Disusun Oleh :
Kelompok 2F
Disusun Oleh:
Kelompok 2F
Mengetahui,
Pembimbing Institusi
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan
dan rahmatnya, penyusun dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Anak Seminar
Kasus pada “By.Ny.Z” dengan diagnoda medis Asfiksia Neonatorum di NICU
CENTRAL RSPAL DR.Ramelan Surabaya.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Anak. Makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dari
beberapa pihak yang ikhlas bersedia meluangkan waktunya untuk membantu kami.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi kami, pihak-pihak yang telah
membantu dan kepada siapa saja yang ingin memanfaatkannya sebagai referensi
keilmuannya. Kami ucapkan mohon maaf apabila ada kekurangan dan salah kata
dalam penulisan makalah ini.
Kelompok 2F
BAB 1
PENDAHULUAN
mortalitas pada bayi baru lahir baik di negara berkembang maupun negara maju.
Asfiksia paling sering terjadi pada periode segera setelah lahir dan menimbulkan
dan morbiditas (Anik, 2012). Masalah ini berkaitan dengan kesehatan ibu, tali pusat
atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan. Bila ini tidak segera teratasi
mempengaruhi fungsi sel tubuh dan kerusakan jaringan pada otak. Tindakan yang
(WHO, 2010), bahwa setiap tahunnya 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir
kematian bayi baru lahir di Indonesia diantaranya asfiksia neonatorum (27%), berat
badan lahir rendah (29%), tetanus neonatorum (10%), masalah pemberian makan
(10%) dan infeksi (5%) (Depkes RI, 2011). Angka kematian bayi ini sebanyak
(47%) meninggal pada masa neonatal. Kejadian asfiksia di rumah sakit pusat
adalah Jawa Tengah (33,1%), Jawa Barat (23%), Sumatra Utara (18,69%) dan
segera bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir (Amru Sofian, 2012). Tanda
dan gejala asfiksia, tidak bernapas atau pernapasan lambat <30 kali per menit,
pernapasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (pelekukan dada), tangisan lemah
atau merintih, warna kulit pucat atau biru (sianosis), tonus otot atau ekstremitas
lemah, denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardi) (kurang dari 100 kali per
asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan
otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.
Faktor bayi karena lahir prematur, lilitan tali pusat persalinan lama dan caesar.
Kehamilan pada usia yang terlalu muda dan tua termasuk dalam kriteria kehamilan
pada ibu maupun janin. APGAR-score dapat digunakan untuk menentukan tingkat
atau derajat asfiksia. Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai apgar 7-10), asfiksia
sedang (nilai apgar 4-6), asfiksia berat (nilai apgar (0-3) (Widiprianita, 2010).
Akibat dari asfiksia yaitu pada janin kekurangan oksigen dan kadar
inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat. Ketidakefektifan pola
napas merupakan salah satu masalah utama pada bayi yang mengalami asfiksia.
1.3 Tujuan
asfiksia.
asfiksia.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Asfiksia merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami
kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah bayi tersebut lahir,
sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen (O2) serta tidak dapat
mengeluarkan zat asam arang dari dalam tubuhnya (Dewi, 2014) dalam (European
Environment Agency (EEA), 2019).
2.1.2 Etiologi
Keadaan tali pusat yang mengakibatkan penurunan aliran darah dan oksigen
ke bayi adalah lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat dan prolapsus
tali pusat.
3. Faktor bayi
2.1.3 Patofisiologi
Beratnya kerusakan otak pada masa perinatal juga tergantung pada lokasi
dan tingkat maturitas otak bayi.Hipoksia pada bayi kurang bulan cenderung lebih
berat dibandingkan dengan bayi cukup bulan karena redistribusi aliran darah bayi
prematur kurang optimal, terutama aliran darah ke otak, sehingga meningkatkan
risiko gangguan hipoksik-iskemik, dan perdarahan periventrikular. Selain itu,
imaturitas otak berkaitan dengan kurangnya ketersediaan antioksidan yang
diperlukan untuk mendetoksifikasi akumulasi radikal bebas.
