Anda di halaman 1dari 26

PEDOMAN PELAYANAN

POLI ANAK DAN REMAJA

UPT BLUD PUSKESMAS PUYUNG


DINAS KESEHATAN
PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga UPT BLUD Puskesmas PuyungKabupaten
Lombok Tengah pada Tahun 2020 ini dapat menyusun Pedoman Pelayanan Poli Anak dan
Remaja.
Pedoman Pelayanan Poli Anak dan Remaja ini disusun dalam rangka memberikan
acuan bagi semua jajaran di UPT BLUD Puskesmas Puyung dalam memberikan pelayanan
bagi pasien. Melalui pedoman ini diharapkan semua tenaga profesional pemberi asuhan serta
tenaga terkait lainnya dapat memahami berbagai hal yang berkaitan dengan pelayanan
kesehatan anak dan remaja di UPT BLUD Puskesmas Puyung Kabupaten Lombok Tengah.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan dan penerbitan pedoman ini. Semoga keinginan untuk dapat lebih meningkatkan
mutu dan keselamatan pasien dapat tercapai, seiring dengan pemberdayaan para
pelaksananya.
Pedoman ini tentu saja masih belum dapat memuat semua prosedur pelayanan
kesehatan anak dan remaja yang dibutuhkan karena keterbatasan ilmu dan referensi yang ada
pada kami. Oleh karena itu permohonan maaf perlu kami haturkan apabila dalam penyusunan
pedoman ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Meskipun
demikian semoga Pedoman Pelayanan Poli Anak dan Remaja ini dapat memberkan manfaat
bagi semua pihak yang terkait

Kepala UPT BLUD Puskesmas Puyung

Hafsah Widiyanti, SKM


NIP. 197311141994012001
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
Puskesmas sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di satu
wilayah kecamatan atau bagian wilayah kecamatan yang difungsikan sebagai Gate
Keeper dalam pelayanan kesehatan, harus dapat memberikan jaminan terhadap
penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat dan perorangan yang paripurna, adil,
merata, berkualitas dan memuaskan masyarakat.

Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan oleh suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.

Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat


memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan
rata-rata penduduk, serta yang penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar
pelayanan profesi yang telah ditetapkan.

Seperti yang diketahui pada awal tahun 2020 terdapat virus yang menyebar ke
seluruh dunia termasuk di Indonesia. COVID-19 telah dinyatakan sebagai pandemi dunia
oleh WHO (WHO, 2020) dan juga telah dinyatakan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana melalui Keputusan Nomor 9 A Tahun 2020 diperpanjang
melalui Keputusan Nomor 13 A tahun 2020 sebagai Status Keadaan Tertentu Darurat
Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia. Selanjutnya dikarenakan
peningkatan kasus dan meluas antar wilayah, Pemerintah menerbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Nasional Berskala Besar dalam
Rangka percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dan Keputusan
Presiden Nomor 11 Tahun 2020 yang menetapkan Status Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat, kemudian diperbaharui dengan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020
tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-
19) Sebagai Bencana Nasional. Pada masa pandemi ini, Pemerintah harus mencegah
penyebaran COVID-19 di sisi lain untuk tetap memperhatikan upaya-upaya menurunkan
Angka Kematian Bayi. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menyediakan
pelayanan kesehatan anak yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Upaya Kesehatan Anak, Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar pada Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan dan NSPK terkait lainnya. Pelayanan kesehatan
balita meliputi pemantauan pertumbuhan, perkembangan, pemberian imunisasi dasar dan
lanjutan, kapsul vitamin A dan tata laksana balita sakit jika diperlukan, serta program
pencegahan penyakit, seperti pemberian massal obat kecacingan dan triple eliminasi.

Penerapan physical distancing maupun kebijakan Pembatasan Sosial Berskala


Besar (PSBB) yang membatasi mobilitas penduduk, berdampak membatasi aksesibilitas
pelayanan kesehatan. Hal ini dapat menimbulkan risiko gangguan kelangsungan
pelayanan kesehatan termasuk pada balita, yang berpotensi meningkatkan kesakitan dan
kematian. Sehingga perlu diambil langkah-langkah untuk menyeimbangkan kebutuhan
penanganan COVID-19 dan tetap memastikan kelangsungan pelayanan kesehatan
esensial pada balita tetap berjalan.
Salah satu bentuk pelayanan kesehatan di puskesmas yang mengacu pada upaya
kesehatan perorangan adalah pelayanan kesehatan anak dan remaja. Setiap anak berhak
atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi, sehingga perlu dilakukan upaya kesehatan anak secara
terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan. Upaya kesehatan anak berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 dilakukan
melalui pelayanan:
1. Kesehatan janin dalam kandungan
2. Kesehatan bayi baru lahir
3. Kesehatan bayi, anak balita dan prasekolah
4. Kesehatan anak usia sekolah dan remaja
5. Perlindungan kesehatan anak
Salah satu peran Poli Anak dan Remaja adalah menyelenggarakan pelayanan
kesehatan yang bermutu di masa pandemi ini dengan tetap menggunakan protocol
kesehatan yang tepat. Untuk itu perlu dibuat standar pelayanan yang merupakan
pedoman bagi semua pihak dalam tata cara pelaksanaan pelayanan yang diberikan kepada
pasien.
B. TUJUAN PEDOMAN
1. Tujuan Umum
Sebagai acuan bagi tenaga kesehatan dalam melaksanakan pelayanan rawat jalan di
UPT BLUD Puskesmas Puyung sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan
yang cepat dan tepat serta memberikan kepuasan pada masyarakat
2. Tujuan Khusus
Sebagai acuan bagi tenaga kesehatan dalam melaksanakan pelayanan Poli Anak dan
Remaja di UPT BLUD Puskesmas Puyung

C. SASARAN PEDOMAN
Sasaran Pedoman Pelayanan Poli Anak dan Remaja adalah Dokter, Perawat dan Bidan di
Poli Anak dan Remaja di UPT BLUD Puskesmas Puyung.

D. RUANG LINGKUP PEDOMAN


Ruang lingkup pedoman ini yaitu pelaksanaan pelayanan Poli Anak dan Remaja di UPT
BLUD Puskesmas Puyung yang meliputi pemeliharaan peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pemulihan penyakit (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh dan
berkesinambungan

E. BATASAN OPERASIONAL
1. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Merupakan suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit
dengan fokus kepada kesehatan anak berusia 0-59 bulan secara menyeluruh di unit
rawat jalan fasilitas pelayanan kesehatan dasar (Permenkes No. 25 Th.2014)
2. Pelayanan Kesehatan Anak
Merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan
berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan anak
dalam bentuk pencegahan penyakit, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
3. Pelayanan Kesehatan Remaja
Merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan pada usia remaja yakni menurut
Permenkes No. 25 th. 2014 adalah antara 10 tahun sampai dengan 18 tahun
F. LANDASAN HUKUM
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 tentang
Upaya Kesehatan Anak
2. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
4. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Untuk dapat melaksanakan fungsinya dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan
di Poli Anak dan Remaja di Puskesmas, dibutuhkan sumber daya manusia yang
mencukupi baik jumlah maupun mutunya. Pola ketenagaan minimal harus dimiliki oleh
Puskesmas. Adapun tenaga di Poli Anak dan Remaja UPT BLUD Puskesmas Puyung
sebagai berikut :

No JENIS TENAGA KUALIFIKASI JUMLAH


1 Dokter Umum S1 Kedokteran 2
2 Perawat S1 Keperawatan+Ners 1
D3 Keperawatan 1

3 Bidan D3 Kebidanan 1

Untuk pembagian kerja masing masing petugas berdasarkan tupoksi yang sesuai
kompetensinya.

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
BAGAN STRUKTUR ORGANISASI
POLI ANAK DAN REMAJA

C. JADWAL KEGIATAN
Pelayanan Poli Anak dan Remaja buka setiap hari kerja sesuai jam pelayanan sebagai
berikut :
- Senin s/d Kamis : 08.00 – 12.00 WITA
- Jumat : 08.00 – 10.30 WITA
- Sabtu : 08.00 – 11.30 WITA
BAB III
STANDAR FASILITAS

Sarana adalah suatu tempat, fasilitas dan peralatan yang langsung terkait dengan
Pelayanan klinis. Sedangkan prasarana adalah tempat, fasilitas dan peralatan yang secara tidak
langsung mendukung pelayanan kesehatan. Dalam upaya mendukung Pelayanan Puskesmas
diperlukan sarana dan prasarana yang memadai.

A. DENAH RUANG POLI ANAK DAN REMAJA

T B

KETERANGAN :
a. = Meja periksa dan komputer
b. = Tempat tidur periksa
c. = Kursi
d. = Troli
e. = Pintu Keluar/masuk
f. = Wastafel
g. Luas ruangan 4 x 4 m²
h. Ruangan kering dan tidak lembab
i. Memiliki ventilasi yang cukup
j. Memiliki cahaya yang cukup
k. Lantai terbuat dari keramik
l. Memiliki wastafel

B. STANDAR FASILITAS
1. Set Pemeriksaan Kesehatan Anak
a. Alat pengukur panjang bayi
b. Pengukur tinggi badan anak
c. Sphygmomanometer dan manset anak
d. Steteskop Pediatric
e. Termometer anak
f. Timbangan anak
g. Timbangan bayi
h. Spatula lidah
i. Timer
j. Meteran
k. Pen light

A. Bahan Habis Pakai


1. Kasa/ kapas
2. Masker wajah
3. Sabun Tangan/ antiseptic
4. Sarung tangan non steril

B. Perlengkapan lain
1. Tempat sampah tertutup yang dilengkapi dengan injakan pembuka penutup

C. Meubelair
1. Kursi kerja
2. Kursi pasien
3. Rak buku
4. Meja tulis
5. Tempat tidur periksa

D. Pencatatan dan Pelaporan


1. Buku register pelayanan
2. Buku register MTBS
3. Buku kerja MTBS
4. Buku Bagan MTBS
5. Formulir informed consent
6. Formulir rujukan Internal
7. Pengantar Laboratorium
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. LINGKUP KEGIATAN
1. Petugas Penanggung Jawab
Pelaksana harian di Poli Anak dan Remaja antara lain
a. Ns. Gadis Febriyanthi Pradipta, S.Kep
b. Huniza Fitriana, A.Md.Keb
c. Ita Ristia Astuti, A.Md.Kep
2. Perangkat Kerja :
a. Status Medis
b. Timbangan
c. Alat pengukur tinggi badan/panjang badan
d. Form mtbs/mtbm
e. Buku Bagan MTBS
3. Kegiatan yang dilakukan meliputi
a. Kegiatan Promotif
Melakukan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pada ibu dan keluarga
pasien tentang kesehatan anak, tumbuh kembang bayi dan balita
b. Kegiatan Preventif
Melakukan kegiatan deteksi dini tumbuh kembang dengan metode DDTK
(Deteksi Dini Tumbuh Kembang) untuk mengetahui kelainan perkembangan
secara dini, dan mencegah disabilitas lebih lanjut
c. Kegiatan Kuratif
Melakukan pengobatan pada anak sakit dengan panduan MTBS untuk balita dan
pedoman pelayanan klinis untuk penyakit lainnya, dan untuk pasien diatas usia 5
tahun
d. Kegiatan Rehabilitatif
Melakukan koordinasi dengan unit lainnya untuk rehabilitasi anak dengan
disabilitas serta koordinasi dengan fasilitas kesehatan yang lebih tinggi dalam
proses rujukan bila diperlukan (fisioterapi anak)
4. Prosedur Pelayanan Kesehatan Anak dan Remaja
a. Menerima status rekam medis pasien yang diantarkan oleh petugas loket
b. Memanggil pasien sesuai urutan status rekam medis dengan nama yang
tercantum pada rekam medis
c. Melakukan penimbangan anak (skrining balita dengan BGM) dan pengukuran
panjang badan atau tinggi badan
d. Melakukan anamnesa
e. Melakukan pemeriksaan fisik sesuai indikasi pasien (pemeriksaan fisik wajib :
temperature untuk pasien demam, menghitung respirasi untuk pasien dengan
keluhan batuk dan susah bernapas)
f. Memberikan pengantar untuk melakukan pemeriksaan laboratorium (jika
diperlukan)
g. Menentukan diagnosa pasien
h. Menulis resep (untuk pemberian antibiotik, analgetik dan obat-obatan yang
memilikikecenderungan menimbulkan alergi wajib ditanyakan sebelumnya
terkait riwayat alergi obat)
i. Memberikan resep kepada pasien atau keluarga sambil memberikan
penyuluhan/KIE tentang penyakit yang diderita serta informasi efek
samping obat.
j. Petugas (dokter/perawat) yang melayani pasien wajib menulis dengan lengkap :
hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang (jika ada),
diagnose (kode simpus), penyuluhan serta informasi efek samping obat
pada status rekam medis, serta menuliskan dengan jelas nama petugas yang
memberi pelayanan.
k. Merujuk pasien ke unit pelayanan yang lain jika diperlukan (ruang gizi, UGD)
atau ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi (rumah sakit)
l. Menuliskan data pasien pada buku register

5. Tata Laksana Pelayanan MTBS

a. Prosedur penatalaksanaan balita sakit


1) Petugas MTBS melakukan anamnesa terhada orang tua bayi / balita
menggunakan form MTBS dan mengacu pada buku bagan
2) Petugas MTBS melakukan pemeriksaan terhadap bayi / balita dengan
mengacu pada buku bagan
 Periksa kemungkinan kejang.
 Periksa gangguan nafas.
 Ukur suhu tubuh.
 Periksa kemungkinan adanya infeksi bakteri.
 Periksa kemungkinan adanya icterus.
 Periksa kemungkinan gangguan pencernaan dan diare.
 Ukur berat badan.
 Periksa status imunisasi.
 Dan seterusnya sesuai formulir MTBS.
3) Petugas MTBS mencatat hasil anamnesa dan hasil pemeriksaan
4) Petugas MTBS melakukan klasifikasi dalam form klasifikasi
5) Petugas MTBS melakukan rujukan ke dokter jika diperlukan
6) Petugas MTBS memberikan penyuluhan terhadap ibu bayi / balita
7) Petugas MTBS memberikan pengobatan sesuai Buku Pedoman MTBS

b. Prosedur penatalaksanaan balita sakit usia 2 bulan sampai dengan 60 bulan


1) Petugas MTBS melakukan anamnesa terhada orang tua bayi / balita
2) Petugas MTBS melakukan pemeriksaan terhadap bayi / balita
 Keadaan Umum.
 Respirasi ( menghitung nafas )/
 Derajat dehidrasi ( turgor kulit ).
 Suhu tubuh.
 Periksa telinga ( apakah keluar cairan dari lubang telinga ).
 Periksa status gizi.
 Periksa status imunisasi dan pemberian vitamin A.
 Penilaian pemberian makanan untuk anemia / BGM.
3) Petugas MTBS mencatat hasil anamnesa dan hasil pemeriksaan
4) Petugas MTBS melakukan klasifikasi dalam form klasifikasi
5) Petugas MTBS melakukan rujukan ke dokter jika diperlukan
6) Petugas MTBS memberikan penyuluhan terhadap ibu bayi / balita
7) Petugas MTBS memberikan pengobatan sesuai Buku Pedoman MTBS

B. TATA LAKSANA SISTEM RUJUKAN


1. Petugas Penanggung Jawab
a. Dokter
b. Perawat/ bidan
2. Perangkat Kerja
a. Formulir persetujuan tindakan
b. Formulir rujukan
3. Tata Laksana Sistim Rujukan
a. Rujukan luar gedung
 Pasien/ keluarga pasien dijelaskan oleh petugas mengenai keadaan pasien
untuk dirujuk ke rs guna pemeriksaan lebih lanjut.
 Perawat/ bidan menisi form rujukan dengan kelngkapan : asal puskesmas,
poli/ rs tujuan, Identitas pasien, keluhan dan diagnosa
b. Pemeriksaan Laboratorium
 Pasien / keluarga pasien dijelaskan oleh petugas mengenai tujuan
pemeriksaan laboratorium
 Petugas mengisi formulir pemeriksaan dan diserahkan ke petugas
laboratorium
c. Rujukan dalam gedung
 Pasien / keluarga pasien dijelaskan mengenai tujuan pemeriksaan/ tindakan
lanjutan
 Bila keluarga setuju, jika rujukan perlu tidakan maka harus mengisi inform
consent
 Petugas mengisi formulir rujukan antar poli dan pasien diantar ke poli tujuan

C. ALUR PELAYANAN POLI ANAK DAN REMAJA

Petugas pendaftaran
Petugas memanggil Pasien
mengantar rekam medik
pasien
Petugas melakukan identifikasi Pasien

Petugas melakukan anamnesa terinci

Petugas melakukan Pemeriksaan Fisik Rujukan Internal

Laboratorium Konsul ke Unit lain


Petugas menegakkan Diagnosa
Penyakit dan Penatalaksanaan

Rujukan Eksternal
Farmasi Faskes Lain

BAB V
KESELAMATAN PASIEN
Tujuan dari ditetapkannya sasaran keselamatan pasien adalah untuk mendorong
perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien.
Keselamatan Pasien ( Patient Safety ) merupakan suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk asesmen resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
Kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.

Tujuan penerapan keselamatan paisen adalah terciptanya budaya keselamtan pasien,


meningkatkan akuntabilitas puskesmas terhadap pasien dan masyarakat, menurunkan
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di puskesmas, terlaksananya program-program
pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.

Untuk meningkatkan keselamatan pasien perlu dilakukan pengukuran terhadap


sasaran-sasaran keselamatan pasien. Indikator pengukuran sasaran keselamatan pasien di Poli
Anak dan Remaja adalah sebagai berikut.
1. Tidak terjadinya kesalahan identifikasi pasien
Identifikasi pasien yang tepat meliputi tiga detail wajib, yaitu: nama, umur, nomor rekam
medis pasien. Kegiatan identifikasi pasien dilakukan pada saat pendaftaran, pemeriksaan,
pemberian obat, pengambilan spesimen atau pemberian tindakan
2. Peningkatan komunikasi efektif
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh
pasien/penerima akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan
pasien.
3. Pengurangan terjadinya risiko infeksi di puskesmas
Agar tidak terjadi risiko infeksi, maka semua petugas Puskesmas wajib menjaga
kebersihan tangan dengan cara mencuci tangan 6 langkah dengan menggunakan
handrubs. Enam langkah cuci tangan pakai handrubs harus dilaksanakan pada lima
keadaan, yaitu:
a. Sebelum kontak dengan pasien
b. Setelah kontak dengan pasien
c. Sebelum tindakan aseptik
d. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien
e. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

BAB VI
KESELAMATAN KERJA
Untuk keamanan dan kenyamanan bagi setiap petugas yang memberikan pelayanan
kesehatan, terutama untuk mencegah tertularnya penyakit, maka petugas dalam melaksanakan
pelayanan diwajibkan memperhatikaan keamanan diri dengan menerapkan prinsip PPI.
HIV / AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV menjadi lebih
tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejal. Setiap hari ribuan anak berusia kurang
dari 15 tahun dan 14.000 penduduk berusia 15 - 49 tahun terinfeksi HIV. Dari keseluruhan
kasus baru 25% terjadi di Negara - negara berkembang yang belum mampu
menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang memadai.

Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan kasus yang
sangat bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS terjadi akibat masuknya kasus secara langsung
ke masyarakat melalui penduduk migran, sementara potensi penularan dimasyarakat cukup
tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa pelingdung, pelayanan kesehatan yang
belum aman karena belum ditetapkannya kewaspadaan umum dengan baik, penggunaan
bersama peralatan menembus kulit : tato, tindik, dll).

Penyakit Hepatitis B dan C, yang keduanya potensial untuk menular melalui tindakan
pada pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi dikemukakan bahwa menurut data PMI angka
kesakitan hepatitis B di Indonesia pada pendonor sebesar 2,08% pada tahun 1998 dan angka
kesakitan hepatitis C dimasyarakat menurut perkiraan WHO adalah 2,10%. Kedua penyakit
ini sering tidak dapat dikenali secara klinis karena tidak memberikan gejala.

Selain itu dalam menghadapi masa pandemi COVID-19, masyarakat diharuskan untuk
disiplin menghindari keluar rumah, menjaga jarak fisik dengan orang lain, memakai masker
dan menerapkan perilaku hidup bersih sehat.

Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat keinginan untuk


mengembangkan dan menjalankan prosedur yang bisa melindungi semua pihak dari
penyebaran infeksi. Upaya pencegahan penyebaran infeksi dikenal melalui “ Kewaspadaan
Umum “ atau “Universal Precaution” yaitu dimulai sejak dikenalnya infeksi nosokomial yang
terus menjadi ancaman bagi “Petugas Kesehatan”.

Prinsip kewaspadaan universal (Universal Precaution) di pelayanan kesehatan


adalahmenjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan, serta sterilisasi peralatan.
Hal ini penting mengingat sebagian besar yang terinfeksi virus lewat darah seperti HIV dan
HIB tidak menunjukkan gejala fisik. Kewaspadaan universal diterapkan untuk melindungi
setiap orang (pasien dan petugas kesehatan) apakah mereka terinfeksi atau tidak.
Kewaspadaan universalberlaku untuk darah, sekresi ekskresi (kecuali keringat), luka pada
kulit, dan selaput lendir terutama pada masa pandemic ini diharapkan dengan menerapkan
kewaspadaan universal petugas kesehatan dapat terlindung dari penularan covid 19.
Penerapan standar ini penting untuk mengurangi risiko penularan mikroorganisme
yang berasal dari sumber infeksi yang diketahui (misalnya pasien, benda terkontaminasi,
jarum suntik bekas pakai, dan spuit) di dalam sistem pelayanan kesehatan.
Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi lima kegiatan pokok yaitu mencuci
tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian
sarung tangan guna mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius lain, pengelolaan
alat kesehatan, pengelolaan alat tajam untuk mencegah perlukaan, dan pengelolaan limbah.
A. Cuci Tangan
Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam
pencegahan danpengontrolan infeksi. Tujuan mencuci tangan adalah untuk membuang
kotoran dan organismeyang menempel daritangan dan untuk mengurangi jumlah
mikroba total pada saat itu.Mikroorganisme pada kulit manusia dapat diklasifikasikan
dalam dua kelompok yaitu flora residen dan flora transien. Flora residen adalah
mikroorganisme yang secara konsisten dapat diisolasi dari tangan manusia, tidak
mudah dihilangkan dengan gesekan mekanisme yang telah beradaptasi pada
kehidupan tangan manusia. Flora transien, flora tansit atau flora kontaminasi, yang
jenisnya tergantung dari lingkungan tempat bekerja.Mikroorganisme ini dengan
mudah dapat dihilangkan dari permukaan dengan gerakan mekanis dan pencucian
dengan sabun. Cuci tangan harus dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah
melakukan tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung
lain untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada ditangan
sehingga penyebaran penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi.
Tangan harus dicuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak
dapat digantikan oleh pemakaian sarung tangan. Mencuci tangan dilakukan sebelum
dan sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun memakai sarung tangan dan
alat pelindung lain. Tindakan ini untuk menghilangkan atau mengurangi
mikroorganisme yang ada ditangan sehingga penyebaran infeksi dapat dikurangi dan
lingkungan kerja tetap terjaga. Cuci tangan dan memasang sarung tangan dilakukan
pada saat sebelum memeriksa (kontak langsung dengan pasien). 5 momen cuci tangan
yaitu:
1. Sebelum kontak dengan pasien
2. Sebelum tindakan aseptic
3. Setelah terkena cairan tubuh pasien
4. Setelah kontak dengan pasien
5. Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien

B. Alat Pelindung Diri


Pada masa pandemic ini diwajibkan menggunakan alat pelindung diri (APD). Alat
pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari
risikopajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret atau ekskreta, kulit yang tidak
utuh dan selaput lendir pasien. Jenis tindakan yang berisiko mencakup tindakan rutin.
Jenis alat pelindung: sarung tangan, masker dan gaun pelindung.
1. Sarung Tangan
Pemakaian sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak dengan
darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh, selaput
lendir pasien dan benda yang terkontaminasi. Sarung tangan harus selalu dipakai
oleh setiap petugas sebelum kontak dengan pasien terutama karena adanya darah
atau semua jenis cairan tubuh.
2. Pelindung Wajah (Masker)
Pemakaian pelindung wajah ini dimaksudkan untuk melindungi selaput lendir
hidung,mulut selama melakukan perawatan pasien yang memungkinkan terjadi
percikan darah dan cairan tubuh lain. Masker tanpa kacamata hanya digunakan
pada saat tertentu misalnya merawat pasien tuberkulosa terbuka tanpa luka bagian
kulit ataupun perdarahan. Masker kacamata dan pelindung wajah secara
bersamaan digunakan petugas yang melaksanakan atau membantu melaksanakan
tindakan berisiko tinggi terpajan lama oleh darah dan cairan tubuh lainnya antara
lain pembersihan luka, membalut luka, mengganti kateter atau dekontaminasi alat
bekas pakai. Bila ada indikasi untuk memakai ketiga macam alat pelindung
tersebut, maka masker selalu dipasang dahulu sebelum memakai gaun pelindung
atau sarung tangan,bahkan sebelum melakukan cuci tangan bedah.

3. Gaun Pelindung
Gaun pelindung merupakan salah satu jenis pakaian kerja. Jenis bahan sedapat
mungkin tidak tembus cairan. Tujuan pemakaian gaun pelindung adalah untuk
melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan
tubuh lain. Gaun pelindung harus dipakai apabila ada indikasi seperti halnya pada
saat membersihkan luka, melakukan irigasi, melakukan tindakan drainase,
menuangkan cairan terkontaminasi kedalam wc, mengganti pembalut, menangani
pasien dengan perdarahan masif. Sebaiknya setiap kali dinas selalu memakai
pakaian kerja yang bersih,termasuk gaun pelindung. Gaun pelindung harus segera
diganti bila terkena kotoran, darah atau cairan tubuh.

C. Pengelolaan Alat-Alat Kesehatan


Pengelolaan alat kesehatan bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi melalui
alat kesehatan atau untuk menjamin alat tersebut dalam kondisi steril dan siap pakai.
Semua alat, bahan dan obat yang akan dimasukkan kedalam jaringan dibawah kulit
harus dalam keadaan steril. Proses penatalaksanaan peralatan dilakukan melalui 4
tahap kegiatan yaitu dekontaminasi, pencucian, strerilisasi atau DTT dan
penyimpanan, pemilihan cara pengelolaan alat kesehatan tergantung pada kegunaan
alat tersebut dan berhubungan dengan tingkat risiko penyebaran infeksi.

D. Pengelonaan Benda Tajam


Benda tajam sangat berisiko menyebabkan perlukaan sehingga meningkatkan
terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah. Penularan infeksi HIV, hepatitis
B dan C di sarana pelayanan kesehatan, sebagian besar disebabkan kecelakaan yang
dapat dicegah, yaitu tertusuk jarum suntik dan perlukaan alat tajam lainnya. Untuk
menghindari perlukaan atau kecelakaan kerja maka semua benda tajam harus
digunakan sekali pakai, dengan demikian jarum suntik bekas tidak boleh digunakan
lagi. Sterilisasi jarum suntik dan alat kesehatan yang lain yang menembus kulit atau
mukosa harus dapat dijamin. Keadaan steril tidak dapat dijamin jika alat-alat tersebut
didaur ulang walaupun sudah diotoklaf. Tidak dianjurkan untuk melakukan daur ulang
atas pertimbangan penghematan karena 17% kecelakaan kerja disebabkan oleh luka
tusukan sebelum atau selama pemakaian,70% terjadi sesudah pemakaian dan sebelum
pembuangan serta 13% sesudah pembuangan.Hampir 40% kecelakaan ini dapat
dicegah dan kebanyakan kecelakaan kerja akibat melakukan penyarungan jarumsuntik
setelah penggunaannya.
E. Pengelolaan Limbah
Limbah dari sarana kesehatan secara umum dibedakan atas:
1. Limbah rumah tangga atau limbah non medis, yaitu limbah yang tidak kontak
dengan darah atau cairan tubuh lainnya disebut sebagai risiko rendah, yakni
sampah-sampah yang dihasilkan dari kegiatan ruang tunggu pasien, administrasi.
2. Limbah medis bagian dari sampah Puskesmas yang berasal dari bahan yang
mengalami kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya disebut sebagai limbah
berisiko tinggi. Beberapa limbah medis dapat berupa: limbah klinis, limbah
laboratorium, darah atau cairan tubuh lainnya, material yang mengandung darah
seperti perban, kassa dan benda-benda dari kamar bedah, sampah organik,
misalnya potongan tubuh, plasenta, benda-benda tajam bekas pakai misalnya
jarum suntik.
Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan melakukan kontak
langsung dengan pasien dalam waktu 24 jam secara terus menerus tentunya mempunyai
resiko terpajan infeksi, oleh sebab itu tenaga kesehatan wajib menjaga kesehatan dan
keselamatan darinya dari resiko tertular penyakit agar dapat bekerja maksimal.

