GADAR MATERNAL
ASFIKSIA EKSTERNAL UTERIN
DOSEN :
ETIKA KHOIRIYAH, SST, M. Keb
NAMA KELOMPOK :
AZURA
DELPI SANTIKA
DENI ALVINA
DINDA SURYANI
ELIA
FEBRIA
ZANUBA ARIFAH
1
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunianya saya dapat menyelesaikan tugas “Makalah Asfiksia
Eksterna Uterin”.
Terima kasih kepada dosen mata kuliah Gadar Maternal yang telah membantu
dan membimbing saya dalam menyelesaikan tugas ini. Dan saya mengucapkan
terimakasih kepada teman-teman yang telah mendukung dan membantu saya
sehingga dapat bersama-sama menyelesaikan tugas ini.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan, oleh sebab itu saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk menjadi acuan
bagi saya agar menjadi lebih baik lagi dalam menyusun tugas yang ada.
Semoga makalah mola hidatidosa ini, dapat menambah wawasan para pembaca
dan dapat bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
COVER......................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................................4
B. Rumusan masalah.........................................................................................................6
C. Tujuan............................................................................................................................6
D. Manfaat .........................................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian......................................................................................................................7
B. Penyebab .......................................................................................................................7
C. Gejala klinis...................................................................................................................9
D. Pencegahan dan penanganan asfiksia neonatorum.................................................11
E. Diagnosis......................................................................................................................12
F. Penilaian asfiksia pada bayi baru lahir.....................................................................12
G. Dampak asfiksia pada bayi baru lahir......................................................................13
H. Resusitasipenanganan asfiksia pada bayi baru lahir...............................................14
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN............................................................................................................20
B. SARAN.........................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................21
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami
gangguan tidak segera bernafas atau gagal bernapas secara spontan dan teratur
setelah lahir (Herdman & Kamitsuru, 2015). Menurut (Price & Wilson, 2006),
gagal napas terjadi apabila paru tidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam
pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteri dan pembuangan karbon dioksida.
Penyebab utama kematian bayi dan balita terjadi pada masa neonatal karena pada
masa ini bayi melakukan banyak penyesuaian fisiologis yang diperlukan untuk
kehidupan ekstrauteri yang dimulai saat bayi baru lahir sampai usia 28 hari
(Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000). Menurut Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional, Badan Pusat Statistik (2013), kematian bayi pada
masa neonatal mencapai 60% dan penyebab utama kematian neonatal tersebut
adalah asfiksia neonatorum. Berdasarkan data (World Health Organization
(WHO) dalam Damayanti, 2014), setiap tahunnya 3,6 juta bayi (3%) dari 120
juta bayi baru lahir mengalami asfiksia. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan Pangemanan, Wantania, & Wagey (2016) di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado didapatkan 1,273 (41,9%) bayi asfiksia dari 3,038 kelahiran.
Menurut penelitian Meena, Meena, & Gunawat (2017) tentang “Correlation of
APGAR Score and Cord Blood pH with Severity of Birth Asphyxia and Short-
term Outcome” menyatakan bahwa dari 50 bayi asfiksia mengalami penurunan
PaO2 dengan rerata PaO2 63.52 mmHg dan peningkatan 2 PaCO2 dengan rerata
PaCO2 46.72 mmHg serta penurunan pH dengan rerata pH umbilikus sebesar
7.18. Menurut penelitian Angkawijaya, Wilar, Rompis, Tangkilisan, & Tatura
(2015) dengan judul penelitian “Hubungan antara pH Darah dengan Kadar Laktat
Dehidrogenase pada Asfiksia Neonatorum”, ditemukan bahwa dari 44 bayi
asfiksia, ditemukan 45% bayi yang mengalami asfiksia mengalami penurunan pH
darah dengan rerata pH darah 7,03. Peningkatan PaCO2, penurunan PaO2 serta
4
penurunan pH darah yang terjadi pada asfiksia neonatorum merupakan akibat
dari terganggunya pertukaran gas dalam tubuh. Gangguan pertukaran gas
merupakan salah satu masalah yang terjadi pada asfiksia neonatorum (Nurarif &
Kusuma, 2015). Gangguan pertukaran gas adalah suatu kondisi dimana
terjadinya kelebihan atau kekurangan gas, baik oksigen maupun karbondioksida
pada membran alveolus-kapiler (PPNI, 2017).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Manoe & Amir (2003) tentang
“Gangguan Fungsi Multi Organ Pada Bayi Asfiksia Berat” dikatakan bahwa
terjadi gangguan fungsi berbagai organ pada bayi asfiksia tergantung pada
lamanya asfiksia neonatorum terjadi dan kecepatan penanganan, adapun organ
vital yang sering terkena dampak dari asfiksia neonatorum ini yaitu terjadi
kerusakan ginjal (50%), otak (28%), kardiovaskular (25%) dan paru-paru (23%).
