Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI

DENGAN RDS (RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM)


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Disusun oleh :
Kelas B
Kelompok 2

Gerri Yuda N (312020005) Putry Oglivia (312020024)

Angga Nurzaman (312020017) Destiani Rahma R (312020066)

Dadan Noviandri (312020019) Sarah Eka Sopiana (312020072)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN ALIH JENJANG


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt, atas berkat dan rahmat-Nya
maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Bayi dengan RDS (Respiratory Distress Syndrom)”. Makalah ini
disusun agar pembaca dapat menambah wawasan yang lebih luas mengenai asuhan
keperawatan pada bayi. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
keperawatan anak.

Tujuan dari pembuatan Makalah ini adalah untuk mengetahui, mempelajari,


memahami asuhan keperawatan pada bayi dengan kasus RDS (Respiratory Distress
Syndrom) dalam keperawatan anak. Sebelum itu kami mengucapkan banyak terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan Makalah ini
sehingga dapat terselesaikan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan


kelemahannya serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, harapan kami agar
makalah ini dapat diterima dan dapat berguna bagi semua pihak. Untuk itu kami
mengharapkan adanya kritikan saran yang membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini

Bandung, Desember 2020


Penyusun,

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum 3
1.2.2 Tujuan Khusus 3

BAB II TINJAUAN TEORI DAN ASUHAN KEPERAWATAN


2.1 Konsep Teori
2.1.1 Pengertian RDS (Respiratory Distress Syndrome) 4
2.1.2 Etiologi RDS (Respiratory Distress Syndrome) 4
2.1.3 Patofisiologi RDS (Respiratory Distress Syndrome) 5
2.1.4 Pathway 7
2.1.5 Manifestasi Klinis 10
2.1.6 Komplikasi 10
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik 11
2.1.8 Penatalaksanaan 11
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Keperawatan 12
2.2.2 Diagnosa Keperawatan 13
2.3 Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian 14
2.3.2 Diagnosa Keperawatan 22
2.3.3 Intervensi Keperawatan 23

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan 27
3.2 Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 29

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Respirasi yaitu suatu proses pertukaran oksigen antara atmosfer dan darah,
serta pertukaran karbondioksida (CO2) antara atmosfer dan darah. Oksigen
sangat penting untuk kehidupan bayi baik sebelum persalinan maupun setelah
persalinan (Dwienda, dkk, 2014). Respiratory Distress Syndrome (RDS)
merupakan masalah yang dapat menyebabkan henti nafas bahkan kematian,
sehingga dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir
(Marfuah, Barlianto, & Susmarini, 2013). Respiratory distress syndrome
(RDS)/ sindrom gawat nafas merupakan suatu sindrom yang sering ditemukan
pada neonatus. RDS disebut juga sebagai penyakit membran hialin (hyalin
membrane disease, (HMD) atau penyakit paru akibat difisiensi surfaktan
(surfactant deficient lung disease (SDLD), gangguan pernapasan paling umum
yang mengenai bayi preterm (kurang bulan) (Agrina & Toyibah, 2017).
Menurut WHO (2010), diperkirakan prevalensi penyakit sistem pernafasan
pada bayi baru lahir mencapai 27,5% pada tahun 2009 dan meningkat menjadi
29,5% pada tahun 2010, sebagian besar dari gangguan pernafasan tersebut
disebabkan oleh asfiksia neonatorum atau Respirasi Distress Syndrom (RDS).
Pada negara maju seperti Amerika serikat, penyakit ini masih mempengaruhi
sekitar 40.000 bayi setiap tahunnya dan menyebabkan 20% kematian bayi.
Kejadian Respirasi Distress Syndrom (RDS) ini 60%-80% terjadi pada bayi
prematur dan hanya 5% saja kejadian pada bayi matur.
Prevalensi RDS di Indonesia pada tahun 2013 yaitu 10,2% dan mengalami
penurunan pada 2018 menjadi 6,2 %. Indonesia memiliki angka kejadian BBLR
yang bervariasi antar provinsi. Provinsi yang paling tertinggi disusuki oleh
Sulawesi tengah (8,9%) dan yang terendah disusuki oleh Jambi (2,6%)
(Riskesdas, 2018). Angka kematian bayi disebabkan oleh berat badan lahir
rendah, yaitu sebanyak 226 bayi (36%), cacat bawaan sebanyak 210 bayi (33%),

