Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN STUDI KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN PADA BAYI BARU LAHIR


RESPITORY DISTRES DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK
MUTIARA BUNDA

Reca Yolandha
(2323024)

Pembimbing Akademik : Dian Furwasyih, Bd., M.Sc


Preseptor Lapangan : Fitria Deni A.Md.Kep

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA DAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN DAN PROGRAM
PROFESI STIKES MERCUBAKTIKAYA PADANG
2023

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan dengan judul “Asuhan Kebidanan Pada Persalinan Pada Bayi Baru Lahir
dengan respiratory distress di RSIA Mutiara Bunda Kota Padang” telah diperiksa dan
disetujui untuk memenuhi tugas Praktek Klinik Program Studi Profesi Bidan STIKes
MERCUBAKTIJAYA Padang pada:
Hari :
Tanggal :

Padang, Desember 2023


Mahasiswa

Reca Yolandha
NIM. 2323024

Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Program Studi Profesi Bidan RSIA Mutiara Bunda
STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang

Dian Furwasyih, Bd., M.Sc Fitria Deni A.Md.Kep


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Asuhan Kebidanan Pada Ibu
Nifas di RSIA Mutiara Bunda Kota Padang. Laporan ini disusun untuk memenuhi
tugas praktek profesi dengan harapan dapat memperdalam wawasan keilmuwan
mahasiswa Program Studi Profesi Bidan STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang.
Penyelesaian laporan ini penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan,
arahan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada:
1. Ibu Zulfita,S,Si.T.,M.Biomed selaku ketua Program Studi Profesi Bidan STIKes
MERCUBAKTIJAYA Padang.
2. Dian Furwasyih, Bd., M.Sc selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat bermanfaat.
3. Ibu Fitria Deni A.Md.Kep selaku pembimbing klinik di RSIA Mutiara Bunda
yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama
melaksanakan praktik di RSIA Mutiara Bunda Kota Padang.
4. Rekan-rekan profesi yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih banyak kekurangan, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan laporan ini.

Padang, Desember 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kematian bayi pada minggu pertama biasanya disebabkan oleh komplikasi


kehamilan dan persalinan seperti syndrome gawat napas serta komplikasi berat lahir
rendah. Kondisi bayi yang lahir dengan BBLR seringkali tidak sebaik kondisi bayi
normal pada umumnya dan berpotensi besar untuk mengalami berbagai masalah
kesehatan. Bayi yang lahir normal juga dapat mengalami berbagai masalah kesehatan
meliputi gangguan fungsi pernapasan seperti RDS yang disebabkan oleh faktor ibu.
RDS berpotensi besar terjadi pada bayi BBLR, hal ini terjadi karena belum
matangnya organ tubuh dan fungsi tubuh pada bayi. BBLR pada bayi mempunyai
kecenderungan kearah peningkatan terjadinya infeksi dan mudah terserang
komplikasi. Imaturitas organ pada bayi BBLR sering menyebabkan masalah pada
fungsi pernapasan seperti syndrome gawat nafas atau Respiratory Distress Syndrome
(Maryunani, 2013).
Respiratory distress syndrome (RDS) merupakan sindrom gawat nafas yang
disebabkan oleh kurangnya surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa
kehamilan yang kurang. RDS juga dapat disebut hyaline membrane didease (HMD).
RDS terjadi karena adanya atelektasis alveoli, edema, kerusakan sel sehingga dapat
menyebabkan terjadinya bocornya serum protein ke dalam alveoli yang menghambat
fungsi surfaktan. Surfaktan merupakan suatu zat yang dapat menurunkan tegangan
dinding alveoli paru. Pertumbuhan surfaktan paru mencapai maksimum pada usia
kehamilan ke 35 minggu (fida & maya, 2012). Kekurangan surfaktan menyebabkan
gangguan kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya. Hal ini
menyebabkan alveolus kembali kolaps setiap akhir ekspirasi yang berikutnya
membutuhkan tekanan negative intoraks yang lebih besar yang disertai usaha
inspirasi yang kuat. Tanda dan gejala dari sindrom gawat nafas atau RDS adalah
pernafasan cepat, sianosis perioral, merintih waktu ekspirasi, retraksi substernal dan
interkostal. Masalah pernafasan pada bayi sering dihubungkan dengan kondisi
Respiratory Distresss Syndrome (RDS) merupakan penyebab terbanyak dari angka
kesakitan dan kematian pada bayi (pantiawati, 2018).
Bayi dengan RDS terjadi sebanyak 60-80% pada umur kehamilannya kurang dari
28 minggu, 15-30% pad umur kehamilannya sekitar 32-36 minggu, dan sekitar 3%
pada umur kehamilan lebih dari 37 minggu. Kematian bayi dengan RDS sangat
berkaitan erat dengan usia kehamilan. Risiko bayi mengalami RDS tertinggi terjadi
pada usia bayi yang masih muda. Keadaan bayi yang mengalami RDS menjadi salah
satu factor yang menyebabkan sistem pernapasan immature dan tidak adekuatnya
jumlah surfaktan pada paru paru bayi (fida & maya, 2017).
B. Rumusan Masalah