Pelayanan Balita Sakit di Puskesmas pada masa pandemik

1. Tenaga kesehatan, pasien anak dan pengantar menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD) yang sesuai.

2. Memastikan akses tenaga kesehatan dan pasien terhadap fasilitas cuci tangan (sabun
dan air bersih, atau hand sanitizer dengan kandungan alkohol 70%) selama
pemeriksaan. Jaga jarak pelayanan minimal 1 meter, mulai dari pendaftaran, ruang
tunggu dan ruang pemeriksaan. Pastikan ventilasi memadai untuk sirkulasi udara
keluar masuk.

3. Menerapkan triage, memisahkan ruang tunggu dan ruang pemeriksaan, sebagai


berikut: a. Anak dengan gejala batuk/pilek/sakit tenggorok/demam dipisahkan dari b.
Anak tidak ada gejala batuk/pilek/sakit tenggorok/demam.

4. Menentukan status balita sakit dengan memperhatikan : a. faktor risiko riwayat


kontak dengan PDP/ terkonfirmasi COVID-19, atau tinggal/ berkunjung ke wilayah
terjangkit COVID-19. b. gejala batuk/pilek/sakit tenggorokan/ demam. c. penyakit
penyerta/komorbid seperti kanker/ diabetes/jantung/autoimun/dan lain-lain.

5. Alur pelayanan disesuaikan untuk menghindari penumpukan pasien.


BAB VII
PENGENDALIAN MUTU

A. Proses Pengendalian Mutu


Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan di Poli Anak dan Remaja
perlu diperhatikan keselamatan pasien dengan melakukan identifikasi resiko terhadap segala
kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan resiko
terhadap pasien harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan.
Pengendalian mutu pelayanan klinis merupakan kegiatan untuk mencegah terjadinya
masalah terkait pelayanan pengobatan atau mencegah terjadinya kesalahan pengobatan /
medikasi (medication error), yang bertujuan untuk keselamatan pasien.
Unsur-unsur yang mempengaruhi mutu pelayanan sebagai berikut:
a. Unsur masukan (input), yaitu sumber daya manusia, sarana dan prasarana, ketersediaan
dana, serta dokumen-dokumen yang diperlukan untuk membantu proses pengendalian
mutu seperti Pedoman Pelayanan Ruangan, Kerangka Acuan Kerja, dan Standar
Operasional Prosedur (SOP) yang menjadi acuan kerja pelayanan dan dapat diukur untuk
mengevaluasi kualitas pelayanan yang diberikan petugas.
b. Unsur proses, yaitu tindakan yang dilakukan, komunikasi, dan kerja sama.
c. Unsur lingkungan, yaitu kebijakan, organisasi, manajemen, budaya, respon dan tingkat
pendidikan masyarakat.
Pengendalian mutu pelayanan klinis terintegrasi dengan program pengendalian mutu
pelayanan klinis Puskesmas yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Kegiatan pengendalian mutu pelayanan klinis meliputi:
a. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi untuk
peningkatan mutu standar.
b. Pelaksanaan, yaitu:
1. Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja (membandingkan antara
capaian dengan rencana kerja)
2. Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi yaitu:
1. Melakukan perbaikan kualitas pelayanan standar
2. Meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.
BAB VIII
PENUTUP

Pedoman Pelayanan Poli Anak dan Remaja UPT BLUD Puskesmas Puyung ini
digunakan sebagai acuan pelaksanaan pelayanan di Poli Anak dan Remaja. Untuk
keberhasilan pelaksanaan Pedoman Pelayanan ini diperlukan komitmen dan kerja sama semua
pihak.
Hal tersebut akan menjadikan pelayanan semakin optimal dan dapat dirasakan
manfaatnya oleh pasien dan masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan citra
puskesmas dan kepuasan terhadap proses pelayanan kepada pasien maupun masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai