Anda di halaman 1dari 68

PEDOMAN PENYELENGGARAAN

PELAYANAN PONED

DINAS KESEHATAN KABUPATEN KARANGANYAR


UPT PUSKESMAS KARANGPANDAN
Alamat : Doplang Karangpandan Karanganyar Telp. 0271 662988
Email: puskesmaskarangpandan@gmail.com Kode Pos 57791

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Rahmat Nya
sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan Pedoman Pelayanan Poned Puskesmas
Karangpandan.
Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi tenaga pemegang Pelayanan Poned
dan tenaga kesehatan lain di UPT Puskesmas Karangpandan dalam melakukan pelayanan
Poned yang berkualitas di Puskesmas. Kami mengucapkan terima kasih atas bantuan,
kerjasama dan saran yang diberikan selama penyusunan pedoman ini :
1. dr.Wahyu PurwadiRahmat, M.Kes selaku kepala UPT Puskesmas Karangpandan
2. Semua staf UPT Puskesmas Karangpandan
Kami menyadari bahwa penyusunan Pedoman ini masih banyak kekurangan, oleh
karena itu saran yang dapat membantu perbaikan kami harapkan. Semoga penyusunan laporan
ini dapat bermanfaat bagi kami maupun bagi yang membacanya.

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
MDG’s (Millenium Development Goals), merupakan salah satu program dunia
dan salah satu target yang kini terus dikejar Indonesia. Target pencapaian MDG’s pada
2015 mendatang, antara lain penurunan kematian bayi dan peningkatan kualitas
kesehatan ibu. Pencapaian MDG’s inilah yang nantinya akan menghasilkan sebuah
ukuran human index development atau indeks perkembangan manusia suatu bangsa.
Terlihat jelas dalam pencapaian target tersebut, sektor kesehatan menjadi satu ukuran
dominan dalam pencapaiannya (Interaksi, 2009).
Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia pada periode lima tahun
terakhir telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Hal ini apabila dilihat pada
tahun 2002 sebesar 307/100.000 kelahiran hidup (KH), turun menjadi 228/100.000 KH
pada tahun 2007 (SDKI, 2007). Angka ini relatif sudah mendekati sasaran RPJMN 2004
- 2009 yaitu 226/100.000 KH. Namun demikian untuk mencapai target MDG’s pada
tahun 2015 yaitu 102/100.000 KH masih diupayakan terus melalui berbagai upaya
terobosan untuk mengatasi penyebab langsung maupun penyebab tidak langsung dari
kematian ibu, seperti halnya : perdarahan (28%), hipertensi dalam kehamilan (24%),
infeksi (11%), abortus tidak aman (5%) dan persalinan lama (5%). Departemen
Kesehatan sebagai sektor yang bertanggung jawab langsung dalam percepatan
penurunan angka kematian ibu.
Program kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu program prioritas
DepKes dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) periode
2005 - 2009. Dengan strategi Making Pregnancy Safer (MPS) telah diterapkan beberapa
upaya terfokus secara maksimal seperti halnya Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K); kemitraan bidan dan dukun; puskesmas PONED; rumah
sakit mampu PONEK termasuk unit tranfusi darah dan pemenuhan sumber daya
kesehatan, keberhasilan program kesehatan ibu dan anak diukur dengan indikator yang
menggambarkan percepatan penurunan AKI dan AKB.
Keberhasilan program kesehatan ibu diukur dengan indikator yang
menggambarkan cakupan pelayanan antenatal, cakupan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan dan cakupan kunjungan neonatal. Pada saat ini, angka keberhasilan
tersebut sudah cukup baik, walaupun di beberapa Kabupaten/Kota masih terdapat
disparitas. Cakupan K1 (kunjungan antenatal ke-1) sudah mencapai 92,65% dan K4
(kunjungan antenatal ke-4) sudah mencapai 86,04% (Laporan Tahunan Dit Binkes Ibu,
2008), tetapi persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn) baru mencapai 80,36% (Depkes RI,
2009 ).
Persalinan merupakan saat yang dinantikan oleh ibu hamil untuk merasakan
kebahagiaan untuk melihat dan memeluk bayinya. Namun di sisi lain persalinan biasa
mengalami penyimpangan atau persalinan yang dapat berakibat buruk bagi ibu maupun
bayinya dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Hal inimenurut SKRT tahun

3
2010 dengan angka kematian ibu (AKI di Indonesia sekitar 373 per 100.000 kelahiran
hidup, AKI Propinsi Jateng pada tahun 2010 mencapai 114,42/100.000 kelahiran hidup.
Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang
dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau jalan lain (Mochtar, 1998:
91). Persalinan merupakan titik kulminasi dari kehamilan, yaitu titik tertinggi dari seluruh
persiapan yang telah dilakukan. Hal ini sangat tergantung pada persiapan fisik maupun
mental, dan tentunya setiap ibu hamil mengharapkan persalinan yang lancar dan
menyenangkan. Jika setiap ibu hamil telah mengetahui seluk-beluk persalinan, maka
dalam menghadapi proses persalinan ibu tidak merasa begitu sakit dan justru menikmati
persalinan (Stoppard, 2002: 251-276).
Sebagian besar wanita yang hamil pertama kali hanya mengetahui sedikit
mengenai proses yang terjadi pada dirinya, mengapa terjadi berbagai perubahan, serta
bagaimanakah kehamilan dan persalinan dapat berjalan normal. Kurangnya
pengetahuan dan kesiapan akan apa yang dihadapi dalam persalinan dapat
mengakibatkan rasa cemas dan takut, sehingga masa kehamilan kurang
menyenangkan, bahkan dapat mempersulit persalinan. Mengingat hal-hal tersebut,
apabila di dalam proses persalinan tidak disertai persiapan maka persalinan tidak dapat
berjalan menyenangkan.(Sani,2002: 3)
Hal-hal yang bersifat umum yang terkait dengan program: Contoh : Dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat, seluruh unit pelayanan yang ada dan
seluruh karyawan berkomitmen untuk memberikan pelayanan yang bermutu dan
peduli terhadap keselamatan pasien, pengunjung, masyarakat, dan karyawan yang
bekerja di Puskesmas.
Program mutu dan keselamatan pasien merupakan program yang wajib
direncanakan, dilaksanakan, dimonitor, dievaluasi dan ditindaklanjuti diseluruh jajaran
yang ada di Puskesmas Karangpandan, mulai dari kepedulian Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Kepala Puskesmas, penanggungjawab UKM, penanggungjawab
pelayanan klinis, dan seluruh karyawan.
Oleh karena itu perlu disusun program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien Puskesmas Karangpandan yang menjadi acuan dalam penyusunan program-
program mutu dan keselamatan pasien di unit kerja untuk dilaksanakan
B. Tujuan
1. Tujuan Umum : Tersedia acuan dalam melaksanakan pelayanan Poned di Puskesmas
dan jejaringnya.
2. Tujuan Khusus
a. Tersedianya acuan tentang jenis pelayanan Poneddi puskesmas
b. Tersedianya acuan untuk melaksanakan pelayanan Poned yang bermutu di
puskesmas dan jejaringnya
c. secara profesional memberikan pelayanan Poned yang bermutu kepada pasien / klien
di puskesmas dan jejaringnya
d. Tersedianya acuan monitoring dan evaluasi pelayanan Poned di puskesmas dan
jejaringnya.

C. Sasaran Pedoman

4
1. Tenaga pelaksana pelayanan PONED Puskesmas dan tenaga kesehatan lainnya yang
terkait di Puskesmas
2. Pengelola program kesehatan dan lintas sector terkait
D. Ruang lingkup Pelayanan
a. Pertolongan persalinan normal
b. Kegawatdaruratan medic
c. Perdarahan pada kehamilan muda
d. Perdarahan post partum
e. Hipertensi dalam kehamilan (pre eklampsia.eklampsia)
f. Persalinan macet/distosia bahu
g. Infeksi nifas
h. BBLR
i. Hipotermia dan hipoglikemia
j. Asfiksia dan gangguan nafas pada neonates
k. Ikterus pada neonatus
l. Kejang pada neonatus
m. Infeksi pada neonatus
n. Rujukan dan transportasi neonatus
o. Persiapan umum sebelum tindakan pada kegawatdaruratan obstetric dan neonatal

E. Batasan Operasional
1. Puskesmas Mampu Persalinan
Adalah Puskesmas yang mampu melaksanakan Asuhan Persalinan Normal dan
mampu melakukan deteksi kasus kegawat daruratan obstetri dalam 24 jam sehari dan 7
hari dalam seminggu.

2. Sistem rujukan
Adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas
dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun
horizontal.

5
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kwalifikasi Sumber Daya Manusia

No Nama Jabatan Kualifikasi formal Keterangan


1. Penanggungjawab pelayanan PONED Dokter Umum 2 Orang
2. Ka Ru PONED Bidan 1 Orang
3. Bidan jaga Bidan 4orang
4. Petugas yang telah mendapat pelatihan Perawat 2 Orang
PONED
5. Petugas Kebersihan Cleaning Service 2 Orang

B. Distribusi Ketenagaan
a. Pelayanan KIA/KB
b. ANC/PNC
c. Pertolongan persalinan normal
d. Pendeteksian resiko tinggi bumil
e. Penatalaksanaan bumil resti
f. Perawatan bumil sakit
g. Partus Lama
h. KPD
i. PE
j. Perdarahan Post Partum
k. Ab Incomplicatus

C. Jadwal Kegiatan PONED

NO Jam Piket PONED Pagi Siang Malam Keterangan


1. 07.00-13.30 WIB 1bidan 1 bidan on call
2. 13.30-20.00 WIB 1Bidan 1 bidan on call
3. 19.30-07.00 WIB 1Bidan 1 bidan on call

6
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang

Sterilisator
Lemari

Meja jaga
Kamar Mandi Lemari

Wastafel

atal
TroliNeon
Maternal
Troli
MejaResusi

Infarm
tasi

Warmer

B. Standart Fasilitas
1. Struktur Fisik
a. Spesifikasi ruang tidak kurang dari 15 sampai 20 meter
b. Lantai keramik
c. Dinding harus di cat dengan bahan yang mudah di cuci atau keramik
d. Terdapat jalur atau akses mudah dengan jalan masuk pembawa pasien menuju ruang
bersalin
e. Lantai tidak boleh licin
2. Kebersihan
a. Cat dan lantai harus berwarna terang
b. Ruang harus bersih dan bebas debu,kotoran,sampah atau limbah
c. Terdapat kamar mandi untuk kepentingan kebersihan pasien yang hendak bersalin
3. Pencahayaan
a. Harus terang dan cahaya alami atau listrik
b. Listrik harus berfungsi baik
c. Tersedia alat gawatdarurat
d. Harus ada cukup lampu untuk setiap neonates
4. Ventilasi

7
a. Adanya sirkulasi udara yang baik sehingga tidak menyebabkan ruangan menjadi
lembab atau kering.
b. Kipas angin atau AC harus berfungsi baik
c. Suhu ruangan di jaga 24 sampai 26 ‘C
5. Pencucian tangan
a. Wastafel harus di lengkapi dispenser sabun yang di kendalikan siku atau kaki
b. Wastafel / kran,dispenser harus di pasang pada ketinggian yang sesuai dari lantai dan
dinding
c. Tidak boleh ada saluran pembuangan air yang terbuka
d. Harus ada tisu untuk mengeringkan tangan didekatkan di sebelah wastafel.
6. Alat dan Bahan
a. Peralatan medis untuk keperluan ibu dan bayi sesuai standard tersedia lengkap dan
terpelihara dengan baik serta siap pakai.
b. Peralatan penunjang medis sesuai standar
c. Peralatan non medis sesuai standar, seperti Tempat tidur, bed Gynecologis, meja,
kursi, lemari, box bayi dan alat tulis kantor.
d. Peralatan harus tertata dengan baik, rapi, bersih, nyaman dan aman serta
memperhatikan sirkulasi udara diruangan.
e. Disediakan obat dan bahan habis pakai, baik jenis dan jumlahnya harus cukup
minimal sesuai dengan ketentuan.
f. Ketersediaan obat dan bahan habis pakai difasilitas rawat inap sesuai dengan
kebutuhan.
g. Bahan dan obat yang dipakai selalu disimpan ditempat yang sesuai dengan ketentuan
dari obat dan ditata dengan rapi, bersih dan aman.
7. Sarana pendukung
a. Sarana transportasi rujukan pasien berupa ambulan gadar/emergensi
b. Ambulance dilengkapi dengan sarana perlengkapan medis (kit emergensi, O2)

8
BAB IV
TATA LAKSANA UPAYA

A. LINGKUP KEGIATAN
1. BATASAN KEWENANGAN DALAM PELAYANAN PONED
NO Kewenangan Kemampuan
MATERNAL
1. Perdarahan  Diagnosis abortus,mola hidatidosa,kehamilan ektopik
pada  Resusitasi,stabilisasi
kehamilan  Evakuasi sisa mola dengan verbocain
muda  Culdocentesis
 Pemberian cairan
 Pemberian antibiotika
 Evaluasi
 Kontrasepsi pasca keguguran
2. Perdarahan  Diagnosis atonia uteri,perdarahan jalan lahir,sisa
postpartum plasenta,kelaianan pembekuan darah
 Kompresi bimanual
 Kompresi aortal
 Plasenta manual
 Penjahitan jalan lahir
 Restorasi cairan
 Pemantauan keseimbangan cairan
 Pemberian antibiotika
 Pemberian zat vasoaktif
 Pemantauan pasca tindakan
 Rujukan bila diperlukan
3. Hipertensi  Diagnosis hipertensi dalam kehamilan.
dalam  Diagnosis preeklamsi-eklamsi
kehamilan  Resusitas
 Stabilisasi
 Pemberian MgSO4 dan penanggulangan intoksikasi
MgSO4
 Induksi/akselerasi persalinan
 Persalinan berbantu(ekstraksi vakum dan forceps)
 Pemantauan pasca tindakan
 Pemberian MgSO4 hingga 24 jam postpartum
 Rujukan bila diperlukan
4. Persalinan  Diagnosis persalinan macet
macet  Diagnosis dystonia bahu/kala II lama
 Akselerasi persalinan pada inertia uteri hipotoni
 Tindakan ekstraksi vakum/forceps/melahirkan distosia bahu
5. Ketuban pecah  Diagnosis ketuban pecah sebelum waktunya
sebelum  Diagnosis sepsis
waktunya dan  Induksi/ akselerasi persalinan
sepsis  Antibiotika profilaksis/terapeutik terhadap chorioamnionitis
 Tindakan persalinan berbantu(assisted labor) pada kala II
lama/exhausted
 Pemberian zat vasoaktif
 Pemberian antibiotika pada sepsis
 Pemantauan pasca tindakan
 Rujukan apabila di perlukan
6. Infeksi Nifas  Diagnosis infeksi nifas(metritis, mastitis, pelvio-peritonitis,
thrombophlebitis)
 Penatalaksanaan infeksi nifas sesuai dengan
penyebabnya (memberikan utero- tonika,antibiotika,dan
zat vasoaktif)

9
 Terapi cairan pada infeksi nifas/ thrombophlebitis
 Drainase abses pada abses mammae dan kolpotomi pada
abses pelvis
 Pemantauan pasca tindakan
 Rujukan bila di perlukan

NEONATAL
1. Asfiksia pada  Peletakan bayi pada meja resusitasi dan dibawa radiant
neonatal warmer
 Resusitasi (ventilasi dan pijat jantung) pada asfiksia.
 Terapi oksigen
 Koreksi asam basa akibat asfiksia
 Intubasi (apabila diperlukan)
 Pemantauan pasca tindakan termasuk menentukan
resusitasi berhasil atau gagal.
2. Gangguan nafas  Penyebab dan tingkatan gangguan nafas pada bayi baru
pada bayi baru lahir
lahir.  Terapi oksigen
 Resusitasi bila diperlukan
 Manajemen umum dan spesifik (lanjut) gangguan
pernafasan.
 Pemantauan pasca tindakan.
 Rujukan bila diperlukan
3. Bayi Berat  Diagnosis BBLR dan penyulit yang sering timbul
Lahir Rendah (hipotermia, hipoglikemia, hiperbilirubinemia, infeksi/
(BBLR) sepsis,dan gangguan minum)
 Penyebab BBLR dan factor predisposisi
 Pemeriksaan fisik
 Penentuan usia gestasi
 Komplikasi pada BBLR
 Pengaturan pemberian minum/ jumlah cairan yang
dibutuhkan bayi.
 Pemantauan kenaikan BB
 Penilaian tanda kecukupan pemberian ASI
4. Hipotermi pada  Diagnosis hipotermi
bayi baru lahir  Menghangatkan bayi dengan incubator
5. Hipoglikemi dari  Diagnosis hipoglikemi berdasarkan hasil pengukuran
ibu dengan kadar glukosa darah
diabetes millitus  Pemberian glukosa mengikuti GIR (Glucose Infusion rate),
termasuk pemberian ASI apabila memungkinkan.
6. Ikterus  Diagnosis icterus berdasarkan kadar bilirubin serum atau
metode kremer
 Pemeriksaan klinis icterus pada hari pertama, hari kedua,
hari ketiga dan seterusnya untuk perkiraan klinis derajat
icterus
 Diagnosis banding icterus
 Pemberian ASI
 Penyinaran
7. Kejangpada  Diagnosis kejang pada neonates
Neonatus  Tatalaksana penggunaan fenobarbital atau fenitoin
 Pemeriksaan penunjang
 Pemberian terapi suportif
 Pemantauan hasil penatalaksanaan
8. Infeksi  Diagnosis infeksi neonatal
Neonatus  Pemberian antibiotic
 Menjaga fungsi respirasi dan kardiovaskuler

2. KASUS–KASUS YANG HARUS DIRUJUK KERUMAH SAKIT


b. Kasus Ibu hamil yang memerlukan rujukan segera ke Rumah Sakit
1) Ibu hamil dengan panggul sempit

10
2) Ibu hamil dengan riwayat bedah sesar
3) Ibu hamil dengan perdarahan antepartum
4) Hipertensi dalam kehamilan (preeklamsi berat/ eklamsi)
5) Ketuban pecah disertai dengan keluarnya meconium kental
6) Ibu hamil dengan tinggi fundus 40 cm atau lebih (makrosomia, polihidramnion,
kehamilan ganda)
7) Primipara pada fase aktif kala satu persalinan dengan penurunan kepala 5/5
8) Ibu hamil dengan anemia berat
9) Ibu hamil dengan disproporsi Kepala Panggul
10) Ibu hamil dengan penyakit penyerta yang mengancam jiwa (DM, kelainan
jantung).
c. Kasus pada bayi baru lahir yang harus segera dirujuk ke Rumah Sakit:
1) Bayiristi usia gestasi kurang dari 32 minggu
2) Bayi dengan asfiksis ringan dan sedang tidak menunjukan perbaikan selama 6
jam.
3) Bayi dengan kejang meningitis
4) Bayi dengan kecurigaan sepsis
5) Infeksi pra intra post partum
6) Kelainan bawaaan
7) Bayi yang butuh transfuse tukar
8) Bayi dengan distres nafas yang menetap
9) Meningitis
10) Bayi yang tidak menunjukan kemajuan selama perawatan
11) Bayi yang mengalami kelainan jantung
12) Bayi hiperbilirubinemia dan bayi dengan kadar bilirubin total lebih dari 10 mg/dl

