Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

GADAR MATERNAL
ASFIKSIA EKSTERNAL UTERIN

DOSEN :
ETIKA KHOIRIYAH, SST, M. Keb

NAMA KELOMPOK :
AZURA
DELPI SANTIKA
DENI ALVINA
DINDA SURYANI
ELIA
FEBRIA
ZANUBA ARIFAH

AKADEMI KEBIDANAN ANUGERAH BINTAN


TANJUNGPINANG
TAHUN AJARAN 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunianya saya dapat menyelesaikan tugas “Makalah Asfiksia
Eksterna Uterin”.
Terima kasih kepada dosen mata kuliah Gadar Maternal yang telah membantu
dan membimbing saya dalam menyelesaikan tugas ini. Dan saya mengucapkan
terimakasih kepada teman-teman yang telah mendukung dan membantu saya
sehingga dapat bersama-sama menyelesaikan tugas ini.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan, oleh sebab itu saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk menjadi acuan
bagi saya agar menjadi lebih baik lagi dalam menyusun tugas yang ada.
Semoga makalah mola hidatidosa ini, dapat menambah wawasan para pembaca
dan dapat bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Tanjung pinang, 23 Mei 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI
COVER......................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................................4
B. Rumusan masalah.........................................................................................................6
C. Tujuan............................................................................................................................6
D. Manfaat .........................................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian......................................................................................................................7
B. Penyebab .......................................................................................................................7
C. Gejala klinis...................................................................................................................9
D. Pencegahan dan penanganan asfiksia neonatorum.................................................11
E. Diagnosis......................................................................................................................12
F. Penilaian asfiksia pada bayi baru lahir.....................................................................12
G. Dampak asfiksia pada bayi baru lahir......................................................................13
H. Resusitasipenanganan asfiksia pada bayi baru lahir...............................................14
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN............................................................................................................20
B. SARAN.........................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................21

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami
gangguan tidak segera bernafas atau gagal bernapas secara spontan dan teratur
setelah lahir (Herdman & Kamitsuru, 2015). Menurut (Price & Wilson, 2006),
gagal napas terjadi apabila paru tidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam
pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteri dan pembuangan karbon dioksida.
Penyebab utama kematian bayi dan balita terjadi pada masa neonatal karena pada
masa ini bayi melakukan banyak penyesuaian fisiologis yang diperlukan untuk
kehidupan ekstrauteri yang dimulai saat bayi baru lahir sampai usia 28 hari
(Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000). Menurut Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional, Badan Pusat Statistik (2013), kematian bayi pada
masa neonatal mencapai 60% dan penyebab utama kematian neonatal tersebut
adalah asfiksia neonatorum. Berdasarkan data (World Health Organization
(WHO) dalam Damayanti, 2014), setiap tahunnya 3,6 juta bayi (3%) dari 120
juta bayi baru lahir mengalami asfiksia. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan Pangemanan, Wantania, & Wagey (2016) di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado didapatkan 1,273 (41,9%) bayi asfiksia dari 3,038 kelahiran.
Menurut penelitian Meena, Meena, & Gunawat (2017) tentang “Correlation of
APGAR Score and Cord Blood pH with Severity of Birth Asphyxia and Short-
term Outcome” menyatakan bahwa dari 50 bayi asfiksia mengalami penurunan
PaO2 dengan rerata PaO2 63.52 mmHg dan peningkatan 2 PaCO2 dengan rerata
PaCO2 46.72 mmHg serta penurunan pH dengan rerata pH umbilikus sebesar
7.18. Menurut penelitian Angkawijaya, Wilar, Rompis, Tangkilisan, & Tatura
(2015) dengan judul penelitian “Hubungan antara pH Darah dengan Kadar Laktat
Dehidrogenase pada Asfiksia Neonatorum”, ditemukan bahwa dari 44 bayi
asfiksia, ditemukan 45% bayi yang mengalami asfiksia mengalami penurunan pH
darah dengan rerata pH darah 7,03. Peningkatan PaCO2, penurunan PaO2 serta

4
penurunan pH darah yang terjadi pada asfiksia neonatorum merupakan akibat
dari terganggunya pertukaran gas dalam tubuh. Gangguan pertukaran gas
merupakan salah satu masalah yang terjadi pada asfiksia neonatorum (Nurarif &
Kusuma, 2015). Gangguan pertukaran gas adalah suatu kondisi dimana
terjadinya kelebihan atau kekurangan gas, baik oksigen maupun karbondioksida
pada membran alveolus-kapiler (PPNI, 2017).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Manoe & Amir (2003) tentang
“Gangguan Fungsi Multi Organ Pada Bayi Asfiksia Berat” dikatakan bahwa
terjadi gangguan fungsi berbagai organ pada bayi asfiksia tergantung pada
lamanya asfiksia neonatorum terjadi dan kecepatan penanganan, adapun organ
vital yang sering terkena dampak dari asfiksia neonatorum ini yaitu terjadi
kerusakan ginjal (50%), otak (28%), kardiovaskular (25%) dan paru-paru (23%).
Namun menurut Fida & Maya (2012) keadaan hipoksia pada asfiksia neonatorum
menjadi penghambat adaptasi bayi baru lahir sehingga menjadi penyebab utama
mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Menurut survey WHO tahun 2002 dan
2004 hampir satu juta bayi meninggal akibat dari asfiksia. Asfiksia merupakan
penyebab utama kematian neonatal di Indonesia, disamping prematur dan infeksi
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Menurut Departemen 3
Kesehatan Republik Indonesia (2007), AKB (Angka Kematian Bayi) pada tahun
2004 sebanyak 29,4 per 1000 KH (Kelahiran Hidup), tahun 2005 sebanyak 23,7
per 1000 KH dan tahun 2006 sebanyak 25,9 per 1000 KH. Sebanyak 27,97% dari
jumlah AKB tahun 2004-2006 disebabkan oleh asfiksia (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2007).
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2016) data AKB (Angka Kematian
Bayi) di Provinsi Bali menunjukkan angka yang fluktuatif yaitu pada tahun 2014
sebesar 5,9 per 1000 Kelahiran Hidup (KH), tahun 2015 5,7 per 1000 KH dan
mengalami peningkatan pada tahun 2016 menjadi 6,01 per 1000 KH. Tidak
hanya AKB di Provinsi Bali yang mengalami angka yang fluktuatif, AKB
Kabupaten Badung juga mengalami angka yang fluktuatif dan mengalami
peningkatan AKB pada tahun 2016. Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten

5
Badung (2016) & Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2016) AKB Kabupaten
Badung tahun 2014 sebanyak 4,08 per 1000 KH, 4.87 per 1000 KH pada tahun
2015 dan mengalami peningkatan pada tahun 2016 menjadi 6.01 per 1000 KH.
Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Badung (2016) asfiksia termasuk 3 besar
penyakit yang menjadi penyebab tingginya AKB di Kabupaten Badung, jika
dilihat dari persentasenya pada tahun 2015 sebesar 25% AKB disebabkan oleh
asfiksia dan tahun 2016 sebesar 20%. Berdasarkan data yang di dapat di RSUD
Badung Provinsi Bali, terdapat bayi baru lahir yang menderita asfiksia
neonatorum pada 4 tahun terakhir yaitu pada tahun 2014 sebanyak 58 kasus,
tahun 2015 sebanyak 53 kasus, tahun 2016 sebanyak 47 kasus dan terjadi
peningkatan pada tahun 2017 menjadi 84 kasus. Berdasarkan studi pendahuluan
yang dilakukan pada tanggal 29 4 Januari 2018 di ruang Pendet RSUD Badung, 4
dari 7 pasien asfiksia yang ada mengalami gangguan pertukaran gas.
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas penulis tertarik untuk meneliti
“Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Bayi Asfiksia Neonatorum Dengan
Masalah Keperawatan Gangguan Pertukaran Gas di Ruang Pendet RSUD
Mangusada Badung Tahun 2018”.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis membuat rumusan masalah
yaitu “Bagaimana Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia
neonatorum

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi
dengan asfiksia secara komprehensif
2. Tujuan Khusus
Setelah menyusun asuhan kebidanan ini diharapkan mahasiswa dapat :
a. Mengidentifikasi penyebab asfiksia pada bayi,

6
b. Mengidentifikasi masalah potensial bayi dengan asfiksia,
c. Mengidentifikasi kebutuhan segera pada bayi dengan asfiksia

D. MANFAAT
Diharapkan dengan penulisan makalah ini mahasiswa dapat
mengidentifikasi tentang Asfiksia Neonatorum pada bayi baru lahir serta
penanganannya

7
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir setelah persalinan tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur. Akibat kurangnya daya angkut oksigen
untuk paru –paru sehingga jantung neonatus tersebut tidak bekerja secara
optimal yang akibatnya aliran darah tidak dapat disalurkan ke otak yang
kemudian menimbulkan kerusakan otak karena otak tidak dapat melakukan
metabolisme sel dan jaringan.Sehingga tidak terjadi pembentukan sel dan
jaringan dalam tubuh neonatus karena tidak ada bahan (oksigen ) untuk
melakukan metabolisme.
Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir misalnya , umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya
dengan gangguan kesehatan ibu hamil seperti kurang tercukupinya nutrisi ibu
hamil, kelainan tali pusat yang merupakat alat untuk bernapas bayi selama dalam
kandungan atau bisa karena lilitan tali pusat pada bayi sehingga bayi tidak
dapat bernafas, atau masalah yang mempengarui kesejahteraan bayi
selama atau sesudah persalinan misalnya nutrisi bayi yang tidak tercukupi.
Asfiksia neonatorumadalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas, sehingga
dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 dalam paru karena
pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama
kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat
gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janinyang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut setelah dilahirkan
misalnya kematian bayi karena tubuh bayi akan mengeluarkan zat arang
dari tubuh bayi akibat banyaknya CO2 dalam tubuh bayi. Bila janin
kekurangan O2dan kadar CO2bertambah timbulah rangsangan terhadap
nesofagus sehingga jantung janin menjadi lambat. Bila kekurangan O2 ini
terus berlangsung, maka nesofagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah

8
kini rangsangan dari nefo simfatikus. Detak jantung janin menjadi lebih
cepat akhirnya irregular dan menghilang.
B. PENYEBAB
1. Faktor Ibu
a. Preeklamsia dan eklamsia.
Preeklamsia dan eklamsia mengakibatkan gangguan aliran darah pada
tubuh seperti contohnya ibu mengalami anemia berat sehingga
aliran darah pada uterus berkurang akan menyebabkan
berkurangnya pengaliran darah yang membawa oksigen ke plasenta
dan janin.
b. Perdarahan abnormal (plasenta prervia atau solutio plasenta).
Hal ini menyebabkan gangguan pertukaran gas antara oksigen dan
zat asam arang sehingga turunnya tekanan secara
mendadak.Karena bayi kelebihan zat asam arang maka bayi akan
kesulitan dalm bernafas.
c. Partus lama atau partus macet.
Partus lama dan partus karena tindakan dapat berpengaruh terhadap
gangguan paru-paru karena gangguan aliran darah uterus dapat
mengurangi aliran darah pada uterus yang menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin.
d. Demam selama persalinan.
Demam ini bisa diakibatkan karena infeksi yang terjadi selama
proses persalinan. Infeksi yang yang terjadi tidak hanya bersifat
lokal tetapi juga sistemik. Artinya kuman masuk peredaran
darah ibu dan mengganggu metabolisme tubuh ibu secara umum.
Sehingga terjadi gangguan aliran darah yang menyebabkan
terganggunya pasokan oksigen dari ibu ke janin.
e. Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV).
Akibat infeksi berat,penghancuran atau pemecahan sel darah merah
yang lebih cepat dari pembuatan sel darah merah tersebut sehingga

9
apabila ibu mengalami perdarahan saatpersalinanmaka pada akan
terjadi anemia pada ibu yang menyebabkan ibu kekurangan sel darah
merah yang membawa oksigen untuk janin yang menyebabkan
asfiksia.

f. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.


Karena pad usia ibu yang seperti ini akan beresiko mengakibatkan
gawat janin , ini terjadi karena rahim ibu tidaksiapdiisi janin.
Gawat janin ini seperti asfiksia pada bayi.
g. Gravida empat atau lebih.
Untuk kehamilan keempat atau lebih ini merupakan kehamilan yang
rawan. Sehingga besar kemungkinan terjadi sesuatu yang buruk pada
janin. Yang juga menyebabkan gawat janin karena gangguan
sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke janin
berkurang yang kemudian terjadi gawat janin sehingga janin mengalami
asfiksia.

