Anda di halaman 1dari 46

PEDOMAN PENURUNAN PREVALENSI STUNTING DAN WASTING

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apa itu Stunting?

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat


kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK)1. Kondisi gagal tumbuh pada anak balita disebabkan oleh
kurangnya asupan gizi dalam waktu lama serta terjadinya infeksi berulang,
dan kedua faktor penyebab ini dipengaruhi oleh pola asuh yang tidak
memadai terutama dalam 1.000 HPK2. Anak tergolong stunting apabila
panjang atau tinggi badan menurut umurnya lebih rendah dari standar
nasional yang berlaku. Standar dimaksud terdapat pada buku Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA) dan beberapa dokumen lainnya.
Penurunan stunting penting dilakukan sedini mungkin untuk
menghindari dampak jangka panjang yang merugikan seperti
terhambatnya tumbuh kembang anak. Stunting mempengaruhi
perkembangan otak sehingga tingkat kecerdasan anak tidak maksimal.
Hal ini berisiko menurunkan produktivitas pada saat dewasa. Stunting juga
menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit. Anak stunting berisiko
lebih tinggi menderita penyakit kronis di masa dewasanya. Bahkan,
stunting dan berbagai bentuk masalah gizi diperkirakan berkontribusi pada
hilangnya 2-3% Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya3.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan pada


2018 menemukan 30,8% mengalami stunting. Walaupun prevalensi
stunting menurun dari angka 37,2% pada tahun 2013, namun angka
stunting tetap tinggi dan masih ada 2 (dua) provinsi dengan prevalensi di
atas 40%
b. Penyebab Stunting
Penyebab langsung masalah gizi pada anak termasuk stunting
adalah rendahnya asupan gizi dan status kesehatan. Penurunan stunting
menitikberatkan pada penanganan penyebab masalah gizi, yaitu faktor
yang berhubungan dengan ketahanan pangan khususnya akses terhadap
pangan bergizi (makanan), lingkungan sosial yang terkait dengan praktik
pemberian makanan bayi dan anak (pengasuhan), akses terhadap
pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan (kesehatan),
serta kesehatan lingkungan yang meliputi tersedianya sarana air bersih
dan sanitasi (lingkungan). Keempat faktor tersebut mempengaruhi asupan
gizi

I. TUJUAN PEDOMAN
1. Mengetahui standart ketenagaan di Pelayanan Stunting dan
Wasting di RSUD Prof. Dr. Soekandar.
2. Mengetahui standart fasilitas di Pelayanan Stunting dan
Wasting di RSUD Prof. Dr. Soekandar.
3. Mengetahui tata laksana Pelayanan Stunting dan Wasting di
RSUD Prof. Dr. Soekandar.
4. Mengetahui persediaan logistik di Pelayanan Stunting dan
Wasting di RSUD Prof. Dr. Soekandar.
5. Mengetahui keselamatan pasien dalam Pelayanan Stunting dan
Wasting di RSUD Prof. Dr. Soekandar.
6. Mengetahui keselamatan kerja dalam Pelayanan Stunting dan
Wasting di RSUD Prof. Dr. Soekandar
7. Mengetahui pengendalian mutu Pelayanan Stunting dan
Wasting di RSUD Prof. Dr. Soekandar.

II. RUANG LINGKUP PELAYANAN


Stunting merupakan suatu strategi penangganan kasus gizi
buruk pada bayi dan balita yang terkait dengan pelayanan Instalasi
Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat
Inap, ,Instalasi Farmasi, Instalasi gizi, Dan Instalasi Rekam Medis.
III. BATASAN OPERATIONAL
.1 Peningkatan pemahaman dan kesadaran seluruh staf, pasien dan
keluarga tentang masalah stunting dan wasting di Rumah Sakit

Rumah sakit dapat melakukan upaya peningkatan pemahaman dan


kesadaran dengan mengadakan inhouse training kepada seluruh staf atau
melakukan penyuluhan kepada pasien dan keluarga pasien tentang
masalah stunting dan wasting.

.2 Intervensi Spesifik di Rumah Sakit

Adapun intervensi Spesifik di Rumah Sakit Prof dr Soekandar dapat


dilakukan secara langsung kepada pasien rawat inap atau pasien rawat
jalan yang meliputi :

1. Pemberian Tablet Besi Folat pada ibu hamil


2. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada ibu hamil
3. Promosi dan konseling IMD dan ASI Eksklusif
4. Pemberian makanan bayi dan anak (PMBA)
5. Pemantauan Pertumbuhan (Pelayanan Tumbuh Kembang bayi dan
balita)
6. Pemberian Makanan Tambahan Balita Gizi Kurang
7. Pemberian obat cacing pada anak dan ibu hamil

3 Penerapan Rumah Sakit Sayang Ibu Bayi

Rumah Sakit Prof dr Soekandar memberikan pelayanan fasilitas


kesehatan berupa pemeriksaan kehamilan dari trisemester pertama
sampai trisemester ketiga untuk memantau perkembang janin dan status
gizi ibu hamil

.4 Rumah sakit sebagai pusat rujukan kasus stunting dan wasting

Rumah Sakit Prof dr Soekandar menerima rujukan kasus stuting


dan wasting dari fasilitas kesehatan lainnya maupun dari puskesmas yang
ada di wilayah Mojokerto
5 Rumah sakit sebagai pendamping klinis dan manajemen serta
merpakan jejaring rujukan

Dalam hal ini Rumah Sakit Prof dr Soekandar menjalin kerjasama


dengan membentuk jejaring rujukan kepada puskesmas dibawahnya

IV. LANDASAN HUKUM


• Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005- 2025.

• Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

• Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

• Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana


Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024.

• Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 tentang


Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi.

• Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat


Hidup Sehat.

• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2018 tentang


Standar Pelayanan Minimal.

• Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 100 tahun


2018 tentang Penerapan Standar Pelayanan Minimal.

• Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan


Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia Nomor 11
tahun 2017 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat.

• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2014


tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 tahun 2014
tentang Pemantauan Pertumbuhan, Perkembangan dan Gangguan
Tumbuh Kembang Anak.

• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2019


tentang Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan.

• Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/


Menkes/577/2018 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Stunting
Kementerian Kesehatan.

• Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585/Menkes/


SK/V/2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di
Puskesmas.

• Pedoman Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku dalam Percepatan


BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Dalam melaksanakan Pelayanan program Stunting dan
Wasting di RSUD Prof. Dr. Soekandar dipimpin oleh Koordinator
Stunting dan Wasting Distribusi ketenagaan TIM prevalensi
penurunan stunting disesuaikan dengan kualifikasi dan beban kerja
yang ada. Untuk distribusi ketenagaan TIM stunting sesuai dengan
tugas masing - masing:

Tabel 2.1 Pola Ketenagaan TIM stunting di RSUD Prof. Dr. Soekandar

Kualifikasi Tenaga
Nama Jumlah
Yang Ket
Jabatan Formal Non Formal Kebutuhan
Ada

Koordinator Dokter Pelatihan 1 orang. 3 Cukup.


Spesiali Pelayanan orang.
Program
s Anak stunting dan
stunting
dan wasting di
medis Rumah Sakit .

Koordinator S1 Pelatihan 2 orang. 2 orang Cukup.


Rawat Inap Kepera Pelayanan
perinatologi watan. program
dan ank stunting dan
wasting

Koordinator S1 Pelatihan 1 orang. 1 Cukup.


Rawat Jalan Kepera Pelayanan orang.
poli anak watan. stunting dan
wasting
Koordinator DIV Pelatihan 1 orang 1 orang cukup
Kebidan Pelayanan
Rawat jalan
an stunting dan
poli
kandungan wasting

Koordinator S1 - Pelatihan 1 orang. 1 Cukup.


