Anda di halaman 1dari 55

SEMINAR KASUS

PADA PASIEN “BY.NY.Z” DENGAN DIAGNOSA MEDIS ASFIKSIA


NEONATORUM DI RUANG NICU CENTRAL
RSPAL DR.RAMELAN SURABAYA

Disusun sebagai Kelengkapan Tugas Kelompok Praktik Klinik


Keperawatan Anak

Disusun Oleh :
Kelompok 2F

1. Citra Ayu Larasati,S.Kep 2130063


2. Nur Wulan Adhani Lakato,S.Kep 2130064
3. Umie Aida,S.Kep 2130065
4. Ali Gufron,S.Kep 2130066
5. Erza Ardifa Safitri,S.Kep 2130067
6. Nava Meisyah Purnama Adji,S.Kep 2130068

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2022
LEMBAR PENGESAHAN
SEMINAR KASUS

PADA PASIEN “BY.NY.Z” DENGAN DIAGNOSA MEDIS ASFIKSIA


NEONATORUM DI RUANG NICU CENTRAL
RSPAL DR.RAMELAN SURABAYA

Disusun Oleh:
Kelompok 2F

1. Citra Ayu Larasati,S.Kep 2130063


2. Nur Wulan Adhani Lakato,S.Kep 2130064
3. Umie Aida,S.Kep 2130065
4. Ali Gufron,S.Kep 2130066
5. Erza Ardifa Safitri,S.Kep 2130067
6. Nava Meisyah Purnama Adji,S.Kep 2130068

Dengan ini telah menyelesaikan tugas kelompok Seminar Kasus Asfiksia


Neonatorum Praktik Klinik Keperawatan Anak yang telah dikonsulkan secara
offline pada tanggal 22 Maret 2022.

Surabaya, 22 Maret 2022

Mengetahui,

Pembimbing Institusi

Qori’ Ila Saidah, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.An.


NIP.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan
dan rahmatnya, penyusun dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Anak Seminar
Kasus pada “By.Ny.Z” dengan diagnoda medis Asfiksia Neonatorum di NICU
CENTRAL RSPAL DR.Ramelan Surabaya.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Anak. Makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dari
beberapa pihak yang ikhlas bersedia meluangkan waktunya untuk membantu kami.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi kami, pihak-pihak yang telah
membantu dan kepada siapa saja yang ingin memanfaatkannya sebagai referensi
keilmuannya. Kami ucapkan mohon maaf apabila ada kekurangan dan salah kata
dalam penulisan makalah ini.

Surabaya, 22 Maret 2022

Kelompok 2F
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asfiksia neonatorum merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan

mortalitas pada bayi baru lahir baik di negara berkembang maupun negara maju.

Asfiksia paling sering terjadi pada periode segera setelah lahir dan menimbulkan

sebuah kebutuhan resusitasi dan intervensi segera untuk meminimalkan mortalitas

dan morbiditas (Anik, 2012). Masalah ini berkaitan dengan kesehatan ibu, tali pusat

atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan. Bila ini tidak segera teratasi

akan menyebabkan kematian yang terjadi dimulai kekurangan oksigen,

penumpukan karbondioksida dan akan terjadi suatu periode apneu yang

mempengaruhi fungsi sel tubuh dan kerusakan jaringan pada otak. Tindakan yang

akan dilakukan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan

membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul (Hanifa, 2012).

Menurut laporan dari organisasi dunia yaitu World Health Organization

(WHO, 2010), bahwa setiap tahunnya 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir

mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Penyebab

kematian bayi baru lahir di Indonesia diantaranya asfiksia neonatorum (27%), berat

badan lahir rendah (29%), tetanus neonatorum (10%), masalah pemberian makan

(10%) dan infeksi (5%) (Depkes RI, 2011). Angka kematian bayi ini sebanyak

(47%) meninggal pada masa neonatal. Kejadian asfiksia di rumah sakit pusat

rujukan provinsi di Indonesia sebesar (41,94%). Provinsi dengan asfiksia tertinggi

adalah Jawa Tengah (33,1%), Jawa Barat (23%), Sumatra Utara (18,69%) dan

Papua (15,38%) (Kemenkes RI, 2014).


Asfiksia neonatorum adalah bayi baru lahir yang mengalami gangguan tidak

segera bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir (Amru Sofian, 2012). Tanda

dan gejala asfiksia, tidak bernapas atau pernapasan lambat <30 kali per menit,

pernapasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (pelekukan dada), tangisan lemah

atau merintih, warna kulit pucat atau biru (sianosis), tonus otot atau ekstremitas

lemah, denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardi) (kurang dari 100 kali per

menit). Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan karbondioksida dan

asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan

otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.

Faktor bayi karena lahir prematur, lilitan tali pusat persalinan lama dan caesar.

Kehamilan pada usia yang terlalu muda dan tua termasuk dalam kriteria kehamilan

resiko tinggi dimana keduanya berperan meningkatkan morbiditas dan mortalitas

pada ibu maupun janin. APGAR-score dapat digunakan untuk menentukan tingkat

atau derajat asfiksia. Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai apgar 7-10), asfiksia

sedang (nilai apgar 4-6), asfiksia berat (nilai apgar (0-3) (Widiprianita, 2010).

Akibat dari asfiksia yaitu pada janin kekurangan oksigen dan kadar

karbondioksida meningkat, akan menjadikan napas cepat, menjadikan bayi apneu,

karena itu kelompok mengangkat masalah pemenuhan kebutuhan dasar aktivitas

pada diagnosa ketidakefektifan pola napas. Ketidakefektifan pola napas adalah

inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat. Ketidakefektifan pola

napas merupakan salah satu masalah utama pada bayi yang mengalami asfiksia.

Membersihkan secret pada saluran pernapasan, pencatatan data frekuensi

pernapasan, dispnea, sianosis, denyut jantung, retraksi dada. Memonitoring pola


napas setelah diberikan oksigen, pertahankan bayi dengan posisi semi fowler untuk

memaksimalkan ventilasi (Nanda, 2015).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi asfiksia?

2. Apa saja etiologi asfiksia?

3. Apa manifestasi klinis dari asfiksia?

4. Bagaimana WOC asfiksia?

5. Bagaimana patofisiologi asfiksia?

6. Bagaimana komplikasi asfiksia?

7. Bagaimana penatalaksanaan asfiksia?

8. Bagaimana pemeriksaan penunjang asfiksia?

9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami asfiksia?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mengetahui informasi, penyebab dan cara pencegahan terjadinya

asfiksia.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui definisi, etiologi, manifestasi klinis,woc,patofisiologi,

komplikasi,penatalaksanaan,pemeriksaan penunjang dan komplikasi dari

asfiksia.

2. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan asfiksia.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Asuhan Keperawatan Asfiksia Neonatorum

2.1.1 Definisi

Asfiksia neonatorum merupakan keadaan bayi yang tidak dapat bernafas


spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2
yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Kusumawardhani
et al., 2021).

Asfiksia merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami
kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah bayi tersebut lahir,
sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen (O2) serta tidak dapat
mengeluarkan zat asam arang dari dalam tubuhnya (Dewi, 2014) dalam (European
Environment Agency (EEA), 2019).

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera


bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia salah satu penyebab
mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir dan akan membawa berbagai dampak pada
periode neonatal. Sebagian besar bayi asfiksia tersebut tidak memperoleh
penanganan yang adekuat sehingga banyak diantaranya meninggal. Istilah asfiksia
sendiri berasal dari Bahasa Yunani yang berarti nadi yang berhenti (stopping of the
pulse). Asfiksia terjadi apabila terdapat kegagalan pertukaran gas di organ, definisi
asfiksia menurut WHO (World Health Organization) adalah kegagalan bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Asfiksia perinatal adalah kondisi
bayi yang ditandai dengan hipoksia dan hipercapnia disertai asidosis metabolik
(Irwan et al., 2019) dalam (Kusumawardhani et al., 2021).

2.1.2 Etiologi

Menurut Masruroh, 2016 dalam (P. P. Kemenkes, 2019) asfiksia


dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya :
1. Factor ibu

faktor ibu yang dapat menyebabkan asfiksia neonatorum, antara lain


preeklampsia dan eklampsia, perdarahan abnormal (plasenta previa atau solution
plasenta), partus lama, demam selama persalinan , infeksi berat (malaria, sifilis,
TBC,HIV) dan kehamilan post matur (sesudah 42 minggu kehamilan). Keadaan
tersebut menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang, akibatnya
terjadi gawat janin dan menyebabkan asfiksia.

2. Faktor tali pusat

Keadaan tali pusat yang mengakibatkan penurunan aliran darah dan oksigen
ke bayi adalah lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat dan prolapsus
tali pusat.

3. Faktor bayi

Keadaan bayi mungkin mengalami asfiksia walaupun tanda didahului tanda


gawat janin, misalnya persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar,dll), kelainan
congenital, air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan), mekonium kental
dan bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan). Bayi prematur (< 37 minggu)
lebih beresiko, untuk meninggal karena asfiksia. Umumnya gangguan telah dimulai
sejak di kandungan, misalnya gawat janin atau stress janin saat proses kelahirannya.
Kegagalan pernafasan pada bayi prematur berkaitan dengan defisiensi kematangan
surfaktan pada paru-paru bayi. Bayi prematur mempunyai karakteristik yang
berbeda secara anatomi maupun fisiologis jika dibandingkan dengan bayi cukup
bulan.