B. TATALAKSANA UPAYA KASUS DI PONED


1. Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pertolongan yang aman
yangdilakukan tenaga kesehatan yang kompeten dan diarahkan ke fasilitas
pelayanankesehatan.
Pada prinsipnya pertolongan persalinan harus memperhatikan hal-halberikut:
a. Pencegahan infeksi
b. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar 60 langkah Asuhan
Persalinan Normal.
c. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke fasilitas yang lebih tinggi
d. Melaksanakan inisiasi menyusu dini (IMD)
e. Memberikan injeksi vitamin K 1 mg dan salep mata pada bayi baru lahir
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan pertolongan
persalinanadalah: Dokter spesialis kebidanan, dokter, dan bidan
2. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas
Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar
pada ibumulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga kesehatan. Untuk
deteksi dinikomplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap
ibu nifas denganmelakukan kunjungan nifas minimal sebanyak 4 kali dengan
ketentuan waktu:
11
a. Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengan 48 jam
setelahpersalinan.
b. Kunjungan nifas kedua dalam waktu 3 sampai 7 hari setelah persalinan
c. Kunjungan nifas ketiga dalam waktu 8 sampai 28 hari setelah persalinan
d. Kunjungan nifas keempat dalam waktu 29 sampai 42 hari setelah persalinan
Pelayanan yang diberikan adalah:
a. Pemeriksaan kondisi ibu nifas secara umum
b. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu badan
c. Pemeriksaan kontraksi dan tinggi fundus uteri (involusi uterus)
d. Pemeriksaan Kondisi jalan lahir dan tanda infeksi
e. Pemeriksaan lokea dan pengeluaran pervaginam lainnya
f. Pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian ASI eksklusif
g. Pemberian kapsul vitamin A 200.000 IU sebanyak 2 kali
h. Pelayanan KB pascabersalin
i. Konseling
j. Tatalaksana pada ibu nifas sakit atau ibu nifas dengan komplikasi
Tenaga yang dapat memberikan pelayanan ibu nifas adalah dokter spesialis
kebidanan, dokter, bidan, dan perawat
3. Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir
Pelayanan kesehatan pada bayi baru lahir adalah bayi baru lahir yang
memperoleh pelayanan sesuai standar meliputi :
a. Menjaga kehangatan bayi
b. Mengeringkan bayi
c. Menilai kondisi bayi dan memantau tanda bahaya
d. Klem dan potong tali pusat tanpa membubuhi apapun
e. Melakukan IMD
Tenaga yang dapat memberikan pelayanan ibu nifas adalah dokter spesialis
kebidanan, dokter, bidan, dan perawat
4. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Medik
Pengenalan gejala dan tanda yang dapat mengancam keselamatan jiwa dan
upaya mempertahankan kehidupan. Elemen-elemen penting dalam stabilisasi
pasien adalah :
a. Menjamin kelancaran jalan nafas, pemulihan sistem respirasi dan
sirkulasi
b. Menghentikan sumber perdarahan atau infeksi
c. Mengganti cairan tubuh yang hilang
d. Memotong kejang
e. Memperbaiki perfusi jaringan
f. Mengatasi rasa nyeri atau gelisah
Stabilisasi dan merujuk secara tepat waktu dengan kondisi optimal akan sangat
membantu pasien untuk ditangani secara adekuat dan efektif. Apapun mekanisme
yang terjadi, semua unsur yang terlibat, seharusnya mampu untuk membawa pasien
mencapai fasilitas rujukan yang dituju agar mendapatkan pertolongan yang sangat
vital dalam menyelematkan jiwanya.
a. Terapi Cairan

12
Pada kebanyakan kasus gawat darurat, pasien-pasien memerlukan infuse
untuk menggantikan cairan yang hilang. Larutan isotonik yang dianjurkan adalah
Ringer Laktat dan NaCl fisiologis/garam fisiologis (normal saline). Larutan
glukosa tidak dapat menggantikan garam atau elektrolit yang dibutuhkan selama
penggantian cairan yang hilang.
Untuk pemberian cairan infus, perhatikan :
1) Jumlah cairan yang akan diberikan, 3-4 kali cairan yang keluar.
2) Lamanya pemberian per unit cairan.
3) Ukuran atau diameter jarum (no.16-18) dan kecepatan tetesan.Jumlah per
mililiter tetesan bervariasi antara 10-20 tetes / ml.

b. Pemberian Medikamentosa
Tanyakan Riwayat alergi obat-obatan sebelum memberikan obat kepada
pasien. Bilaada Riwayat alergi tersebut, maka harus dicarikan obat pengganti
yang lebih aman tetapi juga cukup efektif. Cara pemberian obat harus ditetapkan
sebelum obat diberikan :
1) Intravena :
Cara pemberian ini terpilih untuk pasien syok atau kondisi gawatdarurat (syok
septic atau hipovolemik, sepsi, reaksi alergi atau anafilaktik, resusitasi)
2) Intramuskuler :
Cara ini dipilih apabila tidak tersedia bahan untuk pemberian intravena atau
tidak ada sediaan untuk pemberian intravena atau apabila onset kerja obat
bukan merupakan kebutuhan utama.
3) Per oral :
Tidak dianjurkan untuk pasien dengan syok atau sedang dipersiapkan untuk
laparotomi. Hanya diberikan pada pasien dalam keadaan sadar atau proses
realimentasi berlangsung normal. Cara ini hanya memungkinkan untuk pasien
yang akan dirujuk dan masih membutuhkan waktu cukup lama sebelum
sampai ketempat rujukan. Tidak tersedia obat-obatan yang diberikan secara
intravena atau intramuskuler. Pada saat diberikan obat, pasien tidak dalam
keadaan syok, serta pasien stabil dan masih dapat makan dan minum.
4) Antibiotika :
Pada kasus infeksi atau trauma septik, mutlak diperlukan antibiotika. Pada
keadaan tersebut, beri antibiotika secepat mungkin, baik secara intravena dan
intramuskuler atau per oral (bila pasien tidak syok).
c. Penatalaksanaan Nyeri
Pasien dengan infeksi berat, trauma intrabdomen, demam tinggi dan
komplikasi berat lainnya, juga akan mengeluhkan rasa nyeri dan membutuhkan
analgesia. Pemilihan analgesia sangat tergantung dari kondisi pasien, jenis obat,
perawatan yang diberikan, waktu dan cara pemberian analgesia. Hindari
pemberian sedative berlebihan karena akan menghilangkan kemampuan pasien
dalam menjawab secara benar. Bahan narkotika, harus diberikan secara selektif
dan pemantauan ketat karena dapat menyebabkan depresi pernafasan.
d. Tetanus

13
Langkah pertama untuk mengurangi risiko tetanus ialah dengan :
1) Perawtan luka-lukai nfeksi sebaik mungkin, dibersikan dan member peluang
untuk oksigenasi secara maksimal.
2) Buang jaringan nekrotik dan alirkan pus atau abses yang terjadi.
3) Beri antibiotika kombinasi, misalnya penisilin dan metronidazole.
4) Tanyakan Riwayat imunisasi pada kehamilan yang lalu atau kehamilan ini
dan lakukan penilaian kondisi luka atau trauma.
Perhatikan kondisi berikut ini :
1) Pasien dengan imunisasi lengkap dalam 5 tahun terakhir dan lukanya
tergolong bersih maka tidak perlu diberikan serum anti tetanus.
2) Luka yang terkontaminasi bahan infeksius (risiko tinggi tetanus) harus
diberikan 0,5 ml TT dan Imunoglobulin Tetanus (TIG/ATS).
3) Bila riwayat imunisasi tak jelas dan luka dengan risiko tinggi tetanus maka
berikan TT dan TIG/ATS (jangan menyuntikkan kedua bahan tersebut
dengan jarum/tabung suntik dan pada lokasi suntikan yang sama.
e. Syok
Pasien dengan syok harus ditangani dengan segera dan diobservasi secara
ketat karena kondisi mereka dapat memburuk secara mendadak. Tujuan utama
dalam mengatasi syok adalah stabilisasi pasien yaitu mengembalikan cairantubuh
yang hilang dan memperbaiki system sirkulasi, yang terlihat dari naiknya tekanan
darah dan turunnya frekuensi nadi dan pernafasan.
Tanda-tanda Syok:
1) nadi cepat dan halus (> 100 X per menit)
2) menurunnya tekanan darah (diastolik < 60 mmHg)
3) pernafasan cepat (respirasi > 32 X per menit)
4) pucat (terutama pada konjungtiva palpebra, telapak tangan,bibir)
5) berkeringat, gelisah, apatis/bingung atau pingsan/tidak sadar
Penanganan awal :
1) Nilai kegawatan melalui pemeriksaan tanda vital
2) Cegah hipotermia dan miringkan kepala/tubuh pasien untuk mencegah
aspirasi muntahan. Jangan berikan sesuatu melalui mulut untuk mencegah
aspirasi.
3) Bebaskan jalan nafas dan berikan oksigen melalui slang atau masker dengan
kecepatan 6-8 liter per menit.
4) Tinggikan tungkai untuk membantu beban kerja jantung. Bila setelah posisi
tersebut ternyata pasien menjadi sesak atau mengalami edema paru, maka
kembalikan tungkai pada posisi semula dan tinggikan tubuh atas untuk
mengurangi tekanan hidrostatik paru
Bila hingga langkah terakhir tersebut ternyata tak tampak secara jelas
perbaikan kondisi pasien atau minimnya ketersediaan pasokan cairan dan
medikamentosa atau adanya gangguan fungsi peralatan yang dibutuhkan bagi
upaya pertolongan lanjutan, sebaiknya pasien dipindah ke ruang perawatan
intensif atau disiapkan untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
Bila ternyata harus dirujuk pastikan :
1) Pasien dan keluarga mendapat penjelasan tentang apa yang terjadi

14
2) Telah dibuatkan surat rujukan
3) Ada petugas yang menemani dan keluarga sebagai pendonor darah

f. Infeksi/sepsis
Infeksi merupakan komplikasi yang sering terjadi pada kasus dengan
perdarahan pada kehamilan muda atau persalinan traumatik. Sisa konsepsi atau
debris merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Infeksi
tersebut umunya terjadi akibat prosedur pencegahan infeksi tidak dilakukan
secara benar. Stabilisasi dan pengobatan sumber infeksi, sangat diperlukan untuk
menyelamatkan jiwa pasien.
Infeksi local umunya dapat diatasi dengan pemberian antibiotika (IV atau
IM) yang efektif terhadap kuman gram positif, gram negative, anaerobic dan
klamidia. Bila terjadi infeksi systemic atau bila berisiko tinggi untuk terjadi syok
septik, berikan pengobatan yang tepat dan sesegera mungkin.
g. Trauma Intraabdomen
Trauma intraabdomen merupakan komplikasi yang sangat serius dan fatal.
Perforasi atau rupture uteri merupakan penyebab utama dari komplikasi tersebut.
Lanjutan trauma dapat juga mengenai parametrium, ovarium, tuba falopi,
omentum, usus, kandung kemih dan rectum. Hal ini menunjukan adanya upaya
pengakhiran kehamilan dengan kekerasan dan risikoinfeksi, termasuk tetanus
dan peritonitis sangat tinggi.
Tanda gejala trauma intraabdomen :
1) Perut kembung
2) Bising usus melemah
3) Dinding perut kaku dan tegang
4) Nyeri lepas-ulang (rebound tenderness)
5) Mual muntah
6) Nyeri bahu
7) Demam (>38°C)
8) Nyeri abdomen, spasme atau kram perut bawah
Bila tanda-tanda dan gejala tersebut diatas disertai dengan syok, pikirkan
adanya kemungkinan perdarahan intra abddomen yang hebat. Karena trauma
intraabdomen merupakan komplikasi yang sangat fatal, pengenalan dan
penanganan segera dan tepat, akan menyelematkan pasien dari kematian.
Karena Sebagian besar kasus ini harus diselesaikan dengan Tindakan operatif
maka setelah melakukan upaya stabilisasi, rujuk pasien kerumah sakit rujukan.
5. Perdarahan pada Kehamilan Muda (Abortus)
Gejala dan tanda :
a. Terlambat haid (tidak datang haid lebih dari satu bulan, dihitung dari haid
terkahir)
b. Terjadi perdarahan per vaginam
c. Spasme atau nyeri perut bawah (seperti kontraksi saat persalinan)
d. Keluarnya massa kehamilan (fragmen plasenta)
Bila seorang pasien dating dengan dugaan suatu abortus inkomplit, penting
sekali untuk segera menetukan ada-tidaknya komplikasi berbahaya (syok,

15
perdarahan hebat, infeksi/sepsis dan trauma intraabdomen/perforasi uterus). Bila
ditemui komplikasi yang membahayakan jiwa pasien maka harus segera
dilakukan upaya stabilisasi sebelum penanganan lanjut/merujuk kefasilitas
kesehatan rujukan.
Dilakukan pemeriksaan :
a. Riwayat medik
Informasi khusus :
1) Hari pertama haid terakhir
2) Riwayat kontrasepsi
3) Lama dan jumlah perdarahan
4) Demam
5) Nyeri abdomen atau punggung/bahu
6) Kemungkinan tetanus
Informasi medik :
1) Alergi obat
2) Gangguan hematologi
3) Penggunaan obat jangka panjang
4) Minum jamu/obat-obatan
5) Gangguan kesehatan lain
b. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda vital
2) Keadaanumum
3) Periksa keadaan paru, jantung dan ekstremitas
c. Pemeriksaan abdomen
1) Massa atau kelainan intra abdomen
2) Perut kembung dengan bising usus melemah
3) Nyeri ulang-lepas
4) Nyeri atau kaku dinding perut (pelvik/suprapubic)
d. Pemeriksaan panggul
e. Pemeriksaan spekulum
f. Pemeriksaan bimanual
Dengan memperhatikan temuan dari pemeriksaan panggul, tentukan
derajat abortus yang dialami pasien. Pada abortus iminens, pasien harus
diistirahatkan atau tirah baring total selama 24-48 jam. Bila perdarahan berlanjut
dan jumlahnya semakin banyak, atau jika kemudian timbul gangguan lain, pasien
harus dievaluasi ulang dengan segera. Bila keadaan membeik, pasien
dipulangkan dan dianjurkan periksa ulang 1 hingga 2 minggu mendatang. Untuk
abortus insipiens atau inkomplit, harus dilakukan evakuasi semua sisa konsepsi.
6. Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum adalah perdarahan melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi
lahir. Dalam persalinan sukar untuk menentukan jumlah darah secara akurat karena
tercampur dengan air ketuban dan serapan pada pakaian atau kain alas. Oleh
karena itu bila terdapat perdarahan lebih banyak dari normal, sudah dianjurkan
untuk melakukan pengobatan sebagai perdarahan postpartum.

16
Perdarahan postpartum diniya itu perdarahan setelah bayi lahir dalam 24 jam
pertama persalinan dan perdarahan postpartum lanjut yaitu perdarahan setelah 24
jam persalinan.
a. Pengelolaan umum :
1) Panggil bantuan tim untuk tatalaksana secara simultan.
2) Nilai sirkulasi, jalan napas, dan pernapasan pasien.
3) Bila menemukan tanda-tanda syok, lakukan penatalaksanaan syok.
4) Berikan oksigen.
5) Pasang infus intravena dengan kanul berukuran besar (16 atau 18) dan mulai
pemberian cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat atau Ringer
Asetat) sesuai dengan kondisi ibu. Pada saat memasang infus, lakukan juga
pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan.
6) Jika fasilitas tersedia, ambil sampel darah dan lakukan pemeriksaan:
a) Kadar hemoglobin (pemeriksaan hematoma rutin)
b) Penggolongan Darah ABO dan tipe Rh serta sampel untuk pencocokan
silang
c) Profil Hemostasis
i. Waktu perdarahan (Bleeding Time/BT)
ii. Waktu pembekuan (Clotting Time/CT)
iii. Prothrombin partial thromboplastin time (APTT)
iv. Hitung trombosit
v. Fibrinogen
7) Lakukan pengawasan tekanan darah, nadi, dan pernapasan ibu.
8) Periksa kondisi abdomen: kontraksi uterus, nyeri tekan, parut luka, dan tinggi
fundus uteri.
9) Periksa jalan lahir dan area perinium untuk melihat perdarahan dan laserasi
(jika ada, misal: robekan serviks atau robekan vagina).
10) Periksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban.
11) Pasang kateter Folley untuk memantau volume urin dibandingkan dengan
jumlah cairan yang masuk. (CATATAN: produksi urin normal 0.5-1
ml/kgBB/jam atau sekitar 30 ml/jam)
12) Tentukan penyebab dari perdarahannya dan lakukan tatalaksana spesifik
sesuai penyebab.
Diagnosi Banding Perdarahan Post partum
GEJALA DAN TANDA TANDA DAN GEJALA DIAGNOSIS KERJA
LAIN
Uterus tidak berkontraksi Syok Atonia uteri
dan lembek Bekukan darah pada
Perdarahan segera serviks atau posisi
setelah anak lahir terlentang akan
menghambataliran
darah keluar
Darah segar yang Pucat Robekan jalan lahir
mengalir segera setelah Lemah
bayi lahir Menggigil

17
Uterus kontraksi dan keras
Plasenta lengkap
Plasenta belum lahir Tali pusat putus akibat Retensio plasenta
setelah 30 menit traksi berlebihan
Perdarahan segera (P3) Inversio uteri akibat
Uterus berkontraksi dan tarikan
keras Perdarahan lanjutan
Plasenta atau sebagian Uterus berkontraksi Tertinggalnya sebagian
selaput (mengandung tetap tinggi fundus tidak plasenta atau ketuban
pembuluh darah) tidak berkurang
lengkap
Perdarahan segera(P3)
Uterus tidak teraba Neurogenik syok Inversio uteri
Lumen vagina terisi masa Pucat dan limbung
Tampak tali pusat (bila
plasenta belum lahir)
Sub-involusi uterus Anemia Endometristis atau sisa
Nyeri tekan perut bawah Demam fragmen plasenta
dan pada uterus (terinfeksi atau tidak)
Perdarahan Lokhia Late postpartum
mukopurulen dan berbau hemorrhage
Perdarahan postpartum
sekunder

b. Pengelolaan khusus
1) Atonia Uteri
Atonia uteri terjadi bila miometrium tidak berkontraksi. Uterus menjadi
lunak dan pembuluh darah pada daerah bekas perlekatan plasenta terbuka
lebar. Atonia merupakan penyebab tersering perdarahan postpartum;
sekurang-kurangnya 2/3 dari semua perdarahan postpartum disebabkan oleh
atonia uteri. Upaya penanganan perdarahan postpartum disebabkan atonia
uteri, harus dimulai dengan mengenal ibu yang memiliki kondisi yang berisiko
terjadinya atonia uteri. Kondisi ini mencakup:
a) Hal-hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal
seperti pada:Polihidramnion, Kehamilan kembar dan Makrosomi.
b) Persalinan lama
c) Persalinan terlalu cepat
d) Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin
e) Infeksi intrapartum
f) Paritas tinggi
Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah
melakukan penanganan kala tiga secara aktif, yaitu:
a) Menyuntikan Oksitosin
1) Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal.

