Anda di halaman 1dari 22

RDS

(Respiratory Distress Syndrome)

DI

S
U
S
U
N

Oleh :

KELOMPOK 7

NITA RISKI ANGGANI (201804030)


KHOFIFAH INDAH PARAMITA (201804032)
ANITA VIVI LESTARI (201804033)
DIYAH MAIMUNAH (201804034)
FERA WIDIYASARI (201804035)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


STIKES BINA SEHAT PPNI
KABUPATEN MOJOKERTO
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberi
hidayahnya sehingga Makalah yang berjudul “RDS (Respiratory Distress
Syndrome” dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan pelengkap tugas mata
Kuliah Keperawatan anak.
Dalam menyusun makalah ini saya menyadari bahwa makalah ini belum
sempurna dan masih banyak kekurangan disana sini, baik mengenai materi
maupun cara penyajiannya. Oleh karena itu, kritik dan saran-saran dari siapapun
yang bersifat membangun sangat saya harapkan.
Akhirnya kami menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Mojokerto, 15 November

2019

i
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 2
C. Tujuan................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian........................................................................................... 3
B. Etiologi................................................................................................ 3
C. Patofisiologi.........................................................................................4
D. Pathway................................................................................................5
E. Manisfestasi Klinis..............................................................................5
F. Penatalaksanaan...................................................................................6
G. Komplikasi...........................................................................................7
H. Pencegahan RDS..................................................................................8
I. Pengkajian............................................................................................8
J. Pemeriksaan Penunjang.....................................................................10
K. Pembahasan Kasus.............................................................................11
BAB III Penutup
A. Kesimpulan .......................................................................................17
B. Saran-saran ....................................................................................... 17
Daftar Pustaka

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih
panjang daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja
aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif. Pada
keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang paling sering
adalah takipneu. Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh
berbagai kelainan organic, trauma, alargi, insfeksi dan lain-lain. Gangguan dapat
terjadi sejak bayi baru lahir (Bobak, Lowdermik.  2013)
RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline
membrane disease merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru dimana
terjadi gangguan pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30 % dari kematian
neonatus diakibatkan oleh RDS atau komplikasi yang dihasilkannya (Behrman,
2004 didalam Leifer 2011).
Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan pembentukan atau
pengeluaran surfaktan sebuah kimiawi paru-paru. Surfaktan merupakan suatu
campuran lipoprotein aktif dengan permukaan yang melapisi alveoli dan
mencegah alveoli kolaps pada akhir ekspirasi. (Bobak, 2013).
Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60 x/menit) ,
pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting
(merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis lain,
seperti: hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda lain RDS meliputi hipoksemia,
hiperkabia, dan asidosis respiratory atau asidosis campuran (Bobak, 2013).
Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin
antenatal steroid dan postnatalsurfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di
USA 1,72% dari kelahiran bayi hidupperiode 2002-1987. Sedangkan jaman
modern sekarang ini dari pelayanan NICU turun menjadi 1%.Di negara
berkembang termasuk Indonesia belum ada laporan tentang kejadianRDS.
 Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane
Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi

1
surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi
dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan
selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga
menghambat fungsi surfaktan. Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan
kematian pada bayi prematur adalah Respiratory Distress Syndrome (RDS).
Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat
501-1500 gram (lemons et al,2001).
Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan
menurun sejak digunakan surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman 2000). Saat ini
RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus. Defisiensi surfaktan
diperkenalkan pertamakali oleh Avery dan Mead pada 1959 sebagai faktor
penyebab terjadinya RDS.
Penemuan surfaktan untuk RDS termasuk salah satu kemajuan di bidang
kedokteran, karena pengobatan ini dapat mengurangi kebutuhan tekanan ventilator
dan mengurangi konsentrasi oksigen yang tinggi. Hasil-hasil dari uji coba klinik
penggunaan surfaktan buatan (Willkinson,2003), surfaktan dari cairan amnion
manusia ( Merrit,2002), dan surfaktan dari sejenis lembu/bovine (Enhoring,2003)
dapat dipertanggungjawabkan dan dimungkinkan. Surfaktan dapat diberikan
sebagai pencegahan RDS maupun sebagai terapi penyakit pernapasan pada bayi
yang disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan surfaktan.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum

Tujuan pembuatan makalah ini untuk memperoleh pengetahuan mengenai

sindrom gawat napas.