Namun menurut Fida & Maya (2012) keadaan hipoksia pada asfiksia neonatorum
menjadi penghambat adaptasi bayi baru lahir sehingga menjadi penyebab utama
mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Menurut survey WHO tahun 2002 dan
2004 hampir satu juta bayi meninggal akibat dari asfiksia. Asfiksia merupakan
penyebab utama kematian neonatal di Indonesia, disamping prematur dan infeksi
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Menurut Departemen 3
Kesehatan Republik Indonesia (2007), AKB (Angka Kematian Bayi) pada tahun
2004 sebanyak 29,4 per 1000 KH (Kelahiran Hidup), tahun 2005 sebanyak 23,7
per 1000 KH dan tahun 2006 sebanyak 25,9 per 1000 KH. Sebanyak 27,97% dari
jumlah AKB tahun 2004-2006 disebabkan oleh asfiksia (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2007).
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2016) data AKB (Angka Kematian
Bayi) di Provinsi Bali menunjukkan angka yang fluktuatif yaitu pada tahun 2014
sebesar 5,9 per 1000 Kelahiran Hidup (KH), tahun 2015 5,7 per 1000 KH dan
mengalami peningkatan pada tahun 2016 menjadi 6,01 per 1000 KH. Tidak
hanya AKB di Provinsi Bali yang mengalami angka yang fluktuatif, AKB
Kabupaten Badung juga mengalami angka yang fluktuatif dan mengalami
peningkatan AKB pada tahun 2016. Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten
5
Badung (2016) & Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2016) AKB Kabupaten
Badung tahun 2014 sebanyak 4,08 per 1000 KH, 4.87 per 1000 KH pada tahun
2015 dan mengalami peningkatan pada tahun 2016 menjadi 6.01 per 1000 KH.
Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Badung (2016) asfiksia termasuk 3 besar
penyakit yang menjadi penyebab tingginya AKB di Kabupaten Badung, jika
dilihat dari persentasenya pada tahun 2015 sebesar 25% AKB disebabkan oleh
asfiksia dan tahun 2016 sebesar 20%. Berdasarkan data yang di dapat di RSUD
Badung Provinsi Bali, terdapat bayi baru lahir yang menderita asfiksia
neonatorum pada 4 tahun terakhir yaitu pada tahun 2014 sebanyak 58 kasus,
tahun 2015 sebanyak 53 kasus, tahun 2016 sebanyak 47 kasus dan terjadi
peningkatan pada tahun 2017 menjadi 84 kasus. Berdasarkan studi pendahuluan
yang dilakukan pada tanggal 29 4 Januari 2018 di ruang Pendet RSUD Badung, 4
dari 7 pasien asfiksia yang ada mengalami gangguan pertukaran gas.
