BAB I
PENDAHULUAN
I. TUJUAN PEDOMAN
1. Mengetahui standart ketenagaan di Pelayanan Stunting dan
Wasting di RSUD Prof. Dr. Soekandar.
2. Mengetahui standart fasilitas di Pelayanan Stunting dan
Wasting di RSUD Prof. Dr. Soekandar.
3. Mengetahui tata laksana Pelayanan Stunting dan Wasting di
RSUD Prof. Dr. Soekandar.
4. Mengetahui persediaan logistik di Pelayanan Stunting dan
Wasting di RSUD Prof. Dr. Soekandar.
5. Mengetahui keselamatan pasien dalam Pelayanan Stunting dan
Wasting di RSUD Prof. Dr. Soekandar.
6. Mengetahui keselamatan kerja dalam Pelayanan Stunting dan
Wasting di RSUD Prof. Dr. Soekandar
7. Mengetahui pengendalian mutu Pelayanan Stunting dan
Wasting di RSUD Prof. Dr. Soekandar.
Tabel 2.1 Pola Ketenagaan TIM stunting di RSUD Prof. Dr. Soekandar
Kualifikasi Tenaga
Nama Jumlah
Yang Ket
Jabatan Formal Non Formal Kebutuhan
Ada
Pelatihan
Pelayanan
Koordinator DOKTE
program 1 orang 1orang Cukup.
UGD R UGD
stunting dan
wasting
10
10
TOTAL ORAN CUKUP
ORANG
G
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Tim stunting berjumlah 10 orang dan sesuai dengan struktur
organisasi TIM stunting terbagi menjadi Koordinator program stunting,
Koordinator Rawat Inap perinatologi dan anak , Koordinator Instalasi
Rawat Jalan anak dan kandungan, Instalasi gizi, Dan humas rs,
Instalasi Farmasi.Koordinator unit gawat darurat
C. PENGATURAN JAGA
1.Di intalasi gawat darurat terdapat dokter yang mampu melayani kegawat
daruratan maternal ,neonatal dan anak
2. Dokter spesialis anak siap 24 jam menangani kasus neonatal dan anak
(terjadwal)
6 Tenaga farmasi
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANGAN
Terlampir
B. STANDAR FASILITAS
Fasilitas yang cukup harus tersedia bagi staf medis sehingga
dapat tercapai tujuan dan fungsi pelayanan program stunting dan
wasting yang optimal bagi pasien . Dengan kriteria sebagai berikut
Dalam rangka program penurunan prevalensi stunting harus di
penuhi hal-hal sebagai berikut :
1. Ruang rawat inap yang leluasa dan nyaman
2. Ruang tindakan gawat darurat dengan instrumen dan bahan yang
lengkap
3. Protokol pelaksanaan dan uraian tugas pelayanan termasuk
koordinasi internal.
Kriteria Umum Ruangan:
1. Struktur Fisik
a. Spesifikasi ruang tidak kurang dari 15-20 m2
b. Lantai harus ditutup dengan lantai porselen atau plastik
c. Dinding harus ditutup dengan porselen atau di cat dengan
bahan yang bisa dicuci atau dilapis keramik
d. Langit-langit di cat dengan cat yang bisa dicuci
e. Unit harus memiliki area untuk menyiapkan susu formula dan
area laktasi
f. Minimal tersedia 6 outlet listrik untuk setiap pasien
g. Harus ada 1 lemari dan meja untuk penyimpanan bahan di
ruangan
h. Harus tersedia kulkas khusus untuk susu formula dan ASI
2. Kebersihan
a. Cat dan lantai harus berwarna terang sehingga kotoran
dapat terlihat dengan mudah
b. Ruang harus bersih dan bebas debu, kotoran, sampah atau
limbah rumah sakit
c. Hal tersebut berlaku pula untuk lantai, mebel, perlengkapan,
instrumen, pintu, jendela, dinding, steker listrik dan langit-
langit.