18
2) Menyuntikan Oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian
luar paha kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih
dahulu untuk memastikan
3) Bahwa ujung jarum tidak mengenai pembuluh darah.
b) Peregangan Tali Pusat Terkendali
i. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari
vulva atau menggulung tali pusat
ii. Meletakan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah
uterus, sementara tangan kanan memegang tali pusat
menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari vulva
iii. Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan
kanan sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati
kearah dorso-kranial
c) Mengeluarkan plasenta
i. Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat
bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta
ibu untuk meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali
pusat kearah bahwa kemudian keatas sesuai dengan kurve jalan
lahir hingga plasenta tampak pada vulva.
ii. Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir,
pindahkan kembali klem hingga berjarak ± 5-10 dari vulva.
iii. Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selama
15 menit, Suntikan ulang 10 IU Oksitosini.m
iv. Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila penuh
v. Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual
d) Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta
dengan hati-hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan
selaput secara perlahan dan sabar untuk mencegah robeknya selaput
ketuban.
e) Masase Uterus
Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri
dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar
4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
f) Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan
i. Kelengkapan plasenta dan ketuban
ii. Kontraksi uterus
iii. Perlukaan jalan lahir
Langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri
No. Langkah Keterangan
1 Lakukan masase fundus uteri Masase merangsang kontraksi uterus.
segera setelah plasenta Sambil melakukan masase sekaligus dapat
dilahirkan dilakukan penilaian kontraksi uterus
2 Bersihkan kavum uteri dari Selaput ketuban atau gumpalan darah
selaput ketuban dan dalam kavum uteri akan dapat menghalangi
gumpalan darah. kontraksi uterus secara baik

19
3 Mulai lakukan kompresi Sebagian besar atonia uteri akan teratasi
bimanual interna. Jika uterus dengan tindakan ini. Jika kompresi
berkontraksi keluarkan bimanual tidak berhasil setelah 5 menit,
tangan setelah 1-2 menit. diperlukan tindakan lain
Jika uterus tetap tidak
berkontraksi teruskan
kompresi bimanual interna
hingga 5 menit
4 Minta keluarga untuk Bila penolong hanya seorang diri, keluarga
melakukan kompresi dapat meneruskan proses kompresi
bimanual eksterna bimanual secara eksternal selama anda
melakukan langkah-langkah selanjutnya.
5 Berikan Metilergometrin 0,2 Metilergometrin yang diberikan secara
mg intramuskular/ intra vena intramuscular akan mulai bekerja dalam 5-7
menit dan menyebabkan kontraksi uterus
Pemberian intravena bila sudah terpasang
infuse sebelumnya
6 Berikan infuse cairan larutan Telah memberikan Oksitosin pada waktu
Ringer laktat dan Oksitosin penatalaksanaan aktif kala tiga dan
20 IU/500 cc Metilergometrin intramuskuler. Oksitosin
intravena akan bekerja segera untuk
menyebabkan uterus berkontraksi. Ringer
Laktat akan membantu memulihkan volume
cairan yang hilang selama atoni. Jika uterus
20anita belum berkontraksi selama 6
langkah pertama, sangat mungkin bahwa ia
mengalami perdarahan postpartum dan
memerlukan penggantian darah yang hilang
secara cepat.
7 Mulai lagi kompresi bimanual Jika atoni tidak teratasi setelah 7 langkah
interna atau Pasang tampon pertama, mungkin ibu mengalami masalah
uterovagina serius lainnya. Tampon uterovagina dapat
dilakukan apabila penolong telah terlatih.
Rujuk segera kerumah sakit
8 Membuat persiapan untuk Atoni bukan merupakan hal yang sederhana
merujuk segera dan memerlukan perawatan gawat darurat
di fasilitas dimana dapat dilaksanakan
bedah dan pemberian tranfusi darah
9 Teruskan cairan intravena Berikan infus 500 cc cairan pertama dalam
hingga ibu mencapai tempat waktu 10 menit. Kemudian ibu memerlukan
rujukan cairan tambahan, setidak-tidaknya 500
cc/jam pada jam pertama, dan 500 cc/4 jam
pada jam-jam berikutnya. Jika anda tidak
mempunyai cukup persediaan cairan
intravena, berikan cairan 500 cc yang ketiga

20
tersebut secara perlahan, hingga cukup
untuk sampai di tempat rujukan. Berikan ibu
minum untuk tambahan rehidrasi.

2) Perlukaan Jalan Lahir


Perlukaan jalan terdiri dari:
a) Robekan Perineum
Dibagiatas 4 tingkat :
i. Tingkat I
Robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perineum. Penjahitan robekan perineum tingkat I
dapat dilakukan dengan memakai catgut yang dijahitkan secara
jelujur atau dengan cara jahitan angka delapan (figure of eight).
ii. Tingkat II
Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei
transversalis, tetapi tidak mengenai sfingter ani.
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat I
atau tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau
bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan
terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-
masing dijepit dengan klem terlebih dahulu, kemudian digunting.
Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka
robekan.
Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut, kemudian selaput
lendir vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau
delujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan.
Sampai kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur.
iii. Tingkat III
Robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani.
Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang
robek dijahit, kemudian fasia perirektal dan fasial septum
rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu
kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan
dijepit dengan klem / pean lurus, kemudian dijahit dengan 2 – 3
jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi. Selanjutnya robekan
dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II.
iv. Tingkat IV
Robekan sampai mukosa rectum. Pada robekan perineum
tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk melakukan perbaikan cukup
tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat
menimbulkan keluhan sepanjang kehidupannya, maka dianjurkan
apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan rencana
tindakan perbaikan di rumah sakit kabupaten/kota.
b) Kolporeksis adalah suatu keadaan dimana terjadi robekan di vagina
bagian atas, sehingga sebagian serviks uteri dan sebagian uterus

21
terlepas dari vagina. Robekan ini memanjang atau melingkar. Robekan
dinding vagina harus dijahit. Kasus kolporeksis dan fistula visiko vaginal
harus dirujuk kerumah sakit.
c) Robekan serviks dapat terjadi di satut empat atau lebih. Pada kasus
partus presipitatus, persalinan sungsang, plasenta manual, terlebih lagi
persalinan. Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. Bibir
depan dan bibir belakang serviks dijepit dengan klem Fenster. Kemudian
serviks ditarik sedikit untuk menentukan letak robekan dan ujung
robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari
ujung robekan untuk menghentikan perdarahan.
3) Retensio Plasenta
Retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam
setelah janin lahir. Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding
rahim oleh karena kontraksi rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta
disebut plasenta adhesiva. Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di
dinding rahim oleh karena villi korialisnya menembus desidua sampai
miometrium disebut plasenta akreta. Plasenta yang sudah lepas dari dinding
rahim tetapi belum lahir karena terhalang oleh lingkaran konstriksi di bagian
bawah rahim disebut plasenta inkarserata. Perdarahan hanya terjadi pada
plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari dinding rahim.
Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang
telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan
pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan
bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta manual.
Prosedur plasenta manual sebagai berikut:
a) Sebaiknya pelepasan plasenta secara manual dilakukan dalam narkosis,
karena relaksasi otot memudahkan pelaksanaannya terutama bila retensi
telah lama. Sebaiknya juga dipasang infus NaCl 0,9% sebelum tindakan
dilakukan. Setelah desinfektan tangan dan vulva termasuk daerah
seputarnya, labia dibeberkandengan tangan kiri sedangkan tangan kanan
dimasukkan secara obstetrik ke dalam vagina.
b) Sekarang tangan kiri menahan fundus untuk mencegah kolporeksis.
Tangan kanan dengan posisi obstetrik menuju ke ostium uteri dan terus
ke lokasi plasenta; tangan dalam ini menyusuri tali pusat agar tidak terjadi
salah jalan (false route).
c) Supaya tali pusat mudah diraba, dapat diregangkan oleh pembantu
(asisten). Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan
tersebut dipindahkan ke pinggir plasenta dan mencari bagian plasenta
yang sudah lepas untuk menentukan bidang pelepasan yang tepat.
Kemudian dengan sisi tangan kanan sebelah kelingking (ulner), plasenta
dilepaskan pada bidang antara bagian plasenta yang sudah terlepas dan
dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim.
Setelah seluruh plasenta terlepas, plasenta dipegang dan dengan
perlahan-lahan ditarik keluar.

22
d) Kesulitan yang mungkin dijumpai pada waktu pelepasan plasenta secara
manual ialah adanya lingkaran konstriksi yang hanya dapat dilalui dengan
dilatasi oleh tangan dalam secara perlahan-lahan dan dalam nakrosis
yang dalam. Lokasi plasenta pada dinding depan rahim juga sedikit lebih
sukar dilepaskan daripada lokasi di dinding belakang. Ada kalanya
plasenta tidak dapat dilepaskan secara manual seperti halnya pada
plasenta akreta, dalam hal ini tindakan dihentikan.
Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta lengkap,
segera dilakukan kompresi bimanual uterus dan disuntikkan Ergometrin 0.2
mg IM atau IV sampai kontraksi uterus baik. Pada kasus retensio plasenta,
risiko atonia uteri tinggi oleh karena itu harus segera dilakukan tindakan
pencegahan perdarahan postpartum. Apabila kontraksi rahim tetap buruk,
dilanjutkan dengan tindakan sesuai prosedur tindakan pada atonia uteri.
Plasenta akreta ditangani dengan histerektomi oleh karena itu harus dirujuk
ke rumah sakit
4) Sisa Plasenta
Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim
dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum
lambat (biasanya terjadi dalam 6 – 10 hari pasca persalinan). Pada
perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan
dari ronggarahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada
perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim,
yaitu perdarahan yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari
rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok.
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali
apabila penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah
plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau
terdapat keraguan akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa
plasenta ditentukan dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu
diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim
setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa
plasenta yang tertinggal dalam rongga rahim.
Pengelolaan
a) Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat
dikeluarkan secara manual. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit
dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan
kuretase pada abortus.
b) Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
c) Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.
7. Preeklampsia-Eklampsia
Eklampsia merupakan salah satu sebab utama kematian ibu di semua negara
dan mengakibatkan sekitar 50.000 kematian ibu di dunia setiap tahun. Magnesium

23
sulfat menjadi obat terpilih di semua negara untuk pengelolaan Preeklampsia/
Eklampsia.
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau
90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam pada wanita yang
sebelumnya normotensi.
Bila ditemukan tekanan darah tinggi (≥140/90 mmHg) pada ibu hamil, lakukan
pemeriksaan kadar protein urin dengan tes celup urin atau protein urin 24 jam dan
tentukan diagnosis.
Gejala dan Tanda :
a. Tekanan darah diastolik merupakan indikator dalam penanganan
hipertensi dalam kehamilan, oleh karena tekanan diastolik mengukur
tahanan perifer dan tidak tergantung pada keadaan emosional pasien.
b. Diagnosis hipertensi dibuat jika tekanan darah diastolik  90 mmHg pada
2 pengukuran berjarak 1 jam atau lebih.
c. Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi dalam:
1) Hipertensi karena kehamilan, jika hipertensi terjadi pertama kali
sesudah kehamilan 20 minggu, selama persalinan dan/atau dalam 48
jam post partum.
2) Hipertensi kronik, jika hipertensi terjadi sebelum kehamilan 20 minggu
a. Hipertensi Karena Kehamilan
Lebih sering terjadi pada primigravida. Keadaan patologis telah terjadi
sejak implantasi, sehingga timbul iskemia plasenta yang kemudian diikuti
dengan sindroma inflamasi. Risiko meningkat pada :
1) Masa plasenta besar (gemelli, penyakit trofoblast)
2) Hidramnion
3) Diabetes melitus
4) Isoimunisasi rhesus
5) Faktor herediter
6) Autoimun: SLE
Hipertensi dalam kehamilan dan preeclampsia ringan sering ditemukan
tanpa gejala, kecuali peningkatan tekanan darah. Prognosis menjadi lebih buruk
dengan terdapatnya proteinuria. Edema tidak lagi menjadi suatu tanda yang
sahih untuk preeklampsia. Preeklampsia berat didiagnosis pada kasus dengan
salah satu gejala berikut:
1) Tekanan darah diastolik> 110 mmHg
2) Proteinuria  2+ - Oliguria < 400 ml per 24 jam
3) Edema paru: nafas pendek, sianosis dan adanya ronkhi
4) Nyeri daerah epigastrium atau kuadran atas kanan perut
5) Gangguan penglihatan: skotoma atau penglihatan yang berkabut
6) Nyeri kepala hebat yang tidak berkurang dengan pemberian analgetika biasa
7) Hiperrefleksia
8) Mata: spasme arteriolar, edema, ablasio retina
9) Koagulasi: koagulasi intravaskuler disseminata, sindrom HELLP
10) Pertumbuhan janin terhambat
11) Otak: edema serebri

24
12) Jantung: gagal jantung
Eklampsia ditandai oleh gejala preeclampsia berat dan kejang
1) Kejang dapat terjadi dengan tidak tergantung pada beratnya hipertensi
2) Kejang bersifat tonik-klonik, menyerupai kejang pada epilepsy grand mal
3) Koma terjadi setelah kejang dan dapat berlangsung lama (beberapa jam)
Diagnosis Banding
1) Hipertensi kronik
Jika tekanan darah sebelum kehamilan 20 minggu tidak diketahui, akan
sulit untuk membedakan antara preeklampsia dan hipertensi kronik, dalam
hal demikian, tangani sebagai hipertensi karena kehamilan. Superimposed
preeclampsia adalah hipertensi kronik dan preeklampsia.
2) Proteinuria
Sekret vagina ataucairan amnion dapat mengkontaminasi urin, sehingga
terdapat proteinuria. Kateterisasi tidak dianjurkan karena dapat
mengakibatkan infeksi. Infeksi kandung kemih, anemia berat, payah jantung
dan partus lama juga dapat menyebabkan proteinuria. Darah dalam urin,
kontaminasi darah vagina dapat menghasilkan proteinuria positif palsu
3) Kejang dan koma
Eklampsia harus didiagnosa banding dengan epilepsi, malaria serebral,
trauma kepala, penyakit serebro vaskuler, intoksikasi (alkohol, obat, racun),
kelainan metabolisme (asidosis), meningitis, ensefalitis, ensefalopati,
intoksikasi air, histeria dan lain-lain.
Pencegahan
1) Pembatasan kalori, cairan dan diet rendah garam tidak dapat mencegah
hipertensi karena kehamilan, bahkan dapat membahayakan janin.
2) Manfaat aspirin, kalsium dan lain-lain dalam mencegah hipertensi karena
kehamilan belum sepenuhnya terbukti.
3) Yang lebih perlu adalah deteksi dini dan penanganan cepat-tepat. Kasus
harus ditindaklanjuti secara berkala dan diberi penerangan yang jelas
bilamana harus kembali kepelayanan kesehatan. Dalam rencana
pendidikan, keluarga (suami, orang tua, mertua dll.) harus dilibatkan sejak
awal
4) Pemasukan cairan terlalu banyak mengakibatkan edema paru.
Penanganan umum
1) Segera rawat
2) Lakukan penilaian klinik terhadap keadaan umum, sambil mencari riwayat
penyakit sekarang dan terdahulu dari pasien atau keluarganya
3) Jika pasien tidak bernafas:
a) Bebaskan jalan nafas
b) Berikan O2 dengan sungkup
c) Lakukan intubasi jika diperlukan
4) Jika pasien kehilangan kesadaran / koma:
a) Bebaskan jalan nafas
b) Baringkan pada satusisi
c) Ukur suhu

25
d) Periksa apakah ada kaku kuduk
5) Jika pasien syok, lakukan penanganan syok.
6) Jika terdapat perdarahan, lakukan penanganan perdarahan.

7) Jika pasien kejang (Eklampsia)


a) Baringkan pada satusisi, tempat tidur arah kepala ditinggikan sedikit
untuk mengurangi kemungkinan aspirasi sekret, muntahan atau darah.
b) Bebaskanjalannafas.
c) Pasang spatel lidah untuk menghindari tergigitnya lidah.
d) Fiksasi untuk menghindari pasien jatuh dari tempat tidur
Pengelolaan
1) Hipertensi Kronik
a) Jika pasien sebelum hamil sudah mendapatkan pengobatan dengan
obat anti hipertensi dan terpantau dengan baik, lanjutkan pengobatan
tersebut
b) Jika tekanan darah diastolic >110 mmHg atau tekanan sistolik 160
mmHg, berikan anti hipertensi
c) Jika terdapat proteinuria, pikirkan superimposed preeclampsia
d) Istirahat
e) Lakukan pemantauan pertumbuhan dan kondisi janin
f) Jika terdapat preeklampsia, pertumbuhan janin terhambat atau gawat
janin, lakukan: Jika serviks matang, lakukan induksi dengan Oksitosin 2-
5 IU dalam 500 ml Dekstrose melalui infus 10 tetes/menit atau dengan
prostaglandin. Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin,
misoprostol atau kateter Foley
g) Observasi komplikasi seperti solusio plasenta atau superimposed
preeklampsia
2) Hipertensi dalam kehamilan tanpa protein uria
Jika kehamilan< 35 minggu, lakukan pengelolaan rawat jalan:
a) Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria dan kondisi janin setiap
minggu.
b) Jika tekanan darah meningkat, kelola sebagai preeklampsia.
c) Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin yang
terhambat, rawat dan pertimbangkan terminasi kehamilan
3) Preeklampsia ringan
Jika kehamilan< 35 minggu dan tidak terdapat tanda perbaikan, lakukan
penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan:
a) Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria, refleks dan kondisi
janin
b) Lebih banyak istirahat
c) Diet biasa
d) Tidak perlu pemberian obat
e) Jika tidak memungkinkan rawat jalan, rawat di rumah sakit:
i. Diet biasa

26
ii. Lakukan pemantauan tekanan darah 2 kali sehari, proteinuria 1 kali
sehari
iii. Tidak memerlukan pengobatan
iv. Tidak memerlukan diuretik, kecuali jika terdapat edema paru,
dekompensasi jantung atau gagal ginjal akut
v. Jika tekanan diastolic turun sampai normal, pasien dapat
dipulangkan:
Nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda preeclampsia
berat. Periksa ulang 2 kali seminggu. Jika tekanan diastolik naik lagi,
rawat Kembali.
vi. Jika tidak terdapat tanda perbaikan, tetap dirawat.
vii. Jika terdapat tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan
terminasi kehamilan.
viii. Jika proteinuria meningkat, kelola sebagai preeclampsia berat
Jika kehamilan> 35 minggu, pertimbangkan terminasi kehamilan
a) Jika serviks matang, lakukan induksi dengan Oksitosin 5 IU dalam 500 ml
Ringer Laktat/Dekstrose 5% IV 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin.
b) Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau
kateter Foley, atau lakukan terminasi dengan bedah Caesar.
4) Preeklampsia berat dan eclampsia
Penanganan preeclampsia berat dan eklampsiasama, kecuali bahwa
persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada
eklampsia.
Pengelolaan kejang:
a) Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
b) Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir,
masker oksigen, oksigen)
c) Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
d) Aspirasi mulut dan tenggorokan
e) Baringkan pasien pada sisikiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi
risiko aspirasi
f) Berikan O2 4-6 liter/menit
Pengelolaan umum
1) Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai
tekanan diastolik antara 90-100 mmHg
2) Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih
3) Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
4) Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan proteinuria
5) Infus cairan dipertahankan 1.5 - 2 liter/24 jam
6) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin.
7) Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam.
8) Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi
merupakan tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan
pemberian cairan dan berikan diuretik (mis. Furosemide 40 mg IV).

