, jika telah mendapatkan data

subjektif dari ibu berupa riwayat kehamilan dan persalinannya. Dan

pada data objektif didapatkan keadaan umum bayi buruk, bayi belum

bisa bernafas dengan spontan, dan tonus otot lemah bahkan hampir

tidak ada. Maka bisa ditegakkan diagnosa aktual sebagaimana bayi baru

lahir dengan asfiksia.

Langkah III : Identifikasi Diagnosa / masalah potensial Identifikasi

doagnosa / masalaah potensial adalah mengidentifikasi masalah dan

diagnosa yang sudah didefinisikan. Langkah ini membutuhkan

antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan sambil

mengamati 50 klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa /

masalah potensial terjadi. Tujuan dari langkah ketiga ini adalah untuk

mengantisipasi semua kemungkinan yang dapat muncul. Pada langkah

ini, bidan mengindentifikasi diagnosis dan masalah potensial

21
0.

berdasarkan diagnosis dan masalah yang sudah teridentifikasi atau

diagnosis dan masalah aktual. Diagnosis potensial yang mungkin terjadi

pada bayi baru lahir dengan asfiksia yaitu antisipasi terjadinya kematian

pada janin. Pada langkah ketiga ini, bidan dituntut untuk mampu

mengantisipasi masalah potensial, tidak hanya merumuskan masalah

potensial yang akan terjadi, tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi

agar masalah atau diagnosis potensial tidak terjadi. Dengan demikian,

langkah ini benar merupakan langkah yang bersifat antisipasi yang

rasional/ logis. Kaji ulang diagnosis atau masalah potensial yang

diidentifikasi sudah tepat. Pada kasus asfiksia, diagnosa potensial yang

mungkin terjadi adalah kematian pada bayi dan infeksia pada tali pusat.

Langkah IV : Identifikasi tindakan segera / kolaborasi Merupakan

tindakan segera terhadap kondisi yang diperkirakan akan

membahayakan klien. Oleh karena itu, bidan harus bertindak segera

untuk 51 menyelamatkan jiwa ibu dan anak. Tindakan ini dilaksanakan

secara kolaborasi dan rujukan sesuai dengan kondisi klien. Pada kasus

asfiksia, tindakan antisipasi atau tindakan segera yang harus dilakukan

yaitu melakukan resusitasi pada bayi baru lahir agar bayi dapat bernafas

secara spontan.

Langkah V Rencana asuhan kebidanan Rencana untuk pemecahan

masalah dibagi menjadi tujuan, rencana pelaksanaa dan evaluasi.

Rencana ini disusun berdasarkan kondisi klien (diagnosa, masalah dan

diagnosa potensial) berkaitan dengan semua aspek asuhan kebidanan.

Rencana dibuat harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan

22
0.

penegtahuan dan teori yang terupdate serta evidence based terkini serta

sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien.

Langkah VI : Implementasi Asuhan Kebidanan Kegiatan yang

dilakukan bidan di komunitas adalah mencakup rencana pelaksanaan

yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Pemberian asuhan dapat

dilakukan oleh bidan, klien/keluarga, dan tim kesehatan lainnya, namun

tanggung jawab utama tetap pada bidan untuk mengerahkan

pelaksanaannya. Asuhan yang dilakukan secara efisien yang hemat

waktu, hemat biaya, dan mutu meningkat.

Langkah VII : Evaluasi Kegiatan evaluasi ini dilakukan untuk

mengevaluasi keefektifan asuhan yang diberikan. Hasil evaluasi dapat

menjadi data dasar untuk menegakkan diagnosa dan rencana

selanjutnya. Yang di evaluasi adalah apakah diagnosa sesuai, rencana

asuhan efektif, masalah teratasi, masalah telah berkurang, timbul

masalah baru, dan kebutuhan telah terpenuhi (Yulifah& Surachmindari

2014). Evaluasi pada asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan

asfiksia antara lain, keadaan umum bayi baik, tanda-tanda vital dalam

batas normal, 56 tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak ada kendala dan

tidak ada komplikasi pada saat setelah bayi lahir dan tetap memantau

tanda-tanda vital pada bayi.

23
0.