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas penulis tertarik untuk meneliti
“Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Bayi Asfiksia Neonatorum Dengan
Masalah Keperawatan Gangguan Pertukaran Gas di Ruang Pendet RSUD
Mangusada Badung Tahun 2018”.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis membuat rumusan masalah
yaitu “Bagaimana Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia
neonatorum
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi
dengan asfiksia secara komprehensif
2. Tujuan Khusus
Setelah menyusun asuhan kebidanan ini diharapkan mahasiswa dapat :
a. Mengidentifikasi penyebab asfiksia pada bayi,
6
b. Mengidentifikasi masalah potensial bayi dengan asfiksia,
c. Mengidentifikasi kebutuhan segera pada bayi dengan asfiksia
D. MANFAAT
Diharapkan dengan penulisan makalah ini mahasiswa dapat
mengidentifikasi tentang Asfiksia Neonatorum pada bayi baru lahir serta
penanganannya
7
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir setelah persalinan tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur. Akibat kurangnya daya angkut oksigen
untuk paru –paru sehingga jantung neonatus tersebut tidak bekerja secara
optimal yang akibatnya aliran darah tidak dapat disalurkan ke otak yang
kemudian menimbulkan kerusakan otak karena otak tidak dapat melakukan
metabolisme sel dan jaringan.Sehingga tidak terjadi pembentukan sel dan
jaringan dalam tubuh neonatus karena tidak ada bahan (oksigen ) untuk
melakukan metabolisme.
Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir misalnya , umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya
dengan gangguan kesehatan ibu hamil seperti kurang tercukupinya nutrisi ibu
hamil, kelainan tali pusat yang merupakat alat untuk bernapas bayi selama dalam
kandungan atau bisa karena lilitan tali pusat pada bayi sehingga bayi tidak
dapat bernafas, atau masalah yang mempengarui kesejahteraan bayi
selama atau sesudah persalinan misalnya nutrisi bayi yang tidak tercukupi.
Asfiksia neonatorumadalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas, sehingga
dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 dalam paru karena
pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama
kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat
gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janinyang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut setelah dilahirkan
misalnya kematian bayi karena tubuh bayi akan mengeluarkan zat arang
dari tubuh bayi akibat banyaknya CO2 dalam tubuh bayi. Bila janin
kekurangan O2dan kadar CO2bertambah timbulah rangsangan terhadap
nesofagus sehingga jantung janin menjadi lambat. Bila kekurangan O2 ini
terus berlangsung, maka nesofagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah
8
kini rangsangan dari nefo simfatikus. Detak jantung janin menjadi lebih
cepat akhirnya irregular dan menghilang.
B. PENYEBAB
1. Faktor Ibu
a. Preeklamsia dan eklamsia.
Preeklamsia dan eklamsia mengakibatkan gangguan aliran darah pada
tubuh seperti contohnya ibu mengalami anemia berat sehingga
aliran darah pada uterus berkurang akan menyebabkan
berkurangnya pengaliran darah yang membawa oksigen ke plasenta
dan janin.
b. Perdarahan abnormal (plasenta prervia atau solutio plasenta).
Hal ini menyebabkan gangguan pertukaran gas antara oksigen dan
zat asam arang sehingga turunnya tekanan secara
mendadak.Karena bayi kelebihan zat asam arang maka bayi akan
kesulitan dalm bernafas.
c. Partus lama atau partus macet.
Partus lama dan partus karena tindakan dapat berpengaruh terhadap
gangguan paru-paru karena gangguan aliran darah uterus dapat
mengurangi aliran darah pada uterus yang menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin.
d. Demam selama persalinan.
Demam ini bisa diakibatkan karena infeksi yang terjadi selama
proses persalinan. Infeksi yang yang terjadi tidak hanya bersifat
lokal tetapi juga sistemik. Artinya kuman masuk peredaran
darah ibu dan mengganggu metabolisme tubuh ibu secara umum.
Sehingga terjadi gangguan aliran darah yang menyebabkan
terganggunya pasokan oksigen dari ibu ke janin.
e. Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV).