27
9) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak
terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati.
Anti konvulsan
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi
kejang pada preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah Diasepam,
dengan risiko terjadinya depresi neonatal.

Dosis Magnesium Sulfat untuk Preeklampsia dan Eklampsia


MAGNESIUM SULFAT UNTUK PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA
Alternatif I Dosis awal MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40%
selama 5 menit Segera dilanjutkan
dengan 15 ml MgSO4 (40%) 6 g
dalam larutan Ringer Asetat / Ringer
Laktat selama 6 jam
Dosis Pemeliharaan Jika kejang berulang setelah 15
menit, berikan MgSO4 (40%) 2 g IV
selama 5 menit
MgSO4 1 g / jam melalui infus Ringer
Asetat / Ringer Laktat yang diberikan
sampai 24 jam postpartum
Alternatif II Dosis awal MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40%
selama 5 menit
Dosis pemeliharaan Diikuti dengan MgSO4 (40%) 5 g IM
dengan 1 ml Lignokain (dalam
semprit yang sama)
Pasienakanmerasaagakpanas pada
saatpemberian MgSO4
Sebelum pemberian MgSO4 Frekuensi pernafasan minimal 16
ulangan, lakukan pemeriksaan: kali/menit
Refleks patella (+)
Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam
terakhir
Hentikan pemberian MgSO4, jika: Frekuensi pernafasan< 16 kali/menit
Refleks patella (-), bradipnea (<16
kali/menit)
Siapkan antidotum Jika terjadi henti nafas:
Bantu pernafasan dengan ventilator
Berikan Kalsium glukonas 1 g (20 ml
dalam larutan 10%) IV perlahan-
lahan sampai pernafasan mulai lagi

Dosis Diazepam untukPreeklampsia dan Eklampsia


DIASEPAM UNTUK PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA
Dosis awal Diasepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit
Jika kejang berulang, ulangi pemberian sesuai
28
dosis awal
Dosis pemeliharaan Diasepam 40 mg dalam 500 ml larutan Ringer
laktat melalui infus
Depresi pernafasan ibu baru mungkin akan terjadi
bila dosis> 30 mg/jam
Jangan berikan melebihi 100 mg/jam

Anti hipertensi
a) Obat pilihan adalah Nifedipin, yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat
diulang sampai 8 kali/24 jam.
b) Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan tambahan 5 mg
Nifedipin sublingual.
c) Labetolol 10 mg oral. Jika respons tidak membaik setelah 10 menit,
berikan lagi Labetolol 20 mg oral.
b. Persalinan
1) Pada preeclampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam,
sedangkan pada eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul.
2) Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam
(pada eklampsia), lakukan bedah Caesar
3) Jika bedah Caesar akan dilakukan, perhatikan bahwa:
a) Tidak terdapat koagulopati. (koagulopati merupakan kontraindikasi
anestesi spinal).
b) Anestesia yang aman / terpilih adalah anesthesia umum untuk
eklampsia dan spinal untuk PEB. Dilakukan anestesia lokal, bila risiko
anestesi terlalu tinggi.
4) Jika serviks telah mengalami pematangan, lakukan induksi dengan
Oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml Dekstrose 10 tetes/menit atau dengan cara
pemberian prostaglandin / misoprostol.
c. Perawatan postpartum
1) Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang yang
terakhir
2) Teruskan terapi hipertensi jika tekanan diastolik masih> 90 mmHg
3) Lakukan pemantauan jumlah urin
8. Persalinan Macet (Distosia)
Persalinan macet adalah gangguan kemajuan persalinan (kala 1) yang diukur
dalam batasan waktu 2 jam sejak pemeriksaan terakhir atau setelah dilakukan
pimpinan persalinan (kala 2). Pada keadaan tertentu, batasan waktu digantikan
dengan kelajuan proses untuk menentukan kemajuan persalinan, misalnya pada
kasus distosia bahu. Proses kemajuan persalinan pada kala I, dapat dinilai dari
partograf atau Kurva Friedman sebagai instrumen analisis.
Distosia bahu adalah suatu keadaan dimana setelah kepala dilahirkan, bahu
anterior tidak dapat lewat di bawah simfisis pubis. Kondisi ini merupakan
kegawatdaruratan obstetri karena bayi dapat meninggal jika tidak segera dilahirkan.
a. Penilaian Klinik
1) Menentukan kondisi dan kekuatan kontraksi

29
2) Menentukan kemampuan ibu dalam menghasilkan tenaga ekspulsi
3) Menentukan kondisi janin
a) Didalam atau diluar rahim
b) Jumlah janin
c) Letaknya
d) Presentasi dan penurunan bagian terbawah janin
e) Posisi, moulase dan kaput susedaneum
f) Bagian kecil janin disamping presentasi (tangan, tali pusat dll)
g) Anomali kongenital yang dapat menghalangi proses ekspulsi bayi\
h) Taksiran berat janin
i) Janin mati atau hidup, gawat janin atau tidak
4) Menentukan ukuran panggul dan imbangan feto-pelvik
5) Menentukan ada/tidaknya tumor pada jalan lahir yang dapat menghalangi
persalinan pervaginam.
Berdasarkan hasil penilaian, tentukan dengan segera etiologi
gangguan kemajuan proses persalinan selama kala pembukaan ataupun saat
kala pengeluaran.
b. Diagnosis
Tanda distosia bahu yang harus diamati penolong persalinan adalah:
1) Kesulitan melahirkan wajah dan dagu
2) Kepala bayi tetap melekat erat di vulva atau bahkan tertarik kembali(turtle
sign)
3) Kegagalan paksi luar kepala bayi
4) Kegagalan turunnya bahu
c. Tatalaksana Umum
1) Minta bantuan tenaga kesehatan lain, untuk menolong persalinan dan
resusitasi neonatus bila diperlukan. Bersiaplah juga untuk kemungkinan
perdarahan pascasalin atau robekan perineum setelah tatalaksana.
2) Lakukan manuver McRobert. Dalam posisi ibu berbaring telentang, mintalah
ia untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya sejauh
mungkinke arah dadanya. Mintalah bantuan 2orang asisten untuk menekan
fleksi kedua lutut ibu ke arah dada.
3) Mintalah salah seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan ke
arah lateral bawah pada daerah suprasimfisis untuk membantu
persalinan bahu.
4) Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi, lakukan
tarikan yang mantap dan terus menerus ke arah aksial (searah tulang
punggung janin) pada kepala janin untuk menggerakkan bahu depan di
bawah simfisis pubis.
d. Tatalaksana khusus
1) Jika bahu masih belum dapat dilahirkan:
a) Buatlah episiotomi untuk memberi ruangan yang cukup untuk
memudahkan manuver internal.
b) Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi, masukkan
tangan ke dalam vagina pada sisi punggung bayi.

30
c) Lakukan penekanan di sisi posterior pada bahu posterior untuk
mengadduksikan bahu dan mengecilkan diameter bahu.
d) Rotasikan bahu ke diameter oblik untuk membebaskan distosia bahu.
e) Jika diperlukan, lakukan juga penekanan pada sisi posterior bahu anterior
dan rotasikan bahu ke diameter oblik.
2) Jika bahu masih belum dapat dilahirkan setelah dilakukan tindakan diatas:
a) Masukkan tangan ke dalam vagina.
b) Raih humerus dari lengan posterior, kemudian sembari menjaga lengan
tetap fleksi pada siku, pindahka lengan ke arah dada. Raih pergelangan
tangan bayi dan tarik lurus ke arah vagina.Manuver ini akan memberikan
ruangan untuk bahu anterior agar dapat melewati bawah simfisis pubis
3) Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, terdapat
manuver-manuver lain yang dapat dilakukan, misalnya
kleidotomi,simfisiotomi, metode sling atau manuver Zavanelli. Namun
manuver-manuver ini hanya boleh dikerjakan oleh tenaga terlatih.
9. Infeksi Nifas
Infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan disebut infeksi
nifas. Suhu 38C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2 – 10 postpartum dan diukur
per oral sedikitnya 4 kali sehari disebut sebagai morbiding puerperalis. Kenaikan
suhu tubuh yang terjadi di dalam masa nifas, dianggap sebagai infeksi nifas jika
tidak ditemukan sebab-sebab ekstragenital.
a. Penilaian Klinik
Gejala dan tanda yang Gejala lain yang mungkin Kemungkinan
selalu didapat didapat diagnosis
Nyeri perut bagian bawah Perdarahan pervaginam Metritis
Lokhia purulen dan berbau Syok (Endometritis/
Uterus tegang dan Peningkatan sel darah putih, Endomiometritis)
subinvolusi terutama poli-morfonuklear
Nyeri perut bagian bawah Dengan antibiotic tidak Abses pelvik
Pembesaran perut bawah membaik
Demam terus menerus Pembengkakan pada
adneksa atau kavum Douglas
Nyeri perut bagian bawah Perut yang tegang (rebound Peritonitis
Bising usus tidak ada tenderness)
Anoreksia/muntah
Nyeri payudara dan tegang Payudara yang mengeras Bendungan pada
dan membesar (pada kedua payudara
payudara)
Biasanya terjadinya antara
hari 3- 5 pasca persalinan
Nyeri payudara dan Ada inflamasi yang didahului Mastitis
tegang/bengkak bendungan
kemerahan yang batasnya
jelas pada payudara
Biasanya hanya satu
31
payudara
Biasanya terjadi antara 3 – 4
minggu pasca persalinan
Payudara yang tegang dan Pembengkakan dengan Abses payudara
padat kemerahan adanya fluktuasi
Mengalir nanah

Nyeri pada luka / irisan dan Luka/irisan pada perut dan Selulitis pada
tegang/indurasi perineal yang mengeras luka (perineal /
/indurasi Abdominal)
Keluar pus
Kemerahan
Luka yang mengeras Abses atau
disertai pengeluaran cairan hematoma pada
serous atau kemerahan luka insisi
dari luka; tidak ada / sedikit
erithema dekat luka insisi
Disuria Nyeri dan tegang pada Infeksi pada
daerah pinggang traktusurinarius
Nyeri suprapublik
Uterus tidak mengeras
Menggigil
Demam yang tinggi walau Ketegangan pada otot kaki Thrombosis vena
mendapat antibiotika Komplikasi pada paru, ginjal, dalam (deep vein
menggigil persendian, mata dan thrombosis) (a)
jaringan subkutan Thromboflebitis: -
-
pelviotromboflebit
is - - Femoralis
Konsolidasi Kerongkongan yang terasa Pneumonia
Batuk penuh
Peningkatan frekuensi Keluar dahak
nafas Kesukaran bernafas
Nyeri dada
Mengigil Pembesaran liver Malaria
Pembesaran limpa Tifoid (b)
Kuning Hepatitis (c)
Nyeri epigastrium

b. Penanganan Umum
1) Antisipasi setiap faktor kondisi (faktor predisposisi) dan masalah dalam
proses persalinan yang dapat berlanjut menjadi penyulit / komplikasi dalam
masa nifas.
2) Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami
infeksi nifas.

32
3) Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi uang
dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan.
4) Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui.
5) Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan gejala
yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan segera.
6) Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu
yang mengalami infeksi pada saat persalinan.
7) Berikan hidrasi oral / IV secukupnya
c. Pengelolaan
1) Metritis
a) Berikan transfusi bila dibutuhkan (Packed Red Cell).
b) Berikan antibiotika spektrum luas dalam dosis yang tinggi.
i. Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam ditambah Gentamisin 5
mg/kg berat badan IV dosis tunggal/hari dan Metronidazol 500 mg IV
setiap 8 jam. Lanjutkan antibiotika ini sampai ibu tidak panas selama 24
jam.
c) Pertimbangkan pemberian antitetanus profilaksis.
d) Bila dicurigai adanya sisa plasenta, lakukan pengeluaran (digital atau
dengan kuret tumpul besar).
e) Bila ada pus lakukan drainase (kalau perlu kolpotomi), ibu dalam posisi
Fowler.
f) Bila tak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif dan ada tanda
peritonitis generalisata lakukan laparotomi dan keluarkan pus. Bila pada
evaluasi uterus nekrotik dan septik lakukan histerektomi subtotal.
2) Bendungan Payudara
a) Bila ibu menyusui bayinya:
i. Susukan sesering mungkin.
ii. Kedua payudara disusukan.
iii. Kompres hangat payudara sebelum disusukan.
iv. Bantu dengan memijat payudara untuk permulaan menyusui.
v. Sangga payudara.
vi. Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui.
vii. Bila demam tinggi berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4
jam.
viii. Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengetahui hasilnya.
b) Bila ibu tidak menyusui:
i. Sangga payudara.
ii. Kompres dingin payudara untuk mengurangi pembengkakan dan
rasa sakit.
iii. Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
iv. Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara.
v. Pompa dan kosongkan payudara.
3) Mastitis
Payudara tegang / indurasi dan kemerahan

33
a) Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan
sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang.
b) Sangga payudara.
c) Kompres dingin.
d) Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
e) Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada pus.
f) Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.

4) Abses Payudara
Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang kemerahan.
a) Diperlukan anestesi umum (ketamin).
b) Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya tidak
memotong saluran ASI.
c) Pecahkan kantung pus dengan klem jaringan (pean) atau jari tangan.
d) Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam.
e) Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
f) Sangga payudara.
g) Kompres dingin.
h) Berikan Parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan.
i) Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus.
j) Lakukan follow up setelah pemberian pengobatan selama 3 hari.
5) Abses Pelvis
a) Bila pelviks abses ada tanda cairan fluktuasi pada daerah cul-de-sac,
lakukan kolpotomi atau dengan laparotomi. Ibu posisi Fowler.
b) Berikan antibiotika spektrum luas dalam dosis yang tinggi. Ampisilin 2 g
IV kemudian 1 g setiap 6 jam, ditambah Gentamisin 5 mg/kg berat badan
IV dosis tunggal/hari dan Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam. Lanjutkan
antibiotika ini sampai ibu tidak panas selama 24 jam.
6) Peritonitis
a) Lakukan pemasangan selang nasogastrik bila perut kembung akibat
ileus.
b) Berikan infus (NaCL atau Ringer laktat) sebanyak 3000 ml.
c) Berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam: Ampisilin 2 g
IV, kemudian 1 g setiap 6 jam, ditambah Gentamisin 5 mg/kg berat badan
IV dosis tunggal/hari dan Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam.
d) Laparotomi diperlukan untuk pembersihan perut (peritoneal lavage) bila
terdapat kantong abses.
7) Infeksi Luka Perineal Dan Luka Abdominal
a) Bedakan antara wound abcess, wound seroma, wound hematoma, dan
wound cellulitis.
i. Wound abcess, wound seroma dan wound hematoma suatu
pengerasan yang tidak biasa dengan mengeluarkan cairan serous
atau kemerahan dan tidak ada/sedikit erithema sekitar luka insisi.
ii. Wound cellulitis didapatkan erithema dan edema meluas mulai dari
tempat insisi

34
b) Bila didapat pus dan cairan pada luka, buka jahitan dan lakukan
pengeluaran serta kompres antiseptik.
c) Daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan lakukan debridemen.
d) Bila infeksi sedikit tidak perlu antibiotika.
e) Bila infeksi relatif superfisial, berikan Ampisilin 500 mg per oral selama 6
jam dan Metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari selama 5 hari.
f) Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis, beri
Penisilin G 2 juta U IV setiap 4 jam (atau Ampisilin inj 1 g 4 x/hari)
ditambah dengan Gentamisin 5 mg/kg berat badan per hari IV sekali
ditambah dengan Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam, sampai bebas
panas selama 24 jam. Bila ada jaringan nekrotik harus dibuang. Lakukan
jahitan sekunder 2 – 4 minggu setelah infeksi membaik.
g) Berikan nasehat kebersihan dan pemakaian pembalut yang bersih dan
sering ganti.
8) Tromboflebitis
a) Pelviotromboflebitis
Pelviotromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan
ligamentum latum, yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena
hipogastrika. Vena yang paling sering terkena ialah vena ovarika dekstra
karena infeksi pada tempat implantasi plasenta terletak di bagian atas
uterus; proses biasanya unilateral. Perluasan infeksi dari vena ovarika
sinistra ialah ke vena renalis, sedangkan perluasan inveksi dari vena
ovarika dekstra ialah ke vena kava inferior. Peritoneum, yang menutupi
vena ovarika dekstra, mengalami inflamasi dan akan menyebabkan
perisalpingo-ooforitis dan periapendisitis. Perluasan infeksi dari vena
utruna ialah ke vena iliaka komunis.
i. Nyeri, yang terdapat pada perut bagian bawah dan/atau perut
bagian samping, timbul pada hari ke 2 – 3 masa nifas dengan atau
tanpa panas.
ii. Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik
sebagai berikut:
1. menggigil berulang kali. Menggigil inisial terjadi sangat berat (30
– 40 menit) dengan interval hanya beberapa jam saja dan
kadang-kadang 3 hari. Pada waktu menggigil penderita hampir
tidak panas.
2. Suhu badan naik turun secara tajam (36C menjadi 40C), yang
diikuti dengan penurunan suhu dalam 1 jam (biasanya subfebris
seperti pada endometritis).
3. Penyakit dapat berlangsung selama 1 – 3 bulan.
4. Cenderung berbentuk pus, yang menjalar ke mana-mana,
terutama ke paru-paru
5. Gambaran darah: Terdapat leukositosis (meskipun setelah
endotoksin menyebar ke sirkulasi, dapat segera terjadi
leukopenia).Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada
saat yang tepat sebelum mulainya menggigil. Meskipun bakteri

35
ditemukan di dalam darah selama menggigil, kultur darah
sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob.
6. Pada periksa dalam hampir tidak diketemukan apa-apa karena
yang paling banyak terkena ialah vena ovarika yang sukar
dicapai pada pemeriksaan.
Penanganan
i. Rawat inap
Penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit dan
mencegah terjadinya emboli pulmonum.
ii. Terapi medik
Pemberian antibiotika (lihat antibiotika kombinasi dan alternatif,
seperti yang tercantum dalam penatalaksanaan metritis) dan
heparin jika terdapat tanda-tanda atau dugaan adanya emboli
pulmonum.
iii. Terapi operatif
Pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli septik
terus berlangsung sampai mencapai paru-paru, meskipun sedang
dilakukan heparinisasi.
b) Tromboflebitis femoralis
Trombofelbitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai,
misalnya vena femoralis, vena poplitea dan vena safvena. Keadaan
umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7 – 10 hari, kemudian
suhu mendadak naik kira-kira pada hari ke 10 – 20, yang disertai dengan
menggigil dan nyeri sekali.
Pada salah satu kaki yang terkena biasanya kaki kiri, akan
memberikan tanda-tanda sebagai berikut:
i. Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke luar serta sukar
bergerak, lebihpanas dibanding dengan kaki lainnya.
ii. Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras
pada paha bagian atas.
iii. Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha.
iv. Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi
bengkak, tegang, putih, nyeri dan dingin, pulsasi menurun.
v. Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau setelah nyeri dan pada
umumnya terdapat pada paha bagian atas, tetapi lebih sering dimulai
dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki, kemudian meluas dari bawah ke
atas.
vi. Nyeri pada betis, yang akan terjadi spontan atau dengan memijit betis
atau dengan meregangkan tendo akhiles (tanda Homan).
Penanganan
i. Perawatan Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema, lakukan kompres
pada kaki. Setelah mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastik atau
memakai kaos kaki panjang yang elastik selama mungkin.
ii. Mengingat kondisi ibu yang sangat jelek, sebaiknya jangan menyusui.
iii. Terapi medik: pemberian antibiotika dan analgetika.