3. Pencahayaan
a. Pencahayaan harus memadai dan sesuai dengan area
dalam ruangan
b. Pencahayaan harus terang dan memadai baik cahaya alami
atau buatan atau listrik
c. Semua jendela harus diberi kawat nyamuk agar serangga
tidak masuk
d. Listrik harus berfungsi baik, kabel dan steker tidak
membahayakan dan semua lampu berfungsi baik dan kokoh
e. Tersedia lampu emergensi
f. Harus ada cukup lampu untuk setiap neonatus.
4. Ventilasi
a. Ventilasi dapat mencakup sumber alami (jendela), harus
cukup jika dibandingkan dengan ukuran ruang.
b. Kipas angin atau pendingin ruang harus berfungsi baik
c. Diperlukan pendingin ruangan, suhu ruangan dipertahankan
pada 24-26 OC.
d. Pendingin ruang harus dilengkapi filter (sebaiknya anti
bakteri).
5. Pencucian Tangan
a. Tersedia 1 wastafel (uk 50 cm x 60 cm x 15 cm) dengan
campuran air panas dan dingin (bila memungkinkan), kran
harus dapat dibuka dengan siku.
b. Wastafel harus dilengkapi dengan dispenser sabun atau
desinfektan yang dikendalikan dengan siku.
c. Wastafel, keran air dan dispenser harus dipasang pada
ketinggian yang sesuai.
d. Tidak boleh ada saluran pembuangan air yang terbuka.
e. Pasokan air harus cukup.
f. Harus ada handuk atau tisu sekali pakai untuk
mengeringkan tangan, diletakkan di sebelah wastafel.
g. Di ruangan neonatus, untuk setiap 3 inkubator harus tersedia
1 wastafel.
Kriteria Khusus Ruangan :
1. Area Cuci Tangan Neonatus dan anak
Di ruang dengan lebih dari satu tempat tidur, jarak tempat tidur
dengan wastafel paling jauh 6 meter dan paling dekat 1meter
2. Area Resusitasi dan Stabilisasi di Ruang anak dan Neonatus /
IGD
a. Paling kecil ruangan berukuran 6 m 2 dan ada di dalam unit
perawatan khusus
b. Tujuan kamar ini adalah memberikan pelayanan darurat
untuk stabilisasi kondisi pasien, misalnya syok, henti jantung,
hipotermia, asfiksia dan apabila perlu menolong pasien
darurat serta resusitasi.
c. Perlu dilengkapi dengan meja resusitasi bayi, inkubator dan
peralatan resusitasi lengkap.
d. Kamar PONEK bayi membutuhkan :
1) Ruang berukuran 15 m2
2) Berisi Troli dan lemari darurat
3) Tempat tidur bersalin serta tiang infus
4) Inkubator transpor
5) Pemancar panas
6) Meja, kursi
7) Aliran udara bersih dan sejuk
8) Pe Pencahayaan
9) Lampu sorot dan lampu darurat
10)Mesin isap
11)Defibrilator
12)Oksigen dan tabungnya atau berasal dari sumber
dinding (outlet)
13)Lemari berisi : perlengkapan obat/infus
14)Alat resusitasi anak dan bayi
15)Wastafel dengan air mengalir dan antiseptik
16)Alat komunikasi dan telepon ke kamar neonates dan
anak
17)Nurse station dan lemari rekam medik
e. Sarana pendukung meliputi : toilet, kamar tunggu keluarga,
kamar persiapan peralatan (linen dan instrumen), kamar
kerja kotor, kamar jaga, ruang sterilisator dan jalur ke ruang
bersalin/kamar operasi terletak saling berdekatan dan
merupakan bagian dari Unit Gawat Darurat.