1
2

kekurangan oksigen yang mengakibatkan terjadinya asfiksia sebanyak 199 bayi


(31%) dan sisanya disebabkan oleh sepsis infeksi sistemik serta trauma pada
saat persalinan (Kemenkes RI, 2019).
RDS menimbulkan defisiensi oksigen (hipoksia) dalam tubuh bayi, sehingga
bayi mengaktifkan metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob akan
menghasilkan produk sampingan berupa asam laktat. Metabolisme anaerob
yang terjadi dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan otak dan berbagai
komplikasi pada organ tubuh. Komplikasi utama mencakup kebocoran udara
(emfisema interstisial pulmonal), perdarahan pulmonal, duktus arteriosus paten,
infeksi/kolaps paru, perdarahan intraventikular, yang berujung pada
peningkatan morbiditas dan mortalitas neonatus. RDS sering menjangkit bayi
dengan berat lahir rendah dikarenakan imaturitas fungsi organ tubuh (Agrina &
Toyibah, 2017).
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan pertukaran gas
dengan mempertahankan stabilitas jantung paru yaitu pemantauan kedalaman,
irama pernafasan, kecepatan, kualitas dan suara jantung, mempertahankan
kepatenan jalan nafas, memantau reaksi terhadap pemberian atau terapi medis,
memantau PaO2 serta melakukan kolaborasi dalam pemberian surfaktan
eksogen sesuai dengan indikasi (Dewi Tejowati, 2018)
Berdasarkan hasil penelitian Wahyuni (2020), menyatakan bahwa
masyarakat sebagai sumber edukasi dan pengetahuan agar dapat mengetahui
pengaruh antara usia ibu dan Asfiksia Neonatorum dengan kejadian Respiratory
Distress Syndrome (RDS) pada neonatus, sehingga diharapkan masyarakat
peduli untuk menjaga kesehatannya. Bagi Pasien dan Keluarga, Pasien sebagai
acuan pemenuhan kebutuhan kesehatan, serta sebagai bahan koreksi dan acuan
bagi keluarga akan pentingnya usia ibu dan Asfiksia Neonatorum dengan
kejadian Respiratory Distress Syndrome (RDS) pada neonatus yaitu dalam
pemenuhan kebutuhan kesehatannya (Wahyuni, 2020).
Peningkatan kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu prioritas dalam
upaya penurunan kematianbayi memerlukan informasi tentang model intervensi
3

pelayanan kesehatanbayi yang sesuai di Indonesia.Tujuannya untuk mengetahui


faktor-faktor yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan bayi dalam rangka
menurunkan angka kematian bayi di Indonesia.
Berdasarkan data diatas yang melatar belakangi masalah, maka kami tertarik
untuk membahas Respiratory distress syndrome (RDS) dalam bentuk karya tulis
ilmiah dan studi kasus asuhan keperawatan pada bayi Ny. W dengan RDS di
ruang Perinatologi RSKIA Kota Bandung.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan dengan cara
pendekatan proses keperawatan secara langsung dan komprehensif pada
pasien dengan Respiratory distress syndrome (RDS).
1.2.2 Tujuan khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada bayi Ny. W dengan
RDS di ruang Perinatologi RSKIA Kota Bandung, diharapkan penulis
mampu :
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan RDS;
b. Merumuskan diagnosis keperawatan pada klien RDS;
c. Membuat rencana perawatan pada klien dengan RDS;
d. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang
telah dibuat;
e. Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah dilakukan;
f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah dilakukan.
BAB II
TINJAUAN TEORI DAN ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Konsep Teori


2.1.1 Pengertian RDS (Respiratory Distress Syndrome)
Sindroma gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah
istilah yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus.
Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan
keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya
jumlah surfaktan dalam paru. (Marmi & Rahardjo,2012)
Sindrom gawat napas RDS (Respiratory Distress Syndrom) adalah
istilah yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus.
Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan
keterlambatan perkembangan maturitas paru. Gangguan ini biasanya
juga dikenal dengan nama hyaline membran desease (HMD) atau
penyakit membran hialin, karena pada penyakit ini selalu ditemukan
membran hialin yang melapisi alveoli (Surasmi, dkk, 2003).

2.1.2 Etiologi RDS (Respiratory Distress Syndrome)


Penyebab kegagalan pernafasan pada neonatus yang terdiri dari
faktor ibu, faktor plasenta, faktor janin dan faktor persalinan. Faktor ibu
meliputi hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari
35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, maupun
penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin
seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dan lain-lain.
Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta
kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.

4
5

Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat
melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir,gemeli,
prematur, kelainan kongenital pada neonatus dan lain-lain. Faktor
persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain-lain.
Sindroma gagal nafas adalah perkembangan imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan pada paru-paru-paru.
Sementara afiksia neonatorum merupakan gangguan pernafasan akibat
ketidakmampuan bayi beradaptasi terhadap asfiksia. Biasanya masalah
ini disebabkan karena adanya masalah-masalah kehamilan dan pada saat
persalinan (Marmi & Rahardjo, 2012).