36
10. Bayi Berat Lahir Rendah
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500
gram tanpa memandang masa gestasi (berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang
dalam 1 jam setelah lahir).
a. Manajemen Umum
Setiap menemukan BBLR , lakukan manajemen umum sebagai berikut :
1) Stabilisasi suhu, jaga bayi tetap hangat
2) Jaga jalan napas tetap bersih dan terbuka
3) Nilai segera kondisi bayi tentang tanda vital: pernapasan, denyut jantung,
warna kulit dan aktifitas
4) Bila bayi mengalami gangguan napas , dikelola gangguan napas
5) Bila bayi kejang, potong kejang dengan anti konvulsan
6) Bila bayi dehidrasi, pasang jalur intravena, berikan cairan rehidrasi IV.
7) Kelola sesuai dengan kondisi spesifik atau komplikasinya
b. Pemberian minum
1) Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup
dengan cara apapun:
a) Periksa apakah bayi puas setelah menyusu;
b) Catat jumlah urine setiap bayi kencing untuk menilai kecukupan minum
(paling kurang 6 kali sehari);
2) Timbang bayi setiap hari, hitung penambahan/pengurangan berat, sesuaikan
pemberian cairan dan susu, serta catat hasilnya:
3) Bayi dengan berat 1500 - 2500 g tidak boleh kehilangan berat lebih 10% dari
berat lahirnya pada 4-5 hari pertama;
4) Apabila kenaikan berat badan bayi tidak adekuat, tangani sebagai Masalah
kenaikan berat badan tidak adekuat.
5) Apabila bayi telah menyusu ibu, perhatikan cara pemberian ASI dan
kemampuan bayi mengisap paling kurang sehari sekali.
6) Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari
selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.
c. Berat Lahir 1750 - 2500 Gram
1) Bayi sehat
a) Biarkan bayi menyusu ke ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih
mudah merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih
sering (misal setiap 2 jam) bila perlu.
b) Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai
efektivitas menyusui. Apabila bayi kurang dapat mengisap, tambahkan
ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian
minum.
2) Bayi sakit
a) Bila berat badan 1750-2000 gram atau lebih dengan gangguan napas,
kejang dan gangguan minum segera lakukan rujukan
b) Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV,
berikan minum seperti pada bayi sehat.

37
c) Apabila bayi memerlukan cairan IV:
i. Hanya berikan cairan IV selama 24 jam pertama;
ii. Mulai berikan minum per oral pada hari ke 2 atau segera setelah bayi
stabil. Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan
tanda-tanda siap untuk menyusu;
iii. Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (misal
gangguan napas, kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung:
iv. Berikan cairan IV dan ASI menurut umur
v. Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal 3 jam sekali). apabila bayi
telah mendapat minum 160 ml/kg berat badan per hari tetapi masih
tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali minum;
vi. Biarkan bayi menyusu apabila keadaan bayi sudah stabil dan bayi
menunjukkan keinginan untuk menyusu dan dapat menyusu tanpa
terbatuk atau tersedak.
d. Pemantauan
1) Kenaikan berat badan dan pemberian minum setelah umur 7 hari
2) Tanda kecukupan pemberian ASI
e. Pemulangan penderita
1) Bayi suhu stabil
2) Toleransi minum per oral baik, diutamakan pemberian ASI. Bila tidak bisa
diberikan ASI dengan cara menetek dapat diberikan dengan alternatip cara
pemberian minum yang lain.
3) Ibu sanggup merawat BBLR di rumah
11. Hipotermi
Hipotermi adalah suhu tubuh kurang dari 36.5ºC pada pengukuran suhu melalui
ketiak.Suhu tubuh rendah dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan
lingkungan yang dingin (suhu lingkungan rendah, permukaan yang dingin atau
basah) atau bayi dalam keadaan basah atau tidak berpakaian. Hipotermi merupakan
suatu tanda bahaya karena dapat menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme
tubuh yang akan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung paru dan kematian.
a. Langkah Promotif/Preventif
1) Rawat bayi kecil di ruang yang hangat (tidak kurang 25°C dan bebas dari
aliran angin).
2) Jangan meletakkan bayi dekat dengan benda yang dingin (misal dinding
dingin atau jendela) walaupun bayi dalam inkubator atau di bawah
pemancar panas.
3) Jangan meletakkan bayi langsung di permukaan yang dingin (mis. alasi
tempat tidur atau meja periksa dengan kain atau selimut hangat sebelum
bayi diletakkan).
4) Pada waktu dipindahkan ke tempat lain, jaga bayi tetap hangat dan
gunakan pemancar panas atau kontak kulit dengan perawat.
5) Bayi harus tetap berpakaian atau diselimuti setiap saat, agar tetap hangat
walau dalam keadaan dilakukan tindakan. Misal bila dipasang jalur infus
intravena atau selama resusitasi dengan cara:
a) Memakai pakaian dan mengenakan topi.
38
b) Bungkus bayi dengan pakaian yang kering dan lembut dan selimuti.
c) Buka bagian tubuh yang diperlukan untuk pemantauan atau tindakan.
6) Berikan tambahan kehangatan pada waktu dilakukan tindakan (mis.
menggunakan pemancar panas).
7) Ganti popok setiap kali basah.
8) Bila ada sesuatu yang basah ditempelkan di kulit (mis. kain kasa yang
basah), usahakan agar bayi tetap hangat.
9) Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin.
10) Ukur suhu tubuh
a) Bayi sakit : setiap jam
b) Bayi kecil : Tiap 12 jam
c) Bayi keadaan membaik : sekalisehari
11) Suhu inkubator yang direkomendasi menurut berat dan umur
Beratbayi Suhuinkubator (oC) menurutumura
35 oC 34 oC 33 oC 32 oC
< 1500 g 1-10 hari 11 hari – 3 3-5 minggu >5 minggu
minggu
1500-2000 g 1-10 hari 11 hari–4 > 4 minggu
minggu
2100-2500 g 1-2 hari 3 hari-3 > 3 minggu
minggu
> 2500 g 1-2 hari > 2 hari
a
Bila jenis inkubatornya berdinding tunggal, naikkan suhu inkubator 1 oC
setiap perbedaan suhu 7 oC antara suhu ruang dan inkubator.
12) Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu
tubuh bayi, seperti, kontak kulit ke kulit, Kangaroo Mother Care, pemancar
panas, inkubator atau ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas
kesehatan setempat sesuai petunjuk.
b. Cara menghangatkan bayi
1) Kontak kulit
a) Untuk semua bayi
b) Tempelkan kulit atau permukaan kulit bayi langsung pada permukaan
kulit ibu(skin to skin)
c) Untuk menghangatkan bayi dalam waktu singkat, atau menghangatkan
bayi hipotermi (32 – 36,4oC) apabila cara lain tidak mungkin dilakukan.
2) Kangaroo Mother Care (KMC)
a) Untuk menstabilkan bayi dengan berat badan <2500 g, terutama
direkomendasikan untuk perawatan berkelanjutan bayi dengan berat
badan < 1800 g
b) Tidak untuk bayi yang sakit berat (sepsis, gangguan napas berat).
c) Tidak untuk Ibu yang menderita penyakit berat yang tidak dapat
merawat bayinya.
d) Pada ibu yang sedang sakit, dapat dilakukan oleh keluarga (pengganti
ibu)
3) Pemancar panas

39
a) Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat 1500 g atau lebih.
b) Untuk pemeriksaan awal bayi, selama dilakukan tindakan, atau
menghangatkan kembali bayi hipotermi.
4) Lampu penghangat
Bila tidak tersedia pemancar panas, dapat digunakan lampu pijar maksimal
60 watt dengan jarak 60 cm.

5) Inkubator
a) Penghangatan berkelanjutanan bayi dengan berat < 1500 g yang tidak
dapat dilakukan KMC.
b) Untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas berat)
6) Boks penghangat
Bila tidak tersedia inkubator, dapat digunakan boks penghangat dengan
menggunakan lampu pijar maksimal 60 watt sebagai sumber panas.
7) Ruangan hangat
a) Untuk merawat bayi dengan berat < 2500 g yang tidak memerlukan
tindakan diagnostik atau prosedur pengobatan,
b) Tidak untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas berat).
12. Hipoglikemia
Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukose darah kurang dari 45
mg/dL (2.6 mmol/L).
a. Langkah Promotif/Preventif
1) Penganan/ pengendalian kadar glukosa ibu Diabetes Mellitus
2) Penanganan keadaan yang dapat mengakibatkan BBLR.
3) Penanganan keadaan yang dapat meningkatkan penggunaan glukosa bayi
(mis. pada asfiksia, hipotermi, hiperterm, gangguan pernapasan)
4) Pemenuhan kebutuhan nutrisi rumatan dengan minum ASI dini.
b. Gejala yang sering terlihat adalah:
1) tremor ("jitteriness")
2) bayi lemah, apatis, letargik, keringat dingin
3) sianosis
4) kejang
5) apne atau nafas lambat, tidak teratur
6) tangis melengking atau lemah merintih.
7) hipotoni
8) masalah minum
9) nistagmus gerakan involunter pada mata
c. Manajemen
1) Berikan glukose 10% 2 mL/kg secara IV bolus pelan dalam lima menit.
2) Jika jalur IV tidak dapat dipasang dengan cepat, berikan larutan glukose
melalui pipa lambung dengan dosis yang sama.
3) Infus Glukose 10% sesuai kebutuhan rumatan, kemudian lakukan rujukan.
Kebutuhan rumatan sebaiknya sejalan dengan kecepatan glucose infusion
rate (GIR) 4-6 mg/kgBB/menit

40
Cara menghitung GIR adalah :
Jumlah tetesan mikro per menit (ml/jam) X konsentrasi glukosa
6 X BB
4) Anjurkan ibu menyusui. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras
dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
13. Ikterus / Hiperbilirubin
Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi
karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Klinis ikterus tampak bila kadar
bilirubin dalam serum adalah ≥5 mg/dl ( 85 µmol/L).Disebut Hiperbilirubin adalah
keadaan kadar bilirubin serum > 13 mg/dL.
a. Langkah Promotif/Preventif
1) Menghindari penggunaan obat pada ibu hamil yang dapat mengakibatkan
ikterus (sulfa, anti malaria, nitro furantoin, aspirin)
2) Penanganan keadaan yang dapat mengakibatkan BBLR.
3) Penanganan infeksi maternal, ketuban pecah dini (Lihat Bab Infeksi Maternal)
4) Penanganan asfiksia, trauma persalinan.
5) Pemenuhan kebutuhan nutrisi rumatan dengan minum ASI dini dan ekslusif
b. DerajatIkterus
1) Derajat 1 : Daerah kepala dan leher dengan kadar bilirubin 5 mg%
2) Derajat 2 : Sampai badan atas dengan kadar bilirubin 9 mg%
3) Derajat 3 : Sampai badan bawah hingga tungkai 11,4 mg%
4) Derajat 4 : Sampai daerah lengan, kaki bawah dan lutut dengan kadar
bilirubin 12,4 mg%
5) Derajat 5 : Sampai daerah telapak tangan dan kaki dengan kadar bilirubin
16 mg%
c. Manajemen
1) Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan khusus dan dapat rawat jalan
dengan nasehat untuk kembali jika ikterus berlangsung lebih dari 2 minggu.
2) Jika bayi dapat menghisap, anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan ASI
eksklusif lebih sering minimal setiap 2 jam.
3) Jika bayi tidak dapat menyusui, ASI dapat diberikan melalui pipa nasogastrik
atau dengan gelas dan sendok.
4) Letakkan bayi ditempat yang cukup mendapat sinar mata hari pagi selama 30
menit selama 3-4 hari. Jaga agar bayi tetap hangat.
5) Kelola faktor risiko (asfiksia dan infeksi) karena dapat menimbulkan
ensefalopati biliaris.
6) Setiap Ikterus yang timbul sebelum 24 jam pasca kelahiran adalah patologis
dan membutuhkan pemeriksaan laboratorium lanjut; minimal kadar bilirubin
serum total, pemeriksaan kearah adanya penyakit hemolisis.
7) Pada bayi dengan Ikterus Kremer III atau lebih perlu dirujuk ke fasilitas yang
lebih lengkap setelah keadaan bayi stabil.
d. Pemulangan dan pemantauan lanjutan.
Nasehati ibunya mengenai pemberian minum dan membawa kembali jika menjadi
semakin kuning.
14. Masalah Pemberian Minum

41
Masalah minum sering terjadi pada bayi baru lahir, bayi berat lahir rendah, atau
pada bayi sakit berat. Masalah pemberian minum perlu mendapat perhatian khusus
selain untuk mengurangi risiko terjadinya penyakit juga untuk memenuhi tumbuh
kembang bayi.
a. Langkah Promotif / Preventif
1) Perawatan antenatal yang meliputi perawatan payu dara.
2) Mencegah kelahiran BBLR
3) Penanganan infeksi maternal
4) Perawatan pasca natal yang baik dan berkualitas
b. Manajemen umum
1) Bila bayi bisa minum tanpa batuk, tersedak atau muntah sejak pertama kali
minum sesudah lahir, lanjutkan dengan kemungkinan diagnosis lain.
2) Bila bayi mengalami batuk, tersedak atau muntah sejak pertama kali diberi
minum coba pasang pipa lambung.
3) Bila tidak berhasil maka kemungkinan adanya kelainan bedah, pasang jalur
infus dengan cairan rumatan dan pemberian minum ditunda. Rujuk penderita
setelah keadaan stabil
4) Bila pipa lambung berhasil masuk, pastikan pipa masuk kelambung, lakukan
aspirasi cairan lambung dan biarkan mengalir sendiri. Kemudian lanjutkan
dengan kemungkinan diagnosis lain.
c. Manajemen Khusus
1) Kecemasan pada ibu
a) Memberikan pengertian dan cara pemberian ASI yang tepat.
b) Perhatikan dan catat berat bayi setiap hari
c) Menjelaskan dan bekerjasama dengan ibu mengenai teknik menyusui
selama tiga hari
d) Yakinkan ibu bila cara ibu benar
e) Bila cara belum benar, nasehati ibu cara yang sesuai
f) Bila berat bayi meningkat minimal 60 gram dalam 3 hari yakinkan ibu
bahwa ASI nya cukup.
g) Bila peningkatan berat bayi tidak mencapai minimal 60 gram dalam 3
hari, kelola sebagai persangkaan berat tidak naik dengan adekuat.
2) Persangkaan berat bayi tidak naik dengan adekuat
a) Kenaikan berat bayi tidak adekuat jika ditemukan kenaikan berat bayi
kurang 60 gram selama 3 hari berturut-turut.
b) Periksa penyebab berat tidak naik sebelumnya : Apakah telah diberi
minum sesuai rencana, yakikan bayi telah mendapat minum dan cairan
secukupnya. Apakah suhu lingkungan bayi optimal. Cari tanda sepsis dan
lakukan pengobatan. Pengobatan infeksi pada mulut jika ditemukan.
c) Bila tidak ditemukan penyebab pasti, lakukan tindakan meningkatkan
jumlah ASI yang diterima oleh bayi dengan cara :
i. Menaikkan frekuensi minum, menambah lamya waktu menyusui
ii. Berganti payudara setiap mulai menyusui dan pastikan bayi dapat
mengosongkan satu payudara sebelum pindah kepayudara yang lain.
iii. Ibu cukup minum, gizi dan tidak kelelahan.

42
d) Bila kenaikan berat masih kurang dari 20 gram setiap hari :
i. Hendaknya sesudah menyusui, ibu memerah ASI nya dan berikan
pada bayi dengan cara alternatef sebagai tambahan setelah bayi
menyusui
ii. Bila tidak dapat memerah ASI, beri bayi 10 ml pengganti ASI (susu
formula) dengan menggunakan gelas atau sendok.
iii. Pengganti ASI (susu formula) tidak harus diberikan, kecuali jika yakin
mudah diperoleh, dapat digunakan secara aman, serta dapat
dipersiapkan secara steril sesuai petunjuk.
e) Pemberian pengganti ASI (susu formula) dilanjutkan hingga kenaikan
berat bayi minimal 20 gramper hari selama 3 hari berturut-turut, kemudian
turukan pengganti ASI (susu formula) sampai 5 ml setiap kali minum
selama 2 hari.
i. Bila kenaikan berat badan cukup (>20 g/hari) selama 2 hari
berikutnya, hentikan pengganti ASI seluruhnya.
ii. Bila berat badan turun dibawah 20 g/hari, mulai tambahkan kembali
pengganti ASI sebanyak 10 ml setiap kali minum, dan ulangi kembali
proses diatas.
iii. Setelah pengganti ASI dihentikan, monitor kenaikan berat badan bayi
selama 3 hari berikutnya. Jika kenaikan berat badan berlangsung
dengan kecepatan yang sama atau lebih baik, bayi dipulangkan
kerumah.
3) Memberi minum bayi kecil
a) Menerangkan bahwa ASI adalah minuman paling baik.
b) Menjelaskan bahwa bayi kecil mungkin tidak dapat minum dengan baik
pada hari 0 hari pertama dan halitu normal.
c) Meyakinkan ibu bahwa proses menyusuiakan lebih mudah jika bayi
sudah mulai besar.
d) Ibu sebaiknya mengikuti prinsip umum menyusui.
e) Bila bayi tidak menghisap dengan baik sehingga tidak dapat menerima
ASI yang cukup, anjurkan ibu untuk memberikan ASI perah dengan cara
pemberian minum lewat cangkir, sendok atau pipa lambung.
f) Bila suplai ASI cukup tetapi berat badan bayi tidak naik dengan adekuat,
anjurkan ibu untuk memerah ASI dalam dua cangkir dan berikan terlebih
dahulu kepada bayi ASI perah cangkir kedua yang lebih banyak
mengandung lemak kemudian dilanjutkan dengan ASI pertama.
4) Memberikan minum bayi kembar
a) Meyakinkan ibu bahwa ASI cukup untuk kedua bayi.
b) Bila bayinya kecil, terangkan kepada ibu bahwa akan membutuhkan
waktu cukup lama untuk memulai menyusui dengan mantap.
c) Ibu mengikuti prinsip umum menyusui.
15. Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) adalah kegagalan napas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir.
a. Langkah promotif/preventif

43
Sebetulnya asfiksia pada BBL, dapat dicegah, maka sebaiknya dilakukan
tindakan pencegahan sebagai berikut:
1) Pemeriksaan selama kehamilan secara teratur yang berkualitas,
2) Meningkatkan status nutrisi ibu
3) Manajemen persalinan yang baik dan benar
4) Melaksanakan Pelayanan neonatal esensial terutama dengan melakukan
resusitasi yang baik dan benar yang sesuai standar.
b. Pemeriksaan fisis :
1) Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap.
2) Denyut jantung < 100X/menit
3) Kulit sianosis, pucat.
4) Tonus otot menurun.
5) Untuk diagnosis asfiksia tidak perlu menunggu nilai Skor Apgar
c. Manajemen
1) Resusitasi
a) Begitu bayi lahir tidak menangis, maka dilakukan Langkah Awal
b) Bila bayi tidak bernapas lakukan ventilasi tekanan positip (VTP) dengan
memakai balon dan sungkup selama 30 detik dengan kecepatan 40 -60
kali per menit
c) Nilai bayi: usaha napas, warna kulit dan denyut jantung
d) Bila belum bernapas dan denyut jantung¸ <60 x/menit lanjutkan VTP
dengan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik
e) Nilai bayi: usaha napas, warna kulit dan denyut jantung
f) Bila denyut jantung < 60 x/menit, beri epinefrin dan lanjutkan VTP dan
kompresi dada
g) Bila denyut jantung > 60 x/menit kompresi dada dihentikan, VTP
dilanjutkan.
2) Terapi medikamentosa
a) Epinefrin:Denyut jantug bayi<60x/menitsetelah paling tidak 30 detik
dilakukan ventilasi adekuat dan kompresi dada belum ada respons dan
Asistolik.
Dosis: 0.1-0.3 ml/kg BB dalam larutan 1:10.000 (0.01 mg-0.03 mg/kg BB)
Cara: IV atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
b) Cairan pengganti volume darah
Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan
tidak ada respon dengan resusitasi.Hipovolemia kemungkinan akibat
adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi
buruk, nadi kecil/lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respon
yang adekuat.
Jenis cairan :
Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0.9%, Ringer Laktat)
3) Tindakan Setelah Resusitasi
Setelah melakukan resusitasi , maka harus dilakukan tindakan :
a) Pemantauan Pasca Resusitasi
i. Bukan dirawat secara Rawat gabung

44
ii. Pantau tanda vital: napas, jantung, kesadaran dan produksi urin
iii. Jaga bayi agar senantiasa hangat (Lihat cara menghangatkan)
iv. Bila tersedia fasilitas, periksa kadar gula darah
v. Perhatian khusus diberikan pada waktu malam hari
vi. Berikan imunisasi Hepatitis B pada saat bayi masih dirawat dan Polio
pada saat pulang.
b) Dekontaminasi, mencuci dan mensterilkan alat
c) Membuat Catatan Tindakan Resusitasi
d) Konseling pada Keluarga
4) Kapan harus merujuk :
a) Rujukan yang paling ideal adalah rujukan antepartum untuk ibu risiko
tinggi /komplikasi .
b) Bila Puskesmas tidak mempunyai fasilitas lengkap,maka Lakukan rujukan
bila bayi tidak memberi respons terhadap tindakan resusitasi selama 2- 3
menit
c) Bila Puskesmas mempunyai fasilitas lengkap dan kemampuan
melakukan pemasangan ET dan pemberian obat-obatan serta bayi tidak
memberikan respons terhadap tindakan resusitasi, maka segera lakukan
rujukan.
d) Bila oleh karena satu dan lain hal bayi tidak dapat dirujuk, maka
dilakukan tindakan yang paling optimal di Puskesmas dan berikan
dukungan emosional kepada ibu dan keluarga
e) Bila sampai dengan 10 menit bayi tidak dapat dirujuk, jelaskan kepada
orang tua tentang prognosis bayi yang kurang baik dan pertimbangan
manfaat rujukan untuk bayi ini kurang bila terlalu lama tidak segera
dirujuk.
Resusitasi dinilai tidak berhasil jika: Bayi tidak bernapas spontan dan tidak
terdengar denyut jantung setelah dilakukan resusitasi secara efektif selama 15
menit.
16. Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir
Gangguan napas pada bayi baru lahir ( BBL) adalah keadaan bayi yang
sebelum nya normal atau bayi dengan asfiksia yang sudah dilakukan resusitasi dan
berhasil, tetapi beberapa saat kemudian mengalami gangguan napas , biasanya
mengalami masalah sebagai berikut :
a. Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkan satu atau lebih
tanda tambahan gangguan napas.
b. Frekuensi napas bayi kurang 30 kali/menit.
c. Bayi dengan sianosis sentral (biru pada lidah dan bibir).
d. Bayi apnea (napas berhenti lebih 20 detik).
Manajemen Umum :
a. Pasang jalur infus intravena , sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering
dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infuse Dekstrosa 5 %.
1) Pantau selalu tanda vital
2) Jaga patensi jalan napas
3) Berikan Oksigen ( 2-3 liter/menit dengan kateter nasal )

45
b. Jika bayi mengalami apnea: Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang
diperlukan dan Lakukan penilaian lanjut
c. Bila terjadi kejang potong kejang
d. Segera periksa kadar glukosa darah ( bila fasilitas tersedia )
e. Pemberian nutrisi adekuat
Manajemen Lanjut :
a. Gangguan Napas Sedang
1) Lanjutkan pemberian O2 2-3 liter/menit dengan kateter nasal, bila masih
sesak dapat diberikan O2 4-5 liter/menit dengan sungkup
2) Bayi jangan diberikan minum.
3) Jika ada tanda suhu <34 derajat Celcius atau >39 derajat Celsius, air
ketuban bercampur meconium, Riwayat infeksi intrauterin, berikan
antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi Kemungkinan besar
sepsis
4) Bila suhu aksiler 34 – 36.5 oC atau 37.5 – 39 oC tangani untuk masalah
suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam.
5) Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2
jam.
6) Apabila bayi tidak menunjukkan perbaikan atau tanda-tanda perburukan
setelah 2 jam, terapi untuk Kemungkinan besar sepsis dan segera rujuk
ke Rumah Sakit Rujukan
7) Bila bayi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan (frekuensi napas
menurun tidak kurang dari 30 kali/menit, tarikan dinding dada berkurang
atau suara merintih berkurang) disertai perbaikan tanda klinis: Kurangi
terapi O2 secara bertahap. Pasang pipa lambung, berikan ASI peras
setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan
memakai salah satu cara alternatif pemberian minum.
8) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila
bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari,
minum baik dan tak ada alasan bayi tetap tinggal di rumah sakit, bayi
dapat dipulangkan.
b. Gangguan Nafas Ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada
waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut Transient Tachypnea of the
Newborn (TTN), terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi
tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun
demikian, pada beberapa kasus, gangguan napas ringan merupakan tanda
awal dari infeksi sistemik.
1) Amati pernapasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2) Bila dalam pengamatan gangguan napas memburuk atau timbul gejala
sepsis lainnya, terapi untuk Kemungkinan besar sepsis dan tangani
gangguan napas sedang dan segera dirujuk ke Rumah Sakit Rujukan.
3) Berikanikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak, berikan ASI peras
dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minum.

46
4) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan
napas.
5) Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30–60 kali/menit.
Amati bayi selama 24 jam berikutnya, jika frekuensi napas menetap
antara 30- 60 kali/menit, tidak ada tanda-tanda sepsis, dan tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan, bayi dapat dipulangkan.
Setelah manajemen umum, segera dilakukan manajemen lanjut sesuai
dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat Gangguan napas.
Sesuai dengan fasilitas yang ada, yang dapat dikelola di Puskesmas adalah
Gangguan Napas Ringan dan Gangguan Napas Sedang (sesuai kasus), sedangkan
Gangguan Napas Berat, dan Kelainan jantung kongenital harus segera di rujuk ke
Rumah Sakit Rujukan.
17. Kejang pada Bayi Baru Lahir
Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurologi baik fungsi motorik
maupun fungsi otonomik karena kelebihan pancaran listrik pada otak. Kejang pada
bayi baru lahir apapun penyebabnya dapat menimbulkan cacat pada syaraf dan atau
kemunduran mental dikemudian hari.
a. Langkah promotip atau preventip
1) Mencegah persalinan bayi kurang bulan
2) Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman
3) Mencegah asfiksia neonatorum
4) Melakukan resusitasi dengan benar
5) Melakukan tindakan pencegahan Infeksi .
6) Mengendalikan kadar glukosa darah ibu.
7) Antisipasi setiap faktor kondisi (faktor predisposisi) dan masalah dalam
proses persalinan yang dapat berlanjut menjadi penyulit/komplikasi dalam
masa nifas.
8) Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami
infeksi nifas.
9) Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi
yang dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan.
10) Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui.
11) Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan
gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan
dengan segera.
12) Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu
yang mengalami infeksi pada saat persalinan.
13) Berikan hidrasi oral/IV secukupnya.
b. Pemeriksaan fisik
1) Kejang:
i. Gerakan abnormal pada wajah, mata, mulut, lidah dan ekstrimitas
ii. Ekstensi atau fleksi tonik ekstremitas, gerakan seperti mengayuh
sepeda, mata berkedip, berputar, juling.
iii. Tangisan melingking dengan nada tinggi, sukar berhenti.

47
iv. Perubahan status kesadaran, apnea, ikterus, ubun-ubun besar
membonjol, suhu tubuh tidak normal.
2) Spasme
i. Bayi tetap sadar, menangis kesakitan
ii. Trismus, kekakuan otot mulut, rahang kaku, mulut tidak dapat dibuka,
bibir mencucu.
iii. Opistotonus, kekakuan pada ekstremitas, perut, kontraksi otot tidak
terkendali. Dipicu oleh kebisingan, cahaya, atau prosedur diagnostik.
iv. Infeksi tali pusat.
c. Manajemen umum
1) Bebaskan jalan napas dan Oksigenasi
2) Medikamentosa untuk memotong kejang
3) Memasang jalur infus intravena
4) Pengobatan sesuai dengan penyebab
d. Medikamentosa
1) Fenobarbital 20 mg/kg berat badan intra vena dalam waktu 5 menit, jika
kejang tidak berhenti dapat diulang dengan dosis 10 mg/kg berat badan
sebanyak 2 kali dengan selang waktu 30 menit. Jika tidak tersedia jalur
intravena, dan atau tidak tersedia sediaan obat intravena, maka dapat
diberikan intramuskuler
2) Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin 20 mg/kg berat badan intravena dalam
larutan garam fisiologis dengan kecepatan 1mg/kgberat badan / menit.
Bila bayi sudah dilakukan manajemen umum tetapi bayi masih belum ada
perbaikan segera dirujuk.
18. Infeksi Neonatal
Infeksi Neonatal merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi
selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur dan protozoa dapat
menyebabkan sepsis pada pada bayi baru lahir.
a. Langkah promotif / preventif
1) Mencegah dan mengobati ibu demam dengan kecurigaan infeksi berat atau
infeksi intrauterin.
2) Mencegah dan pengobatan ibu dengan ketuban pecah dini.
3) Perawatan antenatal yang baik dan berkualitas
4) Mencegah persalinan bayi kurang bulan
5) Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman
6) Mencegah asfiksia neonatorum
7) Melakukan resusitasi dengan benar
8) Melakukan tindakan pencegahan Infeksi
9) Melakukan identifikasi awal terhadap faktor risiko sepsis dan pengelolaan
yang efektif.
b. Pemeriksaan fisik
1) Suhu tubuh tidak normal (hipotermi atau hipertermi), letargi atau lunglai,
mengantuk atau aktivitas berkurang
2) Malas minum sebelumnya minum dengan baik.
3) Iritabel atau rewel,

48
4) Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis Gastrointestinal:Muntah, diare,
perut kembung, hepatomegali
5) Tanda mulai muncul sesudah hari keempat :
Kulit : perfusi kulit kurang, sianosis, pucat, petekie, ruam, sklerem, ikterik
Kardiopulmuner : takipnu, gangguan nafas, takikardi, hipotensi.
Neurologis : iritabilitas, penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun membenjol,
kaku kuduk sesuai dengan meningitis.
c. Kelompok temuan yang berhubungan dengan infeksi neonatorum
1) Kategori A
a) Kesulitan bernapas (mis. apnea, napas lebih dari 30 kali per menit,
retraksi dinding dada, grunting pada waktu ekspirasi, sianosis sentral)
b) Kejang
c) Tidak sadar
d) Suhu tubuh tidak normal, (tidak normal sejak lahir & tidak memberi
respons terhadap terapi atau suhu tidak stabil sesudah pengukuran suhu
normal selama tiga kali atau lebih, menyokong ke arah sepsis)
e) Persalinan di lingkungan yang kurang higienis (menyokong ke arah
sepsis)
f) Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis (menyokong kearah
sepsis)
2) Kategori B
a) Tremor
b) Letargi atau lunglai
c) Mengantuk atau aktivitas berkurang
d) Iritabel atau rewel
e) Muntah (menyokong ke arah sepsis)
f) Perut kembung (menyokong ke arah sepsis)
g) Tanda tanda mulai muncul sesudah hari ke empat (menyokong ke arah
sepsis)
h) Air ketuban bercampur mekonium
i) Malas minum sebelumnya minum dengan baik (menyokong ke arah
sepsis)
d. Manajemen umum
1) Dugaan sepsis
a) Jika tidak ditemukan riwayat infeksi intra uteri, ditemukan satu kategori A
dan satu atau dua kategori B maka kelola untuk tanda khususnya (mis.
kejang). Lakukan pemantauan.
b) Jika ditemukan tambahan tanda sepsis, maka dikelola sebagai kecurigaan
besar sepsis.
2) Kecurigaan besar sepsis
Pada bayi umur sampai dengan 3 hari : Bila ada riwayat ibu dengan infeksi
rahim, demam dengan kecurigaan infeksi berat atau (ketuban pecah dini) atau
bayi mempunyai 2 atau lebih Kategori A ,atau 3 atau lebih Kategori B
Pada bayi umur lebih dari tiga hari : Bila bayi mempunyai dua atau lebih
temuan Kategori A atau tiga atau lebih temuan Kategori B.

49
3) Antibiotik
a) Antibiotik awal diberikan Ampisilin dan Gentamisin, bila organisme tidak
dapat ditemukan dan bayi tetap menunjukkan tanda infeksi sesudah 48
jam, ganti Ampisilin dan beri Sefotaksim disamping tetap beri Gentamisin.
b) Jika ditemukan organisme penyebab infeksi, digunakan antibiotik sesuai uji
kepekaan kuman. Antibiotika diberikan sampai 7 hari setelah ada
perbaikan.
c) Pada sepsis dengan meningitis, pemberian antibiotik sesuai pengobatan
meningitis.
4) Respirasi
Menjaga jalan napas tetap bersih dan trbuka dan pemberian oksigen untuk
mencegah hipoksia. Pada kasus tertentu membutuhkan ventilator mekanik.
5) Kardiovaskuler
Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta pemantauan
tanda vital dan perfusi jaringan untuk cegah syok.
e. Manajemen Lanjut
Pengobatan terhadap tanda khusus lain atau penyakit penyerta serta komplikasi
yang terjadi (mis. kejang, hipoglikemi, gangguan napas, ikterus).
RUJUKAN
1) Persiapkan untuk merujuk bayi yang menderita infeksi neonatal dengan
komplikasi, setelah keadaan stabil.
2) Pengelolan bersama dengan sub bagian neurologi anak, pediatri sosial,
bagian mata, bedah syaraf dan rehabilitasi medik.
Pemantauan (“Monitoring”)
1) Tumbuh Kembang
2) Komplikasi yang sering terjadi pada penderita dengan sepsis dapat
mengakibatkan gangguan tumbuh kembang, mis. gejala sisa neurologis
berupa retardasi mental, gangguan penglihatan, kesukaran belajar, kelainan
tingkah laku.