3. Ruang Neonatal
Unit Perawatan Neonatal Normal
a. Ruangan terpisah (ruangan perawatan neonatus) atau rawat
gabung ibu – bayi harus tersedia di semua RS atau pusat
kesehatan dengan unit atau ruang bersalin ( tidak
memandang berapa jumlah persalinan setiap hari ).
b. Jumlah boks bayi harus melebihi jumlah persalinan rata-rata
setiap hari.
c. Suhu dalam ruangan harus terkontrol (24-26 OC)
Dengan tambahan :
Pasokan oksigen dan medical air level III
1) Harus ada oksigen medical air dengan sitem pipa
dengan jumlah outlet yang sama dengan jumlah alat
penghangat.
2) Harus ada dua tabung oksigen dan empat tabung
medical air, masing-masing dengan satu regulator dan
pengatur aliran serta cadangan.
3) Tabung cadangan harus selalu terisi penuh.
4. Nasopharingeal Airway
ukuran dewasa (semua
ukuran), Oropharingeal + + + +
5. Laringoskop dewasa
dengan daun lengkang + + + +
ukuran 1-4, bougi dan
LMA
6. Laringoskop bayi + + + +
14. Stetoskop + + + +
15. Tensimeternoninvansif + + + +
17. Termometer + + + +
18. Infusion standar + + + +
20. Pulseoksimeter + + + +
sederhana
21. EKG + + + +
27. Scrub-up + + + +
33. Ventilator - + + +
34. Respirator - + + +
40. Mobile - + + +
sphygnomonmeter
49. Tourniquet + + + +
51 Elektrokardioskop - - + +
56. Spirometri - - + +
71. Anestesiasubsarachnoid - - + +
72. Anestesiaperidural - - + +
73. Ultrasonografi - - + +
78. SyingePump - + + +
27
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
PASIEN
gizi buruk tanpa
komplikasi
Gizi buruk dg
komplikasi
INSTALASI LOKET
GAWAT DARURAT PENDAFTARAN
-POLI
INSTALASI
KANDUNGAN
RAWAT JALAN
-POLI ANAK
INSTALASI
FARMASI PASIEN PULANG
RAWAT INAP
PENANGANAN GIZI
BALITA GIZI
BURUKBU
28
mengatasi penyakit kronis pada ibu,pemberian makanan tambahan
pada ibu hamil kek,pemberian bukau kia,edukasi tentang imd dan
promosi asi eksklusif
2.PENCEGAHAN GIZI BURUK PADA BALITA 6-59 BULAN
Deteksi dini dapat dilakukan dengan ;
a.MENIMBANG BERAT BADAN BALITA
b. mengukur lingkar lengan atas(LILA) BALITA USIA 6-59 BULAN
dengan menggunakan pita LILA warna
c.Mengidentifikasi balita yang terlihat sangat kurus yang
mempunyai LILA,12,5 cm,
d. Mengidentifikasi kemungkinan adanya pitting edema bilateral
e.Mengidentifikasi bayi < 6 bulan yang terlalu lemah atau sulit
menyusu
TATA LAKSANA TERDIRI ATAS
1.RAWAT JALAN: Untuk balita usia 6-59 bulan dengan gizi buruk
tanpa komplikasi
a.setiap balita yang berkunjung di periksa dengan pendekatan
MTBS
b prosdur yang dilakukan
I anamnesis riwayat kesehatan balita: riwayat
kelahiran,imunisasi,menyusui dan nafsu makn,riwayat keluarga dan
penyakit
ii pemeriksaan fisik
-pemeriksaan fisik umum :kesadaran ,suhu tubuh, pernafasan,nadi
-pemeriksaan fisik khusus
iii-pemeriksaan penunjang sesuai kebutuhan
iv pemberian obat sesuai hasil pemeriksaan
.Antibiotik bersektrum luas di berikan saat pertama kali balita
masuk rawat jalan,walaupun tidak ada gejala klinis infeksi:amoksilin
(25 mg/kg per oral setiap 12 jam )selama 5 hari
29
.Paracetamol hanya dii berikan pada demam lebih dari 38 C.pantau
suhu tubuh balita dan bila demam >39 C sarankansujuk balita ke
rawat inap
v Kebutuhan gizi untuk balita gizi buruk tanpa komplikasi
Energi :150-220 kkal/kgbb/hari