24
BAB III

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN

ASFIKSIA RINGAN DI RS. KANUDJOSO DJATIWIBOWO

LANGKAH I (PENGKAJIAN)

I. IDENTITAS / BIODATA

Nama bayi : By. Ny. R

Umur bayi : 0 hari

Tgl / jam lahir : 27-03-2022/ 05.45 WITA

Jenis kelamin : Laki-laki

Berat badan : 3275 gr

Panjang badan : 50 cm

Nama klien : Ny. R Nama suami : Tn. A

Umur : 26 th Umur : 43 th

Suku : Minahasa Suku : Bugis

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta

Alamat : Jl. Soekarno Hatta

II. ANAMNESE (DATA SUBJEKTIF)

Tanggal : 27-03-2022 Pukul :

05.45

25
0.

1. Riwayat penyakit kehamilan

- Perdarahan : tidak ada

- Pre Eklampsi : tidak ada

- Eklampsi : tidak ada

- Penyakit kelamin : tidak ada

- Lain – lain :

2. Kebiasaan waktu hamil

- Makanan : 3 kali sehari ( porsi sedang, nasi, lauk sayur

dan buah)

- Obat – obatan/jamu : tidak ada

- Merokok : tidak ada

- Alkohol : tidak ada

- Lain – lain :

3. Riwayat persalinan sekarang

- Jenis Persalinan : spontan

- Di tolong oleh : bidan

- Lama persalinan

Kala I : 4 jam

Kala II : 45 menit

- Ketuban pecah : Spontan (di rumah jam 23.00 ) sekitar 2 kali

ganti sarung

26
0.

- Lamanya : 6 jam

- Sisa ketuban : berwarna jernih

- Jumlah : 10 ml

- Komplikasi persalinan

Ibu : KPD

Bayi : asfiksia ringan

- Keadaan bayi baru lahir

Nilai Apgar

Kriteria 0 – 1 Menit 1 – 5 Menit


Denyut Jantung 2 2
Usaha Nafas 1 2
Tonus Otot 1 1
Refleks 1 1
Warna Kulit 1 2
Total 6 8

Resusitasi : dilakukan

Pengisapan lendir : dilakukan

CPAP : dilakukan sebanyak 7 L

Massage jantung : tidak dilakukan

Intubasi endotrakeal : tidak dilakukan

III.PEMERIKSAAN FISIK BAYI

A. Pemeriksaan Umum

- Keadaan umum : Sedang

- Suhu : 36,5 oC

- Pernafasan : 50 x/menit

27
0.

- Saturasi oksigen : 72%

- HR : 87x/menit

- BBL : 3275 gr

B. Pemeriksaan Fisik

- Kepala : Terdapat caput sucedenium dan tidak ada cephal

Hematoma.

- Ubun – ubun : Teraba lunak , belum tertutup.

- Muka : Tidak ada kelainan.

- Mata : Tidak ada kelainan , simetris, sclera berwarna putih

pucat dan konjungtiva berwarna merah muda.

- Telinga : Tidak ada kelianan, simetris tidak ada pengeluaran

cairan.

- Mulut : Tidak ada kelainan, tidak adanya sianosis, dan bibir

Lembab.

- Hidung : Tidak ada kelainan, pernafasan cuping hidung

- Leher : Tidak ada kelainan, tidak ada pembesaran kelenjar

Tiroid.

- Dada : Retraksi ringan.

- Perut : Bentuk normal, tidak ada pembesaran hati dan

Limpa.

- Tali pusat : Tidak ada kelainan, vena berjumlah 1 dan arteri

28
0.

berjumlah 2.

- Punggung : Tidak ada kelainan lordosis, kifosis maupun

Skoliosis.

- Ekstremitas : Tidak ada kelainan polidaktili maupun sindaktili

- Genitalia : Tidak ada kelainan, testis sudah turun pada skrotum

- Anus : Tidak asda kelainan, anus berlubang

C. Refleks

1. Refleks Moro : Ada

2. Refleks Walking : Tidak dilakukan pemeriksaan

3. refleks Graps : Ada

4. Refleks Sucking : Ada

5. Refleks Tonick neck: Ada

6. Refleks Rooting : Ada

D. Antropometri

- Lingkar Kepala : 35 cm

- Lingkar Dada : 33 cm

- Lingkar Perut : 30 cm

- Lingkar lengan : 13 cm

E. Eliminasi

1. BAB : Sudah warna hitam (mekonium), jam : 05.45

2. BAK : Sudah warna kuning, jam : 05.45

F. Pemeriksaan penunjang

29
0.