50
BAB V
LOGISTIK

A. OBAT YANG DIPERLUKAN DALAM PELAYANAN PONED


1. PERDARAHAN
a. Ringer Laktat(500 ml)
b. NaCl0,9% (500 ml)
c. Dextran706% (500 ml)
d. Metil ergometrin maleat injeksi 0,2 mg (1 ml)
e. Metilergometrin maleat tablet 75 mg (tablet)
f. Oksitosin injeksi 10 IU(1ml)
g. Misoprostol (tablet)
h. Transfusi set dewasa
i. Kateter intravena no.18
j. Kateter Folley no.18
k. Kantong urin dewasa
l. Disposible syringe 3 ml
m. Disposible syringe 5 ml
2. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
a. Ringer Laktat (500 ml)
b. MgSO4 20% (25 ml)
c. MgSO4 40% (25 ml)
d. Glukonas kalsikus 10% injeksi (20 ml)
e. Diazepam 5 mg injeksi (2 ml)
f. Nifedipin 10 mg (tablet)
g. Hidralazin 5 mg injeksi
h. Labetolol 10 mg injeksi
i. Metildopa 250 mg (tablet)
j. Transfusi set dewasa
k. Kateter intravena no.18G
l. Kateter Folley no.18
m. Kantong urin dewasa
n. Disposible syringe3ml
o. Disposible syringe 5 ml
p. Disposible syringe10ml
3. INFEKSI
a. Ringer Laktat (500 ml)
b. NaCl 0,9% (500 ml)
c. Ampisilin 1 g injeksi
d. Metronidazol 500 mg injeksi
e. Amoksilin 500 mg (tablet)

51
f. Oksitosin injeksi 10 IU (1 ml)
g. Aquadest pro injeksi (25 ml)
h. Parasetamol 500 mg (tablet)
i. Infus set dewasa
j. Kateter intravena no. 18 G
k. Kateter Folley no.18
l. Kantong urin dewasa
m. Disposible syringe 3 ml
n. Disposible syringe 5 ml
4. ABORTUS
a. Ringer Laktat (500 ml)
b. NaCl 0,9% (500 ml)
c. Diazepam 5 mg injeksi (2 ml)
d. Metil ergometrin maleat injeksi 0,2 mg (1 ml)
e. Metil ergometrin maleat tablet 75 mg (tablet)
f. Amoksilin 500 mg (tablet)
g. Asam Mefenamat 500 mg (tablet)
h. Infus set dewasa
i. Kateter intravena no. 18 G
j. Disposible syringe 3 ml
k. Disposible syringe 5 ml
5. ROBEKAN JALAN LAHIR
a. Ringer Laktat (500 ml)
b. NaCl 0,9% (500 ml)
c. Lidokain HCl 2% injeksi (2 ml)
d. Oksitosin injeksi 10 IU (1 ml)
e. Metil ergometrin maleat injeksi 0,2 mg (1 ml)
f. Amoksilin 500 mg (tablet)
g. Asam Mefenamat 500 mg (tablet)
h. Chromic catgut no.1, atraumatik (sachet)
i. Chromic catgut no.2/0 atau 3/0, atraumatik (sachet)
j. Transfusi set dewasa
k. Kateter intravena no. 18 G
l. Kateter Folley no.18
m. Kantong urin dewasa
n. Disposible syringe 3 ml
o. Disposible syringe 5 ml
6. SYOK ANAFILAKTIK
a. Ringer Laktat (500 ml)
b. NaCl 0,9% (500 ml)
c. Adrenalin 0,1% injeksi (1 ml)
d. Difenhidramin HCl 10 mg injeksi (1 ml)
e. Dexametason 5 mg injeksi (1 ml)
f. Transfusi set dewasa
g. Kateter intravena no. 18 G

52
h. Kateter Folley no.18
i. Kantong urin dewasa
j. Disposible syringe 3 ml
k. Disposible syringe 5 ml
7. KEBUTUHAN OBAT PELAYANAN NEONATAL EMERGENSI DASAR
a. Vit.K1/Pithomenadion inject
b. Spuit 1 ml (utk vit.K)
c. Salep mata tetrasiklin 1%
d. Cairan infus RL Botol infus 500 ml
e. Cairan infus NaCl 0,9% Botol infus 500 ml
f. Cairan infus Dextrose 10% Botol infus 500 ml
g. Aquadest untuk pelarut Botol
h. Alkohol 70%
i. Povidone Iodine
j. Penicillin procain
k. Ampicillin injeksi
l. Gentamisin injeksi Vial 2 ml isi 20 mg
m. Gentamisin injeksi Vial 2 ml isi 80 mg
n. Fenobarbital injeksi
o. Diazepam injeksi Ampul 1 ml dan 2 ml
p. Abocath/wing needle
q. Vaksin Hepatitis Uniject
B. PERALATAN PUSKESMAS MAMPU PONED

No ALAT MATERNAL Jumlah Satuan


1. Meja instrumen 2 rak 1 buah
2. Bak Instrumen tertutup kecil 1 buah
3. Bak Instrumen tertutup medium 1 buah
4. Bak Instrumen tertutup besar(Obsgin) 1 buah
5. Tromolkasa 2 buah
6. Nierbekken/Kidney disk diameter sekitar20-21cm 2 buah
7. Nierbekken/Kidneyd isk diameter sekitar23-24cm 2 buah
8. Timbangan injak dewasa 1 buah
9. Pengukur tinggi badan(microtoise) 1 buah
10. Standar infus 1 buah
11. Lampu periksa Halogen 1 unit
12. Tensimeter/sphygmomanometer dewasa 1 buah
13. Stetoskop dupleks dewasa 1 buah
14. Termometer klinik(elektrik) 1 buah
15. Tabung oksigen+Regulator 1 unit
16. Masker oksigen+Kanulanasal 2 unit
17. Tempat tidur periksa (examinationbed) 2 unit
18. Rak alat serba guna 1 buah
19. Penutup baki rak alat serba guna 2 buah
20. Lemari Obat 1 buah
21. Meteran/metline 1 buah
22. Pita pengukur lengan atas(LILA) 1 buah
23. Stetoskop janin Pinard/Laenec 1 buah
24. Pocket Fetal Hearth Rate Monitor(Doppler) 1 unit
25. Tempat tidur untuk persalinan(Partusbed) 2 unit
26. Plastik alas tidur 1 buah

53
27. Klem kasa (korentang) 2 buah
28. Tempat klem kasa(korentang) 2 buah
29. Spekulum Sims kecil 1 buah
30. Spekulum Sims medium 1 buah
31. Spekulum Sims besar 1 buah
32. Spekulum cocor bebek Grave kecil 1 buah
33. Spekulum cocor bebek Grave medium 1 buah
34. Spekulum cocor bebek Grave besar 1 buah
35. Kit resusitasi dewasa 1 unit
36. Endotracheal tube dewasa 6,0 1 buah
37. Endotracheal tube dewasa 7,0 1 buah
38. Endotracheal tube dewasa 8,0 1 buah
39. Stilet untuk pemasangan ETT no.1 2 buah
40. Nasogastric tube dewasa 5 1 buah
41. Nasogastric tube dewasa 8 1 buah
42. Kacamata/ goggle 2 buah
43. Masker 1 kotak
44. Apron 2 buah
45. Sepatu boot 2 pasang
46. Tong/ ember dengan kran 2 buah
47. Sikat alat 1 buah
48. Perebus instrumen (Destilasi Tingkat Tinggi) 1 buah
49. Sterilisator kering 1 buah
50. Tempat sampah tertutup 3 buah
51. Pispot sodok (stick pan) 2 buah
52. Setengah Kocher 4 buah
53. Gunting episiotomy 4 buah
54. Gunting talipusat 4 buah
55. Gunting benang 4 buah
56. Pinset anatomis 4 buah
57. Pinset sirurgis 4 buah
58. Needle holder 4 buah
59. Nelaton kateter 4 buah
60. Jarum jahit tajam (cutting) G9 1 amplop
61. Jarum jahit tajam (cutting) G11 1 amplop
62. Bak/ baskom plastik tempat plasenta 2 buah
63. Ekstraktor Vakum Manual 1 unit
64. Aspirator Vakum Manual 1 unit
65. Waskom 2 unit
66. Klem Kelly/ Klem Kocher lurus 1 buah
67. Klem Fenster/ Klem Ovum 4 buah
68. Needle holder 2 buah
69. Pinset anatomis 1 buah
70. Pinset sirurgis 1 buah
71. Mangkok iodin 1 buah
72. Tenakulum Schroeder 1 buah
73. Klem kasa lurus (sponge foster straight) 1 buah
74. Gunting Mayo CVD 1 buah
75. Aligator ekstraktor AKDR 1 buah
76. Klem penarik benang AKDR 1 buah
77. Sonde uterus Sims 1 buah
78. Hemoglobin meter elektronik 1 kit
79. Tes celup Urinalisis Glukose & Protein 1 kit
80. Tes celup hCG (tes kehamilan) 200 buah
81. Tes golongan darah (ABO, Rhesus) 2 kit
82. Benang chromic (jarum tapper 0) 2/0 1 kotak
54
83. Benang chromic (jarum tapper 0) 3/0 1 kotak
84. Spuit disposable (steril) 1 ml 100 buah
85. Spuit disposable (steril) 3 ml 200 buah
86. Spuit disposable (steril) 5 ml 200 buah
87. Spuit disposable (steril) 10 ml 50 buah
88. Spuit disposable (steril) 20 ml 50 buah
89. Three-way Stopcock (steril) 1 buah
90. Infus Set Dewasa 50 buah
91. Kateter intravena 16 G 50 buah
92. Kateter intravena 18 G 50 buah
93. Kateter intravena 20 G 50 buah
94. Kateter penghisap lendir dewasa 8 1 buah
95. Kateter penghisap lendir dewasa 10 1 buah
96. Kateter Folley dewasa 16 G 5 buah
97. Kateter Folley dewasa 18 G 5 buah
98. Kantong urin 10 buah
99. Sarung tangan steril 7 50 pasang
100. Sarung tangan steril 7,5 50 pasang
101. Sarung tangan steril 8 50 pasang
102. Sarung tangan panjang (manual plasenta) 10 pasang
103. Sarung tangan rumah tangga (serbaguna) 2 pasang
104. Plester non woven 1 buah
105. Sabun cair untuk cuci tangan 1 buah
106. Povidon Iodin 10 % 1 buah
107. Alkohol 75 % 1 buah
108. Cuvette Hemoglobin meter elektronik 1 set

No. ALAT NEONATAL Jumlah Satuan


1 Tensimeter/sphygmomano meter bayi 1 buah
2 Tensimeter/sphygmomano meter neonatus 1 buah
3 Stetoskop dupleks bayi 1 buah
4 Stetoskop dupleks neonatus 1 buah
5 Termometer klinik(elektrik) 1 buah
6 Timbangan neonatus+bayi 1 buah
7 ARItimer standar(respiratory rate timer) 1 buah
9. Lampu emergensi 4 buah
10. Meja resusitasi dengan pemanas(infant radiant warmer) 1 buah
11. Kit resusitasi neonates 1 unit
12. Balon resusitasi neonatus mengembang sendiri, 1 set
Dengan selang reservoir
13. Sungkup resusitasi 1 set
14. Sungkup resusitasi 1 set
15. Sungkup resusitasi 1 set
16. Laringoskop neonatus bilah lurus (3 ukuran) 1 set
17. Tpiece Resusitator 1 set
18. Endotracheal tube anak 1 buah
19. Endotracheal tube anak 1 buah
20. Endotracheal tube anak 1 buah
21. Endotracheal tube anak 1 buah
22. Nasogastric tube neonatus 1 buah
23. Nasogastric tube neonatus 1 buah
24. Nasogastric tube neonatus 1 buah
25. Tabung oksigen+Regulator 1 unit
26. Pompa penghisap lendir elektrik 1 set
27. Penghisap lendir De Lee (neonatus) 2 unit
28. Handuk pembungkus neonatus 6 buah
29. Kotak kepala neonatus (headbox) 1 buah

55
30. Klem arteri Kocher mosquito lurus 1 buah
31. Klem arteri Kocher mosquito lengkung 1 buah
32. Klem arteri Pean mosquito 1 buah
33. Pin set sirurgis 1 buah
34. Pin set jaringan kecil 1 buah
35. Pin set bengkok kecil 1 buah
36. Needle holder 2 buah
37. Gunting jaringan Mayoujung tajam 1 buah
38. Gunting jaringan Mayoujung tumpul 1 buah
39. Gunting jaringan Iris lengkung 1 buah
40. Skalpel 1 buah
41. Bisturi 5 buah
42. Baskom kecil 1 buah
43. Needle Holder Matheiu 1 buah
44. Jarum Ligasi Knocker 1 buah
45. Doyeri Probe lengkung 1 buah
46. Pinset jaringan Semken 1 buah
47. Pinset kasa (anatomis) 1 buah
48. Pinset jaringan (sirurgis) 1 buah
49. Gunting Iris lengkung 1 buah
50. Gunting operasi lurus 1 buah
51. Retraktor Finsen tajam 1 buah
52. Skalpel 1 buah
53. Skalpel 1 buah
54. Bisturi 5 buah
55. Bisturi 5 buah
56. Bisturi 5 buah
57. Klem mosquito Halsted lurus 2 buah
58. Klem mosquito Halsted lengkung 2 buah
59. Klem linen Backhauss 2 buah
60. Klem pemasang klip Hegenbarth 1 buah
61. Kantong Metode Kanguru 10 buah
62. Inkubator Ruangan dengan termostat sederhana 1 buah
63. Infus Set Pediatrik 1 kotak
64. Three-way Stopcock (steril) 1 buah
65. Kanula penghisap lendir neonatus 2 buah
66. Kanula penghisap lendir neonatus 2 buah
67. Kanula penghisap lendir neonatus 2 buah
68. Klem tali pusat 100 buah
69. Kateter intravena 50 buah
70. Kateter umbilicus 3 set
71 Kateter umbilicus 3 set

56
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Ada enam sasaran keselamatan pasien, yaitu:


1. Tidak terjadinya kesalahan identifikasi pasien
2. Adanya Komunikasi efektif
3. Tidak terjadinya kesalahan pemberian obat
4. Tidak terjadinya kesalahan prosedur tindakan medis dan keperawatan
5. Pengurangan terjadinya resiko infeksi di Puskesmas
6. Tidak Terjadinya pasien jatuh
Upaya Puskesmas untuk mencapai enam sasaran keselamatan pasien tersebut adalah :
1. Melakukan identifikasi pasien dengan benar
Indikator melakukan identifikasi pasien secara benar adalah:
a. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, seperti nama pasien dan
tanggal lahir pasien, tidak termasuk nomor dan lokasi kamar.
b. Pasien diidentifikasi sebelum  melakukan pemberian obat atau tindakan lainnya.
c. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah, dan specimen lain untuk keperluan
pemeriksaan.
d. Pasien diidentifikasi sebelum memberikan perawatan atau prosedur lainnya.
Prosedur dalam identifikasi pasien :
a. Petugas Puskesmas mengidentifikasi pasien dilakukan mulai saat pasien mendaftar,
memperoleh pelayanan sampai pasien pulang terutama pasien anak dan bayi,
b. Petugas Puskesmas mengawali dengan memperkenalkan diri pada pasien,
c. Petugas Puskesmas menanyakan data pasien meliputi: nama lengkap pasien,
umur/tanggal lahir dan pernah di rawat di Puskesmas Kartasura untuk pencarian
nomor rekam medis yang lama (Jangan menyebutkan nama atau menanyakan
apakah nama pasien sudah benar. Sebaliknya, minta pasien untuk
menyebutkan nama lengkapnya),
d. Setiap sebelum memberikan pelayanan pasien, petugas rawat inap harus
melakukan identifikasi pasien,
e. Petugas Puskesmas menggunakan komunikasi aktif (berupa pertanyaan terbuka)
dalam mengidentifikasi pasien ,
f. Petugas rawat inap memberikan pertanyaan terbuka menanyakan nama lengkap
pasien; “Siapa nama lengkap Bapak / Ibu?”
g. Saat pasien menyebutkan nama lengkapnya, petugas rawat inap mencocokkan
dengan gelang identitas pasien.
h. Petugas Puskesmas memberikan pertanyaan terbuka menanyakan tanggal lahir
pasien/ umur ; “Kapan tanggal lahir/ umur Bapak / Ibu?”
i. Saat pasien menyebutkan tanggal lahirnya, Petugas Puskesmas mencocokkan
dengan gelang identitas pasien.

57
j. Petugas Puskesmas dapat melanjutkan pelayanan medis yang akan diberikannya bila
kedua identitas yang disebutkan pasien telah sesuai dengan yang tercantum dalam
gelang identitas,
k. Petugas Puskesmas melakukan konfirmasi dengan keluarga bila salah satu identitas
yang disebutkan pasien tidak sesuai dengan yang tercantum dalam gelang identitas.
l. Petugas Puskesmas menjelaskan kepada pasien mengenai pelayanan medis yang
akan diberikannya.
m. Pada kondisi pasien yang tidak dapat berkomunikasi mis pada pasien tidak sadar ,
tidak dapat berkomunikasi karena terhalang masalah bahasa dan tidak ada
penterjemah, karena usia (bayi), gangguan kognitif (dementia atau kelainan mental),
Identifikasi dilakukan dengan memeriksa Nama lengkap pasien dan Identitas lain
(seperti tanggal lahir, KTP) pada gelang identitas pasien, dicocokan dengan informasi
yang telah dimiliki ruang rawat inap (rekam medis, resep, atau tabung specimen).
n. Petugas Puskesmas yang memasang gelang identitas pasien harus menuliskan
tanggal dan jam masuk Puskesmas pada gelang identitas,Untuk identifikasi pasien
terlantar/ tidak ada keluarga,
o. Petugas Puskesmas dalam mengidentifikasi pasien terlantar/ tidak ada keluarga (Mr
X1, Mr X2 dst) dengan mencocokkan gelangidentitas pasien yang meliputi nama
pasien, tanggal dan jam masuk UGD Puskesmas dan nomor rekam medis,
p. Dalam mengidentifikasi bayi baru lahir petugas Puskesmas memberikan gelang
identitas bayi lahir dengan memberikan nama lengkap ibu (Contoh: By Ny. Ana
Suryana) dan nomor rekam medis ibu. Dalam waktu 24 jam pada gelang identitas
bayi ditambahkan nomor rekam medis bayi dan dibuatkan rekam medik baru dan
terpisah dari ibu,
q. Petugas Puskesmas memberikan gelang identitas sesuai waktu bayi lahir dengan
memberikan nama ibu dan nomor rekam medis ibu ditambah nomor urut kelahiran
(Contoh: By Ny. Ana Suryana 1, By. Ny Ana Suryana 2) untuk mengidentifikasi bayi
kembar baru lahir,
r. Koordinator rawat inap dan Puskesmas Mampu Persalinan melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan identifikasi pasien di tiap-tiap unit masing-masing, koordinator
rawat inap dan Puskesmas mampu persalinan merencanakan tindak lanjut jika
pelaksanaan tidak sesuai dengan tujuan.
Pemasangan Gelang Identifikasi Pasien
Prosedur pemasangan gelang pasien yang benar adalah
a) Petugas Puskesmas menganamnesa identitas pasien pada saat proses identifikasi
pasien,
b) Petugas Puskesmas membuat label pada gelang identitas pasien memuat 4 (empat)
identitas pasien, yaitu nama lengkap di sisi kiri atas, tanggal lahir/ umur di sisi kiri
bawah, jenis kelamin (P untuk perempuan dan L untuk laki-laki) di sisi kanan bawah,
dan nomor rekam medis di sisi kanan atas.

