Anda di halaman 1dari 46

JOURNAL READING

HUBUNGAN USIA GESTASI, PARITAS DAN KEHAMILAN GANDA


DENGAN KEJADIAN RESPIRATORY DISTRESS SINDROME (RDS)
PADA NEONATUS DI RSUD ABDUL WAHAB

Disusun oleh :
DINA ALVIONITA
P05140420002

Pembimbing

ELSE SRI RAHAYU, S.ST, M.Tr. Keb

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU JURUSAN KEBIDANAN


PRODI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
TAHUN 2020/2021HALAMAN PENGESAHAN

JOURNAL READING

“HUBUNGAN USIA GESTASI, PARITAS DAN KEHAMILAN GANDA


DENGAN KEJADIAN RESPIRATORY DISTRESS SINDROME (RDS)
PADA NEONATUS DI RSUD ABDUL WAHAB”

Oleh:

Dina Alvionita

P05140420002

Menyetujui, April 2021


Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Else Sri Rahayu, S.ST, M.Tr. Keb Yenny Rosmita,Amd.Keb


NIP. 197706152006042031

i
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Journal

Reading ini dengan judul “Hubungan Usia Gestasi, Paritas Dan Kehamilan Ganda

Dengan Kejadian Respiratory Distress Sindrome (RDS) pada Neonatus di RSUD

Abdul Wahab”. Semoga laporan pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi kita

semua dan untuk kepentingan proses belajar. Bersama ini kami juga

menyampaikan terima kasih kepada dosen saya yang telah membimbing kami

untuk menyelesaikan Journal Reading ini. Melalui kata pengantar ini penulis lebih

dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi Journal Reading

ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat.Dalam

penyusunan Journal Reading ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala

kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan

Journal Reading ini dan untuk pelajaran bagi kita semua dalam pembuatan di

masa mendatang. Semoga dengan adanya tugas ini kita dapat belajar bersama

demi kemajuan kita dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Bengkulu, April 2021

 Penyusun

DAFTAR ISI

ii
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................iv

BAB I ISI JURNAL

A. Judul Jurnal...........................................................................................1
B. Abstrak..................................................................................................1
C. Pendahuluan/ Latar Belakang/ Tujuan..................................................2
D. Metode Penelitian.................................................................................6
E. Hasil Penelitian.....................................................................................7
F. Pembahasan .........................................................................................8
G. Kesimpulan...........................................................................................12

BAB II TELAAH JURNAL

A. Judul Jurnal ..........................................................................................14


B. Abstrak .................................................................................................14
C. Pendahuluan / Latar Belakang/ Tujuan.................................................14
D. Metode Penelitian.................................................................................15
E. Hasil Penelitian.....................................................................................15
F. Pembahasan .........................................................................................15

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kontrasepsi (KB)..........................................................18


B. KB Suntik.............................................................................................22

BAB IV PENUTUP.........................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................35

iii
BAB I
ISI JURNAL

HUBUNGAN USIA GESTASI, PARITAS DAN KEHAMILAN GANDA


DENGAN KEJADIAN RESPIRATORY DISTRESS SINDROME (RDS)
PADA NEONATUS DI RSUD ABDUL WAHAB

Andina Oktavianty, Ni Wayan Wiwin Asthiningsih


Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur, Samarinda, Indonesia
Kontak Email:Andinaabdulhakim@gmail.com

A. Judul Jurnal

Hubungan Usia Gestasi, Paritas Dan Kehamilan Ganda Dengan Kejadian

Respiratory Distress Sindrome (RDS) pada Neonatus di RSUD Abdul

Wahab

B. Abstrak

Tujuan studi: Untuk Mengetahui hubungan usia gestasi, paritas dan

kehamilan ganda dengan kejadian Respiratory Distress Sindrome (RDS)

pada Neonatus di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Metodologi: Jenis penelitian merupakan penelitian kuantitatif

dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan di RSUD Abdul

Wahab Sjahranie.

Sampel penelitian sebanyak 95 responden dengan menggunakan

teknik purposive sampling.Pengumpulan data menggunakan lembar

observasi. Data dianalisis menggunakan SPSS 22.0.

1
1

Hasil: Berdasarkan hasil uji statistik chi – square hubungan usia gestasi

dengan kejadian respiratory distress syndrome di RSUD Abdul ahab

Sjahranie diperoleh nilai P value = 0.028 < α= 0.05. Hubungan paritas

dengan kejadian respiratory distress syndrome diperoleh nilai P value =

0.047 < α = 0.05 serta kehamilan ganda diperoleh nilai P value = 0.047 <

α= 0.05 dan nilai OR = 6.55.

Manfaat: Menjadi referensi terapi yang dapat digunakan untuk

mengontrol usiagestasi, paritas dan kehamilan ganda dan diharapkan bagi

peneliti lain agar dapat melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang

terapikejadian respiratory distress sindrome (RDS) pada neonatus yang

nantinya mungkin akan ditemukan manfaat lainnya.

C. Pendahuluan

Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR)

adalah jumlah kematian bayi di bawah usia satu tahun pada setiap 1000

kelahiran hidup. Berdasarkan data terbaru diperoleh bahwa Angka

Kematian Neonatus (AKN) mengalami penurunan menjadi 15 per 1000

KH1. Meskipun mengalami penurunan angka kematian neonatus, namun

hal ini masih menunjukkan belum tercapainya Sustainable Development

Goals (SDGs) dalam sistem kesehatan nasional di Indonesia yaitu

menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua

orang disegala usia.Adapun salah satu indikator pencapaiannya adalah

dengan mengakhiri kematian bayi dan balita yang dapat dicegah, dengan
2

menurunkan angka kematian neonatal hingga 12 per 1000 KH dan angka

kematian balita 25 per 1000 KH pada tahun 20302.

Morbiditas dan mortalitas neonatus masih merupakan masalah

yang cukup serius terutama di negara berkembang.Kurang lebih 3/4

kematian neonatus ini terjadi pada tujuh hari pertama dan untuk masalah

respirasi mengambil peran penting dalam tingginya kematian pada

neonatus3. Adapun faktor-faktor penyebab kematian neonatus antara lain

BBLR 23.92%, asfiksia 30.10%, sepsis 27.37%, Respiratory Distress

Sindrome (RDS) 18.67%, aspiration syndrome 25.93%, dan kelainan

kongenital 43.86%4.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Januari

2019 di RSUD Abdul Wahab Sjahranie periode Oktober - Desember 2018

diperoleh data 124 neonatus yang telah dirawat inap diruang Lily dan

NICU. Adapun data kasus yang ada diruang Lily dan NICU yaitu angka

kejadian BBLR 45 kasus, RDS 41 kasus, sepsis 27 kasus, premature 9

kasus, dan asfiksia 2 kasus. Pada bulan Januari 2019 total neonatus yang

dirawat di ruang Lily dan NICU ada 19 neonatus dimana 13 neonatus

mengalami RDS. Neonatus yang mengalami RDS sebagian besar memiliki

usia gestasi <37 minggu yaitu 11 neonatus dan usia gestasi 37 - 42 minggu

2 neonatus.

Paritas yang lebih banyak yang dialami neonatus yang mengalami

RDS adalah ibu dengan paritas primipara yaitu 8 neonatus, ibu dengan

paritas multipara sebanyak 4 neonatus, dan ibu dengan paritas


3

grandemultipara 1 neonatus. Kehamilan ganda terdapat 5 pasang neonatus

dimana semuanya mengalami RDS. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan usia gestasi, paritas dan kehamilan ganda dengan

kejadian Respiratory Distress Sindrome (RDS) pada neonatus di RSUD

Abdul Wahab Sjahranie.

D. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain

pendekatan cross sectional dilakukan diruang Lily dan NICU RSUD

Abdul Wahab Sjahranie pada tanggal 8 Maret 2019 – 8 Mei

2019.Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan teknik purposive sampling. Penelitian ini menelaah

hubungan antara usia gestasi, paritas dan kehamilan ganda dengan

kejadian Respiratory Distress Sindrome (RDS) pada neonatus.

Pengambilan data dilakukan dengan studi dokumentasi pada rekam

medik, buku laporan harian dan buku register ruangan Lily dan NICU

RSUD Abdul Wahab Sjahranie.Adapun jumlah sampel pada penelitian ini

adalah 95 responden. Analisis data meliputi analisis deskriptif dan uji

hipotesis.Data katagorik dinyatakan dengan distribusi frekuensi.Uji

hipotesis variabel dilakukan dengan menggunakan uji Chi-square, dengan

nilai P value dianggap bermakna jika <0.05. Besar risiko dinyatakan

dengan nilai Odd Ratio (OR), dinyatakan sebagai faktor risiko bila OR>1.
4

E. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden Ibu

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa usia ibu yang tertinggi

ialah (20-35 tahun) berjumlah 69 responden (72.6%) dan terendah

pada usia ibu (>35 tahun) berjumlah 4 responden (4.2%). Berdasarkan

pendidikan terakhir yang dimiliki ibu diketahui bahwa pendidikan

tertinggi pada tingkat SLTA berjumlah 42 responden (44.2%),

Sedangkan untuk jenis pekerjaan ibu yang tertinggi ialah ibu sebagai

IRT berjumlah 73 responden (76.8%).

2. Karakteristik responden Neonatus

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jenis kelamin

neonatus laki-laki berjumlah 49 responden (51.6%) dan neonatus

perempuan berjumlah 46 responden (48.4%).

Berdasarkan Tabel 2 identifikasi responden pada variabel usia

gestasi didapatkan usia gestasi <37 minggu (prematur) berjumlah 50

responden (52.6%), usia gestasi 37-42 minggu (matur) berjumlah 41

responden (43.2%), dan usia gestasi >42 minggu (postmatur)

berjumlah 4 responden (4.2%). Berdasarkan identifikasi responden

pada variabel paritas didapatkan paritas primipara berjumlah 54

responden (56.8%), multipara berjumlah 34 responden (35.8%), dan

grandemultipara berjumlah 7 responden (7.4%).


5

Berdasarkan identifikasi responden pada variabel kehamilan ganda

didapatkan responden yang memiliki riwayat kehamilan ganda

berjumlah 32 responden (33.7%) dan responden yang tidak memiliki

riwayat kehamilan ganda berjumlah 63 responden (66.3%). Serta

identifikasi responden pada variabel Respiratory Distress Sindrome

(RDS) di dapatkan responden yang mengalami RDS berjumlah 83

responden (87.4%) dan yang tidak mengalami RDS berjumlah 12

responden (12.6%).

Berdasarkan Tabel 3didapatkan bahwa pada neonatus yang

mengalami respiratory distress syndrome dengan usia gestasi <37

minggu berjumlah 48 neonatus (96.0%), usia gestasi 37-42 minggu

berjumlah 32 neonatus (78.0%) dan usia gestasi >42 minggu berjumlah

3 neonatus (75.0%).

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa persentasi respiratory

distress syndrome pada usia gestasi <37 minggu lebih besar (96.0%)

dibanding usia gestasi 37-42 minggu (78.0%) dan usia gestasi >42

minggu (75.0%). Data diatas ditemukaan pula pada usia<37 minggu

ada 2 neonatus yang tidak mengalami RDS, pada usia 37-42 minggu

terdapat 32 neonatus yang mengalami RDS sedangkan pada usia >42

minggu terdapat 1 neonatus yang mengalami RDS. Hasil analisa

hubungan antara usia gestasi dengan kejadian respiratory distress

syndrome, dengan uji chi square diperoleh nilai p value < 0.05 yaitu

sebesar 0.028. Secara statistik dapat dikatakan Ha dalam penelitian ini


6

diterima, artinya ada hubungan yang bermakna antara usia gestasi

dengan kejadian respiratory distress syndrome di RSUD Abdul Wahab

Sjahranie samarinda.

Berdasarkan Tabel 3 didapatkan bahwa pada neonatus yang

mengalami Respiratory Distress Sindrome dengan paritas ibu

primipara sebanyak 51 neonatus (94.4%), paritas multipara berjumlah

26 neonatus (76.5%) dan paritas grandemultipara berjumlah 6

neonatus (85.7%). Hal ini menunjukkan bahwa persentasi Respiratory

Distress Sindrome pada paritas primipara lebih besar (94.4%)

dibanding paritas multipara (76.5%) dan paritas grandemultipara

(85.7%).

Data diatas ditemukan pula pada paritas primipara ada 3 responden

yang tidak mengalami RDS, pada paritas multipara terdapat 26

responden yang mengalami RDS sedangkan paritas grandemultipara

diperoleh 6 responden yang tidak mengalami RDS. Dari hasil analisa

hubungan antara paritas dengan Respiratory Distress Sindrome dengan

uji chi- square diperoleh p value < 0.05 yaitu sebesar 0.047. Secara

statistic dapat dikatakan Ha dalam penelitian ini diterima, artinya ada

hubungan yang bermakna antara jumlah paritas ibu dengan kejadian

Respiratory Distress Sindrome di RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Samarinda.

Berdasarkan Tabel 3 didapatkan pulaa bahwa pada neonatus

dengan Respiratory Distress Sindrome yang memiliki riwayat


7

kehamilan ganda sebanyak 31 neonatus (96.9%) dan neonatus dengan

Respiratory Distress Sindrome tidak memiliki riwayat kehamilan

ganda berjumlah 52 neonatus (82.5%). Hal ini menunjukkan bahwa

persentasi Respiratory Distress Sindrome yang memiliki riwayat

kehamilan ganda lebih besar (96.9%) dibandingkan dengan yang tidak

memiliki riwayat kehamilan ganda (82.5%).Dari hasil analisa

hubungan antara kehamilan ganda dan RespiratoryDistress Sindrome

dengan uji chi-square diperoleh p value <0.05 yaitu sebesar 0.047.

Secara statistik dapat dikatakan Ha dalam penelitian ini diterima,

artinya ada hubungan yang bermakna antara kehamilan ganda dan

Respiratory Distress Sindrome di RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Samarinda.Diperoleh data ada 1 neonatus yang tidak mengalami RDS

padahal memiliki riwayat lahir dengan kehamilan ganda dan diperoleh

pula 52 responden yang mengalami RDS namun tidak memiliki

riwayat kehamilan ganda.

Uji odds ratio (95% CI) sebesar 6.558 dapat disimpulkan bahwa

neonatus yang memiliki riwayat kehamilan ganda cenderung

mengalami Respiratory Distress Sindrome sebesar 6.5 kali lebih besar

dari neonatus yang tidak memiliki riwayat kehamilan ganda. Dari hasil

tersebut dapat disimpulkan bahwa neonatus yang memiliki riwayat

kehamilan ganda merupakan faktor resiko terhadap Respiratory

Distress Sindrome (RDS) karena nilai OR lebih dari satu.