2.1.3 Patofisiologi

Asfiksia neonatorum dimulai saat bayi kekurangan oksigen akibat gangguan


aliran oksigen dari plasenta ke janin saat kehamilan, persalinan, ataupun segera
setelah lahir karena kegagalan adaptasi di masa transisi. Saat keadaan hipoksia akut,
darah cenderung mengalir ke organ vital seperti batang otak dan jantung,
dibandingkan ke serebrum, pleksus koroid, substansia alba, kelenjar adrenal, kulit,
jaringan muskuloskeletal, organ-organ rongga toraks dan abdomen lainnya seperti
paru, hati, ginjal, dan traktus gastrointestinal. Perubahan dan redistribusi aliran
darah tersebut disebabkan oleh penurunan resistensi vaskular pembuluh darah otak
dan jantung serta peningkatan resistensi vaskular perifer. Keadaan ini ditunjang
hasil pemeriksaan ultrasonografi Doppler yang menunjukkan kaitan erat antara
peningkatan endotelin-1 (ET-1) saat hipoksia dengan penurunan kecepatan aliran
darah dan peningkatan resistensi arteri ginjal dan mesenterika superior. Hipoksia
yang tidak mengalami perbaikan akan berlanjut ke kondisi hipoksik-iskemik pada
organ vital.

Proses hipoksik-iskemik otak dibagi menjadi fase primer (primary energy


failure) dan sekunder (secondary energy failure). Pada fase primer, kadar oksigen
rendah memicu proses glikolisis anaerob yang menghasilkan produk seperti asam
laktat dan piruvat, menimbulkan penurunan pH darah (asidosis metabolik). Hal ini
menyebabkan penurunan ATP sehingga terjadi akumulasi natrium-kalium intrasel
dan pelepasan neurotrasmiter eksitatorik akibat gangguan sistem pompa Na-K-
ATP-ase dan glial-ATP-ase. Akumulasi natrium intrasel berkembang menjadi
edema sitotoksik yang memperburuk distribusi oksigen dan glukosa, sedangkan
interaksi glutamat dengan reseptor mengakumulasi kalsium intrasel, mengaktivasi
fosfolipase, nitrit oksida (NO), dan enzim degradatif hingga berakhir dengan
kematian sel. Fase primer ini berakhir dengan kematian neuron primer atau resolusi
fungsi otak (periode laten).

Reperfusi yang terjadi setelah fase primer akan mengembalikan sebagian


fungsi metabolisme, namun apabila cedera otak pada fase primer cukup berat,
kerusakan neuron akan kembali tejadi setelah 6 – 48 jam (fase sekunder). Fase
sekunder ditandai dengan penurunan ATP, aktivasi kaskade neurotoksik, dan
pelepasan radikal bebas tanpa disertai asidosis akibat disfungsi mitokondria. Selain
itu, cedera hipoksik-iskemik otak juga memicu produksi sitokin proinflamasi yang
semakin memperburuk cedera jaringan. Keseluruhan proses ini memicu terjadinya
apoptosis sel (secondary energy failure).

Beberapa studi memperlihatkan bahwa sel otak akan mengalami fase


regenerasi setelah fase sekunder berakhir. Namun pada sebagian bayi yang
mengalami ensefalopati hipoksik-iskemik (EHI), proses berupa gangguan
neurogenesis, sinaptogenesis serta gangguan perkembangan akson diikuti
peningkatan inflamasi dan apoptosis tetap berlangsung. Mekanisme yang belum
diketahui dengan sempurna ini memberikan gambaran bahwa kerusakan sel otak
masih dapat berlanjut hingga beberapa waktu ke depan dan memengaruhi luaran
bayi EHI secara signifikan.

Beratnya kerusakan otak pada masa perinatal juga tergantung pada lokasi
dan tingkat maturitas otak bayi.Hipoksia pada bayi kurang bulan cenderung lebih
berat dibandingkan dengan bayi cukup bulan karena redistribusi aliran darah bayi
prematur kurang optimal, terutama aliran darah ke otak, sehingga meningkatkan
risiko gangguan hipoksik-iskemik, dan perdarahan periventrikular. Selain itu,
imaturitas otak berkaitan dengan kurangnya ketersediaan antioksidan yang
diperlukan untuk mendetoksifikasi akumulasi radikal bebas.

Asfiksia menyebabkan gangguan sistemik ke berbagai organ tubuh. 62%


gangguan terjadi pada sistem saraf pusat, 16% kelainan sistemik tanpa gangguan
neurologik dan sekitar 20% kasus tidak memperlihatkan kelainan. Gangguan fungsi
susunan saraf pusat akibat asfiksia hampir selalu disertai dengan gangguan fungsi
beberapa organ lain (multiple organ failure). Gangguan sistemik secara berurutan
dari yang terbanyak, yaitu melibatkan sistem hepatik, respirasi, ginjal,
kardiovaskular. Kelainan susunan saraf pusat tanpa disertai gangguan fungsi organ
lain umumnya tidak disebabkan oleh asfiksia perinatal. Berikut ini penjelasan
mengenai komplikasi asfiksia pada masing-masing organ.

1. Sistem susunan saraf pusat

Gangguan akibat hipoksia otak pada masa perinatal yang paling sering
ditemukan adalah EHI. Kerusakan otak akibat EHI merupakan proses yang dimulai
sejak terjadi hipoksia dan dapat berlanjut selama hingga setelah periode resusitasi.
Kerusakan ini diawali dengan kegagalan pembentukan energi akibat hipoksia dan
iskemia, yang diperberat dengan terbentuknya radikal bebas pada tahap lanjut.
Cedera otak akibat EHI ini menimbulkan area infark pada otak yang dikelilingi oleh
area penumbra. Area penumbra dapat mengalami nekrosis atau apoptosis neuron
yang berlanjut setelah hipoksia berakhir. Tata laksana suportif dalam periode 48
jam pertama pasca-asfiksia dapat mengurangi kerusakan neuron di area penumbra
ini. Perdarahan peri / intraventrikular dapat terjadi setelah periode hipoksia. Area
periventrikular merupakan bagian yang memiliki vaskularisasi terbanyak. Pada saat
hipoksia berakhir, daerah yang memperoleh banyak aliran darah ini akan
mengalami perubahan tekanan arterial paling besar. Keadaan ini menimbulkan
pengaruh yang signifikan pada pleksus koroid yang cenderung tipis dan rapuh
dengan sedikit struktur penunjang. Peningkatan tekanan vena juga terjadi pada
bagian yang sama dengan akibat stasis aliran darah, kongesti pembuluh darah, serta
risiko ruptur dan perdarahan. Kondisi tersebut dikenal sebagai cedera reperfusi
(reperfusion injury).

2. Sistem respirasi

Penelitian melaporkan sekitar 26% bayi asfiksia mengalami gangguan


sistem pernapasan. Kelainan sistem pernapasan yang dapat ditemukan antara lain
peningkatan persisten tekanan pembuluh darah paru (persistent pulmonary
hypertension of the newborn / PPHN), perdarahan paru, edema paru akibat
disfungsi jantung, sindrom gawat napas (respiratory distress syndrome / RDS)
sekunder akibat kegagalan produksi surfaktan, serta aspirasi mekonium. Bayi
dinyatakan mengalami gangguan pernapasan akibat asfiksia apabila bayi
memerlukan bantuan ventilasi atau penggunaan ventilator dengan kebutuhan
FiO2 >40% minimal selama 4 jam pertama setelah lahir.Mekanisme gagal napas
pada bayi asfiksia dapat disebabkan oleh hipoksia, iskemia, aspirasi mekonium,
disfungsi ventrikel kiri, defek sistem koagulasi, toksisitas oksigen, dan efek
ventilasi mekanik.Selain itu, kombinasi asfiksia dan aspirasi mekonium dapat
memperberat rasio resistensi pulmonar dan sistemik.

3. Sistem kardiovaskular

Diperkirakan 29% bayi asfiksia mengalami gangguan sistem


kardiovaskular, yang meliputi transient myocardial ischaemia (TMI), transient
mitral regurgitation (TMR), transient tricuspid regurgitation (TTR), persistent
pulmonary hypertension of the newborn (PPHN).
Bayi dianggap mengalami disfungsi sistem kardiovaskular terkait asfiksia
apabila terdapat ketergantungan terhadap obat inotropik untuk mengatasi hipotensi
dan mempertahankan tekanan darah normal selama lebih dari 24 jam atau
ditemukan gambaran TMI pada pemeriksaan elektrokardiografi.