2.1.3 Patofisiologi RDS (Respiratory Distress Syndrome)


Bayi prematur lahir dengan konndisi paru yang belum siap
sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif.
Hal ini merupakan faktor kritis dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan
paru menjalanankan fungsinya terutama disebabkan kekurangan atau
tidak adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps. Kekurangan atau ketidak
matangan fungsi surfaktan menimbulkan ketidak seimbangan inflasi saat
inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi tanpa surfaktan, bayi tidak
dapat menjaga parunya tetap mengembang. Oleh karena itu perlu usaha
yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiaap ekspirasi,
sehingga untuk bernapas berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intra
toraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih kuat.
Sebagai akibatnya bayi lebih banyak menghabiskan oksigen untuk
menghasilkan energi sebagai konpensasinya dan ini menyebabkan bayi
kelelahan. Dengan meningkatnya kelelahan bayi akan sedikit membuka
elveolinya, ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini
dapat menyebabkan atelektasis.
6

Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan


pulmonary vaskular resisten (PVR) yang nilainya menurun pada
ekspansi paru normal. Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan
selanjutnya mennurunkan aliran darah pulmonal.
Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan ventilasi
pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah
kontraksi vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan
oksigenasi jaringan dan selanjutnya menyebabkan metabolisme anaerob.
Metabolisme anaerob menghasilkan timbunan asam laktat sehingga
terjadi asidosis metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung yang
menurunkan perfusi ke organ vital. Akibat lain adalah kerusakan endotel
kapiler dan epitel duktus alveoli yang mengakibatkan terjadinya
transudasi edalam alveoli dan terbentektuknya fibrin. Fibrin bersama-
sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan
yang disebut membran hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli dan
menghambat pertukaran gas.
Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon
dioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik.
Penurunan pH menyebabkan vasokontriksi yang semakin berat. Dengan
penurunan sirkulasi paru dan perfusi alveolar, PaO2 dan pH akan
menurun tajam, serta materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan
tidak mengalir kedalamm alveoli.
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu, dan perfusi
normal. Asfiksia, hipoksemia, dan iskemia paru terutama dalam
hbungannya dengan hipovolemia, hipotensi dan stres akibat dingin dapat
menekan sintesis surfaktan. Lapiran epitel paru dapat juga terkena
trauma akibat kadar oksigen yang rendah dan pengaruh penatalaksanaan
pernapasan yang mengakibatkan penurunan surfaktan lebih lanjut
(Marmi & Rahardjo, 2012).
7

2.1.4 Pathway

Bayi Prematur Perdarahan antepartum, Aspirasi mekonium Asfiksia Neonatus


hipertensi, hipotensi, Dm
(pada ibu)
Pembentukan membran Sumbatan jalan napas Kurang O2 meningkatnya
hialin surfaktan belum parssial oleh air ketuban CO2
sempurna sirkulasi darah di uterus dan mekonium
kurang baik
Ggn perfusi
Ggn perfusi darah di Resiko rusaknya surfaktan
uterus
Menekan sintesis surfaktan

Dismaturitas

Pembentukan surfaktan
belum matang

Penurunan produksi surfaktan

Meningkatnya tegangan permukaan Alveoli


8

Ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi

Kolaps paru saat ekspirasi (Atelektasis)

RESPIRASI DISTRES SINDROM

Kolaps paru

Ggn ventilasi pulmonal

Janin tidak bisa menjaga rongga Hipoksia Retensi O2 Peningkatan pulmonari


paru tetap mengembang vaskuler resisten (PVR)

pH & PaO2 menurun


Tekanan negatif intra Hipoperfusi jaringan paru
torak meningkat
Asidosis respiratori
Aliran darah pulmonal
Vasokontriksi berat menurun
Usaha insspirasi meningkat

Takipnea, retraksi Penurunan sirkulasi paru &


dinding dada, PCH pulmonal
9

Menyusui tidak adekuat POLA NAPAS


TIDAK EFEKTIF

PERUBAHAN NUTRISI Hipoksia


KURANG DARI
KEBUTUHAN

Kontriksi vaskularisasi Kerusakan endotel kapiler


pulmonal & epitel duktus arteriosus
Membentuk lapisan
membran hialin
O2 kejaringan menurun Transudasi alveoli

Membran hialin melapisi


Pembentukan fibrin alveoli
Penurunan curah jantung Metabolisme anaerob

Menghambat pertukaran gas


Perfusi ke organ vital
menurun Peningkatan metabolisme Asam laktat meningkat
KERUSAKAN
PERTUKARAN GAS
kebutuhan glikogen meningkat Asidosis metabolik
Paru-paru otak
Respon menggigil pd bayi
hipoglikemi Cadangan glikogen kurang menurun / tidak ada sama
iskemia
sekali

Penurunan kesadaran, RESIKO TINGGI


Ggn fungsi serebral TERMOREGULASI
kelemahan otot, kejang CEDERA
TIDAK EFEKTIF
10

2.1.5 Manifestasi Klinis

Berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit RDS (Respiratory


Distress Syndrom) ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru.
Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala
klinis yang ditunjukan. Gejala dapat tampak beberapa jam setelah
kelahiran. Bayi RDS (Respiratory Distress Syndrom)yang mampu
bertahan hidup sampai 96 jam pertama mempunyai prognosis yang lebih
baik. Gejala umum RDS yaitu: takipnea (>60x/menit), pernapasan
dangkal, mendengkur, sianosis, pucat, kelelahan, apnea dan pernapasan
tidak teratur, penurunan suhu tubuh, retraksi suprasternal dan substernal,
pernapasan cuping hidung ( Surasmi, dkk 2013).