2. Faktor Bayi
a. Bayi Prematur (Sebelum 37 minggu kehamilan).
b. Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ektraksi vakum, porsef)
c. Kelainan kongenital.Cacat bawaan dalam kandungan akan
mengakibatkan asfiksia bayi karena dengan adanya cacat bawaan
ini akan menimbulkan gangguan pertumbuhan janin seperti organ
janin sehingga organ paru janin akan berfungsi abnormal.
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).Bila janin
kekurangan oksigen dan kadar karbondioksida bertambah
timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga denyut
jantung janin menjadi lambat. Jika ini terus berlanjut maka timbullah
rangsangan dari nervus simpatikus sehingga denyutjantung janin

10
menjadi lebih cepat akhirnya janin akan mengadakan pernafasan
intrauterin sehingga banyak mekonium dalm air ketuban pada paru
yang mengakibatkan denyut jantung janin menurun dan bayi tidak
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan.

3. Faktor Tali Pusat


a. Lilitan tali pusat.Menyebabkan gangguan aliran darah pada tali
pusat. Yang kita ketahui bahwa darah dalam tubuh membawa
oksigen untuk diedarkan ke seluruh tubuh
b. Tali pusat pendek.Tali pusat pendekakan menyebabkan
terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan
menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin
c. Simpul tali pusat.Karena tekanan tali pusat yang kuat menyebabkan
pernafasan pada janin terhambat

C. GEJALA KLINIS
Bayi yang mengalami kekurangan O2akan terjadi pernafasan yang cepat
dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan
akan berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus
neuromuskular berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki periode
apnue primer.Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain
meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.
Gejala lanjut pada asfiksia :
1. Pernafasan megap-magap dalam
2. Denyut jantung terus menurun
3. Tekanan darah mulai menurun
4. Bayi terlihat lemas (flaccid)
5. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular
6. Pernafasan terganggu

11
7. Detak jantung berkurang
8. Reflek / respon bayi melemah
9. Tonus otot menurun
10. Warna kulit biru atau pucat

Kemungkinan komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :


a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang
telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke
otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan
iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita
asfiksia, keadaan ini dikenalistilah disfungsi miokardium pada saat
terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini
curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium
dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada
pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran
urine sedikitdan terjadilah asfiksia pada neonatus..
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan
O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada
anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
perdarahanpada otak.Koma terjadi karena gangguan pengaliran darah

12
menuju otak sehingga otak tidak mendapatkan asupan oksigen untuk
melakukan metabolisme.

D. Pencegahan dan penanganan asfiksia neonatorum


Pencegahan yang komprehensif dimulai dari masa kehamilan, persalinan
dan beberapa saat setelah persalinan. Pencegahan berupa :
1. Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4 kali kunjungan untuk
mendeteksi secaradini kelainan pada ibu hamil dan janin dan ibu
mendapat rujukan ke rumah sakit secara segera.
2. Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap
pada kehamilan yang diduga berisiko bayinya lahir dengan asfiksia
neonatorum untuk penangan segera agra tidak terjadi kematian ibu dan bayi.
3. Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan pada
usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
4. Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan janin dan
deteksi dini terhadap tanda-tanda asfiksia fetal selama persalinan
dengan kardioto kografi untuk mengontrol pernafasan bayi.
5. Meningkatkan ketrampilan tenaga obstetri dalam penanganan
asfiksia neonatorum di masing-masing tingkat pelayanan kesehatan.
6. Meningkatkan kerjasama tenaga obstetri dalam pemantauan dan
penanganan persalinan.
7. Melakukan Perawatan Neonatal Esensia luntuk meminimalisir resiko
saat persalinan berlangsung yang terdiri dari :
a. Persalinan yang bersih dan aman Stabilisasi
b. suhu
c. Inisiasi pernapasan spontan
d. Inisiasi menyusu dini
e. Pencegahan infeksi serta pemberian imunisasi

13
E. DIAGNOSIS
Asfiksia yang terjadi pada bayi merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia
janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan
dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu
mendapat perhatiankarena factor-faktor ini dapat dilihat , yang berperan sebagai
indikator asfiksia pada bayi yaitu :

1. Denyut jantung janin


Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak
artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali
per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan
tanda bahaya.
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi
pada presentasi kepala menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus
diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala
dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat
dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks
dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah
janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya
pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai
tanda bahaya gawatjanin mungkin disertai asfiksia.

F. PENILAIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR


Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi,
menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan
tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung

14
melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan
tindakan lanjutan.Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan
oleh tiga tanda penting, yaitu :
1. Penafasan
2. Denyut jantung
3. Warna kulit
Karena ketiga tanda ini yang dapat diamati ketika bayi mengalami
asfiksia. Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau
membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan
menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus
segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan
tekanan positif (VTP).
Dalam praktek, menentukan tingkat asfiksia bayi dengan tepat membutuhkan
pengalaman dan observasi klinis yang cukup. Pada tahun lima puluhan
digunakan kriteria ‘breathing time’dan ‘crying time’ untuk menilai keadaan bayi.
Kriteria ini kemudian ditinggalkan, karena tidak dapat memberikan informasi
yang tepat pada keadaan tertentu sehingga sekarang menggunakan skor apgar.
Skor apgar biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada saat
bayi telah diberi lingkungan yang baik serta telah melakukan pengisapan lendir
dengan sempurna. Skor apgar 1 menit ini menunjukkan beratnya sfiksia yang diderita
dan baik sekali sebagai pedoman untuk menentukan secara resusitasi. Apgar
perlu pula dinilai setelah 5 menit bayi lahir, karena hal ini mempunyai korolasi
yang erat dengan morbiditas dan mortalitas neonatal (Drage, 1966).