8

F. Pembahasan

1. Karakteristik Responden

a. Karakteristik Ibu

1) Usia Ibu

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa usia ibu yang

tertinggi ialah (26-35 tahun) berjumlah 63 responden (66.3%)

dan terendah pada usia ibu (46-55 tahun) berjumlah 1

responden (1.1%).Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Rogayyah (2016) mengatakan terdapat

hubungan yang bermakna antara usia ibu dengan kejadian

respiratory distress syndrome di RSUD Palembang Bari dengan

uji chi-square diperoleh nilai p value = 0,0001 < 0.05.

Pada hasil uji odds ratio (95% CI) dapat disimpulkan

bahwa ibu melahirkan pada usia<20 tahun dan >35 tahun

menjadi faktor risiko terhadap kejadian respiratory distress

syndrome. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada usia muda

(<20 tahun) sering terjadi penyulit (komplikasi) bagi ibu

maupun janin. Penyebabnya ialah alat reproduksi belum

berkembang secara maksimal sehingga seringkali

mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan janin dalam

uterus, usia remaja juga seringkali kurang memperhatikan

asupan gizi seimbang serta ditunjang oleh faktor psikologis


9

remaja dalam kesiapan untuk hamil sehingga dapat

mengakibatkan kelahiran prematur yang menyebabkan RDS.

Begitu pula pada kelompok usia kehamilan lebih dari 35

tahun juga memiliki resiko kesehatan bagi ibu maupun

janinnya. Keadaan ini disebabkan penurunan fungsi otot dasar

panggul sehingga terjadi penyulit kehamilan dan persainan,

problem kesehatan seperti pre-eklamsi, hipertensi, diabetes

militus anemia juga dapat menyebabkan kelahiran premature

dan menyebabkan RDS.

2) Pendidikan Ibu

Berdasarkan analisa pendidikan terakhir yang dimiliki ibu

diketahui bahwa pendidikan tertinggi pada tingkat SLTA

berjumlah 42 responden (44.2%) sedangkan yang paling sedikit

adalah lulusan DIII yaitu sebanyak 9 responden (9.5%).

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan

kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah an

berlangsung seumur hidup.

Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk

menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka orang

akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang

lain maupun dari media masa, semakin banyak informasi yang


10

masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang

kesehatan7.

Hal ini sejalan dengan penelitian abdiana (2015) yang

menyatakan 90,5% ibu berpendidikan SLTA sehingga dapat

menyebabkan ibu kurang untuk mengakses informasi mengenai

kehamilan secara tidak langsung dapat mempengaruhi

kehamolan, proses kehamilan, dan pasca kehamilan.

3) Pekerjaan Ibu

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh untuk jenis

pekerjaan ibu yang tertinggi ialah ibu sebagai IRT berjumlah 73

responden (76.8%). Penelitian ini sejalan dengan yang

dilakukan Marfuah (2013) yang mengatakan bahwa pekerjaan

ibu yang tertinggi yaitu IRT (92.5%).

Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang

dilakukan oleh masusia, dalam arti sempit istilah pekerjaan

digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan

uang bagi seseorang, serta lapangan kerja guna untuk

memperluas wawasan yang dapat mempengaruhi tingkat

pengetahuan seseoarang. Aktifitas perempuan sehari-hari dapat

mempengaruhi kualitas hidup yang dimiliki.

Seseorang perempuan yang berperan hanya sebagai ibu

rumah tangga saja, tingkat pengetahuan yang dimiliki

cenderung tidak banyak perubahan, sedangkan seorang


11

perempuan yang mempunyai aktifitas sosial diluar rumah akan

lebih banyak mendapatkan informasi, misalnya dari teman

bekerja atau teman dalam aktifitas sosialnya. Ibu rumah tangga

yang pikirannya hanya mengurus anak, suami, dan pekerjaan

rumah, sehingga informasi yang dimiliki sediki. Akibatnya

akan memberikan pemikiran yang keliru terhadap suatu hal.

b. Karakteristik Neonatus

1) Jenis Kelamin Neonatus

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jenis kelamin

neonatus laki-laki berjumlah 49 responden (51.6%) dan

neonatus perempuan berjumlah 46 responden (48.4%).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Brahmaiah (2017)

menyatakan bahwa dari 200 kasus terhadap kejadian gangguan

pernafasan ditemukan pada 59% pada bayi laki-laki dan 41%

pada bayi perempuan.

Jenis kelamin laki-laki adalah faktor risiko PMH karena

paru janin perempuan produksi surfaktan didalam kandungan

lebih cepat dibandingkan paru janin laki-laki.Beberapa

kepustakaan mengatakan androgen menunda sekresi fibroblast

paru dari faktor pneumosit fibroblast, dapat menunda

pembentukan sel alveolar tipe II, dan mengurangi pelepasan

surfaktan paru.
12

Androgen memperlambat pengembangan paru janin dengan

menyesuaikan jalur sinyal faktor pertumbuhan epidermal dan

mengubah growth factor-beta.Estrogen meningkatkan sitesis

surfaktan paru, termasuk fosfolipid, lesitin, dan protein

surfaktan.Estrogen juga meningkatkan pengembangan paru

janin dengan meningkatkan jumlah jenis sel alveolar II

2) Usia Gestasi Neonatus

Berdasarkan analisa pada variabel usia gestasi didapatkan

usia gestasi <37 minggu (prematur) berjumlah 50 responden

(52.6%), usia gestasi 37-42 minggu (matur) berjumlah 41

responden (43.2%), dan usia gestasi >42 minggu (postmatur)

berjumlah 4 responden (4.2%). Respiratory distress syndrome

berhubungan dengan defisiensi surfaktan.Terdapat empat faktor

penting yang menyebabkan defisiensi surfaktan, yaitu

prematuritas, asfiksia perinatal, maternal diabetes, dan seksio

caesarea14.

Adapun penyebab kelainan ini adalah kekurangan suatu zat

aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru yang sering kali

mengenai bayi prematur, karena produksi surfaktan yang di

mulai sejak kehamilan minggu ke 22, baru mencapai jumlah

cukup menjelang cukup bulan13Semakin muda usia gestasi

bayi yang lahir maka semakin tinggi risiko terjadinya gawat

nafas neonatus hal tersebut dikarenakan kurangnya surfaktan


13

pada paru–paru sehingga menyebabkan alveolus menjadi

kolaps5.

Adapun bayi premature lebih rentan mengalami hipotermia,

hipoglikemia, ikterus, infeksi, dan gawat nafas15.Peneliti

berasumsi bahwa neonats yang lahir dengan usia gestasi <37

minggu (prematur) akan terjadi immaturitas paru dimana paru-

paru bayi belum cukup untuk berkembang dengan penuh, hal

tersebut terjadi karena kurangnya surfaktan.

3) Paritas Ibu

Berdasarkan identifikasi responden pada variabel paritas

didapatkan paritas primipara berjumlah 54 responden (56.8%),

multipara berjumlah 34 responden (35.8%), dan

grandemultipara berjumlah 7 responden (7.4%). Ibu hamil

dengan paritas 1 (primipara) justru memiliki risiko 3,23 lebih

besar daripada ibu dengan paritas >2 (multipara).

Pada ibu primipara, adaptasi ibu hamil yang buruk dari

respon vaskular uteri inadekuat menimbulkan iskemia plasenta

yang akan mengeluarkan faktor angiogenik sehingga timbul

preeklamsi, distress janin, dan kematian bayi.

Paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara dan

grandemultipara17.Faktor-faktor yang mempengaruhi paritas

yaitu pendidikan, pekerjaan, keadaan ekonomi, latar belakang

budaya, dan pengetahuan.Berdasarkan hal tersebut peneliti


14

berasumsi bahwa paritas ibu merupakan faktor resiko

terjadinya gawat janin yang dapat meningkatkan angka

kematian bayi.

4) Kehamilan Ganda

Berdasarkan analisa responden pada variabel kehamilan

ganda didapatkan responden yang memiliki riwayat kehamilan

ganda berjumlah 32 responden (33.7%) dan responden yang

tidak memiliki riwayat kehamilan ganda berjumlah 63

responden (66.3%).Terdapat hubungan kehamilan ganda

dengan kegawatan nafas neonatus, dan kehamilan ganda

mempunyai peluang lebih besar untuk mengalami gawat nafas

dibandingkan bayi tunggal.Penelitian ini dilakukan di RSD.DR.

Haryoto Kabupaten Lumajang dengan judul faktor risiko

kegawatan nafas pada neonatus di RSD.DR. Haryoto

Kabupaten Lumajang.

Kehamilan ganda memiliki resiko untuk lahir premature

dan sangat berisiko untuk terjadinya kegawatan nafas pada

neonatus. Hal ini sesuai dengan teori persalinan yang salah

satunya adalah distensi abdomen kapasitas elastisitas uterus

atau abdomen lehih rendah pada saat menampung jumlah janin

2 atau lebih, sehingga sebagian besar bayi yang lahir kembar

baik gamelli, tripel atau lebih dalam usia kehamilan 28-32


15

minggu atau premature, sehingga system pernafasan

immature1.

Hal tersebut mengakibatkan defiensi surfaktan yang dapat

mempengaruhi paru bayi tidak mampu mengembang dan

penyakit membran hialin sebagai penyebab utama gawat nafas

banyak terjadi pada bayi premature9.Peneliti berasumsi bahwa

kehamilan ganda merupakan faktor risiko dari terjadinya

Respiratory Distress Sindrome (RDS) karena kehamilan ganda

rata-rata lahir dibawah usia gestasi <37 minggu sehingga

terlahir secara prematur disertai defisiensi zat surfaktan yang

menyebabkan terjadinya RDS.

5) Respiratory Distress Sindrome (RDS)

Berdasarkan hasil analisa kejadian pada variabel

Respiratory Distress Sindrome (RDS) di dapatkan responden

yang mengalami RDS berjumlah 83 responden (87.4%) dan

yang tidak mengalami RDS berjumlah 12 responden

(12.6%).Faktor risiko yang berhubungan secara bermakna

terhadap kegawatan nafas neonatus adalah asfiksia, kehamilan

ganda, usia kehamilan, paritas dan hipertensi pada ibu.

Penelitian ini dilakukan di RSD.DR. Haryoto Kabupaten

Lumajang dengan judul faktor risiko kegawatan nafas pada

neonatus di RSD.DR. Haryoto Kabupaten Lumajang.


16

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian respiratory

distress syndrome yaitu pada masa maternal seperti riwayat

penyakit pada ibu (hipertensi dan diabetes), masa fetal seperti

bayi lahir premature dan kelahiran ganda, masa persalinan

seperti kehilangan darah yang berlebih, post maturitas, secsio

secaria, dan masa neonatal dikarenakan infeksi dan asfiksia

neonatorum. Surfaktan paru adalah zat yang memegang

peranan dalam pengembangan paru dan merupakan suatu

kompleks yang terdiri dari protein, karbohidrat, dan

lemak.Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin.Zat ini mulai

dibentuk pada kehamilan 22 - 24 minggu dan mencapai

maksimum pada minggu ke 35.

Fungsi surfaktan adalah untuk merendahkan tegangan

permukaan alveolus akan kembali kolaps paru setiap akhir

ekspirasi, sehingga untuk bernafas berikutnya di butuhkan

tekanan negatif intrathoraks yang lebih kuat. Kolaps paru ini

menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia,

retensi CO2, dan oksidosis13Peneliti berasumsi bahwa

kegawatan nafas pada neonatus merupakan masalah yang dapat

menyebabkan henti nafas bahkan kematian, sehingga dapat

menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir.


17

6) Analisa Hubungan Antara Usia Gestasi Dengan Kejadian

Respiratory Distress Sindrome (RDS) Berdasarkan

Berdasarkan hasil analisa hubungan antara usia gestasi

dengan kejadian respiratory distress syndrome, dengan uji chi

square diperoeh nilai P value < 0.05 yaitu sebesar 0.028. Secara

statistik dapat dikatakan Ha dalam penelitian ini diterima,

artinya ada hubungan yang bermakna antara usia gestasi

dengan kejadian respiratory distress syndrome di RSUD Abdul

Wahab Sjahranie Samarinda.Terdapat 2 dari 50 responden yang

usia gestasinya < 37 minggu tidak mengalami respiratory

distress syndrome hal ini di karenakan sang bayi memiliki berat

badan yang cukup dan sang ibu rajin berkonsultasi dengan

dokter kandungan sehingga kondisi bayi terpantau keadaanya.

Terdapat 32 dari 41 responden yang usia gestasinya 37-42

minggu mengalami respiratory distress syndrome dari hasil

observasi diperoleh faktor dari proses persalinan yaitu kala II

lama sehingga menyebabkan Asfiksia serta ketuban pecah dini

(KPD) yang menyebabkan gawat janin. Terdapat 1 dari 4

responden yang usia gestasinya >42 minggu tidak mengalami

respiratory distress syndrome dari hasil observasi diperoleh

data bahwa sang ibu rajin mengecekkan kehamilannya ke

pelayanan kesehatan maupun ke dokter special kandungan

sehingga janin terpantau keadaanya.


18

Respiratory distress syndrome berhubungan dengan

defisiensi surfaktan.Terdapat empat faktor penting yang

menyebabkan defisiensi surfaktan, yaitu prematuritas, asfiksia

perinatal, maternal diabetes, dan seksio caesarea14. Penyebab

kelainan ini adalah kekurangan suatu zat aktif pada alveoli

yang mencegah kolaps paru yang sering kali mengenai bayi

prematur, karena produksi surfaktan yang di mulai sejak

kehamilan minggu ke 22, baru mencapai jumlah cukup

menjelang cukup bulan.

Semakin muda usia gestasi bayi yang lahir maka semakin

tinggi risiko terjadinya gawat nafas neonatus hal terssebut

dikarenakan kurangnya surfaktan pada paru–paru sehingga

menyebabkan alveolus menjadi kolaps. Bayi premature lebih

rentan mengalami hipotermia, hipoglikemia, ikterus, infeksi,

dan gawat nafas.

Terdapat hubungan yang bermakna antara usia kehamilan

ibu dengan kejadian Respiratory Distress Sindrome di RSUD

Palembang Bari dengan uji chi-square diperoleh nilai p =

0.0001 < 0.055. Terdapat hubungan antara usia kehamilan ibu

dengan kejadian Respiratory Distress Sindrome dengan hasil

uji chi-square p = 0.026 < 0.059. Peneliti berasumsi bahwa

neonatus yang lahir dengan usia gestasi <37 minggu (prematur)

akan terjadi immaturitas paru dimana paru-paru bayi belum


19

cukup untuk berkembang dengan penuh, hal tersebut terjadi

karena kurangnya surfaktan.