Gangguan akibat hipoksia otak pada masa perinatal yang paling sering
ditemukan adalah EHI. Kerusakan otak akibat EHI merupakan proses yang dimulai
sejak terjadi hipoksia dan dapat berlanjut selama hingga setelah periode resusitasi.
Kerusakan ini diawali dengan kegagalan pembentukan energi akibat hipoksia dan
iskemia, yang diperberat dengan terbentuknya radikal bebas pada tahap lanjut.
Cedera otak akibat EHI ini menimbulkan area infark pada otak yang dikelilingi oleh
area penumbra. Area penumbra dapat mengalami nekrosis atau apoptosis neuron
yang berlanjut setelah hipoksia berakhir. Tata laksana suportif dalam periode 48
jam pertama pasca-asfiksia dapat mengurangi kerusakan neuron di area penumbra
ini. Perdarahan peri / intraventrikular dapat terjadi setelah periode hipoksia. Area
periventrikular merupakan bagian yang memiliki vaskularisasi terbanyak. Pada saat
hipoksia berakhir, daerah yang memperoleh banyak aliran darah ini akan
mengalami perubahan tekanan arterial paling besar. Keadaan ini menimbulkan
pengaruh yang signifikan pada pleksus koroid yang cenderung tipis dan rapuh
dengan sedikit struktur penunjang. Peningkatan tekanan vena juga terjadi pada
bagian yang sama dengan akibat stasis aliran darah, kongesti pembuluh darah, serta
risiko ruptur dan perdarahan. Kondisi tersebut dikenal sebagai cedera reperfusi
(reperfusion injury).
2. Sistem respirasi
3. Sistem kardiovaskular
4. Sistem urogenital
Salah satu gangguan ginjal yang disebabkan oleh hipoksia berat adalah
hypoxic-ischemic acute tubular necrosis. Bayi dapat dinyatakan mengalami gagal
ginjal bila memenuhi 3 dari 4 kriteria sebagai berikut : pengeluaran urin <0,5
mL/kg/jam, kadar urea darah >40 mg/dL, kadar kreatinin serum >1 mg/dL, serta
hematuria atau proteinuria signifikan dalam 3 hari pertama kehidupan. Pada
penelitian sebelumnya dikemukakan bahwa 42% bayi asfiksia mengalami
gangguan sistem ginjal. Data ini didukung oleh penelitian Gupta BD dkk. (2009)
yang menemukan 47,1% bayi asfiksia mengalami gagal ginjal dengan 78% kasus
di antaranya merupakan tipe nonoliguria dan 22% lainnya merupakan tipe oliguria.
5. Sistem gastrointestinal
6. Sistem audiovisual
Retinopati pada neonatus tidak hanya terjadi akibat toksisitas oksigen, tetapi
dapat pula ditemukan pada beberapa penderita yang mengalami hipoksemia
menetap. Autoregulasi aliran darah serebral pada hipoksia, selain menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial, juga meningkatkan tekanan aliran balik vena.
Selain itu, hipoksia dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh sehingga
meningkatkan risiko terjadi perdarahan. Penelitian melaporkan insidensperdarahan
retina pada bayi cukup bulan dengan asfiksia neonatal dan / atau EHI lebih tinggi
(29,3%) dibandingkankan bayi cukup bulan tanpa asfiksia dan / atau EHI (15,7%).
Leukomalasia periventrikular merupakan tahap akhir cedera pada EHI, yang terjadi
pada sekitar 32% bayi prematur pada usia gestasi 24-34 minggu. Keadaan ini dapat
menyebabkan penurunan ketajaman visus, penyempitan lapangan pandang bagian
inferior, gangguan visual kognitif, gangguan pergerakan bola mata, dan diplegia
spastik. Suatu studi retrospektif mencatat 24% bayi memperlihatkan gambaran
diskus optikus (optic disc) yang normal, 50% bayi mengalami hipoplasia saraf optik
dengan beberapa derajat atrofi, dan 26% bayi dengan atrofi optik terisolasi (isolated
optic atrophy).
(Sari, 2017).