Farmasi. Farmasi Pelayanan orang.
. program
stunting dan
wasting

Koordinator D3 gizi Pelatihan 1 orang. 1 Cukup.


Gizi Pelayanan orang.
program
stunting dan
wasting

Humas rs perawat Pelatihan 1 orang. 1 Cukup.


Pelayanan orang.
program
stunting dan
wasting

Pelatihan
Pelayanan
Koordinator DOKTE
program 1 orang 1orang Cukup.
UGD R UGD
stunting dan
wasting

10
10
TOTAL ORAN CUKUP
ORANG
G
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Tim stunting berjumlah 10 orang dan sesuai dengan struktur
organisasi TIM stunting terbagi menjadi Koordinator program stunting,
Koordinator Rawat Inap perinatologi dan anak , Koordinator Instalasi
Rawat Jalan anak dan kandungan, Instalasi gizi, Dan humas rs,
Instalasi Farmasi.Koordinator unit gawat darurat

C. PENGATURAN JAGA
1.Di intalasi gawat darurat terdapat dokter yang mampu melayani kegawat
daruratan maternal ,neonatal dan anak

2. Dokter spesialis anak siap 24 jam menangani kasus neonatal dan anak
(terjadwal)

3. Dokter spesialis kebidanan dan kandungan siap 24 jam menangani


kasus maternal (terjadwal)

4Tenaga bidan dan perawat siap 24 jam melayani kasus


maternal,neonatal,,Anak (terjadwal)

5.Tenaga penunjang (farmasi,gizi,)

6 Tenaga farmasi

BAB III

STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANGAN
Terlampir
B. STANDAR FASILITAS
Fasilitas yang cukup harus tersedia bagi staf medis sehingga
dapat tercapai tujuan dan fungsi pelayanan program stunting dan
wasting yang optimal bagi pasien . Dengan kriteria sebagai berikut
Dalam rangka program penurunan prevalensi stunting harus di
penuhi hal-hal sebagai berikut :
1. Ruang rawat inap yang leluasa dan nyaman
2. Ruang tindakan gawat darurat dengan instrumen dan bahan yang
lengkap
3. Protokol pelaksanaan dan uraian tugas pelayanan termasuk
koordinasi internal.
Kriteria Umum Ruangan:
1. Struktur Fisik
a. Spesifikasi ruang tidak kurang dari 15-20 m2
b. Lantai harus ditutup dengan lantai porselen atau plastik
c. Dinding harus ditutup dengan porselen atau di cat dengan
bahan yang bisa dicuci atau dilapis keramik
d. Langit-langit di cat dengan cat yang bisa dicuci
e. Unit harus memiliki area untuk menyiapkan susu formula dan
area laktasi
f. Minimal tersedia 6 outlet listrik untuk setiap pasien
g. Harus ada 1 lemari dan meja untuk penyimpanan bahan di
ruangan
h. Harus tersedia kulkas khusus untuk susu formula dan ASI
2. Kebersihan
a. Cat dan lantai harus berwarna terang sehingga kotoran
dapat terlihat dengan mudah
b. Ruang harus bersih dan bebas debu, kotoran, sampah atau
limbah rumah sakit
c. Hal tersebut berlaku pula untuk lantai, mebel, perlengkapan,
instrumen, pintu, jendela, dinding, steker listrik dan langit-
langit.
3. Pencahayaan
a. Pencahayaan harus memadai dan sesuai dengan area
dalam ruangan
b. Pencahayaan harus terang dan memadai baik cahaya alami
atau buatan atau listrik
c. Semua jendela harus diberi kawat nyamuk agar serangga
tidak masuk
d. Listrik harus berfungsi baik, kabel dan steker tidak
membahayakan dan semua lampu berfungsi baik dan kokoh
e. Tersedia lampu emergensi
f. Harus ada cukup lampu untuk setiap neonatus.
4. Ventilasi
a. Ventilasi dapat mencakup sumber alami (jendela), harus
cukup jika dibandingkan dengan ukuran ruang.
b. Kipas angin atau pendingin ruang harus berfungsi baik
c. Diperlukan pendingin ruangan, suhu ruangan dipertahankan
pada 24-26 OC.
d. Pendingin ruang harus dilengkapi filter (sebaiknya anti
bakteri).
5. Pencucian Tangan
a. Tersedia 1 wastafel (uk 50 cm x 60 cm x 15 cm) dengan
campuran air panas dan dingin (bila memungkinkan), kran
harus dapat dibuka dengan siku.
b. Wastafel harus dilengkapi dengan dispenser sabun atau
desinfektan yang dikendalikan dengan siku.
c. Wastafel, keran air dan dispenser harus dipasang pada
ketinggian yang sesuai.
d. Tidak boleh ada saluran pembuangan air yang terbuka.
e. Pasokan air harus cukup.
f. Harus ada handuk atau tisu sekali pakai untuk
mengeringkan tangan, diletakkan di sebelah wastafel.
g. Di ruangan neonatus, untuk setiap 3 inkubator harus tersedia
1 wastafel.
Kriteria Khusus Ruangan :
1. Area Cuci Tangan Neonatus dan anak
Di ruang dengan lebih dari satu tempat tidur, jarak tempat tidur
dengan wastafel paling jauh 6 meter dan paling dekat 1meter
2. Area Resusitasi dan Stabilisasi di Ruang anak dan Neonatus /
IGD
a. Paling kecil ruangan berukuran 6 m 2 dan ada di dalam unit
perawatan khusus
b. Tujuan kamar ini adalah memberikan pelayanan darurat
untuk stabilisasi kondisi pasien, misalnya syok, henti jantung,
hipotermia, asfiksia dan apabila perlu menolong pasien
darurat serta resusitasi.
c. Perlu dilengkapi dengan meja resusitasi bayi, inkubator dan
peralatan resusitasi lengkap.
d. Kamar PONEK bayi membutuhkan :
1) Ruang berukuran 15 m2
2) Berisi Troli dan lemari darurat
3) Tempat tidur bersalin serta tiang infus
4) Inkubator transpor
5) Pemancar panas
6) Meja, kursi
7) Aliran udara bersih dan sejuk
8) Pe Pencahayaan
9) Lampu sorot dan lampu darurat
10)Mesin isap
11)Defibrilator
12)Oksigen dan tabungnya atau berasal dari sumber
dinding (outlet)
13)Lemari berisi : perlengkapan obat/infus
14)Alat resusitasi anak dan bayi
15)Wastafel dengan air mengalir dan antiseptik
16)Alat komunikasi dan telepon ke kamar neonates dan
anak
17)Nurse station dan lemari rekam medik
e. Sarana pendukung meliputi : toilet, kamar tunggu keluarga,
kamar persiapan peralatan (linen dan instrumen), kamar
kerja kotor, kamar jaga, ruang sterilisator dan jalur ke ruang
bersalin/kamar operasi terletak saling berdekatan dan
merupakan bagian dari Unit Gawat Darurat.
3. Ruang Neonatal
Unit Perawatan Neonatal Normal
a. Ruangan terpisah (ruangan perawatan neonatus) atau rawat
gabung ibu – bayi harus tersedia di semua RS atau pusat
kesehatan dengan unit atau ruang bersalin ( tidak
memandang berapa jumlah persalinan setiap hari ).
b. Jumlah boks bayi harus melebihi jumlah persalinan rata-rata
setiap hari.
c. Suhu dalam ruangan harus terkontrol (24-26 OC)

