Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Development Goals/MDGs,


2000) pada tahun 2015 diharapkan Angka Kematian Ibu menurun sebesar tiga-
perempatnya dalam kurun waktu 1990-2015 dan Angka Kematian Bayi dan Angka
Kematian Balita menurun sebesar dua-pertiga dalam kurun waktu 1990-2015.
Berdasarkan hal itu Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan Angka
Kematian Ibu Menjadi 102/100.000 KH, Angka Kematian Bayi dari 68 menjadi
23/1.000 KH, dan Angka Kematian Balita 97 menjadi 32/1.000 KH pada tahun
2015.
Penyebab langsung kematian Ibu sebesar 90% terjadi pada saat persalinan
dan segera setelah persalinan (SKRT 2001). Penyebab langsung kematian Ibu
adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Penyebab tidak
langsung kematian Ibu antara lain Kurang Energi Kronis/KEK pada kehamilan
(37%) dan anemia pada kehamilan terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan
ibu yang tidak anemia. Sedangkan berdasarkan laporan rutin PWS tahun 2007,
penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (39%), eklampsia (20%),
infeksi (7%) dan lain-lain (33%).
Menurut RISKESDAS 2007, penyebab kematian neonatal 0 - 6 hari adalah
gangguan pernafasan (37%), prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (7%),
kelainan darah/ikterus (6%), postmatur (3%) dan kelainan kongenital (1%).
Penyebab kematian neonatal 7 – 28 hari adalah sepsis (20,5%), kelainan
kongenital (19%), pneumonia (17%), Respitori Distress Syndrome/RDS (14%),
prematuritas (14%), ikterus (3%), cedera lahir (3%), tetanus (3%), defisiensi nutrisi
(3%) dan Suddenly Infant Death Syndrome/SIDS (3%). Penyebab kematian bayi
(29 hari – 1 tahun) adalah diare (42%), pneumonia (24%), meningitis/ensefalitis
(9%), kelainan saluran cerna (7%), kelainan jantung kongenital dan hidrosefalus
(6%), sepsis (4%), tetanus (3%) dan lain-lain (5%). Penyebab kematian balita (1-4
tahun) adalah diare (25,2%), pneumonia (15,5%), Necrotizing Enterocolitis
E.Coli/NEC (10,7%), meningitis/ensefalitis (8,8%), DBD (6,8%), campak (5,8%),
tenggelam (4,9%) dan lain-lain (9,7%).
Upaya untuk mempercepat penurunan AKI telah dimulai sejak akhir tahun
1980-an melalui program Safe Motherhood Initiative yang mendapat perhatian
besar dan dukungan dari berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri. Pada
akhir tahun 1990-an secara konseptual telah diperkenalkan lagi upaya untuk

1
menjalankan strategi dan intervensi dalam menurunkan AKI melalui Making
Pregnancy Safer (MPS) yang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2000.
Sejak tahun 1985 pemerintah merancang Child Survival (CS) untuk penurunan
AKB. Kedua Strategi tersebut diatas telah sejalan dengan Grand Strategi DEPKES
tahun 2004.
Sehubungan dengan penerapan sistim desentralisasi dan memperhatikan
PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Derah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan PP
41/2007 tentang Struktur Organisasi Pemerintah di Daerah maka pelaksanaan
strategi MPS di daerahpun diharapkan dapat lebih terarah sesuai dengan
permasalahan setempat. Dengan adanya variasi antar daerah dalam hal
demografi dan geografi maka adanya variasi antar daerah dalam hal demografi
dan geografi maka kegiatan dalam program Kesehatan Ibu Anak dan KB(KIA)
perlu disesuaikan.
Agar pelaksanaan program KIA dapat berjalan lancar, aspek peningkatan
mutu pelayanan program KIA tetap diharapkan menjadi kegiatan prioritas ditingkat
Kabupaten/Kota. Peningkatan mutu program KIA juga dinilai dari besarnya
cakupan program di masing-masing wilayah kerja. Untuk itu, besarnya cakupan
program di masing-masing wilayah kerja perlu dipantau secara terus menerus,
agar diperoleh gambaran yang jelas mengenai kelompok mana dalam wilayah
kerja tersebut yang paling rawan. Dengan diketahuinya lokasi rawan kesehatan
ibu dan anak, maka wilayah kerja tersebut dapat lebih diperhatikan dan dicarikan
pemecahan masalahnya. Untuk memantau cakupan pelayanan KIA tersebut
dikembangkan sistem Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS KIA).

B. Tujuan
Tujuan Umum:
Terpantaunya cakupan dan mutu pelayanan KIA secara terus-menerus di setiap
wilayah kerja.
Tujuan Khusus:
1. Memantau pelayanan KIA secara individu melalui Kohort
2. Memantau kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA secara
teratur (bulanan) dan terus menerus.
3. Menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar pelayanan KIA.
4. Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator KIA terhadap target yang
ditetapkan.

2
5. Menentukan sasaran individu dan wilayah prioritas yang akan ditangani
secara intensif berdasarkan kesenjangan.
6. Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang
tersedia dan yang potensial untuk digunakan.
7. Meningkatkan peran aparat setempat dalam penggerakan sasaran dan
mobilisasi sumber daya.
8. Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan
pelayanan KIA.