“Bagaimana Manajemen Asuhan Kebidanan Pada BBL Respiratory distress di Rs


Mutiara Bunda?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui manajemen dan mengaplikasikan asuhan kebidanan
pada BBL Respiratory distress di Rs Mutiara Bunda.
2. Tujuan Khusus
1) Untuk melakukan pengambilan data BBL Respiratory distress
2) Untuuk melakukan interpretasi data BBL Respiratory distress Untuk
melakukan indetifikasi diagnosa atau masalah potensial pada BBL
Respiratory distress

3) Untuk melakukan identifikasi kebutuhan segera BBL Respiratory


distress Untuk melakukan asuhan kebidanan BBL Asfiksia Neonatorum

4) Untuk melakukan perencanaan atau implementasi BBL Respiratory


distress

5) Untuk melakukan pendokumentasian SOAP BBL Respiratory distress

.
D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Rs Mutiara Bunda


Sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas pelayanan asuhan
kebidanan terutama dalam asuhan BBL.
2. Bagi Mahasiswa
Sebagai referensi dan menambah wawasan dalam pemberian asuhan
kebidanan terutama pada BBL.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Respiratory Distress Syndrome (RDS)
1. Pengertian
Sindrom gawat napas atau RDS adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi
pernapasan pada neonatus. Sindrom ini merupakan penyakit yang berhubungan
dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru (Asrining Surasmi, Siti
Handayani, 2003).
RDS disebut juga sebagai penyakit membran hialin (hyalin membrane disease,
(HMD)) atau penyakit paru akibat difisiensi surfaktan (surfactant deficient lung
disease (SDLD)) (Meta Febri Agrina, Afnani Toyibah, 2016). Gangguan pertukaran
gas adalah kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi karbondioksida
pada membran alveolus-kapiler (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017).
Gangguan pertukaran gas merupakan keadaan individu mengalami penurunan gas
baik oksigen maupun karbon dioksida antara alveoli paru dengan sistem vascular,
dapat dipicu oleh sekresi yang kental atau imobilisasi akibat adanya penyakit pada
sistem neurologis, terjadi depresi pada susunan saraf pusat, atau terjadi penyakit
radang pada paru (Mubarak, 2015).
2. Etiologi
RDS sering ditemukan pada bayi prematur dan sangat berkaitan erat dengan usia
kehamilan. Dengan ungkapan lain semakin muda usia kehamilan ibu, semakin tinggi
kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia 8 kehamilan, semakin
rendah kejadian RDS (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003). Penyebab SGNN
adalah penyakit membran hialin (PMH) yang terjadi akibat kekurangan surfaktan.
Surfaktan adalah suatu kompleks lipoprotein yang merupakan bagian dari permukaan
mirip film yang ada di alveoli, untuk mencegah kolapsnya paru.
Ketidakadekuatan surfaktan menimbulkan kolaps paru, sehingga menyebabkan
hipoksia, retensi CO2 dan asidosis (Maya, 2012). Sedangkan penyebab dari gangguan
pertukaran gas adalah ketidakseimbangan ventilasi perfusi dan perubahan membran
alveolus kapiler (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017)
3. Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk
berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor utama
terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama
disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan. Kekurangan atau
ketidakmatangan fungsi sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat
inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi. Tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga
parunya tetap mengembang. Setiap kali bernafas menjadi sukar dan memerlukan
usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas
(ekspirasi).
Hal ini mengakibatkan bayi lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan
energi daripada menerima sehingga menyebabkan bayi kelelahan. Dengan
meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya.
Ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat menyebabkan
atelektasis (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2013).
Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan terganggunya ventilasi pulmonal
sehingga terjadi hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi
pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik menghasilkan
timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi dan penurunan
curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital. Asidosis dan atelektasis juga
menyebabkan aliran darah paru menurun dan mengakibatkan berkurangnya
pembentukan zat surfaktan (Ngastiyah, 2005). Atelektasis menyebabkan paru tidak
mampu mengeluarkan karbon dioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis
respiratorik. Penurunan pH menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan
penurunan sirkulasi paru dan perfusi alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga
akan menurun tajam, serta materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak
mengalir ke dalam alveoli (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003).
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi normal, asfiksia,
hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan hipovolemia,
hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan epitel paru
dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh
penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan penurunan surfaktan lebih lanjut
(Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2018). Akibat lain adalah kerusakan endotel
kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam
alveoli dan terbentuknya fibrin, selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan
epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin.
Membran hialin ini melapisi alveoli dan menghambat pertukaran gas sehingga timbul
masalah gangguan pertukaran gas (Ngastiyah, 2005).
4.Manifestasi klinis
Umumnya terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000 gram atau masa
gestasi 30-36 minggu. Jarang pada bayi cukup bulan, dan sering disertai dengan
riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat janin pada akhir kehamilan.
Gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama setelah lahir dan gejala
karakteristik mulai terlihat dalam umur 24-72 jam (Ngastiyah, 2005). Menurut ZR
and Sari (2009) tanda dan gejala yang timbul pada RDS yaitu :
a. Pernafasan cepat/hiperpnea atau dispnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari
60x/menit
b. Retraksi interkostal, epigastrium atau suprasternal pada inspirasi
c. Sianosis
d. Grunting (terdengar seperti suara rintihan) saat ekspirasi
e. Takikardia (170x/menit)