7) Analisa Hubungan Antara Paritas Dengan Kejadian

Respiratory Distress Sindrome (RDS) Hasil

Hasil analisa hubungan antara paritas dengan Respiratory

Distress Sindrome dengan uji chi-square diperoleh p value <

0.05 yaitu sebesar 0.047. Secara statistik dapat dikatakan Ha

dalam penelitian ini diterima, artinya ada hubungan yang

bermakna antara jumlah paritas ibu dengan kejadian

Respiratory Distress Sindrome di RSUD Abdul Wahab

Sjahranie Samarinda respiratory distress syndrome.

Terdapat 3 dari 54 responden dengan paritas primipara yang

tidak mengalami respiratory distress sindrome hal ini

dikarenakan kondisi fisik ibu sehat dan tidak memiliki penyakit

penyerta, sang ibu juga rutin memeriksakan kondisi

kehamilannya ke dokter kandungan. Terdapat 26 dari 34

responden dengan paritas multipara yang mengalami

respiratory distress syndrome dari hasil observasi di peroleh

data adanya penyakit penyerta seperti hipertensi maternal,

diabetes gestasional, kala II lama, KPD, serta usia gestasi yang

kurang dari <37 minggu yang menyebabkan janin mengalami

RDS.
20

Terdapat 1 dari 7 responden dengan paritas grandemultipara

tidak mengalami respiratory distress syndrome hal ini

dikarenkan kondisi kesehatan sang ibu sehat dan tidak

mengalami penyakit penyerta kehamillan. Pada ibu dengan

primipara (melahirkan bayi pertama kali) karena pengalaman

melahirkan dan kondisi rahim yang baru menyesuaikan atau

belum pernah mengalami kehamilan, terjadi perubahan fisik

dam psikologis yang kompleks, maka kelainan dan komplikasi

yang dialami cukup besar seperti kelahiran prematur dengan

BBLR, distosia persalinan dan juga kurang informasi tentang

persalinan mempengaruhi proses persalinan dan resiko ini tidak

dapat untuk di hindari.

Kejadiannya akan berkurang dengan meningkatnya jumlah

paritas yang cukup bulan sampai dengan paritas keempat20.

Ibu dengan paritas primipara dan paritas grandemultipara

memiliki resiko melahirkan neonatus dengan gawat janin di

karenakan pada primipara adanya kekakuan dari otot atau

cervik yang memberikan tahanan yang jauh lebih besar

sehingga dapat memperpanjang waktu persalinan.Sedangkan

pada paritas grandemultipara sudah mengalami kemunduran

daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang kali

diregangkan kehamilan.
21

Paritas kedua dan ketiga merupakan paritas yang paling

aman ditinjau dari sudut maternal.Sehingga risiko itu menurun

pada paritas kedua dan ketiga serta meningkat lagi pada paritas

keempat dan seterusnya. Kehamilan yang terlalu sering

(grandemultipara) selain akan mengendurkan otot-otot rahim

juga akibat jaringan parut dari kehamilan sebelumnya yang bisa

menyebabkan masalah pada plasenta bayi sebagai sawar sistem

peredaran darah akan menyebabkan sirkulasi ibu ke janin

terganggu sehingga akan mengakibatkan pasokan nutrisi,

volume darah dan cairan dari ibu ke janin akan sangat minim

yang mempengaruhi ke mugkinan berat badan lahir bayi,

dimana jika ada gangguan pada fungsi plasenta, liquor amni,

tali pusat dan fungsi organ tubuh janin akan mengakibatkan

penerimaan terhadap kebutuhan yang diperoleh dari ibu tidak

optimal mengakibatkan bayi lahir dengan bayi berat lahir

rendah.

Terdapat hubungan antara paritas ibu dengan kejadian

Respiratory Distress Sindrome di RSUD Bari Palembang

dengan uji chi-square diperoleh nilai p = 0.028 < 0.059.

terdapat hubungan yang bermakna antara paritas ibu dengan

kejadian Respiratory Distress Sindrome di RSUD Palembang

Bari dengan uji chi-square diperoleh nilai p = 0.0001 <

0.055.Peneliti berasumsi bahwa paritas berpengaruh terhadap


22

kejadian Respiratory Distress Sindrome resiko meningkat pada

paritas primipara dan grandemultipara.

8) Analisa Hubungan Antara Kehamilan Ganda Dengan

Kejadian Respiratory Distress Sindrome (RDS)

Hasil analisa hubungan antara kehamilan ganda dan

Respiratory Distress Sindrome dengan uji chi-square diperoleh

p value <0.05 yaitu sebesar 0.047.Secara statistik dapat

dikatakan Ha dalam penelitian ini diterima, artinya ada

hubungan yang bermakna antara kehamilan ganda dan

Respiratory Distress Sindrome di RSUD Abdul Wahab

Sjahranie Samarinda.

Terdapat 1 dari 32 responden dengan kehamilan ganda

tidak mengalami Respiratory Distress Sindrome (RDS) hal ini

dikarenakan responden memiliki berat badan yang mencukupi

dan pada saat proses persalinan tidak ada penyulit sepert i kala

II lama.Terdapat pula 52 dari 63 responden yang tidak memiliki

riwayat kehamilan ganda namun mengalami kejadian

Respiratory Distress Sindrome (RDS) hal ini dikarenakan

banyak faktor penyebabnya diantara lain penyakit penyerta ibu

saat hamil seperti hipertensi maternal, kala II lama, KPD

sehingga menyebabkan gawat janin.


23

Kehamilan ganda memiliki resiko untuk lahir premature

dan sangat berisiko untuk terjadinya kegawatan nafas pada

neonatus. Teori persalinan yang salah satunya adalah distensi

abdomen kapasitas elastisitas uterus atau abdomen lehih rendah

pada saat menampung jumlah janin 2 atau lebih, sehingga

sebagian besar bayi yang lahir kembar baik gamelli, tripel atau

lebih dalam usia kehamilan 28- 32 minggu atau premature,

sehingga system pernafasan immature.

Hal tersebut mengakibatkan defiensi surfaktan yang dapat

mempengaruhi paru bayi tidak mampu mengembang dan

penyakit membran hialin sebagai penyebab utama gawat nafas

banyak terjadi pada bayi premature9.Terdapat hubungan

kehamilan ganda dengan kegawatan nafas neonatus, dan

kehamilan ganda mempunyai peluang lebih besar untuk

mengalami gawat nafas dibandingkan bayi tunggal di RSD.DR.

Haryoto Kabupaten Lumajang dengan uji Chi-square di peroleh

nilai p = 0.012 < 0.059.Peneliti berasumsi bahwa kehamilan

ganda merupakan faktor resiko terjadinya Respiratory Distress

Sindrome (RDS) di karenakan hampir seluruh neonatus yang

lahir dengan riwayat kehamilan ganda mengalami RDS.

G. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan

yang dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Distribusi


24

frekuensi pada karakteristik ibu sebagai berikut bahwa usia ibu yang

tertinggi ialah (26-35 tahun) berjumlah 63 responden (66.3%) dan

terendah pada usia ibu (46-55 tahun) berjumlah 1 responden (1.1%).

Berdasarkan pendidikan terakhir yang dimiliki ibu diketahui bahwa

pendidikan tertinggi pada tingkat SLTA berjumlah 42 responden (44.2%),

Sedangkan untuk jenis pekerjaan ibu yang tertinggi ialah ibu sebagai IRT

berjumlah 73 responden (76.8%).