C. Sasaran
Sasaran pedoman ini yaitu sebagai berikut.
1. Petugas puskesmas
2. Dokter
3. Bidan
4. Kader posyandu
5. BPM

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan KIA-KB dan IMUNISASI sebagai berikut
1. Pelayanan Antenatal
2. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas
3. Pelayanan Kesehatan Neonatus
4. Deteksi Dini dan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh
tenaga kesehatan maupun masyarakat
5. Penanganan Komplikasi Kebidanan
6. Pelayanan Neonatus dengan Komplikasi
7. Pelayanan Kesehatan bayi
8. Pelayanan Kesehatan anak balita
9. Pelayanan KB Berkualitas
10. Pelayanan Imunisasi

E. Batasan Operasional
 Pelayanan Antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya
 Pelayanan kesehatan Ibu Nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar
pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga kesehatan
 Pelayanan kesehatan Neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar
yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus

3
sedikitnya 3 kali, selama periode 0-28 hari setelah lahir baik di fasilitas
kesehatan maupun melalui kunjungan rumah
 Deteksi dini kehamilan dengan faktor resiko adalah kegiatan yang dilakukan
untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor resiko dan komplikasi
kebidanan
 Penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu dengan
komplikasi kebidanan untuk mendapat penanganan definitif sesuai standar
oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan
 Pelayanan Neonatus dengan komplikasi adalah penanganan neonatus
dengan penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan,
kecacatan, dan kematian oleh dokter/bidan/perawat terlatih di
polindes/puskesmas/puskesmas PONED/rumah bersalin/rumah sakit
pemerintah atau swasta
 Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang
diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama
periode 29 hari s/d 11 bulan setelah lahir
 Pelayanan pada anak Balita sakit dan sehat. Pelayanan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan sesuai standar
 Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB sesuai standar dengan
menghormati hak individu dalam merencanakan kehamilan sehingga
diharapkan dapat berkontribusi dalam menurunkan angka kematian ibu dan
menurunkan tingkat vertilitas (kesuburan) bagi pasangan yang telah cukup
memiliki anak (2 anak lebih baik)

BAB II
STANDAR KETENAGAAN

4
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Kualifikasi sumber daya manusia yang dibutuhkan program Kesehatan Ibu Anak
dan KB yaitu sebagai berikut.

No. Jenis Tenaga Standar Kualifikasi Kondisi di


Puskesmas
1 Penanggung jawab (Dokter) 1 orang 1 orang
2 Tenaga Teknis Akbid (D3) 4 orang 2 orang
3 Tenaga Teknis Akbid (D4) 2 orang 2 orang
Tabel 1. Jenis/kualifikasi & jumlah tenaga pelaksana di KIA-KB Puskesmas

B. Distribusi Ketenagaan
Tenaga Kesehatan yang ada di Puskesmas 5 Ilir berdasarkan standar ketenagaan
Permenkes No.21 Tahun 2021
No. Jenis tenaga Standar Menurut Kondisi di
Permenkes Puskesmas
No.21 / 2021
1 Dokter atau Dokter Layanan 1 2
Primer
2 Dokter Gigi 1 1
3 Perawat 5 7
4 Bidan 4 6
5. Tenaga Kesehatan Masyarakat 2 2
6. Tenaga Kesehatan Lingkungan 1 1
7. Ahli Teknologi laboratorium 1 2
medik
8. Tenaga Gizi 1 3
9. Tenaga Kefarmasian 1 3
10. Tenaga Administrasi 3 5
11. Pekarya 2 1

C. Jadwal Kegiatan
Setiap Hari kerja
Senin – Kamis pukul 08.00 - 14.00 WIB
Jumat pukul 08.00 - 13.00 WIB
Sabtu pukul 08.00 - 13.30 WIB

5
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang
Dalam upaya pelayanan kesehatan di Poli KIA-KB, sistem pencatatan dan
pelaporan merupakan komponen yang sangat penting, selain untuk memantau
kesehatan ibu hamil, bayi baru lahir, dan pelayanan KB juga untuk menilai sejauh
mana keberhasilan program.
Pelayanan di Poli KIA-KB mencakup pelayanan ibu hamil, ibu nifas,
pelayanan KB, pemeriksaan IVA dan Imunisasi.
Adapun denah ruangan Poli KIA-KB sebagai berikut.

9
1

5 5
4
6 8

2
3
VJHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH

Keterangan :
1. Meja komputer
2. Meja dan kursi petugas
3. Lemari berkas
4. Meja dan kursi petugas
5. Scarem
6. Bed pasien
7. Bed ginekologi
8. Lemari kaca instrumen

6
B. STANDAR FASILITAS
Sebagai pedoman tentang sarana dan prasarana ruang pelayanan
kesehatan ibu anak pada permenkes 43 tahun 2019 yaitu:
1. Set Pemeriksaan Kesehatan Ibu
Standar Menurut
No. Jenis peralatan Permenkes No. 43 Kondisi di 5 Ilir
tahun 2019
1 ½ klem korcher 1 Buah 1 Buah
2 Anuskup 3 Buah -
3 Bak instrumen dengan tutup 2 Buah 2 Buah
4 Baki logam tempat alat steril 1 Buah 1 Buah
bertutup
5 Doppler 1 Buah 1 Buah
6 Gunting benang 4 Buah 4 Buah
7 Gunting perban 1 Buah 1 Buah
8 Korcher tang 1 Buah 1 Buah
9 Mangkok untuk larutan 2 Buah 2 Buah
10 Meja instrumen / alat 1 Buah 1 Buah
11 Meja periksa ginekologi dan kursi 1 Buah 1 Buah
pemeriksa
12 Palu refleks 1 Buah 1 Buah
13 Pen lancet 1 Buah -
14 Pinset anatomi panjang 3 Buah 3 Buah
15 Pinset anatomi pendek 3 Buah 3 Buah
16 Pinset bedah 3 Buah 3 Buah
17 Silinder korentang steril 1 Buah -
18 Sonde mulut 1 Buah -
19 Spekulum Vagiba (cocor bebek) 3 Buah -
besar
20 Spekulum Vagina (cocor bebek) 2 Buah -
kecil
21 Spekulum Vagina (cocor bebek) 5 Buah 7 Buah
Sedang
22 Spekulum Vagina (Sims) 4 Buah 4 Buah
23 Sphygmomanometer Dewasa 1 Buah 1 Buah
24 Stand Lamp untuk tindakan 1 Buah 1 Buah
25 Stetoskop dewasa 1 Buah 3 Buah
26 Stetoskop janin / fetoscope 1 Buah 3 Buah
27 Sudip lidah logam/spatula lidah 2 Buah 1 Buah
logam panjang 12 cm
28 Sudip lidah logam/spatula lidah 2 Buah 1 buah
logam panjang 16,5 cm
29 Tampon tang 1 Buah 1 Buah
30 Tempat tidur periksa 1 Buah 1 Buah
31 Termometer Dewasa 1 Buah 1 Buah
32 Timbangan Dewasa 1 1 Buah 2 1 Buah
33 Torniket karet 3 1 Buah 4 -