4. Sistem urogenital

Salah satu gangguan ginjal yang disebabkan oleh hipoksia berat adalah
hypoxic-ischemic acute tubular necrosis. Bayi dapat dinyatakan mengalami gagal
ginjal bila memenuhi 3 dari 4 kriteria sebagai berikut : pengeluaran urin <0,5
mL/kg/jam, kadar urea darah >40 mg/dL, kadar kreatinin serum >1 mg/dL, serta
hematuria atau proteinuria signifikan dalam 3 hari pertama kehidupan. Pada
penelitian sebelumnya dikemukakan bahwa 42% bayi asfiksia mengalami
gangguan sistem ginjal. Data ini didukung oleh penelitian Gupta BD dkk. (2009)
yang menemukan 47,1% bayi asfiksia mengalami gagal ginjal dengan 78% kasus
di antaranya merupakan tipe nonoliguria dan 22% lainnya merupakan tipe oliguria.

5. Sistem gastrointestinal

Keterlibatan sistem gastrointestinal pada bayi asfiksia mencapai 29% kasus.


Hipoksia berakibat pada pengalihan aliran darah dari usus yang meningkatkan
risiko enterokolitis nekrotikan / EKN. Selain itu, hipoksia dapat menyebabkan
gangguan fungsi hati. Kriteria disfungsi sistem hepatik antara lain nilai aspartat
aminotransferase >100 IU/l atau alanin transferase >100 IU/l pada minggu pertama
setelah kelahiran.

6. Sistem audiovisual

Retinopati pada neonatus tidak hanya terjadi akibat toksisitas oksigen, tetapi
dapat pula ditemukan pada beberapa penderita yang mengalami hipoksemia
menetap. Autoregulasi aliran darah serebral pada hipoksia, selain menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial, juga meningkatkan tekanan aliran balik vena.
Selain itu, hipoksia dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh sehingga
meningkatkan risiko terjadi perdarahan. Penelitian melaporkan insidensperdarahan
retina pada bayi cukup bulan dengan asfiksia neonatal dan / atau EHI lebih tinggi
(29,3%) dibandingkankan bayi cukup bulan tanpa asfiksia dan / atau EHI (15,7%).
Leukomalasia periventrikular merupakan tahap akhir cedera pada EHI, yang terjadi
pada sekitar 32% bayi prematur pada usia gestasi 24-34 minggu. Keadaan ini dapat
menyebabkan penurunan ketajaman visus, penyempitan lapangan pandang bagian
inferior, gangguan visual kognitif, gangguan pergerakan bola mata, dan diplegia
spastik. Suatu studi retrospektif mencatat 24% bayi memperlihatkan gambaran
diskus optikus (optic disc) yang normal, 50% bayi mengalami hipoplasia saraf optik
dengan beberapa derajat atrofi, dan 26% bayi dengan atrofi optik terisolasi (isolated
optic atrophy).

Insidens gangguan pendengaran pada bayi prematur dengan asfiksia


mencapai 25%. Kelainan pendengaran ini disebabkan oleh kerusakan nukleus
koklearis dan jaras pendengaran. Suatu studi melaporkan kelainan brainstem
auditory evoked responses (BAER) pada 40,5% bayi pascaasfiksia yang mengalami
gangguan perkembangan otak dan 12,2% bayi tanpa gangguan perkembangan otak
(I. Kemenkes, 2019).
2.1.4 Pathway

2.1.5 Manifestasi Klinis

Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan yang disebabkan


oleh beberapa keadaan diantaranya :

1. Hilang sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.

2. Terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel


jaringan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.

3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap


tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah
mengalami gangguan.
Gejala klinis :

Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernapasan yang cepat


dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan
berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang
secara barangsur-angsur dan memasuki periode apnue.primer. Gejala dan tanda
asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernapasan cepat, pernapasan
cuping hidung, sianosis, nadi cepat. Gejala lanjut pada asfiksia :

1. Pernafasan megap-magap dalam

2. Denyut jantung terus menurun

3. Tekanan darah mulai menurun

4. Bayi terlihat lemas (flaccid)

5. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)

6. Meningginya tekanan CO2 darah (PaCO2)

7. Menurunnya PH (akibat asidosis respiratorik dan metabolik)

8. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob

9. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular

10. Pernapasan terganggu

11. Detik jantung berkurang

12. Reflek / respon bayi melemah

13. Tonus otot menurun

14. Warna kulit biru atau pucat

(Sari, 2017).
2.1.6 Klasifikasi

Menurut Maryunani, 2013 dalam (P. P. Kemenkes, 2019) klasifikasi


asfiksia berdasarkan nilai APGAR yaitu :

1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3

2. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6

3. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9

4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

Berikut tabel penilaian APGAR Score pada bayi baru lahir :

Nilai 0 1 2
Nafas Tidak ada Tidak teratur Teratur
Denyut Jantung Tidak ada <100 >100
Warna Kulit Biru/Pucat Tubuh merah Merah Jambu
jambu dan kaki,
tangan biru
Gerakan / Tonus Tidak ada Sedikit fleksi Fleksi
Otot
Refleks Tidak ada Lemah/lambat Kuat
(menangis)
(Sumber : Maryunani, 2013) dalam (P. P. Kemenkes, 2019)

2.1.7 Penatalaksanaan

Menurut Yuliastati, 2016 dalam (P. P. Kemenkes, 2019) cara pelaksanaan


resusistasi sesuai dengan tingkatan asfiksia, antara lain:

1. Asfiksia Ringan (apgar skor 7-10)

a. Bayi dibungkus dengan kain hangat.


b. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian
mulut.

c. Bersihkan badan dan tali pusat.

d. Lakukan observasi tanda vital dan apgar skor dan masukan ke dalam
inkubator.

2. Asfiksia Sedang (apgar skor 4-6)

a. Bersihkan jalan napas

b. Berikan oksigen 2 liter per menit.

c. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belum ada


reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).

d. Bila bayi sudah mulai bernafas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dekstrosa 40% sebanyak 4 cc disuntikan
melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan
intra cranial meningkat.

3. Asfiksia Berat (apgar skor 0-3)

a. Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag.

b. Berikan oksigen 4-5 liter per menit.

c. Bila tidak berhasil lakukan ETT.

d. Bersihkan jalan nafas melalui ETT.

e. Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sinosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc. Dekstrosa 40% sebanyak 4 cc.

2.1.8 Komplikasi

Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :

1. Edema otak & Perdarahan otak


Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.

2. Anuria atau oliguria

Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,


keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai
dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak
mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang
menyebabkan pengeluaran urine sedikit.

3. Kejang

Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran


gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.

4. Koma

Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak (Sari,
2017).

2.2 Asuhan Keperawatan Asfiksia Neonatorum


2.2.1 Pengkajian

1. Identitas Pasien : meliputi nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, anak
ke/ jumlah saudara , dan diagnosa medis. Orang tua : meliputi nama ayah
dan ibu, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
2. Riwayat kesehatan

a. Riwayat prenatal Riwayat prenatal, meliputi :

1) asfiksia neonatorum dalam kehamilan meliputi : penyakit infeksi akut,


penyakit infeksi kronis, keracunan oleh obat-obat bius, anemia berat, cacat
bawaan, dan trauma (Maryunani, 2013).

2) Usia ibu kurang dari 16 tahun atau lebih dari 40 tahun, penyakit ibu seperti
diabetes, hipertensi, anemia berat, ibu dengan aborsi sebelumnya, kematian
neonatal dini, atau kelahiran prematur, ibu mengkonsumsi alkohol dan
merokok (Mendri&Prayogi, 2018).

3) Usia kehamilan biasanya < 37 minggu.

4) Gerakan janin biasanya tidak aktif.

5) Pemeriksaan kehamilan yang tidak teratur

6) Pemeriksaan kehamilan tidak pada petugas kesehatan

b. Riwayat intranatal

Riwayat intranatal menurut Maryunani, 2013 yaitu :

1) Kekurangan O2

a) Partus lama

b) Ruptur uteri yang memberat,kontraksi uterus yang terus menerus


menggangu sirkulasi darah ke plasenta

c) Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta

d) Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya

e) Perdarahan banyak : plasenta previa dan solution plasenta

2) Paralisis pusat pernafasan

a) Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps


b) Trauma dari dalam : akibat obat bius

c. Riwayat post natal

Riwayat post natal antara lain :

1) Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) yaitu < 2500 gram

2) APGAR score bayi baru lahir menunjukan :

a) Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3

b) Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6

c) Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9

d) Bayi normal dengan nilai APGAR 10

3. Pemeriksaan fisik

a. Tanda-tanda vital :

1) TD : Sistol 60-80 mmHg dan diastole 40-45 mmHg

2) Nadi : < 100x/menit (N:120-160x/menit)

3) Suhu : 36,5-37,5 oC (N: 36,6-37oC)

4) Pernafasan: megap-megap/ tidak bernafas (N: 40-60x/menit)

b. Kulit : warna kulit bayi normal berwarna kemerahan sedangkan bayi


asfiksia berwarna pucat atau biru.

c. Kepala : kemungkinan didapatkan ubun-ubun cekung.

d. Mata : warna konjungtiva sub anemis/ anemis , sklera tidak ikterik, refleks
pupil terhadap cahaya positif

e. Hidung : terdapat pernafasan cuping hidung dan lendir pada jalan nafas
f. Mulut : bibir pucat dan sianosis/ kebiruan, biasanya ada lendir, refleks
rooting biasanya lemah, refleks sucking biasanya lemah, dan refleks
menelan juga biasanya lemah.