Sedangkan manifestasi klinis dari gangguan pertukaran gas menurut Tim Pokja DPP
PPNI (2017) data mayor untuk gangguan pertukaran gas yaitu :
1) Kadar PCO2 meningkat/menurun Kadar PCO2 dapat menunjukkan tekanan
parsial karbon dioksida dalam darah arteri, kadar ini dimonitor oleh kemoreseptor
perifer dan kemoreseptor sentral. Nilai normal PCO2 yaitu 4,6-6,0 kPa atau 35-
45mmHg, apabila terjadi peningkatan PCO2 maka akan menimbulkan kondisi
asidosis respiratorik atau keadaan dimana kadar asam di dalam darah yang lebih
tinggi dari normal karena terjadi peradangan pada paru-paru, sebaliknya jika terjadi
penurunan PCO2 maka akan terjadi kondisi alkalosis respiratori dimana keadaan ini
merupakan suatu keadaan saat darah menjadi basa karena pernapasan yang cepat dan
dalam (James, Baker, & Swain, 2008).
2) PO2 menurun PO2 merupakan tekanan gas O2 dalam darah, faktor yang paling
menentukan banyaknya O2 yang terikat dengan Hb adalah PO2, molekul oksigen
berikatan secara ringan dan reversible bersama Hb semakin tinggi PO2 semakin
banyak O2 yang terikat Hb (Saminan, 2012). Kadar PO2 yang rendah 10
menggambarkan hipoksemia dan klien tidak bernafas dengan adekuat. PO2 dibawah
60 mmHg mengindikasikan perlunya pemberian oksigen tambahan. Kadar normal
PO2 adalah 80-100 mmHg (James et al., 2008).
3) Takikardia Takikardia adalah kondisi dimana denyut jantung lebih cepat dari
Normal dalam kondisi istirahat, kecepatan jantung lebih besat dari 100 denyut/ menit
(Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, 2010).
4) Kadar pH arteri meningkat/menurun Derajat keasaman merupakan suatu sifat
kimia yang penting dari darah dan juga cairan tubuh lainnya dengan satuanya yaitu
pH. Nilai pH normal yaitu7,0 apabila pH dibawah 7,0 adalah asam dan bila di atas 7,0
adalah basa (alkali) (Mubarak et al., 2015). Pada darah nilai pH yang normal yaitu
berkisar antara 7,35-7,45, apabila nilai pH dalam darah lebih rendah atau menurun <
7,35 maka keadaan itu disebut asidosis, sedangkan bila pH darah meningkat atau
>7,45 maka keadan ini disebut dengan alkalosis (James et al., 2008).
5) Bunyi nafas tambahan Menurut Kusuma & Nurarif (2012) terdapat tiga bunyi
nafas normal yaitu vesicular, trakeal, brokial, vesikuler yaitu bunyi nafas yang
terdengar jernih dan tidak terputus-putus dengan inspirasi lebih keras dibandingkan
ekspirasi, trakeal yaitu suara napas yang terdengar pada sisi leher /region tiroid suara
nafas terdengan keras dan kasar dengan fase ekspirasi lebih panjang dibandingkan
inspirasi, brokial yaitu suara nafas yang menyerupai suara nafas trakeal meski tidak
sekeras suara nafas trakeal dengan inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.