2. Tujuan khusus

Mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswi mengenai sindrom gangguan

pernapasan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease
(HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan
terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. (Malloy & Freeman
2000).
RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature
dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara
kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray
thorak yang spesifik (Stark,2002).
RDS adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.RDS dikatakan sebagai Hyaline
Membrane Disesae (Suryadi, 2001).
RDS adalah suatu sindrom kegawatan pada pernafasan yang terdiri atas gejala
dispneu, pernafasan cepat lebih dari 60 kali permenit, sianosis, merintih pada saat
ekspirasi; terdapat retraksi pada suprasternal, interkostal dan epigastrium. Pada
penyakit ini terjadi perubahan paru yaitu berupa pembentukan jaringan hialin pada
membran paru yang rusak.Kerusakan pada paru timbul akibat kekurangan
komponen surfaktan pulmonal. Surfaktan adalah suatu zat aktif yang memberikan
pelumasan pada ruang antar alveoli sehingga dapat mencegah pergesekan dan
timbulnya kerusakan pada alveoli yang selanjutnya akan mencegah terjadinya
kolaps paru. (Yuliani, 2001)

B. Etiologi
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya
produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22,
makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4
faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia
perinatal, maternal diabetes, secsiocaesaria. (Bobak, Lowdermik.  2013)

3
Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan
untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga
pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan
daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala
tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini
dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan
disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang menunjukan
sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin
(PMH).

C. Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang,
pengembangan kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah, produksi
surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada
alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan
fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari
normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi
hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10%
protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga
agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak
berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru
memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi,
adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan
edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi
dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi
tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini.
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau
volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan
epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi

4
matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli
dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan
surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini
adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi
yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Bronchopulmonal Displasia (BPD).

D. Pathway

E. Manifestasi Klinis
Gejala utama Gawat napas / distress respirasi pada neonatus yaitu :

5
 Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per
menit)
 Sianosis sentral pada suhu kamaryang menetap atau memburuk pada 48-96
jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik
 Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi
 Grunting : suara merintih saat ekspirasi
 Pernapasan cuping hidung

Tabel 2. Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes

Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit
Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat
retraksi
Sianosis Tidak ada Sianosis hilang Sianosis menetap
sianosis dengan 02 walaupun diberi
O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan stetoskop tanpa alat bantu
Evaluasi: < 3 = gawat napas ringan
4-5 = gawat napas sedang
> 6 = gawat napas berat

F. Penatalaksanaan
1.   Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu
diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara
meletakkan bayi dalam incubator. Kelembapan ruangan juga harus adekuat.
2.  Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati
karena berpengaruh kompleks pada bayi premature.pemberian oksigen yang
terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti fobrosis paru,dan
kerusakan retina. Untuk mencegah timbulnya komplikasi pemberian oksigen
sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan analisa gas darah arteri. Bila fasilitas

6
untuk pemeriksaan analisis gas darah arteri tidak ada, maka oksigen diberikan
dengan konsentrasi tidak lebih dari 40% sampai gejala sianosis menghilang.
3.  Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan
homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan glukosa
5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah
60-125 ml/kgBB/hari. Asidosis metabolic yang selalu dijumpai harus segera
dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara intravena yang berguna untuk
mempertahankan agar pH darah 7,35-7,45. Bila tidak ada fasilitas untuk
pemeriksaan analisis gas darah, NaHCO3 dapat diberi langsung melalui
tetesan dengan menggunakan campuran larutan glukosa 5-10% dan NaHCO3
1,5% dalam perbandinagn 4:1
4.   Pemberian antibiotic. bayi dengan PMH perlu mendapat antibiotic untuk
mencegah infeksi sekunder. dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-
100.000 U/kgBB/hari atau ampisilin 100 mg/kgBB/hari, dengan atau tanpa
gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari.
5.   Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan
eksogen (surfaktan dari luar). Obat ini sangat efektif tapi biayanya sangat
mahal.

G. Komplikasi
1.   Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :
a.   Ruptur alveoli
Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada
bayi dengan RDS yang tiba2 memburuk dengan gejala klinis hipotensi,
apnea, atau bradikardi.
b.   Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni.
Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum
vena, kateter, dan alat respirasi.
c.   Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventricular

7
Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan
frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
d.   PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan
komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi
surfaktannya.
2.  Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
a.   Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen
pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.BPD berhubungan dengan
tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan
ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A.
b.   Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.