7
2. Set Pemeriksaan Kesehatan anak
Berdasarkan Kondisi di
No. Jenis Peralatan
Permenkes Puskesmas 5 Ilir
1 Alat pengukur panjang bayi 1 Buah 1 Buah
2 Flowmeter anak 1 Buah -
3 Flowmeter neonatus 1 Buah -
4 Lampu periksa 1 Buah 1 Buah
5 Pengukur lingkar kepala 1 Buah 1 Buah
6 Pengukur tinggi badan anak 1 Buah 1 Buah
7 Sphygmanometer dan manset 1 Buah 1 Buah
anak
8 Stetoskop pediatric 1 Buah 1 Buah
9 Timbangan anak 1 Buah 1 Buah
10 Timbangan bayi 1 Buah 1 Buah
11 Termometer anak 1 Buah 1 Buah

3. Set pelayanan KB
Berdasarkan Kondisi di
No. Jenis Peralatan
Permenkes Puskesmas 5 Ilir
1 Baki logam tempat alat steril 1 Buah 1 Buah
bertutup
2 Implan KIT 1 Buah 1 Buah
3 IUD KIT 1 Buah 1 Buah

8
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Lingkup Kegiatan
Kegiatan KIA-KB di Puskesmas 5 Ilir yaitu sebagai berikut.
1. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya. Dalam
penerapannya terdiri atas 10 T, yaitu sebagai berikut.
1) Timbang BB dan ukur TB
2) Ukur Tekanan Darah
3) Nilai Status Gizi (ukur Lila)
4) Ukur Fundus uteri
5) Tentukan presentasi janin dan DJJ
6) Skrining status imunisasi (TT)
7) Pemberian tablet Fe minimal 90 tablet selama kehamilan
8) Tes Laboratorium (Bb, Golongan darah, protein urin, glukosa urin,
hepatitis/HBSAg)
9) Tata laksana kasus
10) Temu wicara (Konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan komplikasi (P4K) serta KB pasca salin.
2. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas
Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar
pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga kesehatan.
Kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan ketentuan waktu sebagai
berikut.
1) KN 1 pada masa 6 jam sampai dengan 3 hari setelah persalinan
2) KN 2 dalam waktu hari ke 4 sampai dengan hari ke 28 setelah
persalinan
3) KN 3 dalam waktu hari ke 29 sampai dengan hari ke 42 setelah
persalinan
Pelayanan yang diberikan adalah sebagai berikut.
1) Pemeriksaan TD, Nadi, RR dan Suhu
2) Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uterus)
3) Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya
4) Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan

9
5) Pemberian kapsul vit A 200.00 IU sebanyak 2 kali, pertama segera
setelah melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam pemberian kapsul
vitamin A pertama
6) Pelayanan KB pasca salin
3. Pelayanan Kesehatan Neonatus
Pelayanan Kesehatan Neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar
yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus
sebanyak 3 kali, selama periode 0-28 hari setelah lahir, baik di faskes
maupun melalui kunjungan rumah.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus (KN) adalah sebagai berikut.
1) KN 1 dilakukan pada kurun waktu 6-48 jam setelah lahir
2) KN 2 dilakukan pada kurun waktu hari ke 3 sampai dengan hari ke-7
setelah lahir
3) KN 3 dilakukan dalam kurun waktu hari ke-8 sampai dengan hari ke-
28 setelah lahir.
Pelayanan kesehatan neonatal dasar dilakukan secara komprehensif dengan
pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir dan pemeriksaan menggunakan
pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) untuk memastikan bayi
dalam keadaan sehat, yang meliputi berikut ini.
1) Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir
a. Perawatan tali pusat
b. Melaksanakan ASI eksklusif
c. Memastikan bayi telah diberi injeksi vitamin K1
d. Memastikan bayi telah diberikan salep mata antibiotik
e. Pemberian imunisasi HB 0
2) Pemeriksaan menggunakan pendekatan MTBM
4. Deteksi Dini dan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh
tenaga kesehatan maupun masyarakat
Deteksi dini kehamilan dengan faktor resiko adalah kegiatan yang dilakukan
untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor resiko dan komplikasi
kebidanan.
Faktor resiko pada ibu hamil adalah
1) Primigravida <20 th, >35th
2) Anak >4
3) Jarak persalinan terakhir < 2 tahun
4) KEK dengan lila < 23,5cm dan penambahan BB < 9Kg selama masa
kehamilan
5) Anemi dengan Hb <11 gr/dl

10
6) TB < 145 cm dan kelainan bentuk panggul
7) Riwayat Hipertensi dalam kehamilan
8) Menderita penyakit kronis (TBC, kelainan jantung, ginjal, hati, psikosis,
kelainan endokrin, tumor dan keganasan)
9) Riwayat kehamilan buruk (keguguran berulang, kehamilan ektopik
terganggu, molahidatidosa, ketuban pecah dini, bayi dengan cacat
kongenital)
10)Riwayat persalinan dengan komplikasi (SC, Vakum, forceps)
11)Riwayat nifas dengan komplikasi (perdarahan pasca salin, infeksi masa
nifas)
12)Riwayat keluarga menderita penyakit DM, Hipertensi dan riwayat cacat
kongenital
13)Kelainan jumlah janin (kehamilan ganda, janin dampit, monster)
14)Kelainan besar janin
15)Kelainan letak dan posisi janin (lintang/oblik, sungsang pada usia
kehamilan 32 minggu)
5. Penanganan Komplikasi Kebidanan
Penanganan Komplikasi Kebidanan adalah pelayanan kepada ibu dengan
komplikasi kebidanan untuk mendapat penanganan definitif sesuai standar
oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan.
Di Puskesmas 5 Ilir penanganan komplikasi kebidanan dengan cara merujuk
ke FKRTL.
6. Pelayanan neonatus dengan komplikasi
Pelayanan neonatus dengan komplikasi adalah penanganan neonatus
dengan penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan,
kecacatan dan kematian. Di Puskesmas 5 Ilir penanganan pelayanan
neonatus dengan komplikasi dengan cara merujuk ke FKRTL
7. Pelayanan Kesehatan Bayi
Adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga
kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama periode 29 hari sampai
dengan 11 bulan setelah lahir.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi sebagai berikut.
1) Kunjungan bayi 1 kali pada umur 29 hari-2 bulan
2) Kunjungan bayi 1 kali pada umur 3-5 bulan
3) Kunujungan bayi 1 kali pada umur 6-8 bulan
4) Kunjungan bayi 1 kali pada umur 9-11 bulan
Dengan demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi
meliputi