g. Telinga : pendengaran dan kebersihan telinga biasanya normal

h. Leher : biasanya tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening dan tyroid.

i. Thoraks : bentuk simetris, biasanya terdapat suara wheezing dan ronchi,


penurunan bunyi napas, frekuensi jantung kecil dari 100x/menit.

j. Abdomen : biasanya tidak mengalami masalah, pada neonatus yang asfiksia


dengan BBLR terdapat retensi karena sistem pencernaan belum matang.

k. Umbilikus : biasanya pada penyebab asfiksia karena faktor plasenta tali


pusat ada perdarahan, tidak segar dan perhatikan ada/tidaknya nya tanda-
tanda infeksi dan tali pusat terdiri dari 2 arteri dan 1 vena.

l. Genitalia : Perhatikan kebersihan dari genitalia, biasanya normal laki-laki


testis sudah turun dalam skrotum, penis berlubang, perempuan vagina dan
uretra berlubang dan adanya labia minora dan mayora.

m. Anus : perhatikan pengeluaran mekonium dalam 24 jam, jika belum keluar


curigai bayi mengalami atresia ani atau hisprung

n. Ekstremitas : akral dingin, tonus lemah/ tidak hiperaktif, refleks genggam


lemah, warna ekstremitas membiru atau sianosis, dan perhatikan jumlah jari
tangan.

2.2.2 Diagnosa

Menurut NANDA Internasional (2015-2017), sebagai berikut :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan


nafas : mukus berlebihan

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan


hipoventilasi/hiperventilasi
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi

4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan skurang


pengetahuan tentang penyakit

5. Risiko sindrom kematian bayi mendadak berhubungan dengan prematuritas

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


dan kebutuhan oksigen

7. Ketidakefektifan pola makan bayi berhubungan dengan prematuritas

2.2.3 Intervesi

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


Ketidakefektifan 1) Status pernafasan : 1) Manajemen jalan
bersihan jalan napas kepatenan jalan nafas nafas :
berhubungan dengan Kriteria hasil : Tindakan keperawatan :
obstruksi jalan nafas : a) Tingkat pernafasan a) Buka jalan nafas
mukus berlebihan normal neonatus
Definisi : b) Irama pernafasan b) Bersihkan mulut dan
Ketidakmampuan normal nasofaring dengan
membersihkan sekresi c) Kedalaman penghisap lendir
atau obstruksi dari pernapasan normal (suction) c) Identifikasi
saluran napas untuk d) Tidak ada dispnea saat pasien perlu pemasangan
mempertahankan istirahat alat jalan nafas
bersihan jalan napas. e) Tidak ada pernafasan d) Auskultasi suara
Batasan karakteristik: cuping hidung nafas, catat bila ada suara
a) Dispnea f) Tidak ada suara nafas nafas tambahan
b) Ortopnea tambahan e) Memonitor
c) Penurunan bunyi g) Tidak ada batuk pernapasan f) Posisikan
napas 2) Tanda-tanda vital : untuk meringankan sesak
d) Perubahan frekuensi Kriteria hasil : nafas
napas a) Suhu tubuh dalam 2) Pengisapan lendir
e) Sianosis batas normal pada jalan napas :
f) Sputum dalam b) Denyut nadi radial Tindakan keperawatan :
jumlah yang berlebihan dalam batas normal a) Lakukan tindakan cuci
g) Suara nafas c) Tingkat pernafasan tangan
tambahan dalam batas normal b) Gunakan alat
d) Kedalaman inspirasi perlindungan diri
dalam batas normal c) Pastikan kebutuhan
oral/ tracheal suction
d) Auskultasi suara nafas
sebelum dan sesudah
suction
e) Informasikan ke
pasien dan keluarga
tentang suction
f) Lakukan suction
g) Batasi suction tidak
lebih dari 5 detik
h) Bersihkan area sekitar
stoma setelah suction
i) Catat jumlah secret
j) Observasi perubahan
warna kulit dan
ekstremitas
k) Observasi akral
l) Observasi adanya
tarikan dada saat
bernafas seperti gurgling
dan pernafasan cuping
hidung

3) Monitor Tanda-
tanda Vital
a) Memonitor tekanan
darah, nadi, suhu, dan
pernapasan seperti
gurgling dan pernafasan
cuping hidung
b) Memonitor kualitas
dari nadi
c) Memonitor frekuensi
dan irama pernapasan
d) Memonitor pola
pernapasan abnormal
e) Memonitor suhu,
warna, dan kelembaban
kulit
f) Memonitor sianosis
perifer
g) Identifikasi penyebab
dari perubahan tanda-
tanda vital
Ketidakefektifan pola 1) Status pernafasan 1) Terapi oksigen
napas berhubungan Kriteria hasil : Tindakan
dengan hipoventilasi/ a) Frekuensi pernafasan keperawatan : a)
hiperventilasi dalam batas normal Bersihkan mulut, hidung,
Definisi :
Inspirasi dan/ ekspirasi b) Irama pernafasan dan secret yang
yang tidak memberikan dalam batas normal menghambat jalan nafas
ventilasi adekuat c) Kedalaman inspirasi b) Pertahankan jalan
Batasan karakteristik: dalam batas normal napas paten
a) Bradipnea d) Suara auskultasi nafas c) Atur peralatan
b) Fase ekspirasi dalam batas normal oksigenasi
memanjang e) Kapasitas vital dalam d) Berikan oksigen sesuai
c) Penggunaan otot bantu batas normal terapi
pernapasan f) Tidak ada penggunaan e) Monitor aliran oksigen
d) Penurunan tekanan otot bantu pernafasan f) Observasi adanya
ekspirasi g) Tidak ada retraksi tanda-tanda hipoventilasi
e) Penurunan tekanan dinding dada g) Kolaborasi pemberian
inspirasi h) Tidak ada sianosis obat untuk pernafasan
f) Pernafasan cuping i) Tidak ada suara nafas 2) Monitoring
hidung tambahan Pernapasan
g) Pola napas abnormal a) Monitor frekuensi,
h) Takipnea irama, kedalaman dan
kekuatan respirasi
b) Memperhatikan
gerakan dan
kesimetrisan,
menggunakan otot
bantu,dan adanya
retraksi otot intercostal
dan supraklavikular
c) Mendengarkan bunyi
napas, catat adanya suara
tambahan
d) Memonitor pola napas
e) Memonitor adanya
dyspnea dan hal yang
meningkatkan atau
memperburuk
3) Monitor Tanda-
tanda Vital
a) Memonitor tekanan
darah, nadi, suhu dan
pernafasan
b) Memonitor kualitas
dari nadi
c) Memonitor frekuensi
dan irama pernapasan
d) Memonitor pola
pernapasan abnormal
e) Memonitor suhu,
warna, dan kelembaban
kulit
f) Memonitor sianosis
perifer
g) Identifikasi penyebab
dari perubahan tanda-
tanda vital
BAB 3

TINJAUAN KASUS

PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK/BAYI

Ruangan : NICU CENTRAL Anamnesa diperoleh dari :

Diagnosa medis : Severe Birth Asphyxia 1. Rekam Medis

No register : 69xxxx 2. SIM-RS

Tgl/jam MRS : Senin, 28-02-2022 3. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)

Tgl/jam pengkajian : Senin, 28-02-2022

I. IDENTITAS ANAK
Nama : Bayi Ny. Z

Umur/ tgl lahir : 28-02-2022

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Golongan darah :-

Bahasa yang dipakai :-

Anak ke : 1 (Pertama)

Jumlah saudara :-

Alamat : Baratajaya, Surabaya

II. IDENTITAS ORANG TUA

Nama ayah : Tn. J Nama ayah : Ny.


Umur : 31 Tahun Umur :
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa Suku/bangsa : Jawa
Pendidikan : SMA Pendidikan :
Pekerjaan :- Pekerjaan :-
:- :-
Penghasilan : Baratajaya, Penghasilan : Baratajaya,
Alamat Surabaya Alamat Surabaya

III. KELUHAN UTAMA


Bayi baru lahir dengan indikasi asfiksia, hari rawat ke-2 di NICU Central
dengan keadaan umum pasien tenang terpasang Cpap Peep 7 FiO2 80%, RR
42x/m dan SpO2 dengan rentang 96-98%.

IV. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pukul 12.40 bayi lahir spontan di IGD dengan kondisi tidak nafas, tidak
menangis, pucat dan kebiruan serta ketuban mekoneal. APGAR SCORE 1-1-
3 dengan berat badan lahir 1900 gr. Bayi diberikan pertolongan pertama
bersihan jalan napas dengan suction dan diberikan bantuan napas
menggunakan alat neopuff 20% pada selang suction tampak cairan berwarna
hitam (meconeal). Kemudian saat kondisi bayi lebih baik bayi di kirim ke
NICU CENTRAL untuk mendapatkan perawatan intensif. Di NICU
CENTRAL dilakukan ventilasi tekanan positif (VTP), dan pemasangan ETT
kondisi bayi selama diberikan tindakan mengalami distress pernapasan,
menangis lemah, dan merintih setelah dilakukan tindakan tersebut selanjutnya
bayi dipasang O2 Cpap Peep 7 FiO2 80% dengan SPO2 96-98% dengan RR
42 x/m.