Unit Perawatan Neonatal dengan Resiko Tinggi level II


a. Unit asuhan khusus harus dekat dengan ruang bersalin, bila
tidak memungkinkan kedua ruangan harus berada di gedung
yang sama dan harus jauh dari tempat lalu lintas orang.
b. Area yang diperlukan tidak boleh < 12 m 2( 4 m2 untuk tiap
pasien).
c. Unit harus memiliki kemampuan untuk mengisolasi bayi :
1) Area terpisah
2) Area terpisah dalam unit
3) Inkubator di area khusus
d. Ruang harus dilengkapi paling sedikit enam steker listrik
yang dipasang dengan tepat untuk peralatan listrik. Steker
harus mampu memasok beban listrik yang diperlukan, aman
dan berfungsi baik.
e. Minimal harus ada jarak 1 meter antar inkubator atau tempat
tidur bayi.
Unit Perawatan Neonatal dengan Resiko Tinggi level III
a. Fasilitas fisik serupa dengan tingkat II ditambah unit asuhan
intensif BBL (NICU) yang harus berada dekat ruang bersalin
dan jauh dari lalu lintas orang.
b. Ukuran ruangan NICU 18 m2 paling sedikit 6-8 m 2 untuk
setiap pasien.
c. Struktur fisik ruangan NICU yang lain serupa struktur fisik
unit neonatologi tingkat II
4. Area Laktasi
Minimal ruangan berukuran 6 m 2, dilengkapi dengan kursi,
wastafel dan tempat sampah.
5. Area Pencucian Inkubator
Minimal ruangan berukuran 6-8 m 2 dilengkapi dengan pasokan air
dan lubang pembuangan.
6. Ruang Operasi
a. Unit operasi diperlukan untuk tindakan operasi seksi sesarea
dan laparotomia.
b. Idealnya sebuah kamar operasi mempunyai luas : 25 m
dengan lebar minimum 4 m, di luar fasilitas : lemari dinding.
Unit ini sekurang-kurangnya ada sebuah bagi bagian
kebidanan.
c. Harus disediakan unit komunikasi dengan kamar bersalin. Di
dalam kamar operasi harus tersedia : pemancar panas,
inkubator dan perlengkapan resusitasi dewasa dan bayi.
d. Ruang resusitasi ini berukuran : 3 m 2 . Harus tersedia
sumber listrik.
e. Kamar pulih ialah ruangan bagi pasien paska bedah dengan
standar luas ; 8 m2 / bed, sekurang-kurangnya ada 2 tempat
tidur, selain itu isi ruangan adalah : meja,kursi perawat,
lemari obat, mesin pemantau tensi/ saturasi oksigen dsb,
tempat rekam medik, inkubator bayi, troli darurat.
f. Harus dimungkinkan pengawasan langsung dari meja
perawat ke tempat pasien. Demikian pula agar keluarga
dapat melihat melalui kaca.
g. Perlu disediakan alat komunikasi ke kamar bersalin dan
kamar operasi, serta telepon. Sekurang-kurangnya ada 4
sumber listrik/bed.
h. Fasilitas pelayanan berikut perlu disediakan untuk unit
operasi :
1) Nurse station yang juga berfungsi sebagai tempat
pengawasan lalu lintas orang.
2) Ruang kerja kotor yang terpisah dari ruang kerja bersih
– ruang ini berfungsi membereskan alat dan kain kotor.
Perlu disediakan tempat cuci wastafel besar untuk cuci
tangan dan fasilitas air panas/dingin. Ada meja kerja
dan kursi-kursi, troli-troli.
3) Saluran pembuangan kotoran/cairan
4) Kamar pengawas OK : 10 m2
5) Ruang tunggu keluarga : tersedia kursi-kursi, meja dan
tersedia toilet.
6) Kamar sterilisasi yang berhubungan dengan kamar
operasi. Ada autoklaf besar berguna bila darurat.
7) Kamar obat berisi lemari dan meja untuk distribusi obat.
8) Ruang cuci tangan ( scrub) sekurangnya untuk dua
orang, terdapat di depan kamar operasi / kamar
bersalin.Wastafel l harus dirancang agar tidak membuat
basah lantai. Air cuci tangan dianjurkan air yang steril
dan mengalir.
9) Ruang kerja bersih berisi meja dan lemari berisi linen,
baju dan perlengkapan operasi dan troli pembawa
linen.
10)Ruang gas/ tabung gas
11)Gudang alat anestesi : alat/mesin yang sedang
direparasi- dibersihkan, meja dan kursi.
12)Gudang 12 m2: tempat alat-alat kamar bersalin dan
kamar operasi.
13)Kamar ganti : pria dan wanita masing-masing 12 m 2 ,
berisi loker, meja, kursi dan sofa/tempat tidur, ada toilet
3 m2.
14)Kamar diskusi bagi staf dan para medik : 15 m2.
15)Kamar jaga dokter : 15 m2
16)Kamar paramedik : 15 m2
17)Kamar rumatan rumah tangga (housekeeping) berisi ;
lemari, meja, kursi, peralatan mesin isap, sapu, ember,
perlengkapan kebersihan dsb.
18)Ruang tempat brankar dan kursi dorong.
7. Ruang Penunjang harus disediakan seperti :
a. Ruang perawat / bidan
b. Kantor perawat
c. Ruang rekam medik
d. Toilet staf
e. Ruang staf medik
f. Ruang loker staf / perawat
g. Ruang rapat / konferensi
h. Ruang keluarga pasien
i. Ruang cuci
j. Ruang persiapan diperlukan bila ada kegiatan persiapan
alat/ bahan
k. Gudang peralatan
l. Ruang kotor-peralatan-harus terpisah dari ruang cuci/ steril.
Ruang ini mempunyai tempat cuci dengan air panas-dingin,
ada meja untuk kerja
m. Ruang obat : wastafel, meja kerja dsb.
n. Ruang linen bersih
o. Dapur kecil untuk pembagian makan pasien.

Kriteria Peralatan dan Perlengkapan Umum :


a. Area Cuci Tangan
1) Wastafel
Wastafel cuci tangan ukuran cukup besar sehingga air
tidak terciprat dan dirancang agar air tidak tergenang
atau tertahan.
2) Wadah gaun bekas
3) Rak / gantungan pakaian
4) Rak sepatu
5) Lemari untuk barang pribadi
6) Wadah tertutup dengan kantong plastik
Harus disediakan wadah terpisah untuk limbah organik
dan non organik
7) Sabun
Tersedia sabun dalam jumlah cukup, lebih disukai
sabun cair antibakteri dalam dispenser dengan pompa.
8) Handuk
Harus ada handuk untuk mengeringkan tangan. Dapat
berupa kain bersih / tissu.
b. Area Resusitasi dan Stabilisasidi Ruang Neonatus / IGD
1) Steker Listrik
a) Ruang harus dilengkapi paling sedikit tiga steker
yang dipasang dengan tepat untuk peralatan
listrik.
b) Steker harus mampu memasok beban listrik yang
diperlukan, aman dan berfungsi baik.
2) Meja periksa Untuk neonatus
a) Meja harus ditutup dengan lapisan kasur busa,
lembar plastik utuh dan seprei bersih.
b) Bagian logam harus bebas karat
3) Jam Dinding
Harus menunjukan waktu yang tepat dan berfungsi
baik.
4) Meja perlengkapan
5) Selimut
Harus ada cukup selimut untuk menutupi ibu dalam
jumlah yang sesuai dengan perkiraan persalinan.
6) Perlengkapan
7) Pasokan Oksigen
Level SCN
a) Harus ada dua tabung oksigen dengan satu
regulator dan pengukur aliran (jika ada oksigen
dengan sistem pipa di dinding. Lihat standar untuk
level NICU).
b) Tabung oksigen cadangan harus terisi penuh.
c) Harus ada pengatur kadar oksigen.