11
1) Pemberian imunisasi dasar lengkap
2) Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDTK)\
3) Pemberian vitamin A 100.000 IU (6-11 bulan)
4) Konseling ASI eksklusif
5) Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan

8. Pelayanan kesehatan anak balita


Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit
dan sehat. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai stanadr
yang meliputi beriut ini.
1) Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang
tercatat dalam buku KIA atau KMS
2) Stimulasi deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK)
minimal 2 kali dalam setahun
3) Pemberian vitamin A dosis tnggi (200.000 IU) 2 kali dalm setahun
4) Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita
5) Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan
pendekatan MTBS
9. Pelayanan KB Berkualitas
Adalah pelayanan KB sesuai standar dengan menghormati hak individu
dengan merencanakan kehamilan sehingga diharapkan dapat berkontribusi
dakam menurunkan angka kematian ibu dan menurunkan tingkat kesuburan.
Pelayanan KB bertujuan untuk menunda kehamilan dapat menggunakan
metode kontrasepsi meliputi
1) KB alamiah (sistem kalender, koitus interuptus)
2) KB hormonal (pil, suntik, susuk)
3) KB non hormonal (kondom, IUD, Vasektomi dan tubektomi)
10. Kelas Ibu Hamil
Kegiatan yang dilakukan pada kelas ibu hamil yaitu sebagai berikut.
1) Melakukan identifikasi/mendaftar semua ibu hamil yang ada di wilayah
kerja. Ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa jumlah ibu hamil dan
umur kehamilannya sehingga dapat menentukan jumlah peserta setiap
kelas ibu hamil dan berapa kelas yang akan dikembangkan dalam kurun
waktu tertentu misalnya, selama satu tahun
2) Mempersiapkan tempat dan sarana kelas ibu hamil misalnya di
Puskesmas, poskeskel, bidan praktek mandiri, posyandu, atau dirumah
warga. Sarana belajar menggunakan tikar/karpet, bantal, dll jika tersedia.
3) Mempersiapkan materi, alat bantu penyuluhan dan jadwal pelaksanaan
kelas ibu hamil serta mempelajari materi yang akan disampaikan
4) Persiapan peserta kelas ibu hamil mengundang semua ibu hamil di
wilayah kerja

12
5) Siapkan tim pelaksana kelas ibu hamil yaitu fasilitatornya dan narasumber
6) Petugas menghubungi kader yang akan mendampingi dalam kelas ibu
hamil
7) Mengirim surat undangan ke sasaran
8) Memberikan materi kehamilan, persalinan, dan nifas pada ibu hamil

11. Kelas Ibu Balita


1) Melakukan identifikasi/mendaftar semua ibu yang memiliki balita yang ada
di wilayah kerja. Ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa jumlah ibu
yang memiliki anak balita sehingga dapat menentukan jumlah peserta
setiap kelas ibu balita dan berapa kelas yang akan dikembangkan dalam
kurun waktu tertentu misalnya, selama satu tahun
2) Mempersiapkan tempat dan sarana kelas ibu balita misalnya di
Puskesmas, poskeskel, bidan praktek mandiri, posyandu, atau dirumah
warga. Sarana belajar menggunakan tikar/karpet, bantal, dll jika tersedia.
3) Mempersiapkan materi, alat bantu penyuluhan dan jadwal pelaksanaan
kelas ibu balita serta mempelajari materi yang akan disampaikan
4) Persiapan peserta kelas ibu balital mengundang semua ibu balita di
wilayah kerja
5) Siapkan tim pelaksana kelas ibu balita yaitu fasilitatornya dan narasumber
6) Petugas menghubungi kader yang akan mendampingi dalam kelas ibu
balita
7) Mengirim surat undangan ke sasaran
8) Memberikan materi.

12. Pembinaan Teknis ke Bidan PraktIk Mandiri


Kegiatannya terdiri dari sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi potensi dan permasalahan klinis profesi bidan
a. Kompetensi tenaga bidan
b. Kelengkapan sarana, alat dan bahan habis pakai di fasilitas pelayanan
2. Mengidentifikasi potensi permasalahan manajemen program KIA
berdasarkan
a. Cakupan pelayanan (ibu hamil, ibu bersalin, bayi baru lahir (BBL) ,
nifas, penanganan komplikasi obstetri dan neonatal, pemberian tablet
Fe, vit.A bufas, Inisiasi Menyusui Dini, salep mata antibotika pada
BBL, vitamin k1, Hepatitis B0, imunisasi lengkap, ASI eksklusif, KB,
pemberian kapsul Yodium didaerah endemis, pemeriksaan tanda
bahaya pada BBL, bayi dan balita dan penaganannya termasuk
penanganan ISPA, Diare)
b. Hasil pencatatan dan pelaporan serta ketersediaan formulir-formulir
pencatatannya (Status ibu, Partograf, kohort ibu kohort bayi, kohort
anak balita, kartu kunjungan bayi, sttaus bayi, KMS, buku KIA, register
persalinan, status KB, status gizi balita, otopsi verbal kematian ibu dan

