Anda di halaman 1dari 43

STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA

BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS


AIR BANGIS KABUPATEN
PASAMAN BARAT
TAHUN 2022

PROPOSAL

OLEH

JUSMIARTI
2115302114

PROGRAM STUDI D IV KEBIDANAN PROGRAM SARJANA


TERAPAN FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS FORT DE KOCK
BUKITTINGGI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia nya sehingga dapat menyelesaikan Proposal ini dengan judul

“Status Imunisasi dengan kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Air Bangis Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2022”. Proposal ini diajukan sebagai

syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Sarjana Terapan Kebidanan di Universitas

Fort De Kock Bukittinggi Tahun 2022.

Dalam penulisan Proposal ini Penulis banyak mendapat Bantuan dan

Bimbingan serta bimbingan moril dari berbagai pihak. Maka dari itu penulis juga

ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr.Hj.Evi Hasnita, S.Pd, Ns, M.Kes sebagai Rektor Universitas Fort De

Kock Bukittinggi,

2. Ibu Oktavianis, S.ST, M.Biomed sebagai Dekan Universitas Fort De Kock

Bukittinggi,

3. Ibu Febriniwati Rifdi, S.SiT,M.Biomed selaku ketua Ka Prodi studi sarjana

terapan kebidanan Universitas Fort De Kock Bukittinggi,

4. Ibu Widya Nengsih, S. ST, M. Kes selaku pembimbing I yang telah banyak

memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan proposal ini,

5. Ibu Sari Ida Miharti, S. ST, M. Keb sebagai pembimbing II yang telah

memberikan saran serta masukan dalam pembuatan proposal ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen program studi sajana terapan kebidanan Universitas

Fort De Kock Bukittinggi yang telah memberikan ilmu

pengetahuan,bimbingan serta nasehat selama menjalani pendidikan.

i
7. Kepala Puskesmas Air Bangis beserta staf dan jajarannya yang telah

memberikan izin pada peneliti untuk melakukan survey data awal serta

mengmabil data yang diperlukan untuk membuat Proposal ini.

8. Teristimewa Untuk keluarga tercinta yang telah memberikan semanggat dan

dukungandalam penyusunan Proposal ini.

9. Semua sahabat dan rekan-rekan mahasiswa program studi sajana terapan

kebidanan Universitas Fort De Kock Bukittinggi yang sama-sama berjuang

dalam penyusunan Proposal ini.

10. Serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan

satu persatu.

Semoga ALLAH SWT memberikan Rahmad dan hidayah-Nya.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan Proposal ini masih jauh dari

kesempurnaan, untuk itu peneliti mengharapkan kritikan dan saran dari

pembaca sehingga kesempurnaan tersebut dapat terpenuhi. Akhir kata peneliti

ucapkan terimakasih, semoga Propoal ini dapat memberikan manfaat bagi kita

semua.

Bukittinggi, Maret 2022

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut WHO mayoritas dari semua kematian neonatal (75%)

tersebut terjadi selama minggu pertama kehidupan, dan sekitar 1 juta bayi

baru lahir meninggal dalam 24 jam pertama. Termasuk didalamnya kelahiran

premature, komplikasi terkait intrapartum (lahir dengan keadaan asfiksia atau

kegagalan bernafas), dan infeksi cacat lahir, hal ini yang menyebabkan

sebagian besar kematian pada neonatal pada tahun 2017 (WHO, 2020).

Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah bayi yang meninggal

sebelum mencapai usia tepat 1 tahun yang dinyatakan per 1000 kelahiran

hidup (UNICEF, 2020). AKB digunakan untuk mencerminkan tingkat

pembangunan kesehatan dari suatu negara serta kualitas hidup dari

masyarakat yang kemudian hal ini dituangkan dalam rumusan Sustainable

Development Goals (SDGs) tujuan ketiga untuk mencapai target yang

diharapkan yaitu salah satu indikatornya menurunkan Angka Kematian

Neonatal (AKN) setidaknya hingga 12 per 1000 kelahiran hidup pada tahun

2030.

Pada tahun 2015, sekitar 20 juta lebih bayi baru lahir, diperkirakan

14,6% dari semua bayi yang lahir secara global pada tahun tersebut,

menderita berat badan lahir rendah (BBLR) (UNICEF, 2019). Berdasarkan

data profil kesehatan Indonesia (2019) menunjukkan penyebab tertinggi

kematian neonatal adalah bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu
2

sebesar 7.150 (35,3%) kasus dan diikuti oleh bayi baru lahir dengan asfiksia

yaitu sebesar 5.464 (27,0%) kasus (Kemenkes RI, 2020).

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2020) kematian neonatal di

Provinsi Sumatera Barat tahun 2019 sebesar 582 kasus dan dari seluruh pulau

Sumatera, Provinsi Sumatera barat (2019) berada pada urutan ketiga angka

terjadinya bayi dengan berat badan lahir rendah yaitu sebesar 162 kasus

setelah provinsi Aceh dengan 193 kasus dan Sumatera Utara dengan 189

kasus (Kemenkes RI, 2020). Pada kota Padang penyebab utama kematian

bayi baru lahir adalah bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) sebanyak

28 kasus. Jumlah ini berdasarkan penyebab Utama, Kecamatan, dan

Puskesmas di kota Padang (Dinkes Padang, 2019).

Berdasarkan Data Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman Barat

Tahun(2019) angka kejadian ISPA yaitu 3.517 kasus (32,52 %). Dimana

kejadian tertinggi terjadi pada balita dengan jumlah kasus sebanyak 1.563

(50,2%) (Dinkes Kabupaten Pasan Barat, 2019).

Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan salah satu penyebab

utama morbiditas dan mortalitas pada balita didunia. Sekitar 6 juta anak di

bawah usia lima tahun meninggal setiap tahun di dunia, 95% diantaranya di

Negara berpenghasilan rendah dan sepertiga dari total kematian disebabkan

oleh ISPA. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa infeksi

saluran pernapasan menyumbang 6% dari total beban penyakit global,

Persentase ini lebih tinggi dibandingkan dengan beban penyakit diare, kanker,

infeksi human immunodeficiency virus (HIV), penyakit jantung iskemik atau

malaria (Larasari, 2021).


3

Berdasarkan Jurnal Internasional penelitian yang dilakukan oleh

Taksande, dkk. Tahun 2016 Di Rumah Sakit Pedesaan India Tengah tentang

faktor resiko ispa pada balita yang mana didapatkan hasil penelitian bahwa

terdapat hubungan signifikan antara ISPA dengan status gizi, status

imunisasi, penyapihan yang tertunda, pemberian makan sebelum menyusui,

hidup dalam kondisi penuh sesak, status keaksaraan ibu, berat badan lahir

rendah dan prematur. Di antara variabel lingkungan, ventilasi yang tidak

memadai, kondisi perumahan yang tidak tepat, paparan udara dalam ruangan

ditemukan polusi dalam bentuk pembakaran dari bahan bakar yang digunakan

untuk memasak menjadi faktor risiko signifikan terjadinya ISPA pada

balita.Kesimpulannya ISPA dipengaruhi oleh sosio-demografis dan sosial-

budaya faktor risiko, yang dapat dimodifikasi dengan intervensi

sederhana.Beragam faktor risiko yang diidentifikasi dalam penelitian ini

adalah kurangnya menyusui, kurang gizi, menunda penyapihan, kepadatan

dan pemberian makan prelaktal.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan anak terserang ISPA, yaitu

dari faktor agen penyebab, individu anak atau pejamu, dan faktor

lingkungan.Agen penyebab ISPA yaitu mikroorganisme seperti virus dan

bakteri. Faktor anak yang dapat meningkatkan resiko terkena ISPA seperti

berat badan anak sewaktu lahir kurang dari 2500 gram, status imunisasi yang

tidak lengkap, tidak diberikan vitamin A, status gizi anak rendah, dan

pemberian ASI yang tidak tepat pada anak. Faktor lingkungan seperti

kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat, dan paparan terhadap asap

rokok (Rahmi, 2018).


4

Berdasarkan hasil rekam medik Puskesmas Air Bangis 3 bulan

terakhir pada tahun 2021 dengan jumlah balita keseluruha adalah 2314 oramg

balita yang mana dari jumlah tersebut terdapa menderita ISPA yaitu balita

yang menderita ISPA pada bulan Oktober adalah sebanyak 81 orang balita,

bulan November adalah sebanyak 83 orang balita, dan bulan Desember

adalah sebanyak 79 orang ablita. Sedangkan balita yang imunisasi dasar

lengkap pada bulan Oktober hanya 1,0%, bulan November hanya 0,2%,

sedangkan bulan Desember hanya mencapai 1,9% (Puskesmas Air Bangis,

2021).

Berdasarkan hasil rekam medik Puskesmas Air Bangis, Kabupaten

Pasaman Barat pada Bulan Februari Tahun 2022. Peneliti melakukan survey

data awal dengan pengambilan data secara skunder, yang mana di dapatkan

data jumlah seluruh balita puskesmas air bangis bada bualn februari adalah

sebanyak 2737 orang dan balita 12 sd 48 bulan yang terkena ISPA berjumlah

104 orang. Dengan rincian yaitu jorong Pasar Satu balita yang terkena ISPA

pada bulan Februari tahun 2022 berjumlah 2 orang, jorong Pasar Muara 6

orang, jorong Kampung Padang Selatan 5 orang, jorong Kampung Padang

Utara 4 orang, jorong Pasar Baru Barat 5 orang, jorong Pasar Baru Utara 4

orang, jorong Pasar Baru Timur 3 orang, jorong Pasar Pokan 4 orang, jorong

Bunga Tanjung 3 orang, jorong Silawai Tengah 4 orang, jorong Silawai

Timur 7 orang, jorong Pigogah 4 orang, jorong Ranah Penantian 1 orang

jorong Pulau Panjang 5 orang, jorong Pasar Dua Suak 8 orang. Serta

Puskesma itu sendiri 39 orang balita.


5

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti bulan Februari pada

10 orang ibu balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Air Bangis, Kabupaten

Pasaman Barat Tahun 2022. Dari hasil wawancara terhadap ibu – ibu tersebut

di dapatkan bahwa balita mereka mengalami ISPA tersebut pada umumnya

imunasai tidak lengkap, imunisasi tidak lengkap ini kebnaykan karena orang

tua yang sibu bekerja serta jadwal imunisasi yang di tetapkan tenaga

kesehatan berdempetan dengan waktu mereka bekerja, sehingga mereka tidak

bisa mengajak anak balita mereka untuk memberikan imunisasi. Maka dari

hasil wawancara tersebut didapatkan bawah balita yang tidak mendapatkan

imunisasi dasar dengan lengkap lebih sering mengalamai ISPA. Apalagi di

tambah dengan cuaca yang tidak menentu.

Berdasarkan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih

lanjut mengenai Status Imunisasi dengan kejadian ISPA pada Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Air Bangis Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2022.

Penelitian ini dirasa perlu dilakukan pada ibu balita. Dengan adanya

penelitian ini dapat membantu berbagai pihak dalam melakukan promosi

kesehatan tentang penyakit ISPA pada balita.


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)

1. Defenisi

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah suatu penyakit

pernafasan akut yang ditandai dengan gejala batuk, pilek, serak,

demam, dan mengeluarkan ingus atau lendir yang berlangsung sampai

dengan 14 hari (Poetra, R. dan Nuryadin, A, 2021).

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) meliputi saluran

pernafasan bagian atas, yaitu hidung, telinga, tenggorokan bagian atas,

dan saluran pernafasan bagian bawah, yaitu laring, trakea, bronchiolis,

paru – paru (Poetra, R. dan Nuryadin, A, 2021).

2. Klasifikasi Penyakit ISPA

Adapun klasifikasi penyakit ISPA dibagi berdasarkan jenis dan derajat

keparahannya. Terdapat 3 klasifikasi ISPA yaitu :

a. ISPA ringan

Seorang anak dikatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan

satu/ lebih tanda – tanda sebagai berikut :

1) Batuk

2) Serak, anak bersuara parau pada waktu menangis atau

berbicara

3) Pilek
7

Keluarnya cairan dari telinga lebih 2 minggu tanpa rasa sakit pada

telinga.

b. SPA Sedang

Gejala – gejala yaitu jika dia menderita ISPA ringan ditambah

satu atau lebih gejala berikut :

1) Pernafasan cepat, lebih dari 50x/i

2) Pernafasan berbunyi seperti berdengkur

3) Pernafasan berbunyi seperti mencuit – cuit

4) Timbul bercak kemerah – merahan pada kulit.

c. ISPA berat

Gejala – gejala yaitu jika dia menderita ISPA ringan dan sedang

ditambah satu atau lebih gejala berikut :

1) Bibir atau kulit Nampak membiru

2) Pada waktu bernafas cuping hidung tampak kembang kempis

3) Anak tidak sadara (kesadaran menurun), misalnya acuh tak

acuh, terus tidur dan tidak bergerak.

(Poetra, R. dan Nuryadin, A, 2021).

3. Gejala Penyakit ISPA

Adapun beberapa gejala penyakit ISPA ringan, ISPA sedang dan

ISPA berat adalah sebagai berikut :

a. Gejala ISPA ringan

Adapun tanda atau gejala penyakit ISPA ringan yaitu Batuk, Serak,

yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara


8

(misalnya pada waktu berbicara atau menangis), Pilek yaitu

mengeluarkan lender atau ingus dari hidung, Panas atau demam,

suhu badan lebih dari 37ᵒC atau jika dahi anak diraba dengan

punggu tangan terasa panas.

b. Gejala ISPA sedang

Pernafasan lebih dari 50 kali/menit pada umur kurang dari satu

tahun atau lebih dari 40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih,

Suhu badan lebih dari 39ᵒC, Tenggorokan berwarna merah, Timbul

bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak, Telinga sakit

akan mengeluarkan nanah dari lubang telinga, Pernafasan berbunyi

seperti berdengkur, Pernafasan berbunyi seperti menciut-ciut.

c. Gejala ISPA berat

Bibir atau kulit membiru, Lubang hidung kembang kempis (dengan

cukup lebar) pada waktu bernafas, Anak tidak sadar atau

kesadarannya menurun, Pernafasan berbunyi mengorok dan anak

tampak gelisah, Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas,

Nadi cepat lebih dari 60 kali/menit atau tidak teraba, Tenggorokan

berwarna merah(Pangumpia, 2017).

4. Patofisiologi ISPA

Perjalanna klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya

virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran

pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran

nafas bergerak ke atas mendorong virus kea rah faring atau dengan
9

suatu tanggapan reflex spasmus oleh laring. Jika reflex tersebut gagal

amka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran

pernafasan (Poetra, R. dan Nuryadin, A, 2021).

5. Penyebab penyakit ISPA

Adapun menurut WHO pada tahun 2013,penyebab penyakit ISPA

yaitu.Sebagai berikut :

a. Kondisi lingkungan (misalnya, polutan udara,kepadatan anggota

keluarga, kelembaban, kebersihan, musim, temperature).

b. Ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah

pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran (Misalnya,

vaksin, akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas

ruang isolasi).

c. Faktor pejamu, seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan

pejamu menularkan infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi

sebelumnya atau infeksi serentak yang disebabkan oleh pathogen

lain, kondisi kesehatan umum.

d. Karakteristik pathogen, seperti cara penularan, daya tular, faktor

virulensi (misalnya, gen penyandi toksin) dan jumlah atau dosis

mikroba (ukuran inokulum).

ISPA disebabkan oleh beberapa besar golongan yaitu bakteri,

virus, rickettsia, yang dapat diperkirakan lebih dari 300 macam

kuman.Virus penyebab ISPA adalah micaplasma, pikornavirus,


10

korona virus, adenovirus, herpevirus, termasuk golongan

microvirus (virus influenza, virus para influenza dan virus

campak) dan lain – lain. Bakteri penyebab ISPA yaitu

streptococcus heamiliticus, heamofillus influensae,

staphylococcus, bordetella pertussis, pneumococcus, korine

bacterium dan sebagainya. ISPA especially the bottom 90 – 95 %

is expected due to the virus. In developing countries more bactetia

causing pneumonia ISPA bottom. ISPA terutama dibagian bawah

diperkirakan 90- 95 % disebabkan oleh virus. Dinegara – Negara

berkembang bakteri lebih abnyak menyebabkan ISPA bagian

bawah terutama pneumonia (Poetra, R. dan Nuryadin, A, 2021).

6. Pencegahan dan penatalaksanaan ISPA

Menurut WHO pada tahun 2013, upaya penatalaksanaan penderita

penyakit ISPA terdiri dari 4 bagian yaitu, sebagai berikut :

a. Pemeriksaan

b. Penentuan ada tidaknya tanda bahaya

c. Penentuan klasifikasi penyakit

d. Pengobatan dan tindakan

Adapun upaya pencegahan ISPA meliputi langkah dan tindakan

sebagai berikut :

a. Menjaga keadaan gizi balita agar tetap baik

b. Imunisasi secara lengkap


11

c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan serta sirkulasi

udara di sekitar rumah

d. Jangan merokok di dekat anak

e. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

f. Pengobatan segera.

Usia 1 sampai 5 tahun pada balita merupakan dalam daur

kehidupan dimana pertumbuhan tidak sepesat pada masa bayi

karena aktivitas mereka sangat banyak. Anak berumur diatas 2

tahun sampai 5 tahun mempunyai resiko terserang infeksi saluran

pernafasan akut dan juga pada anak dibawah 2 tahun sama

mempunyai resiko untuk terserang infeksi saluran pernafasan akut,

karena keadaan pada anak dibawah umur 2 tahun imunitasnya

belum sempurna dan lumen saluran nafasnya relative sempit

(Pangumpia, 2017).

7. Pembagian dari ISPA

a. Acute Viral Nasopharyngitis

1) Pengertian

Nasopharyngitis akut (setara dengan “common cold” disebabkan

oleh sejumlah virus, biasanya rhinoviruses, RSV, adenovirus,

virusfluensa, atau virus parainfluensa(Hartono, 2012).

2) Manfaat klinis

Gejala nasopharyngitis lebih parah pada bayi dan anak – anak

dari pada orang dewasa.Pada umumnya demam, terutama pada


12

anak kecil.Anak yang lebih besar memiliki demam ringan,

yang muncul pada waktu sakit. Pada anak – anak 3 bulan

sampai 3 tahun, demam tiba – tiba terjadi dan berkaitan dengan

mudah marah, gelisah, nafsu makan menurun, dan penurunan

aktivitas. Peradangan hidung dapat menyebabkan sumbatan

saluran, sehingga harus membuka mulut ketika

bernafas.Muntah dan diare mungkin juga muncul (Hartono,

2012).

3) Terapi Manajemen

Anak – anak dengan nasopharyngitis dikelola di

rumah.Tidak ada pengobatan spesifik, dan tidak ada pula

pemberian faksin secara efektif.Antipiretik diresepkan untuk

demam ringan dan rasa tidak nyaman.Istirahat dianjurkan

sampai anak tersebut bebas dari demam selama 1 hari.

Dekongestan dapat diresepkan untuk anak – anak dan bayi

lebih dari 6 usia bulan untuk meringankan hidung bengkak.

Pereda batuk mengandung dekstrometorfan dapat

diresepkan untuk batuk kering.Beberapa olahan mengandung

alcohol 22%, tidak boleh diberikan pada anak – anak muda

terus menerus dan harus disimpan dengan aman jauh dari anak

– anak.

Antihistamin sebagian besar tidak efektif dalam

pengobatan nasopharyngitis.Obat ini memiliki efek antropin –

seperti lemah yang mongering sekresi, tetapi mereka dapat


13

menyebabkan mengantuk atau, secara prodaks, memiliki efek

stimulasi pada anak – anak.

Pencegahan, nasopharyngitismenyebar sangat luas pada

masyarakat umum sehingga tidak mungkin untuk

mencegah.Anak – anak lebih rentan terhadap pilek karena

mereka belum mengenbangkan resistansi terhadap berbagai

jenis virus.Bayi adalah subjek yang sangat relevan, karena itu

upaya harus dilakukan untuk melindungi mereka dari paparan.

(Hartono, 2012).

4) Pertimbangan keperawatan

Dingin adalah pengenalan pertama dari orang tua untuk

mendeteksi penyakit pada bayi mereka.Ketidaknyamanan

sebagian besar nasopharyngitis berhubungan dengan obstruksi

hidung, terutama pada bayi kecil.Mengangkat sandaran kepala

pada tempat tidur atau matras, dapat membantu saluran

pengeluaran, penyedotan dan penguapan juga dapat

membantu.Obat tetes hidung dan alat penyedot dengan

semprot, biasanya sebelum menyusui, bisa berguna.

Orang tua diperintahkan untuk memberitahu ahli

kesehatan jika salah satu dari catatan berikut :

a) Sakit telinga

b) Pernafasan lebih dari 50 ke 60/m

c) Demam lebih dari 38,80C

d) Lesu
14

e) Meningkatkan iritabilitas, baik disertai dengan atau tidak

f) Batuk selama 2 hari atau lebih

g) Wheezing

h) Menangis

i) Menolak untuk makan

j) Gelisah dan susah tidur

Dukungan keluarga, dukungan dan kepastian

merupakan elemen penting dari perawatan untuk keluarga

anak – anak dengan ISPA. Karena ISPA sangat sering terjadi

pada anak – anak dengan usia kurang dari 3 tahun, keluarga

mungkin merasa mereka berada pada rotasi penyakit.

(Hartono, 2012).

b. Acute Streptococcal Pharyngitis

1) Pengertian

Grup A B-hemolytic streptococcus (GABHS) infeksi saluran napas

bagian atas bukan merupakan penyakit serius, tetapi efek bagi

anak merupakan resiko serius (Hartono, 2012).

2) Manfaat klinis

GABHS umumnya merupakan penyakit yang relative singkat yang

bervariasi dari subklinis untuk toksisitas parah.Awal mulanya

sering tiba – tiba dan ditandai dengan faringitis, sakit kepala,

demam, dan sakit perut.Amandel dan faring bisa meradang dan

ditutup dengan eksudat (50% to 80% penutupan) yang biasanya

muncul pada kedua penyakit (Hartono, 2012).


15

3) Evaluasi diagnos

Meskipun 80% samapi 90% dari semua kasus faringitis akut

adalah viral, budaya tenggorokan harus dilakukan untuk

menyingkirkan GABHS. Identifikasi cepat GABHS dengan alat

tes diagnostic adalah mungkin dalam pengaturan kantor atau

klinik. Namun, karena ini memiliki kepekaan dipertanyakan,

mereka belum mempertimbangkan untuk menjadi pengganti

budaya, dan budaya tenggorokan konfirmasi dianjurkan pada

pasien yang memliki hasil negkonservatif tes dengan tes diagnose

cepat (Hartono, 2012).

4) Manajemen Terapi

Jika infeksi tenggorokan streptococcal muncul, minum

pinicilin sesuai batas yang dianjurkan, untuk mengontrol akut

local manifestasi dan untuk memelihara batas yang cukup

setidaknya 10 hari untuk menghilangkan organisme yang mungkin

masuk. Menjaga asupan cairan yang cukup sangat penting selama

proses infeksi. Meskipun nafsu makan anak untuk makan padat

biasanya berkurang selama beberapa hari.Minum favorit penting

untuk mencegah dehidrasi.Cairan bisa dingin atau hangat,

tergantung pada preferensi individu.

Penicilin tidak bisa mencegah perkembangan

glomelonephtritis pada anak yang rentan, namun, dimungkinkan

mencegah penyebaran strain nephogenic GABHS kepada anggota

keluarga lainnya.
16

Intramuscular (IM) benzathine penicillin G juga

merupakan terapi yang tepat.Meskipun obat ini menjamin

konsentrasi darah yang cukup serta menghindari masalah

kesesuain, sangat menyakitakan dan bukan pilihan pertama untuk

anak – anak (Hartono, 2012).

5) Pertimbangan keperawatn

Perawat sering mendapat penyeka tenggorokan untuk kultur

dan mengintruksikan orang tua tentang pemberian penisilin dan

analgesic yang diresepkan. Kebanyakan anak lebih memilih untuk

tetap ditempat tidur selama fase akut penyakit.Kompres dingin

atau hangat pada leher dapat memberikan bantuan.

Orang tua harus waspada terhadap sisa nyeri, yang

mungkin bisa menyebabkan anak lemas untuk 1 atau 2 hari.Terapi

air hangat bisa membantu menghilangkan ketidaknyamanan.

Pencegahan tidak ada imunisasi untuk pencegahan penyakit

streptococcal.Organisme dapat menyebar jika terdapat kontak

dengan orang yang sedang terpapar penyakit ini – paparan

langsung dari tetesan atau transfer fisik sekresi pernafasan yang

mengandung organisme.

(Hartono, 2012).

c. Radang Amandel

1) Pengertian
17

Tonsil adalah bentuk dari jaringan lymphoid yang terletak di

rongga faring.Amandel menyaring dan melindungi saluran

pernafasan dan pencernaan dari serangan organisme

pathogen.Mereka juga berperan dalam pembentukan antibody,

meskipun ukuran amandel bervariasi, anak – anak umumnya

memiliki amandel besar dibandingkan remaja atau orang

dewasa.Perbedaan ini dianggap sebagai mekanisme perlindungi

karena anak – anak muda sangat rentan terhadap ISPA.

(Hartono, 2012).

ISPA adalah infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme

distruktur saluran nafas atas yang tidak berfungsi untuk pertukaran gas,

termasuk rongga hidung, faring dan laring, yang dikenal dengan ISPA

antara lain pilek, faringitis (radang tenggorokan), laringitis dan

influenza tanpa komplikasi (Fatmawati, 2018).

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran

pernapasan bagian bawah yang disebabkan oleh virus, jamur dan

bakteri. ISPA akan menyerang host apabila ketahanan tubuh

(immunologi) menurun pada bayi di bawah lima tahun dan bayi

merupakan salah satu kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh

yang masih rentan terhadap berbagai penyakit (Milo, 2015).

ISPA dapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu faktor individu anak,

faktor perilaku dan faktorlingkungan. Faktor individu anak meliputi:


18

umuranak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan status imunisasi.

Faktorperilaku meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA

pada bayiatau peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani

penyakit ISPA. Faktor lingkunganmeliputi: pencemaran udara dalam

rumah (asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk

memasak dengan konsentrasi yang tinggi),ventilasi rumah dan

kepadatan hunian (Milo, 2015).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) didefinisikan sebagai

penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh agen infeksius yang

ditularkan dari manusia ke manusia.Timbulnya gejala biasanya cepat,

yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari.Gejalanya

meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, pilek, sesak

nafas, mengi atau kesulitan nafas (WHO, 2007). ISPA adalah penyakit

saluran pernapasan akut dengan perhatian khusus pada radang paru

(pneumonia), dan bukan penyakit telinga dan tenggorokan yang

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, atau aspirasi (makanan, asap,

agen lain).

Sebagian besar ISPA disebabkan oleh infeksi, akan tetapi dapat

juga disebabkan oleh inhalasi bahan-bahan organik atau uap kimia dan

inhalasi bahan-bahan debu yang mengandung allergen. Adapun faktor

– faktor yang mempengaruhi resiko pekerja terkena ISPA dapat dibagi

menjadi tiga garis besar yaitu faktor karakteristik individu, perilaku

pekerja, faktor lingkungan.Karakteristik individu seperti umur, jenis

kelamin, lama kerja dan status gizi.Perilaku pekerja yaitu kebiasaan


19

merokok dan pemakaian APD masker.Faktor lingkungan meliputi

kelembaban, dan pencemaran udara yang di dalamnya meliputi

keberadaan perokok di dalam rumah (Wijayanti, 2018).

ISPA yang diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih

gejala demam, pilek, sakit tenggorokan, dan batuk kering atau

berdahak yang merupakan gejala awal dari terjadinya infeksi (Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).Penyakit ISPA sering

terjadi pada anak balita.Rentang waktu anak terkena penyakit batuk

dan pilek diperkirakan 3-6 kali per tahun, artinya seorang balita

ratarata dapat serangan batuk dan pilek sebanyak 3-6 kali dalam satu

tahun (Widoyono, 2011).ISPA adalah pembunuh utama anak balita di

dunia, jika dibandingkan dengan gabungan penyakit AIDS, malaria

dan campak (Putri, dkk. 2017).

B. Balita

1. Pengertian

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu

tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima

tahun (Rukiyah, 2013).

Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), Balita adalah

istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5

tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua

untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan.

Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik.Namun


20

kemampuan lain masih terbatas. Masa balita merupakan periode penting

dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan

pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan

dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang

di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan

pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa

keemasan.

Mendengar kata Balita maka yang ada dalam benak kita adalah

singkatan bawah lima tahun. Demi kesamaan persepsi kita dalam

membaca makalah Dini maka saya membatasinya sebagai bayi dan anak

yang berusia lima tahun kebawah. Selanjutnya kita sebut masa bayi dan

awal masa kanak – kanak, karena masing – masing memiliki ciri – ciri

khas yang berlainan. Kita akan lebih banyak membahas konsep

perkembangan dari pada konsep pertumbuhan. Dalam istilah psikologi,

perkembangan merupakan serangkaian perubahan yang progresif akibat

dari proses kematangan dan pengalaman. Dengan kata lain tidak sekedar

pertumbuhan fisik melainkan proses yang kompleks dan terintegrasi

(Marimbi. 2010).

2. Perkembangan Anak Balita

a. Personal social (kepribadian/ tingkah laku social).

Aspek yang berhubungan dangan kemampuan mandiri, bersosialisasi

dan berinteraksi dengan lingkungannya.

b. Fine motor adaptive (gerakan motoric halus)


21

Aspek yang behubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati

sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian – bagian tubuh

tertentu saja dan dilakukan otot – otot kecil, tetapi memerlukan

koordinasi yang cermat.Misalnya kemampuan untuk menggambar,

memegang suatu benda, dll.

c. Language (bahasa)

Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti

perintah dan berbicara spontan.

d. Gross motor (perkembangan motoric kasar)

Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. Ada

juga yang membagi perkembangan balita ini menjadi aspek

perkembangan seperti pada buku petunjuk program BKB :

1) Tingkah laku social

2) Menolong diri sendiri

3) Intelektual

4) Gerakan motoric halus

5) Komunikasi pasif

6) Gerakan motoric kasar

(Marimbi. 2010).

3. Tahap pertumbuhan balita

a. Tahap 1 – 2 tahun

1) Latih anak naik turun


22

2) Bermain dengan anak, menunjukan cara menangkap bola besar

dan melemparkannya kembali pada anak

3) Latih anak menyebutkan nama bagian tubuh dengan menunjuk

bagian tubuh anak, menyebutkan namanya, dan minta ia

menyebutkan kembali.

4) Beri kesempatan kepada anak untuk melepaskan pakaiannya

sendiri.

5) Latih keseimbangan tubuh anak dengan cara berdiri pada satu

kaki secara bergantian.

6) Latih anak menggambar bulatan, garis, segetiga, dan gambar

wajah.

7) Latih agar anak mau menceritakan apa yang dilihatnya.

8) Latih anak dalam hal kebersihan diri, seperti berkemih dan

defekasi pada tempatnya, namun jangan terlalu ketat.

9) Tahap 2 – 3 tahun

10) Latih anak melompat dengan satu kaki

11) Latih anak menyusun dan menumpuk balok

12) Latih anak mengenal bentuk dan warna

13) Latih anak dalam hal kebersihan diri, seperti mencuci tangan dan

kaki serta mengeringkan sendiri.

b. Tahap 3 – 4 tahun

1) Beri kesempatan agar anak dapat melakukan hal yang kira – kira

mampu dia kerjakan, misalnya melompat dengan satu kaki.


23

2) Latih anak cara memotong, menggunting gambar – gambar,

mulai dengan gambar besar

3) Latih anak mengancingkan baju

4) Latih anak dalam sopan santun, misalnya berterima kasih,

menerima tangan, dan sebagainya.

(Armini, 2017)

4. Deteksi dini balita

Ada tiga jenis deteksi dini tumbuh yang dapat dikerjakan oleh tenaga

kesehatan ditingkat puskesmas dan jaringannya, berupa :

a. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu untuk mengetahui /

menemukan status gizi kurang/ buruk dan mikro/ makrosefali.

b. Deteksi dini penyimpangan perkembangan, yaitu untuk mengetahui

gangguan perkembangan bayi dan balita (keterlambatan), ganguan

daya lihat, dan ganguandaya dengar.

c. Deteksi dini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk

mengetahui adanya masalah mental emosional, autism dan ganguan

pemusatan perhatian dan hiperaktivitas.

(Armini, 2017)

5. Tahap – tahap penilain perkembangan anak

a. Anamnes

Tahap pertama adalah melakukan anamnesis yang lengkap, karena

kelainan perkembangan dapat disebabkan oleh berbagai faktor,


24

dengan anamnesis teliti, maka salah satu penyebabnya dapat

diketahui.

b. Skrining ganguan perkembangan anak

Pada tahap ini dianjurkan digunakan instrumen – instrument untuk

skrining guna mengetahui kelainan perkembangan anak, misalnya

dengan menggunakan DDST, tes IQ, dan tes psikologi lainnya.

c. Evaluasi lingkungan anak

Tumbuh kembang anak adalah hasil interaksi antara faktor genetic

dengan lingkungan bio – fisio-psikososial.Oleh karena itu, untuk

deteksi dini, kita juga harus melakukan evalausi lingkungan anak

tersebut.Misalnya dapat digunakan HSQ.

d. Evaluasi penglihatan dan pendengaran anak

Tes penglihatan misalnya untuk anak umur kurang dari 3 tahun

dengan tes fiksasi, umur 25 – 3 tahun dengan kartu gambar dari

Allen dan di atas umur 3 tahun dengan huruf E. Juga diperiksa

apakah ada strabismus dan selanjutnya periksa kornea dan retinanya.

Sedangkan screening pendengaran anak, melalui anamnesis atau

menggunakan audiometer kalau alatnya.Di samping itu, dilakukan

juga pemeriksaan bentuk telinga, hidung, mulut, dan tenggorokan

untuk mengetahui adanya kelainan bawaan.

e. Evaluasi bicara dan bahasa anak

Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui apakah

kemampuan anak berbicara masih dalam batas – batas normal atau


25

tidak.Karena kemampuan berbicara menggambarkan kemampuan

SSP, endokrin, ada atau tidak adanya kelainan pada hidung, mulut

dan pendengaran, stimulasi yang diberikan, emosi, dsb.

f. Pemeriksaan fisik

Untuk melengkapi anamnesis dibutuhkan pemeriksaan fisik, agar

diketahui apabila terdapat kelainan fisik yang mempengaruhi

tumbuh kembang anak.Misalnya berbagai sindrom, penyakit jantung

bawaan, tanda – tanda penyakit defisiensi, dll.

g. Pemeriksaan neurologi

Dimulai dengan anamnesis masalah neurolgi dan keadaan – keadaan

yang diduga dapat megakibatkan gangguan neurologi, seperti trauma

lahir, persalinan yang lama, asfiksia yang berat, dll.Kemudian

dilakukan tes atau pemeriksaan neurologi yang teliti, maka dapat

membantu dalam diagnosis suatu kelainan, misalnya kalau ada lesi

intracranial, palsi serebralis, neuropati perifer, penyakit – penyakit

degenerative, dll.

h. Evaluasi penyakit – penyakit metabolisme

Salah satu penyebab ganguan perkembangan pada anak adalah

disebabkan oleh penyakit metabolism. Dari anamnesis dapat

dicurigai adanya penyakit metabolism apabila ada anggota keluarga

lainnya yang terkena penyakit yang sama. Adanya tanda – tanda

klinis seperti rambut pirang, dicurigai adanya PKU, ataksia yang

intermitten dicurigai adanya hiperamonemia, dll.

i. Integritas dari hasil penuaan


26

Berdasarkan anamnesis dan semua pemeriksaan tersebut di atas,

dibuat suatu kesimpulan diagnosis dari gangguan perkembangan

tersebut.Kemudian ditetapkan penatalaksanaannya, kemana

konsultasi dan prognosisnya.

j. Tes – tes perkembangan

Tes intelegensi individual (tae IQ), kecerdasan atau yang biasa

dikenal dengan IQ adalah istilah umum yang digunakan untuk

menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan,

seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah,

berfikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan

belajar.

k. Tes psikomotorik

Tes untuk mengukur domain psikomotor adalah tes untuk mengukur

penampilan atau kinerja yang telah dikuasai peserta didik. Dalam hal

ini dapat berupa :

1) Tes paper dan pencil

Walaupun bentuk aktivitasnya seperti tes tulis, namun yang

menjadi sasaran adalah kemampuan peserta didik dalam

menampilkan karya, missal berupa desain alat dan desain grafis.

2) Tes identifikasi
27

Tes ini lebih ditujukan untuk mengukur kemampuan peserta

didik dalam mengidentifikasi sesuatu hal, missal menemukan

bagian yang rusak atau yang tidak berfungsi dari suatu alat.

3) Tes simulasi

Tes ini dilakukan jika tidak ada alat sesungguhnya yang dapat di

pakai untuk memperagakan penampilan peserta didik, sehingga

dengan simulasi, tetap dapat dinilai apakah peserta didik sudah

mengausai keterampilan dengan bantuan peralatan tiruan.

4) Tes untuk kerja

Tes ini dilakukan dengan alat yang sesungguhnya dan tujuannya

untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai atau

terampil menggunakan alat tersebut.

5) Tes proyeksi

Dalam tes – tes ke pribadian dengan pendekatan proyektif,

individu memberikan respon pada stimulus yang tidak terstruktur

dan ambigu, dimana hal ini berbeda dengan objektif yang

memuat beberapa pertanyaan berstruktur.

6) Tes prilaku adaptif

Tes yang menentukan prilaku yang sehat sesuai dengan tuntutan

situasi dan bentuk respon yang diberkan oleh seorang anak.

(Armini, 2017)

B. Konsep Dasar Imunisasi

1. Pengertian
28

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak

diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit

tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit tetapi belum

tentu kebal terhadap penyakit yang lain (Kemenkes RI, 2015).

Imunisasi adalah suatu upaya untuk memberikan kekebalan bayi

dan anak dengan memasukan vaksin kedalam tubuh agar tubuh dapat

membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu supaya

bayi dan balita bertujuan supaya dapat tumbuh dalam keadaan sehat

(Zuhriyah, 2015).

Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi

dan anak terhadap penyakit tertentu. Imunisasi adalah suatu cara untuk

meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap antigen

sehingga bila kelak terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi

penyakit. Imunisasi adalah memberikan vaksin ke dalam tubuh berupa

bibit penyakit, yang dilemahkan yang menyebabkan tubuh

memproduksi antibody tetapi tidak menimbulkan penyakit, bahkan

anak menjadi kebal (Rudianto. 2013).

Kata imun berasal dari bahasa latin (immunitas) yang berarti

pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada senataor romawi

selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warga

Negara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini

kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi

perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap

penyakit menular (Rukiyah, dkk. 2013).


29

2. Landasan Hukum

Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 pasal 21 (3) Pelayanan

imunisasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi

Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis-

B (DPT-HB), Polio, dan Campak (BPJS Kesehatan, 2014).

3. Tujuan Imunisasi

Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada

seseorang.Menghilangkan penyakit tertentu pada populasi.Untk

memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah penyakit

dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang

sering berjangkit.

4. Manfaat Imunisasi

a. Untuk mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan

kemungkinan cacat atau kematian.

b. Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi

pengobatan bila anak sakit.

c. Untuk Negara : Negara memperbaiki tingkat kesehatan,

menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan

pembangunan Negara.
30

5. Pelaksanaan

a. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama melayani balita untuk

diberikan imunisasi dasar

b. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama mencatat dan melaporkan

pelayanan Imunisasi balita peserta BPJS Kesehatan kepada

KC/KOK BPJS Kesehatan.

c. BPJS Kesehatan melakukan rekapitulasi dan membuat laporan

penggunaan vaksin kepada pemerintah dan/atau pemerintah daerah

(BPJS Kesehatan, 2020).

6. Faktor – faktor yang berhubungan dengan imunisasi

a. Faktor – faktor yang berhubungan dengan imunisasi menurut teori

Blum, yaitu dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat, dalam hal ini untuk mencapai status imunisasi dasar

lengkap, perlu diperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhinya.

Teori Blum menjelaskan faktor yang mempengaruhi status imunisasi

dasar lengkap yaitu :

1) Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar

manusia atau di luar diri manusia, yang dapat mempengaruhi

kehidupan individu dan masyarakat Manusia memiliki hubungan

timbal balik dengan lingkungan yang berkaitan dengan interaksi

dengan bagian-bagiannya.
31

a) Lingkungan biologi

Terdiri atas organisme-organisme hidup yang berada di

sekitar manusia. Seperti bakteri, jamur, lalat, dan nyamuk.

b) Lingkungan Fisik

Terdiri atas benda-benda tidak hidup yang berada di sekitar

manusia. Yang termasuk kedalam lingkungan fisik antara

lain kondisi rumah dan daerah tempat tinggal. Lingkungan

fisik tersebut memiliki pengaruh terhadap tercapainya status

imunisasi yang optimal karena variabel tersebut masuk ke

dalam unsur-unsur pembentuk lingkungan sehat dan

berpengaruh terhadap akses ke pelayanan kesehatan.

c) Lingkungan ekonomi

Merupakan interaksi yang terjadi antara manusia dengan

faktor sosial, ekonomi, dan budaya. Beberapa contoh

lingkungan sosial ekonomi antara lain status perkawinan,

tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan pendapatan.

Lingkungan sosial ekonomi ini sangat mempengaruhi

kesejahteraan manusia. Lingkungan yang kurang baik atau

tidak menguntungkan dapat memberikan dampak negatif

terhadap pencapaian status imunisasi dasar lengkap.

Sebaliknya, lingkungan yang baik memiliki peran yang besar

dalam meningkatkan cakupan status imunisasi dasar lengkap.

2) Prilaku
32

Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor

lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok,

atau masyarakat. Perilaku (manusia) adalah kegiatan atau

aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsun maupun yang

tidak dapat diamati secara langsung. Prilaku juga merupakan

respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus.

3) Hereditas

a) Umur

Umur seseorang mempengaruhi masalah kesehatan yang

akan diderita dan biasanya suatu masalah kesehatan

mengolompok pada umur tertentu.

b) Jenis kelamin

Jenis kelamin dibedakan menjadi dua yaitu perempuan dan

laki-laki. Secara umum kedua jenis kelamin berpotensi untuk

mengalami masalah kesehatan namun di beberapa daerah, isu

gender masih menjadi masalah sehingga terdapat perbedaan

perilaku terhadap balita perempuan dibandingkan dengan

balita laki-laki.

(Fitri, Arini. 2018).

7. Faktor yang Mempengaruhi Imunisasi

a. Status imunisasi penjamu

1) Adanya Ab spesifik pada penjamu keberhasilan vaksinasi.

2) Maturasi imunologi
33

3) Pembentukan Ab spesifik terhadap Ag kurang hasil vaksinasi

ditunda sampai umur 2 bulan.

4) Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal

secara simultan , bayi diimunisasi.

5) Frekuensi penyakit

6) Status imunologik.

b. Genetik

Secara genetic respon imun manusia terhadap Ag tertentu baik,

cukup, rendah keberhasilan vaksinasi tidak 100%.

c. Kualitas vaksin

1) Cara pemberian

2) Dosis vaksin

3) Frekuensi pemberian

4) Ajuvan

5) Jenis vaksin

6) Kandungan vaksin

8. Penyelenggaraan Imunisasi

Anda sudah banyak mendengar tentang imunisasi, tahukah Anda siapa

sajakah yang bisa memberikan pelayanan imunisasi? Yang dapat

melaksanakan pelayanan imunisasi adalah pemerintah, swasta, dan

masyarakat, dengan mempertahankan prinsip keterpaduan antara pihak

terkait. Penyelenggaraan imunisasi adalah serangkaian kegiatan


34

perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi kegiatan imunisasi

(Kemenkes RI, 2015).

9. Imunisasi Dasar

a. BCG

1) Berupa vaksin kering : kuman hidup dari biakan Bacillus

Calmette.

2) Dosis : bayi < 1th (0,05 cc), > 1 th (0,1 cc)

3) 1 ampul dilarutkan 4 cc sodium chloride physiological solution

(80 dosis)

4) Segera dipakai dlm wkt 3 jam

5) Cara & t4 insersi :

a) lntrakutan lengan kanan atas M. Deltoid, why?

b) IC sgt superfisial dg diameter lepuh(wheal) 8-10 mm

6) Mudah dilakukan

b. Hepatitis B

1) Jadwal pemberian saat bayi lahir

a) HBs Ag ibu negatif/tdk diket, HepB-1 dlm 12 jam tp jk tyt

dlm perjln berikutnya di ket HbsAg (+) mk di inj HepB

imunoglobulin (HBIg)

b) HBsAg ibu (+), inj HepB-1 dan HBIg scr bersamaan dosis

0,5 cc dlm 12 jam

2) Jadwal lanjutan

a) HepB-2 interval 4 mgg


35

b) HepB-3 interval 2-5 bln (paling baik 5 bln)

c. DPT

1) Ada 2 jenik vaksin : DTwP (whole-cell pertusis), DTaP

(acelluler pertusis), Yg dipakai selama ini adalah DTwP.

2) Jadwal imunisasi dasar :

a) Diberikan 3 kali

b) DTP-1 : 2 bln

c) Interval : 4-8 mgg (terbaik 8 mgg)

3) Jadwal ulangan/booster

a) DTP-4 : 1 th stl DTP-3,

b) DTP-5 : usia 5 th sebaiknya DTaP

d. Tetanus

a) Dosis : 0,5 cc

b) DTP primer : 3 kali merlindungi 1- 3 th, setaraTT-2

c) Booster usia 18-24 bln (DTP-4) : memperpanjang imunitas 5 th

(6-7 th), setaraTT-3

d) DTP/Td 5 : imunitas 10 th (17-18 th), setaraTT-4

e) DT/Td 6 : imunitas 20 th/seumur hidup, setaraTT-5

f) Sisa vaksin dpt dipakai dlm 4 mg

e. Polio

a) Terdpt 2 jenis vaksin :oral (OPV) dan injeksi (IPV)

b) Diberikan scr bergantian

c) Dpt diberikan bersamaan dg DTP, campak


36

d) IVP Dpt diberikan tersendiri/kombinasi (DTaP/IVP,

DTaP/IVP/Hib)

e) Jadwal :

1) imunisasi primer : 4 kali

2) interval 4-6 mgg

3) booster : 1 th dr polio-4 selanjutny saat masuk SD

f. Campak

a) Vaksin beku kering berwarna kekuningan

b) 1 vial dilarutkan dg water for injection 5 cc (20 dosis)

c) Ada wabah campak dpt diberikan usia 6 bln & suntikan

ulangan 6 bln kemudian.

d) Booster (second opportunity) : 6-59 bln dan SD kls 1-6, rutin

pd BIAS kls 1.

e) Efek samping : sakit ringan, bengkak, demam febris convulsion

f) Kontraindikasi : malnutrisi, bumil, infeksi akut+ demam,

defisiensi imunologik, kerentanan tinggi thd protein telur

10. Hal – Hal yang Merusak Vaksin dan Komposisi Vaksin

a. Panas dapat merusak semua vaksin

b. Sinar matahari dapat merusak BCG

c. Pembekuan toxoid

d. Desinfeksi/antiseptic : sabun

(Rudianto. 2013).
37

11. Jadwal Pemberian Imunisasi

Tabel 2.1
Jadwal Pemberian Imunisasi
Jenis Vaksin Jumlah Selang Waktu Sasaran
Vaksinasi Pemberian
BCG 1 kali Bayi 0-11 bulan
DPT 3 kali (DPT 1, 4 minggu Bayi 2 -11 bulan
2, 3)
Polio 3 kali (polio 1, 4 minggu Bayi 2-11 bulan
2, 3)
Campak 1 kali 4 minggu Anak 9-11 bulan
DT 2 kali 4 minggu Anak kelas I SD
wanita
TT 2 kali 4 minggu Anak kelas VI SD
wanita
Sumber : Rukiyah, dkk. (2013)

12. Cara Kerja Vaksin

Secara umum vaksin bekerja dengan merangsang pembentukan

kekebalan tubuh secara spesifik terhadap bakteri/ virus penyebab

penyakit tertentu. Sehingga apabila terpapar, seorang akan bisa

terhindar dari penularan ataupun sakit berat akibat penyakit tertentu

(Kemenkes RI, 2020).


38

C. Kerangka Teori

Skema 2.1
Kerangka Teori

a. Umur Anak
b. Berat Badan
Lahir
c. Status Gizi
d. Vitamin A
e. Status
Imunisasi

Lingkungan Individu Anak Prilaku

Kejadian
ISPA
39

a. Pencemaran
Udara dalam
Rumah
b. Kepadatan Pecegahan dan
Hunian Penanggulanga
c. Ventilasi n ISPA
Rumah

Sumber :Modifikasi Zolanda, dkk (2021), Berdasarkan teori Blum dalam

Penelitian Arini Fitri (2018), Hartono (2012).

Anda mungkin juga menyukai