Level Intermediate / NiCU


a) Harus ada oksigen dengan sistem pipa dengan
jumlah outlet yang sama dengan jumlah
penghangat.
b) Harus ada dua tabung oksigen dengan satu
regulator dan pengatur aliran sebagai cadangan.
c) Tabung oksigen cadangan harus selalu terisi
penuh.

Kriteria Peralatan dan Perlengkapan Khusus :


a. Unit Perawatan Khusus
1) Steker Listrik
Ruang harus dilengkapi paling sedikit enam steker yang
dipasang dengan tepat untuk peralatan listrik. Steker
harus mampu memasok beban listrik yang diperlukan,
aman dan berfungsi baik.
2) Mebel lemari Instrumen
a) Harus ada satu lemari dan meja untuk
penyimpanan bahan pasokan umum, selain dari
lemari dan meja untuk menyimpan bahan-bahan
untuk isolasi.
b) Rak dan lemari kaca tidak boleh retak
3) Lemari Es
4) Meja
a) Harus ada meja di area administrasi dan
penyuluhan
b) Harus dicat dengan bahan yang dapat dibersihkan
5) Kursi
Harus ada tiga kursi di area administrasi dan edukasi
yang berfungsi baik.
6) Wadah sampah tertutup dengan kantong plastik.
7) Jam dinding
Harus menunjukan waktu yang tepat dan berfungsi
baik.
8) Pasokan oksigen dan medical air / udara tekan.
Level II
a) Harus ada dua tabung oksigen dan empat tabung
medical air, masing-masing satu regulator dan
pengatur aliran.
b) Aliran (jika ada oksigen dan medical air dengan
sistem pipa di dinding, lihat standar untuk tingkat
III/ NICU
c) Tabung oksigen dan medical air cadangan harus
selalu terisi penuh.
d) Harus ada pengatur kadar oksigen dan medical
air.
9) Lampu Darurat
10)Inkubator Asuhan Normal
a) Paling sedikit harus ada 3 incubator yang
berfungsi baik
b) Paling sedikit harus ada jarak 1 m2 antara
inkubator / tempat tidur bayi
11)Penghangat (Radiant Warmer)
Paling sedikit harus ada satu penghangat yang
berfungsi baik.
12)Timbangan Bayi
Paling sedikit harus ada satu timbangan bayi yang
berfungs i baik di setiap ruangan.
13)Alat / Instrumen
a) Harus ada ekstraktor vakum yang berfungsi baik
b) Ada forsepsnaegle
c) Ada AVM
d) Harus ada pompa vacum listrik yang dapat dibawa
dengan pengatur
e) Hisapan, slang dan resevoar bersih atau kanister
sebagai cadangan.
14)Pulse Oksimeter
15)Cadangan listrik darurat
Harus ada generator listrik cadangan yang dioperasikan
jika pasokan listrik utama tidak ada.
16)Kamar Bersalin
Harus ada wastafel besar untuk cuci tangan penolong
dan sumber listrik sebanyak 4 pada titik yang berbeda.

Dengan tambahan :
Pasokan oksigen dan medical air level III
1) Harus ada oksigen medical air dengan sitem pipa
dengan jumlah outlet yang sama dengan jumlah alat
penghangat.
2) Harus ada dua tabung oksigen dan empat tabung
medical air, masing-masing dengan satu regulator dan
pengatur aliran serta cadangan.
3) Tabung cadangan harus selalu terisi penuh.

Jenis Peralatan Neonatal


a. Minimal 5 incubator termasuk inkubator asuhan intensif
Level II dengan asumsi 1 ruangan minimal 12 m 2 dengan
maksimal 3 incubator, tersedia :
1) 1 unit terapi sinar
2) 1 alat pemantau Kardio respirasi
3) 1 pulse oksimeter
4) 1 syringe pump
5) 8 steker untuk setiap inkubator

Untuk setiap inkubator harus tersedia :


1) 1 uotlet oksigen pada level II
2) 1 outlet udara bertekanan pada level II
3) 1 penghisap pada level II

b. 2 Unit alat terapi sinar konvensional dan atau intensif


c. 1 Alat pengukur ikterus
d. Alat pemeriksa glukosa
e. Complete set nasal CPAP
f. Tabung oksigen cadangan / konsentrator oksigen
g. Tabung medical air cadangan
h. Perangkat resusitasi
i. Analisis gas darah
j. Lemari es untuk menyimpan ASI perah
k. Alat pasteurisasi ASI perah.

Jenis Peralatan dan Perlengkapan Anestesiologi dan Terapi


intensif
No Jenis Alat Strata / Klafisikasi Pelayanan

Primer Sekunder Tersier Rujukan


tertinggi

1. Mesin anestesi yang


mempunyai anti hipoksik
device dengan circle
system dengan O2 dan + + + +

N2O2 dan udara tekan


(air), dengan vaporiser
untuk volatil agent

2. Set Anestesia Pediatrik + + + +

3. Ventilator yang digerakan


dengan O2 tekan atau
udara tekan, ventilator ini + + + +

harus dapat dihubungkan


dengan mesin anestesi

4. Nasopharingeal Airway
ukuran dewasa (semua
ukuran), Oropharingeal + + + +

Airways, resusitasi set,


Defibrilator unit, sarana
krikotirotomi

5. Laringoskop dewasa
dengan daun lengkang + + + +
ukuran 1-4, bougi dan
LMA

6. Laringoskop bayi + + + +

7. Konektor dari pipa


orodan nasotrakeal + + + +
dengan mesin anestesi

8. Pipa trakea oral / nasal


dengan cuff + + + +
(plainendotraceal tube)
no. 2, 21/2, 3, 31/2, 4,
41/2, 5

9. Pipa trakea spiral no. 5,


51/2, 6, 61/2, 7, 71/2, 8, + + + +
81/2, 9, 91/2

10. Pipa orotrakea dengan


cuff (cufforothraceal tube) + + + +
no. 51/2, 6, 61/2, 7, 71/2,
8, 81/2, 9, 91/2

11. Pipa nasotrakea dengan


cuff no. 51/2, 6, 61/2, 7, + + + +
71/2, 8, 81/2, 9

12. Magilforseps ukuran + + + +


dewasa

13. Magilforseps ukuran anak + + + +

14. Stetoskop + + + +

15. Tensimeternoninvansif + + + +

16. Timbangan berat badan + + + +

17. Termometer + + + +
18. Infusion standar + + + +

19. Sikat pembersih pipa


trakea, ukuran nkecil dan + + + +
besar

20. Pulseoksimeter + + + +
sederhana

21. EKG + + + +

22. Perlengkapan anestesi + + + +


regional

23. Suction Pump + + + +

24. Medicine Cabinet + + + +

25. Double bowel stand + + + +

26. Patient trolley + + + +

27. Scrub-up + + + +

28. Medicine trolley + + + +

29. Resusitation set + + + +

30. Intubation set + + + +

31. Oksigen konsentrat +/- + + +

32. Defibrilator with monitor +/- ++ + +

33. Ventilator - + + +

34. Respirator - + + +

35. CVP set - + + +

36. Monitor EKG - + + +

37. Tabung N2O + + + +


38. ICU bed - + + +

39. Examination Lamp - + + +

40. Mobile - + + +
sphygnomonmeter

41. Oksigen apparatus + - + + +


floumeter

42. Alat trakeotomi set - - + +

43. Bronkoskop pipa kaku - - + +


(segala Ukuran)

44. Bronkoskop serat optik


fleksibel (segala macam - - + +
ukuran)

45. Unit kantong terisi


sendiri, katup sungkup + - + +
(segala ukuran)