Protein “4-6 g/kgBB/hari
Cairan :150-200 ml/kgBB/hari
Vii Pemberian konseling kepada pengasuh tentang cara pemberian
RUTF atau F-100
Viii Lakukan pencatatan hasil layanan dalam rekam medis dan
formulir rawat jalan /ERM
table 1 kriteria masuk dan keluar layanan rawat jalan balita gizi buruk
2 RAWAT INAP :
Kriteria
a. rawat inap pada bayi < 6 bulan dengan gizi buruk dengan atau
tanpa komplikasi
b. balita gizi buruk usia 6-59 bulan dengan komplikasi /atau edema
+3 dan atau penyakit penyerta yang diduga dapat menyebabkan
gizi buruk seperti TB dan HIV
.semua bayi berusia di atas 6 bulan dengan berat badan kurang
dari 4 kg
30
1. rawat inap pada balita 6-59 bulan gizi buruk
tujuan rawat ianp bagi balita gizi buruk dg komplikasi di atas 6
bulan dg bb < dari 4 kg sebagai berikut
a. mengupayakan stabilisasi kondisi balita dengan
mengembalikan metabolism untuk keseimbangan
elektrolit,normalisasi metabolism dan mengembalikan fungsi
organ
b. menangan komplikasi ,yaitu penyakit infeksi dan
komplikasi lainnya
c. memberikan makanan bergizi untuk
mengejarvpertumbuhan yang dilakukan secara perlahan
dan ditingkatkan dengan hati-hati agar tidak membebani
system
d. memberikan layanan rehabilitasi gizi lengkap
e. memberikan layanan rujukan rawat inap kepda balita
gizi buruk yang semula menjalani rawat jalan
penilaian ketika masuk rawat inap
penilaian awal di fokuskan pada hal-hal berikut:
a. penegakan diagnosis komplikasi/penyakit penyerta mengancam
nyawa dan segera lakukan layanan darurat untuk mengatasinya
b. konfirmasi status gizi buruk dengan pengukuran BB,PB atauTB dan
LILA sebagai data awal untuk pemantauan selanjutnya.setrlah itu
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap kemudian
dengan tindkan lainnya berdasarkan 10 langkah tata laksana gizi
buruk
c. hasil pemeriksaan di catat pada rekam medis pasien dan bagan
rawat ianp
tiga fase dalam terapi rawat inap
terdapat tiga fase dalam tata laksana rawat inap yaitu :
a. fase stabilisai
b. fase transisi
c. fase rehabilitasi
31
tabel 2. Tindakan pelayanan rawat inap balita gizi buruk menurut
fasenya
NO TINDAKAN FASE FASE FASE FASE
PELAYANAN STABILISAS TRANSIS REHABILITAS TIND
LANJUT
I I I
Mg 7-26
Hr 1-2 Hr 3-7 Mg 2-6
1 Mencegah dan v
mengatsi
hipoglikemia
2. Mencegah dan v
mengatasi
hipothermia
3. Mencegah dan v
mengatasi v
dehidrasi
4. Mmperbaiki v v
gangguan
keseimangan
elektrolit
5 Mengobati v v v v
infeksi
6 Mempebaiki Tanpa fe Tanpa Dengan fe Dengan
kekurangan zat fe fe
gizi mikro
7 Memberikan v v v v
makanan untuk
fase stabilisasi
dan transisi
8 Memberi v v
makan untuk
tumbuh kejar
9 Memberikan v v v v
simulasi untuk
32
tumbuh
kembang
10. Mempersiapka v v
n untuk tindak
lanjut di rumah
a. fase stabilisasi
pada fase ini di prioritaskan penanganan kegawatdaruratan
yang mengancam jiwa
i Hipoglikemia
balita gizi buruk dg kadar gula darah < 3 mmo/L atau , 54 mg/dl
tatalaksana :
-Berikan 50 ml larutan glukosa 10% secara ogt,segera di
lanjyutkan dengan pemberian formula 75
-F-75 yang pertama atau modifikasinya diberikan 2jam sekali
dalam 24 jam dilanjutkan 2-3 jam selama minimal dua hari
-bila masih mendapat asi teruskan pemberian asi di luar jadwal