Tanggal pemeriksaan : 27 Maret 2022

1. Pemeriksaan darah

Hb : tidak dilakukan

Bilirubin Direk : tidak dilakukan

Bilirubin Indirek : tidak dilakukan

Erytrosit : tidak dilakukan

Leukosit : tidak dilakukan

Trombosit : tidak dilakukan

GDS : 112 gr/dL

Lain – lain :

2. Pemeriksaan urine

- Albumin : tidak dilakukan

- Reduksi : tidak dilakukan

3. Pemeriksaan penunjang

Rontgen : tidak dilakukan

Lain – lain :

LANGKAH II

INTERPRESTASI DATA DASAR

Diagnosa Dasar
NCB-SMK hari ke-0 O:
- Bayi lahir spontan jam 05.45
- Berat badan lahir : 3275 gram
- Panjang badan lahir : 50
cm
- JK : Laki-laki
- Keadaan umum : sedang
- Suhu : 36,5 oC

30
0.

- Pernafasan : 50 x/menit
- Saturasi : 72 %
- HR : 87 x/menit
- Dada : retraksi ringan
- Kepala : caput sucadenium
- Hidung : pernafasan cuping
hidung
- Dada : Retraksi ringan
- Apgar Score : 6/8

Masalah Dasar
O:
- Dada : retraksi ringan
- Hidung : pernafasan cuping
hidung
Aspiksia Ringan - Saturasi : 72 %
- Apgar Score : 6/8
- HR : 87 x/menit
-

LANGKAH III ( IDENTIFIKASI DIAGNOSA ATAU MASALAH

POTENSIAL DAN ANTISIPASI PENANGANAN )

Masalah Potensial : Asfiksia sedang

DO : Bayi lahir tidak segera menangis, retarksi dada, Pernafasan Cuping hidung,

Sianosis

Antisipasi :

1. Melakukan VTP
LANGKAH IV

(MENETAPKAN KEBUTUHAN TERHADAP TINDAKAN SEGERA)

1. RESUSITASI

31
0.

2. CPAP

3. OGT

LANGKAH V ( PLANNING/RENCANA )

1. Observasi saturasi oksigen

2. Observasi pemasangan oksigen CPAP

3. Observasi pemasangan OGT

4. Observasi KU dan Vital sign bayi. Suhu : 36,5 oC, Pernafasan : 50 x/menit,

Saturasi : 72 %, HR : 87 x/menit

5. Observasi PCH dan Retraksi dinding dada

6. Jaga kehangatan bayi, yaitu dengan menggunakan kain bersih dan hangat,

selimuti bayi, memakaikan topi bayi.

7. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi epinefrin (1:10.000), nalokson

hidroklorida (1 mg/mL atau 0,4 mg/mL), dan cairan pengganti

volume / volume expander (NaCl0,9%dan ringerlaktat).

8. Kolaborasi dengan ruang NICU

LANGKAH VI ( IMPLEMENTASI )

1. Mengobservasi saturasi oksigen

2. Mengobservasi pemasangan oksigen CPAP

3. Mengobservasi pemasangan OGT

4. Mengobservasi KU dan Vital sign bayi. Suhu : 36,5 oC, Pernafasan : 50

x/menit, Saturasi : 72 %, HR : 87 x/menit.

5. Mengobservasi PCH dan retraksi dinding dada

6. Menjaga kehangatan bayi, yaitu dengan menggunakan kain bersih dan

hangat, selimuti bayi, memakaikan topi bayi.

32
0.

7. Melakukan kolaborasi dengan dokter terapi epinefrin (1:10.000), nalokson

hidroklorida (1 mg/mL atau 0,4 mg/mL), dan cairan pengganti volume

/ volume expander (NaCl0,9%dan ringerlaktat).

8. Melakukan kolaborasi dengan ruang NICU

LANGKAH VII ( EVALUASI )

Tanggal : 27 Maret 2022 Pukul : 06.00 WITA

1. Terpasang saturasi oksigen

2. Terpasang CPAP 7 L

3. Terpasang OGT (Oral orogastic tube), CWL : jernih

4. KU, Vital sign bayi sudah dilakukan dengan hasil

HR : 155 x/ menit
Suhu : 36,5 oC
Pernafasan : 50 x/menit
Saturasi : 95%
5. Telah dilakukan observasi PCH dan retraksi dinding dada

- Hidung : tidak ada kelainan, PCH berkurang

- Dada : Retraksi minimal

6. Bayi dibungkus dengan kain bersih dan hangat

7. Telah dilakukan kolaborasi dengan dokter terapi epinefrin (1:10.000),

nalokson hidroklorida (1 mg/mL atau 0,4 mg/mL), dan cairan

pengganti volume / volume expander (NaCl0,9%dan ringerlaktat).