13
bayi, surat keterangan kelahiran, surat keterangan kematian ibu dan
bayi, formulir rujukan)
c. Jumlah bidan yang akan diselia
d. Jarak tempuh perjalanan
e. Bidan yang belum memberikan pelayanan sesuai standar (sesuai hasil
kajian mandiri)
f. Bidan yang wilayah kerjanya terjadi kasus kematian ibu /bayi / balita
atau kasus lain yang berkaitan dengan pelayanan KIA
g. Bidan yang dalam membuat laporan sering tidak valid atau sering
terlambat
h. Pertimbangan keadaan khusus / setempat antara lain adanya keluhan
laporan dari masyarakat.
13. Pembinaan Teknis Ke Poskeskel
Kegiatannya sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi potensi dan permasalahan klinis profesi bidan
a. Kompetensi tenaga bidan / petugas poskeskel
b. Kelengkapan sarana, alat dan bahan habis pakai di fasilitas
pelayanan
c. Mengidentifikasi potensi permasalahan manajemen program KIA
berdasarkan
2. Cakupan pelayanan (ibu hamil, ibu bersalin, bayi baru lahir (BBL) ,
nifas, penanganan komplikasi obstetri dan neonatal, pemberian tablet
Fe, vit.A bufas, Inisiasi Menyusui Dini, salep mata antibotika pada
BBL, vitamin k1, Hepatitis B0, imunisasi lengkap, ASI eksklusif, KB,
pemberian kapsul Yodium didaerah endemis, pemeriksaan tanda
bahaya pada BBL, bayi dan balita dan penaganannya termasuk
penanganan ISPA, Diare)
3. Hasil pencatatan dan pelaporan serta ketersediaan formulir-formulir
pencatatannya (Status ibu, Partograf, kohort ibu kohort bayi, kohort
anak balita, kartu kunjungan bayi, sttaus bayi, KMS, buku KIA, register
persalinan, status KB, status gizi balita, otopsi verbal kematian ibu dan
bayi, surat keterangan kelahiran, surat keterangan kematian ibu dan
bayi, formulir rujukan)
4. Jarak tempuh perjalanan
5. Bidan / petugas poskeskel yang belum memberikan pelayanan sesuai
standar (sesuai hasil kajian mandiri)

14
6. Bidan / petugas poskeskel yang wilayah kerjanya terjadi kasus
kematian ibu /bayi / balita atau kasus lain yang berkaitan dengan
pelayanan KIA
7. Bidan / petugas poskeskel yang dalam membuat laporan sering tidak
valid atau sering terlambat
8. Pertimbangan keadaan khusus / setempat antara lain adanya keluhan
laporan dari masyarakat.

B. Metode atau Cara Kerja


1. Pelayanan Antenatal yang ditetapkan dalam standar pelayanan kebidanan
(SPK) meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum & kebidanan),
pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus dalam penerapannya terdiri atas
10 T, yaitu:
a. Timbang BB & TB
b. Ukur tekanan darah
c. Nilai status gizi (ukur lila)
d. Ukur tinggi fundus uteri
e. Tentukan presentasi janin & DJJ
f. Skrining status imunisasi (TT)
g. Pemerian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan
h. Tes laboratorium
i. Tata laksana kasus
j. KIE termasuk P4K & KB pasca salin
2. Melakukan kunjungan Nifas minimal 3 kali dengan ketentuan 4 waktu :
a. Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengn 3 hari setelah
persalinan
b. Kunjungan nifas ke dua dalam waktu hari ke-4 sampai dengan hari ke-28
setelah persalinan
c. Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu hari ke-29 sampai dengan hari ke-42
setelah persalinan
Pelayanan yang diberikan adalah :
 Pemeriksaan TD, Nadi, Respirasi, dan Suhu
 Pemeriksaan Tinggi fundus uteri (involusi uterus)
 Pemeriksaan Lokhia dan pengeluaran perpaginam lainnya
 Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan
 Pemberian kapsul vitamin A 200 ribu unit sebanyak 2 kali, pertama segera
setelah melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam pemberian kapsul
yang pertama

15
3. Pelaksanaan pelayanan kesehatan Neonatus
a. Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6 – 48 jam
setelah lahir
b. Kunjungan Neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke 3
sampai dengan hari ke 7 setelah lahir
c. Kunjungan Neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8
sampai dengan hari ke 28 setelah lahir
4. Mendeteksi faktor resiko pada ibu hamil, seperti :
1. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
2. Anak lebih dari 4
3. Jarak persalinan terakhir kurang dari 2 tahun
4. Kurang energi kronis (KEK) dengan lila atas kurang dari 23,5 cm
5. Anemia dengan Hemoglobin < 11 g/dl
6. Tinggi badan kurang dari 145 cm
7. Riwayat Hipertensi dalam kehamilan
8. Menderita penyakit kronis antara lain, TBC, jantung, ginjal, hati, psikosis,
DM, lupus, dll.
9. Riwayat kehamilan buruk : keguguran berulang, kehamilan ektopik,
Molahidatidosa dan KPD
10. Riwayat persalinan dengan komplikasi : persalinan dengan SC
11. Riwayat nifas dengan komplikasi : pendarahan pasca Persalinan, infeksi
masa nifas
12. Riwayat keluarga menderita penyakit DM, Hipertensi, dan cacat konginital
13. Kelainan jumlah janin : kehamilan ganda, janin dampit, monster
14. Kelainan besar janin
15. Kelainan letak pada posisi janin : lintang/oblique, sungsang

C. Langkah Kegiatan

1. Perencanaan
Perencanaan akan menghasilkan penentuan prioritas, rumusan tujuan,
rumusan intervensi dan jadwal kegiatan yang akan dilaksanakan.
Perencanaan kegiatan KIA-KB hendaknya terintergrasi dengan kegiatan
perencanaan di wilayah kerja puskesmas.
Kegiatan perencanaan terdiri dari berikut ini.
a. Menentukan prioritas masalah
b. Menentukan tujuan
c. Menentukan kegiatan
d. Menyusun jadwal kegiatan