Ny. R***** L****** 313.102.02


15 Maret 1996 (26) P

58
c) Petugas UGD dan Puskesmas Mampu Persalinan memasangkan gelang identitas
pasien sewaktu pasien masuk pada unitnya masing-masing,
d) Petugas menanyakan nama lengkap dan tanggal lahir pasien sebelum memasangkan
gelang identitas pasien,
e) Petugas memasang gelang identitas pasien pada tangan yang tidak dipasang infuse,
f) Pasang gelang identitas pasien dengan memberi ruang/ jarak kulit dengan gelang ± 2
cm. (lihat gambar)

g) Petugas mengganti gelang identitas bila selama perawatan gelang identitas rusak
atau terjadi infeksi pada lokasi pemasangan gelang, .
h) Petugas melepaskan gelang identitas di ruang rawat inap / Puskesmas Mampu
Persalinan bila pasien pulang atau meninggal oleh perawat/ bidan penanggung jawab
pasien,
i) Petugas melepaskan gelang identitas dengan cara memasukkan jari diantara tangan
pasien dan gelang Identitas kemudian menggunting gelang identitas tersebut,
Cara pengguntingan lihat gambar

a) Petugas membuang gelang yang sudah digunting ke tempat sampah,


b) Bila pasien menolak pemasangan gelang identitas maka pasien harus
menandatangani formulir penolakan tindakan,
c) Koordinator rawat inap dan Puskesmas Mampu Persalinan melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan pemasangan gelang identifikasi pasien di tiap-tiap unit masing-
masing,
d) Koordinator rawat inap dan Puskesmas Mampu Persalinan merencanakan tindak
lanjut jika pelaksanaan tidak sesuai dengan tujuan.
2. Meningkatkan komunikasi effektif
Prosedurnya adalah :
Metode Komunikasi Verbal

59
a. Petugas UGD / Puskesmas Mampu Persalinan melaporkan kondisi pasien/ hasil test
laboratorium yang kritis kepada Dokter penaggungjawab menggunakan teknik
Komunikasi SBAR (Situation - Background – Assessment – Recommendation),
b. Dokter memberi instruksi verbal kepada maka Petugas UGD
c. Petugas UGD / Puskesmas Mampu Persalinan menerapkan write down read Tulis
Baca Kembali.back/ TBaK
d. Petugas UGD / Puskesmas Mampu Persalinan yang menerima instruksi per telepon/
lisan/ hasil test laboratorium yang kritis menuliskan/ Tulis (write down) pesan yang
disampaikan pengirim di catatan terintegrasi,
e. Petugas UGD / Puskesmas Mampu Persalinan yang menerima instruksi secara
verbal / lisan bertanggung jawab untuk mencatat instruksi tersebut pada lembar
catatan terintegrasi di status rekam medis pasien meliputi :
1) Tanggal dan jam pesan diterima.
2) Dosis yang akan diberikan dan waktu pemberian harus spesifik untuk
menghindari kesalahan penafsiran.
f. Petugas UGD / Puskesmas Mampu Persalinan membacakan kembali /BaK (read
back) kepada pengirim pesan per telepon/ lisan untuk konfirmasi kebenaran pesan
yang dituliskan, termasuk nama pasien, tanggal lahir dan diagnosis.setelah dituliskan,
pesan/ hasil test laboratorium yang kritis.
g. Petugas UGD/Puskesmas Mampu Persalinan menulis nama dokter yang memberikan
pesan,
h. Petugas UGD/Puskesmas Mampu Persalinan menulis nama dan tanda tangan
sebagai tanda yang menerima pesan
i. Petugas UGD / Puskesmas Mampu Persalinan memverifikasi dokter pengirim pesan
dengan menandatangani catatan pesan yang ditulis penerima pesan sebagai tanda
persetujuan dalam waktu 1 x 24 jam.
Metode Komunikasi Tertulis:
a. Dokter menuliskan instruksi harus dilakukan secara lengkap dapat terbaca dengan
jelas agar sumber instruksi dapat dilacak bila diperlukan verifikasi,
b. Dokter menuliskan harus menuliskan nama lengkap dan tanda tangan penulis, serta
tanggal dan waktu penulisan instruksi setiap penulisan instruksi,
c. Dalam menuliskan instruksi dokter hendaknya menghindari penggunaan singkatan,
akronim, dan simbol yang berpotensi menimbulkan masalah dalam penulisan instruksi
dan dokumentasi medis (misalnya catatan lanjutan keperawatan, anamnesis,
pemeriksaan fisis, pengkajian awal keperawatan,),
d. Koordinator UGD / Puskesmas Mampu Persalinan melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan komunikasi effektif di tiap-tiap unit masing-masing,
e. Koordinator UGD / Puskesmas Mampu Persalinan merencanakan tindak lanjut jika
pelaksanaan tidak sesuai dengan tujuan.
3. Penerapan 7 benar dalam menunjang medication safety
Prosedur
a. Benar Pasien:
1) Petugas menggunakan minimal 2 identitas pasien dalam mengidentifikasi pasien,
2) Petugas mencocokkan obat yang akan diberikan dengan instruksi terapi tertulis,
3) Petugas menganamnesis riwayat alergi pasien,

60
4) Petugas menganamnesis kehamilan/ menyusui,
5) Petugas menganamnesis lengkap riwayat obat/ penggunaan obat saat ini dan
membuat daftar obat- obat tersebut,
6) Petugas membandingkan pemberian obat saat ini dengan daftar obat yang
digunakan pasien di rumah (termasuk kelalaian, duplikasi, penyesuaian,
kehilangan/ menghilangkan, interaksi, atau tambahan obat).
7) Petugas mengidentifikasi pasien yang akan mendapat obat dengan kewaspadaan
tinggi dilakukan oleh dua orang yang kompeten.
b. Benar Obat
1) Petugas memberi label semua obat dan tempat obat (syringes, cangkir obat,
baskom obat), dan larutan lain.
2) Petugas menuliskan pada label nama obat, kekuatan, jumlah, kuantitas,
pengenceran dan volume, tanggal persiapan, tanggal kadaluarsa jika tidak
digunakan dalam 24 jam dan tanggal kadaluarsa jika kurang dari 24 jam.
3) Petugas melakukan verifikasi semua obat dan larutan minimal 2 orang secara
verbal dan visual jika orang yang menyiapkan obat bukan yang memberikannya ke
pasien,
4) Petugas melakukan pemberian label tiap obat atau larutan segera setelah obat
disiapkan jika tidak segera diberikan,
5) Petugas memberi label pada syringes setelah obat disiapkan/diisi ( jangan pada
saat syringe masih kosong)
6) Petugas menyiapkan satu obat atau larutan pada satu saat. Beri label hanya untuk
satu obat atau larutan pada satu saat,
7) Petugas membuang segera setiap obat atau larutan yang tidak ada labelnya,
8) Saat pergantian tugas/ jaga, petugas mereview semua obat dan larutan oleh
petugas lama dan petugas baru secara bersama,
9) Petugas mengubah daftar obat/ kardeks jika terdapat perubahan obat,
10) Dua petugas yang berkompeten mengecek kebenaran jenis obat yang perlu
kewaspadaan tinggi.
c. Benar Dosis
1) Dua orang yang berkompeten mengngecek dan menghitung (double cek) jika ada
untuk dosis/ volume obat, terutama yang memerlukan kewaspadaan tinggi,
2) Petugas mengkonsultasikan dengan dokter yang menuliskan resep jika ragu,.
3) Petugas saat menyiapkan obat berkonsentrasi penuh untuk menghindari
gangguan.
d. Benar Waktu
1) Petugas memberikan obat dan menginformasikan sesuai waktu yang ditentukan:
a) sebelum makan, setelah makan, saat makan.
b) Perhatikan waktu pemberian:
c) 3 x sehari à tiap 8 jam.
d) 2 x sehari à tiap 12 jam. Sehari sekali à tiap 24 jam. Selang sehari à tiap 48
jam
2) Petugas memberikan obat dengan segera setelah diinstruksikan oleh dokter,
3) Petugas meneliti dengan benar bahwa obat belum memasuki masa kadaluarsa.
e. Benar Cara/ Route Pemberian

61
1) Petugas memberikan obat sesuai dengan cara pemberian obat, bentuk dan jenis
obat :
a) Slow-Release tidak boleh digerus
b) Enteric coated tidak boleh digerus.
c) Obat-obat yang akan diberikan per NGT sebaiknya adalah obat cair/ sirup,
2) Petugas dalam memberikan obat obat sedapat mungkin berjarak dan jadwal
pemberian obat dan nutrisi juga berjarak.
f. Benar Dokumentasi
1) Petugas mendokumentasikan setiap perubahan yang terjadi pada pasien setelah
mendapat obat,
2) Petugas langsung menuliskan bukti nama dan tanda tangan/ paraf setelah
memberikan obat pada dokumen rekam medik,
3) Petugas/ dokter menuliskan nama dan paraf jika ada perubahan jenis/ dosis/
jadwal/ cara pemberian obat
4) Dokter memberikan coretan dan terakhir garis( ujungnya) diberi paraf jika
penulisan resep salah,
Contoh:
Lasix tab, 1 x 40 mg Jcmd, Lasix inj, 1 x 40 mg iv.
5) Petugas mendokumentasikan respon pasien terhadap pengobatan: Efek Samping
Obat (ESO) dicatat dalam rekam medik & Form Pelaporan Insiden + Formulir
Pelaporan Efek Samping Obat
6) Petugas melaporkan Insiden dikirim ke Tim Keselamatan Pasien di Unit Pelayanan
Jaminan Mutu. Pelaporan Efek Samping Obat dikirim ke Komite Farmasi dan
Terapi,
7) Petugas mendokumentasikan KNC terkait pengobatan, :
a) Format Pelaporan Insiden ke Tim Keselamatan Pasien.
b) Dokumentasikan Kejadian Tidak Diharapkan
c) Format Pelaporan Insiden ke Tim Keselamatan Pasien.
g. Benar Informasi
1) Petugas mengkomunikasikan semua rencana tindakan/ pengobatan harus
dikomunikasikan pada pasien & atau keluarganya,
2) Petugas menjelaskan tujuan & cara mengkonsumsi obat yang benar,
3) Petugas menjelaskan efek samping yang mungkin timbul.
4) Petugas mengkomunikasikan rencana lama terapi pada pasien,
4. Pengkajian resep obat
Prosedur :
a. Pengkajian resep dari aspek administratif dan farmasetik :
1) Petugas memeriksa identitas pasien: nama pasien, nomor rekam medis,
penjamin, ruang rawat, berat badan (terutama pada pasien pediatri),
2) Petugas memeriksa kelengkapan resep: diagnosis, nama dokter yang merawat,
nama obat, bentuk sediaan obat, jumlah obat, dan aturan pakai,
3) Jika tertera pada aturan pakai “p.r.n” (“pro re nata” atau jika perlu), maka petugas
mengkonfirmasi ke dokter yang bersangkutan untuk mengetahui dosis maksimal
sehari sehingga etiket bisa dilengkapi dan diketahui jumlah obat yang dibutuhkan,

62
4) Petugas memeriksa adanya masalah lain seperti masalah keuangan atau
kelengkapan persyaratan resep jaminan,
5) Petugas memeriksa adanya kesesuaian dengan pedoman pelayanan/peraturan
yang berlaku,

b. Pengkajian dari aspek klinik


1) Petugas memeriksa ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat,
terutama untuk pasien pediatri dan geriatric,
2) Petugas memeriksa adanya duplikasi obat,
3) Petugas memeriksa adanya alergi pada pasien disesuaikan dengan rekam medic,
4) Petugas memeriksa adanya interaksi obat,
5) Petugas memeriksa adanya kontraindikasi,
6) Petugas mengidentifikasi masalah-masalah yang berkaitan dengan resep/
instruksi pengobatan,
c. Penanganan Resep yang Bermasalah
1) Apoteker/ asisten apoteker menghubungi dokter penulis resep/ perawat sesuai
dengan instruksi Kerja Penanganan Resep Tidak Jelas ,
2) Dokter / perawat mencoret tulisan yang tidak jelas tersebut dan menulis
perbaikan di atas coretan kemudian membubuhkan parafdan tidak boleh
menindih dengan tulisan yang baru,
3) Jika dokter tidak dapat datang untuk memperbaiki resep apoteker/asisten
apoteker/ perawat dapat mengubah resep dokter dengan memberi catatan nama
dokter dan waktu (tanggal dan jam) dilakukannya konfirmasi,
4) Jika dalam menulis resep dokter/ perawat terdapat lebih dari 2 (dua) coretan
maka harus diganti dengan lembar resep baru,
5) Jika dokter / perawat dalam menulis tanggal pada resep harus diganti dengan
resep baru.
5. Melakukan tindakan skin test sebelum memberikan injeksi antibiotik
Prosedur :
a. Dokter mencatat terapi obat injeksi di dalam rekam medis
b. Petugas selalu melakukan skin test dengan memasukkan obat yang akan diberikan
secara intra kutan
c. Petugas mengecek hasil test setelah 3-5 menit
d. Jika terdapat tanda – tanda alergi misal durasi membesar, kemerahan dan pasien
merasakan gatal disekeliling tempat suntikan, maka dinyatakan hasil skin test positif
e. Jika tanda-tanda di atas tidak ada, maka dinyatakan negatif dan obat bisa diberikan
melalui intra vena.
6. Pengurangan Terjadinya Resiko Infeksi di Puskesmas
Penerapan cuci tangan dengan benar di setiap sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien
Indikator Usaha Menurunkan Infeksi Nosokomial:
a. Menggunakan panduan hand hygiene terbaru yang diakui umum.
b. Mengimplementasikan program kebersihan tangan yang efektif.

63
Semua petugas di rumah sakit termasuk dokter melakukan kebersihan tangan pada 5
MOMEN yang telah ditentukan, yakni:
1) Sebelum kontak dengan pasien
2) Sesudah kontak dengan pasien
3) Sebelum tindakan asepsis
4) Sesudah terkena cairan tubuh pasien
5) Sesudah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
7. Alat Pelindung Diri
Alat yang digunakan untuk melindungi petugas dari pajanan darah, cairan tubuh, ekskreta,
dan selaput lendir pasien seperti sarung tangan, masker, tutup kepala, kacamata
pelindung, apron/ jas, dan sepatu pelindung.
Ada 2 cara cuci tangan yaitu :
1. HANDWASH – dengan air mengalir, waktunya : 40 – 60 detik
2. HANDRUB – dengan gel berbasis alcohol, waktunya : 20 – 30 detik
Prosedur cuci tangan :
1. Semua petugas dan Mahasiswa harus melakukan kebersihan tangan sebelum kontak
dengan pasien,
2. Semua petugas dan Mahasiswa harus melakukan kebersihan tangan sebelum
melakukan tindakan aseptik,
3. Semua petugas dan Mahasiswa harus melakukan kebersihan tangan setelah kontak
dengan pasien,
4. Semua petugas dan Mahasiswa harus melakukan kebersihan tangan setelah
terpajan dengan cairan tubuh pasien,
5. Semua petugas dan Mahasiswa harus melakukan kebersihan tangan setelah kontak
dengan area sekitar pasien,
6. Keluarga, pegunjung, relawan dan individu yang berkunjung harus melakukan
kebersihan tangan sebelum makan, setelah makan, setelah dari kamar mandi, setelah
kontak dengan pasien, setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien,
7. Koordinator rawat inap mengecek ketersediaan adanya handrub , poster tentang
kebersihan tangan didinding setiap ruangan pasien,
8. Semua petugas dan Mahasiswa melepaskan perhiasan atau jam tangan saat
mencuci tangan,
9. Semua petugas dan mahas iswa harus memotong kuku jika kuku panjang,
10. Semua petugas dan mahasiswa Mencuci tangan dengan air yang mengalir
dibutuhkan waktu 40-60 detik dengan handrub cukup 20-30 detik,
11. Semua petugas dan mahasiswa melakukan kebersihan tangan dengan enam langkah
sesuai dengan langkah yang sudah ditetapkan.
8. Penilaian pasien jatuh pada anak, dewasa dan geriatri
Indikator usaha menurunkan risiko cedera karena jatuh :
1. Semua pasien baru dinilai risiko jatuhnya dan penilaian diulang jika diindikasikan oleh
perubahan kondisi pasien atau pengobatan, dan lainnya.
2. Hasil pengukuran dimonitor dan ditindak lanjuti sesuai derajat risiko jatuh pasien guna
mencegah pasien jatuh serta akibat tak terduga lainnya.

64
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. Tujuan
1. Mencegah petugas kesehatan tertular penyakit dari pasien.
2. Mencegah petugas kesehatan menularkan penyakit kepada pasien.

B. Prinsip Keselamatan Kerja


Prinsip utama prosedur Universal Precaution dalam kaitan keselamatan kerja adalah
menjaga higiene sanitasi individu, higiene sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan.
Ketiga prinsip tesebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok yaitu :
1. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
2. Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah
kontak dengan darah serta cairan infeksi yang lain.
3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
5. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.

C. Kegiatan di Kamar Bersalin


1. Kegiatan dikamar bersalin yang membutuhkan lengan/tangan untuk manipulasi
intrauterine harus menggunakan apron dan sarung tangan yang mencapai siku.
2. Menolong bayi baru lahir harus menggunakan sarung tangan
3. Cara pengisapan lender bayi dengan mulut harus ditinggalkan.
4. Potong tali pusat diantara dua klem setelah diurut kearah ibu untuk menghindari
percikan darah
5. ASI dari ibu yang terinfeksi HIV berisiko untuk bayi baru lahir, tetapi tidak berisiko
untuk tenaga Kesehatan.

65
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Kinerja pelaksanaan Puskesmas Poned dievaluasi dengan menggunakan indikator sebagai


berikut:
1. Bila ada kasus dengan resiko dan Petugas ada permasalahan dan ada kegagalan dalam
melaksanakan tindakan maka akan dilakukan evaluasi bersama untuk mencari solusi
permasalahan yang dihadapi
2. Melaksanakan laporan hasil kegiatan setiap bulan
3. Melakukann pelaporan kasus yang didapat setiap bulan
4. Melakukan pengecekan alat setiap bulan atau jika ada laporan terkait kendala alat sarana
dan prasarana yang digunakan dan dilaporkan pada Tim Sarana Prasaran Puskesmas.
5. Melakukan pelaporan dan pengecekan bahan habis pakai (BHP) yang digunakan untuk
pelayanan setiap bulan atau jika ada laporan terkait BHP kepada penanggungjawan Bahan
Habis Pakai di Puskesmas.
6. Memantau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Tidak Cedera (KTC), Kejadian Nyaris
Cedera (KNC) dan Kejadian Potensi Cedera (KPC) dan melaporkan hasil pemantauan dan
pengawasan setiap bulan atau setiap ada kejadian yang membahayakan keselamatan
pasien kepada Tim K3 di Puskesmas.
7. Mengadakan pertemuan rutin anggota PONED dan unit terkait untuk mengevaluasi hasil
kinerja setiap bulan.
8. Mengikuti In House Traning terkait dengan Penanganan Emergensi pada Maternal
9. Mengikuti In House Training terkait dengan Penanganan Emergensi pada Neonatal
10. Mengikuti Pelatihan yang ada terkait dengan Penanganan Emergensi pada Maternal dan
Neonatal untuk meningkatkan skill dan kompentensi petugas kesehatan terkait.
11. Melakukan kolaborasi dengan Puskesmas yang ada di Kabupaten Karanganyar serta dengan
tempat tujuan rujukan untuk mempermudah pelayanan pasien yang membutuhkan rujukan
fasilitas yang lebih lengkap.
12. Melakukan kolaborasi lintas sektoral untuk melengkapi dan menambah pelayanan terpadu
yang ada di PONED.
13. Membuka kritik dan saran serta memberikan kuisioner kepuasan pasien untuk menilai kinerja
tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan di PONED.

66
BAB IX
PENUTUP

Pedoman ini sebagai acuan/pedoman bagi pelaksanaan kegiatan Pelayanan Obstetri


dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di puskesmas Karangpandan sehingga tercapai hasil
pelayanan yang optimal bagi keselamatan ibu bersalin dan bayi baru lahir serta pasca
persalinan. Puskesmas mampu PONED akan mendekatkan pelayanan emergensi obstetri dan
neonatal ke sasaran yaitu ibu hamil dan bayi baru lahir.
Melalui Pedoman ini juga dapat mengantisipasi kebutuhan masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan Ibu dan Anak serta sebagai salah satu upaya percepatan penurunan AKI
dan AKB. Kegiatan PONED diharapkan dapat selalu di monitoring dan evaluasi sehingga
pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang berkualitas dapat tercapai.

67
DAFTAR PUSTAKA

1. JNPK-KR. 2007. BukuAcuanPelayananObstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED)


2. Kemenkes, RI. 2013. Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.

Mengetahui
Kepala UPT Puskesmas Karangpandan Pemegang program

dr. Wahyu PurwadiRahmat,M.Kes Dwi Haryati, S.Tr. Keb


NIP. 19720414 200212 1 007 NIP. 19731109 199203 2 001

68

Anda mungkin juga menyukai