8. Telah dilakukan kolaborasi dengan ruang NICU

33
0.

DOKUMENTASI KEBIDANAN

S :(-)

O :

- Keadaan umum : Sedang

- Berat badan lahir : 3275 gram

- Panjang badan lahir : 50 cm

- JK : Laki-laki

Tanda-Tanda Vital :

- Suhu : 36,5 oC

- Pernafasan : 50 x/menit

- Saturasi : 95 %

- HR : 155x/menit

Pemeriksaan PCH dan retraksi dinding dada

- Hidung : tidak ada kelainan, PCH berkurang

- Dada : Retraksi minimal

A : NCB-SMK bayi lahir hari ke 0 dengan asfiksia ringan

34
0.

Diagnosa potensial : Asfiksia sedang

Tindakan segera :

1. HAIKAL ( Hangatkan, Atur posisi, Isap lendir, Keringkan, Atur posisi

kembali, Lakukan penilaian)

2. RESUSITASI

3. CPAP

4. Oksigen

5. OGT

P :

1. Observasi pemasangan saturasi oksigen

E : Saturasi oksigen terpasang pada kaki bayi dengan hasil 95 %

2. Observasi pemasangan oksigen CPAP

E : CPAP terpasang sebanyak 7L

3. Observasi pemasangan OGT

E : OGT terpasang, CWL : jernih

4. Observasi KU dan Vital sign bayi

E : Ku : sedang

Pernafasan : 50 x/menit

Saturasi : 95%

HR : 155x/menit

5. Observasi PCH dan Retraksi dinding dada

E:

Pernafasan cuping hidung berkurang

Retraksi dinding dada berkurang

35
0.

6. Jaga kehangatan bayi

E : bayi terjaga kehangatan dengan diselimuti

7. Kolaborasi dengan dokter

E : telah dilakukan kolaborasi dengan dokter

8. Kolaborasi dengan ruang NICU

E : Bayi dipindah di ruang NICU untuk perawatan lebih lanjut.

36
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membandingkan tentang kesenjangan antara teori

dan hasil tinjauan kasus pelaksanaan asuhan kebidanan pada bayi Ny. R dengan

asfiksia ringan di RS. Kanudjoso Djatiwibowo pada tanggal 27 Maret 2022.

Penulis akan membahas berdasarkan pendekatan asuhan kebidanan dengan

tujuh langkah Varney yaitu pengumpulan data dasar, merumuskan diagnosa,

merumuskan masalah atau masalah potensial, melaksanakan tindakan segera atau

kolaborasi, merencanakan tindakan asuhan kebidanan, melakukan tindakan asuhan

kebidanan, dan mengevaluasi asuhan kebidanan.

Secara teoritis ( Permenkes, 2019 ) asfiksia ringan

merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara

spontan dan teratur setelah lahir yang disebabkan beberapa faktor

ibu misalnya, gangguan his, KPD, kehamila ganda, infeksi saat

kehamilan, hipertensi dalam kehamilan,diabetes mellitus, partus

lama, induksi, prolapse tali pusat.

Persalinan suatu proses dimana seorang wanita melahirkan

bayi yang diawali dengan kontraksi uterus yang teratur dan

memuncak pada saat pengeluaran bayi sampai dengan pengeluaran

plasenta dan selaputnya dimana proses persalinan ini akan

berlangsung selama 12 sampai 14 jam (Kurniarum, 2016). Menurut

Mochtar.R (2013) persalinan atau disebut dengan partus adalah

37
0.

suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari

dalam uterus melalui vagina ke dunia luar .

Pada Asuhan persalinan secara fisiologis berdasarkan teori

dikemukakan bahwa ciri-ciri dari persalinan fisiologis adalah

Yang merupakan tanda pasti dari persalinan adalah

(Kurniarum, 2016):

a. Timbulnya kontraksi uterus Biasa juga disebut dengan his persalinan yaitu

his pembukaan yang mempunyai sifat sebagai berikut:

1) Nyeri melingkar dari punggung memancar ke perut

bagian depan

2) Pinggang terasa sakit dan menjalar kedepan

3) Sifatnya teratur, inerval makin lama makin pendek dan kekuatannya

makin besar

4) Mempunyai pengaruh pada pendataran dan atau

pembukaan cervix.