46. Ventilator oksigen picu - - + +


tangan

47. Sungkup muka + + + +

48. Sistem pemberian - - + +


oksigen portable

49. Tourniquet + + + +

50. Celana anti segala + + + +

51 Elektrokardioskop - - + +

52. AC/DC Defibrilator


dengan pedal dada - - + +
dewasa, anak dan bayi
53. Alat inhalasi N2O dan O2 - - + +

54. Jarum akupuntur - - + +

55. Troliresusitasi bayi - - + +

56. Spirometri - - + +

57. Alat pompa infus + + + +

58. Mesin anestesi dengan


N2O, dilengkapi dengan
ventilator - - + +

59. Sirkuit bisa untuk - - + +


dewasa, anak dan bayi

60. Alat Monitoring gas - - + +


anestesi

61. O2 + gas-gas medik + - + +

62. EKG monitor AC- - - + +


Dcsinglecharviel

63. Pemantauan O2 dan - - + +


CO2

64. Alat pemantauan


frekuensi nafas dengan - - + +
alarm

65. Stetoskop nadi - - + +

66. CVP perifer - - + +

67. Ultrasonik nebulizer - - + +

68. Alat-alat terapi oksigen - - + +

69. Anestesia blok syaraf - - + +


70. Anestesia blok intravena - - + +

71. Anestesiasubsarachnoid - - + +

72. Anestesiaperidural - - + +

73. Ultrasonografi - - + +

74. Difficult Airways device


seperti video laringoskop, - - - +
lightward, LMA C Trach

75. Alat penghangat pasien - + + +


(blankatroll)

76. Alat pantau kesadaran


seperti BIS monitor/ - - + +
Entropy/ Index of
conciousnesa

77. Alat pemanas infus + + + +

78. SyingePump - + + +

79. Alat target kontrol - - + +


infusion
BAB IV
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN

IV.1 PELAYANAN RAWAT JALAN BALITA (6-59 BULAN)


Dilakukan di faskes primer (puskesmas/pustu, klinik praktik dokter)
yang memilikitenaga kesehatan yang mampumemberikan pelayanan gizi
kurang/buruk dan meliliki perlengkapan yang diperlukan. Layanan rawat
jalan di lakukan seminggu sekali untuk :
1. Penilaian status gizi dan pematauan peningkatan berat badan
2. Pemeriksaan kesehatan dan terapi
3. Pemberian terapi gizi berupa pangan untuk keperluan medis
khusus(PKMK) antara lain RUTF dan F-100
4. Pemberian informasi/konseling tentang pemberian makan bayi dan
anak sesuai dengan umur,stimulasi tumbuh kembang, pola hidup
bersih dan sehat dan pemanfaatan jamban keluarga.
5. Pemberian pelayanan imunisai, obat cacing dan vitamin A.

IV.2 PELAYANAN RAWAT INAP BALITA


Pelayanan rawat inap bisa dilakukan di rumah sakit atau
puskesmas rawat inap yang ada fasilitas dokter, ahli gizi dan apoteker
untuk terapi fase stabilisasi

27
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. ALUR paisen stunting dan wasting

PASIEN
 gizi buruk tanpa
komplikasi
 Gizi buruk dg
komplikasi

INSTALASI LOKET
GAWAT DARURAT PENDAFTARAN

-POLI
INSTALASI
KANDUNGAN
RAWAT JALAN
-POLI ANAK

INSTALASI
FARMASI PASIEN PULANG
RAWAT INAP
PENANGANAN GIZI
BALITA GIZI
BURUKBU

B.TATA LAKSANA DETEKSI DINI PASIEN STUNTING


PENCEGAHAN:
1.PENCEGAHAN GIZI BURUK PADA BAYI 0-6 BULAN
Gizi buruk pada bayi di bawah usia 6 bulan dapat terjadi sejak dalam
kandungan atau setelah lahir,atau akibat adanya penyakit/kelainan
bawaan.untuk mencegah hal tersebut perlu upaya peningkatan
kesehatan ibu dengan pelayanan antenatal sesuai standar termasuk

28
mengatasi penyakit kronis pada ibu,pemberian makanan tambahan
pada ibu hamil kek,pemberian bukau kia,edukasi tentang imd dan
promosi asi eksklusif
2.PENCEGAHAN GIZI BURUK PADA BALITA 6-59 BULAN
Deteksi dini dapat dilakukan dengan ;
a.MENIMBANG BERAT BADAN BALITA
b. mengukur lingkar lengan atas(LILA) BALITA USIA 6-59 BULAN
dengan menggunakan pita LILA warna
c.Mengidentifikasi balita yang terlihat sangat kurus yang
mempunyai LILA,12,5 cm,
d. Mengidentifikasi kemungkinan adanya pitting edema bilateral
e.Mengidentifikasi bayi < 6 bulan yang terlalu lemah atau sulit
menyusu
TATA LAKSANA TERDIRI ATAS
1.RAWAT JALAN: Untuk balita usia 6-59 bulan dengan gizi buruk
tanpa komplikasi
a.setiap balita yang berkunjung di periksa dengan pendekatan
MTBS
b prosdur yang dilakukan
I anamnesis riwayat kesehatan balita: riwayat
kelahiran,imunisasi,menyusui dan nafsu makn,riwayat keluarga dan
penyakit
ii pemeriksaan fisik
-pemeriksaan fisik umum :kesadaran ,suhu tubuh, pernafasan,nadi
-pemeriksaan fisik khusus
iii-pemeriksaan penunjang sesuai kebutuhan
iv pemberian obat sesuai hasil pemeriksaan
.Antibiotik bersektrum luas di berikan saat pertama kali balita
masuk rawat jalan,walaupun tidak ada gejala klinis infeksi:amoksilin
(25 mg/kg per oral setiap 12 jam )selama 5 hari

29
.Paracetamol hanya dii berikan pada demam lebih dari 38 C.pantau
suhu tubuh balita dan bila demam >39 C sarankansujuk balita ke
rawat inap
v Kebutuhan gizi untuk balita gizi buruk tanpa komplikasi
Energi :150-220 kkal/kgbb/hari
Protein “4-6 g/kgBB/hari
Cairan :150-200 ml/kgBB/hari
Vii Pemberian konseling kepada pengasuh tentang cara pemberian
RUTF atau F-100
Viii Lakukan pencatatan hasil layanan dalam rekam medis dan
formulir rawat jalan /ERM
table 1 kriteria masuk dan keluar layanan rawat jalan balita gizi buruk

Kriteria masuk ke layanan Kriteria keluar dari layanan


rawat jalan rawat jalan secara Klinis
Membaik Selama 2 Mg
berturut-Turut atau 2 kali
kunjungan)
-LILA,15.5 cm (merah) dan -LILA >12.5 cm(hijau) dan atau
/atau skor–z BB/PB(atau -skor-z BB/PB(atau BB/TB) >-2
BB/TB)< -3 SD sd
-tanpa komplikasi
-edema (+1,+2) -tidak ada edema,secara klinis
baik

2 RAWAT INAP :
Kriteria
a. rawat inap pada bayi < 6 bulan dengan gizi buruk dengan atau
tanpa komplikasi
b. balita gizi buruk usia 6-59 bulan dengan komplikasi /atau edema
+3 dan atau penyakit penyerta yang diduga dapat menyebabkan
gizi buruk seperti TB dan HIV
.semua bayi berusia di atas 6 bulan dengan berat badan kurang
dari 4 kg