H. Pencegahan RDS
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada
bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah
tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan
manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi.
Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah:
− Mencegah kelahiran < bulan (premature).
− Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis.
− Management yang tepat.
− Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM.
− Optimalisasi kesehatan ibu hamil.
− Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam.

I. Pengkajian
Riwayat maternal
-   Menderita penyakit seperti diabetes mellitus

8
-   Kondisi seperti perdarahan placenta
-   Tipe dan lamanya persalinan
-   Stress fetal atau intrapartus
Status infant saat lahir
-  Prematur, umur kehamilan
-   Apgar score, apakah terjadi aspiksia
-    Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar
Cardiovaskular
-    Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
-    Murmur sistolik
-    Denyut jantung dalam batas normal
Integumen
-   Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
-     Pitting edema pada tangan dan kaki
-     Mottling
Neurologis
-     Immobilitas, kelemahan, flaciditas
-     Penurunan suhu tubuh
-     Pulmonary
- Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x )
-      Nafas grunting
-      Nasal flaring
-      Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
-      Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan
persentase desaturasi hemoglobin
-      Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea
Status Behavioral
-      Lethargy
Study Diagnostik
-     Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma
dengan overdistensi duktus alveolar
-    Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.

9
Data laboratorium
-     Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion
(untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
   Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan
maturitas paru
   Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
   Tingkat phosphatydylinositol
-    Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60
mmHg, saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
-     Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel
alveolar yang rusak
J. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia
Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan
asam basa
Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia
dapat menyebabkan atau memperberat takipnea
Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas
Darah rutin dan hitung Leukositosis menunjukkan adanya infeksi
jenis Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis
Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen
Sumber: Hermansen

K. PEMBAHASAN KASUS
a. Kasus

Seorang Ibu bernama Siti melahirkan seorang bayi berjenis kelamin laki-
laki disuatu Rumah sakit dengan usia kehamilan 32 minggu dan status kehamilan
G3 P3 Ao ketuban pecah dini kemudian Ibu Siti melahirkan prematur secara
secsio caesaria. Kemudian setelah di lahirkan kurang lebih 2 hari kemudian bayi

10
tersebut mengalami sesak napas dan disertai dengan perubahan warna biru pada
sekitar bibir dan kuku (sianosis). Setelah dilakukan pengamatan retraksi dinding
dada berlebihan, nafas 80x/menit dan pernafasan dengan menggunakan cuping
hidung Selain itu suhu tubuh mencapai 37,7 C.

b. Analisa Kasus

DO: usia kehamilan 32 minggu, ketuban pecah dini, retraksi dinding dada
berlebihan. RR: 80x/menit s: 37,7 C

DS : Ibu Klien mengatakan setelah melakukan persalinan prematur 2 hari


kemudian anaknya mengalami perubahan warna menjadi biru pada area sekitar
mulut dan kuku selain itu bayi tersebut juga susah untuk bernafas

c. Pembahasan
Bila bayi mengalami sesak napas begitu lahir atau 1-2 hari kemudian,
biasanya disebabkan adanya kelainan jantung atau paru-paru. Hal ini bisa terjadi
pada bayi dengan riwayat kelahiran normal atau bermasalah, semisal karena
ketuban pecah dini atau lahir prematur. Pada bayi prematur, sesak napas bisa
terjadi karena adanya kekurangmatangan dari organ paru-paru. Paru-paru
harusnya berfungsi saat bayi pertama kali menangis, sebab saat ia menangis, saat
itu pulalah bayi mulai bernapas. Tapi pada bayi lahir prematur, karena saat itu
organnya tidak siap, misalnya gelembung paru-paru tak bisa mekar atau
membuka, sehingga udara tidak masuk. Itu sebabnya ia tak bisa menangis. Ini
yang namanya penyakit respiratory distress syndrome (RDS). Tidak membukanya
gelembung paru-paru tersebut karena ada suatu zat, surfactan, yang tak cukup
sehingga gelembung paru-paru atau unit paru-paru yang terkecil yang seperti
balon tidak membuka. Ibaratnya, seperti balon kempis. Gejala pada kelainan
jantung bawaan adalah napas sesak. Ada juga yang misalnya sedang menyusui
atau beraktivitas lainnya, mukanya jadi biru dan ia jadi pasif. Jadi, penyakitnya itu

11
utamanya karena kelainan jantung dan secondary-nya karena masalah pernapasan.
Jadi, biasanya sesak napas yang terjadi ini tidak bersifat mendadak. Walaupun
demikian, tetap harus segera dibawa ke dokter.