V. RIWAYATA KEHAMILAN DAN PERSALINAN


A. Prenatal Care :
Riwayat kehamilan (G1P000). Keluhan selama kehamilan tidak dapat
terkaji

B. Natal Care :
Ibu melahirkan dengan usia gestasi 38/39 minggu Kala I ( 5 menit), Kala
II (5 menit) ketuban pecah warna hijau/mekoneal sebelum lahir (1 jam)
dengan persalinan spontan dan didapatkan berat badan bayi lahir 1900 gr,
apnea, pucat atau kebiruan dengan APGAR SCORE 1-1-3 (5)

C. Post Natal Care :


Setelah bayi lahir dengan persalinan spontan mengalami distress
pernapasan (napas tidak spontan) dan tidak menangis saat lahir dengan
keadaan umum tampak pucat kebiruan. Hasil observasi setelah bayi
dilahirkan ditemukan data : Berat Badan Lahir (1900 gr), PB (45 cm), LK
(29 cm), LD (28 cm) dan LL (9 cm).
VI. RIWAYAT MASA LAMPAU
A. Penyakit-Penyakit Waktu Kecil
Bayi baru lahir
B. Pernah Dirawat Di Rumah Sakit
Sedang rawat inap di NICU CENTRAL
C. Penggunaan Obat-Obatan
Survaktan (8 ml), Vit K (1 gr), Cinam (2 x 100 mg), Genta (1 x 10 mg)
dan Infus D10%
D. Tindakan (Operasi Atau Tindakan Lain)
Terpasang ETT dan Cpap
E. Alergi
Tidak ada riwayat alergi
F. Kecelakaan
Tidak ada riwayat kecelakaan
G. Imunsasi
Belum mendapatkan imunisasi

VII. PENGKAJIAN KELUARGA Ket :


A. Genogram (sesuai dengan penyait)
: Laki-laki

: Perempuan

:P
: Pasien

X : Meninggal

---- : Garis Serumah

B. Psikososial keluarga :
Keluarga tampak antusisas karena bayi merupakan anak pertama dan cucu
pertama. Maka ada rasa cemas dan khawatir karena kondisi Bayi Ny Z
yang harus mendapatkan perawatan di ruang NICU Central.
VIII. RIWAYAT SOSIAL
A. Yang Mengasuh Anak
Bayi Ny Z sementara di observasi di ruang NICU CENTRAL
B. Hubungan Dengan Anggota Keluarga
Anak kandung dari Tn. J dan Ny. Z
C. Hubungan Dengan Teman Sebaya
Belum terbentuk hubungan dengan teman sebaya
D. Pembawaan Secara Umum
Bayi tampak meringis dan menangis tanpa suara

IX. KEBUTUHAN DASAR


A. Pola Nutrisi
(makanan yang disukai / tidak, selera, alat makan, jam makan, dsb)

Diberikan ASI 20 ml x 8 perhari dengan sonde OGT dan terkadang dilatih


spin dengan botol

B. Pola Tidur
(kebiasaan sebelum tidur, perlu dibacakan cerita, benda-benda yang
dibawa tidur)

Respon yang ditunjukkan pada bayi ny Z cenderung terlihat letargi

C. Pola Aktivitas/Bermain
Minum susu, tidur, bak dan bab

D. Pola Eliminasi
- Pada shift pagi (07.30 - 11.30) BAK & BAB ± 20 gr
- Pada shift siang (15.30 - 19.30) BAK & BAB ± 20 gr

E. Pola Kognitif Perseptual


Bayi Baru Lahir

F. Pola Koping Toleransi Stress


Bayi Baru Lahir

X. KEADAAN UMUM (PENAMPILAN UMUM)


A. Cara Masuk
”Bayi Ny Z” diantarkan petugas IGD ke ruang NICU CENTRAL
menggunakan inkubator dengan alat bantu neopuff
B. Keadaan Umum
Bayi Ny Z tampak letargi

XI. TANDA-TANDA VITAL


Tensi :-

Suhu/nadi : 36,8° C (dalam inkubator) / Nadi : 146 x/m

RR : 42 x/m

TB/BB : PB : 45 cm, BBL : 1900 gr, LK : 29 cm, LD : 28


cm

Lingkar lengan atas : LL 9 cm

XII. PEMERIKSAAN FISIK (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)


a. Pemeriksaan Kepala Dan Rambut
- Kepala By Ny Z berbentuk normal (bulat merata)
- Rambut By Ny Z lurus, tipis dan berwarna hitam, tidak ada lesi dan
tidak ada pembesaran kepala
b. Mata
- Kedua pupil isokor (+)
- Bentuk mata simetris
- Bola mata berwarna hitam
c. Hidung
- Kedua nares simetris
- Terdapat pernafasan cuping hidung
- Terpasang alat bantu nafas O2 Cpap FiO2 80% PEEP 7 Flow 8 Lpm
dengan RR 42 x/m dan SPO2 96-98%
d. Telinga
- Telinga tampak bersih dan tidak ditemukan kelainan maupun serumen
e. Mulut Dan Tenggorokan
- Bibir tampak simetris
- Sianosis sentral pada membran mukosa, lidah, bibir dan kuku
- Tidak ada pembengkakan tonsilitis pada tenggorokan
- Terpasang selang OGT
f. Tengkuk Dan Leher
- Tengkuk tampak bersih dan tidak ditemukan kelainan
- Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dileher
g. Pemeriksaan Thorax/Dada
- Bentuk dada normo chest
- Ditemukan retraksi dinding dada
Paru

- Ditemukan bunyi nafas tambahan di kedua lapang paru, pola nafas


normal dengan RR (42 x/m) dan SPO2 96-98%
Jantung

- Suara jantung terdengar reguler dengan S1 / S2 tunggal


h. Punggung
- Punggung tampak bersih dan tidak ada jejas atau memar
i. Pemeriksaan Abdomen
- Abdomen tampak bersih
- Tidak ada distensi abdomen
- Tali pusat berwarna kuning dan dirawat terbuka
j. Pemeriksaan Kelamin Dan Daerah Sekitarnya (Genetalia Dan Anus)
- Bayi berjenis kelamin laiki-laki
- Anus terlihat normal
- Tidak ditemukan kelainan
- Daerah kelamin tampak bersih
k. Pemeriksaan Muskuloskeletal
- Pergerakan bayi minimal
- Tidak ada kekakuan otot
- Tidak ditemukan fraktur/ kelainan
l. Pemeriksaan Neurologi
- Bayi berespon pada reflek sentuhan dengan baik
m. Pemeriksaan Integumen
- CRT < 2 detik
- Warna kulit berwana pucat agak kemerahan
- Akral hangat kering
- Tidak ada edema

XIII. TINGKAT PERKEMBANGAN


A. Adaptasi sosial
Bayi Baru Lahir
B. Bahasa
Bayi Baru Lahir
C. Motorik halus
Bayi Ny. Z dapat menggerakkan tangannya
D. Motorik kasar
Bayi Ny. Z belum mampu untuk melakukan motorik kasar (posisi
tengkurap, menendang-nendang kaki).

Kesimpulan Dari Pemeriksaan Perkembangan : Bayi Baru Lahir

Perkembangan Psikososial :

Bayi Baru Lahir

Perkembangan kognitif :

Bayi Baru Lahir

Perkembangan Psikoseksual :

Bayi Baru Lahir

XIV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium
- PCR (-) : 1 maret 2022
- Na: (137,8 mEq/L) dengan nilai normal (135 – 157 mEq/L)
- K: (4,30 mEq/L) dengan nilai normal (3.0 – 5.0 mEq/L)
- Kalsium (10,3 mg/Dl)
- Leukosit: (26,3) dengan nilai normal (4.0 – 12.0 10^3/L)
- Hb: (18,40) dengan nilai normal (12 – 15 g/dL)
- Hematokrit (51,30%) dengan nilai normal (35.0 – 49.0%)
- Trombosit (186,00) dengan nilai normal (150 – 450 10^3/L)
- PCT (0,168) dengan nilai normal (1.08 – 2.82 10^3/L)
- GDS (105)
- GDA (153)
B. Rontgen
RADIOLOGI (foto baby gram AP)
- Pneumonic process paru kanan (aspirasi)
- Udara dalam gaster dan usus normal
C. Terapy
- Survanta (8 ml) : untuk pencegahan dan pengobatan sindrom
gawat napas pada
bayi prematur.
- Vit K (1 gr) : untuk membantu proses pembekuan darah
dan mencegah
perdarahan yang bisa terjadi pada bayi.
- Cinam (2 x 100 mg) : untuk mengobati infeksi bakteri, infeksi
kulit dan struktur kulit.
- Genta (1 x 10 mg) : untuk mengatasi infeksi bakteri dari
ringan sampai berat.
- Infus D10% : untuk mengatasi hipoglikemia.