5) Makin beraktifitas ibu akan menambah kekuatan kontraksi. Kontraksi

uterus yang mengakibatkan perubahan pada servix (frekuensi minimal 2

kali dalam 10 menit). Kontraksi yang terjadi dapat menyebabkan

pendataran, penipisan dan pembukaan serviks.

, tetapi pada Ny. R terdapat kesenjangan berupa ketuban sudah pecah saat

pembukaan 2 cm hal tersebut sesuai dengan teori, yaitu pecahnya ketuban sebelum

pembukaan < 4 cm, KPD dapat terjadi pada akhir kehamilan atau jauh sebelum

waktu melahirkan (Nugroho, 2012). Hal menyebutkan bahwa ketuban pecah pada

fase laten ternyata disebut dengan KPD. Secara umum ketuban pecah dalam

38
0.

persalinan disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Pada

KPD terjadi berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen, serta

berkurangnya tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur

abnormal diantaranya akibat merokok (Prawihardjo, 2009).

Bayi baru lahir adalah masa kehidupan bayi pertama di luar rahim sampai

dengan usia 28 hari dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan di

dalam rahim menjadi di luar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir

di semua sistem (Cunningham, 2012). Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir

dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram

sampai 4000 gram (Manuaba, 2014).

Ciri-ciri bayi baru lahir normal adalah lahir aterm antara 37-42 minggu, berat

badan 2500-4000 gram, panjang lahir 48-52 cm. lingkar dada 30-38 cm, lingkar

kepala 33-35 cm, lingkar lengan 11-12 cm, frekuensi denyut jantung 120- 160 kali

permenit, kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup,

rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna, kuku agak

panjang dan lemas, nilai Appearance Pulse Grimace Activity Respiration

(APGAR)>7, gerakan aktif, bayi langsung menangis kuat, genetalia pada laki-laki

kematangan ditandai dengan testis yang berada pada skrotum dan penis yang

berlubang sedangkan genetalia pada perempuan kematangan ditandai dengan labia

mayora menutupi labia minora, refleks rooting susu terbentuk dengan baik, refleks

sucking sudah terbentuk dengan baik (Armini, 2017).

Pemeriksaan fisik pada By. Ny. R ditemukan hasil Apgar score 6/8, terdapat

pernafasan cuping hidung, saturasi oksigen 72 %, HR 87 x/menit, terdapat retraksi

ringan. Pada hal tersebut tidak sesuai dengan ciri-ciri bayi baru lahir fisiologis

39
0.

sehingga dengan adanya kesenjangan data By Ny. R maka diagnosa dari By Ny. R

dikatakan Asfiksia ringan.

Pengisapan hanya dilakukan jika jalan napas

mengalami obstruksi. Bayi baru lahir bugar tidak

membutuhkan pengisapan hidung, mulut atau faring setelah

lahir. Tindakan mengisap mekoneum dari mulut dan hidung

bayi ketika kepala masih di perineum sebelum bahu lahir

tidak direkomendasikan.

Intubasi dan pengisapan endotrakea pada bayi yang

lahir dengan kondisi air ketuban bercampur mekonium

sebaiknya dilakukan bila bayi tidak bugar dengan

mempertimbangkan baik manfaat maupun risiko tertundanya

ventilasi karena pengisapan.

Setelah melakukan langkah awal, penolong melakukan

evaluasi kembali dengan menilai usaha napas, LJ, dan tonus

otot bayi. Tindakan khusus, seperti pengisapan mekonium,

hanya dapat dilakukan selama 30 detik, dengan syarat LJ

tidak kurang dari 100 kali/menit. Periode untuk melengkapi

langkah awal dalam 60 detik pertama setelah lahir ini disebut

menit emas. Berikut hasil evaluasi :

Bila pernapasan bayi adekuat dan LJ >100 kali per menit, bayi menjalani

perawatan rutin. Bila usaha napas bayi belum adekuat dan LJ <100 kali per

40
0.

menit, langkah resusitasi dilanjutkan pada pemberian bantuan ventilasi

(breathing)

Bayi bernapas spontan namun memiliki saturasi

oksigen di bawah target berdasarkan usia, suplementasi

oksigen dapat diberikan dengan cara sebagai berikut,

Pemberian suplementasi oksigen aliran bebas Suplementasi

oksigen aliran bebas dapat diberikan dengan menggunakan

balon tidak mengembang sendiri, dan T-piece resuscitator

Bila bayi bernapas spontan namun disertai gawat

napas, diperlukan CPAP dengan tekanan positif akhir

ekspirasi (positive endexpiratorypressure / PEEP) secara

kontinu.Studi menunjukkan penggunaan CPAP dapat

mempertahankan volume residual paru, menghemat

penggunaan surfaktan serta mempertahankan keberadaan

surfaktan di alveoli bayi.