Selain ketiga suara nafas normal tersebut terdapat suara napas tambahan atau suara
nafas yang abnormal. Hal ini biasanya disebabkan karena adanya penyempitan atau
sumbatan pada jalan nafas. Terdapat empat suara nafas tambahan diantaranya
(Djojodibroto, 2016) :
a) Stridor Suara nafas tambahan yang terdengar kontinu (tidak terputus-putus),
memiliki nada tinggi yang dapat terjadi baik pada saat inspirasi maupun pada saat
ekspirasi, disebabkan karena adanya penyempitan pada saluran nafas ini.
b) Ronkhi Basah Suara nafas tambahan ini merupakan suara nafas tambahan yang
bernada renda sehingga memiliki sifat sonor, terdengar tidak enak (raspy). Hal ini
disebabkan oleh udara melewati penyempitan dan dapat terjadi pada inspirasi maupun
ekspirasi.
c) Mengi (wheezing) Suara nafas ini merupakan suara nafas tambahan yang
terdengar kontinyu dan memiliki nada lebih tinggi dibandingkan dengan suara nafas
lainnya, bersifat musical disebabkan karena terjadinya penyempitan pada saluran
pernafasan kecil (bronkus perifer dan bronkiolus).
d) Ronkhi Kering (Rales atau crackles) Suara nafas terakhir ini adalah suara nafas
yang terdengan diskontinu (terputus-putus), disebabkan oleh adanya cairan di dalam
saluran nafas dan terjadi kolaps pada saluran nafas bagian distal dan alveoli.
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita RDS dengan gangguan
pertukaran gas (Ngastiyah, 2005):
a. Memberikan lingkungan yang optimal Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan
agar tetap dalam batas normal (36,5o - 37o c) dengan cara meletakkan bayi dalam
inkubator. Kelembaban ruangan juga harus adekuat (70-80%).
b. Pemberian oksigen Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati karena
berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur. Pemberian O2 yang terlalu banyak
dapat menimbulkan komplikasi seperti : fibrosis paru, kerusakan retina (fibroplasias
retrolental) dan lain-lain. Untuk mencegah terjadinya komplikasi, pemberian O2
sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan analisa gas darah arteri. Bila fasilitas untuk
pemeriksaan analisa gas darah arteri tidak ada, maka O2 diberikan dengan
konsentrasi O2 tidak lebih dari 40% sampai gejala sianosis menghilang. 14
c. Pemberian cairan dan elektrolit Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk
mempertahankan homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan
diberikan glukosa 5- 10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat
badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari. Asidosis metabolik yang selalu dijumpai harus
segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara intravena.
d. Pemberian antibiotik Bayi dengan PMH perlu mendapatkan antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-100.000
u/kg BB/hari atau ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5
mg/kg BB/hari.
B. Konsep Asuhan Kebidanan Pada Bayi Respiratory Distress Syndrome (RDS)
Dengan Gangguan Pertukaran Gas
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan berbagai informasi
yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien (Asrining Surasmi, Siti
Handayani, 2013). Pengkajian yang dilakukan pada bayi RDS sebagai berikut:
a. Identitas klien Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, dan
alamat klien.
b. Keluhan utama Keluhan utama yang sering dirasakan pada bayi RDS adalah
takipnea.
c. Riwayat kesehatan Riwayat kesehatan dapat mempengaruhi terjadinya RDS
seperti kelahiran preterm, riwayat kehamilan ibu menderita perdarahan, ibu menderita
hipertensi, riwayat neonatus dengan asfiksia akibat hipoksia akut, hipotermia, dan
nilai APGAR skor rendah (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003).
d. Pemeriksaan Fisik Pengkajian fisik dilakukan secara sistematik dengan penekanan
khusus pada pengkajian pernafasan. RDS dapat dikaji dengan mengobservasi
takipnea, retraksi substernal, kreleks inspirasi, mengorok ekspiratori, pernafasan
cuping hidung dan adanya sianosis (Wong, 2003).
e. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan analisa gas darah.
2. Diagnosis
Diagnosi bertujuan untuk mengidentifikasi respon individu, keluarga dan komunitas
yang dapat berkaitan dengan kondisi kesehatan (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017).
Diagnosis dibagi menjadi dua yaitu diagnosis positif dan diagnosisi negative.
Diagnosis positif yaitu menunjukkan klien dalam keadaan sehat dan dapat mencapai
keadaan yang lebih sehat diagnosis ini dapat disebut dengan diagnosis promosi
kesehatan, sedangkan diagnosis negative yaitu menunjukkan klien dalam kondisi
sakit atau berisiko mengalami sakit, diagnosis negative dapat dibagi dua yaitu actual
dan potensial (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017). Gangguan pertukaran gas
termasuk ke dalam kategori fisiologis dengan subkategori respirasi. Diagnosis actual
menggambarkan respons klien terhadap kondisi kesehtaan yang dapat menyebabkan
klien mengalami masalah kesehatan.
Perumusan diagnosis actual menggunakan penulisan tiga bagian yaitu masalah (P)
berhubungan dengan penyebab (E) dibuktikan dengan tanda gejala (S), jadi
perumusan diagnosis dalam penelitian ini menjadi gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler dibuktikan dengan
dipsnea, PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, ph arteri abnormal,
bunyi napas tambahan. Gejala dan tanda mayor dari gangguan pertukaran gas adalah
sebagai berikut :
a. Subjektif yaitu : dispnea
b. Objektif yaitu : PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, Ph arteri
meningkat/menurun, terdapat bunyi napas tambahan.
Gejala dan tanda minor dari gangguan pertukaran gas adalah sebagai berikut :
a. Subjektif yaitu : pusing dan penglihatan kabur
b. Objektif yaitu : Sianosis, embranesi, gelisah, nafas cuping hidung, pola nafas
abnormal, warna kulit abnormal, kesadaran menurun.
Kondisi klinis yang terkait pada gangguan pertukaran gas yaitu : PPOK, Gagal
jantung kongestif, asma, pneumonia, embranesis paru, penyakit membrane hialin,
asfiksia, Persistent Pulmonary Hypertension Of New Born (PPHN), prematuritas,
infeksi saluran nafas (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017).
3. Intervensi
Intervensi merupakan fase proses yang penuh dengan pertimbangan yang sangat
sistematis,mencangkup pembuatan keputusan dan penyelesaian masalah (Kozier, B.,
Erb, G., Berman, A., & Snyder, 2010). Berikut intervensi yang diberikan pada pasien
dengan masalah gangguan pertukaran gas.
3. Implementasi
Implementasi keperawatan terdiri dari melakukan dan mendokumentasikan tindakan
yaitu tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi
(Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, 2010). Pelaksanaan implementasi yang
dilakukan pada masalah gangguan pertukaran gas yaitu, memonitor frekuensi irama,
kedalaman dan upaya napas, memonitor pola napas, memonitor saturasi oksigen,
memonitor nilai analisa gas darah (AGD), mengatur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien, mendokumentasikan hasil pemantauan, menjelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan, menginformasikan hasil pemantauan, memonitor bunyi napas
tambahan, memberikan posisi fowler atau semi-fowler untuk memaksimalkan
ventilasi, memberikan oksigen (Tim Pokja DPP PPNI SIKI, 2018).
4. Evaluasi
Dalam proses keperawatan evaluasi merupakan tahap kelima yang merupakan tahap
yang tidak kalah penting dalam proses keperawatan karena kesimpulan yang
didapatkan dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus
dilanjutkan, diakhiri atau diubah (Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, 2010).
Evaluasi keperawatan dengan masalah gangguan pertukaran gas menurut (Tim Pokja
DPP PPNI SlKI, 2018) :
a. Dispnea menurun
b. Bunyi nafas tambahan menurun
c. PCO2 membaik
d. PO2 membaik
e. Takikardia membaik
f. pH arteri membaik
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Asuhan Kebidanan pada Bayi baru Lahir