16
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan upaya yang akan dilakukan sesuai dengan rencana
kegiatan. Kegiatannya merupakan implementasi dari kegiatan terpilih.
Mekanisme pelaksanaan dapat dilakukan dengan berbagai cara,
sebagaimana dijelaskan di lingkup kegiatan di atas.
3. Monitoring
Monitoring adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
pencapaian dan pelaksanaan proghram KIA-KB di puskesmas. Monitoring
dapat dilakukan pada saat pelaksanaan kegiatan baik dalam gedung maupun
di luar gedung. Mekanisme monitoring dapat dilakukan dengan cara
melakukan pelaporan pelaksanaan dan pencapaian program kesehatan
lingkungan di Puskesmas, yang disampaikan oleh pengelola program KIA-KB
di puskesmas kepada kepala puskesmas setiap bulannya (secara langsung
ataupun melalui mini lokakarya bulanan puskesmas).
4. Evaluasi
Evaluasi sebaiknya dilakukan di setiap tahapan manajerial mulai dari
perencanaan, pelaksanaan dan hasil evaluasi dilakukan pada setiap
pertengahan dan akhir tahun untuk menilai proses dan hasil pelaksanaan
kegiatan KIA-KB di Puskesmas. Hal tersebut dimaksudkan uintuk menilai
sejauh mana kemajuan kegiatan dan hasil yang dicapai. Evaluasi dilakukan
dengan menggunakan indikator kinerja program KIA-KB Puskesmas 5 Ilir
5. Pelaporan
Menyampaikan laporan kegiatan Pelayanan KIA/KB secara berkala kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kota.

Laporan kegiatan Pelayanan KIA/KB merupakan bahan pertimbangan untuk


menetapkan kebijakan kesehatan lingkungan dalam skala kota.

17
BAB V
LOGISTIK

Manajemen Logistik alat kesehatan adalah suatu pengetahuan atau seni serta
proses mengenai perencanaan, penentuan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan,
pemeliharaan serta penghapusan material atau alat-alat kesehatan. Tujuan dari
manajemen logistik adalah tersedianya setiap bahan setiap saat dibutuhkan, baik
mengenai jenis, jumlah maupun kualitas yang dibutuhkan secara efesien. Dengan
demikian manejemen logistik dapat dipahami sebagai proses pergerakkan dan
pemberdayaan semua sumber daya yang dimiliki dan atau potensial untuk
dimanfaatkan, untuk operasional, secara efektif dan efisien. Oleh karena itu untuk
menilai apakah pengelolaan logistik sudah memadai adalah dengan menilai apakah
sering terjadi keterlambatan dan atau bahan yang dibutuhkan tidak tersedia, berapa kali
frekuensinya, berapa banyak persediaan yang menganggur (idle stock) dan berapa
lama hal itu terjadi. Berapa banyak bahan yang kadaluarsa atau rusak atau tidak dapat
dipakai lagi.
Manajemen logistik sebagai suatu fungsi mempunyai kegiatan-kegiatan:
A. Perencaan kebutuhan
Fungsi perencanaan ini pada dasarnya adalah menghitung berapa besar
kebutuhan bahan logistik yang diperlukan untuk periode waktu tertentu, biasanya
untuk satu tahun. Ada dua cara pendekatan yang digunakan dalam perencanaan
kebutuhan obat, yaitu:
1. Dengan mengetahui atau menghitung kebutuhan yang telah dengan nyata
dipergunakan dalam periode waktu yang lalu :
a. Jumlah sisa/persediaan pada awal periode
b. Jumlah pembelian pada periode waktu
c. Jumlah bahan logistik yang terpakai selama periode
d. Membuat analisis efisiensi penggunaan bahan logistik, dikaitkan dengan
kinerja yang dicapai.
e. Membuat analisis kelancaran penyediaan bahan logistik, misalnya frekuensi
barang yang diminta “habis” atau tidak ada penyedian jumlah barang yang
menumpuk, serta penyebab terjadinya keadaan tersebut.
2. Dengan melihat program kerja yang akan datang:
a. Membuat analisa kebutuhan untuk dapat menunjang pelaksanaan kegiatan
pelayanan, pola penyakit, target kinerja kerja
b. Memperhatikan kebijakan pimpinan mengenai standarisasi bahan, ataupun
kebijakan dalam pengaduan. ( untuk obat misalnya ada formularium, untuk
pengadaan di puskesmas).

18
c. Menyesuaikan perhitungan dengan memperhatikan persediaan awal, baik
meliputi jenis, jumlah maupun spesifikasi logistic.
d. Memperhatikan kemampuan gudang tempat penyimpanan barang.

B. Penganggaran
Fungsi berikutnya adalah menghitung kebutuhan diatas dengan harga satuan
(dapat didasarkan harga pembeli waktu yang lalu atau menurut informasi yang
terbaru) sehingga akan diketahui kebutuhan untuk pengadaan bahan logistik
tersebut.

C. Pengadaan
Fungsi berikutnya adalah pengadaan, yaitu semua kegiatan yang dilakukan
untuk mengadakan bahan lohistik yang telah direncanakan, baik melalui
prosedur :
1. Pembelian
2. Produksi sendiri, maupun dengan
3. Sumbangan dari pihak lain yang tidak mengikat
Untuk pengadaan obat di puskesmas dilakukan oleh Gudang farmasi Kota
berdasarkan usulan kebutuhan obat dari puskesmas

D. Penyimpanan
fungsi penyimpanan ini sebenarnya termasuk juga fungsi penerimaan barang,
yang sebenarnya juga mempunyai peran strategi. Secara garis besar yang haris
dicek kebenarannya adalah:
1. Kesesuaian dengan jenis, jumlah dan spesifikasi bahan serta waktu
penyerahan barang terhadap surat pesan (SP), surat perintah kerja (SPK)
atau purchase order (PO).
2. Kondisi fisik bahan, apakah tidak ada perubahan warna, kemasan, bau,
noda dan sebagainya yang menindikasikan tingkat kualitas bahan.
3. Kesesuain waktu penerimaan bahan terhadap batas waktu SP/PO
Barang yang diterima tersebut kemudian dibuatkan berita cara penerimaan
(BAP) barang. Berdasarkan sifat dan kepentingan barang/bahan logistik ada
beberapa jenis barang logistik, yaitu biasanya tidak langsung disimpan digudang,
akan tetapi diterimakan langsung kepada pengguna. Yang penting adalah bahwa
mekanisme ini harus diatur sedemikian rupa sehingga tercipta internal check
(saling uji secra otomatis) yang memadai, yang ditetapkan oleh yang berwenang
(pimpinan)