2.1.6 Klasifikasi
Nilai 0 1 2
Nafas Tidak ada Tidak teratur Teratur
Denyut Jantung Tidak ada <100 >100
Warna Kulit Biru/Pucat Tubuh merah Merah Jambu
jambu dan kaki,
tangan biru
Gerakan / Tonus Tidak ada Sedikit fleksi Fleksi
Otot
Refleks Tidak ada Lemah/lambat Kuat
(menangis)
(Sumber : Maryunani, 2013) dalam (P. P. Kemenkes, 2019)
2.1.7 Penatalaksanaan
d. Lakukan observasi tanda vital dan apgar skor dan masukan ke dalam
inkubator.
d. Bila bayi sudah mulai bernafas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dekstrosa 40% sebanyak 4 cc disuntikan
melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan
intra cranial meningkat.
e. Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sinosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc. Dekstrosa 40% sebanyak 4 cc.
2.1.8 Komplikasi
3. Kejang
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak (Sari,
2017).
1. Identitas Pasien : meliputi nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, anak
ke/ jumlah saudara , dan diagnosa medis. Orang tua : meliputi nama ayah
dan ibu, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
2. Riwayat kesehatan
2) Usia ibu kurang dari 16 tahun atau lebih dari 40 tahun, penyakit ibu seperti
diabetes, hipertensi, anemia berat, ibu dengan aborsi sebelumnya, kematian
neonatal dini, atau kelahiran prematur, ibu mengkonsumsi alkohol dan
merokok (Mendri&Prayogi, 2018).
b. Riwayat intranatal
1) Kekurangan O2
a) Partus lama
d) Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya
3. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital :
d. Mata : warna konjungtiva sub anemis/ anemis , sklera tidak ikterik, refleks
pupil terhadap cahaya positif
e. Hidung : terdapat pernafasan cuping hidung dan lendir pada jalan nafas
f. Mulut : bibir pucat dan sianosis/ kebiruan, biasanya ada lendir, refleks
rooting biasanya lemah, refleks sucking biasanya lemah, dan refleks
menelan juga biasanya lemah.
h. Leher : biasanya tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening dan tyroid.
2.2.2 Diagnosa
2.2.3 Intervesi
3) Monitor Tanda-
tanda Vital
a) Memonitor tekanan
darah, nadi, suhu, dan
pernapasan seperti
gurgling dan pernafasan
cuping hidung
b) Memonitor kualitas
dari nadi
c) Memonitor frekuensi
dan irama pernapasan
d) Memonitor pola
pernapasan abnormal
e) Memonitor suhu,
warna, dan kelembaban
kulit
f) Memonitor sianosis
perifer
g) Identifikasi penyebab
dari perubahan tanda-
tanda vital
Ketidakefektifan pola 1) Status pernafasan 1) Terapi oksigen
napas berhubungan Kriteria hasil : Tindakan
dengan hipoventilasi/ a) Frekuensi pernafasan keperawatan : a)
hiperventilasi dalam batas normal Bersihkan mulut, hidung,
Definisi :
Inspirasi dan/ ekspirasi b) Irama pernafasan dan secret yang
yang tidak memberikan dalam batas normal menghambat jalan nafas
ventilasi adekuat c) Kedalaman inspirasi b) Pertahankan jalan
Batasan karakteristik: dalam batas normal napas paten
a) Bradipnea d) Suara auskultasi nafas c) Atur peralatan
b) Fase ekspirasi dalam batas normal oksigenasi
memanjang e) Kapasitas vital dalam d) Berikan oksigen sesuai
c) Penggunaan otot bantu batas normal terapi
pernapasan f) Tidak ada penggunaan e) Monitor aliran oksigen
d) Penurunan tekanan otot bantu pernafasan f) Observasi adanya
ekspirasi g) Tidak ada retraksi tanda-tanda hipoventilasi
e) Penurunan tekanan dinding dada g) Kolaborasi pemberian
inspirasi h) Tidak ada sianosis obat untuk pernafasan
f) Pernafasan cuping i) Tidak ada suara nafas 2) Monitoring
hidung tambahan Pernapasan