Sedangkan untuk distribusi karakteristik neonatus yang diperoleh

adalah jenis kelamin neonatus laki-laki berjumlah 49 responden (51.6%)

dan neonatus perempuan berjumlah 46 responden (48.4%). Distribusi

frekuensi responden pada usia gestasi diperoleh usia gestasi <37 minggu

(prematur) berjumlah 50 responden (52.6%), usia gestasi 37-42 minggu

(matur) berjumlah 41 responden (43.2%), dan usia gestasi >42 minggu

(postmatur) berjumlah 4 responden (4.2%). Distribusi frekuensi responden

pada paritas ibu diperoleh paritas primipara berjumlah 54 responden

(56.8%), multipara berjumlah 34 responden (35.8%), dan grandemultipara

berjumlah 7 responden (7.4%).

Distribusi frekuensi responden pada kehamilan ganda diperoleh

responden yang memiliki riwayat kehamilan ganda berjumlah 32

responden (33.7%) dan responden yang tidak memiliki riwayat kehamilan

ganda berjumlah 63 responden (66.3%). Distribusi frekuensi responden

pada kejadian respiratory distress syndrome diperoleh kejadian respiratory


25

distress syndrome pada neonatus sebesar 87.4% dan yang tidak respiratory

distress syndrome sebesar 12,6 %.

Ada hubungan yang bermakna antara usia gestasi dengan kejadian

respiratory distress syndrome di RSUD Abdul Wahab Sjahranie dengan P

value < 0.028. Ada hubungan yang bermakna antara paritas ibu dengan

kejadian respiratory distress syndrome di RSUD Abdul Wahab Sjahranie

dengan P value < 0.047.Ada hubungan yang bermakna antara kehamilan

ganda dengan kejadian respiratory distress syndrome di RSUD Abdul

Wahab Sjahranie dengan P value < 0.047.

H. Saran

Beberapa saran yang dapat penulis berikan adalah Bagi RSUD

Abdul Wahab Sjahranie Hendaknya petugas kesehatan melakukan

penyuluhan tentang penyakit respiratory distress syndrome mulai dari

pengertian, penyebab, faktor resiko, gejala serta pencegahan supaya ibu-

ibu lebih mengerti tentang penyakit ini dan dampaknya untuk

kelangsungan dari anak mereka.

Hendaknya untuk petugas kesehatan melakukan penyuluhan untuk

memotivasi masyarakat terutama ibu-ibu untuk sering melakukan

pemeriksaan kehamilan guna untuk mencegah terjadinya RDS pada bayi

mereka. Bagi Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur, Hendaknya

penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk kepustakaan dan

referensi yang bermanfaat bagi Fakultas Ilmu Kesehatan dan Farmasi di

Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur.


26

Bagi Responden, Diharapkan lebih memahami tentang penyakit

respiratory distress syndrome serta mengupayakan untuk melakukan ANC

yang sering ketika hamil. Bagi Peneliti selanjutnya diharapkan dapat

menambah faktor-faktor lain di luar penelitian. Peneliti selanjutnya

diharapkan dapat menambah jumlah sampel yang lebih banyak dan

menggunakan metode serta teknik pengambilan sampel yang berbeda.

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian tidak di satu

tempat saja agar cakupan sampelnya lebih luas.


BAB II

TELAAH JURNAL
A. Judul Jurnal

Judul jurnal sudah sesuai dengan syarat penulisan judul jurnal yang

baik yaitu relevan dengan tema yang dikaji. Judul jurnal sudah

menggambarkan isi dari penelitisn. Judul sudah ditulis secara ringkas,

padat dan jelas.

B. Abstrak

Isi abstrak dari jurnal ini sudah mencakup latar belakang, metode

penelitian, hasil dan kesimpulan. Kemudian kaidah penulisan juga sudah

sesuai. Abstrak sudah mewakili inti penelitian. Bahasanya mudah

dimengerti dan dipahami, sehingga pembaca tidak salah tafsir.

C. Pendahuluan

Pada pendahuluan sudah menjelaskan secara rinci apa saja yang

melatarbelakangi penelitian dilakukan yaitu membahas data pendukung

dari penelitian ini serta faktor pendukung terjadinya kematian neonatus

yaitu terjadinya BBLR 23.92%, asfiksia 30.10%, sepsis 27.37%,

Respiratory Distress Sindrome (RDS) 18.67%, aspiration syndrome

25.93%, dan kelainan kongenital 43.86% (Oktavianty & Asthiningsih,

2020).

Pendahuluan ini sudah memiliki tujuan, dimana tujuan dari

dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan usia gestasi,

paritas dan kehamilan ganda dengan kejadian Respiratory Distress

1
2

Sindrome (RDS) pada neonatus di RSUD Abdul Wahab Sjahranie

(Oktavianty & Asthiningsih, 2020).

D. Metode Penelitian

Metodologi yang digunakan sudah sesuai tujuan penelitian yaitu

dilakukan dengan menggunakan penelitian penelitian kuantitatif dengan

desain pendekatan cross sectional.

E. Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang di dapatkan di jurnal tersebut sudah sesuai

dengan tujuan dan metode penelitian yang di pakai dalam penelitian

ini, dimana terdapat karakteristik responden berdasarkan variabel yang

di teliti, serta terdapat analisa hubungan antara faktor penyebab dengan

terjadinya Respiratory Distress Sindrome (RDS).

F. Pembahasan

Isi dari jurnal ini sudah membahas sesuai dengan pendahuluan

jurnal. Isi dijabarkan dengan lengkap dan akurat, dengan bahasa yang

lugas tidak ambigu. Pembahasan juga sudah menggunakan referensi dari

banyak jurnal pendukung, sehingga menggunakan teori dari berbagai

sumber. Bahasanya juga jelas dan mudah dipahami oleh pembaca.

karakteristik ibu dengan kehamilan gamelli paling banyak adalah

dengan usia 20-35 tahun, dan terjadi pada multipara. Selain itu cara

persalinan yang paling banyak digunakan untuk mengakhiri persalinan

adalah dengan cara perabdominal serta tipe korion yang paling banyak

adalah monokorionik-diamniotik (Saffira, 2020).


3

Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara usia kehamilan ibu dengan kejadian Respiratory Distress

Sindrome di RSUD Palembang Bari dengan uji chi-square diperoleh nilai

p = 0.0001 < 0.055. Terdapat hubungan antara usia kehamilan ibu dengan

kejadian Respiratory Distress Sindrome dengan hasil uji chi-square p =

0.026 < 0.059. Peneliti berasumsi bahwa neonatus yang lahir dengan usia

gestasi <37 minggu (prematur) akan terjadi immaturitas paru dimana paru-

paru bayi belum cukup untuk berkembang dengan penuh, hal tersebut

terjadi karena kurangnya surfaktan (Oktavianty & Asthiningsih, 2020).

Hasil penelitian Oktavianty & Asthiningsih (2020) juga meyatakan

bahwa Hasil analisa hubungan antara paritas dengan Respiratory Distress

Sindrome dengan uji chi-square diperoleh p value < 0.05 yaitu sebesar

0.047. Secara statistik dapat dikatakan Ha dalam penelitian ini diterima,

artinya ada hubungan yang bermakna antara jumlah paritas ibu dengan

kejadian Respiratory Distress Sindrome di RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Samarinda respiratory distress syndrome. Terdapat 3 dari 54 responden

dengan paritas primipara yang tidak mengalami respiratory distress

sindrome hal ini dikarenakan kondisi fisik ibu sehat dan tidak memiliki

penyakit penyerta, sang ibu juga rutin memeriksakan kondisi

kehamilannya ke dokter kandungan.