30
1. rawat inap pada balita 6-59 bulan gizi buruk
tujuan rawat ianp bagi balita gizi buruk dg komplikasi di atas 6
bulan dg bb < dari 4 kg sebagai berikut
a. mengupayakan stabilisasi kondisi balita dengan
mengembalikan metabolism untuk keseimbangan
elektrolit,normalisasi metabolism dan mengembalikan fungsi
organ
b. menangan komplikasi ,yaitu penyakit infeksi dan
komplikasi lainnya
c. memberikan makanan bergizi untuk
mengejarvpertumbuhan yang dilakukan secara perlahan
dan ditingkatkan dengan hati-hati agar tidak membebani
system
d. memberikan layanan rehabilitasi gizi lengkap
e. memberikan layanan rujukan rawat inap kepda balita
gizi buruk yang semula menjalani rawat jalan
penilaian ketika masuk rawat inap
penilaian awal di fokuskan pada hal-hal berikut:
a. penegakan diagnosis komplikasi/penyakit penyerta mengancam
nyawa dan segera lakukan layanan darurat untuk mengatasinya
b. konfirmasi status gizi buruk dengan pengukuran BB,PB atauTB dan
LILA sebagai data awal untuk pemantauan selanjutnya.setrlah itu
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap kemudian
dengan tindkan lainnya berdasarkan 10 langkah tata laksana gizi
buruk
c. hasil pemeriksaan di catat pada rekam medis pasien dan bagan
rawat ianp
tiga fase dalam terapi rawat inap
terdapat tiga fase dalam tata laksana rawat inap yaitu :
a. fase stabilisai
b. fase transisi
c. fase rehabilitasi

31
tabel 2. Tindakan pelayanan rawat inap balita gizi buruk menurut
fasenya
NO TINDAKAN FASE FASE FASE FASE
PELAYANAN STABILISAS TRANSIS REHABILITAS TIND
LANJUT
I I I
Mg 7-26
Hr 1-2 Hr 3-7 Mg 2-6
1 Mencegah dan v
mengatsi
hipoglikemia
2. Mencegah dan v
mengatasi
hipothermia
3. Mencegah dan v
mengatasi v
dehidrasi
4. Mmperbaiki v v
gangguan
keseimangan
elektrolit
5 Mengobati v v v v
infeksi
6 Mempebaiki Tanpa fe Tanpa Dengan fe Dengan
kekurangan zat fe fe
gizi mikro
7 Memberikan v v v v
makanan untuk
fase stabilisasi
dan transisi
8 Memberi v v
makan untuk
tumbuh kejar
9 Memberikan v v v v
simulasi untuk

32
tumbuh
kembang
10. Mempersiapka v v
n untuk tindak
lanjut di rumah

a. fase stabilisasi
pada fase ini di prioritaskan penanganan kegawatdaruratan
yang mengancam jiwa
i Hipoglikemia
balita gizi buruk dg kadar gula darah < 3 mmo/L atau , 54 mg/dl
tatalaksana :
-Berikan 50 ml larutan glukosa 10% secara ogt,segera di
lanjyutkan dengan pemberian formula 75
-F-75 yang pertama atau modifikasinya diberikan 2jam sekali
dalam 24 jam dilanjutkan 2-3 jam selama minimal dua hari
-bila masih mendapat asi teruskan pemberian asi di luar jadwal
pemberian f-75
- jika anak tidak sadar/letargi berikan D10 % secara iv sebanyak
5ml/kg BB,atau larutan glukosa 50 ml dengan NGT
Pemantauan;
Bila GDA awal rendah ulangi GDA setelah 30 menit
- jika kadar gula di bawah 3 mmol/L < 54 mg/dl ulangi
pemberian D10%
- Jika suhu aksilar , 36 c atau bial kesadaran memburuk,mungkin
hipoglikemi disebabkan hipothermia ulangi pengukuran kadar
gulan darah

pencegahan

33
-Beri F-75 sesegera mungkin,berikan setiap 2 jam selama 24 jam
pertama
-perhatikan setiap kondisi balita beri makan teratur dan jaga balita
tetep hangat
-periksa adanya distensi abdominal

ii Hipotermia
hipotermia(suhu aksilar kurang dari 36% sering di temukan pada
balita gizi buruk bersama dg hipoglikemia menandakan adanya
infeksi berat
Tatalaksana
-hangatkan tubuh balita dengan menutup seluruh tubuh termasuk
kepala dengan pakaian dan selimut
-juga dapat di gunakan pemanas atau lampu di dekatnya (40 w
dengan jarak 50 cm dari tubuh balita,atau lakukan perawatan pmk
Pemantauan
- Ukur suhu aksila setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi
36,6 c atau lebih.jika digunakan pemanas ukur sushu tip
setengah jam
- Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut
terutama pada malam hari
- Periksa kadar gula darah bila di temukan hipotermia
Pencegahan
- letakkan tempat tidur di area yang hangat di bagian bangsal
yg bebas angin
- Ganti pakaian dan sprei yang basah
- Hindarkan anak dari suasana dingin
- Biarkan anak tidur di peluk orang tuanya agar tetap hangat
- Beri makan f-75 setiap 2 jam sesgera mungkin
- Hati hati bila menggunakan pemanas ruangan atau lampu pijar
hindari penggunaan botol panas dan lampu neon
iii Dehirdasi dan gangguan keseimbangan elektrolit

34
diagnosis dan derajat dehidrasi pada balita gizi buruk sulit di
tegakkan secara akurat dengan gejala klinis saja ,semua balita
gizi buruk dengan diare /penurunan jumlah urin di anggap
mengalami dehidrasi ringan,hypovolemia dpat teradi bersamaan
dengan adanya edema
TATALAKSANA
- Jangan gunakan infus untuk rehidrasi,kecuali pada kasus
dehidrasi berat dengan syok
- Beri ReSoMal secara oral atau melalui NGT lakukan lebih
lambat dari rehidrasi pada anak dengan gizi baik
- Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam
- Jika masih diare,beri ReSoMal setiap kali diare untuk usia ,2
tahun:50-100ml stiap buang air besar,usia > 2 tahun :100-200
ml setiap buang air besar
Jika balita dalam keadaan syok atau dehidrasi berat tapi tidak
memungkinkn untuk di beri rehidrasi oral/melalui NGT maka rehidrasi
diberikan melalui infus cairan RL dan D10% dengan perbandingan 1;1
jumlah cairan yang di berikan sebanyak 15 ml/kg BB selama 1 jam atau 5
tetes/menit/kg BB

PEMANTAUAN
Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap 30
menit selama 2 jam pertama,kemudian tiap jam sampai 10 jam
berikutnya,waspada terhadap gejala kelebihan cairan,yang sangat
berbahaya dan bias mengakibatkan gagal jantung dan
kematian.periksalah:
- frekwensi nafas dan nadi
- frekwensi miksi
- frekwensi buang air besar dan muntah
selama proses rehidrasi,frekwensi nafas dan nadi akan berkurang dan
mulai ada diuresis.Tanda membaiknya hidrasi antara lain:kembalinya air
mata,mulut basah,cekung mata dan fontanel berkurang dan turgor kulit
membaik.Bila di temukan tanda kelebihan cairan(frekwensi nafas

