Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS KELOLAAN

ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS PADA BAYI “S”


DENGAN MTBM DI PUSKESMAS DESA GEDANG
KOTA SUNGAI PENUH

NAMA
NIM

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROFESI PENDIDIKAN BIDAN


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS FORT DE KOCK
BUKITTINGGI
2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS PADA BAYI “S”


DENGAN MTBM DI PUSKESMAS DESA GEDANG
KOTA SUNGAI PENUH

Oleh :

Telah diseminarkan di depan penguji


Pada tanggal :

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

(Sinda Putri, S.Tr,Keb) (Wahyuni, S.ST, M.Biomed)

Ketua Prodi Kebidanan


Universitas Fort De Kock

(Febriniwati Rifdi, S.ST, M.Biomed)


DAFTAR ISI

COVER
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Neonatus
B. Asuhan Neonatus
BAB III TINJAUAN KASUS
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala


rahmat dan hidayah-Nya, sehingga akhirnya penulis berhasil menyelesaikan
laporan kasus Siklus Asuhan Kebidanan Fisiologis Holistik Neonatus, Bayi,
Balita dan Anak Pra Sekolah Pada By. Ny. “S” dengan MTBM Di Puskesmas
Desa Gedang Kota Sungai Penuh. Dengan limpahan rahmat, karunia dan
petunjuknya, Salawat dan salam untuk Rasul mulia Muhammad SAW. Laporan
kasus Kelolaan ini dibuat sebagai salah satu tugas pada Program Studi Profesi
Kebidanan Fakultas Kesehatan Universitas Fort De Kock.
Dalam penyelesaian Laporan kasus kelolaan ini penulis mendapat
bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada Clinical Intruktur lapangan dan
akademik.
Penulis menyadari bahwa Laporan kasus kelolaan ini masih jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang penulis
miliki. Untuk itu dengan hati terbuka penulis menerima saran atau kritikan yang
bersifat membangun demi kesempurnaan laporaan ini. Akhirnya penulis berharap
laporan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua, khususnya penulis
sendiri.

Sungai Penuh, November 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

a. LATAR BELAKANG
Menurut Adetola et al., 2011 dalam jurnal (Mafticha, 2016), dua puluh
delapan hari pertama kehidupan atau periode neonatal merupakan periode
kehidupan yang rawan, dimana bayi rentan terhadap penyakit dan kematian.
Sebagian besar kematian neonatal dapat dicegah dengan pemberian paket
pelayanan minimum neonatal. Secara global hampir 3 juta neonatus meninggal
setiap bulan selama bulan pertama kehidupan (Lunze et al., 2015), 1,2 juta
diantaranya terjadi di India dan menyumbang lebih dari seperempat kematian
neonatal di dunia (Srivastava et al., 2010). Hal tersebut terjadi karena kurangnya
perawatan yang tepat (Zuraida, 2018). Bahkan proporsi kematian neonatal di
Uganda meningkat dari 22% pada tahun 1990 menjadi 33% pada tahun 2012
(Waiswa et al., 2015). Pada tahun 2013 sekitar 73% kematian neonatal terjadi
pada tujuh hari kehidupan dengan jumlah sekitar dua juta orang, 16% terjadi pada
hari pertama kehidupan dengan jumlah sekitar satu juta orang (UNICEF, 2013).
Hampir sekitar 99% kematian neonatal terjadi di negara berkembang, dimana dua
pertiganya terjadi di Afrika dan Asia Tenggara (Adetola et al., 2011 dalam jurnal
(Mafticha, 2016). Hal serupa disampaikan pula oleh Paudel bahwa kematian
neonatal terjadi di negara berkembang, termasuk tiga perempatnya terjadi di Asia
Selatan dan Afrika (Paudel et al., 2019) dan penurunan angka kematian neonatal
dinilai lebih lambat dibandingkan dengan Angka kematian bayi (AKB) (Khatri et
al., 2016). AKB di Indonesia dalam periode lima tahun (2010- 2015) sebesar 32
per 1.000 kelahiran hidup dimana 60% kematian bayi terjadi selama periode
neonatal. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012 Angka Kematian Neonatal (AKN) sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup.
Angka ini sama dengan AKN berdasarkan SDKI tahun 2007 (Kemenkes RI,
2017). Menurut Utomo, dkk (2016) AKN di Indonesia merupakan yang tertinggi
diantara negara-negara ASEAN dengan penurunan yang relatif sangat lambat
yaitu sebesar 20 per 1.000 kelahiran hidup . Hal tersebut berarti dalam setiap jam
terdapat 10 kematian neonatal. Keadaan tersebut diakibatkan oleh penyebab
utama kematian yang sebenarnya dapat dicegah melalui pendekatan deteksi dini
dan penatalaksanaan yang tepat serta dukungan faktor ketrampilan tenaga
kesehatan khususnya penanganan neonatal serta pelayanan kesehatan bayi yang
berkualitas.
AKB merupakan indikator yang sensintif terhadap ketersediaan, kualitas
dan pemanfaatan pelayanan kesehatan terutama pelayanan perinatal (Maria, 2014)
dimana hal senada juga disampaikan oleh Nugraheni et al., 2016 bahwa salah satu
indikator kematian anak yang dianggap penting adalah AKB karena merupakan
indikator status kesehatan masyarakat dan ndikator kesejahteraan suatu daerah
atau negara.
AKN merupakan jumlah kematian bayi umur kurang dari 28 hari (0-28
hari) per 1.000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKN
menggambarkan tingkat pelayanan kesehatan ibu dan anak. Semakin tinggi AKN,
berarti semakin rendah tingkat pelayanan kesehatan ibu dan anak (Kemenkes RI,
2014).
Masalah utama neonatal adalah karena masa ini merupakan masa kritis,
sangat rentan, mudah menjadi sakit, jika sakit sulit dikenali, cepat memburuk dan
dapat terjadi kematian. Sebagian besar penyebab kematian neonatal dapat dicegah
dan diobati dengan biaya murah dan efektif. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut, WHO dan UNICEF merancang strategi Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) yang diperluas sehingga mencakup Manajemen Terpadu Bayi Muda
(MTBM) umur kurang dari 2 bulan baik dalam keadaan sehat maupun sakit,
dimana unsur penting dalam MTBM adalah manajemen kasus terintegrasi yang
berfokus pada penyebab utama kematian bayi (Haileamlak et al., 2010). MTBM
merupakan standar tatalaksana bayi muda usia kurang dari 2 bulan. Salah satu
penyebab pelaksanaan MTBM belum sesuai target dan harapan adalah karena
ketidakpatuhan petugas dalam melaksanakan kunjungan neonatal dengan
pendekatan MTBM (Hariyani, 2014). Kunjungan neonatal (KN) menggunakan
algoritma MTBM dinilai cost effective untuk menurunkan angka kematian
neonatal 30-60% (Iraningsih & Azinar, 2017). Bahkan lebih dari dua pertiga dari
kematian bayi baru lahir bisa dicegah dengan intervensi yang relatif murah dan
intervensi berteknologi rendah (Paudel et al., 2017). Senada dengan hasil
penelitian Taneja et al bahwa pelaksanaan MTBM pada kelompok intervensi
mengakibatkan penurunan kematian neonatal dan bayi 15% lebih rendah daripada
kelompok kontrol (Taneja et al., 2015).
Hasil penelitian kualitatif Jamhariyah (2013) menyebutkan bahwa
sebagian besar bidan desa belum melaksanakan kunjungan neonatal sesuai dengan
standar, bidan hanya mengukur suhu dan menimbang berat badan saja, tidak
membawa peralatan dengan lengkap, tidak mencatat hasil pemeriksaan
(Jamhariyah, 2013).
Dampak kekurangtahuan dan ketidakpatuhan bidan desa dalam
menerapkan langkah-langkah MTBM pada kunjungan neonatal menyebabkan
proses penilaian tidak lengkap, klasifikasi tidak tepat, pemberian tindakan tidak
sesuai, serta konseling menjadi sangat singkat. Hal ini mengakibatkan proses
deteksi dini, penanganan, pencegahan terhadap suatu penyakit, atau tanda bahaya
tidak dapat berjalan dengan baik, sehingga angka komplikasi dan kematian
neonatal mengalami peningkatan.
Kemenkes RI (2013) menyatakan hambatan dalam penerapan MTBM
dapat disebabkan karena beberapa hal yaitu modul atau komponen tentang
penerapan manajeman terpadu tidak dibaca atau dipelajari dengan
sungguhsungguh, kurangnya bimbingan dan dukungan pimpinan puskesmas,
jumlah tenaga terlatih tidak sebanding dengan jumlah pasien, bayi baru lahir
cukup banyak sehingga kunjungan neonatal tidak maksimal, sementara tugas
bidan sangat banyak serta petugas merasa belum percaya diri terhadap
kemampuanya terhadap kemampuannya dalam menerapkan manajeman terpadu
bayi dan balita sakit.
Tantangan utama pelaksanaan MTBS di fasilitas kesehatan di Mwanza,
Tanzania adalah cakupan pelatihan petugas kesehatan yang rendah, kurangnya
obat esensial, kurangnya onsite mentoring dan kurangnya penyegaran dan
pengawasan terhadap pelaksanaan MTBS (Kiplagat et al., 2014), senada dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Gerensea bahwa konsistensi pelaksanaan
MTBM ada sebanyak 62,8% kasus dapat diklasifikasikan dengan benar dan ada
37,2% kasus diklasifikasikan salah, 42,7% kasus diobati dengan benar dan 57,3%
kasus tidak diberikan pengobatan dengan benar, dan hanya ada 24, 7% kasus
diberikan pesan untuk datang pada waktu yang tepat sedangkan 75,3% kasus
diberikan pesan untuk datang dengan tidak tepat waktu (Gerensea et al., 2018).
Berdasarkan dari uraian masalah diatas, penulis tertarik untuk menyusun Laporan
kasus Asuhan Kebidanan Neonatus Pada Bayi “S” Di Puskesmas Desa Gedang
Kota Sungai Penuh.

b. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana memberikan Asuhan Kebidanan Neonatus Pada Bayi “S” Di
Puskesmas Desa Gedang Kota Sungai Penuh.