A. FORMAT PENGKAJIAN BAYI BARU LAHIR

Nama Mahasiswa : Reca Yolandha


NIM : 2323024
Tempat Praktek : Perinatologi RSIA Mutiara Bunda
Tanggal Pengkajian : 05 Januari 2024 (08.00 WIB)

A. Identitas Klien
Nama :By.Ny. Y
Tempat/ tgl lahir/ usia :Padang, 01 januari 2024 (03.00 WIB)
Jenis Kelamin :Laki-laki
Agama :Islam

B. Identitas Orang Tua


Nama istri : Ny. Y Nama Suami : Tn. M
Umur : 26 tahun Umur : 29 tahun
Suku/Bangsa : Minang/IND Suku/Bangsa : Minang/IND
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : karyawan swasta
No Hp : 08956186XXXX No Hp :-
Alamat : Lubuk Buaya
C. Anamnesa (Data Subjektif)
1. Keluhan Utama : Bayi mengalami sesak nafas
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu : Tidak ada
b. Riwayat kesehatan sekarang : Tidak ada
c. Reaksi/ Alergi : Tidak ada alergi
d. Riwayat kesehatan keluarga : Tidak ada keluhan
e. Riwayat kesehatan/ pengobatan/ perawatan sebelumnya
Pernah dirawat  Tidak Ya, Kapan
Dimana...................................
Diagnosis ..........................................................
Obat yang biasa digunakan sebutkan :Tidak ada
Riwayat kecelakaan, sebutkan :Tidak ada
Riwayat operasi, sebutkan :Tidak ada

3. Riwayat Kehamilan
a. Prenatal Care
1. Pemeriksaan Kehamilan : 7 kali
 Teratur Tidak Teratur
2. Keluhan Selama Hamil :Mual muntah
3. Kenaikan BB selama hamil : 9 kg
4. Riwayat Imunisasi TT : Lengkap
5. Golongan Darah ibu :O
6. Golongan darah ayah :-
b. Intranatal Care
1) Tempat melahirkan : RSIA Mutiara Bunda
2) Jenis persalinan : SC dengan indikasi CPD+let oblig
3) Penolong persalinan : Dokter
4) Komplikasi yang dialami ibu saat melahirkan
Robek perineum/ laserasi : Tidak ada
Infeksi nifas : Tidak ada
Retensio placenta : Tidak ada
Placenta tertinggal : Tidak ada
Perdarahan : Tidak ada
5) Post Natal
1) Kondisi bayi : BB lahir 3900 gram, PB 48 cm.
2) Apakah anak mengalami
Ikterus : Ya
Sianosis : Tidak ada
Tidak stabil : Tidak ada
Kemerahan : Tidak ada
problem menyusui : Tidak ada
3) APGAR Score :8/9
4. Riwayat Imunisasi

No. Jenis Imunisasi Umur Tempat Pelayanan Reaksi setelah


Diberikan Pemberian
1. BCG
2. Hepatitis 1 jam RS Tidak ada
3. DPT (I,II,III)
4. Polio (I,II,III,IV)
5. Campak