19
Fungsi penyimpanan ini sangat menentukan kelancaran distribusi. Bebrapa
keuntungan melakukan fungsi penyimpanan ini adalah:
1. Untuk mengantisipasi keadaan yang fluktuatif, karena sering terjadi
kesulitan memperkirakan kebutuhan secara akurat.
2. Untuk menghindari kekosongan bahan (out of stock)
3. Untuk menghemat biaya, serta mengantisipasi fluktuasi kenaikan harga
beban.
4. Untk menjaga agar kualitas bahan dalam keadaan siap pakai
5. Untuk mempercepat pendistribusian.
Metode yang sering digunakan dalam pengendalian persediaan di puskesmas
adalah dengan memperhatikan sifat barang/obat, apakah termasuk barang vital,
esensial atau normal (VEN system), digabungkan dengan apakah barang tersebut
termasuk fast atau slow moving. Kombinasi kedua metode ini selama periode
tertentu kemudian dihitung kebutuhan atau penggunaannya akan diketahui rata
rata penggunaan perbulan, juga fluktuasi permintaannya. Dari perhitungan itu
secara empiris, dapat ditentukan berapa besar jumlah.
1. Persediaan minimal/jenis barang perbulan
2. Persediaan maksimal/jenis barang per bulan
3. Persediaan pengaman (iron stock/idle stock)
Dalam penyimpanan dikenal ada system FIFO (first in first out). Khusus di
puskesmas seharusnya FIFO juga dibaca sebagai first expired first out
(FEFO). Manan yang mempunyai masa kaduarsa pendek/singkat harus
dikeluarkan terlebih dahulu, tidak tergantung kapan diterimanya digudang.

20
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN PROGRAM

Keselamatan pasien (patient safety) adalah reduksi dan meminimalkan tindakan


yang tidak aman dalam sistem pelayanan kesehatan sebisa mungkin melalui praktik
yang terbaik untuk mencapai luaran klinis yang optimum (The Canadian Patient Safety
Dictionary, October 2003). Keselamatan pasien menghindarkan pasien dari
cedera/cedera potensial dalam pelayanan yang bertujuan untuk membantu pasien.
Tujuan Patient Safety terciptanya budaya keselamatan pasien di Puskesmas,
meningkatnya akuntabilitas (tanggung jawab) Puskesmas terhadap pasien dan
masyarakat, menurunnya KTD (kejadian tidak diharapkan) di puskesmas,
terlaksananya program –program pencegahan, sehingga tidak terjadi pengulangan KTD
(kejadian tidak diharapkan).

Sistem Patient Safety


 Assesment Resiko
 Identifikasi dan Pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien
 Pelaporan dan Analisa Insiden
 Kemampuan belajar dari insiden dan tidak lanjutnya
 Implementasi solusi

Standar keselamatan pasien tersebut antara lain :


1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik stap tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien dan
tindakan yang diambil.
8. Resiko yang dapat ditimbulkan KB suntik antara lain OEDEM, pendarahan
9. Resiko yang dapat ditimbulkan Implan antara lain OEDEM, pendarahan

21
IDENTIFIKASI RESIKO PELAYANAN PROGRAM KIA

No. Identifikasi Resiko Pada Sasaran Upaya pencegahan


1 KB injeksi:
- Dapat terjadi abses di daerah Melakukan tindakan injeksi sesuai
penyuntikan (bokong, paha dengan SOP
lengan atas)
- Terjadi spooting pasca
penyuntikan

2 IUD:
- Dapat terjadi alergi benang Sebelum pemasangan IUD dilakukan:
dari pemasangan IUD - anamnesa mendalam mengenai
- Terjadi keputihan pada alergi, riwayat keputihan
pemasangan IUD - KIE tentang menjaga kebersihan alat
- Terjadi spooting pasca reproduksi, efek pemakaian IUD, dan
pemasangan IUD kemungkinan terjadinya kegagalan
- 99% dapat terjadi kehamilan KB
3 Implant:
- Dapat terjadi alergi pada Melakukan tindakan sesuai dengan
lengan pasien setelah SOP
pemasangan implant
- Terjadi spooting pasca
pemasangan implant
4 IVA: - Diadakan pelatihan untuk petugas
- Kesalah menginterpretasikan IVA
hasil IVA - Konsul pada yang lebih ahli jika
menemukan kasus yang sulit /
meragukan
5 Kondom:
Terjadi iritasi, alergi, infeksi saluran Melakukan anamnesa tentang riwayat
kelamin dan saluran kencing alergi, konseling/KIE mengenai efek
samping, keamanan/tingkat kegagalan
dari kondom

22
BAB VIII
KESELAMATAN KERJA

Dalam undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23


dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) harus dilaksanakan di
semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya
kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan sedikitnya 10 orang.
Jika memperhatikan dari isi pasal diatas, maka jelaslah bahwa Puskesmas termasuk
dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan
dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di
puskesmas, tetapi juga terhadap pasien maupun pengunjung puskesmas.
Dari berbagai potensi bahaya, maka perlu upaya untuk mengendalikan,
meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya. Oleh karena itu K3 Puskesmas perlu
dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 Puskesmas lebih efektif, efesien dan
terpadu, diperlukan sebuah pedoman manjemen k3 di Puskesmas, baik bagi pengelola
maupun karyawan Puskesmas.
Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya,
dengan mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut diharapkan dapat
mengurangi dampat kelalaian atau kesalahan (malpraktek) serta mengurangi
penyebaran langsung dampak dari kesalahan kerja. Proses manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja seperti proses manjemen umumnya adalah penerapan berbagai
fungsi manjemen, yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan dan pengawasan.
Setiap kegiatan yang dilakukan di poli KIA/KB puskesmas, mulai dari persiapan
pasien sampai selesai dapat menimbulkan bahaya atau resiko terhadap petugas yang
berada di poli KIA. Untuk mengurangi dan mencegah bahaya yang akan terjadi, setiap
petugas poli KIA harus mengerjakan pekerjaannya dengan hati-hati mengenali bahan
potensial berbahaya dan penanggungannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kegiatan tersebut merupakan upaya kesehatan dan keselamatan kerja di poli KIA.
Bebarapa hal yang perlu di perhatikan antara lain :
1. Kesehatan dan keselamatan kerja yang bersifat umum
2. Kesehatan dan keselamatan kerja yang bersifat khusus.