Surabaya, 1 Maret 2022

(................................................)
ANALISA DATA

NAMA KLIEN : By Ny Z Ruangan / kamar : NICU/1

UMUR : 28-02-2022 No. Register : 69xxxx

No Data Penyebab Masalah

1. Ds. - Benda asing dalam jalan Bersihan Jalan Nafas


napas Tidak Efektif (SDKI
Do. D.0001, hal 18)
- Bayi lahir tidak
langsung menangis
hanya merintih
- Ditemukan sianosis
sentral pada (bibir,
lidah dan kuku)
- Ditemukan mekonium
di jalan nafas, dengan
di suction retensi
berwarna hitam
- SPO2 : 97%
- Apgar Score 1-1-3
- Ditemukan retraksi
dinding dada
- RR : 42 x/m dengan
bantuan O2 dengan
CPAP FIO2 80% PEEP
7 Flow 8 lpm

2. Ds. - Ketidakseimbangan Gangguan Pertukaran


ventilasi-perfusi dan Gas (SDKI D.0003,
Do. perubahan membran hal 22)
alveolar kapiler
- Bayi tampak lemah,
merintih
- Ditemukan pernafasan
cuping hidung
- Ditemukan retraksi
dinding dada
- Ditemukan sianosis
sentral pada (bibir,
lidah dan kuku)
- N : 126 x/m
- S : 36,8° C
- BB : 1900 gr
- RR : 42 x/m dengan
bantuan O2 CPAP
FIO2 80% PEEP 7
Flow 8 lpm
3. Ds. - Ketidakadekuatan Resiko Infeksi (SDKI
pertahanan tubuh primer D.0142, hal 304)
Do.

- Bayi tampak lemah,


merintih
- Warna kulit pucat
kemerahan
- Air ketuban mekoneal
- Aspirasi mekonium
dengan retensi hitam
- BBLR : 1900 gr
- S : 36,8°C
- N : 126 x/m
- RR : 42 x/m dengan
bantuan O2 dengan
CPAP FIO2 80% PEEP
7 Flow 8 lpm
- Bayi berada dalam
inkubator dengan
menggunakan plastik
dan dibedong
4. Ds. - Proses penyakit Resiko termoregulasi
tidak efektif (SDKI
Do. D.0148, hal 316)
- Bayi dirawat didalam
inkubator dengan
setting 32,0° C
- S : 36,8° C (dalam
inkubator)
- Kuku tampak sianosis
- Kulit pucat kemerahan
5. Ds. - Terapi Radiasi Resiko gangguan
integritas
Do. kulit/jaringan (SDKI
- Bayi dirawat didalam D.0139, hal 300)
inkubator dengan
setting 32,0° C
- Bayi mendapatkan
fototerapi 1 x 24 jam
- S : 36,8° C (dalam
inkubator)

PRIORITAS MASALAH

NAMA KLIEN : By Ny Z Ruangan / kamar : NICU/ 1

UMUR : 28-02-2022 No. Register : 69xxxx

TANGGAL Nama
No Diagnosa keperawatan
Ditemukan Teratasi perawat

1. Bersihan Jalan Nafas 28/03/2022 05/03/2022


Tidak Efektif (SDKI
D.0001, hal 18)
2. Gangguan Pertukaran 28/03/2022 05/03/2022
Gas (SDKI D.0003, hal
22)
3. 28/03/2022 05/03/2022

Resiko Infeksi (SDKI


D.0142, hal 304)
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Klien : By Ny Z No Rekam Medis : 69xxxx Hari Rawat Ke : 1

No Diagnosa Tujuan Rencana Intervensi Rasional


keperawatan
(SLKI) (SIKI)

1. Bersihan Jalan Nafas Bersihan jalan nafas (L.01001) Manajemen jalan napas (1.01011)
Tidak Efektif b.d
Benda asing dalam Setelah dilakukan tindakan Observasi :
jalan napas (SDKI keperawatan 3 x 24 jam diharapkan
D.0001, hal 18) bersihan jalan napas meningkat dengan - Monitor pola napas (frekuensi nafas
kriteria hasil : dan kedalaman nafas)
- Monitor sputum (jumlah, jumlah,
1. Produksi sputum menurun aroma)
Terapeutik :
2. Mekonium pada neonatus menurun
- Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Sianosis menurun dengan head-tilt dan chin-lift
4. Frekuensi napas membaik - Posisikan semi fowler atau fowler
- Lakukan penghisapan lendir kurang
5. Pola napas membaik dari 15 detik
- Berikan oksigen (untuk neonatus
menggunakan CPAP)
Edukasi :

- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,


jika tidak ada kontraindikasi
Kolaborasi :

- Kolaborasi pemberian bronkodilator,


ekspektoran, mukolitik

2. Gangguan Pertukaran gas (L.01003) Terapi oksigen (1. 01026)


Pertukaran Gas b.d
perubahan membran Setelah dilakukan tindakan Observasi :
alveolar kapiler keperawatan 3 x 24 jam diharapkan
gangguan pertukaran gas menurun - Monitor kecepatan aliran oksigen
(SDKI D.0003, hal
dengan kriteria hasil : - Monitor posisi alat terapi oksigen
22)
- Monitor tanda dan gejala hipoventilasi
1. Tingkat kesadaran membaik - Monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen dan antelectasis
2. Dispnea menurun Terapeutik :
3. Takikardia membaik - Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Siapkan dan atur peralatan pemberian
4. Pola nafas membaik oksigen
5. Warna kulit membaik - Gunakan perangkat oksigen yang
sesuai dengan tingkat mobilitas pasien
Edukasi :

- Ajarkan pasien dan keluarga


caramenggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi :

- Kolaborasi penentuan dosis oksigen


Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas atau tidur
3. Resiko Infeksi b.d Tingkat infeksi (L.14137) Pemberian obat (1.14578)
Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh Setelah dilakukan tindakan Observasi :
primer (SDKI keperawatan 3 x 24 jam diharapkan
derajat infeksi menurun dengan - Identifikasi kemungkinan alergi,
D.0142, hal 304)
kriteria hasil : interaksi dan kontrraindikasi obat
- Verifikasi order obat sesuai dengan
1. Demam menurun indikasi
- Monitor tanda vital dan nilai
2. Kemerahan menurun laboratorium sebeleum pemberian
3. Nyeri menurun obat
- Monitor efek terapeutik obat
4. Sputum berwarna hijau menurun - Monitor efek samping, toksisitas dan
interaksi obat
5. Kadar sel darah putih membaik Terapeutik :

- Perhatikan prosedur pemberian obat


yang aman dan akurat
- Hindari interupsi saat mempersiapkan,
memverifikasi atau mengelola obat)
- Lakukan prinsip 6 benar (tepat pasien,
obat, dosis, rute, waktu dan
dokumentasi)
- Hindari pemberian obat yang tidak
diberi label dengan benar
- Dokumentasikan pemberian obat dan
respon terhadap obat
Edukasi :

- Jelalaskan jenis obat, alasan


pemberian, tindakan yang diharapkan
dan efek samping pemberian obat
pada keluarga
- Jelaskan faktor yang dapat
meningkatkan dan menurunkan
efektifitas obat pada keluarga
TINDAKAN KEPERAWATAN DAN CATATAN PERKEMBANGAN

NAMA KLIEN : By Ny Z Ruangan / kamar : NICU/ 1

UMUR : 28-02-2022 No. Register : 69xxxx

No Tgl Tindakan TTD Tgl Catatan Perkembangan TTD Perawat


Dx Jam Pera Jam
wat

Dx 28/02/ - Melakukan resusitasi neonatus 28/02/ Dx 1,2,3


2022 dengan VTP dan kompresi dada 2022
1 S:-
13.30 - Pemasangan ETT untuk 13.30
2 memasukkan surfaktan O:

3 - Melakukan penghisapan lendir - Pasien tampak lemah


< 15 detik (suction) sesuai - Adanya retraksi dinding dada
kebutuhan - Terpasang O2 CPAP FIO2 80%
PEEP 7 FLOW 8 Lpm
- Pemasangan O2 CPAP 80% - SPO2 : 87-88% (sebelum
PEEP 7 Flow 8 Lpm dengan dipasang CPAP), 96% - 98%
SPO2 96-98% (setelah dipasang CPAP)
- Retensi ogt keruh hitam
- Monitor efek ventilator
- Pukul 16.00 GDAJ 145 mg/Dl
terhadap status oksigenasi
- S : 36,8°C
- Monitor saturasi oksigen - RR : 42 x/m dengan alat bantu
(SPO2) O2 CPAP 80% PEEP 7 Flow 8
Lpm
- Monitor suhu tubuh frekuensi - N : 126 x/m
nafas dan nadi A : Masalah belum teratasi
- Tingkatkan asupan cairan dan P : Intervensi dilanjutkan
nutrisi yang adekuat