5. Riwayat Tumbuh Kembang Anak


a. Pertumbuhan gigi pertama, usia:
b. Berjalan, usia : Tidak ada
c. Tengkurap, usia : Tidak ada
d. Senyum, usia : Tidak ada
e. Duduk, usia : Tidak ada
f. Bicara, usia : Tidak ada
g. Merangkak, usia : Tidak ada
h. Berpakaian tanpa bantuan, usia : Tidak ada
i. Berdiri, usia : Tidak ada
j. Perkembangan anak dibanding : Lambat / sama / cepat dari saudara-
saudaranya
6. Penyakit yang pernah di alami
a. Batuk : Tidak ada
b. Demam : Tidak ada
c. Diare : Tidak ada
d. Kejang : Tidak ada
e. lain-lain : Tidak ada
7. Kecelakaan yang di alami
a. Jatuh : Tidak ada
b. Tenggelam : Tidak ada
c. Lalu lintas : Tidak ada
d. Keracunan : Tidak ada
8. Pernah konsumsi makan obat kimia :
Konsumsi obat – obatan bebas (seperti jamu) : Tidak ada
9. Pola kebutuhan sehari – hari
a. Nutrisi dan Cairan
i. Pola makan : Tidak ada
ii. Makanan yang diberikan saat ini
 ASI MPASI Makanan

iii. Nafsu makan : Baik/Kurang


iv. Asupan cairan : Baik
v. Masalah Khusus : tidak ada
Daftar Menu 24 Jam
Waktu Jenis Makanan Jumlah
ASI 20 ml
Pagi

ASI+ Sufor 60 ml
Siang

ASI 60 ml
Malam

b. Eliminasi
BAK BAB
Frek :5 kali sehari Frek : 4 kali /sehari
Warna : Kuning Warna : hijau
Keluhan/Masalah :Tidak ada Konsistensi : Lembek
Keluhan/Masalah : Tidak ada
D. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Umum
a. Kesadaran : Composmentis
b. Suhu : 36,8 C
c. Pernafasan : 56x/i
d. Nadi : 120x/i
e. Berat badan sekarang : 3600 gr
f. TB : 48cm

2. Pemeriksaan fisik secara sistematis


a. Kepala : Bentuk mata simetris, tidak ada benjolan,
sekitar wajah.
b. Mata : posisi mata sebelah kanan dan kiri simetris
konjungtiva terlihat pucat dan sclera
a. Telinga : Kedua telinga simetris, terletak sejajar den
gan sudut mata, tulang rawan teraba lunak
dan cepat kembali saat dilipat,
b. Mulut : Tidak ada palatoskiziz dan labioplatoskiziz
bibir pucat
c. Hidung : Bentuk hidung simetris, terdapat septum,
a ada pernafasan cuping.
d. Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid dan
kelenjar limfe, kulit leher lembab
e. Dada : Bentuk dada simetris, putting susu sejajar
antara kanan dan kiri serta menonjol, kulit
bewarna merah , ada retraksi dinding dada
f. Abdomen : Bentuk abdomen cembung, tidak ada
pembesaran hepar, tali pusat putud, pusar
ber sih dan kering,
g. Ekstremitas : Tangan kanan dan kiri simetris serta jumlah
jari lengkap dan kaki kiri simetris serta
jumlah jari lengkap dan kulit merah
h. Genitalia : jenis kelamin laki-laki terdapat penis dan
scrotum
i. Anus : Terdapat lubang anus, (BAB+)
DAFTAR PUSTAKA

Agrina, M. F., Toyibah, A. and Jupriyono (2017) ‘Tingkat kejadian


Respiratory Distress Syndrome (RDS) antara BBLR preterm dan
BBLR dismatur’, Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia, 3(2), pp.
125–131.
Alfarwati, T. W. et al. (2019) ‘Incidence, risk factors and outcome of
respiratory distress syndrome in term infants at Academic Centre,
Jeddah, Saudi Arabia’. (73), pp. 183-6. doi: 10.5455/medarh
Andriani, A. and Hartono, R. (2013) ‘Saturasi oksigen dengan pulse oxymetry
dalam 24 jam pada pasien dewasa terpasang ventilator di Ruang ICU
Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang’, Jendela Nursing
Journal, 2(1), pp. 257–263. Available at:
https://media.neliti.com/media/publications/243373-saturasi-
oksigendengan-pulse-oximetry-d-d46bdd55.pdf.

Anda mungkin juga menyukai