2.1.6 Komplikasi
Menurut Cecily & Sowden (2009) Komplikasi RDS yaitu:
1) Ketidakseimbangan asam basa
2) Kebocoran udara (Pneumothoraks, pneumomediastinum,
pneumoperikardium, pneumoperitonium, emfisema subkutan,
emfisema interstisial pulmonal)
3) Perdarahan pulmonal
4) Penyakit paru kronis pada bayi 5%-10%
5) Apnea
6) Hipotensi sistemik
7) Anemia
8) Infeksi (pneumonia, septikemia, atau nosokomial)
9) Perubahan perkembangan bayi dan perilaku orangtua
Komplikasi yang berhubungan dengan prematuritas :
1) Paten Duktus Arteriosus (PDA) yang sering dikaitkan dengan
hipertensi pulmonal
2) Perdarahan intraventrikuler
11

3) Retinopati akibat prematuritas


4) Kerusakan neurologis

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut Cecily & Sowden (2009) pemeriksaan penunjang pada bayi
dengan RDS yaitu:
a. Kajian foto thoraks
1) Pola retikulogranular difus bersama udara yang saling tumpang
tindih.
2) Tanda paru sentral dan batas jantung sukar dilihat, hipoinflasi
paru
3) Kemungkinan terdapat kardiomegali bila sistem lain juga terkena
(bayi dari ibu diabetes, hipoksia atau gagal jantung kongestif)
4) Bayangan timus yang besar
5) Bergranul merata pada bronkogram udara yang menandakan
penyakit berat jika muncuk pada beberapa jam pertama
b. Gas darah arteri-hipoksia dengan asidosis respiratorik dan atau
metabolic
1) Hitung darah lengkap
2) Elektrolit, kalsium, natrium, kalium, glukosa serum
3) Tes cairan amnion (lesitin banding spingomielin) untuk
menentukan maturitas paru
4) Oksimetri nadi untuk menentukan hipoksia

2.1.8 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Menurut Cecily & Sowden (2009) penatalaksanaan medis pada bayi
RDS (Respiratory Distress Syndrom) yaitu:
1) Perbaiki oksigenasi dan pertahankan volume paru optimal
- Penggantian surfaktan melalui selang endotrakeal
12

- Tekanan jalan napas positif secara kontinu melalui kanul


nasal untuk mencegah kehilangan volume selama ekspirasi
- Pemantauan transkutan dan oksimetri nadi
- Fisioterapi dadaTindakan kardiorespirasi tambahan
2) Pertahankan kestabilan suhu
3) Berikan asupan cairan, elektrolit, dan nutrisi yang tepat
4) Pantau nilai gas darah arteri, Hb dan Ht serta bilirub
5) Lakukankan transfusi darah seperlunya
6) Hematokrit guna mengoptimalkan oksigenasi
7) Pertahankan jalur arteri untuk memantau PaO₂ dan pengambilan
sampel darah
8) Berikan obat yang diperlukan

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Surasmi (2003) penatalaksanan keperawatan terhadap
RDS meliputi tindakan pendukung yang sama dalam pengobatan
pada bayi prematur dengan tujuan mengoreksi ketidakseimbangan.
Pemberian minum per oral tidak diperbolehkan selama fase akut
penyakit ini karena dapat menyebabkan aspirasi. Pemberian minum
dapat diberikan melalui perenteral.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan
berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien.
Pengkajian dilakukan dengan berbagai cara yaitu anamnesa, observasi,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik yang dilakukan
dilaboratorium. (Surasmi dkk,2013).
Data yang dicari dalam riwayat keperawatan adalah
1) Kaji riwayat kehamilan sekarang (apakah selama hamil ibu
13

menderita hipotensi atau perdarahan )


2) Kaji riwayat neonatus (lahir afiksia akibat hipoksia akut, terpajan
pada keadaan hipotermia)
3) Kaji riwayat keluarga (koping keluarga positif

4) Kaji nilai apgar rendah (bila rendah di lakukkan tindakan resustasi


pada bayi).
5) Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda dan gejala RDS.
Seperti: takipnea (>60x/menit), pernapasan mendengkur, retraksi
dinding dada, pernapasan cuping hidung, pucat, sianosis, apnea.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Setelah didapatkan data dari pengkajian, data tersebut dianalisis.
Selanjutnya semua masalah yang ditemukan dirumuskan menjadi
diagnosa keperawatan untuk menentukan intervensi keperawatan
(Cecily & Sowden, 2009) .