- Masukkan bayi BBLR ke


dalam plastik

- Bedong bayi untuk mencegah


kehilangan panas

Dx 01/03/ - Monitor O2 CPAP FIO2 60% Dx. 1,2,3


2022 PEEP 7 Flow 8 Lpm
1 S:-
07.30 - Melakukan penghisapan lendir
2 < 15 detik (suction) sesuai O:
kebutuhan
3 - Pasien tampak lemah
- Monitor efek ventilator - Adanya retraksi dinding dada
terhadap status oksigenasi - RR : 46 x/m dengan alat bantu
O2 CPAP FIO2 60% PEEP 7
- Monitor suhu tubuh, frekuensi Flow 8 Lpm
nafas, saturasi O2 dan nadi - GDA: 155 mg/Dl
- N : 150 x/m
- S : 37,0°C
- Tingkatkan asupan cairan dan - SPO2 : 92%
nutrisi yang adekuat - Retensi ogt lendir kehijauan 2
(menggunakan infus D 10%) cc
A : Masalah belum teratasi
- Masukkan bayi BBLR ke
dalam plastik dan di bedong P: Intervensi dilanjutkan

- Pertahankan kelembapan
inkubator

Dx 02/03/ - Monitor O2 CPAP FIO2 60% Dx 1,2,3


2022 PEEP 7Flow 8 Lpm
1 S:-
- Melakukan penghisapan lendir
2 O:
< 15 detik (suction) sesuai
3 kebutuhan - Pasien tampak lemah
- Adanya retraksi dinding dada
- Monitor efek ventilator
- RR : 48 x/m dengan alat bantu
terhadap status oksigenasi O2 CPAP FIO2 60% PEEP 7
- Monitor suhu tubuh, frekuensi Flow 8 Lpm
nafas, saturasi O2 dan nadi - GDA : 153 mg/dL
- N : 144 x/m
- Tingkatkan asupan cairan dan - S : 36,5° C
nutrisi yang adekuat - SPO2 : 95%
(menggunakan infus D 10%) - Retensi ogt lendir/dahak 2 cc
A :Masalah belum teratasi
- Masukkan bayi BBLR ke P: Intervensi dilanjutkan
dalam plastik dan di bedong
Dx 03/03/ - Monitor O2 CPAP FIO2 50% 03/03/ Dx 1,2,3
2022 PEEP 7 Flow 8 Lpm 2022
1 S:-
15.30 - Melakukan penghisapan lendir <
2 15 detik (suction) sesuai O:
kebutuhan
3 - Keadaan pasien tampak cukup
- Monitor efek ventilator terhadap baik
status oksigenasi - Ada tangis namun tidak
bersuara
- Monitor suhu tubuh, frekuensi - Retraksi dinding dada
nafas, saturasi O2 dan nadi berkurang
- RR : 48 x/m dengan alat bantu
- Tingkatkan asupan cairan O2 CPAP FIO2 50% PEEP 7
(menggunakan infus D 10% dan Flow 8 Lpm
ASI 2 cc) - N : 140 x/m
- Masukkan bayi BBLR ke dalam - S : 36,9°C
plastik dan di bedong - SPO2 : 97%
- BAB (-), BAK (+) dengan berat
- Pertahankan kelembapan popok ± 20gr
inkubator 50% - UT 140/ 24 jam
- Retensi ogt lendir 2 cc
- Pemberian ASI sebanyak 2 cc
menggunakan ogt
A : Masalah belum teratasi

P :Intervensi dilanjutkan

Dx 04/03/ - Monitor O2 CPAP FIO2 40% 04/03/ Dx 1,2,3


2022 PEEP 7 Flow 8 Lpm 2022
1 - Monitor efek ventilator S:-

2 terhadap status oksigenasi O:


- Monitor suhu tubuh, frekuensi
3 nafas, saturasi O2 dan nadi - Pasien tampak cukup baik
- Tingkatkan asupan cairan dan - Ada tangis dengan suara pelan
nutrisi yang adekuat - RR : 44 x/m dengan alat bantu
(menggunakan infus D 10% O2 CPAP FIO2 40% PEEP 7
dan ASI 20 cc x 8/hari) Flow 8 Lpm
- Bedong bayi untuk mencegah - N : 140 x/m
kehilangan panas - S : 36,8°C
- Pertahankan klembapan - SPO2 : 97%
inkubator 50% - BAK (+), BAB (+) dengan berat
popok ± 20 gr
- UT 160/ 24 jam
- Retensi ogt putih keruh 1 cc
- Pemberian ASI 20 cc x 8/hari
dengan ogt 10 cc + spin 10 cc
A :Masalah belum teratasi

P:Intervensi dilanjutkan
Dx 05/03/ - Monitor O2 CPAP FIO2 30% 05/03/ Dx 1,2,3
2022 PEEP 7 Flow 7 Lpm 2022
1 S:-
15.30 - Monitor efek ventilator 15.30
2 terhadap status oksigenasi O:

3 - Monitor suhu tubuh, frekuensi - Pasien tampak baik


nafas,saturasi O2 dan nadi - Ada tangis
- Terpasang O2 CPAP FIO2 30%
- Tingkatkan asupan cairan dan PEEP 7 Flow 7 Lpm
nutrisi yang adekuat - N : 156 x/m
(menggunakan infus D10% dan - S : 37°C
ASI 20 cc x 8/hari) - RR : 44 x/m
- SPO2 : 98%
- Bedong bayi untuk mencegah
- BAK (+), BAB (+) dengan berat
kehilangan panas
popok ± 20 gr
- Pertahankan kelembapan - UT 160/ 24 jam
inkubator 50% - Retensi ogt putih keruh 2 cc
- Pemberian ASI 20 cc x 8/hari
minum per spin dengan reflek
hisap pelan
A : Masalah teratasi sebagian

P :Intervensi dilanjutkan
BAB 4
PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan tentang kesengajaan yang


terjadi antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus dalam asuhan keperawatan pada
klien dengan diagnosa medis Asfiksia diruang NICU Central Rumkital Dr. Ramelan
Surabaya yang meliputi pengkajian, diagnosa, pelaksanaan, tindakan, evaluasi.
Pada dasarnya pengkajian antara tinjauan pustaka dan kasus tidak banyak
kesenjangan. Jadi ada kesesuaian antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus.

4.1 Pengkajian

Pada tahap pengumpulan data, penulis tidak mengalami kesulitan karena


penulis dapat memperoleh data melalui rekam medis pasien dan pemeriksaan fisik
(head to toe) langsung pada pasien.

1. Keluhan utama
Pada kasus By. Ny. Z didapatkan keluhan utama bayi baru lahir dengan
Asfiksia. Penulis beransumsi bawa dalam hal ini kaitannya adalah dengan
kondisi bayi post-natal, yakni nilai APGAR bayi menunjukkan kondisi
Asfiksia.

2. Riwayat penyakit sekarang

Pukul 12.40 bayi lahir spontan di IGD dengan kondisi tidak nafas, tidak
menangis, pucat dan kebiruan serta ketuban mekoneal. APGAR SCORE 1-1-3
dengan berat badan lahir 1900 gr. Bayi diberikan pertolongan pertama bersihan
jalan napas dengan suction dan diberikan bantuan napas menggunakan alat
neopuff 20% pada selang suction tampak cairan berwarna hitam (meconeal).
Kemudian saat kondisi bayi lebih baik bayi di kirim ke NICU CENTRAL
untuk mendapatkan perawatan intensif. Di NICU CENTRAL dilakukan
ventilasi tekanan positif (VTP), dan pemasangan ETT kondisi bayi selama
diberikan tindakan mengalami distres pernapasan, menangis lemah, dan
merintih setelah dilakukan tindakan tersebut selanjutnya bayi dipasang O2
Cpap Peep 7 FiO2 80% dengan SPO2 96-98% dengan RR 42 x/m.

3. Riwayat kehamilan dan persalinan

Riwayat kehamilan (G1P000), namun keluhan selama kehamilan tidak dapat


terkaji. Ibu melahirkan spontan dengan Usia kehamilan 38/39 minggu dan
ketuban meconium. Berat badan lahir bayi (1900 gr) dengan Apgar Score 1-1-
3 (5). Hasil observasi didapatkan data Berat badan lahir bayi (1900 gr), PB (45
cm), LK ( 29 cm), LD ( 28 cm), dan LL ( 9 cm).

4. Pemeriksaan fisik

By. Ny. Z tampak letargi, terdapat pernafasan cuping hidung, terpasang alat
bantu nafas O2 Cpap FiO2 60% PEEP 7 Flow 8 Lpm, ditemukan retraksi
dinding dada. Suhu 36,5° C (dalam inkubator), nadi : 146 x/m, RR 42 x/m, PB
45 cm, BBL 1900 gr, LK 29 cm, LD 28 cm, LL 9 cm. By. Ny. Z mendapat
terapi Survanta (8 ml), Vit K (1 gr), Cinam (2 x 100 mg), Genta (1 x 10 mg),
infus D 10% selama di NICU Central. Pasien diberikan ASI 20 ml x 8 perhari
dengan sonde OGT dan terkadang dilatih spin dengan botol. Pola eliminasi By.
Ny. Z didapatkan pada shift pagi (07.30 - 11.30) BAK & BAB ± 20 gr, pada
shift siang (15.30 - 19.30) BAK & BAB ± 20 gr.

5. Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium

- PCR (-) : 1 maret 2022


- Na: (137,8 mEq/L) dengan nilai normal (135 – 157 mEq/L)
- K: (4,30 mEq/L) dengan nilai normal (3.0 – 5.0 mEq/L)
- Kalsium (10,3 mg/Dl)
- Leukosit: (26,3) dengan nilai normal (4.0 – 12.0 10^3/L)
- Hb: (18,40) dengan nilai normal (12 – 15 g/dL)
- Hematokrit (51,30%) dengan nilai normal (35.0 – 49.0%)
- Trombosit (186,00) dengan nilai normal (150 – 450 10^3/L)
- PCT (0,168) dengan nilai normal (1.08 – 2.82 10^3/L)
- GDS (105)
- GDA (153)
b. Rontgen
RADIOLOGI (foto baby gram AP)
- Pneumonic process paru kanan (aspirasi)
- Uadara dalam gaster dan usus normal

4.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan objektif


yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosa
keperawatan. Masalah keperawata yang muncul pada pasien By. Ny. Z dengan
asfiksia ada lima yaitu :

1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dnegan Benda asing dalam
jalan napas

2. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan Ketidakseimbangan


ventilasi-perfusi dan perubahan membran alveolar kapiler

3. Resiko infeksi berhubungan dnegan Ketidakadekuatan pertahanan tubuh


primer

4. Resiko termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan Proses penyakit

5. Resiko gsnggusn integritas kulit/jaringan berhubungan dengan Terapi Radiasi

4.3 Perencanaan

Pada perencanaan terdapat tujuan dan kriteria hasil diharapkan dapat sesuai
dengan sasaran yang diharapkan terhadap kondisi pasien.

1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dnegan Benda asing dalam
jalan napas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan bersihan jalan


napas meningkat dengan kriteria hasil : Produksi sputum menurun, mekonium
pada neonatus menurun, sianosis menurun, frekuensi napas membaik, pola
napas membaik

2. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan Ketidakseimbangan


ventilasi-perfusi dan perubahan membran alveolar kapiler

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan gangguan


pertukaran gas menurun dengan kriteria hasil : tingkat kesadaran membaik,
dispnea menurun, takikardia membaik, pola nafas membaik

3. Resiko infeksi berhubungan dengan Ketidakadekuatan pertahanan tubuh


primer

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan derajat infeksi


menurun dengan kriteria hasil : demam menurun, kemerahan menurun, nyeri
menurun, sputum berwarna hijau menurun, kadar sel darah putih membaik

4.4 Pelaksanaan

1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dnegan Benda asing dalam
jalan napas

Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien By. Ny. Z dengan Bersihan


Jalan Nafas Tidak Efektif adalah melakukan penghisapan lendir (suction)
sesuai kebutuhan dan memonitor saturasi oksigen (SPO2).

2. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan Ketidakseimbangan


ventilasi-perfusi dan perubahan membran alveolar kapiler

Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien By. Ny. Z dengan Gangguan


Pertukaran Gas adalah melakukan resusitasi neonatus dengan VTP dan
kompresi dada, pemasangan ETT untuk memasukkan survanta, pemasangan
O2 CPAP 80% PEEP 7 Flow 8 Lpm dengan SPO2 96-98%, monitor efek
ventilator terhadap status oksigenasi, monitor saturasi oksigen (SPO2).

3. Resiko infeksi berhubungan dengan Ketidakadekuatan pertahanan tubuh


primer Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien By. Ny. Z dengan resiko
hipotermia adalah monitor suhu tubuh, frekuensi nafas, saturasi O2 dan nadi
dan meningkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat (menggunakan
infus D 10%).

4.5 Evaluasi

1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dnegan Benda asing dalam
jalan napas

Pada hari ke-6 perawatan yakni tanggal 5 Maret 2022 pasien tampak baik,
ada tangis, terpasang O2 CPAP FIO2 30% PEEP 7 Flow 7 Lpm, N : 156 x/m,
S : 37°C, RR : 44 x/m, SPO2 : 98%

2. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan Ketidakseimbangan


ventilasi-perfusi dan perubahan membran alveolar kapiler

Pada hari ke-6 perawatan yakni tanggal 5 Maret 2022 pasien tampak baik,
ada tangis, terpasang O2 CPAP FIO2 30% PEEP 7 Flow 7 Lpm, RR : 44 x/m,
SPO2 : 98%.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan Ketidakadekuatan pertahanan tubuh


primer Pada hari ke-6 perawatan yakni tanggal 5 Maret 2022 didapatkan N :
156 x/m, S : 37°C, RR : 44 x/m, SPO2 : 98%, BAK (+), BAB (+) dengan
berat popok ± 20 gr, retensi ogt putih keruh, pemberian ASI 20 cc x 8/hari
minum per spin dengan reflek hisap pelan
BAB 5

PENUTUP

Penulis melakukan pengamatan dan melaksanakan asuhan keperawatan

secara langsung pada pasien dengan kasus asfiksia neonatorum di NICU

CENTRAL RSPAL Dr. Ramelan Surabaya, maka penulis dapat menarik beberapa

kesimpulan sekaligus saran yang dapat bermanfaat dalam meningkatkan mutu

asuhan keperawatan pasien asfiksia neoatorum.

5.1 Simpulan

Hasil uraian yang telah menguraikan tentang asuhan keperawatan pada

pasien asfiksia neonatorum, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai

berikut :

1. Pengkajian didapatkan data fokus pasien Bayi baru lahir dengan indikasi

asfiksia, hari rawat ke-2 di NICU Central dengan keadaan umum pasien

tenang terpasang Cpap Peep 7 FiO2 80%, RR 42x/m dan SpO2 dengan

rentang 96-98%.

2. Masalah keperawatan yang ditemukan pada bayi dengan asfiksia

neonatorum yang di temukan penulis setelah pengkajian yaitu, Bersihan

Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dnegan Benda asing dalam jalan

napas, Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan Ketidakseimbangan

ventilasi-perfusi dan perubahan membran alveolar kapiler, Resiko infeksi

berhubungan dnegan Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer, Resiko

termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan Proses penyakit, Resiko

gsnggusn integritas kulit/jaringan berhubungan dengan Terapi Radiasi.


3. Pada akhir evaluasi semua tujuan belum dapat tercapai, karena memang

pemulihan pada bayi dengan asfiksia neonatorum itu memerlukan beberapa

waktu, tidak bisa dalam waktu cepat dapat langsung teratasi.

5.2 Saran

Berdasarkan dari kesimpulan diatas penulis memberikan saran sebagai

berikut:

1. Untuk mencapai hasil keperawatan yang diharapkan, hendaknya lebih

dahulu melakukan pendekatan pada pasien dan keluarga, sehingga semua

masalah yang terjadi pada pasien dapat terkaji.

2. Perawat sebagai petugas pelayanan kesehatan hendaknya mempunyai

pengetahuan, keterampilan yang cukup serta dapat bekerjasama dengan tim

kesehatan lainnya dengan memberikan asuhan keperawatan pada pasien

asfiksia neonatorum karena pada pasien tersebut memerlukan penanganan

yang tepat supaya tidak jatuh dalam kondisi yang lebih buruk. Kembangkan

dan tingkatkan pemahaman perawat terhadap konsep manusia secara

komprehensif dengan harapan perawat mempunyai respon yang tinggi

terhadap keluhan pasien sehingga intervensi yang diberikan dapat

membantu menyelesaikan masalah.


DAFTAR PUSTAKA

European Environment Agency (EEA). (2019). Gambaran Asuhan Keperawatan


Pola Napas Pada Bayi Asfiksia Dengan Pola Napas Tidak Efektif. Climate
Change 2013 - The Physical Science Basis, 53(9), 8–14.
https://www.cambridge.org/core/product/identifier/CBO9781107415324A00
9/type/book_part

Kemenkes, I. (2019). PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN


TATA LAKSANA ASFIKSIA. PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN
KEDOKTERAN TATA LAKSANA ASFIKSIA, 3, 1–9.

Kemenkes, P. P. (2019). Renstra Penelitian Poltekkes Kemenkes Padang.

Kusumawardhani, I., Wirakhmi, N., & Triana, Y. (2021). Asuhan Keperawatan


Ketidakefektifan Pola Nafas pada Bayi Ny.U dengan Asfiksia di Ruang
Perinatal RSUD dr.R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Jurnal Penelitian
Dan Pengabdian Masyarakat, 1, 1170–1177.

Sari, A. A. N. (2017). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ASFIKSIA


NEONATORUM DENGAN MASALAH KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAPAS
DI RUANG PERINATALOGI RUMAH SAKIT DAERAH BANGIL
PASURUAN. 110265, 110493.

Anik Maryunani dan Eka puspita Sari (2012) Asuhan Kegawatdaruratan Maternal

dan Neonatal. Jakarta: Trans Info media.

WHO. Nutrition Landscape Information System (NLIS) Country Profile Indicators.

Interpretation Guide. editor. Switzerland: WHO Press; 2010.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku saku pelayanan kesehatan

neonatal esensial. Depkes RI : Jakarta ; 2011.

Kementrian Kesehatan RI. (2014). Kesehatan dalam kerangka sustainable

development goals (SDGs).


Amru, Sofian. Rustam mochtar synopsis obstretri: obstretri operatif, obstretri

social. Jakarta: EGC. 201.

Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10

editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai