Anda di halaman 1dari 24

PEDOMAN PELAYANAN

PENURUNAN PREVALENSI STUNTING DAN WASTING


RSIA MUTIARA PUTRI

TAHUN 2023

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Daftar Isi ii

BAB I Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Umum dan Khusus ......................................................... 2

1.3 Ruang Lingkup............................................................................ 2

1.4 Sasaran ........................................................................................ 2

BAB II Konsep Pelayanan Stunting dan Wasting di RS 3

2.1 Mekanisme Pelayanan ..................................................................3

2.2 Indikator Mutu ..............................................................................20

2.3 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan .......................................................21

BAB III Penutup 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal tumbuh pada Anak (termasuk stunting) berhubungan dengan peningkatan
angka kematian terkait infeksi dan kerentanan terhadap kesakitanyang berkontribusi pada
sepertiga kematian balita (Unicef, 2009) oleh karena itu, pemntauan pertumbuhan dan
perkembangan secara rutin setiap bulan sangat penting dilakukan sebagai deteksi dini
terjadinya gagal tumbuh. Upaya yang dilakukan dalam rangka optimalisasi kegiatan
pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak salah satunya dengan tersedianya alat
ukur sesuai standard an tenaga pelaksana yang terlatih sehingga data yang dihasilkan dapat
terjaga validitas dan reabilitasnya.
Stimulasi yang tepat dan adekuat akan merangsang otak anak sehingga
perkembangan kemampuan gerak, bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian, serta
perilaku dan emosi pada anak berlangsung optimalsesuai dengan umurnya. Deteksi dini
penyimpangan tumbuh kembang perlu dilakukan guna mengetahui adanya kemungkinan
penyimpangan termasuk menindaklanjuti setiap keluhan orang tua terhadap masalah
tumbuh kembang anaknya. Kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini penyimpangan
tumbuh kembang balita yang menyeluruh dab terkoordinasi akan meningkatkan kualitas
tumbuh kembang anak usia dini dan kesiapan memasuki jenjang pendidikan formal.
Indikator keberhasilan tumbuh kembang anak tidak hanya meningkatkan status kesehatan
dan gizi anak tetapi juga mental, emosional, social dan kemandirian anak berkembang
secara optimal.
Situasi status gizi kurang (wasting) dan gizi buruk (severe wasting) pada balita di
wilayah Asia Tenggara dan Pasifik pada tahun 2014 masih jauh dari harapan. Indonesia
menempati urutan kedua tertinggi untuk prevalensi wasting di antara 17 negara di wilayah
tersebut, yaitu 12,1%. Selain itu, cakupan penanganan kasus secara rerata di 9 negara di
wilayah tersebut hanya mencapai 2%.
Rumah sakit sebagai salah satu fasailitas pelayaan kesehatan perorangan merupakan
bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan. Peyelenggaran pelayanan kesehatan di rumah sakit
mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga
kesehatan dengan perangkat keilmuan yang beragam dan berinteraksi satu sama lain.
RSIA Mutiara Putri menerima perawatan pasien anak denga stunting dan wasting
sebagai bentuk dukungan tercapainya target pembangunan nasional. Pelaksanaan program
nasional oleh RSIA Mutiara Putri diharapkan mampu berkontribusi meningkatkan

1
akselerasi pencapaian target RPJMN bidang kesehatan sehingga upaya mingkatkan derajat
kesehatan masyarakat meningkat segera terwujud.

1.2 Tujuan Umum dan Tujuan Khusus


1. Tujuan Umum
Terlaksananya pelayanan stunting dan wasting di RSIA Mutiara Putri sesuai
standar yang ditetapkan pemerintah.
2. Tujuan Khusus
Tersusunnya program pelayanan stunting dan wasting di RSIA Mutiara Putri
yang terdiri atas:
a. Peningkatan pemahaman dan kesadaran seluruh staf, pasien dan keluarga
tentang masalah stunting dan wasting
b. Intervensi spesifik di RSIA Mutiara Putri
c. RSIA Mutiara Putri sebagai pendamping klinis dan manajemen serta
merupakan jejaring rujukan
1.3 Ruang Lingkup
1. Waktu pelaksanaan program mulai dari Januari 2023-Desember 2023.
2. Tempat pelaksanaaan program dalam lingkungan RSIA Mutiara Putri.

1.4 Sasaran
1. Staf Medis
2. Staf Keperawatan
3. Staf Instalasi Farmasi
4. Staf Instalasi Gizi
5. Tim Humas Rumah Sakit

2
BAB II
KONSEP PELAYANAN STUNTING DAN WASTING DI RUMAH SAKIT

2.1 Mekanisme Pelayanan


Pengorganisasian Pelayanan Stunting dan Wasting RSIA Mutiara Putri mengacu pada
PMK No. 29 tahun 2019 tentang Penanggulangan Masaah Gizi bagi Anak Akibat Penyakit
dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. HK.01.07/Menkes/1128/2022 tentang Standar
Akreditasi Rumah Sakit.
Definisi operasional yang digunakan dalam program rencana ini disusun berdasarkan
Pedoman Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita oleh Kemenkes RI tahun 2019.
1. Perawakan pendek (stunted) adalah keadaan gizi balita yang ditandai oleh PB/U atau
TB/U anak usia 0-60 bulan berada di antara -3 sampai kurang dari -2 standar deviasi.
2. Perawakan sangat pendek (severely stunted) adalah keadaan gizi balita yang ditandai
oleh PB/U atau TB/U anak usia 0-60 bulan kurang dari -3 standar deviasi.
3. Gizi kurang (wasted) adalah keadaan gizi balita yang ditandai oleh satu atau lebih
tanda berikut:
a. BB/TB (BB/PB) berada di antara -3 sampai kurang dari -2 standar deviasi;
b. Lingkar lengan atas (LiLA) kurang dari 12,5 cm sampai 11,5 cm pada balita usia
6-59 bulan.
4. Gizi buruk (severely wasted) didefinisikan sebagai keadaan gizi balita yang ditandai
oleh satu atau lebih tanda berikut:
a. Edema, minimal pada kedua punggung kaki;
b. BB/PB atau BB/TB kurang dari - 3 standar deviasi;
c. Lingkar lengan atas (LiLA) < 11,5 cm pada balita usia 6-59 bulan.

Intervensi gizi yang dilakukan di RSIA Mutiara Putri berupa:


2.2 Peningkatan pemahaman dan kesadaran seluruh staf, pasien dan keluarga tentang
masalah stunting dan wasting
Cara yang dilakukan untuk mencapai Kegiatan sosialisasi dan pelatihan staf
tenaga kesehatan RSIA Mutiara Putri adalah dengan inhouse training, leaflet,
audiovisual mengenai Program Pelayanan Stunting dan Wasting.
2.3 Intervensi spesifik stunting dan wasting di RSIA Mutiara Putri
Cara intervensi spesifik dengan tatalaksana terhadap kasus Gizi Stunting, Gizi
Kurang, Gizi Buruk dilakukan dengan cara:
a. Persiapan Awal

3
1) Tenaga Kesehatan (Tim Asuhan Gizi) terlatih melakukan tata laksana gizi
buruk sesuai protokol tata laksana di layanan rawat inap, termasuk penanganan
kegawatdaruratan atau komplikasi medis.
2) Fasilitas Kesehatan memiliki logistik yang dibutuhkan, termasuk:
i. Alat antropometri (alat timbang berat badan seperti timbangan digital anak
dan bayi, alat ukur panjang atau tinggi badan seperti papan ukur panjang atau
tinggi badan (length/height board) dan Pita LiLA) sesuai standar.
ii. Tabel Z-skor sederhana (mengacu pada tabel dan grafik dalam Permenkes
Nomor 2 Tahun 2020 tentang Standar Antropometri Anak) atau perangkat \
lunak (software) penghitung Z-skor (WHO Anthro).
iii. Bahan untuk membuat F75, F100 atau formula untuk gizi buruk lainnya.
Pengadaan makanan tambahan atau diet pada pasien gizi buruk di
RSIA Mutiara Putri dilakukan dengan sistem swakelola, yaitu instalasi
gizi/unit gizi bertanggung jawab terhadap pelaksanaan seluruh kegiatan
penyelenggaraan makanan. Dalam sistem swakelola ini, seluruh sumber daya
yang diperlukan (tenaga, dana, metoda, sarana dan prasarana) disediakan oleh
pihak RS. Pada pelaksanaannya Instalasi Gizi/Unit Gizi mengelola kegiatan
gizi sesuai fungsi dan mengacu pada Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit
yang berlaku dan menerapkan Standar Prosedur yang ditetapkan.
iv. Home economic set (alat untuk mengolah dan menyajikan F100, seperti gelas
ukur, kompor, panci, sendok makan, piring, mangkok, gelas dan penutupnya,
dll).
v. Obat-obatan seperti antibiotika, mineral mix, ReSoMal, obat cacing dan
vitamin sesuai protokol.
vi. Formulir pasien, formulir rujukan, formulir pencatatan dan pelaporan.
vii. Bagan protokol tata laksana kegawatandaruratan atau komplikasi medis, alat
bantu kerja (job aids) lainnya, seperti tabel F75 dan F100.
b. Penapisan pasien stunting dan wasting
Penemuan kasus secara pasif melalui pemeriksaan pasien yang datang ke
RSIA Mutiara Putri baik melalui poli anak rawat jalan maupun pasien rawat inap
balita. Pada pasien balita dilakukan pemeriksaan antropometri oleh perawat poli,
perawat UGD maupun rawat inap, lalu dokter spesialis anak menentukan
diagnosis pasien tersebut.
Kriteria rawat inap pasien balita dengan gizi buruk di RSIA Mutiara Putri,
yaitu:
 usia bayi <6 bulan dengan/tanpa komplikasi
 balita usia 6-59 bulan dengan satu atau lebih komplikasi berikut:
- anoreksia;

4
- dehidrasi berat (muntah terus-menerus, diare);
- letargi atau penurunan kesadaran;
- demam tinggi;

- pneumonia berat (sulit bernafas atau bernafas cepat);


- anemia berat.

c. Tataksana pasien rawat jalan


Pada balita gizi buruk di poliklinik rawat jalan yang tidak memenuhi
kriteria rawat inap akan diberikan terapi penyakit utama dan terapi gizi sesuai
dokter spesialis anak dan dikonsulkan kembali ke ahli gizi untuk pemberian
edukasi mengenai cara mencampur bahan F-100 di rumah, cara penyimpanan
dan cara pemberian kepada balita. Orangtua/pengasuh dan balita diminta
datang ke faskes, atau tenaga kesehatan mengunjungi rumah balita untuk
memberikan F-100 berikutnya, sekaligus melakukan pemantauan. Hasil
pemantauan dicatat di Buku KIA. Periksa kemasan kosong F-100 pada setiap
kunjungan. Balita gizi buruk dengan anoreksia dapat dipertimbangkan
pemberian F-100 melalui NGT.

Kandungan dan cara pembuatan F-100:


Per 1000 F-100 dengn susu F-100 dengan susu
Bahan makanan
ml skim bubuk full cream
Susu skim bubuk G 85 -
Susu full cream
G - 110
bubuk
Gula pasir G 50 50
Minyak sayur 60 30
Larutan elektrolit ml 20 20
Air ditambahkan
ml 1000 1000
hingga
Nilai gizi
Energi kkal 1000
Protein G 29
Laktosa G 42
Kalium mmol 59
Natrium mmol 19
Magnesium mmol 7,3
Seng mg 23

5
Tembaga (Cu) mg 2,5
% energi protein - 12
% energi lemak - 53
Osmolaritas mOsm/l 419

Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan tambahkan susu
skim sedikit demi sedikit, aduk sampai rata. Kemudian tambahkan larutan
mineral mix, aduk sampai rata dan encerkan dengan air yang telah dimasak
sampai mendidih dan sesudah didinginkan sampai sekitar 70oC, sedikit demi
sedikit aduk sampai homogeny hingga olume menjadi 1000 ml.

Petunjuk pemberian F-100 untuk balita gizi buruk:

Terapi pada pasien rawat jalan meliputi:

6
 Pemberian obat sesuai hasil pemeriksaan:
- Antibiotika berspektrum luas diberikan saat pertama kali balita masuk
rawat jalan, walaupun tidak ada gejala klinis infeksi: Amoksisilin (15
mg/kg per oral setiap 8 jam) selama 5 hari.
- Parasetamol hanya diberikan pada demam lebih dari 38°C. Pantau suhu
tubuh balita dan bila demam >39°C, rujuk balita ke rawat inap.
Pengasuh harus mendapatkan penjelasan cara menurunkan suhu tubuh
anak di rumah.
 Kebutuhan gizi untuk balita gizi buruk tanpa komplikasi:
- Energi: 150-220 kkal/kgBB/hari.
- Protein: 4-6 g/kgBB/hari.
- Cairan: 150-200 ml/kgBB/hari.
Pemenuhan kebutuhan gizi ini dapat dilakukan dengan pemberian F-100
atau RUTF.
a. Bila menggunakan F-100:
• F-100 dalam bentuk kering (susu, gula, minyak) diberikan untuk
keperluan 2 hari, karena pada suhu ruang hanya dapat bertahan 2 x
24 jam. Mineral mix diberikan terpisah.
• Pada tahap awal, balita yang beratnya kurang dari 7 kg hanya diberi
F-100. Bila BB = 7 kg, maka dapat diberikan 2/3 dari total
kebutuhan kalori berupa F-100, sisanya diberikan berupa makanan
yang mengandung tinggi protein hewani dan tinggi energi/minyak.
• Jika tenaga kesehatan menggunakan F-100 yang dibuat sendiri,
maka suplementasi zat gizi mikro harus diberikan sebagai berikut:
1) Vitamin A:
Bila tidak ditemukan tanda defisiensi vitamin A atau tidak ada
riwayat campak 3 bulan terakhir, maka vitamin A dosis tinggi
diberikan di hari ke-1 sesuai umur. Bila ditemukan tanda
defisiensi vitamin A, seperti rabun senja atau ada riwayat
campak dalam 3 bulan terakhir, maka vitamin A diberikan
dalam dosis tinggi sesuai umur, pada hari ke-1, hari ke-2 dan
hari ke-15.
2) Suplemen zat gizi mikro diberikan setiap hari paling sedikit
selama 2 minggu:
i. Asam folat (5 mg pada hari pertama, dan selanjutnya 1
mg/hari).
ii. Multivitamin (vitamin C dan vitamin B kompleks).

7
iii. Zat besi (3 mg/kgBB/hari) setelah berat badan
mengalami kenaikan (Tabel 4). Dibutuhkan waktu 2-4
minggu untuk koreksi anemia dan 1-3 bulan untuk
menyimpan cadangan besi dalam tubuh.
Suplementa Berat
Dosis Catatan
si zat besi badan
Tablet 10 - ½ tab • Satu kali sehari
besi/folat: <15 kg selama ≥ 14
Ferro sulfat 5 - <20 ½ tab hari sampai
200 mg + kg kadar Hb
250 μg 20 – 29 1 tab normal selama
asam folat = kg 2 bulan
60 mg besi berturut-turut.
elemental • Lakukan
Sirup besi: 3- <6 1 ml pemeriksaan
Ferro kg Hb saat masuk
fumarat, 6 - <10 1,25 ml dan bila
100 mg per kg mungkin
5 ml = 20 10 - 2 ml diulang setiap
mg/ml besi <15 kg 1 bulan. Bila
elemental 15 - 2,5 ml setelah
<20 kg dievaluasi Hb
20 – 29 4 tidak naik,
kg pikirkan
penyebab lain.

b. Bila menggunakan Ready To Use Therapeutic Food (RUTF)


Bila menggunakan RUTF, maka dilakukan tes nafsu makan yang
sebaiknya dilakukan pada setiap kunjungan dengan menggunakan
RUTF. Jumlah RUTF yang diberikan sesuai dengan berat badan balita
dan diberikan untuk 7 hari. Contoh RUTF mengandung 500
kkal/bungkus (92 g) atau 545 kkal/100 g. Informasikan kepada
orangtua atau pengasuh cara pemberian dan penyimpanan RUTF di
rumah, baik yang belum dibuka maupun yang telah dibuka
kemasannya. Balita yang hasil tes nafsu makannya buruk dirujuk ke
rawat inap.

8
Cara tes nafsu makan dengan RUTF:
Tes nafsu makan dilakukan bagi semua balita gizi buruk yang
dirujuk ke Layanan Rawat Jalan saat penerimaan. Tes dilakukan untuk
menilai apakah anak memiliki nafsu makan yang baik dan memenuhi
syarat untuk masuk ke Layanan Rawat Jalan. Jika seorang anak
memiliki nafsu makan yang buruk ia mungkin memiliki komplikasi
medis yang memerlukan rawat inap. Tes bisa dilakukan bagi satu anak
atau untuk satu kelompok anak secara bersama-sama dengan cara
sebagai berikut.
• Minta pengasuh untuk mencuci tangannya, memotong kuku
tangan anak serta mencuci tangan dan wajah anak dan kemasan
RUTF, dengan air dan sabun,sebelum memulai tes nafsu makan.
• Berikan RUTF pada balita secara perlahan.
• Selalu sediakan air minum yang bersih bagi anak selama tes
nafsu makan.
Hasil:
Baik Anak bisa menghabiskan jumlah RUTF yang ditentukan
untuk lulus tes, anak makan RUTF dengan lahap dan
terlihat ingin makan terus.
Buruk Anak mengonsumsi RUTF dengan bujukan terus menerus
dari pengasuh. Keputusan harus dibuat dengan hati-hati
ketika menentukan “nafsu makan buruk”. Tanyakan pada
ibu atau pengasuh apakah anak baru saja makan, yang
mungkin menjelaskan mengapa nafsu makannya buruk.
Tidak Anak tidak mau mengonsumsi RUTF, bahkan dengan
ada bujukan terus-menerus dari pengasuh.

Jumlah RUTF yang harus dikonsumsi balita saat tes nafsu makan:
Berat anak Jumlah RUTF yang harus dikonsumsi selama tes
nafsu makan
4-6.9 kg ¼
7-9,9 kg 1/3
10-14,9 kg ½

9
Mekanisme pelayanan di poliklinik anak:

Pasien balita
polilklinik anak

penilaian antropometri oleh


perawat dan diagnosis oleh
dokter spesialis anak

konseling gizi oleh ahli


gizi

Balita gizi kurang <6 bulan


Balita gizi kurang 6-59
tanpa komplikasi atau 6-59
bulan tanpa komplikasi
bulan dengan komplikasi

Rawat Jalan Rawat Inap

Rujuk balik ke
puskesmas

Edukasi pengenai terapi gizi


oleh ahli gizi kepada orang
tua/wali pasien

10
Mekanisme pelayanan di rawat inap:

Permintaan konsul
Pasien balita rawat inap
dari DPJP

penilaian antropometri
oleh perawat

diagnosis oleh dokter


spesialis anak

konseling gizi

d. Tata Laksana Balita Gizi Buruk di Layanan Rawat Inap


Penilaian ketika masuk rawat inap:
1. Penegakan diagnosis komplikasi/penyakit penyerta yang mengancam jiwa dan
segera lakukan layanan darurat untuk mengatasinya.
2. Konfirmasi status gizi buruk dengan pengukuran BB/PB dan LiLa sebagai data
awall untuk pemantauan selanjutnya. Setelah itu dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik lengkap serta tindakan lainnya berdasarkan 10 langkah
tatalaksana gizi buruk.
3. Hasil pemeriksan dicatat pada rekam medis pasien dan bagan rawat inap.

Tiga fase dalam rawat inap:


1. Fase stabilisasi
2. Fase transisi
3. Fase rehabilitasi

11
Dalam ketiga fase itu dilakukan10 tindakan pelayanan rawat inap untuk balita gizi
buruk.

RSIA Mutiara Putri menangani pasien balita gizi buruk hingga fase stabilisasi
selesai dan dapat menjalani fase transisi rawat jalan.
1. Fase stabilisasi
Pada fase ini diprioritaskan penanganan kegawatdaruratan yang mengancam
jiwa:
• Hipoglikemia
Balita gizi buruk dengan risiko hipoglikemia (GDS <54 mg/dL).
Tatalaksana adalah sebagai berikut:
- Berikan 50 ml larutan glukosa 10% (1 sendok teh munjung gula pasir
dalam 50 ml air) secara oral/melalui NGT, segera dilanjutkan dengan
pemberian F-75.
- F-75 yang pertama, atau modifikasinya, diberikan 2 jam sekali dalam 24
jam pertama, dilanjutkan setiap 2-3 jam, siang dan malam selama
minimal dua hari.
- Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal
pemberian F-75.
- Jika anak tidak sadar/letargi, berikan larutan glukosa 10% secara
intravena (bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/gula pasir
50 ml dengan NGT. Jika glukosa IV tidak tersedia, berikan satu sendok
teh gula ditambah 1 atau 2 tetes air di bawah lidah, dan ulangi setiap 20
menit untuk mencegah terulangnya hipoglikemi. Pantau jangan sampai
balita menelan gula tersebut terlalu cepat sehingga memperlambat proses
penyerapan.

12
- Hipoglikemia dan hipotermia seringkali merupakan tanda adanya infeksi
berat.
Pemantauan dilakukan dengan pemeriksaan GDS ulang setelah 30 menit.
Bila GDS <54 mg/dL, ulangi pemberian larutan D10%. Jika suhu aksilar <
36oC atau bila kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia disebabkan
oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar GDS dan tangani sesuai keadaan
(hipotermia dan hipoglikemia).

• Hipotermia
Hipotermia adalah suhu tubuh <30 oC. Cadangan energi anak gizi buruk
sangat terbatas, sehingga tidak mampu memproduksi panas untuk
mempertahankan suhu tubuh.
Tatalaksana:
- Hangatkan tubuh balita dengan menutup seluruh tubuh, termasuk kepala,
dengan pakaian dan selimut.
- Juga dapat digunakan pemanas (tidak mengarah langsung kepada balita)
atau lampu di dekatnya (40 W dengan jarak 50 cm dari tubuh balita),
atau letakkan balita langsung pada dada atau perut ibunya (dari kulit ke
kulit/metode kanguru).
Pemantauan dilakukan dengan pengukuran suhu aksila setiap 2 jam sampai
suhu meningkat menjadi 36,5oC atau lebih. Jika digunakan pemanas, ukur
suhu tiap setengah jam. Hentikan pemanasan bila suhu mencapai 36,5°C.
Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada
malam hari. Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia.

• Dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit


Semua balita gizi buruk dengan diare/penurunan jumlah urin dianggap
mengalami dehidrasi ringan. Hipovolemia dapat terjadi bersamaan dengan
adanya edema. Jika balita gizi buruk dalam keadaan syok atau dehidrasi
berat tapi tidak memungkinkan untuk diberi rehidrasi oral/melalui NGT,
maka rehidrasi diberikan melalui infus cairan Ringer Laktat dan Dextrosa
10% dengan perbandingan 1:1 (RLD 5%). Jumlah cairan yang diberikan
sebanyak 15 ml/kg BB selama 1 jam, atau 5 tetes/menit/kg BB (infus tetes
makro 20 ml/menit).
Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap
30 menit selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam
berikutnya. Waspada terhadap gejala kelebihan cairan, yang sangat
berbahaya dan bisa mengakibatkan gagal jantung dan kematian. Periksalah:
- frekuensi napas dan nadi;

13
- frekuensi miksi dan jumlah produksi urin;
- frekuensi buang air besar dan muntah.
Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan
mulai ada diuresis. Tanda membaiknya hidrasi antara lain: kembalinya air
mata, mulut basah, cekung mata dan fontanel berkurang dan turgor kulit
membaik. Namun, pada anak gizi buruk tanda tersebut sering tidak ada,
walaupun rehidrasi penuh telah terjadi; karena itu sangat penting untuk
memantau berat badan. Bila ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi
napas meningkat 5x/menit dan frekuensi nadi 15x/menit), hentikan segera
pemberian cairan dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam.
Anak dengan dehidrasi juga sering kali mengalami gangguan
keseimbangan elektrolit seperti defisiensi kalium dan magnesium. Anak
gizi buruk yang mengalami defisiensi kalium dan magnesium mungkin
membutuhkan waktu dua minggu atau lebih untuk memperbaikinya.
Terdapat kelebihan natrium total dalam tubuh, walaupun kadar natrium
serum mungkin rendah. Edema dapat diakibatkan oleh keadaan ini. Jangan
obati edema dengan diuretikum. Pemberian natrium berlebihan dapat
menyebabkan kematian. Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan
Kalium dan Magnesium, yang sudah terkandung di dalam larutan mineral-
mix yang ditambahkan ke dalam F-75, F-100

• Infeksi
Semua balita gizi buruk dianggap menderita infeksi pada saat datang
ke faskes dan segera diberi antibiotik.Bila tanpa komplikasi, beri
amoksisilin (15 mg/kg per oral setiap 8 jam) selama 5 hari. Pada balita gizi
buruk dengan komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, penurunan
kesadaran/letargi, atau terlihat sakit) atau komplikasi lainnya, maka berikan
antibiotika parenteral (IM/IV):
- Ampisilin (50 mg/kg IM atau IV setiap 6 jam) selama 2 hari, kemudian
dilanjutkan dengan Amoksisilin oral (25-40 mg/kg setiap 8 jam selama 5
hari); ditambah
- Gentamisin (7.5 mg/kg IM atau IV) sehari sekali selama 7 hari.
- Berikan terapi untuk penyakit infeksi sesuai dengan standar terapi yang
berlaku, seperti malaria, meningitis, TB dan HIV.

Pada pemberian makanan pada Fase Stabilisasi adalah:


• Makanan rendah osmolaritas, rendah laktosa, diberikan dalam jumlah sedikit
tetapi sering.

14
• Makanan diberikan secara oral atau melalui NGT dengan jumlah dan frekuensi
seperti. Pemberian makanan parenteral dihindari. Pemberian makan dengan
menggunakan NGT dilakukan jika balita menghabiskan F-75 kurang dari 80%
dari jumlah yang diberikan dalam dua kali pemberian makan.

Hari ke- Frekuensi Volume/kgBB/Pemberian Volume/kgBB/hari


1-2 /2 jam 11 ml 130 ml
3-5 /3 jam 16 ml 130 ml
6 dst /4 jam 22 ml 130 ml

• Jumlah energi/kalori: 100 kkal/kgBB/hari dan protein: 1-1.5 g/kgBB/hari.


• Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat maka diberi 100
ml/kgBB/hari).
• Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa balita
menghabiskan F-75 sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan.
• Gunakan cangkir untuk memberi makan balita. Pada balita gizi buruk yang
sangat lemah, gunakan sendok, semprit atau syringe.

2. Fase Transisi
Fase ini ditandai oleh transisi dari kondisi stabil ke kondisi yang memenuhi
syarat untuk menjalani rawat jalan. Fase Transisi dimulai ketika:
• Komplikasi medis teratasi;
• Tidak ada hipoglikemia;
• Nafsu makan pulih;
• Edema berkurang.
Tujuannya adalah untuk:
• Mempersiapkan rehabilitasi gizi pada balita dengan gizi buruk agar dapat
menjalani rawat jalan dan mengonsumsi RUTF atau F-100 dalam jumlah
cukup untuk meningkatkan berat badan dan kesembuhan;
• Memastikan balita tersebut untuk memperoleh kebutuhan gizi yang
dibutuhkan, yang dilakukan dengan memperkenalkan dan meningkatkan
proporsi harian pemberian RUTF atau F-100 secara bertahap.

15
16
17
e. Pencatatan dan Pelaporan kasus masalah gizi RSIA Mutira Putri
Cara yang dilakukan dalam proses pencatatan dan pelaporan kasus stunting dan
wasting RSIA Mutiara Putri adalah:
1) Dalam berkas rekam medis:
i. Penilaian oleh ahli gizi mencakup menggunakan Tabel Z-skor sederhana
(WHO antropoteri).

ii. Penilaian oleh dokter spesialis anak pada lembar CPPT

18
Penilaian oleh dokter spesialis anak pad lembar CPPT dilakukan menggunakan
format Subjective Objective Assessment Planning (SOAP)
2) Buku register stunting dan wasting rumah sakit
Hal-hal berikut penting untuk didokumentasikan di buku register, termasuk
diantaranya:
i. Jumlah kasus yang dirawat inap sesuai usia (bayi < 6 bulan, balita = 6 bulan
dengan BB < 4 kg, balita 6-59 bulan):
 Sembuh
 Masih dirawat
 Drop out
 Meninggal
 Pindah ke layanan rawat inap lain (RS/ Puskesmas)
 Pindah ke layanan rawat jalan
ii. Penyakit penyerta atau penyulit
iii. Lama hari perawatan
iv. Rata-rata kenaikan berat badan per hari

f. Melakukan evaluasi pelayanan, audit kesakitan dan kematian, pencatatan dan


pelaporan gizi buruk dan stunting dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS).
Kegiatan monitoring dan evaluasi gizi dilakukan untuk mengetahui
respon pasien/klien terhadap intervensi dan tingkat keberhasilannya. Tiga
langkah kegiatan monitoring dan evaluasi gizi, yaitu:
1) Monitor perkembangan yaitu kegiatan mengamati perkembangan
kondisi pasien/klien yang bertujuan untuk melihat hasil yang terjadi
sesuai yang diharapkan oleh klien maupun tim. Kegiatan yang
berkaitan dengan monitor perkembangan antara lain:
i. Mengecek pemahaman dan ketaatan diet pasien/klien
ii. Mengecek asupan makan pasien/klien
iii. Menentukan apakah intervensi dilaksanakan sesuai dengan
rencana/preskripsi diet.
iv. Menentukan apakah status gizi pasien/klien tetap atau berubah
v. Mengidentifikasi hasil lain baik yang positif maupun negatif
vi. Mengumpulkan informasi yang menunjukkan alasan tidak adanya
perkembangan dari kondisi pasien/klien

2) Mengukur hasil. Kegiatan ini adalah mengukur perkembangan/perubahan


yang terjadi sebagai respon terhadap intervensi gizi. Parameter yang
harus diukur berdasarkan tanda dan gejala dari diagnosis gizi.
3) Evaluasi hasil
19
Berdasarkan ketiga tahapan kegiatan di atas akan didapatkan 4 jenis hasil,
yaitu:
i. Dampak perilaku dan lingkungan terkait gizi yaitu tingkat pemahaman,
perilaku, akses, dan kemampuan yang mungkin mempunyai pengaruh pada
asupan makanan dan zat gizi.
ii. Dampak asupan makanan dan zat gizi merupakan asupan makanan dan atau
zat gizi dari berbagai sumber, misalnya makanan, minuman, suplemen, dan
melalui rute enteral maupun parenteral.
iii. Dampak terhadap tanda dan gejala fisik yang terkait gizi yaitu pengukuran
yang terkait dengan antropometri, biokimia dan parameter pemeriksaan
fisik/klinis.
iv. Dampak terhadap pasien/klien terhadap intervensi gizi yang diberikan pada
kualitas hidupnya.

Penerapan Rumah Sakit Sayang Ibu Bayi


Cara melaksanakan penerapan Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi:
a. Rawat gabung pada bayi baru lahir dan ibu
b. Inisiasi Menyusu Dini dan pemberian ASI selama di rumah sakit
c. Menghindari pemakaian susu formula pengganti ASI kecuali pada kasus yang
membutuhkan.
d. Edukasi manfaat ASI dan inisiasi menyusu dini menggunakan leaflet

RSIA Mutiara Putri sebagai pendamping klinis dan jejaring rujukan


Cara untuk melaksanakan kegiatan pendampingan klinis dan jejaring rujukan
adalah dengan membangun komunikasi rumah sakit dengan kelas di bawahnya dan
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di wilayahnya. Rujukan dapat berupa
rujukan balik ke puskesmas setelah selesai penanganan di rumah sakit dan rujukan
ke rumah sakit tipe B atau A pada kasus yang perlu penanganan lebih lanjut.

2.2 Indikator Mutu


1. Data kasus stunting dan wasting yang dirawat di RSIA Mutiara Putri
2. Data kasus stunting dan wasting yang dirujuk ke jejaring
3. Data output dari kasus gizi tersebut (angka kematian, sembuh, drop out, rawat, rujuk)
4. Data pentyakit penyerta dan komplikasi
5. Data lama hari rawat

20
2.3 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan

Tahun 2023
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Pembentukan Tim
2 Penerbitan SK dan regulasi
3 Sosialisasi rogram stunting dan wasting
4 Pelaksanaan screening di poli anak dan pasien
rawat inap balita
5 Rekapituasi triwulan data pasien dengan stunting
dan wasting
6 Monitor dan evaluasi
7 Laporan hasil prognas

21
BAB III
PENUTUP

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, khususnya


dibidang stunting dan wasting, peraturan perundang-undangan dan pembaruan standar acuan
pelayanan yang berkualitas melalui akreditasi baru yang mengacu pada Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/1128/2022 berdampak pada
pelayanan gizi dan dietetik. Pelayanan stunting dan wasting yang dilaksanakan di rumah sakit
tentunya perlu disiapkan secara profesional sesuai perkembangan tersebut.
Pelayanan Stunting dan Wasting RSIA Mutiara Putri merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan lainnya di rumah sakit dan secara menyeluruh merupakan salah satu
upaya dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien rawat inap
maupun pasien rawat jalan di rumah sakit.
Pedoman Pelayanan Stunting dan Wasting RSIA Mutiara Putri bertujuan untuk
memberikan acuan yang jelas dan profesional dalam mengelola dan melaksanakan pelayanan
stunting dan wasting di rumah sakit yang tepat bagi klien/pasien sesuai tuntutan dan
kebutuhan masyarakat. Selain itu, pedoman ini juga akan bermanfaat bagi pengelola gizi
rumah sakit dalam mengimplementasikan dan mengevaluasi kemajuan serta perkembangan
pelayanan gizi yang holistik.
Pedoman Pelayanan Stunting dan Wasting RSIA Mutiara Putri ini dilengkapi dengan
lampiran tentang materi, model/format pencatatan dan pelaporan, formulir lain yang
diperlukan dan mendukung kegiatan pelayanan gizi di ruang rawat inap, ruang rawat jalan dan
pengelolaan penyelenggaraan makanan rumah sakit yang mutakhir dan profesional di rumah
sakit.

22

Anda mungkin juga menyukai