c. TUJUAN PENULISAN
1) Tujuan Umum
Untuk dapat melakukan Asuhan Kebidanan Neonatus Pada Bayi “S” Di
Puskesmas Desa Gedang Kota Sungai Penuh.
2) Tujuan Khusus
a. Untuk dapat melakukan pengkajian data subjektif
b. Untuk dapat melakukan pengkajian data objektif
c. Untuk dapat melakukan assesment
d. Untuk dapat melakukan Pelaksanaan asuhan kebidanan
e. Untuk dapat melakukan Pendokumentasi

d. MANFAAT
1) Manfaat Teoritis
Laporan ini dapat menambahkan pengetahuan, pengalaman, dan wawasan, serta
bahan dalam penerapan asuhan kebidanan pada neonatus.
2) Manfaat Praktis
a. Bagi Dinas Kesehatan
Diharapkan dapat menjadi masukan untuk dinas kesehatan, agar
dapat menjadi pertimbangan dan peningkatan kualitas meningkatkan
pelayanan kesehatan pada neonatus.
b. Bagi keluarga
Diharapkan dapat mendukung pasien untuk menjalani aktivitas
sehari-hari dan meningkatkan kondisi kesehatan pada neonatus.
c. Bagi pasien
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam menghadapi
ketidaknyamanan pada neonatus.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. KONSEP NEONATUS
1) Pengertian neonatus
Neonatus adalah bayi yang lahir dengan berat lahir antara 2500 –
4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan
congenital (cacat bawaan) yang berat (Marmi dan Kukuh 2012).
Neonatus perlu menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterine ke
kehidupan ekstrauterin. Tiga faktor yang memengaruhi perubahan fungsi
ini yaitu maturasi, adaptasi dan toleransi. Maturasi mempersiapkan fetus
untuk transisi dari kehidupan intrauterine ke kehidupan ekstrauterin dan
ini berhubungan lebih erat dengan masa gestasi dibandingkan dengan berat
badan lahir. Adaptasi diperlukan oleh neonatus untuk dapat tetap hidup
dalam lingkungan baru yang dibandingkan dengan lingkungan selama
menjadi fetus, kurang menyenangkan. Toleransi yakni kemampuan tubuh
bertahan terhadap kondisi-kondisi abnormal seperti hipoksia,
hipoglikemia, dan perubahan pH yang dramatis dimana fatal bagi orang
dewasa tetapi tidak bagi bayi. Toleransi dan adaptasi berbanding terbalik
bila dibandingkan dengan maturasi. Makin matur neonatus, makin baik
adaptasinya tetapi makin kurang toleransinya (Hassan R, 2015).
2) Tanda-tanda neonatus normal
Tanda-tanda neonatus normal adalah appearance color (warna
kulit) seluruh tubuh kemerahan, pulse (denyut jantung) >100 x/menit,
grimace (reaksi terhadap rangsangan) menangis/batuk/bersin, activity
(tonus otot) gerakan aktif, respiration (usaha nafas) bayi menangis kuat.
(Rukiyah 2012).
Kehangatan tidak terlalu panas (lebih dari 38°C) atau terlalu dingin
(kurang dari 36°C), warna kuning pada kulit (tidak pada konjungtiva),
terjadi pada hari ke-2 sampai ke-3 tidak biru, pucat, memar. Pada saat
diberi makan, hisapan kuat, tidak mengantuk berlebihan, tidak muntah.
Tidak juga terlihat tanda-tanda infeksi seperti tali pusat merah, bengkak,
keluar cairan, berbau busuk, berdarah. Dapat berkemih selama 24 jam,
tinja lembek, sering hijau tua, tidak ada lendir atau darah pada tinja, bayi
tidak menggigil atau tangisan kuat, dan tidak terdapat tanda: lemas,
mengantuk, lunglai, kejangkejang halus tidak bisa tenang, menangis terus-
menerus (Rukiyah 2012).
3) Asuhan Kebidanan Neonatus
a. Penilaian neonatus
Pengkajian pertama pada seorang bayi dilakukan pada saat lahir
dengan menggunakan nilai Apgar dan melalui pemeriksaan fisik
singkat. Bidan atau penolong persalinan menetapkan nilai Apgar.
Pengkajian usia gestasi dapat dilakukan dua jam pertama setelah
lahir. Pengkajian fisik yang lebih lengkap diselesaikan dalam 24 jam
(Wijayarini, Maria A dan Anugrah, Peter I 2015).
Cara mengkaji nilai Apgar adalah sebagai berikut (Sondakh, Jenny
J.S 2013) :
 Observasi tampilan bayi, misalnya apakah seluruh ubuh bayi
berwarna merah muda (2), apakah tubuh merah muda, tetapi
ekstremitas biru (1), atau seluruh tubuh bayi pucat atau biru (0).
 Hitung frekuensi jantung dengan memalpasi umbilicus atau meraba
bagian atas dada bayi di bagian apeks 2 jari. Hitung denyutan
selama 6 detik, kemudian dikalikan 10. Tentukan apakah frekuensi
jantung >100 (10 denyut atau lebih pada periode 6 detik kedua) (2),
<100. (<10 denyut dalam 6 detik) (1), atau tidak ada denyut (0).
Bayi yang berwarna merah muda, aktif, dan bernapas cenderung
memiliki frekuensi jantung >100.
 Respons bayi terhadap stimulus juga harus diperiksa, yaitu respons
terhadap rasa haus atau sentuhan. Pada bayi yang sedang
diresusitasi, dapat berupa respons terhadap penggunaan kateter
oksigen atau pengisapan. Tentukan apakah bayi menangis sebagai
respons terhadap stimulus (2), apakah bayi mencoba untuk
menangis tetapi hanya dapat merintih (1), atau tidak ada respons
sama sekali (0).
 Observasi tonus otot bayi dengan mengobservasi jumlah aktivitas
dan tingkat fleksi ekstremitas. Adakah gerakan aktif yang
menggunakan fleksi ekstremitas yang baik (2), adakah fleksi
ekstremitas (1), atau apakah bayi lemas (0).
 Observasi upaya bernapas yang dilakukan bayi. Apakah baik dan
kuat, biasanya dilihat dari tangisan bayi (2), apakah pernapasan
bayi lambat dan tidak teratur (1), atau tidak ada pernapasan sama
sekali (0).
Sedangkan prosedur penilaian Apgar adalah sebagai berikut
(Sondakh, Jenny J.S 2013) :
 Pastikan bahwa pencahayaan baik, sehingga visualisasi warna
dapat dilakukan dengan baik, dan pastikan adanya akses yang baik
ke bayi.
 Catat waktu kelahiran, tunggu 1 menit, kemudian lakukan
pengkajian pertama. Kaji kelima variabel dengan cepat dan
simultan, kemudian jumlahkan hasilnya.
 Lakukan tindakan dengan cepat dan tepat sesuai dengan hasilnya,
misalnya bayi dengan nilai 0-3 memerlukan tindakan resusitasi
dengan segera.
 Ulangi pada menit kelima. Skor harus naik bila nilai sebelumnya 8
atau kurang.
 Ulangi lagi pada menit kesepuluh.
 Dokumentasikan hasilnya dan lakukan tindakan yang sesuai.
Tabel 2.8 Tanda APGAR Bayi Baru Lahir

Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 Akronim

warna kulit
warna kulit
tubuh normal
tubuh, tangan,
merah muda,
seluruhnya dan kaki
Warna kulit tetapi tangan Appearance
biru normal merah
dan kaki
muda, tidak
kebiruan
ada sianosis
(akrosianosis)
Denyut jantung tidak ada <100 kali/menit >100 kali/menit Pulse

tidak ada meringis/ meringis/


Respons
respons menangis bersin/batuk saat
Grimace
terhadap lemah ketika stimulasi
refleks
stimulasi distimulasi saluran napas

lemah/tidak
Tonus otot sedikit gerakan bergerak aktif Activity
ada

menangis kuat,
lemah atau
Pernapasan tidak ada pernapasan baik Respiration
tidak teratur
dan teratur

Interpretasi:
 Nilai 1-3 asfiksia berat,
 Nilai 4-6 asfiksia sedang,
 Nilai 7-10 asfiksia ringan.
Hasil nilai APGAR skor dinilai setiap variabel dinilai dengan 0, 1,
dan 2 nilai tertinggi adalah 10, selanjutnya dapat ditentukan keadaan bayi
sebagai berikut :
 Nilai 7-10 menunjukkan bahwa bayi dalam keadaan baik (Vigrous
baby)
 Nilai 4-6 menunjukkan bayi mengalami depresi sedang dan
membutuhkan tindakan resusitasi
 Nilai 0-3 menunjukkan bayi mengalami depresi serius dan
membutuhkan resusitasi segera sampai ventilasi (Walyani dan
Purwoastuti, 2015).

b. Membersihkan jalan nafas (Prawirohardjo, 2010)