Dalam kasus asfiksia pada By. Ny.R dilakukan tindakan

penanganan asfiksia dengan penilaian apgar score yang diperoleh

6/8 diamana Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR:

a. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0-3)

Tanda dan gejala yang muncul

pada asfiksia adalah sebagai berikut :

1) Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 x/menit.

41
0.

2) Tidak ada usaha nafas

3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.

4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan.

5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.

6) Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah

persalinan.

b. Asfiksia ringan sedang (nilai APGAR 4-6)

Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut :

1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x/menit.

2) Usaha nafas lambat.

3) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.

4) Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.

5) Bayi tampak sianosis.

6) Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses

persalinan.

c. Asfiksia Ringan (nilai APGAR 7-10)

Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah

sebagai berikut :

1) Takipnea dengan nafas lebih dari 60 x/menit.

42
0.

2) Bayi tampak sianosis.

3) Adanya retraksi sela iga.

4) Bayi merintih (grunting).

5) Adanya pernafasan cuping hidung.

6) Bayi kurang aktifitas.

7) Auskultasi diperoleh hasil ronchi rales, dan wheezing positif

(Maryunani 2013).

Sehingga dilakukan pemasangan saturasi oksigen. Kadar

saturasi oksigen pada bayi baru lahir sangat penting untuk diketahui

karena ketika kadar saturasi oksigen pada bayi baru lahir rendah

maka patut diwaspadai apakah terdapat kelainan hemodinamika

pada bayi tersebut. Pengukuran kadar saturasi oksigen pada bayi

baru lahir dapat membantu mendeteksi dini kelainan-kelainan

bawaan pada bayi.

Penggunaan CPAP termasuk tindakan non-bedah yang paling

efektif dan alat utama bagi bayi prematur yang paru-parunya belum

berkembang sempurna. Biasanya terjadi pada bayi dengan

mengalami gangguan pernafasan (asphyxia). “Dimana asfiksia

merupakan penyebab seperlima semua kematian neonatal di seluruh

dunia.CPAP men-support fungsi pernafasan bayi agar tetap optimal.

Dengan harapan, kebutuhan dasar akan oksigen tetap terpenuhi.

Sehingga dapat meminimalkan risiko bayi jatuh pada kondisi lebih

43
0.

buruk. Alat ini juga dapat menghindarkan bayi dari risiko kecacatan

maupun kematian.

Pemasangan OGT Orogastric tube (OGT) adalah selang

kecil dan panjang yang dimasukkan melalui mulut , yang turun

ke tenggorokan langsung ke perut.dipasangkan orogastric tube

(OGT) yang hampir sama dengan NGT, namun selang masuk

melalui mulut bukan ke hidung. Selang OGT ini juga dapat

digunakan untuk membantu mengeluarkan udara dari perut bayi.

Mengobservasi KU dan Vital sign bayi.Tanda-tanda vital atau

TTV adalah metode pengukuran atau pemeriksaan fungsi tubuh

yang paling mendasar.TTV pada bayi baru lahir diketahui dalam

skor yang disebut skor APGAR. APGAR adalah singkatan dari

Appearance (tampilan dari warna kulit), Pulse (denyut jantung),

Grimace (reflek terhadap rangsangan), Activity (tonus otot), dan

Respiratory (usaha napas).Skor APGAR diukur pada 1-5 menit

setelah bayi lahir, dengan skor maksimum 10 (sehat) dan minimal 0.

Skor ini akan memastikan apakah kondisi bayi baik-baik saja atau

membutuhkan pertolongan medis lanjutan.

Melakukan inspeksi pemantauan pernapasan cuping hidung

dan retraksi dinding dada pada bayi.