Akibat infeksi berat,penghancuran atau pemecahan sel darah merah
yang lebih cepat dari pembuatan sel darah merah tersebut sehingga
9
apabila ibu mengalami perdarahan saatpersalinanmaka pada akan
terjadi anemia pada ibu yang menyebabkan ibu kekurangan sel darah
merah yang membawa oksigen untuk janin yang menyebabkan
asfiksia.
2. Faktor Bayi
a. Bayi Prematur (Sebelum 37 minggu kehamilan).
b. Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ektraksi vakum, porsef)
c. Kelainan kongenital.Cacat bawaan dalam kandungan akan
mengakibatkan asfiksia bayi karena dengan adanya cacat bawaan
ini akan menimbulkan gangguan pertumbuhan janin seperti organ
janin sehingga organ paru janin akan berfungsi abnormal.
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).Bila janin
kekurangan oksigen dan kadar karbondioksida bertambah
timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga denyut
jantung janin menjadi lambat. Jika ini terus berlanjut maka timbullah
rangsangan dari nervus simpatikus sehingga denyutjantung janin
10
menjadi lebih cepat akhirnya janin akan mengadakan pernafasan
intrauterin sehingga banyak mekonium dalm air ketuban pada paru
yang mengakibatkan denyut jantung janin menurun dan bayi tidak
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan.
C. GEJALA KLINIS
Bayi yang mengalami kekurangan O2akan terjadi pernafasan yang cepat
dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan
akan berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus
neuromuskular berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki periode
apnue primer.Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain
meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.
Gejala lanjut pada asfiksia :
1. Pernafasan megap-magap dalam
2. Denyut jantung terus menurun
3. Tekanan darah mulai menurun
4. Bayi terlihat lemas (flaccid)
5. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular
6. Pernafasan terganggu
11
7. Detak jantung berkurang
8. Reflek / respon bayi melemah
9. Tonus otot menurun
10. Warna kulit biru atau pucat
12
menuju otak sehingga otak tidak mendapatkan asupan oksigen untuk
melakukan metabolisme.
13
E. DIAGNOSIS
Asfiksia yang terjadi pada bayi merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia
janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan
dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu
mendapat perhatiankarena factor-faktor ini dapat dilihat , yang berperan sebagai
indikator asfiksia pada bayi yaitu :
14
melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan
tindakan lanjutan.Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan
oleh tiga tanda penting, yaitu :
1. Penafasan
2. Denyut jantung
3. Warna kulit
Karena ketiga tanda ini yang dapat diamati ketika bayi mengalami
asfiksia. Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau
membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan
menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus
segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan
tekanan positif (VTP).
Dalam praktek, menentukan tingkat asfiksia bayi dengan tepat membutuhkan
pengalaman dan observasi klinis yang cukup. Pada tahun lima puluhan
digunakan kriteria ‘breathing time’dan ‘crying time’ untuk menilai keadaan bayi.
Kriteria ini kemudian ditinggalkan, karena tidak dapat memberikan informasi
yang tepat pada keadaan tertentu sehingga sekarang menggunakan skor apgar.
Skor apgar biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada saat
bayi telah diberi lingkungan yang baik serta telah melakukan pengisapan lendir
dengan sempurna. Skor apgar 1 menit ini menunjukkan beratnya sfiksia yang diderita
dan baik sekali sebagai pedoman untuk menentukan secara resusitasi. Apgar
perlu pula dinilai setelah 5 menit bayi lahir, karena hal ini mempunyai korolasi
yang erat dengan morbiditas dan mortalitas neonatal (Drage, 1966).
15
penurunan aliran darah ke ginjal akibat vasokonstriksi renal dan
penurunan laju filtrasi glomerulus. Selain itu juga terjadi aktivitasi
sistem renin angiotensin-aldosteron dan sistem adenosin intrarenal yang
menstimulasi pelepasan katekolamin dan vasopresin. Semua faktor ini
akan mengganggu hemodinamik glomeruler.
3. Jantung : Gagal jantungakibat gangguan aliran darah sehingga jantung tidak
dapat memompa darah ke seluruh tubuh .Disfungsi miokard dan
penurunan kontraktilitas, syok kardiogenik, gagal jantung. Bayi dengan
hipotensi dan curah jantung yang rendah akan mengalami gangguan
autoregulasi otak sehingga risiko kerusakan otak karena hipoksi-iskemi
meningkat.
4. Saluran cerna : EKN= Entero kolitis Nekrotikans/ NEC= Nekrotizing
entero.hal ini disebabkanproliferasi bakteri ke dalam mukosa usus yang
mengalami asfiksiadaniskemia.
5. paru : faktor penyebab keluarnya mekonium adalah stress intrauterin
seperti hipoksia, asfiksia, dan asidosis.Asfiksiameyebabkan peningkatan
peristalticgastrointestinal dan relaksasi tonus otot spinkter ani,
sehingga terjadi pengeluaran mekonium. Apabila fetus mengalami
gasping intrauterine, makaterjadilah aspirasi mekonium.
16
c. Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan
saluran pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan
a. Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
b. Memakai VTPbila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon
atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi
a. Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah agar bayi tetap bernafas
b. Kompresi dada
c. Pengobatan
Persiapan resusitasi Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan
cepat dan efektif, keduafaktor utama yang perlu dilakukan adalah :
1. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi
dapat terjatanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi
atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan
intrapartum.
2. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan
minumum antara lain :
a. Alat pemanas siap pakai
b. Oksigen
c. Alat pengisap
d. Alat sungkup dan balon resusitasi
e. Alat intubasi
f. Obat-obatang. helai kain / handukh.Bahan ganjal bahu bayi. Bahan
ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung
setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala
bayii.
g. Jam atau pencatat waktu.
17
1. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal
harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.
2. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang
harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien.
3. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama
sebagai suatu tim yang terkoordinasi.
4. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan
berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
5. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan
siap pakai.
18
c. Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut terbuka, potong tali
pusat.
d. Pindahkan bayi diatas kain tempatresusitasi.
e. Atur posisi bayi untuk memudahkan tindakan yang dilakukan
f. Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong.
g. Ganjal bahu agar kepala bayi sedikit ekstensi
h. Isap lendiruntuk menghindari penyumbatan pernapasan akibat air ketuban
i. Gunakan alat penghisap DeLee dengan cara :
Isap lender mulai dari mulut dulu, kemudian dari hidung.
Lakukan penghisapan saat alat penghisap ditarik keluar, tidak pada
waktu memasukkan.
Jangan lakukan penghisapan terlalu dalam ( jangan lebih dari 5 cm
kedalam mulut, dan jangan lebih dari 3 cm kedalam hidung). Hal
itu dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat dan bayi
tiba-tiba barhenti bernafas.
j. Keringkan dan rangsang bayi. Keringkan bayi mulai dari muka,
kepala dan bagian tubuh lainnya.dengan sedikit tekanan. Rangsang
ini dapat membantu bayi mulai bernafas.
k. Lakukan rangsang taktil dengan caramenepuk atau menyentil telapak kaki
atau menggosok punggung, perut,dada,tungkaibayi dan telapak tangan
untuk megetahui respon bayi.
l. Atur kembali posisi kepala bayi dan selimuti bayi.
m. Ganti kain yang telah basah dengan kain kering dibawahnya.Selimuti bayi
dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka,dan dada agar bisa
memantau pernafasan bayi.
n. Atur kembali posisi bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.
o. Lakukan penilaian bayi
Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas
atau megap-megap.
Bila bayi bernafas normal lakukan asuhan pasca resusitasi.
19
Bila bayi megap-megap atau tidak bernafas lakukan ventilasi bayi
TAHAP II : VENTILASI
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah
volume udara kedalam paru-paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru
agar bayi bisa bernafas spontan dan teratur.Langkah-langkahnya :
1. Pasang sunkup untuk mengontrol pernapasan
Pasang dan pegang sunkup agar menutupi mulut, hidung dan dagu
bayi.
Ventilasi 2 kaliuntuk menghasilkan pengembangan dada
Lakukan tiupan atau pemompaan dengan tekanan 30 cm air.
Tiupan awal tabung dan sunkup atau pemompaan awal balon
sunkup sangat penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa
mulai bernafas dan menguji apakah jalan nafas bayi terbuka.
2. Lihat apakah dada bayi mengembang.
Saat melakukan pemompaan perhatikan apakah dada bayi
mengembang. Bila tidak mengembang, periksa posisi sunkup pastikan tidak
ada udara yang bocor, periksa posisi kepala pastikan posisi sudah sedikit
ekstensi, periksa cairan atau lender dimulut bila masih terdapat lender
lakukan penghisapan. Lakukan pemompaan 2 kali, jika dada
mengembang lakukan tahap beriku
3. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik untuk tetap berikan waktu rongga dada
untuk mengembalikanke posisi semula diantara tiap tekanan yang
diberikan agar jantung mendapat kesempatan untuk terisi darah kembali.
Lakukan tiupan dengan tabung dan sunkup sebanyak 20 kali dalam
30 detik dengan tekanan 20cm air
Pastikan dada mengembang saat dilakukan pemompaan, setelah 30
detik lakukan penilaian ulang nafas.
20
Jaka bayi mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap
dan lakukan asuhan pasca resusitasi.
Jika bayi megap-megao atau tidak bernafas lakukan ventilasi.
4. Ventilasi, setiap 30detik hentikan dan lakukan penilaian ulangnafas.
Lakukan tiupan dengan tabung dan sunkup sebanyak 20 kali dalam 30
detik dengan tekanan 20cm air
Pastikan dada mengembang saat dilakukan pemompaan, setelah
30 detik lakukan penilaian ulang nafas.
aka bayi mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan
lakukan asuhan pasca resusitasi.
Jika bayi megap-megao atau tidak bernafas lakukan ventilasi.
5. Ventilasi, setiap 30 detik hentikan lagi dan lakukan penilaian ulang nafas.
Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik.
Hentikan ventilasi setiap 30 detik.
Lakukan penilaian bayi apakah bernafas, tidak bernafas atau
megap-megap.
ika bayi sudah mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap
dan lakukan asuhan pasca resusitasi.
Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, teruskan
ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian lakukan penilaian ulang
nafas setiap 30 detik.
6. siapkan rujukan jika bayi belum bernafas selama 2 menit resusitasi.
Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan.
Teruskan resusitasi sambil menyiapkan untuk rujukan.
7. Lakukan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi. Ventilasi
adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah
udara ke dalam paru dengan tekanan positip yang memadai untuk
membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur.
21
Bila dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar lanjitkan
ventilasi selama 10 menit.
Hentikan resusitasi bila denyut jantung tetap tidak terdengar,
jelaskan kepada ibu dan berilah dukungan kepadanya serta lakukan
pencatatan.
Bayi yang mengalami asitol 10 menit kemungkinan besar
mengalami kerusakan otak yang permanen.
22
BAB III
ASKEB
No. register : 23 51 91
1. Identitas
a. Bayi
Nama : By “S”
Umur : 0 hari
b. Orangtua
23
Umur : 32 Tahun / 39 Tahun
2. Data biologis/fisiologis
b. Bayi belum dapat bernafas spontan, gerakan tidak aktif, badan merah dan
ekstremitas biru.
c. Riwayat kehamilan/persalinan.
24
I 5/0 P 2,5 Normal Rs st Bidan Hidup +2
2/ gr Khadijah tahun
20 makassar
07
II 9/1 P 2,7 Normal RSUD Bidan Hidup +2
0/ gr Haji Tahun
20 Makassar
10
III 21/ L 2,6 Normal RSUD Bidan Hidup +
05/ gr Haji
20 Makassar
17
2) Riwayat persalinan
a) Ibu mengatakan bahwa ini adalah anaknya yang ketiga dan tidak
g) Ibu tidak pernah merasa nyeri perut atau kepala yang hebat selama hamil.
25
h) Ibu tidak memiliki riwayat DM, Hipertensi, Asma, Jantung dan penyakit
lainnya.
k) Selama hamil ibu makan 3-4 kali sehari dengan menu yaitu nasi, sayur dan lauk
pauk berbagai macam dan ibu meminum susu.
a) Bayi lahir tanggal 21 Mei 2017, pukul 10.07 wita, dengan Sectio caesaria.
3. Data spiritual.
1. Pemeriksaan fisik
26
a. Keadaan umum bayi buruk, bayi belum bernafas spontan, tonus otot lemah,
bahkan tidak ada.
c. APGAR Score dinilai segera setelah lahir pada pukul 10.07 wita dan 5 menit
a). Kepala
Rambut hitam, tipis, ubun-ubun belum tertutup, tidak ada benjolan.
b). Mata
Simetris kanan dan kiri, sclera putih, kongjungtiva merah muda, dan
kelopak mata tidak oedema, tidak ada tanda-tanda infeksi.
c). Hidung
Simetris kanan dan kiri, gerakan cuping hidung tidak ada.
d). Mulut dan bibir
Bibir tampak kering dan pucat, terdapat banyak lendir, tidak ada kelainan
bawaan dan pallatum, refleks isap tidak ada.
1. Penilaian APGAR Score
Nilai 0 1 2 Score
27
Greemace Tidak ada Perubahan Bersin/menangis 0 1
mimie
(menyeringan)
Activity Tidak ada Ekstermitas Gerakan 0 1
(tonus otot) sedikit fleksi aktif/ektermitas
flksi
Respiratory Tidak ada Lemah/ Tidak Menangis 1 1
(pernafasan) teratur kuat/keras
Jumlah 3 4
a) Telinga
Simetris kanan dan kiri, tampak bersih, tidak ada secret dan daun telinga
elastis.
b) Leher
a) Tidak ada pembesaran atau benjolan.
b) ada dan Perut
c) Simetris kanan dan kiri, gerakan dada tidak ada, keadaan tali pusat
d) tampak basah, dan terjepit dengan penjepit tali pusat.
c) Punggung dan Bokong
a) Tonjolan punggung tidak ada.
b) 9) Genitalia
c) Testis sudah turun
d) 10) Anus
e) Tampak ada lubang anus.
d) Ekstremitas
f) Simetris kanan dan kiri, jumlah jari-jari tangan dan kaki lengkap, tidak
g) ada pergerakan yang aktif, warna biru dan teraba dingin.
e) Kulit
Verniks kurang, warna tubuh kebiruan, tidak ada tanda lahir
28
f) Pemeriksaan neurologis :
1) Refleks moro : Tidak ada
B. LANGKAH II :
1. BCB, SMK
Data Dasar :
2. Asfiksia
29
Data dasar
DO :
terjadi pada bayi, baik pada bayi cukup bulan terlebih lagi pada bayi
lama pecah selaput ketuban, jumlah kali periksa dalam dan pola kuman
2013 : 318).
30
b. Pada bayi dengan asfiksia di tandai dengan bayi tidak segera menangis,
tidak bernafas atau nafas megap-megap, dan tonus otot lemas atau
ekstremitas terkulai.
C. LANGKAH III :
DS : -
DO :
c. Pada bayi yang mengalami asfiksia jika kekurangan oksigen berlangsung terus
D. LANGKAH IV :
31
Tanggal 21 Mei 2017, Pukul : 10.07 wita.
Rasional : untuk membuka jalan nafas bayi dan agar cairan tidak
terinspirasi
4. Bersihkan jalan nafas dengan alat penghisap yang tersedia seperti deele.
5. Keringkan tubuh bayi dengan kain yang kering dan hangat, setelah itu
gunakan kain kering dan hangat yang baru untuk bayi sambil melakukan
rangsangan taktil.
32
Rasional : dengan rangsangan taktil bayi dapaat segera menangis karena
6. Letakkan kembali bayi pada posisi yang benar, kemudian nilai: usaha
nafas,frekuensi denyut jantung dan warna kulit.
8. Apabila bayi sudah bernafas spontan dan frekuensi jantung sudah normal
tetapi masih biru maka dilakukan pemberian oksigen 1 liter/menit lewat
nasal kanul.
E. LANGKAH V :
INTERVENSI
Tujuan :
33
a. Asfiksia pada bayi baru lahir dapat teratasi dengan cepat.
b. Bayi dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan dari intra uterin ke
lingkungan ekstra uterin.
c. Kriteria :
a. Keadaan umum bayi baik.
b. Bayi bernafas spontan dan tanpa kesulitan, menangis segera.
c. Gerakan aktif.
d. Bayi tidak sianosis.
e. Tanda-tanda vital dalam batas normal :
f. Frekuensi jantung : 120-160 kali/menit.
g. Pernafasan : 40-60 kali/menit
h. Suhu : 36,5 °c - 37,5 °c.
i. Bayi tidak mengalami gangguan metabolisme (BAB dan BAK lancar), urine
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi lalu gunakan sarung tangan
34
Rasional : suhu intrauterine dan ekstrauterine sangat berbeda dimana pada
saat bayi lahir penyesuain suhu diluar kandungan sangat memerlukan
pengawasan agar tidak terjadi kehilangan panas.
5. Bersihkan jalan nafas dengan alat penghisap yang tersedia seperti deele.
8. Letakkan kembali bayi pada posisi yang benar, kemudian nilai : usaha
nafas,frekuensi denyut jantung dan warna kulit.
resusitasi diperlukan.
35
tekanan positif, membuka alveoli untuk bernafas secara spontan dan
teratur.
positif.
11. Jika tindakan Ventilasi Tekanan Positif berhasil, hentikan ventilasi dan
17. Jika bayi tidak bernafas spontan sesudah 2 menit resusitasi, siapkan
rujukan,nilai denyut jantung.
36
Rasional : agar bayi segera mendapat pertolongan dangan cepat dan tepat.
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi lalu gunakan sarung tangan
F. LANGKAH VI :
MPLEMENTASI
37
Hasil : tangan telah bersih dan sarung tangan telah dipakai
Hasil : bayi belum bernafas spontan, warna kulit merah ekstremitas biru,
dan frekuensi jantung 40 kali/menit.
Hasil : terlaksana
38
10. Memasang infus dextrose 10% 8 tpm.
Hasil : terlaksana.
15. Mengobservasi tanda-tanda infeksi pada tali pusat bayi yaitu tali pusat
G. LANGKAH VII
EVALUASI
39
Diagnosa : BCB, SMK bayi dengan asfiksia .
1. Bayi belum dapat beradaptasi dengan lingkungan ekstra uterin ditandai dengan
bayi masih mengalami hipotermi (suhu 36,0 °c) dan metabolisme belum lancar
(bayi belum BAK dan BAB).
2. Asfiksia belum teratasi ditandai dengan:
c. Suhu 36,5 °c
40
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini
erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat,
atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau
sesudah persalinan.Penanganannyaadalah dengan tindakan resusitasi.
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal
sebagai ABC resusitasi, yaitu :
1. Memastikan saluran terbuka
2. Memulai pernafasan
3. Mempertahankan sirkulasiLangkah-langkahresusitasi, meliputi 2 tahap.
Tahap pertama adalah langkah awal, dan tahap kedua adalah ventilasi.
B. SARAN
Bidan diharapkan dapat lebih proaktif dalam bekerja sama dengan instansi
kesehatan, sehingga apabila terdapat pasien yang perlu segera dirujuk dapat
dilakukan rujukan secara cepat dan tepat dengan harapan pasien dapat
segera ditangani.
41
DAFTAR PUSTAKA
42