35
meningkat 5x/menit dan frekwensi nadi 15x/menit)hentikan segera
pemberian cairan /ReSoMal dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam
untuk pembuatan ReSoMal,gunaan 45 ml larutan KCL 10% sebagai
pengganti 40 ml larutan mineral- mix,sedangkan untuk pembuatan f-75
dan f-100 gunakan 22,5ml larutan KCL 0% sebagai pengganti 20 ml
larutan mineral-mix.Berikan larutan zn-asetat 1,5 %secara oral dengan
dosis 1 ml/kg BB . Beri MgSo4 50% IM,1X/hr dengan dosis 0,3 ml/kg BB/
hari maksimum 2 ml
PENCEGAHAN
Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan
- Jika anak masih mendapat asi,lanjutkan pembrian asi
- Berikan f-75 sesegera mungkin
Anak dengan dehidrasi juga sering kali mengalami gangguan
keseimbangan elektrolit seperti defisiensi kalium dan magnesium
iv Infeksi
Balita gizi buruk seringkali menderita berbagai jenis
infeksi,namun sering tidak ditemukan tanda/gejalanya infeksi bakteri
seperti demam.Karena itu semua balita gizi buruk di anggap
menderita infeksi pada saai datang ke faskes dan segera di beri anti
biotik,Hipoglikemi dan Hipotermia sering kali merupakan tanda infeksi
berat
Tata laksana
- Berikan kepda semua balita gizi buruk antibiotika dengan
spectrum luas
- Imunisai campak jika balita berusia > 6 bulan dan belum pernah
diimunisasi atau mendapatkan imunisasi campak sebelum usia
9 bulan.imunisasi di tunda bila balita dalam keadaan syok
Plihan antibiotic berspektrum luas
- Bila tanda komplikasi beri amoksisilin (25 mg/kg per oral setiap
12 jam ) selam 5 hari
- Pada balita gizi buruk dengan komplikasi
(hipoglikemi,hipotermia,penurunan ksadaran,atau terlihat sakit)

36
atau komplikasi lainnya maka berikan antibiotika parenteral
(IM/IV):
A. Ampicilin (50 mg/kg IM atau IV setiap 6 jam selama 2 hari
kemudian dilanjutkan dengan amoksisilin oral 25-40
mg/kg BB seyiap 8 jam selama 5 hari
B. Genta mici 7,5 mg/kg IM atau IV sehari sekali selam 7
hari
C. Pemilihan jenis antibiotika juga disesuaikan dengan pola
resistensi kuman setempat .catatan :metronidazole 7,5
mg/kg setip 8 jam selama 7hr dapat diberikan sebagai
tambahan antibiotika berspektrum luas,namun
efektifitasnya belum di tegakkan dengan uji klinis
D. Berikan terapi untuk penyakit infeksi sesuai dengan
standart terapi yang berlaku seperti malaria,meningitis,tb
dan hiv
Pemantauan
Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibioyika tersebut
diatas,lanjutkan terapi sampai 10 hari. Jika nafsu makan membaik lakukan
penilaian ulang menyeluruh
Terapi untuk cacingan
Berikan pirantel pamoat dosis tunggal atau albendazol dosis tunggal atau
mebendazole 100 mg per oral dua kali sehari selama 3 hari jika hasil
pemeriksaan tinja positif
b. Fase transisi
Dari kondisi stabil ke kondisi yang memenuhi syarat untuk
menjalani rawat jalan.fase transisi di mulai ketika
- Komlpikasi medis teratasi
- Tidak ada hipoglikemia
- Nafsu makan pulih
- Edema berkurang
c. Fase rehabilitasi

37
Setelah fase transisi balita mendapatkan perawatan lanjutan ke
fase rehabilitasi di layanan rawat jalan atau tetap di layanan
rawat inap bila tidak tersedia laynan rawat jalan
Tata laksana
- Kebutuhan zat gizi pada fase rehabilitasi adalah :
Energy :150-220 kkal/kg BB/hari
Protein :4-6 g/kg BB/hari
- Bila menggunakan RUTF:sama seperti pemberian RUTF pada
layanan rawat jalan
- Bila menggunakan f-100 lihat tabel 3
Tabel3. Kebutuhan gizi untuk gizi buruk menurut fasenya
Zat gizi stabilisasi transisi rehabilitasi
energi 80-100 100-150 150-220
kkal/kgBB/hr kkal/kgBB/hr kkal/kgBB/hr
Protein 1//kgBB/hr 2-3 4-6
g/kgBB/hr g/kgBB/hr
cairan 130 ml/kgBB/hr 150 150-200
atau ml/kgBB/hr ml/kgBB/hr
100 ml/kgBB/hr
Bila ada edema
berat

Pemantauan
Bila terdapat gejala dini gagal jantung langkah2 berikut
perlu segera dilakukan:
- Volume makanan di kurangi menjadi 100 ml/kg BB/hr di
berikan setiap 2 jam
- Selanjutnya volume makanan di tingkatkan perlahan-lahan
115 ml/kgBB/hr selama 24 jam berikutnya,130 ml/kgBB /hr
selama 48 jam berikutnya selanjutnya tingkatkan setiapkali
makan dg 10 ml
- Penyebab di telusuri kemudian diatasi

38
-
BAB V
KESELAMATAN PASIEN

A. PENGERTIAN
Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk asesmen resiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko
pasien, pelaporan dan analisis inseden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya dan implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko.
Sedangkan insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian
situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan
harm (penyakt, cidera, cacat, kematian, dan lain – lain) yang tidak
seharusnya terjadi.

B. TUJUAN
Tujuan sistem itu adalah mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan aatau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Selain itu sistem
keselamatan pasien ini memepunyai tercipta budaya keselamatan
pasien di Rumah Sakit, meningkatnya akuntanbilitas rumah sakit
terhadap pasien dan masyarakat menurunnya kejadian tidak
diharapkan dirumah sakit dan terlaksananya program – program
pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak
diharapkan.

C. TATA LAKSANA KESELAMATAN PASIEN


Dalam melaksanakan keselamatan pasien terdapat tujuh langkah
menuju Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Adapun langkah sebagai
berikut:

39
a. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien. Menciptakan
kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.
b. Memimpin dan mendukung karyawan. Membangun komitmen dan
fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien.
c. Mengintegrasikan aktifitas pengelolaan resiko. Mengembangkan
sistem dan proses pengelolaan resiko, serta melakukan identifikasi
dari asesmen hal potensi bermasalah.
d. Mengembangkan sistem pelaporan. Memastikan karyawan agar
dengan mudah dapat melaporkan kejadian atau insiden serta rumah
sakit mengatur pelaporan kepada KKP-RS (Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit).
e. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Mengembangkan
cara – cara komunikasi yang terbuka dengan pasien.
f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien.
Mendorng karyawan untuk melakukan analisis akar masalah untuk
belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.
g. Mencegah cidera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.
Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian atau masalah
untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan.
Dalam melaksanakan keselamatan pasien standar keselamatan
pasien harus ditetapkan. Standar keselamatan tersebut sebagai berikut:
a. Hak pasien.
b. Mendidik pasien dan keluarga.
c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.
d. Penggunakan metode – metode peningkatan untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.
e. Peran kepemimpinan dalam keselamatan pasien.
f. Mendidik karyawan tentang keselamatan pasien.
g. Komunikasi yang merupakan kunci bagi karyawan untuk mencapai
keselamatan pasien.

Langkah – langkah penerapan keselamatan di rumah sakit:

40
a. Menerapkan unit kerja yang bertanggung jawab mengelola Program
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
b. Menyusun Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit jangka
pendek 1-3 tahun.
c. Mensosialisasikan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
d. Mengadakan Pelatihan Keselamatan Pasien Rumah Sakitbagi
jajaran managemant dan karyawan.
e. Menetapkan sistem pelaporan insiden (peristiwa keselamatan
pasien).
f. Menerapkan tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien di Rumah
Sakit seperti tersebut diatas.
g. Menerapkan Standar Keselamatan Pasien di Rumah Sakit (seperti
tersebut diatas).
h. Melakukan self asessment dengan instrument akreditasi pelayanan.
i. Program khusus Keselamatan Pasien di Rumah Sakit.
j. Mengetahui secara periodik pelaksanaan program Keselamatan
Pasien di Rumah Sakit dan kejadian yang tidak diharapkan.