Bayi normal menangis spontan segera setelah lahir. Apabila bayi
tidak langsung menangis, penolong segera membersihkan jalan napas
dengan cara sebagai berikut:
 Letakkan bayi pada posisi terlentang di tempat yang keras dan
hangat
 Gulung sepotong kain dan letakkan di bawah bahu sehingga leher
bayi lebih lurus dan kepala tidak menengkuk. Posisi kepala diatur
lurus sedikit tengadah ke belakang
 Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokan bayi dengan jari
tangan yang dibungkus kasa teril
 Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau gosok kulit
bayi dengan kain kering dan kasar. Dengan rangsangan ini biasanya
bayi segera menangis
c. Mempertahankan suhu tubuh bayi (Prawirohardjo, 2010)
Pada waktu baru lahir, bayi belum mau mengatur tetap suhu
badannya, dan membutuhkan pengaturan dari luar untuk membuatnya
tetap hangat. Bayi baru lahir harus dibungkus hangat. Suhu tubuh
bayi merupakan tolak ukur kebutuhan akan tempat tidur yang hangat
sampai suhu tubuhnya sudah stabil.
d. Memotong dan merawat tali pusat (Prawirohardjo, 2010)
Tali pusat dipotong sebelum atau sesudah plasenta lahir tidak
begitu menentukan dan tidak akan mempengaruhi bayi, kecuali pada
bayi kurang bulan. Apabila bayi lahir tidak menagis, maka tali pusat
segera dipotong untuk memudahkan melakukan tindakan resusitasi
pada bayi.
e. Inisiasi menyusu dini (IMD) (Kemenkes, 2010).
Untuk mempererat ikatan batin antara ibu-anak, setelah dilahirkan
sebaiknya bayi langsung diletakkan di dada ibunya sebelum bayi itu
dibersihkan. Sentuhan kulit dengan kulit mampu menghadirkan efek
psikologis yang dalam antara ibu dan anak. IMD dilanjutkan dengan
pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dan diteruskan hingga
dua tahun dengan pemberian makanan tambahan (PMT).
f. Posisi menyusui dan metode menyendawakan bayi (Wahyuningtyas,
Esty dan Tiar, Estu 2010)
Posisi menyusui bayi ada tiga macam yaitu digendong, berbaring
dan football hold. Metode menyendawakan bayi ada tiga metode
yakni disandarkan di bahu ibu, bayi duduk di pangkuan ibu dan bayi
berbaring dengan kepala miring.
g. Pemberian salep antibiotik (Prawirohardjo, 2010)
Dibeberapa negara perawatan mata bayi baru lahir secara hukum di
haruskan untuk mencegah terjadinya oftalmia neonatorum. Di daerah
dimana prevalensi gonorea tinggi, setiap bayi baru lahir perlu di beri
salep mata sesudah 5 jam bayi lahir. Pemberian obat mata eritromisin
0,5% atau tetrasiklin 1% dianjurkan untuk pencegahan penyakit mata
karena klamidia (penyakit menular seksual).
h. Pemberian vitamin K
Kejadian perdarahan karena defisiensi vitamin K pada bayi baru
lahir dilaporkan cukup tinggi berkisar 0,25-0,5 %. Untuk mencegah
terjadinya perdarahan tersebut semua neonatus fisiologis dan cukup
bulan perlu vitamin K peroral 1mg/hari selama 3 hari, sedangkan bayi
risiko tinggi diberi vitamin K parenteral dengan dosis 0,5-1 mg I.M.
(Prawirohardjo, 2010). Semua neonatus yang lahir harus diberi
penyuntikan vitamin K1 (Phytomenadione) 1 mg intramuskuler di
paha kiri. (Kemenkes, 2010).
i. Pemberian imunisasi bayi baru lahir (Depkes RI, 2010)
Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah
penyuntikan Vitamin K1 yang bertujuan untuk mencegah penularan
Hepatitis B melalui jalur ibu ke bayi yang dapat menimbulkan
kerusakan hati. Selanjutnya Hepatitis B dan DPT diberikan pada
umur 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan. Dianjurkan BCG dan OPV
diberikan pada saat bayi berumur 24 jam (pada saat bayi pulang dari
klinik) atau pada usia 1 bulan. Selanjutnya OPV diberikan sebanyak 3
kali pada umur 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan.
j. Pemantauan bayi baru lahir (Prawirohardjo, 2010)
Tujuan pemantauan bayi baru lahir adalah untuk mengetahui
aktivitas bayi normal atau tidak dan identifikasi masalah kesehatan
bayi baru lahir yang mememerlukan perhatian keluarga dan penolong
persalinan serta tindak lanjut petugas kesehatan.
Dua jam pertama sesudah lahir Hal-hal yang dinilai waktu pemantaun
bayi pada jam pertama sesudah lahir meliputi:
 Kemampuan mengisap kuat atau lemah
 Bayi tampak aktif atau lunglai
 Bayi kemerahan atau biru
Sebelum penolong persalinan meninggalkan ibu dan bayinya
Penolong persalinan melakukan pemeriksaan dan penilaian terhadap
ada tidaknya masalah kesehatan yang memerlukan tindak lanjut
seperti:
 Bayi kecil untuk masa kehamilan atau bayi kurang bulan
 Gangguan pernapasan
 Hipotermia
 Infeksi
 Cacat bawaan dan trauma lahir
 Pemeriksaan fisik dan refleks bayi (Kemenkes, 2010)
k. Pemeriksaan bayi baru lahir dilakukan pada saat bayi berada dalam
klinik (dalam 24 jam) dan dalam kunjungan neonatus sebanyak tiga
kali kunjungan.
l. Memandikan
Mandi merupakan kesempatan untuk membersihkan seluruh tubuh
bayi, mengobservasi keadaan, memberi rasa nyaman, dan
mensosialisasikan orangtua-anak-keluarga. Saat merawat bayi,
petugas harus mampu mengenakan sarung sampai kegiatan
memandikan bayi yang pertama selesai. Dalam waktu empat hari, pH
permukaan kulit bayi baru lahir menurun ke angka bakteriostatik
(pH< 5). Akibatnya, hanya air hangat yang digunakan untuk mandi.
Sabun alkali, minyak, bedak, dan losion tidak dipakai karena akan
mengubah keasaman dan membuat kulit mudah ditempati bakteri
(Wijayarini, Maria A dan Anugrah, Peter I 2015). Praktik
memandikan bayi yang dianjurkan (Depkes, RI 2010) :
 Tunggu minimal enam jam setelah lahir untuk memandikan bayi
(lebih lama jika bayi mengalami asfiksia atau hipotermia).
 Sebelum memandikan bayi, pastikan suhu tubuh bayi stabil (suhu
aksila 36,5-37,5°C). Jika suhu tubuh bayi masih di bawah 36,5°C,
selimuti kembali tubuh bayi secara longgar, tutupi bagian kepala
dan tempatkan bersama ibunya di tempat tidur atau lakukan kontak
kulit ibu-bayi dan selimuti keduanya. Tunda memandikan bayi
hingga suhu tubuh bayi tetap stabil dalam waktu (paling sedikit)
satu jam.
 Tunda untuk memandikan bayi yang sedang mengalami masalah
pernafasan.
m. Manajemen terpadu bayi muda (MTBM) (Depkes RI, 2010)
n. Kunjungan neonatus (KN) Standar kunjungan neonatus dilakukan
minimal 3 kali yakni sebagai berikut (Kemenkes, 2010) :
 Kunjungan neonatus (KN 1) pada 6 jam sampai 48 jam bayi lahir.
 Kunjungan neonatus kedua (KN 2) pada 3-7 hari bayi lahir
 Kunjungan neonatus ketiga (KN 3) pada 8-28 hari bayi lahir.

B. KONSEP MTBM
1) Pengertian Manajemen Terpadu Bayi Muda
Bayi muda adalah bayi dengan rentang usia kurang dari 2 bulan. Pada
bayi sistem fungsi tubuh belum sempurna sehingga bayi rawan mengalami
masalah yang memerlukan tatalaksana yang tepat. Tatalaksana yang
kurang tepat diduga dapat menyebabkan komplikasi dan kematian pada
bayi (Kemenkes RI, 2014).
MTBM merupakan suatu pendekatan yang terpadu dalam tatalaksana
bayi umur kurang dari 2 bulan, baik dalam keadaan sehat maupun sakit,
baik yang datang ke fasilitas rawat jalan maupun yang dikunjungi oleh
tenaga kesehatan pada saat kunjungan neonatal (Kemenkes RI, 2019).
MTBM adalah strategi yang mengintegrasikan semua langkah yang
tersedia untuk promosi kesehatan, pencegahan dan manajemen terpadu
penyakit anak melalui deteksi dini dan pengobatan yang efektif (Seid &
Sendo, 2018).
Fokus pelayanan MTBM terletak pada perawatan bayi baru lahir
melalui kunjungan rumah dan memperbaiki praktek perawatan bayi baru
lahir di rumah, selain peningkatan ketrampilan tenaga kesehatan dalam
mengelola bayi yang sakit di fasilitas kesehatan (Prinja et al., 2016).
Menurut Putra et al., 2012 dalam melaksanakan MTBM, bidan diwajibkan
mengisi formulir bayi muda supaya penerapannya menjadi lebih
sistematis.
Menurut Kemenkes RI (2014), salah satu intervensi efektif untuk
mempercepat penurunan angka kematian neonatus dan bayi yaitu dengan
menerapkan MTBM berupa standar pelaksanaan tatalaksana bayi muda
secara terpadu di fasilitas kesehatan dasar. Senada dengan jurnal penelitian
dari Anggraini (2018) bahwa MTBM sangat cocok diterapkan di negara-
negara berkembang dalam upaya menurunkan angka kematian, kesakitan
dan kecacatan bayi apabila di laksanakan dengan lengkap dan baik.
Bayi muda mudah sekali menjadi sakit, cepat menjadi berat dan serius
bahkan meninggal terutama pada satu minggu pertama kehidupan bayi.
Guna mengantisipasi kondisi tersebut, program KIA memberikan
pelayanan kesehatan pada bayi baru lahir melalui kunjungan neonatal oleh
tenaga kesehatan. Secara teknis penerapan MTBM diutamakan
pelaksanaannya oleh bidan pada saat kunjungan neonatal I (KN1) sampai
kunjungan neonatal III (KN3). Melalui kegiatan ini bayi baru lahir dapat
dipantau kesehatannya dan di lakukan deteksi dini. Jika ditemukan
masalah petugas kesehatan dapat menasehati dan mengajari ibu untuk
melakukan asuhan dasar bayi muda di rumah, bila perlu merujuk bayi
segera. Senada dengan yang di sampaikan oleh Hartaty et al., 2018 bahwa
tujuan MTBM disamping untuk mempercepat penurunan angka kematian
bayi, juga peningkatan pelayanan kesehatan anak, untuk mengetahui
apakah anak perlu dirujuk atau tidak, memberikan kemampuan bagi
keluarga dan masyarakat untuk dapat melakukan perawatan dirumah.
Menurut Permenkes No. 28 tahun 2017 tentang tentang
penyelenggaraan praktik kebidanan kedudukannya lebih tinggi dari PP No.
52 tahun 200 tentang pekerjaan kefarmasian, hal ini dapat menjadi payung
hukum bagi seorang bidan dalam menangani bayi dengan pemberian obat
sesuai dengan panduan MTBM (Anggraini, 2018).
2) Pelaksanaan Manajemen Terpadu Bayi Muda
Proses manajemen kasus disajikan dalam bagan yang memperlihatkan
urutan langkah-langkah dan penjelasan cara pelaksanaannya, yaitu:
a. Penilaian dan Klasifikasi
Penilaian berarti melakukan penilaian dengan cara anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Jika seorang anak atau bayi muda dibawa ke klinik,
petugas kesehatan menggunakan komunikasi yang baik untuk
menanyakan kepada ibu tentang masalah anaknya, memeriksa adakah
tanda bahaya umum yang menunjukkan kondisi yang mengancam jiwa
dan memeriksa bayi muda untuk tanda dan gejala, pemberian vitamin
K1 dan imunisasi (Kemenkes RI, 2017).
Klasifikasi berarti membuat keputusan mengenai penyakit atau
masalah serta tingkat keparahannya dan merupakan suatu kategori
untuk menentukan tindakan berdasarkan algoritma pada buku bagan.
Buku bagan terdapat 3 warna yaitu:
 Merah muda artinya bayi sakit berat dan harus dirujuk segera
setelah diberi pengobatan pra rujukan.
 Kuning artinya bayi dapat berobat jalan dan membutuhkan
pengobatan medis spesifik dan nasihat.
 Hijau artinya bayi sakit ringan dan cukup diberi nasihat sederhana
tentang penanganan di rumah.
Menurut Kemenkes RI (2019), penilaian bayi muda umur kurang dari
2 bulan terdiri dari menilai dan Mengklasifikasikan Kemungkinan
Penyakit Sangat Berat atau Infeksi.
Bakteri Infeksi pada bayi muda dapat terjadi secara sistemik atau
lokal. Infeksi sistemik umumnya menggambarkan gangguan fungsi
sistem organ seperti tidak mau minum atau memuntahkan semua,
gangguan kesadaran sampai kejang, gangguan nafas, atau hipotermia.
Pada infeksi lokal, bagian yang terinfeksi biasanya teraba panas,
bengkak, merah. Infeksi lokal yang sering terjadi pada bayi muda
adalah infeksi pada tali pusat, kulit, mata dan telinga (Kemenkes RI,
2019).
 Cara menilai kemungkinan penyakit sangat berat atau infeksi
bakteri: Memeriksa apakah bayi tidak mau minum atau
memuntahkan semua?
Bayi yang menunjukan tanda tidak mau minum atau menyusu
jika bayi terlalu lemah untuk minum atau tidak bisa mengisap atau
menelan apabila diberi minum atau disusui. Bayi yang mempunyai
tanda memuntahkan semuanya jika bayi sama sekali tidak dapat
menelan apapun. Semua cairan atau makanan yang masuk akan
keluar lagi. Bayi yang tidak bida minum atau malas minum atau
memuntahkan semuanya membutuhkan rujukan segera.
 Memeriksa gejala kejang
Kejang merupakan tanda kelainan susunan saraf pusat dan
merupakan keadaan darurat. kejang pada bayi umur ≤ 2 hari
berhubungan dengan asfiksia, trauma lahir dan kelainan bawaan,
sedangkan kejang > 2 hari dikaitkan dengan tetanus neonatorum,
infeksi dan kelainan metabolik seperti kurangnya kadar gula
darah. Pada bayi kurang bulan, kejang lebih sering disebabkan
oleh perdarahan intrakranial.
 Memeriksa gejala gangguan nafas
Bayi menunjukkan adanya gangguan nafas jika frekuensi
nafasnya cepat (≥ 60 kali/menit) atau lambat (< 40 kali/menit) dan
menetap. Biasanya disertai tanda/gejala sianosis, tarikan dinding
dada kedalam yang sangat kuat, pernafasan cuping hidung dan
terdengar suara merintih.
 Memeriksa gejala hipotermia
Suhu normal bayi muda adalah 36,5 sampai 37,5ºC. Bayi
dikatakan demam jika suhu badannya 37,5ºC atau lebih dan
hipotermia jika suhu badannya kurang dari 36,5 ºC, dan disebut
hipotermi berat jika suhu < 35,5ºC dan hipotermi sedang jika suhu
35,5 – 36,0ºC. Untuk mengukur suhu badan, gunakan termometer
pada aksilar selama 5 menit. Jika tidak ada termometer, dapat
meraba bagian tangan, kaki atau badan bayi untuk mengetahui
apakah demam atau dingin.
 Memeriksa infeksi bakteri lokal
Infeksi bakteri lokal yang sering terjadi pada bayi muda
adalah infeksi pada kulit, mata dan pusar. Periksa seluruh badan
bayi apakah ada tanda berupa bercak merah atau benjolan berisi
nanah (pustul) dikulit pada daerah yang tertutup, misalnya lipatan
leher dan ketiak.
b. Menilai dan Mengklasifikasikan Ikterus
Ikterus adalah warna kuning yang dapat terlihat pada sklera,
selaput lender, kulit dan organ lain akibat penumpukan bilirubin
(Marmi, dkk, 2012). Rohani et al., (2017) mengatakan bahwa ikterus
adalah suatu gejala diskolorasi kuning pada kulit, konjungtiva dan
mukosa akibat penumpukan bilirubin.
Menurut Kemenkes RI (2019), ikterus pada bayi baru lahir
dapat merupakan fisiologik dan patologik. Yang bersifat patologik
dikenal sebagai hiperbilirubinemia yang dapat mengakibatkan ganguan
susunan saraf pusat (kern icterus) atau kematian.
Menurut Kemenkes RI (2019), cara penilaian klinis ikterus
adalah sebagai berikut:
 Lihat apakah mata dan kulit kuning? Apakah telapak tangan dan
kaki kuning?
Memeriksa ikterus sebaiknya dibawah cahaya matahari.
Tekan kulit pada dahi dengan jari sampai memucat, kemudian
angkat jari dan lihat perubahan warna apakah menjadi kuning. Jika
kuning, berarti bayi ikterus. Guna melihat tingkat keparahan,
ulangi proses tersebut pada telapak tangan dan kaki.
 Jika ditemukan ikterus, tanyakan pada umur berapa mulai timbul
kuning?
Sangat penting untuk mengetahui kapan ikterus timbul,
kapan menghilang dan sampai bagian tubuh mana kuning terlihat.
 Tanya dan lihat apakah warna tinja bayi pucat?
Tinja berwarna pucat seperti dempul menandakan adanya
sumbatan aliran bilirubin pada sistem empedu, baik didalam
maupun diluar hati dan bayi perlu dirujuk untuk pemeriksaan lebih
lanjut.

c. Menilai dan Mengklasifikasikan Diare


Menurut Dewi (2011), diare adalah pengeluaran feses yang tidak
normal dan berbentuk cair dengan frekuensi lebih banyak dari
biasanya. Neonatus dikatakan diare bila sudah lebih dari 4 kali buang
air besar. Mengeluarkan tinja secara berulang dan lunak pada bayi
yang minum ASI tidak disebut diare, selama berat badan bayi
meningkat normal. Hal ini merupakan intoleransi laktosa sementara
akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna.
Cara penilaian klinis diare adalah sebagai berikut:
 Tanyakan apakah bayi diare?
Jika ibu menjawab ya atau keluhan utama ibu adalah bayi
diare, tanyakan sudah berapa lama.
 Lihat keadaan umum bayi. Apakah bayi letargis atau tidak sadar?
Apakah bayi gelisah/rewel?
Jika bayi bergerak hanya jika dirangsang dan kemudian
berhenti bergerak, atau sama sekali tidak bergerak, ini merupakan
tanda kondisi yang serius.
 Lihat apakah mata cekung?
Mata bayi yang mengalami dehidrasi terlihat cekung.
Tentukan apakah mata bayi cekung. Tanyakan pada ibu, apakah
menurut ibu mata bayi kelihatan tidak seperti biasanya. Pendapat
ibu dapat membantu memastikan bahwa mata bayi cekung atau
tidak
 Periksa cubit kulit perut untuk mengetahui turgor. Apakah
kembalinya sangat lambat (> 2 detik) atau lambat.

d. Menilai dan mengklasifikasikan status HIV


Human Imuno Deficiency Virus (HIV) merupakan virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang kemudian
mengakibatkan AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome). HIV
sistem kerjanya menyerang sel darah putih yang menangkal infeksi.
Bayi yang tertular HIV dari ibu bisa saja tampak normal secara klinis
selama masa neonatal. Gejala umum yang ditemukan pada bayi dengan
infeksi HIV adalah gangguan tumbuh kembang, kandidiasis oral, diare
kronis dan hepatosplenomegali.

Cara penilaian status HIV adalah sebagai berikut:

 Tanya apakah ibu pernah tes HIV Jika ibu pernah tes HIV, apakah
hasilnya positif atau negatif. Jika positif apakah ibu sudah
meminum ARV atau belum. Jika sudah, apakah ARV sudah
diminum minimal 6 bulan?
 Tanya apakah bayi saat berusia 6 minggu pernah di tes HIV? Jika
bayi pernah di tes HIV, apakah hasilnya positif atau negatif. Jika
positif apakah bayi sudah mendapatkan ARV atau belum. Apakah
bayi pernah mendapat atau masih menerima ASI?
 Periksa jika status ibu dan bayi tidak diketahui atau belum di tes
HIV, anjurkan tes serologis HIV pada ibu.

e. Menilai dan Mengklasifikasikan Kemungkinan Berat Badan Rendah


dan Masalah Pemberian ASI
Cara penilaian klinis untuk membuat klasifikasi apakah ada berat
badan rendah menurut umur dan/atau masalah pemberian ASI:
 Bagian pertama adalah menanyakan apakah dilakukan IMD,
apakah ibu mengalami kesulitan pemberian ASI, apa yang
diberikan kepada bayi dan berapa kali.
Melakukan penilaian tentang cara menyusui dan memeriksa apakah
ada trush (bercak putih dimulut) atau kelainan pada bibir dan
langit-langit. Trush terlihat seperti bercak susu atau lapisan putih
yang tebal pada pipi bagian dalam atau lidah. Jika dibersihkan,
trush tidak akan hilang. Celah bibir/langit-langit akan
mempengaruhi bayi dalam menyusu dan akan mempengaruhi
jumlah masukan ASI, selain dikhawatirkan akan terjadi aspirasi
pada bayi pada saat menyusu. Sehingga perlu dirujuk segera.
 Bagian kedua adalah memastikan apakah berat badan bayi sesuai
menurut umur dengan menggunakan grafik berat badan menurut
umur yang berbeda untuk laki-laki dan perempuan.
Bayi muda dengan berat badan rendah adalah bayi muda yang
memiliki berat badan menurut umur ≤ - 2 SD. Jika berat badan
menurut umur > - 2 SD maka berat badan bayi tidak rendah.
Keterangan diatas dapat diuraikan dengan cara dibawah ini
 Tanya apakah inisiasi menyusu dini dilakukan
 Tanya apakah bayi diberi ASI? Jika ya, berapa kali dalam 24
jam?
 Tanya apakah ada kesulitan pemberian ASI?
 Tanya apakah bayi diberi makanan/minuman selain ASI? Jika
ya, berapa kali dalam 24 jam? Alat apa yang digunakan?
 Lihat adakah luka atau bercak putih (thrush) di mulut?
 Lihat adakah bibir/langitan sumbing?
 Lihat dan tentukan berat badan menurut umur
 Tanya apakah bayi diberi ASI dalam 1 jam terakhir?
f. Memeriksa Status/Penyuntikan Vitamin K1
Karena sistem pembekuan darah pada bayi baru lahir belum
sempurna maka semua bayi yang berisiko untuk mengalami
perdarahan (HDN= Haemorrhagic Disease of the Newborn).
Perdarahan bisa ringan atau berat berupa perdarahan pada kejadian
ikutan pasca imunisasi ataupun perdarahan intrakkranial. Untuk
mencegah kejadian tersebut, maka semua bayi baru lahir apalagi
BBLR diberikan suntikan vitamin K1 sebanyak 1 mg dosis tunggal,
intra muskular pada antero lateral paha kiri setelah proses IMD dan
sebelum pemberian imunisasi Hepatitis B 0.
g. Memeriksa Status Imunisasi
Hepatitis merupakan infeksi pada hati yang dikenal dengan nama
sakit kuning atau sakit liver merupakan penyakit menular yang
ditularkan melalui makanan (Hepatitis A) dan cairan tubuh (Hepatitis
B, C, D). Hepatitis B dan C merupakan jenis hepatitis yang paling
berbahaya dan dapat berkembang menjadi penyakit hati menahun,
sirosis hepatis, dan kanker hati.
Penularan Hepatitis pada bayi dapat terjadi secara vertikal (ibu ke
bayi pada saat persalianan) dan horizontal (penularan orang lain). Dan
untuk mencegah terjadi infeksi vertikal bayi harus diimunisasi HB
sedini mungkin. Imunisasi Hepatitis B 0 harus diberikan pada bayi
umur 0-7 hari di paha kanan karena sebagian ibu hamil merupakan
carrier Hepatitis B, hampir separuh bayi dapat tertular Hepatitis B pada
saat lahir dari ibu pembawa virus, penularan pada saat lahir hampir
seluruhnya berlanjut menjadi Hepatitis menahun dan dapat berlanjut
menjadi sirosis hepatis, dan kanker hati primer dan imunisasi Hepatitis
B sedini mungkin akan melindungi sekitar 75% bayi dari penularan
Hepatitis. Selain imunisasi Hepatitis B dipaha kanan, bayi muda juga
harus mendapatkan imunisasi BCG di lengan kanan dan imunisasi
polio yang diberikan 2 tetes per oral.
h. Memeriksa Masalah/Keluhan Lain

 Memeriksa Kelainan Bawaan/Kongenital Adalah kelainan pada


bayi baru lahir bukan akibat trauma lahir dan untuk mengenali jenis
kelainan lakukan pemeriksaan fisik (anensefalus, hidrosefalus,
meningomielokel dll).
 Memeriksa Kemungkinan Trauma Lahir Merupakaan perlukaan
pada bayi baru lahir yang terjadi pada proses persalinan (Kaput
suksedanium, sefal hematom dll).
 Memeriksa Perdarahan Tali Pusat Perdarahan terjadi karena ikatan
tali pusat longgar setelah beberapa hari dan bila tidak ditangani
dapat syok.
i. Memeriksa Masalah Ibu

3) Tindakan dan Pengobatan


Tindakan dan pengobatan berarti menentukan tindakan dan memberi
pengobatan difasilitas kesehatan untuk setiap klasifikasi sesuai dengan
yang tercantum dalam kolom tindakan/pengobatan pada buku bagan,
kemudian catat dalam formulir pencatatan. Jenis pengobatan yang
mungkin akan diberikan antara lain:
a. Memberi tindakan pra rujukan untuk anak sakit yang akan dirujuk
b. Memberikan dosis pertama dari obat yang sesuai kepada anak yang
membutuhkan pengobatan khusus dan mengajari ibu cara
meminumkan obat, cara pemberian makan dan cairan selama anak
sakit dan cara menangani infeksi lokal di rumah.
c. Memberi nasihat tentang penatalaksanaan anak sakit di rumah.
Bayi muda yang termasuk klasifikasi merah muda memerlukan
rujukan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Sebelum merujuk, lakukan tindakan/pengobatan pra rujukan. Jelaskan
kepada orang tua bahwa tindakan/pengobatan pra rujukan diperlukan
untuk menyelamatkan kelangsungan hidup anak. Minta persetujuan
orang tua (informed consent) sebelum melakukan tindakan/pengobatan
pra rujukan.
Bayi muda dengan klasifikasi kuning dan hijau tidak memerlukan
rujukan. Lakukan tindakan/pengobatan dan nasihat untuk ibu termasuk
kapan harus segera kembali serta kunjungan ulang, sesuai dengan buku
bagan.

a. Tindakan dan Pengobatan Bayi Muda yang Memerlukan Rujukan


Bayi muda yang membutuhkan rujukan adalah seperti:
 Penyakit sangat berat atau infeksi bakteri berat
 Ikterus berat
 Diare dehidrasi berat
 Infeksi HIV terkonfirmasi
 Terpajan HIV
Khusus untuk klasifikasi diare dehidrasi berat, jika tidak ada
klasifikasi berat lainya dan fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai
fasilitas dan kemampuan terapi inravena, maka dapat dilakukan langkah
rehidrasi dengan Rencana Terapi C terlebih dahulu sebelum merujuk, jika
fasilitas tersebut tidak ada, rujuk segera.
Bayi muda dengan klasifikasi merah muda, memerlukan
penanganan awal segera. Sebelum merujuk ke rumah sakit, berikan semua
tindakan pra rujukan yang sesuai dengan klasifikasinya. Beberapa tindakan
yang memperlambat rujukan dan tidak sangat mendesak tidak diberikan
sebelum rujukan, seperti mengajari ibu mengobati infeksi lokal.
Rujuk adalah pilihan terbaik untuk bayi dengan klasifikasi penyakit
sangat berat. Jika rujukan tidak memungkinkan, lanjutkan pemberian
ampisilin dan gentamisin setidaknya 5 hari. Berikan ampisilin dua kali
sehari pada bayi kurang dari 1 minggu dan 3 kali sehari pada bayi berusia
satu minggu atau lebih, berikan gentamisin sekali sehari.
Bayi dapat dirujuk (syarat rujukan) bila suhu ≥ 35,5ºC, denyut
jantung ≥ 100 kali per menit dan tidak ada tanda dehidrasi berat. Lakukan
tindakan/pengobatan pra rujukan sebagai berikut sebelum merujuk bayi
muda dengan klasifikasi merah:
 Menangani gangguan nafas pada penyakit sangat berat atau infeksi
bakteri berat.
 Menangani kejang dengan obat anti kejang.
 Mencegah agar gula darah tidak turun.
 Memberi cairan intravena (rencana terapi C).
 Memberi dosis pertama antibiotik intramukular (Ampisilin dan
Gentamisin).
 Menghangatkan tubuh bayi segera.
 Menasihati ibu cara menjaga bayi tetap hangat selama perjalanan ke
tempat rujukan dengan metode kanguru.
 Menyertakan contoh darah ibu jika bayi mempunyai klasifikasi ikterus
berat.
b. Tindakan dan pengobatan pada bayi muda yang tidak memerlukan rujukan
Tentukan tindakan/pengobatan untuk setiap klasifikasi bayi muda
yang berwarna kuning atau hijau yaitu:
 Infeksi bakteri lokal
 Mungkin bukan infeksi
 Ikterus
 Tidak ada iketrus
 Diare dehidrasi ringan/sedang
 Diare tanpa dehidrasi
 Mungkin bukan infeksi
 Berat badan rendah menurut umur dan/atau masalah pemberian ASI
 Berat badan tidak rendah menurut umur dan tidak ada masalah
pemberian ASI.
Catat semua tindakan/pengobatan yang diperlukan, termasuk
nasihat kapan kembali segera dan kunjungan ulang pada formulir
pencatatan. Beberapa tindakan/pengobatan pada bayi muda yang tidak
memerlukan rujukan:
 Melakukan asuhan dasar bayi muda (mencegah infeksi, menjaga bayi
muda selalu hangat, memberi ASI saja sesering mungkin dan
imunisasi).
 Mencegah agar gula darah tidak turun.
 Memberi antibiotik per oral yang sesuai
 Mengobati infeksi bakteri lokal
 Melakukan rehidrasi oral baik di klinik maupun di rumah
 Mengobati luka atau bercak putih (thrush) di mulut
c. Konseling bagi Ibu
Konseling juga merupakan menasihati ibu yang mencakup
bertanya, mendengar jawaban ibu, memuji, memberi nasihat relevan,
memecahkan masalah dan mengecek pemahaman ibu.
Petugas kesehatan memberitahu ibu kapan harus kembali ke klinik
dan juga mengajari ibu untuk mengenali tanda-tanda yang menunjukan
kapan anak harus segera dibawa ke klinik serta menilai praktik pemberian
ASI dan memberikan konseling untuk mengatasi masalah yang ditemukan.
Konseling meliputi juga untuk kesehatan ibu sendiri.
Berikan juga konseling tentang cara melanjutkan pengobatan di
rumah, merawat bayi muda sehat maupun sakit termasuk melakukan
asuhan dasar di rumah. Hans et al., 2018 menyatakan bahwa beberapa
jenis konseling yang diberikan antara lain peningkatan inisiasi menyusu
dini termasuk perawatan bayi baru lahir di rumah (Hans, Edwards, &
Zhang, 2018). Konseling diberikan pada bayi muda dengan klasifikasi
kuning atau hijau. Lakukan konseling setelah anda selesai memberikan
tindakan/pengobatan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat melakukan
konseling pada ibu:
 Menggunakan ketrampilan komunikasi yang baik
 Menasihati dan mengajari ibu cara mengobati bakteri lokal di rumah
(cara mengobati luka atau thrush di mulut, cara mengobati infeksi kulit
atau pusar, cara mengobati infeksi mata).
 Mengajari ibu menyusui dengan baik, mengajari ibu cara memerah
ASI dan mengajari ibu cara meningkatkan produksi ASI.
 Mengajari ibu untuk menjaga bayi berat badan rendah tetap hangat di
rumah. 5) Menasihati ibu tentang kesehatan dirinya.
 Menasihati ibu kapan harus segera kembali, yaitu jika bayi
menunjukkan salah satu gejala atau lebih gejala berikut:
- Bayi lemas atau gerakan bayi berkurang.
- Nafas cepat (≥60 kali per menit).
- Suara nafas merintih.
- Sesak nafa/sukar bernafas/henti nafas.
- Perubahan warna kulit (kebiruan, kuning atau pucat).
- Malas atau tidak bisa menyusu atau minum.
- Badan teraba dingin (suhu < 36,5°C).
- Badan teraba demam (suhu > 37,5°C).
- Telapak kaki dan tangan terlihat kuning.
- Bertambah parah.
d. Pelayanan Tindak Lanjut
Pelayanan tindak lanjut berarti menentukan tindakan dan
pengobatan pada saat anak datang untuk kunjungan ulang. Menanyakan
kepada ibu mengenai masalah bayi muda. Tentukan pemeriksaan ini
merupakan kunjungan pertama atau kunjungan ulang untuk masalah yang
sama.
Beberapa bayi muda perlu dilihat lebih dari satu kali untuk satu
episode sakit saat ini. Proses penatalaksanaan kasus dari MTBM
membantu bayi muda yang memerlukan kunjungan ulang. Jika bayi muda
tersebut dibawa kembali ke klinik, petugas kesehatan memberikan tindak
lanjut dengan melakukan penilaian lengkap pada bayi muda yang datang
untuk kunjungan ulang.
Pada saat bayi muda dibawa untuk kunjungan ulang, periksalah
bayi untuk melihat perkembangan penyakitnya, apakah membaik, tidak
ada perubahan atau memburuk. Kemungkinan masalah dan klasifikasi
penyakit yang baru akan muncul.
Apabila ditemukan klasifikasi kuning berubah menjadi hijau,
artinya keadaan bayi muda membaik. Klasifikasi yang tetap kuning berarti
keadaan bayi muda tetap. Jika klasifikasi kuning menjadi merah muda
berarti keadaan bayi muda memburuk.
Rujuklah bayi muda ke rumah sakit jika:
 Keadaan bayi muda memburuk atau
 Keadaan bayi muda tetap atau obat pilihan kedua tidak tersedia
atau
 Petugas kesehatan khawatir tentang keadaan bayi muda atau
 Petugas kesehatan tidak tahu harus berbuat apa dengan bayi
muda.
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS PADA BAYI “S”
DENGAN MTBM DI PUSKESMAS DESA GEDANG

Hari/ tanggal : Jumat / 04-11-2022


Pukul : 09.30 WIB

A. SUBYEKTIF
1) Identitas Anak
Nama : By. Ny.S
Umur : 4 Hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Anak Ke- :2
BB/PB lahir : 2800 gram/50 cm

2) Identitas Orangtua
Ibu Ayah
Nama : Ny. S Nama : Tn. R
Umur : 27 tahun Umur : 30 tahun
Suku/Bangsa : Melayu/Indonesia Suku/Bangsa : Melayu /Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Pasar Sungai Penuh Alamat : Pasar Sungai Penuh

3) Keluhan utama : ibu mengatakan ASI-nya belum banyak keluar dan


bayinya sering rewel
4) Data kesehatan
a. Riwayat persalinan
 Tanggal/ jam persalinan : 01 November 2022/08.20 WIB
 Jenis persalinan : SC
 Anak lahir seluruhnya jam : 08.20 WIB

b. Riwayat kesehatan yang lalu


 Penyakit yang lalu : ibu mengatakan bayinya tidak sedang
menderita penyakit-penyakit tertentu
 Riwayat perawatan
Pernah dirawat di : tidak pernah
Penyakit : tidak pernah
 Riwayat operasi
Pernah operasi di : tidak pernah
Penyakit : tidak pernah
c. Riwayat kesehatan keluarga (ayah, ibu, adik, paman, bibi) yang pernah
menderita sakit
(-) Kanker (-) Penyakit hati (-) Hipertensi
(-) Diabetes mellitus (-) Penyakit ginjal (-) Penyakit jiwa
(-) Kelainan bawaan (-) Hamil kembar (-) TBC
(-) Epilepsi (-) Alergi
d. Riwayat imunisasi
(√) Hepatitis 0 (-) Pentavalen 3/ Polio 4
(-) BCG/Polio 1 (-) Campak
(-) Pentavalen 1/ Polio 2 (-) Pentavalen 4
(-) Pentavalen 2/ Polio 3 (-) Lain-lain

e. Pola pemenuhan kebu tuhan sehari-hari


 Nutrisi : ASI secara on demand
Keluhan : ibu mengeluh ASInya belum banyak keluar
 Eliminasi
BAK : 4-6 x/hari
BAB : 1 x/hari
 Personal hygiene
Mandi : 1x/hari
Ganti pakaian : setiap selesai BAK/BAB dan mandi
B. OBYEKTIF
1) Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum : Baik
b. Tanda-tanda vital
HR : 110 x/menit
RR : 40 x/menit
T : 36,8°C
c. BB sekarang/PB : 2800 gram/ 50 cm
2) Pemeriksaan fisik khusus
a. Kulit : turgor kulit baik
b. Kepala : Kulit kepala bersih, rambut hitam, pertumbuhan
rambut halus dan merata, fontanel mayor dan minor belum menutup,
tidak ada caput succedenum, tidak ada chepus hematomo
c. Mata : Simetris, selaput lendir mata tidak pucat, sclera
tidak kuning
d. Mulut : Bibir tidak kering, tidak pucat, mukosa mulut
lembab, tidak ada labio palata siciszia, lidah bersih
e. Perut : Tidak ada pembesaran hepar
f. Ekstremitas : simetris, pergerakan bebas, tidak ada polidaktili
tidak ada sindaktili
g. Genitalia : Bersih, tidak ada kelainan
3) Pemeriksaan reflex
a. Morro : baik
b. Rooting : baik
c. Sucking : baik
d. Grasping : baik
e. Tonic neck : baik
f. Babinski : baik

C. ASSESMENT
Diagnosa : Bayi Ny. “S” usia 4 hari normal
Masalah : tidak ada
Kebutuhan : tidak ada

D. PELAKSANAAN
1) Memberi tahu ibu mengenai hasil pemeriksaan bahwa keadaan bayinya
sehat
2) Melakukan pengkajian dengan formulir MTBM
3) Menjelaskan pada ibu penyebab ASI-nya belum banyak keluar dapat
disebabkan karena prosedur operasi, tingkat stress ibu dan nyeri persalinan
dapat membuat ASI terhambat keluar
4) Mengajarkan ibu teknik menyusui yang benar, dengan cara :
a. Ibu mencucui tangan sebelum menyusui bayinya
b. Ibu duduk dengan santai dan nyaman, posisi punggung tegak sejajar
punggung kursi dan kaki diberi alas sehingga tidak menggantung
c. Mengeluarkan sedikit ASI dan mengoleskan pada puting susu dan
aerola sekitarnya
d. Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala terletak pada lengkung
siku ibu dan bokong bayi terletak pada lengan
e. Ibu menempelkan perut bayi pada perut ibu dengan meletakkan satu
tangan bayi dibelakang ibu dan yang satu didepan, kepala bayi
menghadap ke payudara
f. Ibu memposisikan bayi dengan telinga dan lengan pada garis lurus
g. Ibu memegang payudara dengan ibu jari diatas dan jari yang lain
menopang dibawah serta tidak menekan puting susu atau areola
h. Ibu menyentuhkan putting susu pada bagian sudut mulut bayi
sebelum menyusui
i. Setelah bayi mulai menghisap, payudara tidak perlu dipegang atau
disangga lagi.
j. Ibu menatap bayi saat menyusui
k. Pasca Menyusui
 Melepas isapan bayi dengan cara jari kelingking di masukkan
ke mulut bayi melalui sudut mulut bayi atau dagu bayi ditekan
ke bawah
 Setelah bayi selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit
kemudian dioleskan pada putting susu dan aerola, biarkan
kering dengan sendirinya
l. Menyendawakan bayi dengan :
 Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu
kemudian punggung ditepuk perlahan-lahan atau
 Bayi tidur tengkurap di pangkuan ibu, kemudian punggungnya
di tepuk perlahan-lahan.
m. Menganjurkan ibu agar menyusui bayinya setiap saat bayi
menginginkan (on demand)

5) Menganjurkan ibu untuk melanjutkan pemberian ASI secara eksklusif


pada bayinya

E. EVALUASI

1) Ibu sudah mengerti bahwa keadaan bayinya sehat


2) Bayi ibu sehat dan tidak ada masalah
3) Ibu mengerti dengan penjelasan bidan
4) Ibu mengerti dan akan sering menyusui bayinya dengan cara yang telah
diajarkan
5) Ibu akan melanjukan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan hanya
memberi ASI saja tanpa makanan dan minuman tambahan

F. CATATAN PERKEMBANGAN

1) Pengkajian II
Hari/ tanggal : Jumat/ 11-11-2022
Jam : 10.00 WIB

S :
Ibu mengatakan bayinya sehat
O :
 Keadaan umum : baik
 Kesadaran : Composmentis
 TTV :
 HR: 111x/menit RR: 40x/menit S: 36,5˚C

Pemeriksaan fisik dalam batas normal


A :
By. Ny. S usia 11 hari dengan keadaan umum bayi baik
P :
a. Beri tahu ibu mengenai hasil pemeriksaan
b. Anjurkan ibu untuk menjaga kesehatan bayi
c. Anjurkan ibu untuk melanjutkan pemberian ASI eksklusif
d. Anjurkan ibu untuk mengimunisasi bayinya sesuai jadwal dimana
Anak perlu diberikan imunisasi dasar yang lengkap yaitu BCG,
Polio, DPT, Hb dan Campak agar terlindung dari penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi.
e. Ciptakan rasa aman dan nyaman, anak merasa dilindungi dimana
Rasa aman dan nyamandapat terwujud dengan kehangatan dan rasa
cinta dari orang tua, sertakestabilan keluarga dalam mengendalikan
stres. Kebutuhan rasa aman dan nyaman juga ditunjukkan dengan
penerimaan anak oleh orang tua, pemenuhan segala kebutuhan
anak, anak selalu diperhatikan, didukung dengan hubungan yang
baik dalam sebuah keluarga

2) Pengkajian III

Hari/Tanggal : Sabtu/ 12-11-2022


Jam : 11.30 WIB
S :
Ibu menyatakan bayinya dalam keadaan sehat
O :
Keadaan umum : baik
Kesadaran : Composmentis
TTV :
HR: 120x/menit RR: 40x/menit S: 36,5˚C
Pemeriksaan fisik dalam batas normal
A :
By. Ny. S, usia 12 hari dengan keadaan umum bayi baik
P :
a. Beri tahu ibu mengenai hasil pemeriksaan bahwa bayinya sehat
b. Berikan stimulasi anak sejak dini dimana dengan stimulasi sejak
dini dapat mengembangkan sedini mungkin kemampuan sensorik,
motorik, emosi-sosial, bicara, kognitif, kemandirian, kreativitas,
kepemimpinan, moral dan spiritual anak. Perhatian dan kasih
sayang juga merupakan stimulasi yang diperlukan anak,misalnya
dengan bercakap-cakap, membelai, mencium bayinya.
c. Anjurkan ibu untuk datang ke posyandu bulan depan memantau
pertumbuhan dan perkembangan bayi
d. Anjurkan ibu untuk imunisasi bayinya
BAB IV
PEMBAHASAN

Kasus By. Ny. S usia 4 hari normal dengan kebutuhan MTBM. Hasil
pemeriksaan fisik dalam batas normal. Keadaan umum bayi baik, berat badan
2800 gram dan panjang badan bayi 50 cm.
Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan pada By. Ny. S yaitu
mengidentifikasi identitas melalui anamnesa seperti riwayat kesehatan dan pola
kebiasaan sehari–hari sudah dilakukan pasien. Data objektif dapat diperoleh
melalui pemeriksaan fisik. Dari hasil pemeriksaan objektif pada Bayi Ny. S
didapatkan hasil bahwa keadaan umum baik, warna kulit kemerahan, tangisan
kuat, tonus otot baik, pernafasan normal. Tanda–tanda vital seperti laju jantung
110x/menit, laju nafas 40 x/menit, suhu 36,8°C dan hasil pemeriksaan fisik yang
dilakukan secara head to toe penulis tidak menemukan adanya masalah pada bayi.
Menurut Yulifah (2013) dalam jurnal (Zuraida, 2018) bahwa kunjungan neonatal
bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan kesehatan
dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan/masalah kesehatan pada
neonates bila mengalami masalah. Kunjungan neonatus dapat membantu menekan
risiko kematian. Pelayanan kesehatan neonatal dasar harus dilakukan secara
komprehensif. Pelayanan ini dilakukan dengan menggunakan standar pemeriksaan
dan perawatan bayi baru lahir dengan pendekatan MTBM. Kunjungan neonatal
menggunakan algoritma manajemen terpadu bayi muda (MTBM) dinilai cost
effective untuk menurunkan angka kematian neonatus 30-60%.
Penurunan produksi ASI pada hari-hari pertama setelah melahirkan dapat
disebabkan oleh kurangnya rangsangan hormon oksitosin dan prolaktin yang
sangat berperan dalam kelancaran produksi ASI, sehingga menyebabkan ASI
tidak segera keluar setelah melahirkan, bayi kesulitan dalam menghisap, keadaan
puting susu ibu yang tidak menunjang. Faktor produksi dan pengeluaran ASI
dalam tubuh dipengaruhi oleh dua hormon, yaitu prolaktin dan oksitosin. Untuk
mengatasi masalah pengeluaran ASI yang disebabkan oleh menurunnya stimulasi
hormon oksitosin yaitu dengan menyusui dini dijamjam pertama karena semakin
puting sering dihisap oleh mulut bayi, hormon yang dihasilkan semakin banyak,
sehingga susu yang keluarpun banyak.
Ketidaklancaran pengeluaran ASI dapat disebabkan oleh beberapa faktor
baik faktor fisik maupun psikologis. Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor
kejiwaan karena perasaan ibu dapat menghambat atau meningkatkan pengeluaran
oksitosin, bila ibu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan
berbagai bentuk ketegangan emosional dapat menurunkan produksi ASI
(Sulistyoningsih, 2011). Beberapa faktor yang mempengaruhi pengeluaran ASI di
antaranya perubahan sosial budaya, faktor psikologis, faktor fisik ibu,
meningkatnya promosi susu formula, factor petugas kesehatan, makanan ibu,
berat badan lahir bayi, penggunaan alat kontrasepsi. Perubahan sosial budaya
dimana ibu-ibu yang bekerja atau ibu-ibu yang mempunyai kesibukan lainnya,
meniru teman atau tetangga yang menggunakan susu botol, merasa ketinggalan
zaman jika menyusui. Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan
karena perasaan ibu dapat menghambat atau meningkatkan pengeluaran oksitosin,
bila ibu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk
ketegangan emosional dapat menurunkan produksi ASI.
Menurut Sarwono (2014) metode persalinan merupakan cara atau teknik
yang biasa dipilih oleh seorang ibu untuk melahirkan anaknya. Ada beberapa
metode persalinan diantaranya persalinan spontan, sectio caesaria, vacum dan
forcep. Tindakan vacum, forcep, sectio caesaria pada ibu hamil biasanya ibu
mengalami kelelahan, kecapekan, kesakitan dan mengalami kecemasan yang
membuat hormon kortisol naik dalam darah. Hormon kortisol yang tinggi akan
mempengaruhi laktasi, kortisol yang tinggi menyebabkan produksi hormon
oksitosin terhambat sehingga berpengaruh dengan tidak sempurnanya refleks
letdown untuk mengeluarkan produksi ASI.
Hasil artikel penelitian yang telah dituliskan oleh (Desmawati, 2013)
didapatkan bahwa waktu pengeluaran ASI pada pasien Sectio Caesarea lebih
lambat dibanding ibu yang melahirkan normal. Keterlambatan pemberian ASI
pada pasien Sectio Caesarea dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
posisi menyusui yang kurang tepat, nyeri pasca operasi, mobilisasi yang kurang
dan adanya rawat pisah ibu-anak.
Metode persalinan Sectio Caesarea merupakan persalinan dengan bantuan dari
luar (Indarti, 2015). Apabila ibu bersalin secara Sectio Caesarea, maka ada
beberapa hal ketidaknyamanan yang dapat dirasakan meski operasi dijalakan
sesuai standar operasionalnya. Beberapa hari pertama pasca persalinan, akan
timbul rasa nyeri hebat yang kadarnya dapat berbeda- bedapada setiap ibu.
Terutama jika ibu diberikan anastesi umum, ibu relative tidak sadar untuk dapat
mengurus bayinya dijam pertama setelah bayi lahir. Kondisi luka operasi
membuat proses menyusui sedikit terhambat. Sementara itu, bayi mungkin
mengantuk dan tidak responsive untuk menyusu, terutama jika ibu mendapatkan
obat-obatan penghilang sakit sebelum operasi (Indarti, 2015).
Pada bayi yang lahir dengan operasi Sectio Caesarea akan cenderung
malas untuk menyusu dan kurang merespon saat disusui, karena masih adanya
pengaruh obat bius yang di masukkan pada saat persalinan. Bayi yang dilahirkan
dengan operasi Caesar dapat mengakibatkan bayi ngantuk dan kurang responsive
selama beberapa hari, karena obat bius yang diberikan saat persalinan. Bayi akan
lambat untuk melakukan perlekatan pada puting susu dan menghisap.
Teknik menyusui yang benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi
dengan perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar. Untuk mencapai
keberhasilan menyusui diperlukan pengetahuan mengenai teknik-teknik menyusui
yang benar. Indikator dalam proses menyusui yang efektif meliputi posisi ibu dan
bayi yang benar (body position), perlekatan bayi yang tepat (latch), keefektifan
hisapan bayi pada payudara (effective sucking).
Berdasarkan penelitian Dini Iflahah di RSUD Sidoarjo didapatkan sekitar
46,7% ibu menyusui dengan teknik menyusui yang benar dan 53,3% ibu
menyusui dengan teknik yang salah. Kesalahan dari teknik menyusui ini 53,3%
karena keefektifan menghisap bayi yang tidak tepat. Kesalahan lain juga bisa
disebabkan saat ibu menghentikan proses menyusui kurang hati-hati. Keadaan
tersebut menunjukkan masih banyak ibu menyusui belum dapat menggunakan
teknik yang benar.
Penelitian ini ingin mengetahui teknik menyusui yang dilakuan oleh ibu
yang memiliki bayi berusia 0-6 bulan karena salah satu keberhasilan memberikan
ASI eksklusif didukung dengan teknik menyusui yang tepat. Pengambilan data
dilakukan dengan cara observasi ibu saat menyusui bayinya. Salah satu hasil
penelitian ini menemukan adanya ibu yang tidak dapat melakukan teknik
menyusui dengan benar sebanyak 48,3%. Banyak hal yang ditemukan tidak tepat
saat ibu menyusui. (Reni, 2015).
penelitian Sulistiyowati (2011), Faktor yang memengaruhi teknik
menyusui tidak baik di antaranya: ibu kurang percaya diri bahwa ibu mampu
untuk menyusui bainya sehingga ibu dalam menyusui masih terlihat kaku dan
masih merasa takut atau ragu dalam menyusui bayinya. Faktor lain yang
memengaruhi ketrampilan teknik menyusui tidak baik yaitu faktor payudara,
beberapa ibu memiliki masalah pada payudara, misalnya puting susu datar yang
mengakibatkan bayi kesulitan dalam melakukan perlekatan dalam proses
menyusui. Faktor dorongan dan dukungan juga dapat memengaruhi pelaksanaan
teknik menyusui. Faktor-faktar di atas di antarnya ada beberapa faktor yang
peneliti jumpai di lapangan yaitu salah satu responden kurang memiliki dorongan
dan dukungan karena kelahiran anaknya tidak diinginkan sehingga ibu enggan
untuk terus memberikan ASI dan dalam kenyataanya teknik menyusuinya juga
tidak baik.
penelitian Sulistyowati bahwa hanya 23,3% ibu menyusui berusia 20-35
tahun yang memiliki kemampuan teknik menyusui dengan benar. Bahkan dalam
penelitian ini ditemukan juga data bahwa tidak ada seorang pun ibu berusia < 20
tahun yang dapat melakukan teknik menyusui dengan benar. Hal ini
memperlihatkan bahwa tingkat kematangan dan kedewasaan seorang ibu juga
memengaruhi proses pengasuhan kepada anak termasuk dalam pemberian ASI
eksklusif. Keadaan ini perlu mendapat perhatian lebih dari puskesmas dan
perangkat kelurahan karena peningkatan cakupan ASI eksklusif juga didukung
dari kemampuan ibu menyusui dengan teknik yang benar.
World Health Organization (WHO) Tahun 2018, merekomendasikan
untuk menyusui secara eksklusif dalam 6 bulan pertama kehidupan bayi dan
melanjutkan untuk waktu 2 tahun atau lebih, karena Air Susu Ibu ASI sangat
seimbang dalam memenuhi kebutuhan nutrisi bayi yang baru lahir dan merupakan
satu-satunya makanan yang dibutuhkan sampai usia 6 bulan.
Menurut penelitian Dian Insana FitriTahun 2014 dengan judul ”Hubungan
Pemberian ASI Dengan Tumbuh Kembang Bayi Umur 6 bulan Di Puskesmas
Nanggalo”Pada penelitian ini dari 50 bayi didapatkan 15 orang
(30%).Berdasarkan hasil pemeriksaan perkembangan pada bayi umur 6 bulan
menggunakan Metode Denver II,diperoleh bayi yang diberikan ASI Eksklusif
sebanyak 13 orang (86,7%) dengan perkembangan sesuai umur, dan 2 orang
(13,3%) mengalami keterlambatan (abnormal). Sedangkan bayi yang diberikan
non eksklusif didapatkan 19 orang (54,3%) dengan hasil perkembangan normal,
dan 16 orang (45,7%) menggalami keterlambatan.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Miftahul Munir di Puskesmas
Plumpang Kabupaten Tuban, diperoleh hasil bahwa pemberian ASI eksklusif
berpengaruh terhadap berat badan bayi, dimana bayi yang diberikan ASI eksklusif
100% memiliki berat badan normal, sedangkan bayi yang diberikan MP-ASI
mayoritas memiliki badan normal atau baik sebesar 69,09% dan 23,81%
mengalami kegemukan atau tidak baik.
Menurut asumsi penulis,menggunakan algoritma Manajemen Terpadu
Bayi Muda perlu dilakukan dalam setiap kunjungan rumah atau pelayanan pada
bayi muda. Sehingga dapat terdeteksi dan terpantau kondisi bayi. Apabila terdapat
masalah atau gangguan bayi muda yang berusia kurang dari 2 bulan dapat
dilakukan penanganan sesauai dengan aturan tidakan dan pengobatan dalam
MTBM.
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

1) Pada pengkajian didapatkan data subyektif By. Ny.S usia 4 hari normal.
Data objektif menunjukkan ibu dalam keadaan baik dengan tanda-tanda
vital dalam batas normal, pemeriksaan fisik yang tidak terdapat kelainan
pada bayi, dan pemeriksaan dalam batas normal sehingga sesuai dengan
teori.

2) Berdasarkan hasil pengkajian dari data subyektif dan data obyektif yang
sudah dilakukan, diagnosa yang dapat ditegakkan adalah By. Ny. S usia 4
hari normal.

3) Intervensi yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan dan masalah


yang dialami bayi muda.

4) Pada evaluasi didapatkan bahwa By. S pada semua intervensi terlaksana


dengan baik.

B. SARAN

Sebagai upaya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanan


kebidanan penulis menyimpulkan suatu saran sebagai berikut :

1) Institusi Pendidikan
Diharapkan institusi pendidikan mengembangkan materi yang telah
diberikan baik dalam perkuliahan maupun praktik lapangan dan juga
menambah referensi-referensi agar bisa dijadikan evaluasi dalam
memberikan asuhan kebidanan pada neonatus dengan MTBM sesuai
dengan standart pelayanan minimal.

2) Tempat Puskesmas
Tempat pelayanan disarankan untuk mempertahankan serta
meningkatkan mutu pelayanan asuhan kebidanan yang dilakukan pada
neonatus dengan MTBM sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal
Kebidanan.
3) Klien dan keluarga
Setelah mendapatkan pelayanan kebidanan pada neonatus dengan
MTBM keluarga serta klien diharapkan bertambah wawasannya sehingga
dapat mendeteksi dini jika ada penyulit dan dapat diminimalkan resiko-
resikonya.

4) Bagi Mahasiswa Kebidanan


Mahasiswa mampu menerapkan ilmu yang didapatkan selama
perkuliahan sehingga dapat melakukan asuhan kebidanan pada neonatus
dengan MTBM.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni. S, 2018. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam


Bidang Kesehatan.Yogyakarta: Nuha Medika.

Desmawati. (2013). “Penentu Kecepatan Pengeluaran Air Susu Ibu Setelah Sectio
Caesarea.“Artikel Penelitian Fakultas Ilmu Kesehatan UPN Veteran”. 2013:
h.360-363.

Dian Insana Fitri, Eva, Chundrayetti Rima Semiarty. Hubungan Pemberian ASI
Dengan Tumbuh Kembang Bayi Umur 6 Bulan Di Puskesmas Nanggalo.
2014

Gerensea, H., Kebede, A., Baraky, Z., Berihu, H., Birhane, E., Dawit, G., Hintsa,
S., Siyum, H., Kahsay, G., Gidey, G., Teklay, G and Mulatu, G. 2017.
“Consistency of Integrated Management of Newborn and Childhood Illness
(IMNCI) in Shire Governmental Health Institution in 2017” BMC Res Notes
(2018) 11:476

Haileamlak, A., Hailu, S., Nida, H., Desta, T., Tesema, T. 2010. “Evaluation of
Pre Service Training on Integrated Management of Neonatal and Childhood
Illness (IMNCI) in Ethiopia” Journal Ethiop Health Sci: 20(1).

Iraningsih, Muhammad Azinar. 2017. “Praktik Bidan dalam Penggunaan


Algoritma Manajemen Terpadu Bayi Muda pada Kunjungan Neonatal”
Unnes Journal of Public Health 6 (1); pISSN 2252-6781; eISSN 2584- 7604

Jamhariyah, 2013. Analisis Kinerja Bidan Desa dalam Pelayanan Neonatus di


Kabupaten Lumajang.Jurnal Ikesma, 9 (1): 48-55.

Kementerian Kesehatan. 2013. Permenkes RI Nomor 70 Tahun 2013.


Kementerian Kesehatan. Jakarta

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Surveilans Kesehatan Anak


(Seri Balita). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017.Manajemen Terpadu Balita


Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019.Manajemen Terpadu Balita
Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Kiplagat, A., Musto, R., Damas, M., and Morona, D. 2014. “Factors Influencing
The Implementation of Integrated Management of Childhood Illness (IMCI)
by Healthcare Workers at Public Health Centers & Dispensaries in Mwanza,
Tanzania” Journal of BMC Public Health 14:277

Lunze1, Ariel Higgins-Steele, Aline Simen-Kapeu, Linda Vese, Julia Kim and
Kim Dickson. “Innovative approaches for improving maternal and newborn
health - A landscape analysis”. Lunze et al. BMC Pregnancy and Childbirth
(2015) 15:337

Marmi & Raharjo, K. 2012.Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Paudel, Ishwar B Shrestha, Matthias Siebeck, Eva Rehfuess. “Impact Of The


Community-Based Newborn Care Package In Nepal: a quasi experimental
evaluation” BMJ Open 2017;7

Prinja, Pankaj Bahuguna, Pavitra Mohan, Sarmila Mazumder, Sunita Taneja, Nita
Bhandari, Henri van den Hombergh, Rajesh Kumar. “Cost Effectiveness of
Implementing Integrated Management of Neonatal and Childhood Illnesses
Program in District Faridabad, India”, 2016, journal.pone.0145043

Paudel , Sara Javanparast, Gouranga Dasvarma and Lareen Newman. “A critical


account of the policy context shaping perinatal survival in Nepal: policy
tension of socio-cultural versus a medical approach” BMC Health Services
Research (2019)

Reni Merta Kusuma , Rifkynia Susanti. 2015. Pelaksanaan Teknik Menyusui Pada
Ibu Menyusui Bayi Usia 0-6 Bulan Di Puskesmas Danurejan I Yogyakarta
Fakultas Kesehatan, Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBPSP

Srivastava, Shally Awasthi and Girdhar G Agarwal. 2010. “Careseeking behavior


and out-of-pocket expenditure for sick newborns among urban poor in
Lucknow, northern India: a prospective follow-up study”. BMC Health
Services Research 2010, 9:61

Sulistyowati, W. (2011) Teknik Menyusui yang Benar pada Ibu Primipara di Desa
Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto. Hospital Majapahit,
Vol 3. No 2, Nopember 2011

Taneja, Shikhar Bahl, Sarmila Mazumder, Jose Martines, Nita Bhandari, Maharaj
Kishan Bhan. “Impact on inequities in health indicators: Effect of
implementing the integrated management of neonatal and childhood illness
programme in Haryana, India”. Journal of health global, June 2015. Vol. 5
No. 1.010401

UNICEF. (2011). ASI Eksklusif Tekan Angka Kematian Bayi Indonesia


dalamhttp://situs.kesrepro.info/kia/ag u/2006/kia03.html

United Nations Children’s Fund. 2018. Levels & Trends in Child Mortality.
Nations Children Fund. New York. United States

WHO. Global Breastfeeding Scorecard, 2018. Enabling women to breastfeed


through better policies and programmes. 2018

Zuraida. 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Neonatus Di


Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan; Jurnal Human Care; Volume
1.No.2 Tahun 2016)

Anda mungkin juga menyukai