Menurut penelitian Subriani (2018) kehamilan gamelli juga dapat

menyebabkan HEG dimana di dapatkan hasil yaitu berdasrkan uji statistik


4

chis-square test didapatkan p-value = 0,000 P <0,05. Hasil 0,000 <0,05

sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kehamilan

gemelli dengan kejadian hiperemesis gravidarum dimana


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kehamilan Gameli

1. Pengertian

Kehamilan kembar adalah satu kehamilan dengan dua janin.

Kehamilan tersebut selalu menarik perhatian wanita itu sendiri, dokter

dan masyarakat. Kehamilan kembar dapat memberikan resiko yang

lebih tinggi terhapap bayi dan ibu. Oleh karena itu, dalam menghadapi

kehamilan kemmbar harus dilakukan pengawasan hamil yang lebih

intensif. Frekuensi kehamilan kembar mengikuto rumus dari Herlin,

yaitu, untuk hamil kembar, pangkat dua untuk kehamilan tiga

sedangkan kuadranplet pangkat tiga (Manuba, 2015).

Kehamilan multipel (multiple pregnancy) adalah suatu kehamilan

dengan dua janin atau lebih. Sering disebut juga sebagai kehamilan

kembar (twin pregnancy). Kehamilan tersebut selalu menarik perhatian

baik bagi klien, dokter, perawat, bidan maupun masyarakat pada

umumnya.

Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan

didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan

ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Kehamilan

normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 9 bulan

menurut kalender Internasional (Wiknjosatro, 2015). Kehamilan

1
2

merupakan hal fisiologis yang terjadi pada seorang wanita. Meskipun

demikian, semua jenis kehamilan memiliki resiko terjadinya

komplikasi pada masa persalinan atau bahkan masa kehamilan itu

sendiri. Salah satu contoh wanita yang beresiko selama kehamilan

adalah wanita yang hamil kembar.

2. Etiologi

Menurut Mellyna (2007) kehamilan gemelli dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain:

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah : bangsa, umur dan

paritas sering mempengaruhi kehamilan 2 telur

b. Faktor obat-obat induksi ovulasi profertil, domid dan hormon

gonadotropin dapat menyebabkan kehamilan dizigotik dan kembar

lebih dari dua

c. Faktor keturunan

d. Faktor yang lain belum diketahui

Bangsa, hereditas, umur dan paritas hanya mempunyai pengaruh

terhadap kehamilan kembar yang berasal dari 2 telur, juga hormon

gonadotropin yang dipergunakan untuk menimbulkan ovulasi

dilaporkan menyebabkan kehamilan dizigotik. Faktor-faktor tersebut

dan mungkin pula faktor lain dengan mekanisme tertentu

menyebabkan matangnya 2 atau lebih folikel de graff atau

terbentuknya 2 ovum atau lebih dalam satu folikel. Kemungkinan

pertama dibuktikan dan ditemukan 21 korpora lutea pada kehamilan


3

kembar. Pada fertilisasi in vitro dapat pula terjadi kehamilan kembar,

jika telur-telur yang diperoleh dapat dibuahi lebih dari satu, jika semua

embrio yang kemudian dimasukan kedalam rongga rahim ibu tumbuh

berkembang lebih dari satu. Pada kembar yang berasal dari satu telur,

faktor bangsa, hereditas, umur dan paritas tidak atau sedikit sekali

mempengaruhi kehamilan kembar itu. Diperkirakan disini sebabnya

ialah faktor penghambat pada masa pertumbuhan dini hasil konsepsi.

Faktor penghambat yang mempengaruhi segmentasi sebelum

blastula terbentuk,menghasilkan kehamilan kembar dengan 2 amnion,

2 korion dan 2 plasenta seperti pada kehamilan kembar dizigotik

3. Patofisiologi

Menurut Manuaba (2015) kehamilan kembar dibagi menjadi dua.

Monozigot, kembar yang berasal dari satu telur dan dizigot kembar

yang berasal dari dua telur. Dari seluruh jumlah kelahiran kembar,

sepertiganya adalah monozigot. Kembar dizigot berarti dua telur

matang dalam waktu bersamaan, lalu dibuahi oleh sperma. Akibatnya,

kedua sel telur itu mengalami pembuahan dalam waktu bersamaan.

Sedangkan kembar monozigot berarti satu telur yang dibuahi sperma,

lalu membelah dua. Masa pembelahan inilah yang akan berpengaruh

pada kondisi bayi kelak.

Masa pembelahan sel telur terbagi dalam empat waktu, yaitu 0 – 72

jam, 4 – 8 hari, 9-12 dan 13 hari atau lebih. Pada pembelahan pertama,

akan terjadi diamniotik yaitu rahim punya dua selaput ketuban, dan
4

dikorionik atau rahim punya dua plasenta. Sedangkan pada

pembelahan kedua, selaput ketuban tetap dua, tapi rahim hanya punya

satu plasenta. Pada kondisi ini, bisa saja terjadi salah satu bayi

mendapat banyak makanan, sementara bayi satunya tidak. Akibatnya,

perkembangan bayi bisa terhambat. Lalu, pada pembelahan ketiga,

selaput ketuban dan plasenta masing-masing hanya sebuah, tapi bayi

masih membelah dengan baik.

Pada pembelahan keempat, rahim hanya punya satu plasenta dan

satu selaput ketuban, sehingga kemungkinan terjadinya kembar siam

cukup besar. Pasalnya waktu pembelahannya terlalu lama, sehingga sel

telur menjadi berdempet. Jadi kembar siam biasanya terjadi pada

monozigot yang pembelahannya lebih dari 13 hari. Dari keempat

pembelahan tersebut, tentu saja yang terbaik adalah pembelahan

pertama, karena bayi bisa membelah dengan sempurna. Namun,

keempat pembelahan ini tidak bisa diatur waktunya. Faktor yang

mempengaruhi waktu pembelahan, dan kenapa bisa membelah tidak

sempurna sehingga mengakibatkan dempet, biasanya dikaitkan dengan

infeksi, kurang gizi, dan masalah lingkungan.

4. Jenis Kehamilan Gamelli

Kehamilan kembar dibagi menjadi 2 macam, yaitu:

a. Kamilan kembar monozygotic

Kehamilan kembar yang terjadi dari satu telur disebut

kembar monozygotic atau disebut juga identik, homilog atau


5

uniovuler. Kira-kira sepertiga kehamilan kembar adalah

minozygotik. Jenis kehamilan kedua anak sama, rupanya sama

ayau bayangan cermin, mata kuping, rambut, gigi, kulit, ukuran

antropologikpun sama. Kamilan kembar monozygotic mempunyai

1 plasenta, 1 korion homolog, uniovuler, identik dan 1 atau 2

amnion. Pada Kamilan kembar monoamniotik kematian bayi

sangat tinggi karena lilitan tali pusat

b. Kehamilan kembar dizygotik

Kira-kira dua pertiga kehamilan kembar dizygotik yang berasal

dari dua sek telur disebut juga heterolog, binovuler atau fraternal.

Jenis kelamin sama atau berbeda, mereka dalah anak-anak lain

dalam satu keluarga. Kembar dizygotik mempunyai biovuler,

heterolog, fraternal, 2 plesenta, 2 korion dan 2 amnion, kadang-

kadang 2 plasenta menjadi satu.