Sasaran Keselamatan Pasien di RSUD Prof. Dr. Soekandar


a. Ketepatan Identifikasi Pasien.
Ketepatan Identifikasi Pasien adalah ketepatan penelitian identitas
pasien sejak awal pasien masuk sampai dengan pasien keluar
terhadap semua pelayanan yang diterima oleh pasien. Setiap pasien
TB yang datang ke RSUD Prof. Dr. Soekandarharus diverifikasi
ientitasnya dengan menggunakan nama dan alamat atau nama dan
tanggal lahir. Untuk kepentingan rekam medis TB dan memudahkan
pelacakan jika diperlukan, alamat penderita TB harus lengkap
(kecamatan,/ Kelurahan/ RT/ RW) dan menyertakan fotokopi Kartu
Identitas Resmi (KTP/ SIM)

41
b. Peningkatan Komunikasi Yang Efektif.
Peningkatan Komunikasi Yang Efektif adalah komunikasi lisan yang
menggunakan prosedur “SBAR”, Write, Read, and Repear Back
(Recomfim).
c. Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai.
Obat-obatan perlu diwaspadai(High Alert Medicauntion) adalah obat
yang sering menyebabkan terjadi kesalahan atau kesalahan serius
(Sentinel Event), dan obat yang beresiko tinggi yang menyebabkan
dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome). Untuk OAT yang
waktu penggunaannya jangka panjang.
d. Penaggulangan Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan.
Penaggulangan Resiko Infeksi merupakan tantangan terbesar dalam
tatanan pelayanan kesehatan. Infeksi bisa dijumpai dalam semua
bentuk pelayanan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi dalam
aliran darah, pneumonia yang sering berhubungan dengan ventilasi
mekarus. Pokok eliminasi ini maupun infeksi – infeksi lain adalah
cuci tangan (hand hygiene).
e. Pengurangan Pasien Jatuh.
Pengurangan pengalaman pasien yang tidak direncanakan untuk
terjadinya jatuh. Suatu kejadian jatuh yang tidak disengaja pada
seorang pada saat istirahat yang dapat dilihat/ dirasakan atau
kejadian jatuh yang tidak dapat dilihat karena suatu kondisi tertentu,
seperti stroke, pingsan, dan lainnya. Untuk balita yang rawat inap
dikaji pola resiko jatuhnya. Apabila termasuk beresiko pasien
tersebut dipasang gelang kuning.

42
BAB VI

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Undang – Undang No. 36 Tahun 2009 Pasal 164 Ayat 1


menyatakan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi
pekerja agar hidup sehat, bebas, dari gangguan kesehatan serta
pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Rumah Sakit adalah
tempat kerja termasuk dalam kategori seperti tersebut diatas, berarti wajib
menerapkan upaya kesselamatan dan kesehatan kerja. Program
keselamatan dan kesehatan kerja ditim pendididkan pasien dan keluarga
bertujuan melindungi karyawan dari kemungkinan terjadinya kecelakaan di
dalam dan di luar rumah sakit.
Dalam Undang – Undang 1945 pasal 27 Ayat 2disebutkan bahwa
“Setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”. Dalam hal ini yang dimaksud pekerjaan adalah pekerjaan
yang bersifat manusiawi, yang memungkinkan pekerja dalam keadaan
sehat dan selama, bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
sehingga dapat hidup layak sesuai dengan martabat manusia.
Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan bagian
integral dan perlindungan terhadap pekerja dalam hal ini TB- DOTS dan
perlindungan terhadap Rumah Sakit. Pegawai adalah bagian integral dari
rumah sakit. Jaminan keselamatan dan kesehatan kerja untuk
meningkatkan produktifitas pegawai dan meningkatkan produktifitas
rumah sakit.

A. UNDANG – UNDANG NO. 1 TAHUN 1970TENTANG KESELAMATAN


DAN KESEHATAN KERJA DIMAKSUDKAN UNTUK MENJAMIN:

43
a. Agar pegawai dan setiap orang yang berada ditempat kerja selalu
berada dalam keadaan sehat dan selamat.
b. Agar faktor produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.
c. Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar.
B. FAKTOR – FAKTOR YANG MENIMBULKAN KECELAKAAN DAN
PENYAKIT AKIBAT KERJA DAPAT DIGOLONGKAN PADA 3
KELOMPOK YAITU:
a. Kondisi lingkungan kerja.
b. Kesadaran dan kualitas pekerja.
c. Peranan dan kualitas management.
Dalam kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja,
kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat terjadi bila:
 Peralatan yang tidak memenuhi standar kualitas atau bila sudah
aus.
 Alat – alat produksi tidak disususn secara teratur menurut tahapan
proses produksi.
 Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadai,
ruangan terlalu panas atau terlalu diingin dan Tidak tersedia alat-
alat pengaman.
 Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya
kebakaran dan lain- lain.

C. PERLINDUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN PETUGAS


KESEHATAN
a. Petugas kesehatan yang merawat pasien TB harus mendapatkan
pelatihan sosialisasi mengenai cara penularan dan penyebaran
penyakit. Tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang
sesuai dengan protokol.
b. Petugas yang tidak terlibat langsung dengan pasien harus diberikan
penjelasan umum mengenai penyakit tersebut.
c. Petugas kesehatan yang kontak dengan pasien penyakit menular
melalui udara harus menjaga fungsi saluran pernafasan (tidak

44
merokok, tidak minum air diigin) dengan baik dan menjaga
kebersihan tangan.

D. PETUNJUK PENCEGAHAN INFEKSI UNTUK PETUGAS


KESEHATAN
a. Untuk menjaga trnsmisi penyakit menular dalam tatanan pelayanan
kesehatan, petugas harus menggunakan APD yang sesuai untuk
Kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan Isolasi (berdasarkan
penularan secara kontak, drophlet atau udara) sesuai dengan
penyebaran penyakit APD untuk pelayanan adalah masker, juga baju
kerja serta sarung tangan untuk petugas laboratorium.
b. Semua petugas kesehatan harus mendapatkan pelatihan/ sosialisasi
tentang penyakit infeksi.
c. Semua petugas kesehatan dengan gejala mencurigakan TB
dievaluasi untuk memastikan penyebab, dan ditemukan apakah perlu
dipindah tugaskan dari kontak langsung dengan pasien, terutama
mereka yang bertugas di instalasi perawatan intensif (IPI), ruang
rawat anak, dan ruang bayi.
d. Jika petugas kesehatan mengalami gejala klinik lebih dari 2 minggu,
cek BTA SPS.
e. Pasien TB BTA positif harus mengenakan masker jika berada di
ruang tertutup dan bersama orang lain.

45
BAB IX
PENUTUP

1. Ada program/kegiatan penurunan stunting dan wasting yang


ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit, dengan melakukan kegiatan
yang ada di pelayanan rumah sakit.
2. Ada pertemuan berkala secara formal antara pimpinan rumah sakit
dan tim stunting dan wasting untuk membahas, merencanakan, dan
mengevaluasi kegiatan yang ada.
3. Pelayanan medis serta upaya peningkatan mutu pelayanan medis
tentang stunting dan wasting.
4. Ada laporan dan hasil evaluasi pelaksanaan jejaring internal
5. Ada laporan dan hasil evaluasi pelaksanaan jejaring eksternal.
6. Ada rencana tindak lajut dari hasil evaluasi.

Ditetapkan Di : Mojokerto

Pada Tanggal : 10 Januari 2022

DIREKTUR RSUD Prof. Dr. SOEKANDAR


KABUPATEN MOJOKERTO

DJALU NASKUTUB 46

Anda mungkin juga menyukai