Diagnosa keperawatan dari RDS yang sering muncul


1. Pola napas tidak efektif
2. Kerusakan pertukaran gas
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Termoregulasi tidak efektif
5. Resiko cedera
14

2.3 Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 7 Desember 2020 pukul 07.00 WIB
pada bayi Ny.W dengan RDS di ruang Perinatologi RSKIA KOTA
BANDUNG. Data pasien didapatkan dari wawancara terhadap keluarga
pasien dan dari data medis pasien.
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : Bayi Ny.W I
Tanggal lahir : 6 Desember 2020
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jln. Palasari
Agama : Islam
No.RM : 780763
Dx.Masuk : Neo Perempuan, BKB KMK, PP
Spontan, Gemeli dengan ibu KPD
Jam Tgl Masuk : 6 Desember 2020
b. Identitas orang tua

Bapak Ibu
Nama Tn. S Ny. W I
Usia 29 tahun 27 tahun
Agama Islam Islam
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Pekerjaan Wiraswasta -
Alamat Jln palasari Jln palsari
2. Keluhan utama
Sesak nafas (+)
3. Riwayat penyakit sekarang
Bayi Ny. W I baru lahir pada tanggal 6 Desember 2020 jam Wib
dari ibu G1 P0 A0 dengan ibu tidak memiliki riwayat hipertensi.
Bayi Ny. W I lahir dengan BB 1650 gr, tangis (merintih), sesak
15

nafas (+), takipnea (+), retraksi dalam (+) dan sianosis pada
ekstremitas atas maupun bawah. Di ruang perinatologi level II bayi
langsung ditempatkan di inkubator dan mendapatkan O2 NCPAP
FiO2 30 % PEEP 7 L/menit.
4. Riwayat penyakit dahulu
Ny. W I mengatakan tidak ada keluhan saat hamil. Ny. W I hanya
mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh bidan. Ny. W I
tidak mempunyai riwayat penyakit deabetes militus maupun
hipertensi.
5. Riwayat penyakit keluarga
Ny. W I mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita
penyakit keturunan maupun menular. Di dalam keluarga Ny. W I
maupun suaminya tidak ada yang mempunyai riwayat BBLSR.
6. Riwayat antenatal
Ny. W I mengatakan selama hamil rutin memeriksakan
kandungannya ke bidan didekat rumahnya setiap bulan. Emosi ibu
pada saat hamil stabil. Tidak ada yang merokok dalam keluarganya.
7. Riwayat natal
Bayi Ny. W I lahir pada tanggal 6 Desember 2020 jam 15.05 WIB
secara spontan. Ny. W I mengatakan air ketuban sudah keluar sejak
sebelum melahirkan. Ny.W I mengatakan umur kehamilannya baru
± 34 minggu, karena air ketubannya sudah keluar, maka oleh dokter
bayi Ny. W I harus segera dikeluarkan. Persalinan dibantu oleh
doktek dengan Lama persalinan ± 40 menit.
16

8. Riwayat post natal


a) APGAR Score

1 5
0 1 2 APGAR
menit menit

Tidak 100 100 Denyut 2 2


ada jantung

Tidak Tak Baik Pernapasan 1 1


ada teratur

Lema Sedang Baik Tonus otot 1 2


h

Tidak Merintih Menangis Peka 0 1


ada rangsangan

Biru Merah Merah Warna 1 1


jambu, jambu
akral
biru

Jumlah 5 7

b) Berat badan lahir: 1650 gr


c) Panjang badan: 42 cm
d) Lingkar kepala: 30 cm
e) Lingkar dada: 27 cm
f) Lingkar perut: 25 cm
g) Anus : positif
h) Adanya kelainan congenital: negatif
9. Riwayat psikososial
Ny. W I sering menengok anaknya keruang perinatologi level II.
17

10. Pola pengkajian


a) Pola pernapasan
RR = 68 x/menit, SpO2 80%, pernafasan cuping hidung,
sianosis, retraksi dada (+), terapi O2 NCPAP FiO2 30 % PEEP
7 l/mnt.
b) Pola kebutuhan cairan dan nutrisi
Kebutuhan cairan = 30 ml/hari. Bayi Ny. W I minum ASI 8 X 4
cc melalui OGT karena refleks menghisap dan menelan bayi
masih lemah. Bayi NY. W I mendapat terapi infus D 10% 6
cc/jam.
c) Pola eliminasi
Bayi Ny. W I memakai pempers dan ditimbang tiap kali ganti
pempers. Bayi Ny. W I sudah BAK dan BAB warna hitam
lembek (mekonium).
d) Pola Aktivitas dan Istirahat
Bayi Ny. W I terlihat lemah di dalam inkubator, tangisnya
masih merintih dan geraknya belum aktif.
e) Latar belakang sosial dan budaya
Ny. W I tidak merokok, tidak memiliki kebiasaan untuk diet
ketat, Ny. W I tidak memiliki pantangan makanan tertentu
ketika hamil, Ny. W I tidak ketergantungan maupun
mengonsumsi obat psikotropika maupun alkohol/minuman
keras.
f) Hubungan psikologis
Ny. W I sering menjenguk anaknya. Ny. W I merasa khawatir
dengan kondisi anaknya yang menurutnya sangat kecil. Ibu
pasien selalu berdoa agar anaknya segera diberi kesembuhan
dan segera pulang bersamanya.
18

g) Persepsi- Kognitif
Ny. W I tahu tentang kondisi bayinya, menurut Ny. W I bayinya
dalam kondisi tidak baik, dan terlihat sesak nafas sampai tulang
dadanya terlihat tertarik, Ny. W I tahu bahwa anaknya belum
bisa disusui karena reflek menelannya dan menghisap masih
kurang sehingga harus dipasang selang makan.
11. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum: lemah
b) Kesadaran: CM (Compos Mentis), gerak kurang aktif, tangis
merintih
c) Vitalsign : RR= 68 x/menit, HR =184 x/menit, Suhu = 36,7 oC,
SpO2 80%
d) Pemeriksaan tubuh:
 Kulit : Warna kulit kemerahan degan ekstermitas kebiruan,
tidak ikterus, terdapat sedikit lanugo pada dahi dan sekitar
pipi, kulit tipis.
 Kepala : Lingkar kepala 30cm, rambut hitam,tipis,Tidak ada
lesi, sutura terlihat. Bentuk kepala tidak mikrocepal atau
makrocepal, tidak ada kelainan meningeal dan hydrocephalus
pada kepala.
 Mata : Sklera mata putih, konjungtiva merah muda (tidak
anemis). Tidak ada edema pada kelopak mata.
 Hidung : terdapat pernafasan cuping hidung, lubang hidung
2, terpasang O2 NCPAP FiO2 30 % PEEP 7 l/mnt dengan
SpO2 91%.
 Mulut : Bibir merah, tidak ditemukan stomatitis, mukosa
bibir kering, terpasang OGT.
 Telinga : Tidak ada deformitas, lubang telinga bersih,
simetris.
 Leher : Bersih, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
19

 Thorax : Simetris (kanan kiri sama), tarikan intercosta (+),


retraksi dada (+), dada cekung kebawah (di bawah px), RR=
68x/menit, ditemukan suara nafas ronki.
 Cardio : HR = 184x/menit Abdomen : Simetris, tidak ada
lesi, terdapat bising usus 5 x/mnt.
 Umbilikus : Tali pusat basah, tidak terjadi perdarahan, tidak
terjadi infeksi, terpasang infus umbilikalis D10%.
 Genetalia : Labia mayora belum menutupi labia minora, tidak
ada kelainan letak lubang uretra
 Anus : Tidak ada lesi, tak ada iritasi perineal, warna feces
hitam lembek.
 Ekstremitas : Akral dingin, Jumlah jari tangan 5/5, Jumlah
jari kaki 5/5, tak ada kelumpuhan, gerak kurang aktif.
 Reflek :
 Reflek Moro ; ketika ada suara agak keras di sekitar
ruangan / tempat inkubator maka pasien kurang
merespon/ diam saja.
 Reflek Sucking (Menghisap); Ketika di test dengan spuit
diberikan ASI, maka pasien tidak dapat menelan dengan
sempurna ASI yang diberikan dan selalu ada ASI yang
keluar dari mulutnya.
 Reflek Grasping (Menggenggam) ; ketika perawat
meletakkan jari telunjuknya ke tangan pasien, pasien
dapat menggenggam jari telunjuk perawat, namun
genggaman masih lemah.
 Reflek Tonic Neck (Menoleh); ketika perawat membuat
gerakan / suara di sekitar pasien, pasien kurang
merespon.
20

 Reflek Babinski (Sentuhan Telapak Kaki); Jika disentuh


kakinya oleh perawat, pasien akan menarik kakinya ke
atas.
 Reflek Menelan ; kurang, jika diberi minum lewat spuit
maka ASI kan keluar sebagian dari mulutnya.

Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1 DS : Bayi Prematur Gangguan
pertukaran gas
DO : Imaturitas paru dan
- Retraksi dada (+) neuromuskular
- Tarikan intercosta (+)
- takipnea (+), Pembentukan
- retraksi dalam (+) membran hialin
- suara nafas ronki surfaktan belum
- sianosis pada ekstremitas sempurna
- Keadaan umum: Lemah
- Dispnea Penurunan produksi
- RR = 68 x/menit surfaktan
- HR =184 x/menit
- SpO2 80% Meningkatnya
tegangan permukaan
Alveoli