5. Tanda dan Gejala

a. Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan, sehingga

melewati batas toleransinya dan seringkali terjadi partus

prematurus. Usia kehamilan makin pendek dan makin banyaknya

janin pada kehamilan kembar.

b. Kebutuhan ibu akan zat-zat makanan pada kehamilan kembar

bertambah sehingga dapat menyebabkan anemia dan penyakit

defisiensi lain.
6

c. Frekuensi hidramnion kira-kira sepuluh kali lebih besar pada

kehamilan kembar daripada kehamilan tunggal.

d. Frekuensi pre-eklamsia dan eklamsia juga dilaporkan lebih sering

pada kehamilan kembar.

e. Solusio plasenta dapat terjadi, seperti sesak nafas, sering kencing,

edema dan varises pada tungkai bawah dan vulva.

6. Pertumbuhan Janin Kembar

a. Berat badan 1 janin kehamilan kembar rata – rata 1000 gram lebih

ringan dari jenis tunggal

b. Berat badan baru lahir biasanya pada kembar dua di bawah 2500

gram, triplet dibawah 2000 gram, kuadriplet 1500 gram, dan

quintuplet dibawah 1000 gram

c. Berat badan masing – masing janin dari kehamilan kembar tidak

sama, umumnya berselisih antara 50 sampai 1000 gram, dan

karena pembegian sirkulasi darah tidak sama, maka yang satu lebih

kurang tumbuh dari yang lainnya

d. Pada kehamilan kembar dizigotik :Dapat terjadi janin yang satu

meninggal dan janin yang lain tumbuh sampai cukup bulan. Janin

yang mati bisa diresorbsi ( Kalau pada kehamilan muda ), atau

pada kehamilan yang agak tua, janin jadi pipih yang disebut fetus

papyraseus atau kompresus.

e. Pada kehamilan kembar monozogotik : Pembuluh darah janin yang

satu beranastomis dengan janin yang lainnya, karena itu setelah


7

bayi satu lahir tali pusat harus diikat untuk menghindari

pendarahan. Karena itu janin yang satu dapat terganggu

pertumbuhannya dan menjadi monstrum, seperti akardiakus dan

kelainan lainnya. Dapat terjadi sindroma transfuse fetal : pada janin

yang mendapat darah lebih banyak terjadi

hidramnion,polisitemia,oedema, dan pertumbuhan yang baik.

Sedangkan janin kedua terlihat kecil, anemis, dehidrasi,

oligohidrami, dan mikrokardia, karena kurang mendapat darah.

7. Letak Pada Presentasi Janin

Pada kehamilan kembar sering terjadi kesalahan presentasi dan

posisi kedua janin. Begitu pula letak janin kedua, dapat berubah

setelah janin pertama lahir, misalnya : dari letak lintang dapat berubah

menjadi letak sungsang atau letak kepala. Berbagai kombinasi letak,

presantasi dan posisi bisa terjadi. Yang paling sering di jumpai adalah :

a. Kedua janin dalam letak membujur, presentasi kepala ( 44-47%)

b. Letak membujur, presentasi kepala bokong ( 37-38%)

c. Keduanya presentasi bokong ( 8-10 )

d. Letak lintang dan presentasi kepala ( 5-5,3%)

e. Letak lintang dan presentasi bokong ( 1,5-2%)

f. Dua-duanya letak lintang ( 0,2-0,6%)

g. Letak dan presentasi “69” adalah letak yang berbahaya, karena

dapat terjadi kunci-mengunci ( Interlocking )


8

8. Penatalaksanaan

a. Penanganan dalam kehamilan

1) Perawatan prenatal yang baik untuk mengenal kehamilan

kembar dan mencegah komplikasi yang timbul dan bila

diagnosisi telah ditegakkan pemeriksaan ulangan harus lebih

sering x seminggu pada kehamilan lebih dari 32 minggu

2) Setelah kehamilan 30 minggu, koitus dan perjalanan jauh lebih

baik dihindari karena akan merangsang partus prematurus

3) Pemakaiaan korset gurita yang tidak terlalu kuat diperbolehkan

supaya terasa lebih ringan

4) Periksa darah lengkap Hb dan golongan darah

b. Penanganan persalinan dalam hamil kembar

1) Karena penyulit kehamilan kembar terjadi kontraksi otot rahim,

kelambatan persalinan dan pendarahan postpartum, dan bayi

premature, maka persiapan darah ibu peril dilakukan dan

pertolongan bayi premature dengan lebih baik.

2) Pada umumnya anak kedua lahir dalam waktu 10-15 menit.

Bila kedudukan anak kedua membujur, dapat ditunggu sampai

terjadi his, selanjutnya ketuban dipecahkan dan persalinan

ditolong spontan belakang kepala atau pertolongan letak

sungsang.

3) Apabila anak kedua letak lintang dapat dilakukan versi luar

menjadi letak membujur seandainya letak lintang disertai gawat


9

janinmaka versi ekstrasi merupakan pilihan pertama. Indikasi

lainnya untuk versi ekstrasi letak lintang adalah bila ketuban

pecah desertai prolaksus funikuli atau solusio plasenta.

4) Dalam pertolonhan persalinan hamil kembar dapat dilakukan

operasi persalinan hamil kembar dapat dilakukan persalinan

primer bila berhadapan dengan:

5) Hamil kembar dengan anak satu lintang

6) Prolaksus funikuli

7) Plasenta plevia. (Manuaba, 1998:267).

9. Komplikasi

a. Pada ibu: anemia, abortus, dan pre eklamsi, hidroamnion, kontraksi

hipotonok, retensi plasenta, pendarahan pasca persalinan

b. Pada janin: plasenta plevia, solusio plasenta, isuensi plasenta,

partus prematurus, bayi mal presentasi, prolaps tali pusat,

kelaianan congenital.
BAB IV

PENUTUP

Secara keseluruhan jurnal ini sudah bagus, topik bahasan yang menarik dan

bahasa yang mudah dipahami. Hasil penelitian dibahas secara detail dan

mendalam. Referensi yang digunakan pun banyak, sehingga sudah bisa menjadi

jurnal sebagai sumber informasi yang akurat.

1
DAFTAR PUSTAKA.

Bagus Gde Manuaba.Prof dr. Ida.2017. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan,


dan KB.Jakarta: EGC

Holmes. (2011). Buku Ajar Ilmu Kebidanan. EGC jAKARTA.

Huliana, Mellyna. 2007. Panduan Menjalani Kehamilan Sehat. Penerbit Puspa


Swara : Jakarta. Hal : 23

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2015. Pengantar Kuliah Obtetri. EGC.

Prawirohardjo. 2005. Ilmu Kebidanan, Jakarta; Tridasa Printer.

Wiknjosastro, Hanifa. 2015. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Oktavianty, A., & Asthiningsih, N. W. W. (2020). Hubungan Usia Gestasi , Paritas


dan Kehamilan Ganda dengan Kejadian Respiratory Distress Sindrome
( RDS ) pada Neonatus di RSUD Abdul Wahab Sjahranie. Borneo Student
Research, 1(3), 1791–1798.

Saffira. (2020). Luaran Maternal Dan Neonatal Pada Kehamilan Gemelli Di Rsup
Dr. Kariadi Semarang. Saffira, Adrina Nur, 9(2), 140–147.

Subriani. (2018). Hubungan Mola Hidatidosa dan Gemelli Terhadap Hiperemesis


Gravidarum di RSUD Haji Makassar Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Delima
Pelamonia, 2(1), 6–13. Retrieved from
http://awsassets.wwfnz.panda.org/downloads/earth_summit_2012_v3.pdf
%0Ahttp://hdl.handle.net/10239/131%0Ahttps://www.uam.es/gruposinv/mev
a/publicaciones jesus/capitulos_espanyol_jesus/2005_motivacion para el
aprendizaje Perspectiva alumnos.pdf%0Ahttps://ww

Anda mungkin juga menyukai