pemberian f-75
- jika anak tidak sadar/letargi berikan D10 % secara iv sebanyak
5ml/kg BB,atau larutan glukosa 50 ml dengan NGT
Pemantauan;
Bila GDA awal rendah ulangi GDA setelah 30 menit
- jika kadar gula di bawah 3 mmol/L < 54 mg/dl ulangi
pemberian D10%
- Jika suhu aksilar , 36 c atau bial kesadaran memburuk,mungkin
hipoglikemi disebabkan hipothermia ulangi pengukuran kadar
gulan darah
pencegahan
33
-Beri F-75 sesegera mungkin,berikan setiap 2 jam selama 24 jam
pertama
-perhatikan setiap kondisi balita beri makan teratur dan jaga balita
tetep hangat
-periksa adanya distensi abdominal
ii Hipotermia
hipotermia(suhu aksilar kurang dari 36% sering di temukan pada
balita gizi buruk bersama dg hipoglikemia menandakan adanya
infeksi berat
Tatalaksana
-hangatkan tubuh balita dengan menutup seluruh tubuh termasuk
kepala dengan pakaian dan selimut
-juga dapat di gunakan pemanas atau lampu di dekatnya (40 w
dengan jarak 50 cm dari tubuh balita,atau lakukan perawatan pmk
Pemantauan
- Ukur suhu aksila setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi
36,6 c atau lebih.jika digunakan pemanas ukur sushu tip
setengah jam
- Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut
terutama pada malam hari
- Periksa kadar gula darah bila di temukan hipotermia
Pencegahan
- letakkan tempat tidur di area yang hangat di bagian bangsal
yg bebas angin
- Ganti pakaian dan sprei yang basah
- Hindarkan anak dari suasana dingin
- Biarkan anak tidur di peluk orang tuanya agar tetap hangat
- Beri makan f-75 setiap 2 jam sesgera mungkin
- Hati hati bila menggunakan pemanas ruangan atau lampu pijar
hindari penggunaan botol panas dan lampu neon
iii Dehirdasi dan gangguan keseimbangan elektrolit
34
diagnosis dan derajat dehidrasi pada balita gizi buruk sulit di
tegakkan secara akurat dengan gejala klinis saja ,semua balita
gizi buruk dengan diare /penurunan jumlah urin di anggap
mengalami dehidrasi ringan,hypovolemia dpat teradi bersamaan
dengan adanya edema
TATALAKSANA
- Jangan gunakan infus untuk rehidrasi,kecuali pada kasus
dehidrasi berat dengan syok
- Beri ReSoMal secara oral atau melalui NGT lakukan lebih
lambat dari rehidrasi pada anak dengan gizi baik
- Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam
- Jika masih diare,beri ReSoMal setiap kali diare untuk usia ,2
tahun:50-100ml stiap buang air besar,usia > 2 tahun :100-200
ml setiap buang air besar
Jika balita dalam keadaan syok atau dehidrasi berat tapi tidak
memungkinkn untuk di beri rehidrasi oral/melalui NGT maka rehidrasi
diberikan melalui infus cairan RL dan D10% dengan perbandingan 1;1
jumlah cairan yang di berikan sebanyak 15 ml/kg BB selama 1 jam atau 5
tetes/menit/kg BB
PEMANTAUAN
Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap 30
menit selama 2 jam pertama,kemudian tiap jam sampai 10 jam
berikutnya,waspada terhadap gejala kelebihan cairan,yang sangat
berbahaya dan bias mengakibatkan gagal jantung dan
kematian.periksalah:
- frekwensi nafas dan nadi
- frekwensi miksi
- frekwensi buang air besar dan muntah
selama proses rehidrasi,frekwensi nafas dan nadi akan berkurang dan
mulai ada diuresis.Tanda membaiknya hidrasi antara lain:kembalinya air