No. Identifikasi Resiko pada Petugas Upaya pencegahan


1 KB injeksi:
- Dapat terjadi luka tusuk jarum Melakukan tindakan injeksi sesuai
pada saat penyuntikan dengan SOP

2 IUD:

23
- Dapat terjadi iritasi akibat Sebelum pemasangan IUD dilakukan:
cairan pembersih alat - anamnesa mendalam mengenai
alergi, riwayat keputihan
- KIE tentang menjaga kebersihan alat
reproduksi, efek pemakaian IUD, dan
kemungkinan terjadinya kegagalan
KB
3 Implant:
- Dapat terjadi luka gores atau Melakukan tindakan sesuai dengan
luka tusuk SOP

4 IVA: - Diadakan pelatihan untuk petugas


- Kesalah menginterpretasikan IVA
hasil IVA - Konsul pada yang lebih ahli jika
menemukan kasus yang sulit /
meragukan
5 Kondom:
Terjadi iritasi, alergi, infeksi saluran Melakukan anamnesa tentang riwayat
kelamin dan saluran kencing alergi, konseling/KIE mengenai efek
samping, keamanan/tingkat kegagalan
dari kondom

24
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu (quality control) dalam manjemen mutu merupakan suatu


sistem kegiatan teknis yang bersifat rutin yang dirancang untuk mengukur dan menilai
mutu produk atau jasa yang diberikan kepada pasien. Pengendalian mutu pada
pelayanan kesehatan diperlukan agar produk layanan kesehatan terjaga kualitasnya
sehingga memuaskan masyarakat sebagai pelanggan. Penjaminan mutu pelayanan
kesehatan dapat diselenggarakan melalui pelbagai model manajemen kendali mutu.
Salah satu model manajemen yang dapat digunakan adalah model PDCA (Plan, Do,
Check, Actinon) yang akan menghasilkan pengembangan berkelanjutan (continuous
improvement) atau kaizen mutu pelayan kesehatan.
Yoseph M, jurusan terkenal dengan konsep “Trilogy” mutu dan
mengidentifikasikannya dalam tiga kegiatan.
1. Perencanaan mutu meliputi siapa pelanggan, apa kebutuhannya,
meningkatkan produk sesuai kebutuhan, dan merencanakan proses untuk
suatu produksi.
2. Pengendalian mutu mengevaluasi kinerja untuk mengidentifikasi perbedaan
antara kinerja aktual dan tujuan
3. Peningkatan mutu membentuk infrastruktur dan team untuk melaksanakan
peningkatan mutu.
Ada empat langkah menuju pelaksanaan solusi yang efektif, yaitu
a. Merencanakan (PLAN): sebelum dilaksanakan solusi, perlu ditentukan tujuan
dan apa kriteria keberhasilan
b. Pelaksanaan (DO): melaksanakn solusi sering melibatkan pelatihan, termasuk
proses pengumpulan data/informasi untuk memantau perubahan yang terjadi
dan mengamati tingkat kemudahan atau kesulitan pelsanaan solusi.
c. Cek (CHECK): amati efek pelaksanaan solusi dan simpulkan pelajaran apa
yang diperoleh dari tindakan yang sudah dilakukan.
d. Bertindak (ACTION): ambil langkah-langkah praktis sesuai dengan pelajaran
yang diperoleh dari tindakan yang sudah diambil.

Demi menjamin tercapai dan terpeliharanya mutu dari waktu ke waktu, diperlukan
bakuan mutu berupa pedoman yang tertulis dan dapat dijadikan pedoman kerja bag
tenaga pelaksana.
1. Tiap pedoman yang ditunjuk memiliki pegangan yang jelas tentang bagaimana
prosuder untuk melakukan suatu aktifitas.

25
2. Standar yang tertulis memudahkan proses pelaksanaan bagi tenaga pelaksana baru
yang akan mengerjakan suatu aktifitas
3. Kegiatan yang dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis akan menjamin
konsistensi hasil yang dicapai.
4. Kebijakan mutu dibuat oleh penanggungjawab poli KIA
5. Standar opersional prosedur dan instruksi kerja dibuat oleh tenaga teknisPoli KIA
dan disahkan oleh penanggungjawab poli KIA puskesmas.
6. Audit internal dilakukan oleh tim audit

26
BAB IX
PENUTUP

Pelayanan merupakan pelayanan kesehatan komprehensif dan berkualitas yang


diberikan kepada semua ibu hamil, bayi, balita untuk memberi pelayanan kesehatan
yang berkualitas.
Pelayanan Kesehatan Ibu Anak dan KB mencakup layanan promotif, prefentif,
sekaligus uratif dan rehabilitatif yang meliputi pelayanan KIA, gizi, pengendalian
penyakit menular (imunisasi HIV/AIDS, TB, Malaria, penyakit menular seksual, dan
hepatitis)
Pedoman pelayanan Kesehatan Ibu Anak dan KBmerupakan pedoman yang
dinamis sehingga dapat disesuaikan dengan perkembangan program dan kebutuhan
spesifik daerah.

27
PEDOMAN
PELAYANAN RUANGAN KIA

PUSKESMAS 5 ILIR
TAHUN 2022

28

Anda mungkin juga menyukai