Anda di halaman 1dari 13

PEDOMAN RUJUKAN

PENURUNAN PREVALENSI STUNTING DAN WASTING

RUMAH SAKIT KHUSUS BEDAH SINDUADI


2022/2023

1
PEDOMAN RUJUKAN

PENURUNAN PREVALENSI STUNTING DAN WASTING

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi
kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) 1 . Kondisi gagal tumbuh
pada anak balita disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu lama serta
terjadinya infeksi berulang, dan kedua faktor penyebab ini dipengaruhi oleh pola asuh
yang tidak memadai terutama dalam 1.000 HPK 2 . Anak tergolong stunting apabila
panjang atau tinggi badan menurut umurnya lebih rendah dari standar nasional yang
berlaku. Standar dimaksud terdapat pada buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan
beberapa dokumen lainnya.

Penurunan stunting penting dilakukan sedini mungkin untuk menghindari dampak


jangka panjang yang merugikan seperti terhambatnya tumbuh kembang anak. Stunting
mempengaruhi perkembangan otak sehingga tingkat kecerdasan anak tidak maksimal. Hal
ini berisiko menurunkan produktivitas pada saat dewasa. Stunting juga menjadikan anak
lebih rentan terhadap penyakit. Anak stunting berisiko lebih tinggi menderita penyakit
kronis di masa dewasanya. Bahkan, stunting dan berbagai bentuk masalah gizi
diperkirakan berkontribusi pada hilangnya 2-3% Produk Domestik Bruto (PDB) setiap
tahunnya .

Faktor penyebab langsung masalah gizi pada anak termasuk stunting adalah
rendahnya asupan gizi dan status kesehatan. Penurunan stunting menitikberatkan pada
penanganan penyebab masalah gizi, yaitu faktor yang berhubungan dengan ketahanan
pangan khususnya akses terhadap pangan bergizi (makanan), lingkungan sosial yang
terkait dengan praktik pemberian makanan bayi dan anak (pengasuhan), akses terhadap
pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan (kesehatan), serta kesehatan
lingkungan yang meliputi tersedianya sarana air bersih dan sanitasi (lingkungan).
Keempat faktor tersebut mempengaruhi asupan gizi dan status kesehatan ibu dan anak.
Intervensi terhadap keempat faktor tersebut diharapkan dapat mencegah masalah gizi,
baik kekurangan maupun kelebihan gizi

2
Kehidupan anak sejak dalam kandungan ibu hingga berusia dua tahun (1.000
HPK) merupakan masa-masa kritis dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan
anak yang optimal. Faktor lingkungan yang baik, terutama di awal-awal kehidupan anak,
dapat memaksimalkan potensi genetik (keturunan) yang dimiliki anak sehingga anak
dapat mencapai tinggi badan optimalnya. Faktor lingkungan yang mendukung ditentukan
oleh berbagai aspek atau sektor.

Dampak dari stunting dalam jangka pendek, stunting menyebabkan gagal tumbuh,
hambatan perkembangan kognitif dan motorik, dan tidak optimalnya ukuran fisik tubuh
serta gangguan metabolisme. Dalam jangka panjang, stunting menyebabkan menurunnya
kapasitas intelektual. Gangguan struktur dan fungsi saraf dan sel-sel otak yang bersifat
permanen dan menyebabkan penurunan kemampuan menyerap pelajaran di usia sekolah
yang akan berpengaruh pada produktivitasnya saat dewasa. Selain itu, kekurangan gizi
juga menyebabkan gangguan pertumbuhan (pendek dan atau kurus) dan meningkatkan
risiko penyakit tidak menular seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung kroner, dan
stroke
Penurunan prevalensi stunting dan wasting di tingkat rumah sakit merupakan salah
satu dari lima program nasional yang ada di Rumah sakit Khusus Bedah Sinduadi. Untuk
itu diharapkan rumah sakit dapat melaksanakan peran nya dalam rangka penurunan
prevalensi stunting dan wasting ini.
Pelaksanaan stunting di rumah sakit mempunyai daya ungkit dalam penemuan kasus
(case detection rate), angka keberhasilan pengobatan (cure rate), dan angka keberhasilan
rujukan (success referral rate).

B. TUJUAN
1. Sebagai pedoman bagi para pelaksana kesehatan di rumah sakit
2. Menjalankan program nasional dalam pelaksanaan pelayanan rujukan Pasien
Stunting sesuai dengan Permenkes Nomor 29 Tahun 2019.

C. RUANG LINGKUP PELAYANAN

Rumah sakit Khusus Bedah Sinduadi merupakan rumah sakit yang juga

memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien umum, maupun peserta jaminan

kesehatan. Pelayanan rujukan yang dilakukan yaitu tata laksana merujuk pasien

3
keluar. Rujukan ini merupakan intervensi spesifik ( berkaitan langsung dengan balita

stunting yang memerlukan Fasilitas lebih tinggi).

D. BATASAN OPERASIONAL

Rujukan Pasien Stunting Dilakukan Pada pasien dengan pemeriksaan

antopometrinya TB/Umur dibawah -2 SD (Menurut WHO).

E. Kebijakan
1. Program gizi penurunan prevalensi stunting dan wasting merupakan salah satu
dari lima program nasional di Rumkit Khusus Bedah Sinduadi.
2. Program gizi penurunan prevalensi stunting dan wasting berorientasi pada
peningkatan status gizi pasien (balita)
3. Program gizi penurunan prevalensi stunting dan wasting dilaksanakan oleh
tenaga kesehatan yang berkompeten dari unsur medis, keperawatan, farmasi, gizi,
tumbuh kembang dan humas Rumah Sakit dan terbentuk menjadi satu tim
4. Tim stunting dan wasting tingkat Rumah Sakit di tetapkan berdasarkan Surat
Keputusan Kepala Rumah Sakit Khusus Bedah Sinduadi
5. Rumah sakit menyusun program penurunan prevalensi stunting dan wasting
dengan meningkatkan pemahaman staf, pasien, keluarga pasien (balita) tentang
masalah stunting dan wasting dengan cara sosialisasi dan pelatihan staf tenaga
kesehatan rumah sakit tentang stunting dan wasting
6. Rumah sakit juga melaksanakan intervensi spesifik di tingkat rumah sakit yaitu
memaksimalkan pemantauan 1000 HPK (Hari pertama Kehidupan), Suplementasi
Tablet Besi Folat pada ibu hamil, promosi konseling IMD (Inisiasi Menyusu
Dini) dan ASI Eksklusif, Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak (PMBA),
Serta Pelayanan Tumbuh kembang bayi dan Balita.

7. Rumah sakit menjadi pusat rujukan kasus stunting dan wasting. Selanjutnya
untuk memastikan kasus, penyebab dan tata laksana dilanjut oleh dokter spesialis
anak
8. Rumah sakit melakukan penndampingan intervensi dan pengelolaan gizi serta
penguatan jejaring rujukan kepada rumah sakit di Sekitarnya dan FKTP di
wilayah kerja rumah sakit
9. Rumah sakit melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan dalam

4
upaya penurunan prevalensi stunting dan wasting.

5
F. DASAR HUKUM

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;


2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran;
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1045/MENKES/Per/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di
Lingkungan Departemen Kesehatan;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
11/MENKES/PER/II/2017 tentang Keselamatan Pasien;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
129/MENKES/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
8. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan,
9. Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2017 tentang Kebijakan Strategis
Pangan dan Gizi,
10. Peraturan Presiden Republik Indonesia NO 72 tahun 2021 tentang Percepatan
Penurunan Stunting
11. PeraturanPresiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan
Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
12. Setwapres- Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting Periode 2018-
2024

6
BAB II

STANDAR KETENAGAAN
Kualifikasi Sumber Daya Manusia

1. Ketua tim
Tenaga medis (dokter spesialis anak ) adalah ketua tim stunting dan wasting di rumah
sakit yang bertugas mengkoordinasikan ;

a. Tugas pokok dan fungsi ketua Tim,meliputi :


1) Menyusun perencanaan program kerja tim
2) Sebagai pusat informasi rujukan program kerja tim
3) Koordinator kebijakan tim di rumah sakit
4) Koordinator pelaksanaan program kerja tim
5) Menyusun rencana evaluasi program kerja tim
6) Melakukan pengawasan program kerja tim
7) Pengendalian, monitoring dan evaluasi di dalam kerja tim
b. Ketua tim dipimpin oleh seorang tenaga medis (dokter)
2. Anggota
Anggota yang dimaksud adalah seluruh tenaga kesehatan yang tergabung di dalam tim
stunting dan wasting dari berbagai profesi yang berbeda yaitu dari keperawatan, gizi,
farmasi, bidan dan promotor kesehatan.
a. Tugas dan fungsi dari anggota tim meliputi,
1) Berkoordinasi dengan penanggung jawab dan ketua tim tentang perencanaan
program kerja
2) Bersama-sama dengan ketua tim menyusun rencana kerja
3) Bersama sama dengan ketua tim membahas rencana teknis pelaksanaan kegiatan
4) Berkoordinasi dengan FKTP
5) Melaksanakan semua program kerja yang sudah di buat
6) Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan intervensi
7) Mendokumentasikan kegiatan intervensi
8) Melaporkan hasil kegiatan kepada ketua tim dan penanggungjawab
b. Anggota tim kerja adalah seluruh tenaga kesehatan yang tergabung di dalam tim
stunting dan wasting dari berbagai profesi yang berbeda yaitu dari keperawatan, gizi,
farmasi, bidan dan humas.

7
BAB III
TATA LAKSANA
PELAYANAN MERUJUK PASIEN KELUAR

A. PROSEDUR

1. Harus diketahui dan disetujui oleh dokter penanggung jawab/ dokter jaga dan Kepala
ruangan.Tempat di rumah sakit yang dituju harus jelas, biaya dan tempatnya tersedia,
dengan dihubungi terlebih dahulu oleh petugas
2. Menyiapkan formulir rujukan yang diisi lengkap tentang :
a. Identitas pasien
b. Diagnosis pasien
c. Keadaan klinis yang ditemukan saat itu
d. Terapi/ tindakan yang telah/ sedang diberikan
e. Dokter yang merawat/ merujuk
f. Tanggal dan jam dilaksanakannya rujukan
3. Memberitahu rumah sakit yang dituju bahwa pasien akan segera dipindahkan serta
alat – alat/ persiapan – persiapan yang harus diadakan bila pasien tiba di rumah
sakit tersebut/ yang dituju.
4. Dokter menyiapkan Resume medik dengan lengkap
5. Menyiapkan obat – obatan dan barang – barang milik pasien.
6. Memeriksa kembali Alat alat yang terpasang agar berfungsi dengan baik.
7. Memeriksa kembali tanda – tanda vital (catat jamnya).
8. Perawat menghubungi Ambulance Rumah Khusus Bedah Sinduadi untuk
mengantar pasien ke rumah sakit yang dituju.
C. KRITERIA

Pasien yang membutukan penunjang lebih lanjut (pemeriksaan bone age, pasien
dengan penyulit dan memerlukan tatalaksana lebih lanjut)

8
BAB IV
LOGISTIK

1. Pelayanan administrasi untuk rujukan STUNTING


2. Pasien dengan Stunting yang pindah atau dirujuk ke faskes lain harus tercatat
3. Pasien Stunting dirujuk sesuai dengan jejaring strategi .
4. Pelayanan ambulans dipusatkan di bagian kendaraan Rumah Sakit Khusus bedah
Sinduadi

9
BAB V
KESELAMATAN PASIEN

Mengacu pada sasaran keselamatan pasien di rumah sakit yaitu :

1. Ketepatan identifikasi pasien


2. Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan resiko pasien cedera jatuh.

10
BAB VI
KESELAMATAN KERJA

Agar tidak terjadi infeksi silang maka dilakukan upaya pencegahan dan pengendalian
infeksi melalui komponen kewaspadaan standar meliputi :
1. Cuci tangan

2. Pemeriksaan Fisik
3. Peralatan perawatan pasien

11
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU

Ada pertemuan khusus secara formal antara pimpinan dan staf pelaksana di

lapangan. Mengenai rencana kegiatan, dan evaluasi, yang dilakukan minimal tiga bulan satu

kali,. Mutu dinilai dari jumlah kasus pelayanan merujuk ke luar.

12
BAB VIII
PENUTUP

Pedoman ini dibuat untuk memberikan arahan tindakan pelayanan rujukan pasien

STUNTING di Rumah Sakit Khusus Bedah Sinduadi. Dengan demikian pedoman ini harus

dilaksanakan dengan disertai tekad dan kemauan yang kuat guna meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Khusus Bedah Sinduadi

Ditetapkan di : Yogyakarta
Pada : 1 Oktober 2022
Direktur Rumah Sakit Khusus Bedah
Sinduadi

dr. Marshal Soekarno, MPH

13

Anda mungkin juga menyukai