mata,mulut basah,cekung mata dan fontanel berkurang dan turgor kulit
membaik.Bila di temukan tanda kelebihan cairan(frekwensi nafas
35
meningkat 5x/menit dan frekwensi nadi 15x/menit)hentikan segera
pemberian cairan /ReSoMal dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam
untuk pembuatan ReSoMal,gunaan 45 ml larutan KCL 10% sebagai
pengganti 40 ml larutan mineral- mix,sedangkan untuk pembuatan f-75
dan f-100 gunakan 22,5ml larutan KCL 0% sebagai pengganti 20 ml
larutan mineral-mix.Berikan larutan zn-asetat 1,5 %secara oral dengan
dosis 1 ml/kg BB . Beri MgSo4 50% IM,1X/hr dengan dosis 0,3 ml/kg BB/
hari maksimum 2 ml
PENCEGAHAN
Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan
- Jika anak masih mendapat asi,lanjutkan pembrian asi
- Berikan f-75 sesegera mungkin
Anak dengan dehidrasi juga sering kali mengalami gangguan
keseimbangan elektrolit seperti defisiensi kalium dan magnesium
iv Infeksi
Balita gizi buruk seringkali menderita berbagai jenis
infeksi,namun sering tidak ditemukan tanda/gejalanya infeksi bakteri
seperti demam.Karena itu semua balita gizi buruk di anggap
menderita infeksi pada saai datang ke faskes dan segera di beri anti
biotik,Hipoglikemi dan Hipotermia sering kali merupakan tanda infeksi
berat
Tata laksana
- Berikan kepda semua balita gizi buruk antibiotika dengan
spectrum luas
- Imunisai campak jika balita berusia > 6 bulan dan belum pernah
diimunisasi atau mendapatkan imunisasi campak sebelum usia
9 bulan.imunisasi di tunda bila balita dalam keadaan syok
Plihan antibiotic berspektrum luas
- Bila tanda komplikasi beri amoksisilin (25 mg/kg per oral setiap
12 jam ) selam 5 hari
- Pada balita gizi buruk dengan komplikasi
(hipoglikemi,hipotermia,penurunan ksadaran,atau terlihat sakit)
36
atau komplikasi lainnya maka berikan antibiotika parenteral
(IM/IV):
A. Ampicilin (50 mg/kg IM atau IV setiap 6 jam selama 2 hari
kemudian dilanjutkan dengan amoksisilin oral 25-40
mg/kg BB seyiap 8 jam selama 5 hari
B. Genta mici 7,5 mg/kg IM atau IV sehari sekali selam 7
hari
C. Pemilihan jenis antibiotika juga disesuaikan dengan pola
resistensi kuman setempat .catatan :metronidazole 7,5
mg/kg setip 8 jam selama 7hr dapat diberikan sebagai
tambahan antibiotika berspektrum luas,namun
efektifitasnya belum di tegakkan dengan uji klinis
D. Berikan terapi untuk penyakit infeksi sesuai dengan
standart terapi yang berlaku seperti malaria,meningitis,tb
dan hiv
Pemantauan
Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibioyika tersebut
diatas,lanjutkan terapi sampai 10 hari. Jika nafsu makan membaik lakukan
penilaian ulang menyeluruh
Terapi untuk cacingan
Berikan pirantel pamoat dosis tunggal atau albendazol dosis tunggal atau
mebendazole 100 mg per oral dua kali sehari selama 3 hari jika hasil
pemeriksaan tinja positif
b. Fase transisi
Dari kondisi stabil ke kondisi yang memenuhi syarat untuk
menjalani rawat jalan.fase transisi di mulai ketika
- Komlpikasi medis teratasi
- Tidak ada hipoglikemia
- Nafsu makan pulih
- Edema berkurang
c. Fase rehabilitasi
37
Setelah fase transisi balita mendapatkan perawatan lanjutan ke
fase rehabilitasi di layanan rawat jalan atau tetap di layanan
rawat inap bila tidak tersedia laynan rawat jalan
Tata laksana
- Kebutuhan zat gizi pada fase rehabilitasi adalah :
Energy :150-220 kkal/kg BB/hari
Protein :4-6 g/kg BB/hari
- Bila menggunakan RUTF:sama seperti pemberian RUTF pada
layanan rawat jalan
- Bila menggunakan f-100 lihat tabel 3
Tabel3. Kebutuhan gizi untuk gizi buruk menurut fasenya
Zat gizi stabilisasi transisi rehabilitasi
energi 80-100 100-150 150-220
kkal/kgBB/hr kkal/kgBB/hr kkal/kgBB/hr
Protein 1//kgBB/hr 2-3 4-6
g/kgBB/hr g/kgBB/hr
cairan 130 ml/kgBB/hr 150 150-200
atau ml/kgBB/hr ml/kgBB/hr
100 ml/kgBB/hr
Bila ada edema
berat
Pemantauan
Bila terdapat gejala dini gagal jantung langkah2 berikut
perlu segera dilakukan:
- Volume makanan di kurangi menjadi 100 ml/kg BB/hr di
berikan setiap 2 jam
- Selanjutnya volume makanan di tingkatkan perlahan-lahan
115 ml/kgBB/hr selama 24 jam berikutnya,130 ml/kgBB /hr
selama 48 jam berikutnya selanjutnya tingkatkan setiapkali
makan dg 10 ml
- Penyebab di telusuri kemudian diatasi
38
-
BAB V
KESELAMATAN PASIEN
A. PENGERTIAN
Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk asesmen resiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko
pasien, pelaporan dan analisis inseden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya dan implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko.
Sedangkan insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian
situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan
harm (penyakt, cidera, cacat, kematian, dan lain – lain) yang tidak
seharusnya terjadi.
B. TUJUAN
Tujuan sistem itu adalah mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan aatau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Selain itu sistem
keselamatan pasien ini memepunyai tercipta budaya keselamatan
pasien di Rumah Sakit, meningkatnya akuntanbilitas rumah sakit
terhadap pasien dan masyarakat menurunnya kejadian tidak
diharapkan dirumah sakit dan terlaksananya program – program
pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak
diharapkan.
39
a. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien. Menciptakan
kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.
b. Memimpin dan mendukung karyawan. Membangun komitmen dan
fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien.
c. Mengintegrasikan aktifitas pengelolaan resiko. Mengembangkan
sistem dan proses pengelolaan resiko, serta melakukan identifikasi
dari asesmen hal potensi bermasalah.
d. Mengembangkan sistem pelaporan. Memastikan karyawan agar
dengan mudah dapat melaporkan kejadian atau insiden serta rumah
sakit mengatur pelaporan kepada KKP-RS (Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit).
e. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Mengembangkan
cara – cara komunikasi yang terbuka dengan pasien.
f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien.
Mendorng karyawan untuk melakukan analisis akar masalah untuk
belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.
g. Mencegah cidera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.
Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian atau masalah
untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan.