Ketidakseimbangan
inflasi saat inspirasi

Retensi O2
21

pH & PaO2 menurun

Asidosis respiratori

Penurunan sirkulasi
paru & pulmonal

Gangguan pertukaran
gas

DS : Prematuritas
Defisit nutrisi
2 DO : Reflek hisap dan
- Reflek hisap dan menelan menelan lemah
lemah
- Mukosa bibir kering Terpasang OGT
- Terpasang OGT
- BB:1650gr Defisit nutrisi

3 DS : Bayi Prematur Risiko


termoregulasi
DO : Imaturitas pada kulit tidak efektif
- Pasien terdapat di inkubator
- Kulit bayi tipis, terdapat Kuli tipis
lanugo di dahi dan di
pipi,akral dingin Pasien di inkubator

Risiko termoregulasi
tidak efektif
22

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membrane alveolus-kapiler dibuktikan dengan retraksi dada (+),
tarikan intercosta (+), takipnea (+), retraksi dalam (+), suara nafas
ronki, sianosis pada ekstremitas, keadaan umum: Lemah, dyspnea,
RR = 68 x/menit, HR =184 x/menit, SpO2 80%
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan dibuktikan dengan reflek hisap dan menelan lemah,
mukosa bibir kering, terpasang OGT, BB:1650gr
3. Risiko termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan perubahan
laju metabolisme dibuktikan dengan bayi dalam di inkubator, kulit
bayi tipis, terdapat lanugo di dahi dan di pipi,akral dingin
23

2.3.3 Intervensi Keperawatan

No. Dx Tujuan Intervensi Rasional


1 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
pertukaran gas keperawatan selama 1x24 Observasi :
jam diharapkan pola nafas
berhubungan 1. Monitor frekuensi, irama, 1. Mencatat perubahan
efektif.
dengan kedalaman, dan upaya frekuensi napas pasien
Dengan kriteria hasil :
perubahan napas untuk tindakan lebih
- Jalan nafas bersih
membrane lanjut
- Frekuensi jantung
alveolus-kapiler. 2. Monitor pola napas 2. Untuk mengetahui
100-160 x/menit
perkembangan status
- Pernapasan 40-60
kesehatan pasien
x/menit
khususnya dalam
- Takipneu atau
pernapasan
apneu tidak ada 3. Monitor adanya
3. Untuk mengetahui
- Sianosis tidak ada sumbatan jalan napas
perubahan pernapasan
- Pasien dapat
akibat sumbatan jalan
mempertahankan
napas
jalan nafas dengan 4. Monitor saturasi oksigen
4. Mencatat perubahan
bunyi nafas yang
kadar oksigen dalam
jernih dan ronchi
darah dan mencegah
(-)
komplikasi lanjutan
5. Monitor AGD
5. untuk mengukur jumlah
oksigen dan karbon
dioksida dalam darah.
menurunnya PaO2 atau
meningkatnya PCO2
menunjukkan perlunya
penanganan yang lebih
adekuat atau perubahan
24

terapi.
Manajemen Jalan Napas
Observasi :
1. Monitor bunyi napas 1. ronki indikasi akumulasi
tambahan sekret atau
ketidakmampuan
membersihkan jalan
napas sehingga otot
aksesori digunakan dan
kerja pernapasan
Terapeutik : meningkat.
2. Lakukan pengisapan 2. menghilangkan mukus yang
lender, jika perlu terakumulasi dari nasofaring,
trakea, dan
selang endotrakeal

3. Untuk membantu jalan


3. Berikan oksigen
napas pasien dan
mengurangi sesak
Kolaborasi :
4. Diberikan untuk mengurangi
4. Kolaborasi pemberian
bronchospasme,
bronkosilator,
menurunkan viskositas
ekspektoran, mukolitik sekret
dan meningkatkan ventilasi
2 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Tindakan 1. Berikan infus D 10% W sekitar 1. Untuk menggantikan kalori
berhubungan Keperawatan dalam waktu 60 – 80 ml/kg bb/ hari yang tidak didapat secara
3x24 jam intake nutrisi dapat 2. Pasang selang nasogastrik oral
dengan
terpenuhi atau orogastrik untuk dapat 2. Pilihan ini dilakukan jika
ketidakmampuan
Dengan kriteria hasil: memasukkan makanan jika masukan sudah tidak
menelan
 BC seimbang diindikasikan atau untuk mungkin dilakukan.
makanan
 Berat Badan Bayi tidak mengevaluasi isi lambung 3. : Untuk mencegah masuknya
turun lebih dari 10% 3. Cek lokasi selang NGT dengan makanan ke saluran
25