g) Pola napas abnormal a) Monitor frekuensi,
h) Takipnea irama, kedalaman dan
kekuatan respirasi
b) Memperhatikan
gerakan dan
kesimetrisan,
menggunakan otot
bantu,dan adanya
retraksi otot intercostal
dan supraklavikular
c) Mendengarkan bunyi
napas, catat adanya suara
tambahan
d) Memonitor pola napas
e) Memonitor adanya
dyspnea dan hal yang
meningkatkan atau
memperburuk
3) Monitor Tanda-
tanda Vital
a) Memonitor tekanan
darah, nadi, suhu dan
pernafasan
b) Memonitor kualitas
dari nadi
c) Memonitor frekuensi
dan irama pernapasan
d) Memonitor pola
pernapasan abnormal
e) Memonitor suhu,
warna, dan kelembaban
kulit
f) Memonitor sianosis
perifer
g) Identifikasi penyebab
dari perubahan tanda-
tanda vital
BAB 3
TINJAUAN KASUS
I. IDENTITAS ANAK
Nama : Bayi Ny. Z
Agama : Islam
Golongan darah :-
Anak ke : 1 (Pertama)
Jumlah saudara :-
B. Natal Care :
Ibu melahirkan dengan usia gestasi 38/39 minggu Kala I ( 5 menit), Kala
II (5 menit) ketuban pecah warna hijau/mekoneal sebelum lahir (1 jam)
dengan persalinan spontan dan didapatkan berat badan bayi lahir 1900 gr,
apnea, pucat atau kebiruan dengan APGAR SCORE 1-1-3 (5)
: Perempuan
:P
: Pasien
X : Meninggal
B. Psikososial keluarga :
Keluarga tampak antusisas karena bayi merupakan anak pertama dan cucu
pertama. Maka ada rasa cemas dan khawatir karena kondisi Bayi Ny Z
yang harus mendapatkan perawatan di ruang NICU Central.
VIII. RIWAYAT SOSIAL
A. Yang Mengasuh Anak
Bayi Ny Z sementara di observasi di ruang NICU CENTRAL
B. Hubungan Dengan Anggota Keluarga
Anak kandung dari Tn. J dan Ny. Z
C. Hubungan Dengan Teman Sebaya
Belum terbentuk hubungan dengan teman sebaya
D. Pembawaan Secara Umum
Bayi tampak meringis dan menangis tanpa suara
B. Pola Tidur
(kebiasaan sebelum tidur, perlu dibacakan cerita, benda-benda yang
dibawa tidur)
C. Pola Aktivitas/Bermain
Minum susu, tidur, bak dan bab
D. Pola Eliminasi
- Pada shift pagi (07.30 - 11.30) BAK & BAB ± 20 gr
- Pada shift siang (15.30 - 19.30) BAK & BAB ± 20 gr
RR : 42 x/m
Perkembangan Psikososial :
Perkembangan kognitif :
Perkembangan Psikoseksual :
(................................................)
ANALISA DATA
PRIORITAS MASALAH
TANGGAL Nama
No Diagnosa keperawatan
Ditemukan Teratasi perawat
1. Bersihan Jalan Nafas Bersihan jalan nafas (L.01001) Manajemen jalan napas (1.01011)
Tidak Efektif b.d
Benda asing dalam Setelah dilakukan tindakan Observasi :
jalan napas (SDKI keperawatan 3 x 24 jam diharapkan
D.0001, hal 18) bersihan jalan napas meningkat dengan - Monitor pola napas (frekuensi nafas
kriteria hasil : dan kedalaman nafas)
- Monitor sputum (jumlah, jumlah,
1. Produksi sputum menurun aroma)
Terapeutik :
2. Mekonium pada neonatus menurun
- Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Sianosis menurun dengan head-tilt dan chin-lift
4. Frekuensi napas membaik - Posisikan semi fowler atau fowler
- Lakukan penghisapan lendir kurang
5. Pola napas membaik dari 15 detik
- Berikan oksigen (untuk neonatus
menggunakan CPAP)
Edukasi :
- Pertahankan kelembapan
inkubator
P :Intervensi dilanjutkan
P:Intervensi dilanjutkan
Dx 05/03/ - Monitor O2 CPAP FIO2 30% 05/03/ Dx 1,2,3
2022 PEEP 7 Flow 7 Lpm 2022
1 S:-
15.30 - Monitor efek ventilator 15.30
2 terhadap status oksigenasi O:
P :Intervensi dilanjutkan
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
1. Keluhan utama
Pada kasus By. Ny. Z didapatkan keluhan utama bayi baru lahir dengan
Asfiksia. Penulis beransumsi bawa dalam hal ini kaitannya adalah dengan
kondisi bayi post-natal, yakni nilai APGAR bayi menunjukkan kondisi
Asfiksia.