Dalam melaksanakan keselamatan pasien standar keselamatan
pasien harus ditetapkan. Standar keselamatan tersebut sebagai berikut:
a. Hak pasien.
b. Mendidik pasien dan keluarga.
c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.
d. Penggunakan metode – metode peningkatan untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.
e. Peran kepemimpinan dalam keselamatan pasien.
f. Mendidik karyawan tentang keselamatan pasien.
g. Komunikasi yang merupakan kunci bagi karyawan untuk mencapai
keselamatan pasien.
40
a. Menerapkan unit kerja yang bertanggung jawab mengelola Program
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
b. Menyusun Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit jangka
pendek 1-3 tahun.
c. Mensosialisasikan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
d. Mengadakan Pelatihan Keselamatan Pasien Rumah Sakitbagi
jajaran managemant dan karyawan.
e. Menetapkan sistem pelaporan insiden (peristiwa keselamatan
pasien).
f. Menerapkan tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien di Rumah
Sakit seperti tersebut diatas.
g. Menerapkan Standar Keselamatan Pasien di Rumah Sakit (seperti
tersebut diatas).
h. Melakukan self asessment dengan instrument akreditasi pelayanan.
i. Program khusus Keselamatan Pasien di Rumah Sakit.
j. Mengetahui secara periodik pelaksanaan program Keselamatan
Pasien di Rumah Sakit dan kejadian yang tidak diharapkan.
41
b. Peningkatan Komunikasi Yang Efektif.
Peningkatan Komunikasi Yang Efektif adalah komunikasi lisan yang
menggunakan prosedur “SBAR”, Write, Read, and Repear Back
(Recomfim).
c. Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai.
Obat-obatan perlu diwaspadai(High Alert Medicauntion) adalah obat
yang sering menyebabkan terjadi kesalahan atau kesalahan serius
(Sentinel Event), dan obat yang beresiko tinggi yang menyebabkan
dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome). Untuk OAT yang
waktu penggunaannya jangka panjang.
d. Penaggulangan Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan.
Penaggulangan Resiko Infeksi merupakan tantangan terbesar dalam
tatanan pelayanan kesehatan. Infeksi bisa dijumpai dalam semua
bentuk pelayanan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi dalam
aliran darah, pneumonia yang sering berhubungan dengan ventilasi
mekarus. Pokok eliminasi ini maupun infeksi – infeksi lain adalah
cuci tangan (hand hygiene).
e. Pengurangan Pasien Jatuh.
Pengurangan pengalaman pasien yang tidak direncanakan untuk
terjadinya jatuh. Suatu kejadian jatuh yang tidak disengaja pada
seorang pada saat istirahat yang dapat dilihat/ dirasakan atau
kejadian jatuh yang tidak dapat dilihat karena suatu kondisi tertentu,
seperti stroke, pingsan, dan lainnya. Untuk balita yang rawat inap
dikaji pola resiko jatuhnya. Apabila termasuk beresiko pasien
tersebut dipasang gelang kuning.
42
BAB VI
43
a. Agar pegawai dan setiap orang yang berada ditempat kerja selalu
berada dalam keadaan sehat dan selamat.
b. Agar faktor produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.
c. Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar.
B. FAKTOR – FAKTOR YANG MENIMBULKAN KECELAKAAN DAN
PENYAKIT AKIBAT KERJA DAPAT DIGOLONGKAN PADA 3
KELOMPOK YAITU:
a. Kondisi lingkungan kerja.
b. Kesadaran dan kualitas pekerja.
c. Peranan dan kualitas management.
Dalam kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja,
kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat terjadi bila:
Peralatan yang tidak memenuhi standar kualitas atau bila sudah
aus.
Alat – alat produksi tidak disususn secara teratur menurut tahapan
proses produksi.
Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadai,
ruangan terlalu panas atau terlalu diingin dan Tidak tersedia alat-
alat pengaman.
Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya
kebakaran dan lain- lain.
44
merokok, tidak minum air diigin) dengan baik dan menjaga
kebersihan tangan.
45
BAB IX
PENUTUP
Ditetapkan Di : Mojokerto
DJALU NASKUTUB 46