Menjaga kehangatan bayi, idealnya harus menjaga suhu kamar

bayi antara 18 dan 22 derajat Celsius.Menjaga suhu tubuh bayi baru

lahir tetap hangat juga bisa lakukan melalui pemberian ASI secara

eksklusif. ASI merupakan sumber makanan terbaik yang harus

44
0.

diberikan kepada bayi baru lahir.Memakai pakaian yang bersih dan

hangat dan beri selimut.

Melakukan kolaborasi dengan dokter

Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk memberikan terapi dan juga melakukan

pemindahan bayi keruang NICU.

Demikian asuhan yang telah diberikan, sehingga terdapat

kesenjangan antara teori dengan praktik dilapangan yaitu pada

penilaian awal asfiksia pada teori hanya penilaian apakah bayi

bernapas / menangis dan apakah bayi mempunyai tonus otot

yang baik, namun pada praktik lapangan menggunakan

APGAR SCORE dan klasifikasi asfiksia berat, sedang dan

ringan. Pada teori penangan asfiksia dilakukan balon sungkup

sedangkan di praktik lapangan tidak lagi menggunakan balon

sungkup namun menggunakan CPAP.

45
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan kebidanan Bayi Baru Lahir dengan
menggunakan manajemen menurut varney pada kasus Bayi Baru Lahir
Pathologis di RS. Kanudjoso Djatiwibowo Balikpapan dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Pengkajian pada kasus Bayi Baru Lahir Pathologis Data Subjektif dan
Objektif tidak terdapat kesenjangan antara teori dan lahan praktik.
2. Interpretasi data pada kasus Bayi Baru Lahir Pathologis. Tindakan yang
akan dilakukan pada Bayi Baru Lahir Pathologis dengan asfiksia ringan
yaitu Beritahu pasien hasil pemeriksaan atau keadaan bayi, lakukan
tindakan segera resusitasi, pemasangan CPAP, OGT, melakukan
observasi ku dan vital sign bayi , Kolaborasi dengan dokter
3. Implementasi pada Bayi Baru Lahir yaitu Memberitahu pasien hasil
pemeriksaan, melakukan resusitasi, mengobservasi saturasi oksigen,
CPAP, OGT, ku dan vital sign, mengobservasi PCH dan retraksi dindkng
dada, menjaga kehangatan bayi dan melakukan kolaborasi dengan dokter.
4. Pelaksanaan dilakukkan sesuai dengan rencana tindakan yang telah dibuat
seperti diatas yaitu Pasien telah diberitahu hasil pemeriksaan, Bayi telah
dilakukan resusitasi , terpasang CPAP, dan OGT dan CWL bayi berwarna
jernih Bayi. Telah mengobservasi tanda-tanda vital bayi
Hasil :
Ku : sedang HR : 155 x/menit T : 36,5 R: 50x/m saturasi oksigen : 95%
Telah kolaborasi dengan dokter umtuk di piimdah ke ruang NICU

46
B. Saran
Berdasarkan simpulan diatas maka penulis akan menyampaikan saran yang
mungkin bermanfaat yaitu :
1. Bagi penulis :
Diharapkan bagi penulis agar dapat meningkatkan pengetahuan dan
pengalaman pada kasus dalam memberikan asuhan kebidanan nifas.
Bagi Instansi Rumah Sakit :
Agar lebih meningkatkan pelayanan agar pasien merasa nyaman selama
berada di Rumah sakit
2. Bagi institusi pendidikan :
Agar lebih meningkatkan mutu pendidikan dalam proses pembelajaran baik
teori maupun praktik.
3. Bagi pasien dan keluarga pasien :
Keluarga diharapkan teliti dan tanggap berpartisipasi terhadap kesehatan ibu ,
dan membantu ibu dalam melakukan kegiatan sehari hari .

47
DAFTAR PUSTAKA

Armini Ni, dkk. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita, & Anak Prasekolah.

Yogyakarta: Penerbit Andi, 2017..

Irwan Hadriani, dkk. “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Asfiksia

Di RSUD Labuang Baji Makassar Tahun 2019” Jurnal Kesehatan Delima Pelamonia

3, no.1 (2019).

Maryunani Anik & Eka Puspita. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatus.

Yogyakarta.2016.

Maternity Dainty,dkk. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita, & Anak

Prasekolah. Yogyakarta.Penerbit Andi, 2018.

Sembiring Julina. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, Anak Pra Sekolah. Cet. Pertama:

Yogyakarta: Penerbit Deepublish, 2019.

48

Anda mungkin juga menyukai