Pukul 12.40 bayi lahir spontan di IGD dengan kondisi tidak nafas, tidak
menangis, pucat dan kebiruan serta ketuban mekoneal. APGAR SCORE 1-1-3
dengan berat badan lahir 1900 gr. Bayi diberikan pertolongan pertama bersihan
jalan napas dengan suction dan diberikan bantuan napas menggunakan alat
neopuff 20% pada selang suction tampak cairan berwarna hitam (meconeal).
Kemudian saat kondisi bayi lebih baik bayi di kirim ke NICU CENTRAL
untuk mendapatkan perawatan intensif. Di NICU CENTRAL dilakukan
ventilasi tekanan positif (VTP), dan pemasangan ETT kondisi bayi selama
diberikan tindakan mengalami distres pernapasan, menangis lemah, dan
merintih setelah dilakukan tindakan tersebut selanjutnya bayi dipasang O2
Cpap Peep 7 FiO2 80% dengan SPO2 96-98% dengan RR 42 x/m.
4. Pemeriksaan fisik
By. Ny. Z tampak letargi, terdapat pernafasan cuping hidung, terpasang alat
bantu nafas O2 Cpap FiO2 60% PEEP 7 Flow 8 Lpm, ditemukan retraksi
dinding dada. Suhu 36,5° C (dalam inkubator), nadi : 146 x/m, RR 42 x/m, PB
45 cm, BBL 1900 gr, LK 29 cm, LD 28 cm, LL 9 cm. By. Ny. Z mendapat
terapi Survanta (8 ml), Vit K (1 gr), Cinam (2 x 100 mg), Genta (1 x 10 mg),
infus D 10% selama di NICU Central. Pasien diberikan ASI 20 ml x 8 perhari
dengan sonde OGT dan terkadang dilatih spin dengan botol. Pola eliminasi By.
Ny. Z didapatkan pada shift pagi (07.30 - 11.30) BAK & BAB ± 20 gr, pada
shift siang (15.30 - 19.30) BAK & BAB ± 20 gr.
5. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dnegan Benda asing dalam
jalan napas
4.3 Perencanaan
Pada perencanaan terdapat tujuan dan kriteria hasil diharapkan dapat sesuai
dengan sasaran yang diharapkan terhadap kondisi pasien.
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dnegan Benda asing dalam
jalan napas
4.4 Pelaksanaan
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dnegan Benda asing dalam
jalan napas
4.5 Evaluasi
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dnegan Benda asing dalam
jalan napas
Pada hari ke-6 perawatan yakni tanggal 5 Maret 2022 pasien tampak baik,
ada tangis, terpasang O2 CPAP FIO2 30% PEEP 7 Flow 7 Lpm, N : 156 x/m,
S : 37°C, RR : 44 x/m, SPO2 : 98%
Pada hari ke-6 perawatan yakni tanggal 5 Maret 2022 pasien tampak baik,
ada tangis, terpasang O2 CPAP FIO2 30% PEEP 7 Flow 7 Lpm, RR : 44 x/m,
SPO2 : 98%.
PENUTUP
CENTRAL RSPAL Dr. Ramelan Surabaya, maka penulis dapat menarik beberapa
5.1 Simpulan
berikut :
1. Pengkajian didapatkan data fokus pasien Bayi baru lahir dengan indikasi
asfiksia, hari rawat ke-2 di NICU Central dengan keadaan umum pasien
tenang terpasang Cpap Peep 7 FiO2 80%, RR 42x/m dan SpO2 dengan
rentang 96-98%.
Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dnegan Benda asing dalam jalan
5.2 Saran
berikut:
yang tepat supaya tidak jatuh dalam kondisi yang lebih buruk. Kembangkan
Anik Maryunani dan Eka puspita Sari (2012) Asuhan Kegawatdaruratan Maternal