 Kemampuan menghisap cara : pernafasan


dan menelan Bayi - Aspirasi isi lambung 4. Memberikan makanan tanpa
terlatih - Injeksikan sejumlah udara menurunkan tingkat energi
dan auskultasi masuknya bayi
udara pada lambung 5. Catatan intake dan output
- Letakkan ujung selang di air, cairan penting untuk
bila masuk lambung, selang menentukan ketidak
tidak akan memproduksi seimbangan cairan sebagai
gelembung dasar untuk penggantian
4. Berikan makanan sesuai cairan
dengan prosedur berikut : 6. TPN merupakan metode
- Elevasikan kepala bayi alternatif untuk
- Berikan ASI atau susu mempertahankan nutrisi jika
formula dengan prinsip bowel sounds tidak ada dan
gravitasi dengan ketinggian 6– infants berada pada stadium
8 inchi dari kepala bayi akut.
- Berikan makanan dengan
suhu ruangan
5. Monitor intake cairan dan
output dengan cara
- Timbang berat badan bayi
setiap 8 jam
-Timbang popok bayi untuk
menentukan urine output
- Tentukan jumlah BAB
- Monitor jumlah asupan
cairan infus setiap hari
6. Berikan TPN jika diindikasikan
3 Risiko Setelah dilakukan tindakan 1. Tempatkan bayi pada 1. Mencegah terjadinya

termoregulasi keperawatan selama 3 x 24 tempat yang hipotermi


jam diharapkan suhu tubuh hangat(incubator) 2. Menjaga kestabilan suhu
tidak efektif
tetap normal 2. Atur suhu incubator tubuh
berhubungan
Dengan kriteria hasil: 3. Pantau suhu tubuh setiap 3 3. Memonitor perkembangan
dengan
-Suhu 36,5-37,5 °C jam suhu tubuh bayi
26

perubahan laju - Bayi tidak kedinginan 4. Ganti popok dan alat tenun 4. Menghindari kehilangan

metabolisme bayi jika basah panas bayi melaui


perpindahan panas
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sindroma gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah istilah


yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini
merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan
maturitas paru.
Penyebab kegagalan pernafasan pada neonatus yang terdiri dari faktor ibu,
faktor plasenta, faktor janin dan faktor persalinan. Berat atau ringannya gejala
klinis pada penyakit RDS (Respiratory Distress Syndrom) ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia
kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditunjukan. Komplikasi yang
terjadi diantaranya perdarahan pulmonal, penyakit paru kronis, apnea,
perdarahan intraventrikuler, dll.
Pemeriksaan penunjang pada bayi dengan RDS (Respiratory Distress
Syndrom) yaitu foto thoraks, pemeriksaan gas darah arteri. Penatalaksanaan
medis pada bayi RDS yang sering dilakukan perbaikan oksigenasi dan
pertahankan volume paru optimal, pertahankan kestabilan suhu, berikan asupan
caiaran, elektrolit, dan nutrisi yang tepat, dan pantau nilai gas darah arteri.
Pemberian minum per oral tidak diperbolehkan selama fase akut penyakit ini
karena dapat menyebabkan aspirasi. Pemberian minum dapat diberikan melalui
perenteral.
Asuhan keperawatan pada bayi dengan RDS, dengan diagnosa keperawatan
yang sering muncul yaitu pola napas tidak efektif, kerusakan pertukaran gas,
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, termoregulasi tidak efektif, dan
risiko cedera.

27
28

3.2 Saran
Mahasiswa hendaknya bisa mengaplikasikan antara ilmu pengetahuan logika serta
ilmu dalam melaksanakan dan menerapkan asuhan keperawatan secara komprehensif,
serta bagi institusi pendidikan diharapkan makalah ini dapat dijadikan bahan bacaan
bagi mahasiswa maupun dosen sebagai sumber kepustakaan.
DAFTAR PUSTAKA

Agrina, M. F., & Toyibah, A. (2017). TINGKAT KEJADIAN RESPIRATORY


DISTRESS SYNDROME (RDS) ANTARA BBLR PRETERM DAN BBLR
DISMATUR. 3(2), 125–131.

Cecily & Sowden (2009). Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Edisi 5. Jakarta: EGC

Dewi Tejowati. (2018). ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PENERAPAN POSISI


PRONASI PADA NEONATUS DENGAN MASALAH KETIDAKEFEKTIFAN
POLA NAFAS DI RUANG MELATI RSUD PROF. DR. MARGONO
SOEKARJO PURWOKERTO.

Kemenkes RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia 2018 Kemenkes RI. (2019).
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Data-dan-Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia-2018.pdf

Ngastiyah. 2005. Perawat Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC

Rahardjo dan Marmi,2012, Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Prasekolah. Jakarta :
Pustaka Belajar

Surasmi, A, dkk. 2003. Perawat Bayi Risiko atinggi, Jakarta : EGC

Wahyuni, S. (2020). Hubungan Usia Ibu dan Asfiksia Neonatorum dengan Kejadian
Respiratory Distress Syndrome ( RDS ) npada Neonatus di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda. 1(3), 1824–1833.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia


(SDKI),  Edisi 1 Cetakan III, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2019), Standar Luaran Keperawatan Indonesia


(SLKI),  Edisi 1 cetakan II, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


(SIKI),  Edisi 1 cetakan II, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

29
30

Anda mungkin juga menyukai