G. Dampak Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir


1. Otak : Ensepalo hipoksis iskemik (EHI)/ kerusakan otak karena
kekurangan kadar oksigen dan penimbunan karbondioksidasehingga otak
tidak dapat mekukan metabolisme untuk sel dan jaringan pada tubuh bayi.
2. Ginjal : Gagal ginjal akutkarena tidak terjadi metabolisme dalam tubuh
sehingga fungsiginjal menjadi abnormal. Perinatal hipoksemia menyebabkan

15
penurunan aliran darah ke ginjal akibat vasokonstriksi renal dan
penurunan laju filtrasi glomerulus. Selain itu juga terjadi aktivitasi
sistem renin angiotensin-aldosteron dan sistem adenosin intrarenal yang
menstimulasi pelepasan katekolamin dan vasopresin. Semua faktor ini
akan mengganggu hemodinamik glomeruler.
3. Jantung : Gagal jantungakibat gangguan aliran darah sehingga jantung tidak
dapat memompa darah ke seluruh tubuh .Disfungsi miokard dan
penurunan kontraktilitas, syok kardiogenik, gagal jantung. Bayi dengan
hipotensi dan curah jantung yang rendah akan mengalami gangguan
autoregulasi otak sehingga risiko kerusakan otak karena hipoksi-iskemi
meningkat.
4. Saluran cerna : EKN= Entero kolitis Nekrotikans/ NEC= Nekrotizing
entero.hal ini disebabkanproliferasi bakteri ke dalam mukosa usus yang
mengalami asfiksiadaniskemia.
5. paru : faktor penyebab keluarnya mekonium adalah stress intrauterin
seperti hipoksia, asfiksia, dan asidosis.Asfiksiameyebabkan peningkatan
peristalticgastrointestinal dan relaksasi tonus otot spinkter ani,
sehingga terjadi pengeluaran mekonium. Apabila fetus mengalami
gasping intrauterine, makaterjadilah aspirasi mekonium.

H. Resusitasi Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir


Resusitasi merupakan upaya untuk mengembalikan bayi baru lahir
dengan asfiksia berat menjadi keadaan yang lebih baik dapat bernafas atau
menangis spontan dan denyut jantung menjadi teratur, resusitasi yang efektif
dapat dihasilkan bila ada tenaga yang terampil, tim yang bekerja baik dan
pemahaman fisiologis dasar asfiksia. Resusitasi Tindakan resusitasi bayi baru
lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
1. Memastikan saluran terbuka
a. Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
b. Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.

16
c. Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan
saluran pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan
a. Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
b. Memakai VTPbila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon
atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi
a. Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah agar bayi tetap bernafas
b. Kompresi dada
c. Pengobatan
Persiapan resusitasi Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan
cepat dan efektif, keduafaktor utama yang perlu dilakukan adalah :
1. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi
dapat terjatanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi
atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan
intrapartum.
2. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan
minumum antara lain :
a. Alat pemanas siap pakai
b. Oksigen
c. Alat pengisap
d. Alat sungkup dan balon resusitasi
e. Alat intubasi
f. Obat-obatang. helai kain / handukh.Bahan ganjal bahu bayi. Bahan
ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung
setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala
bayii.
g. Jam atau pencatat waktu.

Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif

17
1. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal
harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.
2. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang
harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien.
3. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama
sebagai suatu tim yang terkoordinasi.
4. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan
berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
5. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan
siap pakai.

Langkah –langkah resusitasi:


1. Setiap melakukan tindakan atau langkahharus didahului dengan
persetujuan tindakan medic sebagai langkah klinik awal. Langkah klinik
awal ini meliputi :
a. Sapa ayah atau wali pasien, sebutkan bahwa ada petugas yang diberi
wewenang untuk menjelaskan tindakan pada bayi.
b. Jelaskan tentang diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi asfiksia
neonatal.
c. Jelaskan bahwa tindakan klinik juga mengandung resiko.
d. Pastikan ayah pasien memahami berbagai aspek penjelasan diatas.
e. Buat persetujuan tindakan medic, simpan dalam catatan medic.

TAHAP I: LANGKAH AWAL


1. Langkah awal diselesaikan dalam 30 detik. Bagi kebanyakan bayi baru lahir,
5 langkah awal dibawah ini cukup untuk merangsang bayi bernafas spontan
dan teratur. Langkah tersebut meliputi :
a. Jaga bayi tetap hangat agar bayi tidak hipotermia
b. Letakkan bayi diatas kain diatas perut ibu

18
c. Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut terbuka, potong tali
pusat.
d. Pindahkan bayi diatas kain tempatresusitasi.
e. Atur posisi bayi untuk memudahkan tindakan yang dilakukan
f. Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong.
g. Ganjal bahu agar kepala bayi sedikit ekstensi
h. Isap lendiruntuk menghindari penyumbatan pernapasan akibat air ketuban
i. Gunakan alat penghisap DeLee dengan cara :
 Isap lender mulai dari mulut dulu, kemudian dari hidung.
 Lakukan penghisapan saat alat penghisap ditarik keluar, tidak pada
waktu memasukkan.
 Jangan lakukan penghisapan terlalu dalam ( jangan lebih dari 5 cm
kedalam mulut, dan jangan lebih dari 3 cm kedalam hidung). Hal
itu dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat dan bayi
tiba-tiba barhenti bernafas.
j. Keringkan dan rangsang bayi. Keringkan bayi mulai dari muka,
kepala dan bagian tubuh lainnya.dengan sedikit tekanan. Rangsang
ini dapat membantu bayi mulai bernafas.
k. Lakukan rangsang taktil dengan caramenepuk atau menyentil telapak kaki
atau menggosok punggung, perut,dada,tungkaibayi dan telapak tangan
untuk megetahui respon bayi.
l. Atur kembali posisi kepala bayi dan selimuti bayi.
m. Ganti kain yang telah basah dengan kain kering dibawahnya.Selimuti bayi
dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka,dan dada agar bisa
memantau pernafasan bayi.
n. Atur kembali posisi bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.
o. Lakukan penilaian bayi
 Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas
atau megap-megap.
 Bila bayi bernafas normal lakukan asuhan pasca resusitasi.

19
 Bila bayi megap-megap atau tidak bernafas lakukan ventilasi bayi

TAHAP II : VENTILASI
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah
volume udara kedalam paru-paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru
agar bayi bisa bernafas spontan dan teratur.Langkah-langkahnya :
1. Pasang sunkup untuk mengontrol pernapasan
 Pasang dan pegang sunkup agar menutupi mulut, hidung dan dagu
bayi.
 Ventilasi 2 kaliuntuk menghasilkan pengembangan dada
 Lakukan tiupan atau pemompaan dengan tekanan 30 cm air.
 Tiupan awal tabung dan sunkup atau pemompaan awal balon
sunkup sangat penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa
mulai bernafas dan menguji apakah jalan nafas bayi terbuka.
2. Lihat apakah dada bayi mengembang.
Saat melakukan pemompaan perhatikan apakah dada bayi
mengembang. Bila tidak mengembang, periksa posisi sunkup pastikan tidak
ada udara yang bocor, periksa posisi kepala pastikan posisi sudah sedikit
ekstensi, periksa cairan atau lender dimulut bila masih terdapat lender
lakukan penghisapan. Lakukan pemompaan 2 kali, jika dada
mengembang lakukan tahap beriku
3. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik untuk tetap berikan waktu rongga dada
untuk mengembalikanke posisi semula diantara tiap tekanan yang
diberikan agar jantung mendapat kesempatan untuk terisi darah kembali.
 Lakukan tiupan dengan tabung dan sunkup sebanyak 20 kali dalam
30 detik dengan tekanan 20cm air
 Pastikan dada mengembang saat dilakukan pemompaan, setelah 30
detik lakukan penilaian ulang nafas.

20
 Jaka bayi mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap
dan lakukan asuhan pasca resusitasi.
 Jika bayi megap-megao atau tidak bernafas lakukan ventilasi.
4. Ventilasi, setiap 30detik hentikan dan lakukan penilaian ulangnafas.
 Lakukan tiupan dengan tabung dan sunkup sebanyak 20 kali dalam 30
detik dengan tekanan 20cm air
 Pastikan dada mengembang saat dilakukan pemompaan, setelah
30 detik lakukan penilaian ulang nafas.
 aka bayi mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan
lakukan asuhan pasca resusitasi.
 Jika bayi megap-megao atau tidak bernafas lakukan ventilasi.
5. Ventilasi, setiap 30 detik hentikan lagi dan lakukan penilaian ulang nafas.
 Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik.
 Hentikan ventilasi setiap 30 detik.
 Lakukan penilaian bayi apakah bernafas, tidak bernafas atau
megap-megap.
 ika bayi sudah mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap
dan lakukan asuhan pasca resusitasi.
 Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, teruskan
ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian lakukan penilaian ulang
nafas setiap 30 detik.
6. siapkan rujukan jika bayi belum bernafas selama 2 menit resusitasi.
 Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan.
 Teruskan resusitasi sambil menyiapkan untuk rujukan.
7. Lakukan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi. Ventilasi
adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah
udara ke dalam paru dengan tekanan positip yang memadai untuk
membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur.

21
 Bila dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar lanjitkan
ventilasi selama 10 menit.
 Hentikan resusitasi bila denyut jantung tetap tidak terdengar,
jelaskan kepada ibu dan berilah dukungan kepadanya serta lakukan
pencatatan.
 Bayi yang mengalami asitol 10 menit kemungkinan besar
mengalami kerusakan otak yang permanen.

22
BAB III
ASKEB

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR DENGAN

ASFIKSIA DI RSUD HAJI MAKASSAR

TANGGAL 21 MEI 2017

No. register : 23 51 91

Tanggal Bersalin : 21 Mei 2017, Pukul 10.07 wita

Tanggal Pengkajian : 21 Mei 2017, Pukul 10.07 wita

A. LANGKAH I : IDENTIFIKASI DATA DASAR

1. Identitas

a. Bayi

Nama : By “S”

Umur : 0 hari

Tempat tanggal lahir : RSUD Haji Makassar, 21 Mei 2017

Jenis kelamin : Laki-laki

Anak ke : Ketiga (III)

b. Orangtua

Nama : Ny “S” / Tn “A”

23
Umur : 32 Tahun / 39 Tahun

Suku : Makassar / Makassar

Agama : Islam / Islam

Pendidikan : SMA / SMA

Pekerjaan : IRT / Wiraswasta

Alamat : Jl. Romang Lompoa

2. Data biologis/fisiologis

a. Bayi masuk ke ruang perinatologi dengan diagnosa asfiksia, di tandai

dengan bayi tidak segera menangis.

b. Bayi belum dapat bernafas spontan, gerakan tidak aktif, badan merah dan

ekstremitas biru.

c. Riwayat kehamilan/persalinan.

1) Riwayat persalinan yang lalu

Kehamil Persalinan Nifas


an
Anak ke Ta J BB Proses Tempat Penolong kondisi ASI
(gravid) ng K L Persalinan
gal
La
hir

24
I 5/0 P 2,5 Normal Rs st Bidan Hidup +2
2/ gr Khadijah tahun
20 makassar
07
II 9/1 P 2,7 Normal RSUD Bidan Hidup +2
0/ gr Haji Tahun
20 Makassar
10
III 21/ L 2,6 Normal RSUD Bidan Hidup +
05/ gr Haji
20 Makassar
17

2) Riwayat persalinan

a) Ibu mengatakan bahwa ini adalah anaknya yang ketiga dan tidak

pernah keguguran sebelumnya.

b) HPHT : 18 Agustus 2017

c) HTP : 25 Mei 2017

d) Masa gestasi 39 Minggu 3 hari

e) ANC Sebanyak 4 kali di RSUD Haji Makassar

f) Imunisasi TT sebanyak 2 kali.

g) Ibu tidak pernah merasa nyeri perut atau kepala yang hebat selama hamil.

25
h) Ibu tidak memiliki riwayat DM, Hipertensi, Asma, Jantung dan penyakit
lainnya.

i) Ibu tidak memiliki riwayat penyakit keturunan.

j) Tidak ada riwayat ke dukun, merokok, atau minum jamu.

k) Selama hamil ibu makan 3-4 kali sehari dengan menu yaitu nasi, sayur dan lauk
pauk berbagai macam dan ibu meminum susu.

3) Riwayat persalinan sekarang

a) Bayi lahir tanggal 21 Mei 2017, pukul 10.07 wita, dengan Sectio caesaria.

b) Bayi lahir dengan penilaia

(1) Pernafasan : Tidak bernafas secara spontan

(2) Denyut jantung :Lemah, tidak teratur dengan frekuensi 40 kali/menit.

(3) Warna kulit : badan ekstremitas biru.

4). Riwayat psikologis, Sosial, dan Ekonomi

a. Ekspresi wajah ibu dan keluarga nampak cemas.

b. Hubungan ibu, suami, dan keluarga baik.

c. Ibu belum sempat melihat bayinya.

d. Ibu menggunakan BPJS untuk membayar biaya perawatan.

3. Data spiritual.

a. Keluarga berdoa kepada Allah SWT agar bayinya selamat.

b. Ibu dan keluarga rajin melaksanakan shalat 5 waktu.

1. Pemeriksaan fisik

26
a. Keadaan umum bayi buruk, bayi belum bernafas spontan, tonus otot lemah,
bahkan tidak ada.

II. Tanda-tanda vital

1) Frekuensi jantung : 40 kali/menit ( Normal 120-160 kali/menit)

2) Pernafasan : Belum bernafas spontan (40-60 kali/menit)

3) Suhu : 36,5 °c (36,5-37,5°c)

c. APGAR Score dinilai segera setelah lahir pada pukul 10.07 wita dan 5 menit

setelah lahir yaitu pada pukul 10.12 wita dengan :

1) Penilaian APGAR Score

a). Kepala
Rambut hitam, tipis, ubun-ubun belum tertutup, tidak ada benjolan.
b). Mata
Simetris kanan dan kiri, sclera putih, kongjungtiva merah muda, dan
kelopak mata tidak oedema, tidak ada tanda-tanda infeksi.
c). Hidung
Simetris kanan dan kiri, gerakan cuping hidung tidak ada.
d). Mulut dan bibir
Bibir tampak kering dan pucat, terdapat banyak lendir, tidak ada kelainan
bawaan dan pallatum, refleks isap tidak ada.
1. Penilaian APGAR Score

Nilai 0 1 2 Score

Appereance Terseluruh Badan merah Seluruh tubuh 1 1


tubuh biru ekstermitas kemerahan
atau putih biru
Pulse (nadi) Tidak ada 100 kali >100 kali 1 1
permenit permenit

27
Greemace Tidak ada Perubahan Bersin/menangis 0 1
mimie
(menyeringan)
Activity Tidak ada Ekstermitas Gerakan 0 1
(tonus otot) sedikit fleksi aktif/ektermitas
flksi
Respiratory Tidak ada Lemah/ Tidak Menangis 1 1
(pernafasan) teratur kuat/keras
Jumlah 3 4

a) Telinga

Simetris kanan dan kiri, tampak bersih, tidak ada secret dan daun telinga
elastis.

b) Leher
a) Tidak ada pembesaran atau benjolan.
b) ada dan Perut
c) Simetris kanan dan kiri, gerakan dada tidak ada, keadaan tali pusat
d) tampak basah, dan terjepit dengan penjepit tali pusat.
c) Punggung dan Bokong
a) Tonjolan punggung tidak ada.
b) 9) Genitalia
c) Testis sudah turun
d) 10) Anus
e) Tampak ada lubang anus.
d) Ekstremitas
f) Simetris kanan dan kiri, jumlah jari-jari tangan dan kaki lengkap, tidak
g) ada pergerakan yang aktif, warna biru dan teraba dingin.
e) Kulit
Verniks kurang, warna tubuh kebiruan, tidak ada tanda lahir

28
f) Pemeriksaan neurologis :
1) Refleks moro : Tidak ada

2) Refleks hisap : Tidak ada

3) Refleks rooting : Tidak ada

B. LANGKAH II :

IDENTIFIKASI DIAGNOSA/MASALAH AKTUAL

Diagnosa aktual : BCB, SMK, bayi lahir dengan asfiksia.

1. BCB, SMK

Data Dasar :

DS : a. ibu mengatakan HPHT tanggal 18 agustus 2016

a. b. ibu mengatakan melahirkan tanggal 21 Mei 2017


b. DO : a. HTP tanggal : 25 Mei 2017
c. BBL : 2600 gram
d. PBL : 47 cm

Analisa dan interpretasi data

a. Hasil pengkajian dari HPHT tanggal 18 agustus 2016 sampai bayi


lahirtanggal 21 mei 2017 berarti bayi lahir pada usia kehamilan 39 minggu
3 hari sehingga bayi termasuk ke dalam kategori bayi cukup bulan (BCB).
b. Bayi Ny “S” lahir pada usia kehamilan 39 minggu 3 hari dengan berat
badan lahir 2600 gram. Berdasarkan kurva pertumbuhan dan perkembangan
janin intrauterine dari Battalgia dan Lubchenco, berat badan bayi Ny “S”
sesuai dengan masa kehamilan (SMK).

2. Asfiksia

29
Data dasar

DS : ibu mengatakan bayinya lahir tidak langsung menangis.

DO :

a. Bayi lahir tidak segera menangis


b. Bayi lahir dengan ketuban pecah dini.
c. frekuensi jantung saat lahir 40 kali permenit
d. tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.
e. bayi tidak dapat memberikan reaksi bila diberikan rangsangan.

Analisa dan interpretasi data dasar :

a. Pada persalinan, dengan ketuban pecah dini dapat mengakibatkan asfiksia,

baik akibat kelahiran kurang bulan, sindrom gawat napas, gangguan

plasenta maupun infeksi.Terjadinya asfiksia seringkali diawali infeksi yang

terjadi pada bayi, baik pada bayi cukup bulan terlebih lagi pada bayi

kurang bulan,7 dengan infeksi keduanya saling mempengaruhi. Ketuban

pecah dini dapat memudahkan infeksi asenden. Infeksi tersebut dapat

berupa amnionitis dan korionitis atau gabungan keduanya disebut

korioamnionitis. Selain itu korioamnionitis dapat dihubungkan dengan

lama pecah selaput ketuban, jumlah kali periksa dalam dan pola kuman

terutama grup Staphylococus. Sepsis awitan dini sering dihubungkan

dengan infeksi intranatal, sedangkan sepsis awitan lambat sering

dihubungkan dengan infeksi pascanatal terutama nosokomial (Pediatri,

2013 : 318).

30
b. Pada bayi dengan asfiksia di tandai dengan bayi tidak segera menangis,

tidak bernafas atau nafas megap-megap, dan tonus otot lemas atau

ekstremitas terkulai.

C. LANGKAH III :

ANTISIPASI DIAGNOSA/MASALAH POTENSIAL

Diagnosa potensial : Potensial terjadi kematian

DS : -

DO :

a. Bayi lahir tidak segera menangis.


b. Bayi belum bernafas spontan.

Analisa dan interpretasi data

c. Pada bayi yang mengalami asfiksia jika kekurangan oksigen berlangsung terus

menerus maka terjadi kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan fungsi

curah jantung, penurunan tekanan darah, yang mengakibatkan aliran darah ke

seluruh tubuh berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi darah

oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang

irreversibel, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian.

D. LANGKAH IV :

TINDAKAN SEGERA/EMERGENCY DAN KOLABORASI

31
Tanggal 21 Mei 2017, Pukul : 10.07 wita.

1. Nilai usaha nafas, warna kulit, dan frekuensi denyut jantung.

Rasional : untuk mengetahui kondisi bayi dan untuk menentukan apakan

tindakan resusitasi diperlukan.

2. Mencegah kehilangan panas, termasuk menyiapkan tempat yang kering


dan hangat untuk melakukan pertolongan.

Rasional : suhu intrauterine dan ekstrauterine sangat berbeda dimana


pada saat

bayi lahir penyesuain suhu diluar kandungan sangat memerlukan


pengawasan

agar tidak terjadi kehilangan panas.

3. Memposisikan bayi dengan baik, (kepala bayi setengah tengadah/sedikit

ekstensi atau mengganjal bahu bayi dengan kain).

Rasional : untuk membuka jalan nafas bayi dan agar cairan tidak
terinspirasi

masuk ke dalam paru-paru sehingga bayi dapat segera bernafas spontan.

4. Bersihkan jalan nafas dengan alat penghisap yang tersedia seperti deele.

Rasional : untuk membersihkan jalan nafas agar bayi dapat bernafas


secara

spontan tanpa gangguan.

5. Keringkan tubuh bayi dengan kain yang kering dan hangat, setelah itu
gunakan kain kering dan hangat yang baru untuk bayi sambil melakukan
rangsangan taktil.

32
Rasional : dengan rangsangan taktil bayi dapaat segera menangis karena

rangsangan taktil dapat merangsang pernafasan dan meningkatkan


aspirasi O2.

6. Letakkan kembali bayi pada posisi yang benar, kemudian nilai: usaha
nafas,frekuensi denyut jantung dan warna kulit.

Rasional : untuk mengetahui kondisi bayi untuk menentukan apakah


tindakan resusitasi diperlukan.

7. Lakukan ventilasi dengan tekanan positif (VTP) dengan menggunakan


ambubag sebanyak 20 kali dalam 30 detik sampai bayi dapat bernafas
spontan dan frekuensi jantung >100 kali/menit.

Rasional : Tindakan memasukkan sejumlah udara kedalam paru dengan


tekanan positif, membuka alveoli untuk bernafas secara spontan dan teratur

8. Apabila bayi sudah bernafas spontan dan frekuensi jantung sudah normal
tetapi masih biru maka dilakukan pemberian oksigen 1 liter/menit lewat
nasal kanul.

Rasional : oksigen diberikan untuk memperbaiki keadaan umum bayi dan

mencegah asidosis yang berkelanjutan. Hal ini dapat dihentikan setelah


warna kulit bayi sudah normal yaitu kemerah-merahan.

E. LANGKAH V :

INTERVENSI

Tanggal 21 Mei 2017, Pukul 10.07 wita.

Diagnosa Aktual : BCB,SMK, bayi lahir dengan asfiksia.

Tujuan :

33
a. Asfiksia pada bayi baru lahir dapat teratasi dengan cepat.
b. Bayi dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan dari intra uterin ke
lingkungan ekstra uterin.
c. Kriteria :
a. Keadaan umum bayi baik.
b. Bayi bernafas spontan dan tanpa kesulitan, menangis segera.
c. Gerakan aktif.
d. Bayi tidak sianosis.
e. Tanda-tanda vital dalam batas normal :
f. Frekuensi jantung : 120-160 kali/menit.
g. Pernafasan : 40-60 kali/menit
h. Suhu : 36,5 °c - 37,5 °c.
i. Bayi tidak mengalami gangguan metabolisme (BAB dan BAK lancar), urine

dan mekonium keluar dalam 24 jam pertama setelah lahir.

j. Refleks isap dan menelan baik.

Intervensi tanggal 21 Mei 2017, pukul 10.07 wita.

1. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi lalu gunakan sarung tangan

saat memegang bayi.

Rasional : untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial.

2. Potong tali pusat bayi segera setelah lahir.

Rasional : dengan memotong tali pusat akan memutuskan hubungan bayi

dengan ibu dan membantu proses pernapasan dan sirkulasi.

3. Mencegah kehilangan panas, termasuk menyiapkan tempat yang kering dan

hangat untuk melakukan pertolongan.

34
Rasional : suhu intrauterine dan ekstrauterine sangat berbeda dimana pada
saat bayi lahir penyesuain suhu diluar kandungan sangat memerlukan
pengawasan agar tidak terjadi kehilangan panas.

4. Memposisikan bayi dengan baik (kepala bayi setengah tengadah/sedikit

ekstensi atau mengganjal bahu bayi dengan kain).

Rasional : untuk membuka jalan nafas bayi.

5. Bersihkan jalan nafas dengan alat penghisap yang tersedia seperti deele.

Rasional : untuk memperlancar proses respirasi sehingga bayi dapat


bernafas secara teratur tanpa kesulitan.

6. Bungkus bayi dengan selimut bersih dan kering.

Rasional : untuk mencegah kehilangan panas pada bayi

7. Lakukan rangsangan taktil dengan menepuk punggung dan kaki

Rasional : untuk merangsang agar bayi dapat bernafas secara spontan.

8. Letakkan kembali bayi pada posisi yang benar, kemudian nilai : usaha
nafas,frekuensi denyut jantung dan warna kulit.

Rasional : untuk mengetahui kondisi bayi untuk menentukan apakah


tindakan

resusitasi diperlukan.

9. Lakukan ventilasi dengan tekanan positif (VTP) dengan menggunakan


ambubag sebanyak 20 kali dalam 30 detik sampai bayi dapat bernafas
spontan dan frekuensi jantung >100 kali/menit.

Rasional : Tindakan memasukkan sejumlah udara kedalam paru dengan

35
tekanan positif, membuka alveoli untuk bernafas secara spontan dan
teratur.

10. Hentikan ventilasi dan nilai kembali nafas tiap 30 detik.

Rasional : untuk menilai pernapasan setelah tindakan ventilasi tekanan

positif.

11. Jika tindakan Ventilasi Tekanan Positif berhasil, hentikan ventilasi dan

berikan asuhan pasca resusitasi.

Rasional : agar bayi dapat segera diberikan asuhan.

12. Melakukan perawat tali pusat.

Rasional : untuk menghindari adanya tanda-tanda infeksi pada bayi.

13. Injeksi vitamin K (Neo-K phytonadione) 0,05 cc.

Rasional : untuk mencegah terjadinya perdarahan.

14. Memberikan salep mata

Rasional : untuk mencegah infeksi pada mata bayi baru lahir.

15. Melakukan pemeriksaan fisik

Rasional : untuk mendeteksi dini kelainan fisik pada bayi.

16. Berikan imunisasi Hepatitis B 0,5 mL intramuscular, di paha kanan

anterolateral, kira-kira 1-2 jam setelah pemberian vitamin K1.

Rasional : hepatitis B untuk member kekebalan pada tubuh bayi

17. Jika bayi tidak bernafas spontan sesudah 2 menit resusitasi, siapkan
rujukan,nilai denyut jantung.

36
Rasional : agar bayi segera mendapat pertolongan dangan cepat dan tepat.

18. Observasi TTV tiap 15 menit

Rasional : mengukur TTV bayi merupakan salah satu indikator untuk

mengetahui keadaan umum bayi sehingga dapat dilakukan tindakan segera

saat tanda-tanda vitalnya terdeteksi diluar batas normal.

Diagnosa potensial : potensial terjadinya kematian

Intervensi tanggal 21 Mei 2017

1. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi lalu gunakan sarung tangan

saat memegang bayi.

Rasional : untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial.

2. Observasi TTV tiap 15 menit

Rasional : mengukur TTV bayi merupakan salah satu indikator untuk

mengetahui keadaan umum bayi sehingga dapat dilakukan tindakan segera


saat tanda-tanda vitalnya terdeteksi diluar batas normal.

3. Beri O2 selama bayi masih bernafas megap-megap atau mengalami sianosis

Rasional : memenuhi kebutuhan oksigen bayi.

F. LANGKAH VI :

MPLEMENTASI

Tanggal 21 Mei 2017, pukul 10.07 wita.

1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi dan menggunakan

sarung tangan saat memegang bayi.

37
Hasil : tangan telah bersih dan sarung tangan telah dipakai

2. Potong tali pusat bayi segera setelah lahir.

Hasil : tali pusat telah dipotong.

3. Menilai usaha nafas, warna kulit, dan frekuensi denyut jantung.

Hasil : bayi belum bernafas spontan, warna kulit merah ekstremitas biru,
dan frekuensi jantung 40 kali/menit.

4. Membungkus bayi dengan selimut bersih dan kering.

Hasil : bayi telah diselimuti.

5. Mengatur posisi bayi dengan benar (kepala tengadah/sedikit ekstensi atau

dapat meletakkan handuk/kain di bawah bahu bayi..

Hasil : posisi bayi telah diatur.

6. Membersihkan jalan nafas dari lendir dengan menggunakan deele.

Hasil : jalan nafas telah dibersihkan.

7. Mengeringkan bayi dan melakukan rangsangan taktil.

Hasil : terlaksana

8. Mengobservasi pemberian O2 sebanyak 1 liter/menit menggunakan nasal


kanul.

Hasil : telah dilakukan.

9. Melakukan tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif) sebanyak 20 kali


dalam 30 detik sampai bayi bernafas spontan dan tanpa kesulitan

Hasil : tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif) telah dilakukan.

38
10. Memasang infus dextrose 10% 8 tpm.

Hasil : infus telah terpasang.

11. Melakukan perawatan tali pusat.

Hasil : tali pusat masih tampak basah

12. Menginjeksi vitamin K ( Neo-K phytonadione ) 0,05 cc.

Hasil : terlaksana.

13. Memberikan salep mata

Hasil : salep mata telah diberikan..

14. Mengobservasi TTV tiap 15 menit.

Jam Frekuensi jantung Pernafasan Suhu

10.07 wita 88 kali/menit 10 kali/menit 36,5 °c

10.22 wita 88 kali/menit 10 kali/menit 36,8 °c

10.37 wita 86 kali/menit 14 kali/menit 36,8 °c

10.52 wita 90 kali/menit 20 kali/menit 36,8 °c

15. Mengobservasi tanda-tanda infeksi pada tali pusat bayi yaitu tali pusat

merah, bengkak, ada pengeluaran nanah/darah.

Hasil : tidak ada tanda – tanda infeksi

G. LANGKAH VII

EVALUASI

Tanggal 21 Mei 2017, pukul 11.22 wita.

39
Diagnosa : BCB, SMK bayi dengan asfiksia .

Masalah potensial : terjadi kematian

1. Bayi belum dapat beradaptasi dengan lingkungan ekstra uterin ditandai dengan
bayi masih mengalami hipotermi (suhu 36,0 °c) dan metabolisme belum lancar
(bayi belum BAK dan BAB).
2. Asfiksia belum teratasi ditandai dengan:

a. Bayi masih bernafas dengan megap-megap frekuensi 26 kali/menit.

b. Frekuensi jantung 40 kali/menit.

c. Suhu 36,5 °c

d. Bayi memperlihatkan sedikit gerakan.

40
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini
erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat,
atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau
sesudah persalinan.Penanganannyaadalah dengan tindakan resusitasi.
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal
sebagai ABC resusitasi, yaitu :
1. Memastikan saluran terbuka
2. Memulai pernafasan
3. Mempertahankan sirkulasiLangkah-langkahresusitasi, meliputi 2 tahap.
Tahap pertama adalah langkah awal, dan tahap kedua adalah ventilasi.

B. SARAN
Bidan diharapkan dapat lebih proaktif dalam bekerja sama dengan instansi
kesehatan, sehingga apabila terdapat pasien yang perlu segera dirujuk dapat
dilakukan rujukan secara cepat dan tepat dengan harapan pasien dapat
segera ditangani.

41
DAFTAR PUSTAKA

2013.Makalah asfiksia. Asfiksia


(http://marsupilami13.blogspot.com/2013/09/makalah-asfiksia-dan-soap.htm
diakses 07 April 2014Irma. 2012.
Makalah askeb neonatus asfiksia neonatorum.Asfiksia
(http://irmawatisyakir.blogspot.com/2012/11/makalah-askeb-neonatus-
asfiksia.html. diakses 07 April 2014Tia. 2010. Makalah asfiksia neonatorum.

42

Anda mungkin juga menyukai