d. ANALISA DATA
No Data Penunjang Etiologi Problem
1 Ds: -  Atelaksasis Gangguan pola
Do:  Menurunnya ventilator nafas
      RR 70 x/menit  CO2 meningkat
      Retraksi dinding dada  Perfusi perifer jaringan
(+)  Sulfaktan menurun
      Retraksi dinding
efigastrium (+)
      Bayi tampak lemah
2 Ds: -  Metabolisme menurun Resiko tinggi
Do:  Bayi tidak bisa hipotermi.
      Suhu bayi 36,2 °C memproduksi panas
tubuh sesuai kebutuhan
 Panas tubuh mudah
hilang
3 Ds: klien mengatakan  Hospitalisasi Gangguan rasa
kapan anaknya bisa  Kurangnya pengetahuan aman cemas
pulang  Cemas
Do:
      Ibu tampak cemas
      Ibu menangis Anak
sakit

e. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan belum terbentuknya zat sulfaktan
dalam tubuh
2. Resiko tinggi gangguan termoregulasi: hipotermi berhubungan dengan belum
terbentuknya lapisan lemak pada kulit.

12
3. Kecemasan ortu berhubungan dengan kurang pengetahuan ortu tentang
kondisi bayi

f. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Dx Tujuan Intervensi Rasional
1 Gangguan pola Setelah dilakukan  Observasi pola  Mengetahui
nafas perawatan dalam 3 x nafas frekuensi nafas
berhubungan 24 jam, gangguan  Observasi TTV  Mengetahui
dengan belum pola nafas  Tempatkan bayi keadaan umum
terbentuknya berkurang. pada tempat yang bayi
zat sulfaktan hangat  Mempertahankan
dalam tubuh  Berikan terapy suhu tubuh
O2 sesuai dengan Membantu
kebutuhan  Memenuhi suplai
 Kolaborasi O2
pemberian terapy  Obat-obatan
obat mungkin
dibutuhkan
dalam pemberian
terapi
2 Resiko tinggi Tupan:  Tempatkan bayi  Mencegah
gangguan Setelah dilakukan pada tempat terjadinya
termoregulasi: tindakan yang hangat hipotermi
hipotermi keperawatan selama  Pantau suhu  Mengetahui
berhubungan 3 x 24 jam tubuh setiap 2 perubahan suhu
dengan belum diharapkan suhu jam yang terjadi
terbentuknya tubuh tetap normal.
lapisan lemak Tupen:
pada kulit. Suhu 37oC
Bayi tidak
kedinginan
3 Kecemasan Tupan:       Kaji tingkat   Mengetahui koping

13
ortu Setelah dilakukan kecemasan individu
berhubungan tindakan       Berikan penjelasan   Meningkatkan
dengan kurang keperawatan selama tentang keadaan pengetahuan orang
pengetahuan 3 x 24 jam klien saat ini tua
ortu tentang diharapkan cemas      Berikan kesempatan
kondisi bayi keluarga klien kepada keluarga   Membina hubungan
berkurang untuk saling percaya
mengungkapkan
Tupen: perasaan
Ibu tidak menangis      Anjurkan keluarga
Mimik verbal tidak untuk tetap
cemas mengunjungi
bayinya

L. Implementasi Keperawatan

No No DX Tanggal Implementasi Respon


1 I Selasa, 4 o Mengobservasi pola /R: klien tampak
Desember nafas gelisah
2017 o Mengobsevasi TTV Respirasi : 66
Pukul 21.00 o Menempatkan bayi x/menit
WIB pada tempat yang /R : Klien Tampak
hangat lemah
o Melakukan kolaborasi Suhu: 36. 2  o C
pemberian terapy obat Nadi: 128 x/menit
Respirasi :
66x/menit
/R : klien tampak
lemah
/R : Klien terlihat
meringis
H:
Sabital  2 x 15mg/
hari
II Selasa, 4 o Menempatkan bayi / R : Klien tampak
Desember pada tempat yang lemah
2017 hangat / R : Klien tampak
Pukul 22.00 o Memantau suhu tubuh gelisah
WIB setiap 2 jam H : Suhu : 36.5 °C
III Kamis, 7 o Mengkaji tingkat /R : Orang tua
Desember kecemasan klien mau
2017 o Memberikan menjawab
Pukul 06.00 penjelasan tentang pertayaan perawat

14
WIB keadaan klien saat ini H : Orang tua klien
o Memberikan tampak cemas
kesempatan kepada /R : Keluarga
keluarga untuk bertanya mengenai
mengungkapkan keadaan bayinya
perasaan H : Keluarga
o Menganjurkan mengetahui
keluarga untuk tetap keadaan bayinya.
mengunjungi bayinya /R : Keluarga mau
mengungkapkan
perasaannya
H : Keluarga
khawatir dengan
keadaan bayinya
saat ini dan
berharap bayinya
cepat dibawa
pulang
/H : Orang tua
jarang
mengunjungi
bayinya.
2 I Rabu, 5 o Mengobservasi pola /R: klien gelisah
Desember nafas Respirasi : 72
2017 o Mengobsevasi TTV x/menit
Pukul 21.00 o Menempatkan bayi /R : Klien Tampak
WIB pada tempat yang lemah
hangat Suhu: 36  o C
o Melakukan kolaborasi Nadi: 134 x/menit
pemberian terapy obat Respirasi :
72x/menit
/R : klien tampak
lemah

/R : Klien tampak
meringis
H:
Sabital  2 x 15mg/
hari
II Rabu, 5 1. Menempatkan bayi pada / R : Klien tampak
Desember tempat yang hangat lemah

15
2017 2. Memantau suhu tubuh
Pukul 21.00 setiap 2 jam
WIB / R : Klien tampak
gelisah
H : Suhu : 36.5 °C

M. EVALUASI
No Diagnosa Evaluasi Keperawatan
1 I Selasa, 4 Desember 2017. Pukul 23.00 WIB

S:-
O : Keadaan Bayi hipoaktif, klien gelisah, nafas cepat
66 x / menit
A : Gangguan pola nafas belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
I:
o Kaji pola nafas klien
o Observasi TTV
o Kolaborasi pembererian obat sesuai kebutuhan.

2 II Selasa, 4 Desember 2017. Pukul 23.00 WIB


S:-
O : Suhu tubuh 36,5 oC 
A : Resiko tinggi Gangguan termoregulasi
Hypotermoregulasi belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
I : o Kaji suhu tubuh setiap hari

3 III Selasa, 4 Desember 2017. Pukul 23.00 WIB


S : Ibu klien mengatakan senang melihat kondisi
anaknya
O : Ibu klien tersenyum, ibu tidak menangis
A : Gangguan rasa aman cemas teratasi
P : Tingkatkan pengetahuan keluarga

16
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai Hyaline Membrane Disesae. Penyebab terjadinya RDS yaitu kurang/tidak
adanya surfaktan dalam paru-paru. Namun terdapat beberapa faktor predisposisi,
yaitu bayi dari ibu diabetes, persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu,
kehamilan multijanin, persalinan SC, persalinan cepat, asfiksia, stress dingin, dan
riwayat bayi sebelumnya terkena RDS.Bayi prematur lahir dengan kondisi paru
yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang
efektif. Hal ini merupakan faktor kritis dalam terjadi RDS, ketidaksiapan paru
menjalankan fungsinya tersebut disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya
surfaktan. Manifestasi klinis pada bayi yang menderita RDS dantaranya yaitu
kesulitan dalam memulai respirasi normal, dengkingan (grunting) pada saat
ekspirasi, refraksi sternum dan interkosta, nafas cuping hidung, dan sianosis pada
udara kamar.Komplikasi yang timbul akibat RDS yaitu antara lain ruptur alveoli,
dapat timbul infeksi, perdarahan intrakranial dan leukomalasia periventrikular.

17
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi yaitu Bronchopulmonary
Dysplasia (BPD) dan retinopathy prematur. Pengobatan yang biasa diberikan
selama fase akut penyakit RDS adalah antibiotika, furosemid, fenobarbital,
vitamin E, metilksantin (teofilin dan kafein). Pemeriksaan penunjang pada RDS
yaitu seri rontgen dada, bronchogram udara, data laboratorium, dan profil paru.
Diet untuk pasien dengan RDS yaitu

B. Saran
Semoga Makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan
saran sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermik.  2013. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta :


EGC
Leifer, Gloria. 2011. Introduction to maternity & pediatric nursing. Saunders
Elsevier : St. Louis Missouri
Perwawirohardjo, Sarwano. 2013. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka
Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.
Wong. Donna L. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC.

18

Anda mungkin juga menyukai